BAB II 3199063 -...

21
15 BAB II KEBEBASAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM A. Kebebasan Manusia dalam Al-Qur’an Konsep kebebasan menempati ruang yang amat luas dalam sejarah manusia. Sejak dulu sampai sekarang manusia ingin merakit kebebasan dan menjadikannya sebagai perangkat “agung” untuk menyusuri perjalanannya yang melelahkan di atas bumi. Konsep kebebasan mempunyai nuansa yang berbeda-beda antara masyarakat yang satu dengan yang lain, dari pengertian masa ke masa berikutnya. Pemahaman atau pengertian “kebebasan” dalam suatu masyarakat atau tahapan sejarah tertentu, mustahil sama dan sebangun dengan masyarakat atau tahapan sejarah yang lain. Adalah wajar jika dikatakan bahwa pengertian “kebebasan” dari socrates tidak identik dengan pengertian plato. Demikian juga dengan pemahaman “kebebasan” orang yunani berbeda dengan orang cina. 1 Fakta inilah yang kemudian banyak melahirkan perseteruan antara masyarakat. Tapi perlu dicatat, bahwa pengertian keragaman “kebebasan” ini juga dapat dijadikan alasan untuk memperkaya dan mengembangkan konseptualisasi pengertian tentang kebebasan. Sebelum mendefinisikan makna kebebasan lebih luas, ada baiknya penulis mengartikan kata bebas. Bebas dalam kamus umum Bahasa Indonesia berarti “lepas sama sekali (tidak terlarang, terganggu dan sebagainya sehingga dapat bercakap, berbuat dengan leluasa).” 2 “Seorang yang bebas adalah yang 1 Ahmed. O. Altwajri, Islam Barat dan Kebebasan Akademis, Penerjemah Mujib, ed., . Musyafak Maimun, (Yogyakarta: Titian Ilahi, 1997), Cet I. Hlm 31. 2 W.J.S. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hlm 103.

Transcript of BAB II 3199063 -...

Page 1: BAB II 3199063 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai

15

BAB II

KEBEBASAN MANUSIA DALAM PERSPEKTIF

PENDIDIKAN ISLAM

A. Kebebasan Manusia dalam Al-Qur’an

Konsep kebebasan menempati ruang yang amat luas dalam sejarah

manusia. Sejak dulu sampai sekarang manusia ingin merakit kebebasan dan

menjadikannya sebagai perangkat “agung” untuk menyusuri perjalanannya

yang melelahkan di atas bumi.

Konsep kebebasan mempunyai nuansa yang berbeda-beda antara

masyarakat yang satu dengan yang lain, dari pengertian masa ke masa

berikutnya. Pemahaman atau pengertian “kebebasan” dalam suatu masyarakat

atau tahapan sejarah tertentu, mustahil sama dan sebangun dengan masyarakat

atau tahapan sejarah yang lain. Adalah wajar jika dikatakan bahwa pengertian

“kebebasan” dari socrates tidak identik dengan pengertian plato. Demikian

juga dengan pemahaman “kebebasan” orang yunani berbeda dengan orang

cina.1

Fakta inilah yang kemudian banyak melahirkan perseteruan antara

masyarakat. Tapi perlu dicatat, bahwa pengertian keragaman “kebebasan” ini

juga dapat dijadikan alasan untuk memperkaya dan mengembangkan

konseptualisasi pengertian tentang kebebasan.

Sebelum mendefinisikan makna kebebasan lebih luas, ada baiknya

penulis mengartikan kata bebas. Bebas dalam kamus umum Bahasa Indonesia

berarti “lepas sama sekali (tidak terlarang, terganggu dan sebagainya sehingga

dapat bercakap, berbuat dengan leluasa).”2 “Seorang yang bebas adalah yang

1 Ahmed. O. Altwajri, Islam Barat dan Kebebasan Akademis, Penerjemah Mujib, ed., .

Musyafak Maimun, (Yogyakarta: Titian Ilahi, 1997), Cet I. Hlm 31.

2 W.J.S. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), hlm 103.

Page 2: BAB II 3199063 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai

16

mampu menentukan dirinya sendiri dan tidak merupakan dari suatu sistem,”3

serta tidak adanya suatu paksaan atau rintangan, sementara yang dalam batas-

batas tertentu dapat melakukan atau meninggalkan apa yang diinginkan.

Para penulis arab menggunakan istilah kebebasan seperti hurriyah al

ra’yi (kebebasan berpendapat), hurriyah al qawl (kebebasan berbicara),

hurriyah al tafkir (kebebasan berfikir), hurriyah al ta’bir (kebebasan

beraskspresi atau penafiran), hurriyah al tadayun (kebebasan beragama),

hurriyah al aqidah (kebebasan berkeyakinan).4

Konsep kebebasan pada pengertian yang umum berarti kemerdekaan

atau kebebasan dari segala belenggu kebendaan dan kerohanian yang tidak

syah yang kadang-kadang di paksakan oleh manusia, tanpa alasan yang benar.

Pada kehidupan sehari-hari yang menyebabkan ia tidak sanggup menikmati

hak-haknya yang wajar dari segi sipil, agama, pemikiran, politik, sosial,

ekonomi. Di samping pengertian-pengertian umum menyeluruh, ada

pengertian-pengertian lain tehadap kebebasan yang kurang bersifat umum dan

menyeluruh di banding dengan pengertian-pengertian diatas, diantaranya yaitu

bahwa kebebasan adalah kebolehan mengerjakan segala yang tidak

membahayakan orang lain.5

Menurut Nasution dalam bukunya Maskuri Abdillah berpendapat

bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu

mempunyai batas-batas tertentu. Misalnya kebebasan berbicara tidak boleh

mengganggu kepentingan umum, kebebasan untuk kaya tidak boleh

membahayakan kepentingan umum, sejalan dengan Nasution, Ma’arif juga

dalam bukunya Maskuri Abdillah berpendapat bahwa tidak ada kebebasan

mutlak dalam arti seseorang dapat melakukan apa saja yang dikehendaki,

3 Dick Hartoko, Memanusiakan Manusia Muda: Tinjauan Pendidikan Humaniora, (Jakarta: BPK Gunung Muria, 1985), hlm 19.

4 M. Hasyim Kamali, Kebebasan Berpendapat dalam Islam, Alih Bahasa Efa. Y. Nu’man dan Fatiyah Basri, (Bandung: Mizan, 1996), hlm 17.

