JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT...

21
JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi Pengesahan Rancangan Undang-Undang Perubahan Kedua UU MD3 di Kompas.com Periode 12 Februari-14 Maret 2018) Oleh: Arwin Setio Hutomo D0214018 Disusun Guna Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2018

Transcript of JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT...

Page 1: JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

JURNAL

BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING

(Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

Pengesahan Rancangan Undang-Undang Perubahan Kedua UU MD3

di Kompas.com Periode 12 Februari-14 Maret 2018)

Oleh:

Arwin Setio Hutomo

D0214018

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2018

Page 2: JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

1

BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING

(Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

Pengesahan Rancangan Undang-Undang Perubahan Kedua UU MD3

di Kompas.com Periode 12 Februari-14 Maret 2018)

Arwin Setio Hutomo

Dwi Tiyanto

Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstract

The House of Representatives of Indonesia (DPR) has passed the bill of

second amentment of Law No. 17 of 2014 on February 12th, 2018. The Bill which

regulates the People’s Consultative Assembly (MPR), the House of Representatives,

the Regional Representatives Council (DPD), and the Regional House of

Representatives (DPRD) became controversial because of three articles that

considered by public has undemocratic spirit and full of political interest. One of

them was Article 122 letter (k) which raised debate among public about freedom of

speech and freedom of press issues. From those controversies, the main purpose of

this article is to analyze on how Indonesia’s online media framed the issue of

freedom of speech after the ratification of second amendment of MD3 law. So, the

study was carried out in Kompas.com as one of Indonesia’s leading online media.

A framing analysis was used to analyze the framing constructed by

Kompas.com on the issue of freedom of speech at its news coverage about

politization of the ratification of second amendment of MD3 Law. The framing

analysis model used in the research was Robert M. Entman’s model which saw

framing as the selection of issues and the prominence of certain aspects from the

issues.

The research found that frame constructed by Kompas.com on the issue of

freedom of speech on news of ratification of second amendment of MD Law was

related to the issue of the weakening of democracy. The idea of the weakening of

democracy intended by Kompas.com was about the restraint of political rights of

citizen by The House of Representatives. That frame was influenced by

Kompas.com’s ideology which adheres to transcendental humanism and the media

interest as the fourth pillar of democracy.

Keywords: Framing, Online Media, MD3 Law, Kompas.com, Freedom of Speech

Page 3: JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

2

Pendahuluan

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (selanjutnya disebut DPR)

sebagai lembaga legislatif menuai kontroversi publik saat disahkannya Rancangan

Undang-Undang Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya

disebut RUU Perubahan Kedua UU MD3). Produk legislasi tersebut menuai

kontroversi karena adanya tiga pasal yang dinilai publik dapat menjerumuskan

iklim demokrasi Indonesia ke masa kegelapan. Pasal pertama yang

dipermasalahkan adalah Pasal 73 yang di dalamnya mengatur wewenang

pemanggilan paksa oleh DPR pada setiap orang yang tidak hadir pada panggilan

DPR dengan melibatkan aparat kepolisian. Lalu, pasal kedua yang kontroversial

adalah Pasal 122 yang di dalamnya mengatur wewenang Mahkamah Kehormatan

Dewan (MKD) untuk mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain bagi pihak-

pihak yang merendahkan DPR. Dan, pasal ketiga yang mengundang kontroversi

adalah Pasal 245 yang mengatur pemanggilan anggota DPR yang melakukan tindak

pidana harus mendapatkan persetujuan tertulis Presiden setelah mendapatkan

pertimbangan dari MKD (Hukumonline.com, 2018).

Dari tiga pasal tersebut, salah satu pro kontra yang muncul adalah isu

kebebasan berpendapat yang berakar dari Pasal 122 huruf (k) RUU Perubahan

Kedua UU MD3. Pasal 122 huruf (k) merupakan poin yang dipermasalahkan dari

Pasal 122 seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yakni wewenang MKD untuk

“.... mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang

perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan

DPR dan anggota DPR” (Pasal 122 huruf (k) RUU Perubahan Kedua UU MD3).

Aturan tersebut dinilai publik dapat mengekang publik dalam berpendapat. Selain

itu, aturan tersebut pula mengesankan lembaga legislatif yang anti kritik.

Dari penilaian publik tersebut, kontroversi dari Pasal 122 huruf (k) pula

muncul dari dugaan publik atas motif DPR menerbitkan aturan hukum tersebut.

