belajar istinbath 3
-
Upload
fahrian-lives -
Category
Documents
-
view
15 -
download
6
description
Transcript of belajar istinbath 3
TENTANG PERINTAH HAJI ( SURAT AL-IMRAN AYAT 97)
A. PENDAHULUAN
Alqur’an adalah kalam Allah yang berisikan keterangan-keterangan dan
perintah untuk hambanya, sebahagian dari keterangan-keterangan atau perintah itu
ada yang dijelaskan secara mendetil, namun sebahagian yang lain tidak
diterangkan secara mendetil dalam al-Qur’an sehingga butuh penjelasan dari yang
lain berupa hadis (keterangan dari Rasulullah), namun ada lagi sebahagian yang
lain yang tidak dijelaskan sama sekali dan dibiarkan samar begitu saja atau sering
disebut dengan ayat-ayat mutasyabihat.
Dalam hal ini penulis mencoba memilih sebuah ayat hukum yang
berisikan perintah kemudian merincikan perintah tersebut dengan mengumpulkan
dalil-dalil yang berkenaan dengan perbuatan dari perintah yang diserukan.
Adapun ayat yang menjadi pilihan penulis adalah surat al-Imran ayat 97 yang
berisikan tentang perintah haji. Dan pembahasan penulis mengenai hal ini
meliputi:
1. Penjelasan secara konteks kalimat
2. Penjelasan secara konteks lafazh yang terdiri dari tiga kata kunci yaitu:
lafazh al-haj, ma n istatha’a dan lafazh an-nas
3. Dan uraian mengenai lafazh Al-haj adalah yang paling panjang karena
penulis mencantumkan dalil-dalil tata cara (praktek) mengenai
perbuatan haji yaitu meliputi hadis perintah haji, syarat haji, rukun
haji, wajib haji, waktu pelaksanaan haji, dan miqat haji.
1
B. PEMBAHASAN (Surat al-Imran Ayat 97)
Artinya: Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, di antaranya maqam Ibrahim. Barang siapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan di antara kewajiban
manusia terhadap Allah adalah melaksanakan haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji, bahwa Allah Maha kaya (tidak memerlukan
sesuatu) dari seluruh alam.
Dari ayat di atas yang akan menjadi fokus pembahasan penulis adalah
potongan ayat yang menjelaskan tentang perintah haji yaitu :
Artinya : Dan di antara kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan haji ke Baitullah, yaitu bagi oaring-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.
a. Secara Ibarat Nash (dilalah Ibarah) potongan ayat tersebut memberikan
pemahaman tentang perintah haji bagi setiap manusia, namun lafaz tersebut
belum ada kejelasan mengenai kapan dilaksanakannya, di mana tempatnya,
tata caranya, kepada siapa diwajibkan, dan lain-lain. Oleh karena itu ayat ini
masih butuh kepada penjelasan dengan menggunakan qaidah lafzhiah yang
lain untuk menerangkan maksud dari ayat tersebut.
2
b. Secara qaidah lafzhiyah. Dalam hal ini penulis menggunakan tiga kata kunci,
yaitu: lafazh an-nas, lafazh man istatha’a dan lafazh al-haj
Pertama: lafazh الناس , lafazh tersebut adalah ‘am karena ia kata tunggal
yang di dahului oleh alif-lam jinsiyyah. Meskipun lafazhnya ‘am namun yang
dikehendaki dalam ayat ini adalah sebagian dari afradnya saja, yaitu orang
mukallaf yang mempunyai kesanggupan. Karena penunjukkan lafazh ‘am di sini
maksudnya adalah khusus ( ( الخصوص به يراد .عام
Kedua: lafazh من adalah pengganti استطاع (badal) dari lafazh الناس
yang disebutkan sebelumnya. Potongan ayat sebelumnya dipahami bahwa semua
manusia harus menunaikan haji. Kemudian semua manusia yang dikenai
kewajiban ditakhsis dengan lafazh badal ( ( من sebagai ganti dari keseluruhan
yaitu “ bagi orang-orang yang mampunyai kesanggupan”; sehingga dengan
adanya takhsish ini berarti orang-orang yang tidak mempunyai kesanggupan tidak
termasuk dalam pengertian ‘am yang dikenai kewajiban haji. Takhsish semacam
ini dinamai takhsish muttasil.