5 Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran tentang Pendidikan, (Bandung: Al-Ma’arif, 1995), hlm 44-45.

Page 3: BAB II 3199063 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai

17

karena kebebasan dibatasi oleh kepentingan umum yang dimanifestasikan

dalam bentuk hukum, tetapi kebebasan itu menekankan untuk bereksis.6

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kebebasan

adalah sikap hidup seseorang yang terlepas dari belenggu kekerasan,

perbudakan, perkosaan, ketakutan dan ancaman dalam melaksanakan aktivitas

sehari-hari.

Dalam Al-Qur’an disebutkan beberapa macam / bentuk kebebasan

manusia diantaranya :

1. Kebebasan beragama

kebebasan beragama dapat diartikan sebagai hak untuk memeluk

suatu kepercayaan dan melakukan suatu peribadatan dengan bebas tanpa

diikuti kekhawatiran. Sebagaimana firman Allah SWT di dalam Al-

Qur’an :

a. Surat Yunus ayat 99.

���������� �� � � �� �������� ��������� ���� ��� � !��� �"#� "#$ �� %&'�� ()�*� �+ �,-�./01�2 �/3� �4 �3�#�5�#� +��+��67 �+-8��9 �

Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya, maka apakah kamu hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semua.7

b. Surat Al-Baqaroh ayat 256

����:�;��!<�� �"�#��=�*&�� �"/�>���= ?��"-@=� �!����6A�B>� �8���9�Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam, sesungguhnya telah ada jalan yang benar dari jalan yang salah.8

6 Maskyuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna : Respon Intelektual Muslim Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi, (Yogyakarta: Tiarawacana, 1999), hlm 139.

7 Departeman Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV. Toha Putra, 1989), hlm 322.

8 Ibid, hlm 63.

Page 4: BAB II 3199063 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai

18

Kepercayaan atau iman adalah persoalan pilihan batin seseorang

yang tidak bisa di ganggu gugat. Kepercayaan merupakan suatu keputusan

yang asasi bagi setiap manusia karena itu tidak diperkenankan seseorang

memaksakan keperyaan yang diyakininya kepada orang lain dengan cara

apapun. Andaikata seseorang diberi kebebasan memilih untuk tidak

percaya pada risalah Allah SWT, ia sepenuhnya berhak melakukannya

tanpa ada tekanan atas bujukan dari pihak lain.

Semangat yang melekat pada Nabi Muhammad SAW dan generasi

Islam pertama merupakan satu bentuk keyakinan dan ketulusan hati yang

sangat teguh, yang selalu berakar yang berlandaskan pada filsafat Islam.

Landasan filosofis Islam dapat diringkas menjadi empat prinsip antara

lain:

1. Islam mengakui keagungan manusia tanpa memandang kredo, ras atau

warna kulit.

2. Islam sangat menekankan bahwa yang berhak menghakimi atau

memberikan hukuman kepada sesorang yang tidak beriman bukan

tugas seorang muslim melainkan semata-mata adalah preogatif Allah

SWT.

3. Islam mengajarkan bahwa Allah SWT Yang Maha Adil, menyukai

keadilan dan bersikap adil terhadap orang-orang yang tidak beriman

kepada-Nya. Artinya dia sangat membenci ketidakadilan dan

memberikan hukuman kepada orang-orang yang tidak berlaku adil,

tanpa memandang siapakah yang menjadi sasaran ketidakadilan itu.

4. Islam mengajarkan bahwa Allah SWT menciptakan manusia dengan

dibekali kekuatan menentukan suatu pilihan, namun bila dikehendaki

semua umat manusia mengikuti saja kepada-Nya. Maka manusia

tidak mempunyai pilihan atau kemampuan untuk menolak ( pasrah

total kepadanya ), oleh karena itu tidak ada paksaan dalam masalah

iman.9

9 Ahmed. O. Altwajri, op cit. hlm 63-67

Page 5: BAB II 3199063 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai

19

Sumber petunjuk universal adalah kapasitas yang melekat pada

seseorang untuk meyakini Tuhan. Ia berkaitan dengan penciptaan manusia

sebagai makhluk yang memiliki tangung jawab pribadi dan sebagian

mengandung arti pilihan dan kehendak bebas. Quran menyebutkan fitrah

dalam pernyatan berikut:

���� C�-�=�>� ;� ���� �D� 2 �/3� � � E �� !�0F� � �G � H ��E��� ��I���31� �"�-@=���� %���,� ���? � �JK��G ��L��M���J�,���N�� B�� ��"�-@=� �%�� O�+�� ���- ;��2 �/3� � P�� �/"��6QR,�� 8��9�

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah SWT) tataplah fitrah Allah SWT yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.(QS. Ar Rum:30). Al Zamahsari sesuai dengan teori objektifisme rasionalis

Mu’tazilah menafsirkan fitrah sebagai khilqa (watak alamiyah) dalam arti

bahwa Tuhan telah menciptakan kapasitas pada manusia untuk mengakui

ke Esaan Nya dan menerima Islam. penafsiran yang demikian menurutnya

adalah falid atas dasar bahwa ada kemiripan antara fitrah dan akal dan

kesesuaian dan fitrah dan pertimbangan logis. Dengan kata lain fitrah

adalah pertimbangan obyektif dan universal dan seperti telah diketahui

fitrah adalah kapasitas untuk menguji pilihan rasional berkenaan dengan

keyakinan, tidak diragukan lagi bahwa fitrah merupakan watak yang di

bawa sejak lahir dan kapasitas yang melekat yang memungkinkan

seseorang untuk menerima atau menolak keyakinan.10 Dalam arti

demikian, keyakinan merupakan sesuatu yang dengan bebas merupakan

urusan langsung antara Tuhan dengan manusia dan tidak dapat dipaksa.