Publik menduga bahwa aturan Pasal 122 huruf (k) kental akan intrik politik, yang

mana kepentingan politik tersebut ditujukan untuk mengamankan kepentingan

Page 4: JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

3

pribadi anggota dewan. Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia

(Formappi) Lucius Karus (dalam Indopos, 2018) menilai bahwa Pasal 122 huruf (k)

dalam RUU Perubahan Kedua UU MD3 adalah wujud syahwat anggota DPR untuk

kabur dari asas demokrasi dengan memproses para pihak yang menghina mereka.

Pendapat serupa pula dikatakan Ketua Setara Institute Hendardi (dalam

Kompas.com, 2018) bahwa revisi UU MD3 hanya untuk melindungi kepentingan

pribadi anggota DPR serta penyusunan produk legislasi tersebut pula penuh

kompromi politik untuk mengamankan kepentingan pribadi dan mengeliminasi

kepentingan publik. Hal ini pulalah yang menjadikan Presiden Partai Keadilan

Sejahtera (PKS) Mohamad Sohibul Iman merasa bahwa RUU Perubahan Kedua

UU MD3 menandakan sifat feodal anggota DPR yang haus kekuasaan

(Kompas.com, 2018).

Pembahasan tentang kontroversi RUU Perubahan Kedua UU MD3,

khususnya tentang isu kebebasan berpendapat, tidak terlewatkan dari sorotan media

dalam jaringan (disingkat daring, atau dalam Bahasa Inggris disebut online). Salah

satu media daring yang meliput isu kebebasan berpendapat pasca disahkannya RUU

Perubahan Kedua UU MD3 adalah Kompas.com. Kompas.com merupakan salah

satu media daring nasional yang menduduki peringkat ketiga traffic pengunjung di

Indonesia (Alexa.com, 2018). Walaupun berada di peringkat ketiga, Kompas.com

masuk ke dalam lima puluh portal media daring dunia kategori Newspapers in the

World yang sering dikunjungi berdasarkan SimilarWeb.com. Tercatat,

Kompas.com berada di peringkat delapan belas dari lima puluh Top Website

Ranking kategori Newspapers in the World (SimilarWeb.com, 2018). Hal tersebut

menjadikan Kompas.com sebagai salah satu media daring terkemuka di Indonesia.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tergerak untuk mengetahui

bagaimana framing yang dibangun Kompas.com terhadap isu kebebasan

berpendapat pada pemberitaan RUU Perubahan Kedua UU MD3 yang sarat akan

kepentingan politik. Tujuannya, penulis ingin mengetahui bagaimana realitas

dibangun oleh Kompas.com terkait dengan isu kebebasan berpendapat pada

pemberitaan politisasi pengesahan RUU Perubahan Kedua UU MD3. Hal tersebut

mengingat besarnya implikasi yang dihadirkan RUU Perubahan Kedua UU MD3

Page 5: JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

4

pada kehidupan politik di Indonesia, khususnya dalam hal ini adalah relasi antara

anggota DPR dengan rakyat sebagai konstituen anggota DPR.

Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diangkat dalam artikel ilmiah ini adalah bagaimana

pembingkaian isu kebebasan berpendapat pada pemberitaan politisasi pengesahan

RUU Perubahan Kedua UU MD3 di Kompas.com Periode 12 Februari-14 Maret

2018.

Landasan Teori

1. Polemik Revisi Kedua UU MD3

UU MD3 merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur tugas,

fungsi, dan wewenang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Selain itu, dalam undang-

undang tersebut diatur pula tentang hak dan kewajiban serta alat-alat kelengkapan

yang dimiliki oleh lembaga-lembaga tersebut. Saat ini, UU MD3 yang berlaku

adalah UU No. 17 Tahun 2014 yang mana merupakan hasil revisi dari undang-

undang sebelumnya, yakni UU No. 27 Tahun 2009.

Draf revisi kedua UU MD3 disahkan menjadi RUU pada sidang paripurna 12

Februari 2018. RUU tersebut disetujui oleh delapan fraksi, yakni Fraksi Partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan), Partai Golongan Karya

(Golkar), Partai Demokrat, Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Gerakan

Indonesia Raya (Gerindra), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat

Nasional (PAN), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sedangkan, ada dua fraksi

yang melakukan walk out, yakni Fraksi Partai NasDem dan Fraksi Partai Persatuan

Pembangunan (Detik.com, 2018). Selanjutnya, RUU Perubahan Kedua UU MD3

berlaku secara sah pasca diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

pada 15 Maret 2018 menjadi UU No.2 Tahun 2018.