Ketiga: lafazh adalah lafazh الحج mubham yang mujmal, lafazh tersebut
dari sighatnya tidak menunjukkan arti yang dimaksud, tidak pula ditemukan
qarinah yang dapat membawa kita kepada maksudnya, tidak mungkin pula dapat
dipahami arti yang dimaksud kecuali dengan penjelasan dari Nabi.
Pengertian lafazh haji menurut bahasa adalah ,atau menyengaja القصد namun
dari lafazh tersebut tidak bisa dipahami maksud dari haji itu sendiri, sehingga
dalam hal ini Syari’(Nabi) memindahkan makna haji ke makna yang lain, dalam
3
hal ini disebut makna istilah syar’i. mengenai pelaksanaan haji itu sendiri adalah
berdasarkan praktek Nabi saw. dalam hadisnya Nabi bersabda:
يقول وسلم عليه الله صلى النبي رايت جابر منا عن عنى خذوا
هذا سككم حجتي بعد أحج ال لعلي ادري ال فإني
Artinya: dari Jabir ia berkata: “saya melihat Rasulullah , lalu beliau
bersabda, “hendaklah kalian turut cara ibadah seperti yang aku kerjakan ini,
karena sesungguhnya aku tidak mengetahui, apakah aku akan dapat mengerjakan
haji sesudah ini.”
dan para ulama merumuskan pengertian haji berdasarkan perbuatan-perbuatan
Nabi yaitu:
مخصوصة وقت في مخصوصة قصدالكعبةألداءأعمال مخصوص وجه على
(sengaja mengunjungi ka’bah, untuk melakukan beberapa perbuatan
khusus, pada waktu yang khusus,dengan tujuan yang khusus pula.)
Hadis di atas tidaklah cukup untuk dijadikan keterangan tentang
pelaksanaan atau tata cara haji, sehingga butuh kepada hadis-hadis lain yang
menjelaskan masing-masing dari perbuatan haji itu sendiri.
Kemudian mengenai hukum haji adalah wajib, selain ayat 97 surat al-
Imran, Nabi juga menekankan perintah haji dalam sebuah haditsnya yaitu:
الله رسول محمدا وان 9الله اال الاله ان شهادة خمس على اإلسالم بني
( عليه ( متفق الرمضان والصوم البيت وحج وايتاءالزكاة الصالة واقام
Artinya: Islam itu ditegakkan di atas lima dasar: bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, mengerjakan haji ke Baitullah, dan berpuasa di bulan Ramadhan
4
Ada juga hadis lain yang menegaskan tentang hal ini:
: فإن الحج الى تعجلو وسل9م عليه اله صلى النبي قال 9اس عب إبن عن
( احمد ( رواه له مايعرض اليدري احدكم
Artinya dari Ibnu Abbas Nabi saw. bersabda: “hendaklah kamu bersegera mengerjan haji karena sesungguhnya seseorang tidak akan menyadari suatu halangan yang akan merintanginya”. (HR: Ahmad)
: الناس ياأيها فقال وسلم عليه صلىالله الله رسول خطبنا هريرة ابي عن
... الخ فحجوا الحج عليكم الله فرض قد
Artinya: dari Abi Hurairah, Rasulullah telah berkata dalam sebuah khutbahnya: ‘Wahai manusia! Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian mengerjakan ibadah haji, maka hendaklah kamu kerjakan’.
Dari ketiga hadis tersebut dapat diketahui dengan jelas bahwa haji hukumnya
adalah wajib bagi setiap muslim yang mampu menunaikannya, sementara yang
tidak mampu tidak wajib, hal tersebut telah dibatasi oleh ayat yang menerangkan
perintah haji.