Pengakuan terhadap kebebasan beraqidah diberikan kepada

manusia semata-mata akibat kebebasan dan kesanggupannya

mempertanggungjawabkan kebebasan tersebut.11 Bentuk umum terhadap

10 David Little, John Kelsey dan Abdul Aziz Sachedina, Kajian Lintas Kultural Islam

Barat: Kebebasan Agama dan Hak-Hak Azasi Manusia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 90.

11 Aisyiah Bintu Syati, Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an, Alih Bahasa Ali Zawawi, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), hlm 12.

Page 6: BAB II 3199063 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai

20

toleransi dan penghargaan Islam terhadap kebebasan beraqidah dan

beragama tidak cukup hanya dengan memancangkannya keseluruh ufuk

yang luas dan meninggi yang mencakup seluruh manusia, akan tetapi

Islam dengan pengakuannya terhadap kebebasan beragama, mewajibkan

kepada pemeluk-pemeluknya untuk memeluk agama, beraqidah dan

berperangai tidak hanya sekedar toleransi bersikap baik maupun

perdamaian belaka tapi juga harus bisa membentuk kepribadianyg baik

yang disadari oleh nilai-nilai agama.

Oleh karena itu manusia diberi kebebasan dan kemerdekaan serta

kepercayaan penuh untuk memilih jalannya masing-masing dan diberi

kesadaran moral untuk memilih mana yang baik dan mana yang buruk,

sesuai dengan hati nuraninya atas bimbingan wahyu.12

Al-Qur’an banyak membicarakan tentang kebebasan manusia

untuk menentukan sendiri perbuatannya yang bersifat ikhtiarriyah yaitu

perbuatan yang dapat dinisbatkan kepada manusia dan yang menjadi

tanggungjawabnya, karena memang ia mempunyai kemampuan untuk

melakukan atau meninggalkannya. Misalnya yang sering di sebut di dalam

Al-Qur’an menerima dan menolak ayat-ayat yang di bawa Rasul.

Sebagaimana yang tercantum dalam surat Luqman ayat 21-22, bahwa

orang yang menolak untuk mengikuti apa yang diturunkan oleh Allah

SWT dan orang-orang yang menerimanya.13

2. Kebebasan berfikir dan mengemukakan pendapat

Dalam hal ini kebebasan berfikir dan mengemukakan pendapat

telah dijelaskan di dalam firman Allah SWT :

12 M. Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm 32-33.

13 Machasin, Menyelami Kebebasan Manusia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996) hlm

Page 7: BAB II 3199063 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai

21

a. Surat Al-Baqarah ayat 260

�������� S� ?��"�#�5����� �, �� S� ?�.��+��� �!���T���U �� ��!���� ��@V ������W ��'�:� S� ?��K�:,��/"�W���X ������FE� �"�#��Y�'�� ���Z�M �� S� ?�!�>�� ?�/"�[��E�����"�� �,�. �'���/��\�%�� ��:

���FO ���� ��D ,������]�%3�����-�/"���D� �/��\�� )�_���/"���3�#�C>��aC���. �D��C��� �b����1�b_-�_D�cF�� 6A�B>� 8���9 �

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata : Ya Tuhanku, perlihatkan kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati. Allah berfirman Apakah kamu belum percaya ? Ibrahim menjawab saya telah percaya akan tetapi agar bertambah tetap hati saya. Allah berfirman (kalau demikian), ambillah empat ekor burung lalu jinakkanlah burung-burung itu kapadamu, kemudian tiap-tiap seekor dari padanya atas tiap-tiap bukit. Sesudah itu panggillah dia, niscaya ia kan datang kepadamu dengan segera. Dan ketahuilah bahwa Allah SWT Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.14

b. Surat Al-Kahfi ayat 54

���� P�� ���O�d������ � O� �,�C P#�aC����"�#��2 �/3�����Oe���B�� � ZW�!����3��/�f ��= B �,��;=��)�!*6U ��� 8��9 �

Dan sesungguhnya kami telah mengulang-ulangi bagi manusia dalam Al-Qur’an ini dari bermacam-macam perumpamaan dan manusia adalah mahluk yang paling banyak membantah.15

Menurut pemikiran yang populer kasus pertanyaan Ibrahim itu,

biasanya bisa diterapkan dalam kerangka pikiran ilmiah, tapi tidak dapat

digunakan untuk mempertanyakan soal-soal yang telah di tetapkan agama

sebagai ketetapan hukum baku yang menuntut ketetapan adanya

ketundukan mutlak tujuan Al-Qur‘an menceritakan kisah tentang Ibrahim

agar menjadi pelajaran dan petunjuk bagi manusia sebagai bentuk nyata

14 Departeman Agama, op cit, hlm 65.

15 Ibid, hlm 452.

Page 8: BAB II 3199063 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai

22

dari kebebasan itu adalah perdebatan yang benar dalam masalah

keagamaan dan berbagai masalah yang berkaitan dengannya.

Ayat-ayat Al-Quran yang berbunyi Afalaa ta’qiluun dan Afalaa

tatafakkaruun menunjukkan bahwa Al-Quran menganjurkan kepa setiap

orang untuk berfikir dan tentu saja membolehkan kebebasan berfikir,

karena hasil pemikiran antar individu itu tidak sama, namun kebebasan

berfikir dan berpendapat harus didasarkan pada tanggung jawab dan tidak

mengganggu kepentingan umum, serta tidak menciptakan permusuhan

antar manusia. Menurut Ma’arif, bahwa Islam menjamin kebebasan

berpendapat semua orang tanpa kecuali. Kebebasan ini terkait dengan

masalah-masalah umum seperti moralitas, kepentingan dan hukum.