Tujuan dilakukannya revisi kedua UU MD3 adalah untuk meningkatkan peran

dan tanggung jawab DPR dalam mengembangkan kehidupan demokrasi, menjamin

keterwakilan rakyat, serta mengembangkan check and balance antara kekuasaan

Page 6: JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

5

eksekutif dan legislatif. Selain itu, maksud disempurnakannya UU MD3 adalah

untuk meningkatkan kualitas kerja MPR dan DPR (Anggota Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indonesia, 2016: 25).

Walaupun memiliki tujuan yang mulia, namun timbul kontroversi di masyarakat

pada RUU Perubahan Kedua UU MD3 yang bertolak belakang dengan tujuan mulia

tersebut. Indonesia Corruption Watch atau ICW (2018) mengatakan ada empat

substansi yang menimbulkan pro dan kontra. Empat substansi tersebut yakni:

penambahan jumlah pimpinan MPR dan DPR, aturan pemanggilan paksa pada

Pasal 73, wewenang MKD dalam Pasal 122 huruf (k) – kemudian pasca disahkan

menjadi Pasal 122 huruf (l) – untuk menempuh langkah hukum dan/atau langkah

lain bagi pihak-pihak yang merendahkan anggota DPR dan anggotanya, serta norma

pada Pasal 245 tentang aturan pemanggilan anggota DPR yang terkena tindak

pidana oleh penegak hukum yang harus mendapatkan pertimbangan MKD.

Adanya kontroversi tersebut membuat beragam lapisan masyarakat melakukan

gugatan uji materiil (atau judicial review) pada RUU tersebut ke Mahkamah

Konstitusi (MK), yang mana dalam konteks uji materil ini sudah disahkan menjadi

UU No. 2 Tahun 2018. Ada tujuh pihak yang memohon uji materiil, satu di

antaranya adalah Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) yang terdaftar pada

Perkara Nomor 16/PUU-XVI/2018. Tercatat, FKHK menggugat Pasal 73 ayat (3),

ayat (4), ayat (5), ayat (6), Pasal 122 huruf (l), dan Pasal 245 ayat (1) (Mahkamah

Konstitusi Republik Indonesia, 2018: 4).

Dari gugatan tersebut, MK mengabulkan permohonan uji materi pada UU No. 2

Tahun 2018 secara sebagian melalui amar Putusan Nomor 16/PUU-XVI/2018. Ada

enam poin putusan yang dikeluarkan MK, namun setidaknya ada tiga poin yang

paling penting. Pertama, Pasal 73 ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) UU No. 2

Tahun 2018 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat. Kedua, Pasal 122 huruf (l) UU No. 2 Tahun 2018 bertentangan

dengan konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dan ketiga,

frasa “Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan

dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis

Page 7: JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

6

dari presiden” dalam Pasal 245 Ayat (1) UU No. 2 Tahun 2018 bertentangan

dengan konstitusi dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Namun,

ketentuan dalam Pasal 245 ayat (1) tersebut berlaku sepanjang dimaknai dalam

konteks semata-mata pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota

DPR yang diduga melakukan tindak pidana.

Selain itu, frasa “setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan

Dewan” dalam Pasal 245 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2018 bertentangan dengan

UUD 1945. Hal tersebut membuat bunyi Pasal 245 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2018

dirubah menjadi: “Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada Anggota DPR

yang diduga melakukan tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan

tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan

tertulis dari Presiden” (Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2018: 41-42)

2. Analisis Framing

Analisis framing merupakan salah satu metode analisis yang digunakan dalam

penelitian komunikasi massa. Analisis framing menurut Kriyantono (2014: 256)

adalah analisis untuk mengetahui bagaimana suatu isu dibingkai oleh media sesuai

dengan kepentingannya. Pembingkaian tersebut berimbas pada penonjolan fakta-

fakta tertentu. Namun di sisi lain, ada pula fakta yang dikaburkan sehingga fakta

yang menonjol yang akan lebih mengena pada khalayak.

Konsep framing sendiri menurut James Tankard (dalam Griffin, 2012: 381)

diartikan sebagai “the central organizing idea for news content that supplies a

context and suggests what the issue is through the use of selection, emphasis,

exclusion, and elaboration.” Melalui pemahaman tersebut, framing diartikan

sebagai pengorganisasian ide pokok berita yang memberikan konteks dan

pemahaman isu kepada khalayak dengan cara seleksi, penekanan, penghilangan,

dan elaborasi fakta pada teks berita.