Di sisi lain ada juga ayat pada surat al-Baqarah ayat 196, yang
menegaskan perintah haji, hal itu ditandai dari fi’il amar yang ada pada ayat
tersebut yang menunjukkan kepada wajib.
Adapun hal-hal yang berhubungan dengan hukum wadh’I seperti
syrat haji, dan rukunnya diketahui dari penjelasan Nabi sendiri baik secara
langsung ataupun tidak langsung (praktek beliau) ketika melaksanakan haji.
5
Syarat-syarat haji diantaranya: Islam, baligh, berakal, merdeka dan
mampu. Tiga syarat pertama yaitu Islam, baligh, berakal merupakan syarat-syarat
taklif untuk semua ibadah, hal itu dipahami dari konteks hadis
: : عن ثالث عن القلم رفع قال وسل9م عليه الله صلى النبي أن
, , يعقل حتى المعتوه عن و يشب حتى الصبي وعن يستيقظ حتى .الناعم
Adapun syarat merdeka merupakan syarat wajib untuk berhaji, karena ibadah haji
merupakan ibadah yang dilaksanakan pada waktu tertentu dan disertai dengan
syarat mampu sementara hambasahaya selalu sibuk dengan hak-hak tuannya.
Sehingga ia dianggap tidak mampu.
Syarat mampu itu sendiri diketahui dari al-Qur’an surat al-Imran ayat 97.
Biasanya antara rukun dan wajib berarti sama, namun dalam hal haji
berbeda:
Rukun: sesuatu yang tidak sah haji melainkan dengan melakukannya, apabila ada
yang tertinggal maka hajinya diulang hingga tahun depan.
Sementara wajib haji adalah : sesuatu yang harus dikerjakan, maka apabila ada
yang tertinggal hajinya tetap sah dengan membayar dam.
Adapun rukun haji adalah : ihram, wuquf di arafah, tawaf di ka’bah, sa’i,
tahallul. Dalam hal ini penulis mencoba merincikan hadis-hadis yang memberi
keterangan tentang perbuatan haji
- Ihram (berniat mulai mengerjakan haji atau umrah), memang tidak ada hadis
yang secara tegas yang menyatakan bahwa ibadah haji harus diawali dengan
6
niat, namun hal itu dipahami dari hadis hijrah yang menyatakan bahwa
sempurnanya setiap ibadah diawali dengan niat.
( البخاري ( رواه باالنيات انمااألعمال
- Hadir di padang arafah pada waktu yang ditentukan, yaitu mulai dari
tergelincir matahari (waktu zhuhur) tanggal 9 bulan haji sampai terbit fajar
bulan haji tanggal 10. Dalam artian orang yang sedang melaksanakan haji
wajib berada di Padang Arafah pada waktu tersebut. Hal itu diketahui dari
sabda rasulullah saw.:
الله رسول اتو نجد أهل من ناسا ان يعمر بن عبدالرحمن عن
Uالحج دى ينا مناديا 9م9ر9 فا فسألوه بعرفة واقف وهو وسلم عليه الله صلى
ادرك فقد الفجر طلوع قبل جمع ليلة جاء من عرفة
Artinya: dari Abdurrahman bin Ya’mur, “bahwa orang-orang Najd telah datang kepada Rasulullah saw.sewaktu beliau sedang wukuf di padang Arafah. Mereka bertanya kepada beliau, maka beliau terus menyuruh orang supaya mengumumkan: haji itu hanyalah Arafah.barang siapa yang datang pada malam sepuluh sebelum terbit fajar, sesungguhnya ia telah mendapat waktu yang sah. (HR: Alkhamsah)
Dalam hadis Rasulullah yang lain menjelaskan bahwasanya barang siapa
yang ketinggalan hadir di Arafah pada malam ke-10 Zulhijjah maka
sesungguhnya telah tertinggal hajinya. Maka hendaklah mengerjakan umrah dan
ia wajib mengulang hajinya pada tahun depan.
Dari hadis tersebut jelas bahwa wuquf merupakan bahagian dari perbuatan
haji atau rukun haji yang apabila di tinggalkan maka hajinya tidak sah.