Konsep Al-Amr bi Al-Munkar wa Al-Nahyu an Al-Munkar menunjukkan

bahwa Islam mempunyai perhatian yang sangat dalam terhadap moralitas

manusia dalam masyarakat. Membatasi kebebasan berpendapat seorang

individu dibenarkan demi menjaga kehidupan masyarakat dari

permusuhan yang disebabkan oleh kata-kata atau pembicaraan kotor.16

Pada zaman Rasulullah dan khulafaurrasyidin kebebasan berfikir

dan berpendapat sudah dijalankan dalam berbagai masalah kehidupan,

mulai dari masalah keluarga hingga masalah penyelenggaran pemerintah.

Dengan kata lain Rasulullah SAW menerapkan prinsip demokrasi. Salah

satu contoh yaitu ketika Rasulullah SAW memutuskan nasib tawanan

perang, ia berdiskusi dengan para sahabatnya. Pada saat perang uhud

Rasulullah SAW berpendapat agar kaum muslimin keluar kota

menghadapi kaum musyrik, Rasulullah SAW menyetujui dan

melaksanakan pendapat kaum muslimin tersebut.

Suatu contoh dalam Perang Parit, Nabi dan sahabatnya terkepung

dari segala penjuru oleh orang Makkah dan sekutu kabilahnya. Kondisi ini

tidak menguntungkan bagi kaum muslimin, Nabi bermaksud membuat

perdamaian terpisah dengan kabilah Ghatifan yang berjuang melawan

orang Mekkah dengan menyetujui untuk memberi mereka sepertiga hasil

16 M. Hasyim Kamali, op.cit., hlm. 225

Page 9: BAB II 3199063 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai

23

bumi Madinah. Ia musyawarahkan dengan pemimpin golongan Ansor.

Sa’ad bin Ubaidah dan Sa’ad bin Mu’ad berkata bahwa apabila hal itu

merupakan perintah yang diwahyukan Tuhan, mereka tidak berbuat apa-

apa kecuali harus mematuhinya, tetapi sebaliknya mereka tidak dapat

menyetujui gagasan itu, maka Nabi menghentikan gagasan membuat

perdamaian dengan Ghatifan.17

Kebebasan berpendapat dan mengeluarkan pernyataan juga

dijamin oleh Islam dalam lembaga syura, yaitu lembaga musyawarah

dengan rakyat. Menurut Abdul Al-Karim Zaidan dalam bukunya

Muhammad Hasyim Kamali berpendapat bahwa sangat tidak masuk akal

jika dikatakan bahwa pemerintah dalam Islam terikat pada prinsip

musyawarah tetapi menghambat kebebasan para partisipan syura untuk

mengemukakan pendapat. Karena pada dasarnya prinsip musyawarah

adalah penerimaan adanya kebebasan berbicara dan berekspresi bagi

orang-orang yang dimintai pendapatnya.

Oleh karena kebebasan berfikir merupakan satu kebebasan yang

ditentang kepada setiap manusia untuk memikirkan sebebas-bebasnya

segala yang dapat dipecahkan secara ilmiah dan pada akhirnya mampu

meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Pencipta Alam Semesta.

Firman Allah SWT dalam surat Al-A’raf ayat 185, mendorong

manusia untuk memperhatikan, mempelajari, merenungkan dan meneliti

secara ilmiah kepada manusia menurut kemampuan yang dimilikinya.

Agama Islam menganugerahkan hak-hak kebebasan berfikir dan

mengungkapkan pendapat pada seluruh umat manusia yang berkenaan

dengan berbagai masalah kebebasan ini harus dimanfaatkan untuk

kebajikan dan kemaslahatan itu. Oleh karena itu kebebasan berfikir dan

berpendapat adalah hak setiap orang yang sudah dijamin sejak lahir.

Jaminan atas hak itulah yang melahirkan cendikiawan atau negarawan

yang mampu memimpin dan mengatur negara demi ketentraman dan

17 Ibid., hlm. 64.

Page 10: BAB II 3199063 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai

24

kesejahteraan umat. Dengan demikian berarti pemimpin wajib

menghormati rakyatnya untuk berfikir dan mengeluarkan pendapat.

3. Kebebasan berkehendak

Di jelaskan dalam Al-Qur’an surat Ar-Ra’d ayat: 11

�����R�+ B�'� (G � � �� K� ,� �����d�I�� ��'� �#� �,��@�<�-� ./01� R�+ B�'� �#� ��@�<�-� ;� (G � FO� ��S ,��"�#��c���,� ��"�#����� ���#�,��c �/�#� g �� h)+]6�=D�� �89�

Sesungguhnya Allah tidak merubah sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum maka tak ada yang dapat menolongnya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.18

Kebebasan berkehendak (free will) pada kenyataannya merupakan

aspek subtansial yang tidak dapat dipisahkan dari berbagai aspek

kebebasan yang menyempurnakan manusia sesuai tuntutan

kesanggupannya memikul amanat. Dan pada saat yang sama menetapkan

adanya tanggungjawab manusia terhadap amal perbuatan baik dan buruk

berupa pahala dan siksa.

Memahami masalah ini, para pemikir terpecah menjadi berbagai

golongan. Golongan jabariah berpendapat, segala sesuatu terjadi atas

kehendak mutlak Tuhan, manusia tidak memiliki andil sedikit pun tentang

suatu urusan, berbagai urusan itu terjadi, semata-mata atas qodo’ dan

qodar. Golongan mu’tazilah berpendapat bahwa manusialah yang

menciptakan perbuatan-perbuatan itu, manusia berbuat baik dan buruk,

patuh dan tidak patuh pada Allah SWT dan atas kehendak dan

kemauannya sendiri. Pendapat yang sama mengatakan bahwa perbuatan

manusia bukanlah diciptakan Tuhan pada diri manusia, tetapi manusia

sendirilah yang mewujudkan perbuatannya.

Golongan ini mengakui adanya kehendak bebas manusia, hal ini

didasarkan atas dalil Al-Qur’an ayat 62. Golongan lain adalah Al-

18 Departemen Agama, op.cit., hlm. 370

Page 11: BAB II 3199063 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai

25

Asy’riah, dalam hal ini kaum asy’ariah lebih dekat pada paham jabariah

dari pada paham mu’tazilah. Manusia dalam kelemahannya banyak

bergantung pada kehendak dan kekuasan Tuhan. Untuk menggambarkan

hal tersebut Al Asy’ari memahami kata Al kasb (perolehan).