Dari pendapat tersebut, dapat dimengerti bahwa inti dari aktivitas framing adalah

pemakaian fakta-fakta tertentu yang dianggap penting dan penghilangan fakta-fakta

tertentu yang tidak dianggap penting. Selain itu, dari fakta-fakta yang terpilih

tersebut dipilih kembali isu-isu tertentu dari fakta tersebut sehingga diberikan porsi

Page 8: JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

7

yang lebih besar. Hal ini menyebabkan adanya konteks tertentu yang lebih

menonjol daripada konteks yang lain.

Menurut Eriyanto (2002: 81), ada dua aspek dalam framing. Pertama,

penonjolan suatu realitas oleh wartawan dalam berita yang dilakukan dengan cara

pemilihan angle tertentu, pemilihan fakta tertentu dan melupakan fakta yang lain,

serta memberitakan aspek tertentu dan menyingkirkan aspek yang lain. Dan kedua,

penyajian aspek-aspek yang terpilih pada khalayak. Proses tersebut dilakukan

dengan penempatan yang mencolok, pengulangan, pemakaian grafis, pemakaian

label tertentu, pengasosiasian pada simbol budaya tertentu, generalisasi,

simplifikasi, pemakaian kata yang mencolok, pemakaian gambar, dan lainnya.

3. Analisis Framing Model Robert M. Entman

Robert M. Entman merupakan salah satu ahli komunikasi yang mengembangkan

metode analisis framing. Menurut Entman (1993: 52), framing merupakan kegiatan

seleksi dan penonjolan. Lebih lengkap, Entman mendefinisikan framing sebagai

aktivitas memilih beberapa aspek tertentu dari realitas dan membuat aspek-aspek

terpilih tersebut lebih menonjol dalam teks komunikasi. Proses penonjolan tersebut

dilakukan dengan cara-cara tertentu dalam rangka mengembangkan definisi

masalah tertentu, interpretasi kausal, evaluasi moral, dan/atau rekomendasi

penyelesaian dari realitas yang dijelaskan.

Berdasarkan definisi tersebut, ada dua hal yang menjadi dimensi framing

menurut Robert M. Entman (dalam Eriyanto, 2002: 222), yakni: seleksi isu dan

penonjolan aspek tertentu. Seleksi isu berkaitan dengan pemilihan fakta, mana isu

yang ditampilkan dan yang dihilangkan dari berita. Sedangkan penonjolan aspek

tertentu berkaitan dengan cara penulisan isu dalam berita. Aktivitas tersebut

berkaitan dengan pemilihan kata, kalimat, gambar, dan citra tertentu yang akan

ditampilkan pada khalayak.

Dalam melakukan aktivitas pembingkaian, Entman (dalam Eriyanto, 224-227)

mengatakan bahwa ada empat perangkat yang digunakan. Empat perangkat

tersebut, yakni: define problem (definisi masalah), diagnose cause (penyebab

masalah), make moral judgement (memberikan keputusan moral), dan treatment

Page 9: JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

8

recommendation (rekomendasi penyelesaian). Penjelasan atas empat elemen dalam

pembingkaian tersebut adalah sebagai berikut.

a. Define Problem (Definisi Masalah)

Elemen ini merupakan bagian paling penting dari framing. Elemen ini

menjelaskan bagaimana wartawan memahami suatu peristiwa/ isu yang ia

beritakan.

b. Diagnose Cause (Penyebab Masalah)

Elemen ini membingkai penyebab masalah dari suatu peristiwa. Penyebab

masalah diartikan sebagai apa (what) dan siapa (who) yang menyebabkan suatu

masalah terjadi.

c. Make Moral Judgement (Memberikan Keputusan Moral)

Elemen ini membingkai argumentasi yang mendukung definisi masalah dan

penyebab masalah.

d. Treatment Recommendation (Rekomendasi Penyelesaian)

Elemen ini membingkai tentang penyelesaian masalah yang diusulkan

wartawan pada peristiwa yang ia beritakan.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan jenis penelitian deskriptif kualitatif.

Moleong (2012: 6) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang

dilakukan untuk memahami suatu fenomena secara holistik dan deskriptif pada

konteks khusus yang alamiah dengan menggunakan beragam metode penelitian.