7
- Tawaf di Ka’bah. Tawaf merupakan rukun yang ketiga dalam ibadah haji, hal
ini dipahami dari konteks ayat 29 surat al-Haj
العتيق بالبيت وليطوفوا
Dan hendaklah mereka melakukan tawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).
Ayat tersebut secara jelas menerangkan tentang perintah tawaf dengan adanya fi’il
amar, namun hal itu belum dapat dipahami secara keseluruhan mengenai tata cara,
syarat dan lain sebagainya dan hal itu kita pahami dari praktek Nabi yang
kemudian diikuti oleh para sahabat, kemudian tabi’in dan tabi’ tabi’in dan orang-
orang sesudahnya hingga sampai kepada kita sekarang. Dan diantara hadis-hadis
yang menerangkan tentang praktek tawaf adalah:
- : عريان بالبيت يطوف ال وسلم عليه الله صلى النبي قال
أنه - قدم حين وسلم عليه الله صلى النبى بدء شيئ أول إن عائشة عن
( مسلم ( و البخارى بالبيت طاف ثم توضأ
الحجر - أتى _ة مك قدم لم_ا وسلم عليه الله صلى النبى إن جابر عن
و ( مسلم رواه أربعا مشى و ثالثا فرمل يمينه على مشى ثم فاستلمه
النسائى)
- : طاف من يقول وسلم عليه الله صلى النبي سمع أنه هريرة أبى عن
والله الله إال والإله لله والحمد الله سبحان إال يتكلم وال سبعا بالبيت
( ).... ماجه إبن رواه باالله إال قوة وال حول وال أكبر
8
Hadis-hadis di atas menunjukkan tentang tata cara dan syarat tawaf yang
dilakukan Nabi yaitu dengan menutup aurat seperti yang ditunjuki oleh hadis yang
pertama, kemudian suci dari hadas dan najis sebagaimana yang ditunjuki pada
hadis kedua, dan hadis yang ke tiga menunjukkan bahwa Ka’bah hendaklah
berada di sebelah kiri orang yang tawaf, kemudian permulaan tawaf hendaklah
dari Hajar Aswad, dan bahwa tawaf itu dilaksanakan sebanyak tujuh kali.
Sementara hadis keempat menjelaskan tentang bacaan ketika tawaf.
- Sa’i (berlari-lari kecil di antara bukit shafa dan marwah)
Sabda Nabi saw.:
الله صلى النبى سمعت انها اخبرتها إمرأة أن شيبة بنت صفية عن
فاسعوا : السعي عليكم كتب يقول والمروة الصفا بين وسلم عليه
( أحمد( رواه
Hadis tersebut menjelaskan tentang perintah sa’i, adapun ketentuan sa’I itu sendiri
dijelaskan dalam ayat al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 158 ( والمروة الصفا إن
شعائرالله :ayat ini dijelaskan lagi oleh hadis Nabi ( من
: به الله بدأ بما فابداءوا وسلم عليه الله صلى النبى قال جابر عن
Dari Jabir,” Rasulullah saw. bersabda, “hendaklah kamu mulai sa’I itu dari
bukit yang terlebih dahulu disebut Allah dalam al-Qur’an”. (Riwayat An-Nasa’i)
Bukit yang terlebih dahulu disebutkan dalam al-Qur’an adalah bukit shafa
(lihat al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 158).
9
Kemudian pekerjaan sa’I itu dilakukan sebanyak 7 kali dan sa’I itu sendiri
dilakukan setelah tawaf.
- Tahallul (mencukur atau menggunting rambut) ulama berbeda pendapat dalam
menganggap tahallul sebagai rukun. Pendapat yang terkuat menyatakan bahwa
tahallul merupakan rukun sekurang-kurangnya tiga helai, karena jika
perbuatan ini luput tidak dapat diganti dengan membayar dam.
- Menertibkan rukun-rukunnya (keterangannnya adalah perbuatan Rasulullah
saw.)