Al kasb menurut Al Asy’ari sendiri ialah bahwa sesuatu terjadi

dengan perantara daya yang diciptakan dan dengan demikian menjadi

perolehan bagi orang yang dengan dayanya perbuatan itu timbul.

Argumen yang diajukan oleh Al Asy’ari tentang penciptaan kasb oleh

Tuhan adalah ayat As shaffat ayat 96.

� O+��������#,����� B �i��cF�� ,6�H ���X � 8��9 �Padahal Allahlah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat. Jadi dalam paham Al Asy’ari perbuatan-perbuatan manusia adalah

diciptakan Tuhan dan tidak ada pembuatan bagi kasb selain Allah SWT.

Dalam teori kasb untuk mewujudkan suatu perbuatan manusia terdapat

dua perbuatan yaitu perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia. Perbuatan

Tuhan adalah hakiki dan perbuatan manusia adalah majasi (lambang).

Dengan demikian perbuatan manusia pada hakekatnya terjadi dengan

perantaraan daya Tuhan, tetapi manusia dalam pada itu tidak kehilangan

sifat sebagai pembuat.19

Dari argumen-argumen diatas Hasan Al Basri nampaknya telah

mengambil suatu independen atas jabar dan qodar, Hasan AL Basri

berpend.apat bahwa Tuhan tidak menciptakan semua perbuatan manusia.

Dia menyuruh manusia hanya untuk berbuat baik dan mencegah perbuatan

keji atau munkar. Menurutnya petunjuk berasal dari Allah SWT tetapi

perbuatan buruk datang dari manusia.20 Perbuatan yang baik merupakan

anugerah dari Allah SWT, Allahlah yang menentukan kualifikasi kebaikan

dan kejujuran pada diri mahluknya. Dengan sikap tersebut diatas

19 Budi Munawar, Rahman, Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah, (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 140-141.

20 Madjid Khudari, Teologi Keadilan Perspektif Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1999), hlm. 47.

Page 12: BAB II 3199063 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai

26

seseorang akan dicatat disisi Allah SWT sebagai orang yang baik dan

berserah diri serta dijanjikan akan di masukkan surga, sebaliknya sikap

buruk atau perbuatan keji mengakibatkan seseorang terjerumus ke dalam

kesesatan dan kesesatan itu akan mengantarkannya ke neraka.

Dari berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kejujuran

akan membawa kepada kebajikan, maka mensucikan akhlak manusia,

berkata baik, memberi nasehat, mengajarkan ilmu yang bermanfaat

merupakan perwujudan dari kejujuran. Sedangkan kejahatan atau dosa

akan menjadikan manusia terjerumus kedalam kesesatan yang akan

mengantarkannya ke neraka, atas dasar itulah muncul adanya

tanggungjawab terhadap niat dan kehendaknya, maka niat dan kehendak

seseorang mempunyai peran yang sangat besar dalam nilai amal sekaligus

dalam pertanggungjawabannya. Allah SWT hanya menunjukkan jalan

yang seyogyanya diikuti manusia mana yang baik dan mana yang buruk.

Oleh karena itu manusia harus mengerjakan penyelamatan dirinya dan

penyelamatan ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang beriman dan

beramal shaleh.

B. Kebebasan Manusia dalam Hadits

Allah telah menciptakan bumi ini dalam kondisi yang seimbang dan

serasi, keteraturan alam dan kehidupan ini Allah SWT kuasakan kepada

manusia untuk memelihara, mengolah dan mengembangkan demi

kesejahteraan hidup mereka sendiri. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

�j ��@k���=�M�� ��=����]��!�' ��"D��� S� ?��F�],��c�� �D�lG �.F�X � �@!�>/3� ��"D��c�3D�lG �!� 8����� O�+������� U �� �� ���m�3� �� ������� ���� I���M0�d�#� (G � FO� � A��n i� �A+���i� ����&=� � FO�

6��d#�� ,�9�

Page 13: BAB II 3199063 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai

27

Dari Abu Said Al Khudry ra, dari Nabi SAW beliau bersabda sesungguhnya dunia ini manis dan indah dan sesungguhnya Allah SWT menguasakan kepada kamu semua untuk mengolah apa yang ada di dalamnya kemudian Allah SWT mengawasi bagaimana kamu sekalian berbuat (HR Muslim).21 Sebagai seorang penguasa atau wakil Allah di bumi ini tidak akan

mampu melaksanakan tugas kekhalifahannya apabila dirinya tidak

mempunyai berbagai kemampuan atau potensi sebagai dasar kekuatan dirinya

dalam mewujudkan sumber daya manusia maupun menggali, mengolah dan

memakmurkan bumi. Dan oleh karena itu Allah SWT telah menciptakan

manusia dengan dipersiapi dan dibekali potensi-potensi yang membolehkan

manusia memikul tanggungjawab yang besar itu dan menurut salah satu

hadits Nabi dijelaskan bahwa kemampuan atau potensi-poteni tersebut disebut

dengan fitrah.

�� �F�],� �c�� �D� lG � .F�f � �G � �S�+�]�� S� ?� �S�+�B-� O� �� �c/� � A��-��W� �!�' � �"D� 8��"�#�#��c���d@o��-,��c�� �@X 3�-,��c�� @+��-��� +' � ���A��E�I�� �. �D��= ��+�-�F;� �`�+���+#6��d#�� ,�9�

Dari Abu Hurairah dia berkata Rasulullah SAW berkata setiap seseorang yang dilahirkan membawa fitrah dan ibu bapaknyalah yang menjadikan yahudi, nasrani atau majusi.22

Menurut hadits ini manusia lahir membawa potensi. Potensi adalah

kemampuan, dan dalam hadits ini kemampuan atau potensi yang diberikan

Allah SWT kepada manusia yaitu, bahwa dalam hal ini manusia telah

dianugerahkan oleh Allah SWT dengan empat daya yakni :

1. Daya tubuh yang mengantar manusia berkekuatan fisik, berfungsinya

organ tubuh dan panca indra berasal dari daya ini.