Lebih lanjut, Rachmat Kriyantono (2014: 69) mengatakan bahwa jenis penelitian

deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari

suatu fenomena secara akurat, sistematis, dan faktual.

Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah berita-berita

kontroversi isu kebebasan berpendapat yang timbul pasca pengesahan RUU

Perubahan Kedua UU MD3 di Kompas.com periode 12 Februari-14 Maret 2018.

Data primer yang digunakan adalah teks berita tentang kontroversi isu kebebasan

berpendapat pada pemberitaan politisasi pengesahan RUU Perubahan Kedua UU

MD3 di Kompas.com periode 12 Februari-14 Maret 2018. Sedangkan, data

Page 10: JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

9

sekunder yang digunakan adalah buku-buku referensi, dokumen-dokumen resmi,

jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian, serta sumber-sumber lain yang ada

dari media maupun internet..

Sampel penelitian diambil dengan teknik sampel purposif (purposive

sampling). Teknik purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel

dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013: 54). Sampel yang digunakan

adalah berita-berita tentang kontroversi isu kebebasan berpendapat pada

pemberitaan politisasi pengesahan RUU Perubahan Kedua UU MD3 pada portal

berita daring Kompas.com periode 12 Februari-14 Maret 2018. Pada periode

tersebut, terdapat 124 berita tentang pengesahan RUU Perubahan Kedua UU MD3.

Dari jumlah tersebut, terdapat 26 berita terkait isu kebebasan berpendapat dengan

jenis straight news dan feature news. Dari 26 berita tersebut, diambil dua puluh

berita straight news sebagai sampel penelitian.

Sajian dan Analisis Data

Setelah dilakukan analisis, Kompas.com menempatkan berita isu kebebasan

berpendapat pasca disahkannya RUU Perubahan Kedua UU MD3 ke dalam dua

kategori, yakni kategori pro revisi UU MD3 dan kategori kontra revisi UU MD3.

Pada kategori pro, berita-berita Kompas.com cenderung menekankan pada

argumentasi yang mematahkan opini masyarakat yang memandang negatif produk

legislasi tersebut. Sedangkan, berita-berita pada kategori kontra UU MD3

cenderung menekankan pada bahaya RUU Perubahan Kedua UU MD3 yang dapat

berpotensi membungkam kebebasan berpendapat. Selain itu, kategori kontra pula

menekankan pada wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang

dianggap publik melenceng dari fungsinya sehingga menimbulkan pertanyaan

publik. Tercatat, dari dua puluh sampel berita, ada enam berita yang condong

bernada pro revisi UU MD3. Sedangkan, ada empat belas berita yang masuk ke

kategori kontra revisi UU MD3.

Page 11: JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

10

Berita yang masuk ke dalam kategori pro UU MD3 adalah sebagai disajikan

dalam Tabel 1 berikut.

Tabel 1

Berita-Berita Pro RUU Perubahan Kedua UU MD3

No. Judul Berita

1. Ketua DPR: Jika Perlu DPR Akan Membuat Lomba Kritik DPR Terbaik

2. Bambang Soesatyo Pertaruhkan Jabatan jika Pengkritik DPR Sampai Dibui

3. Politisi PPP: Kami Dikritik Saja Masih Suka Tidur, apalagi Tak Ada Kritik

4. Pengamat: DPR Bukannya Tak Mau Dikritik, tetapi Jangan Kencang-

kencang

5. Usai Bertemu PWI, Ketua DPR Jamin Pers Tak Terjerat UU MD3

6. Ketua Dewan Pers: Jurnalis Tak Perlu Cemaskan UU MD3

Sedangkan, berita-berita yang kontra revisi UU MD3 disajikan dalam Tabel

2 berikut.

Tabel 2

Berita-Berita Kontra RUU Perubahan Kedua UU MD3

No. Judul Berita

1. DPR secara Bersama-sama Membunuh Demokrasi Lewat UU MD3

2. UU MD3 Dinilai Berpotensi Membuat Korupsi Tumbuh Subur di DPR

3. YLBHI: Jurnalis dan Aktivis Berpotensi Dijerat UU MD3

4. "Kalau DPR Enggak Mau Diolok-olok, Kerja yang Benar..."