Adapun beberapa wajib haji adalah:
1. Ihram dari miqat, baik itu miqat zamani atau makani
Ketentuan waktu haji atau miqat zamani adalah dari awal bulan Syawal
sampai terbit fajar Hari Raya Haji (tanggal 10 bulan Haji). Hal ini diketahui dari
firman Allah Swt surat al-Baqarah ayat 197:
معلومات اشهور الحج
Tafsir sahabat tentang bulan-bulan yang dimaklumi itu menurut atsar Ibnu Umar:
الحجة ذي من عشر و ذوالقعدة و شوال الحج أشهور قال عمر إبن عن
( البخارى( رواه
Dari Ibnu Umar,”Bulan Haji itu ialah bulan Syawwal, Zulka’dah, dan sepuluh
hari bulan zulhijjah”. (Riwayat Bukhari)
10
Jadi atsar sahabat (Ibnu Umar) menjelaskan bahwa bulan-bulan yang
dimaklumi adalah awal bulan Syawwal, zulka’dah dan sepuluh hari dari bulan
zulhijjah.
Sementara ketentuan miqat makani didapati dari firman Allah surat al-
Baqarah ayat 184:
Artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit.
Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi
manusia dan (bagi ibadat) haji
Ayat tersebut dijelaskan lagi oleh Rasulullah dalam sebuah
haditsnya riwayat Bukhari dan Muslim:
ذا المدينة ألهل وسلم عليه الله صلى الله رسول وقت عباس ابن عن
يلملم اليمن وألهل المنازل قرن نجد وألهل الجحفة الشام وألهل الخليفة
والعمرة الحج يريد كان لمن أهلهن غير من عليهن أتى ولمن لهن فهن
منها يهلون مكة اهل حتى وكذالك اهله من فمهله دونهن كان فمن
Hadis tersebut menerangkan tentang miqat makani yang
ditentukan oleh Rasulullah sendiri yaitu, bagi ahli Madinah
miqatnya dari Zul Hulaifah, bagi ahli Syam adalah Juhfah, bagi
ahli Najd adalah Qarnul Manazil, dan bagi ahli Yaman adalah
Yalamlam. Adapun orang-orang yang negerinya lebih dekat ke
mekah dari tempat-tempat tersebut, maka miqatnya negeri
11
masing-masing sehingga bagi ahli mekah, miqat mereka adalah
dari tempat mereka berada.
2. Berhenti di muzdalifah sesudah tengah malam, di malam
hari Raya Haji sesudah wuquf di Arafah, maka apabila ia berjalan
di tengah malam maka ia wajib membayar dam.
3. Melontar Jamrah Aqabah pada hari Raya Haji, hal ini sesuai
dengan hadis Rasulullah saw. hadis riwayat Ahmad yang
menyatakan bahwasanya Rasulullah melempar Jamrah Aqabah
pada hari Raya tanggal 10 Zulhijjah
يوم راحلته على الجمرة رمي وسلم عليه الله صلى النبي رايت جابر عن
حجتي بعد أحج ال لعلي ادري ال فإني سككم منا عنى خذوا يقول النحر
هذا
4. Melontar tiga Jumrah pada tanggal 11-12-13 bulan
Haji. Tiap-tiap Jumrah dilontar dengan tujuh batu kecil sesuai
dengan hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah :
يرمى التشريق أيام بمنى وسلم عليه الله صلى النبى مكث عائشة عن
لشمس ا زالت إذا الجمرة
( داوود ( ابو و أحمد رواه حصيات بسبع جمرة كل
12
Jadi jika seseorang telah selesai melontar pada hari pertama dan
ke dua, maka jika ia ingin pulang hal itu dibolehkan baginya. Hal
ini sesuai dengan firman Allah Swt. Surat al-Baqarah ayat 203
Artinya: Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang. barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, Maka tiada dosa baginya. dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), Maka tidak ada dosa pula baginya, bagi orang yang bertakwa. dan bertakwalah kepada Allah, dan Ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.