2. Daya hidup yang menjadikan manusia memiliki kemampuan

mengembangkan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan, serta

mempertahankan hidupnya dalam menghadapi tantangan.

21 Imam Abu Zakaria Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Riyadlu Al-Shalihin, (Beirut:

Muasyafah Manahil Al-Arafani, 5931), hlm. 60 22 Imam Abu Husain Muslim bin Hajjat Al-Qusyairy An-Naisabury, Shakhih Muslim,

(Beirut, Libanon: Darl Al-Kutub Al-Alamiah, 206-261), hlm. 2047

Page 14: BAB II 3199063 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai

28

3. Daya akal yang memungkinkannya memiliki ilmu pengetahuan dan

teknologi.

4. Daya kalbu yang memungkinkannya manusia bermoral merasakan

keindahan kekuatan iman dan kehadiran Allah SWT, dan dari daya inilah

melahirkan intuisi.23

Berkaitan dengan kebebasan manusia sebagai khalifah Allah SWT

diberi hak untuk :

1. Mengatur dunia ini dengan segenap kemampuan yang dimilikinya. Untuk

itu ia dibekali dengan dua unsur pokok yaitu : wahyu Allah SWT dan

kemampuan berfikir (penggunaan akal), bila keduanya dipergunakan

sebagaimana semestinya, maka ia akan meraih keberhasilan dalam

kehidupan.

2. Sebagai khalifah Allah SWT, maka manusialah yang bertanggungjawab

terhadap Tuhan diantara makhluk-makhluk lainnya.Tanggungjawab itu

merupakan akibat logis dari kedudukannya sebagai khalifah, Allah SWT

dengan berbagai anugerah kekuatan dan kemampuan yang dimilikinya.

3. Sebagai Khalifah Allah SWT, manusia adalah makhluk yang paling

berbeda karena peranannya untuk mengolah dunia ini ia memang paling

berperan untuk mengelolah seluruh aspek kehidupan baik aspek spiritual,

sosial, dan aspek kehidupan fisik yang didasarkan pada hukum-hukum

Allah SWT serta pesan-pesan yang disampaikan oleh nabi-nabinya.24

Dalam bukunya yang luas, studies on the human soul, Muhammad

Qutb mengatakan peranan manusia harus lebih besar dan lebih penting

ketimbang makhluk-makhluk yang lain, jika tidak maka sungguh tak layak

baginya untuk mengemban amanat sebagai khalifah Allah SWT. Peranannya

diatas bumi itu dimaksudkan agar ia mampu membangunnya.25

23 M.Quraish Shihab, Wawasan AlQur’an: Tafsir Maudlu’ atas Pelbagai Persoalan

Ummat, (Bandung: Mizan, 1997), hlm 281. 24 Ahmed. O. Altwajri, op.cit., hlm 96-97. 25 Ibid. hlm 98.

Page 15: BAB II 3199063 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai

29

Satu hal yang patut dicatat dari rumusan kebebasan adalah bahwa

segenap tanggungjawab seluruh anggota umat Islam, secara spiritual tetap

berkaitan dengan aspirasi-aspirasi dan pernyataan-pernyataan ideologinya.

Kebebasan tidak merupakan hak pribadi yang berarti bahwa individu-individu

mesti menyita hak-haknya orang lain atau masyarakat, tetapi kebebasan

merupakan suatu tugas atau kewajiban yang ditetapkan oleh kepercayaan yang

dianut serta aspirasi-aspirasi ummah. Batasan-batasan terhadap kebebasan itu

tidak diciptakan oleh manusia, tetapi ditentukan oleh Allah SWT. Oleh

karenanya batasan-batasan tersebut suci dan setiap pelanggaran terhadap-Nya

berarti pelanggaran terhadap hukum Allah SWT.

Abdallati berpendapat bahwa konsep kebebasan Islam tidak lain

adalah suatu artikel tentang iman, suatu perintah tegas dari yang Maha

Pencipta. Kebebasan tersebut dibangun berdasarkan prinsip-prinsip

fundamental sebagai: Pertama, kesadaran manusia hanya tunduk kepada allah

saja, yakni Dzat yang kepada-Nya manusia memberikan tanggungjawabnya.

Kedua, setiap manusia secara pribadi bertanggungjawab atas segala perilaku

sekaligus akan memperoleh ganjaran dari perbuatannya. Ketiga, Allah telah

mengajarkan manusia agar menanggung keputusan yang dibuatnya. Keempat,

manusia dibekali bimbingan rohani dan kemampuan akal agar mampu

mempertanggungjawabkan pilihan-pilihannya.26

C. Kebebasan Manusia dalam Pandangan Ulama

1. Al-Ghazali

Al-Ghazali adalah pemikir Islam terbesar dengan gelar Hujjatul

Islam (bukti kebenaran Islam). Nama lengkapnya ialah Abu Hamid

Muhammad Ibn Ahmad Al-Ghazali Ath-Thusi yang dilahirkan di Thus

wilayah Khurasan pada tahun 450H /158M.27

26 Ibid. hlm 101. 27 Ahmad Daudy, Kuliah Filsafat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hlm. 97.

Page 16: BAB II 3199063 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai

30

Sebagai seorang yang digelari Hujjatul Islam, Al-Ghazali telah

menguasai ilmu falsafah dengan mendalam, sehingga ia berhak disebut

sebagai seorang filosuf. Kitab yang berjudul Maqosidul falasifah adalah

salah satu bukti nyata atas pemahaman yang mendalam terhadap ilmu

filsafat. Pemikiran tentang manusia telah banyak dituangkan dalam

bukunya yang berjudul filsafat seperti dalam Mi’raj Al-Shalihin atau

Fusus Al-Hikam dan masih banyak yang lainnya.