5. Melalui UU MD3, DPR Jadikan MKD Alat Kontrol Kritik Publik

6. UU MD3 Dikhawatirkan Jadi Alat DPR Membungkam Kritik Masyarakat

7. “Yang Merendahkan DPR Itu Anggotanya Sendiri, Bukan Masyarakat”

8. UU MD3 Dinilai Jauhkan DPR dari Kritik Terkait Korupsi

9. Bagir Manan: UU MD3 dan RKUHP Potensial Ancam Kebebasan Pers

10. Presiden PKS Minta Maaf atas Pengesahan Salah Satu Pasal UU MD3

11. Pengamat: UU MD3 Memang seperti Zaman Feodal

12. Nasdem: Kenapa DPR Harus Berhadapan dengan Rakyat?

Page 12: JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

11

13. PPP: Kalimat Merendahkan Kehormatan DPR dalam UU MD3 Perlu

Penjelasan

14. Pidanakan Rakyat Lewat UU MD3, DPR Dinilai Turun Level

Melalui analisis framing dengan menggunakan model Robert M. Entman,

maka diperoleh bahwa pembingkaian yang dilakukan Kompas.com pada isu

kebebasan berpendapat pada pemberitaan politisasi pengesahan RUU Perubahan

Kedua UU MD3 periode 12 Februari-14 Maret 2018 adalah sebagai berikut:

Tabel 3

Hasil Analisis Framing Model Robert M. Entman

Kategori Define

Problems

Diagnose

Causes

Make Moral

Judgements

Treatment

Recommendations

Pro Penegasan

RUU

Perubahan

Kedua UU

MD3 tidak

mengancam

kebebasan

berpendapat.

Kesalahpahaman

publik pada

revisi UU MD3

sehingga

menimbulkan

kekhawatiran.

Kritik dan

Perlindungan

Kehormatan

Penting Bagi

DPR.

Rakyat bebas

mengkritik, asal

tidak menghina.

Kontra RUU

Perubahan

Kedua UU

MD3

Membungkam

Kritik Rakyat.

Pasal 122 huruf

(k)

mencerminkan

feodalisme DPR

Usaha DPR

menghindari

kritik dengan

dalih menjaga

kehormatan.

Dilakukan judicial

review, perbaikan

kinerja dan sikap

DPR, dan

perbaikan substansi

isi Pasal 122 Huruf

(k). Pasal 122

huruf (k)

mengundang

pertanyaan.

Ekses wewenang

dalam Pasal 122

huruf (k) dan

substansi isi

Pasal 122

huruf (k) sarat

kepentingan

pribadi dan

Page 13: JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

12

Pasal 122 huruf

(k) yang

multitafsir.

mengorbankan

kepentingan

rakyat.

Dari analisis yang telah dilakukan, maka dapat dijelaskan framing dari

Kompas.com sesuai dengan Tabel 2 tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kategori Pro

a. Define Problem

Pada kategori pro, Kompas.com cenderung mendefinisikan masalah soal

penegasan bahwa RUU Perubahan Kedua UU MD3 tidak anti kritik. Dari

definisi masalah tersebut, terdapat dua hal yang ditekankan, yakni pentingnya

kritik rakyat bagi DPR serta jaminan kebebasan pers pasca timbulnya pro kontra

RUU Perubahan Kedua UU MD3.

b. Diagnose Cause

Akar masalah dari definisi masalah, yakni penegasan RUU Perubahan Kedua

UU MD3 tidak anti kritik, adalah karena adanya kesalahpahaman publik pada

produk legislasi tersebut. Terkait dengan pro kontra kebebasan berpendapat,

publik dinilai oleh pihak pro revisi UU MD3 tidak memahami substansi isi pasal

tersebut serta dinilai tidak memahami hak imunitas yang dimiliki anggota DPR.

c. Make Moral Judgement

Nilai moral yang dibangun oleh Kompas.com yakni pentingnya kritik dan

perlindungan kehormatan bagi DPR. Kritik dinilai sebagai suplemen bagi

perbaikan kerja DPR dan anggotanya. Selain itu, dalam hal perlindungan

kehormatan, DPR memandang perlunya melindungi kehormatannya dari kritik

yang cenderung menghina. Perlindungan dari kritik yang menghina tersebut

dipandang sebagai salah satu hak bagi DPR dan anggotanya dalam rangka

menjaga kehormatan dalam melakukan kerjanya.

d. Treatment Recommendation

Rekomendasi penyelesaian yang ditekankan Kompas.com adalah

mempersilahkan publik untuk mengkritik DPR dengan bebas. Selain itu, pers

pula didorong untuk mengkritik DPR melalui produk-produk jurnalistik yang

Page 14: JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

13

dibuat. Namun, kritik yang dilayangkan diharapkan memperhatikan sopan

santun dengan tidak disertakan pesan yang condong menghina.