Maksud dzikir di sini ialah membaca takbir, tasbih, tahmid, talbiah dan
sebagainya. beberapa hari yang berbilang ialah tiga hari sesudah hari raya haji
yaitu tanggal 11, 12, dan 13 bulan Zulhijjah. hari-hari itu dinamakan hari-hari
tasy'riq.
sebaiknya orang haji meninggalkan Mina pada sore hari terakhir dari hari
tasy'riq(tanggal 13) mereka boleh juga meninggalkan Mina pada sore hari
kedua(tanggal 12).
5. Bermalam di Mina. Keterangannya adalah perbuatan Rasulullah dan hadis
yang diriwayatkan oleh Aisyah pada point 4. Dalam hal ini orang yang berhaji di
beri pilihan antara mengambil Nafr Awal(bermalam selama dua hari) atau Nafr
Tsani(bermalam selama tiga hari). Keterangannya adalah hadis Aisyah dan surat
al-Baqarah ayat 203 yang tel;ah disebutkan sebelumnya.
6. Tawaf Wada’ yaitu tawaf yang dilakukan ketika akan meninggalkan kota
Mekah keterangannya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas:
13
, : وجه كل فى ينصرفون الناس كان قال عنه الله رضي عباس ابن عن
عهده : اخر يكون حتى أحد الينفرون وسلم عليه الله صلى النبى فقال
الحائض عن خفف انه اال بالبيت
Hadis tersebut menyatakan bahwa tawaf wada’ itu harus dilakukan karena
Rasulullah melarang orang-orang untuk meninggalkan kota Mekah sebelum
melakukan tawaf dan tawaf ini disebut dengan tawaf wada’, kecuali bagi orang-
orang yang haidh maka ia harus membayar dam karena meninggalkan yang wajib.
C. KESIMPULAN PELAKSANAAN HAJI
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pekerjaan-pekerjaan haji dan
umrah adalah: pertama ihram dari miqat kemudian tawaf, sa’I dan tahallul.
Setelah semua ini dilakukan maka selesailah pekerjaan umrah. kemudian
ditambah lagi dengan pekerjaan-pekerjaan yang khusus untuk haji yaitu: setelah
pekerjaan umrah selesai, para jama’ah haji menunggu hingga datangnya hari
Arafah pada tanggal 9 Zulhijjah untuk melakukan wuquf di Arafah, kemudian
mabit di Muzdaliffah pada malam harinya sekaligus mengambil batu, kemudian
pada pagi harinya(10 zulhijjah) berangkat ke Mina untuk melontar Jamrah
Aqabah dan memotong rambut, pada saat ini para jama’ah haji sudah boleh
melepaskan pakaian ihramnya termasuk boleh melakukan hal-hal yang
diharamkan pada waktu ihram kecuali berhubungan suami isteri. Setelah itu
melakukan tawaf ifadhah. Pada malam ke-11 para jama’ah haji kembali ke Mina
untuk Mabit pada malamnya dan melontar jamrah pada keesokan harinya(setelah
zhuhur sesuai dengan hadis yang telah disebutkan sebelumnya), dalam hal ini
14
boleh mengambil Nafr Awal(bermalam selama dua hari) atau Nafr
Tsani(bermalam selama tiga hari) yaitu pada malam ke-11,12,13 pada hari tasyriq.
Kemudian melakukan sa’i. Hingga di sini selesailah semua pekerjaan haji.
NOTE: jika melakukan haji secara Tamattu’(umrah dulu baru haji) maka harus
mengerjakan sa’I lagi seperti praktek yang telah disebutkan sebelumnya, namun
bila melakukan haji secara Ifradh(haji dulu baru umrah) dan Qiran(haji dan umrah
dilakukan secara bersamaan) maka tidak perlu melakukan sa’i untuk yang kedua
kalinya.
Sebenarnya masih banyak penjelasan tentang bab haji, baik itu yang
dijelaskan dalam al-Qur’an atau dalam hadis Nabi akan tetapi dalam pembahasan
(belajar istinbath dengan menggunakan dilallah lafzhiyah)) ini pemakalah hanya
memadakan hal-hal yang menyangkut syarat, rukun dan wajib haji saja. Wawlahu
A’lam Bissawwab
15