Dalam kitab Mi’raj Al-Shalihin, Al-Ghazali menggambarkan

bahwa struktur eksistensi manusia itu terdiri dari An-Nafs, Al-Ruh, dan Al-

Jism. Al-Nafs adalah substansi yang berdiri sendiri, tidak bertempat. Al-

Ruh adalah panas alam bumi di (AL-Hararal Al-Ghariziziyat) yang

mengalir pada pembuluh nadi, otot-otot dan syaraf. Sedangkan Al-Jizm

adalah yang tersusun dari unsur-unsur materi.28

Lebih lanjut AL-Ghazali menjelaskan tentang Al-Nafs atau jiwa

yang menurutnya Al-Nafs di sini adalah selain yang telah diterangkan di

atas juga Al-Nafs merupakan tempat pengetahuan-pengetahuan intelektual

berasal dari alam Malakut atau alam Al-Amr.29 AL-Ghazali juga

mengemukakan bahwa jiwa tersebut memiliki daya-daya.

Berkaitan dengan kebebasan manusia lebih lanjut Al-Ghazali

mengemukakan bahwa manusia dengan daya-daya efektifnya itu telah

membawa konsepsi tentang perbuatan manusia yang menurutnya

sebagaimana yang diterangkan dalam kitab Ma’arij Al-Quds perbuatan

adalah bagian dari gerak-gerak, apabila dihubungkan dengan manusia

terdiri dari gerak yang tidak disadari dan gerak yang disadari. Dengan

demikian, dapat ditarik suatu pemahaman bahwa perbuatan manusia

dalam hal ini tidak mempunyai peranan atau sebab dalam mengaktualisasi

perbuatannya. Oleh karena itu hanya Tuhanlah yang menjadi sebab dari

semua perbuatan manusia pada hakekatnya.

28 Muh. Yasir Nasution, Manusia Menurut Al-Ghazali, (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 1996), hlm. 89. 29 Ibid., hlm. 69.

Page 17: BAB II 3199063 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai

31

2. Ali Syariati

Ali Syariati adalah seorang ideology dan pemikir revolusi Islam

Iran yang terkemuka. Ia dilahirkan di Mazinan, sebuah daerah pinggiran

kota Mashad dekat Sab Zafar pada tahun 1933. Ayahnya Muhammad

Taqi Syariati seorang ulama terkenal di Iran, adalah gurunya yang utama

yang mendidiknya sendiri secara langsung sejak kecil.30

Pandangan Ali Syariati tentang manusia bersumber pada

interpretasinya teks wahyu Al-Qur’an (QS. 2 : 30, 34). Karena hakekat

kejadian manusia inilah maka ia pada suatu saat dapat mencapai derajat

yang tinggi, tetapi pada waktu lain dapat pula meluncur ke derajat

kerendahan dan kehinaan yang sangat dalam dan paling rendah. Di sini

fungsi kebebasan untuk memilih terbuka, baik ke jalan Tuhan maupun

sebaliknya ke jurang kehinaan. Kehormatan dan arti penting manusia

terletak pada kehendak bebas menentukan arah hidupnya. Hanya

manausialah yang dapat mengendalikan tuntutan dan sifat nalurinya untuk

dapat mengendalikan keinginan dan kebutuhan fisiologisnya sehingga

manusia dapat bebas menentukan perbuatannya, baik berbuat baik atau

jahat, patuh, setia atau pemberontak.31

Manusia sebagai khalifah merupakan kehormatan yang diberikan

Allah kepada manusia dan merupakaan gambaran cipta ideal. Manusia

seharusnya menentukan nasibnya sendiri, baik sebagai kelompok maupun

sebagai individu. Selain itu manusia mempunyai tanggung jawab yang

besar karena memiliki daya kehendak bebas yang akan menentukan

dirinya sebagai makhluk yang tertinggi.

30 Hadi Mulyo, Manusia dalam Perspektif Humanisme Agama: Pandangan Ali Syariati

dalam Insan Kamil Konsepsi Manusia Menurut Islam, (Jakarta: Grafity Press, 1987), hlm. 167. 31 Ibid., hlm. 173.

Page 18: BAB II 3199063 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai

32

D. Kebebasan Manusia dalam Pendidikan Islam

Pendidikan baik segi proses pengembangan potensi-potensi individu

maupun sosial ternyata telah diakui keberadaannya sebagai solusi dalam usaha

pemenuhan kebutuhan hidup maupun untuk mengatasi keterbelakanngannya.

Hal ini dapat dilihat dari realitas historisnya, bahwa pendidikan sebenarnya

sudah ada dan dimulai sejak adanya manusia. Ini berarti pendidikan

berkembang dan berproses bersama-sama dengan proses perkembangan hidup

dan kehidupan. Namun ada satu catatan bahwa pada zaman permulaan

perkembangan manusia, pendidikan hanya semata-mata sebagai pewarisan

budaya nenek moyang saja, akan tetapi kondisi tersebut mengalami perubahan

sejalan dengan adanya kemajuan zaman yang menuntut adanya perubahan

konsepsi pendidikan itu sendiri.

Atas dasar itu, dapat kita ambil suatu pemahaman bahwa prinsipnya

pendidikan itu bukan hanya merupakan pewarisan budaya, berupa kecerdasan

dan ketrampilan tetapi dengan kondisi yang semakin berkembang pendidikan

juga berperan dan berfungsi untuk mengembangkan pribadi individu untuk

kegunaan individu tersebut yang selanjutnya demi kebahagian masyarakat.

Karena pada dasarnya tujuan umum pendidikan Islam adalah untuk

mengaktualisasikan sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan

pandangan. Hal ini sebagai realisasi dari tujuan pendidikan yang mengarahkan

manusia untuk mengembangkan fitrah pada dirinya, tanpa melanggar batas-

batas kebebasan orang lain.