2. Kategori Kontra

a. Define Problem

Berita-berita kategori kontra menekankan definisi masalah pada dua hal.

Pertama, Kompas.com menekankan bahwa RUU Perubahan Kedua UU MD3

mengekang kritik rakyat. Selain itu, produk legislasi tersebut pula dinilai dapat

mengekang kebebasan pers. Sedangkan, poin kedua yang ditekankan oleh

Kompas.com adalah terkait aturan Pasal 122 huruf (k) RUU Perubahan Kedua

UU MD3 yang mengundang pertanyaan karena isinya yang dinilai tidak sesuai

dengan tugas dan fungsi DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat.

b. Diagnose Cause

Terdapat dua akar masalah yang ditekankan Kompas.com pada kategori

kontra revisi UU MD3. Pertama, Kompas.com menilai bahwa Pasal 122 huruf

(k) dapat membungkam kritik rakyat. Hal tersebut karena pasal tersebut

merupakan wujud sikap anti kritik anggota DPR yang mulai berwatak feodal.

Selain itu, pasal tersebut pula dinilai sebagai sarana menutupi kinerja buruk

DPR.

Sedangkan, penekanan kedua yakni adanya ekses atau penyelewengan

wewenang pada Pasal 122 huruf (k) dan isinya yang multitafsir. Aturan pasal

tersebut membuat DPR seakan menjadi lembaga hukum. Selain itu, aturan

tersebut pula dianggap bertentangan dengan fungsi MKD yang mana alat

kelengkapan dewan tersebut berfungsi untuk melakukan penyidikan dan

verifikasi atas laporan pelanggaran yang dilakukan anggota dewan. Dalam hal

ini, MKD seakan memiliki wewenang untuk mengawasi kritik rakyat.

Kompas.com pula menyoroti soal substansi isi pasal tersebut yang multitafsir

karena tidak adanya penjelasan terkait frasa “merendahkan kehormatan DPR

dan anggotanya”.

c. Make Moral Judgement

Ada dua keputusan moral yang ditekankan Kompas.com. Pertama,

Kompas.com menganggap bahwa Pasal 122 huruf (k) merupakan alat bagi DPR

Page 15: JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

14

untuk berlindung dari kritik dan laporan tindakan korupsi. Kritik dan laporan

korupsi kepada anggota DPR dapat dinilai sebagai tindak penghinaan. Selain

itu, upaya melindungi diri tersebut merupakan pertanda bahwa anggota DPR

tidak dapat menerima konsekuensi sebagai wakil rakyat yang idealnya

senantiasa mendengarkan kritik dan aspirasi rakyat.

Kedua, Pasal 12 huruf (k) sarat akan kepentingan pribadi karena pasal

tersebut digunakan sebagai instrumen pelindung kepentingan pribadi anggota

DPR. Selain itu, pasal tersebut pula dinilai merupakan sarana untuk menutupi

kinerja buruk DPR dengan dalih melindungi kehormatan lembaga. Selain itu,

substansi isi Pasal 122 huruf (k) yang multi tafsir pula dapat menimbulkan

ketidakpastian hukum. Frasa ‘merendahkan kehormatan’ pada pasal memiliki

makna yang abstrak sehingga kritik pedas rakyat dapat dinilai penghinaan.

Padahal, penilaian tersebut sangatlah subjektif sehingga tidak patut diatur dalam

UU MD3.

d. Treatment Recommendation

Pada kategori kontra UU MD3, Kompas.com menekankan rekomendasi

penyelesaian masalah yakni dilakukannya judicial review terhadap RUU

Perubahan Kedua UU MD3. Dengan upaya tersebut, Kompas.com mendorong

masyarakat untuk menggugat produk legislasi tersebut ke Mahkamah

Konstitusi (MK) sehingga dapat dilakukan uji materiil pada RUU tersebut.