Pada hakekatnya tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk menjadi

khalifah di muka bumi melalui ketaatan kepada-Nya, dengan memanfaatkan

alam semesta sebagai sarana merenungi kebesaran penciptanya. Perealisasian

tujuan pendidikan melalui ibadah tidak diartikan sebagai upaya manusia yang

terfokus pada aspek ritual pergi ke masjid atau membaca Al Qur’an. Untuk

menyempurnakannya, kita harus memaknai ibadah itu sebagai ketaatan yang

mencakup seluruh aspek kehidupan. Dengan demikian pendidikan harus

mempertinggi aktivitas individu baik pria maupun wanita sehingga melalui

pendidikan prinsip aktualisasi berjalan sesuai dengan hukum alam dan dapat

Page 19: BAB II 3199063 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai

33

membuktikan berbagai kebenaran hidup, akan tetapi kebebasan dan aktivitas

individu harus berjalan dalam keadaan terkontrol sehingga individu itu

terlindungi yang merugikan dirinya, karena Allah SWT memberikan

kebebasan memilih kepada manusia serta mejelasakan konsekuensi pilihan

manusia yang akan dirasakan manusia di akhirat kelak, dan Allah SWT

menjadikan penghambaaan dan ketaatan manusia kepada-Nya sebagai tujuan

tertinggi.

Tujuan-tujuan individual yang ingin di capai oleh pendidikan Islam

adalah pembinaan pribadi muslim yang berada pada perkembangan segi

spiritual, jasmani, emosi, intelektual dan sosial serta keinginan-keinginannya

sesuai dengan dirinya dan orang lain. Dengan kata lain kebebasan orang lain

memikul tanggungjawab terhadap dirinya.32

Makna kebebasan individu dalam pendidikan tidak lepas kendali, tapi

kebebasan itu terbatas dan yang membatasi kebebasan manusia tidak lain

adalah tanggungjawab terhadap Allah SWT kelak di akhirat. Keberanian

bertanggungjawab merupakan kepekaan solidaritas individu terhadap batas-

batas toleransi masyarakat, maka perlu di tanamkan rasa memiliki harga diri

dan kepercayaan pada diri sendiri, sehingga sanggup untuk mandiri dan

berprakarsa, mampu bersaing sekaligus mampu bekerjasama dengan orang

lain. Lebih lanjut Soedjatmiko berpendapat agar di sekolah dasar dan

menengah di tanamkan rasa percaya pada daya rasional manusia dan

penggunaan kreativitas. Ia harus dibiasakan menggukan teknologi yang

sederhana, murid harus mengetahui bahwa lingkungan hidupnya tidak terbatas

pada lingkungan yang dikenalinya sekarang. Murid harus di bebaskan dari

lingkungan fikiran bahwa tujuan satu-satunya yang layak baginya, ialah

menuntut pendidikan tinggi. Jadi kemungkinan untuk mengadakan pilihan

diperluas sehingga rasa kebebasan murid sebagai individu akan bertambah

karena rasa kebebasan terutama terletak pada kemungkinan memilih.

32 Muhammad Al Thaumy Al Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan

Bintang, 1979), hlm 444

Page 20: BAB II 3199063 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai

34

Yang dimaksud kebebasan dalam pendidikan bukan berarti peserta

didik harus melepaskan diri dari ikatan guru dan terputus dari manusia lainnya

serta hanya berfikir tentang dirinya sendiri. Kebebasan yang diinginkan dalam

pendidikan adalah suatu proses yang diciptakan oleh guru atau pendidik agar

peserta didik memiliki kebiasaan bebas secara individu dan mendidiknya agar

mereka mempunyai kemampuan untuk menentukan kehidupannya tanpa harus

bergantung kepada orang lain. Kebebasan dalam pendidikan diarahkan untuk

membangun kemandirian, sifat optimis dan berani memanfaatkan kemampuan

yang dimilikinya.

Kebebasan sebagai kesempurnaan eksistensi pantas dijadikan tujuan

akhir pendidikan itu sendiri bila kesempurnaan eksistensi dipahami sebagai

kemandirian, maka sesungguhnya pengertian kebebasan juga termuat dalam

rumusan tujuan tersebut. Untuk mencapai kesempurnaan eksistensi manusia

sebagai makhluk yang bebas, perlu diupayakan suatu pendidikan yang tidak

hanya menyangkut pengalihan, pengetahuan dan latihan ketrampilan semata,

melainkan juga pembentukan watak dan sikap hidup. Pendidikan seperti itu

tidak terbatas hanya pada pendidikan formal di sekolah melainkan juga

pendidikan informal dalam keluarga maupun pendidikan nonformal dalam

masyarakat. Pendidikan formal di sekolah lebih memberi tekanan perhatian

pada pembinaan intelektual peserta didik, namun pendidikannya akan

pincang bila peserta didik sama sekali tidak mendapatkan bantuan untuk

tumbuh sebagai pribadi yang semakin dapat menghayati kebebasannya secara

bertanggungjawab.

Membantu para peserta didik untuk semakin menghayati

kebebasannya serta bertanggungjawab berarti membantu mereka untuk

memperoleh pengertian yang benar tentang kebebasan dan untuk hidup sesuai

dengan pengertian tersebut. Bebas berarti mempunyai kemapuan untuk

menentukan dirinya sendiri dalam kondisi objektif yang meliputi dirinya,

mampu menentukan diri sendiri berarti dapat mengambil sikap terhadap

kondisi objektif tersebut. Peserta didik perlu dibantu untuk berani mengambil

posisi dan tidak hanya ikut-ikutan saja.

Page 21: BAB II 3199063 - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/15/jtptiain-gdl-s1... · bahwa kebebasan manusia itu tidak mutlak. Kebebasan dalam Islam itu mempunyai

35

Demikianlah Islam memberi kebebasan kepada individu untuk

mengembangkan bakat-bakatnya dan meningkatkan taraf hidupnya tanpa

merampas atau melanggar hak-hak orang lain. Jadi harus ada ikatan dalam

masyarakat supaya kebebasan-kebebasan dan keinginan-keinginan itu tidak

berlawanaan satu sama lain, sehingga terjadi keseimbangan antara hak dan

kewajiban sebagai individu dan anggota masyarakat, yakni ketika manusia

hendak menjalankan hak dan kebebasan haruslah dalam rangka ukuran-ukuran

tingkah laku yang baik dan perbuatan yang baik yang diakui oleh agama

Islam.