Selain itu, Kompas.com pula merekomendasikan adanya perbaikan kinerja

DPR sehingga rakyat dapat kembali menghormati DPR dengan melihat kinerja

DPR yang baik. Selanjutnya terkait aturan Pasal 122 huruf (k), Kompas.com

menilai perlunya DPR untuk mengganti frasa “merendahkan kehormatan DPR

dan anggotanya” dengan frasa yang lain. DPR pula diminta untuk membuat

aturan tambahan terkait penjelasan Pasal 122 huruf (k). Lebih jauh,

Kompas.com mendorong agar pemerintah membatalkan sejumlah pasal

kontroversial yang ada di RUU Perubahan Kedua UU MD3, termasuk Pasal 122

huruf (k).

Page 16: JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

15

Dari analisis yang dilakukan, diketahui bahwa Kompas.com condong

bersikap kontra terhadap RUU Perubahan Kedua UU MD3. Hal ini dilihat dari

diberikannya porsi lebih banyak pada berita yang bernada kontra sehingga pesan-

pesan yang kontra produk legislasi tersebut lebih menonjol. Sedangkan,

penempatan porsi berita pro revisi UU MD3 yang sedikit membuat pesan-pesan

yang pro RUU tersebut kurang menonjol di hadapan khalayak.

Walaupun memberikan porsi yang tidak berimbang, hadirnya berita bernada

pro RUU Perubahan Kedua UU MD3 merupakan wujud usaha Kompas.com untuk

memberikan sebuah realitas yang lengkap pada khalayak. Hal ini sesuai dengan

misi Kompas.com, yakni memberikan informasi yang terbaru dan kredibel untuk

membuka wawasan dan menghibur individu dan komunitas (Kompas.com, 2018).

Selain itu, penyajian berita yang dilakukan oleh Kompas.com tersebut pula wujud

usaha untuk merealisasikan tagline “Jernih Melihat Dunia”. Dari tagline tersebut,

Kompas.com ingin menjadi media yang menyajikan informasi dari beragam

perspektif agar khalayak mengetahui akar masalah dari suatu peristiwa

(Kompas.com, 2018).

Dari kecondongan konstruksi realitas tersebut pula, bingkai Kompas.com

berkaitan dengan isu pelemahan demokrasi. Maksud dari isu pelemahan demokrasi

tersebut adalah adanya upaya pengekangan terhadap hak menyatakan pendapat

sebagai salah satu hak politik warga negara melalui Pasal 122 huruf (k) RUU

Perubahan Kedua UU MD3. Adanya hal tersebut dianggap Kompas.com sebagai

hal yang berbahaya bagi iklim demokrasi di Indonesia. Lebih lanjut, adanya RUU

Perubahan Kedua UU MD3 dapat mengekang kebebasan berpendapat.

Upaya pengekangan kebebasan berpendapat tersebut pula dinilai

Kompas.com sebagai wujud kesewenang-wenangan penguasa. Pengekangan

kebebasan berpendapat merupakan wujud pengingkaran tugas DPR yang diatur

dalam Pasal 7 huruf (g) Peraturan DPR No. 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib.

Dalam hal ini, kritik dari rakyat yang merupakan bentuk penyampaian aspirasi

kepada wakil rakyat yang mereka pilih melalui pemilihan umum dikekang oleh

wakilnya sendiri di parlemen. Kesewenang-wenangan DPR pula dinilai sebagai

pengingkaran kepada rakyat serta terhadap sistem pemerintahan demokrasi.

Page 17: JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

16

Miriam Budiardjo (2008: 112) mengatakan bahwa sistem pemerintahan

demokrasi dengan sedemikian rupa membagi kekuasaan ke dalam tiga pilar (trias

politika), yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif, yang mana berfungsi untuk

membatasi kekuasaan pemerintah sehingga tidak terjadi kesewenang-wenangan

yang dilakukan pemerintah serta melindungi hak asasi warga negara. Hal tersebut

diatur dalam konstitusi, yang mana dalam konteks Indonesia diatur dalam UUD

1945 dan peraturan perundang-undangan di bawahnya. Untuk itu, apa yang

dilakukan DPR melalui Pasal 122 huruf (k) RUU Perubahan kedua UU MD3

merupakan bentuk pengingkaran pada sistem pemerintahan demokrasi di

Indonesia, khususnya pada asas kedaulatan rakyat pada Pasal 1 ayat (2) UUD 1945

serta asas negara hukum (rechtsstaat) sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.

Isu pelemahan demokrasi yang berkaitan dengan pengekangan hak politik

warga negara wajar diangkat oleh Kompas.com. Hal tersebut karena pengaruh

ideologi humanisme transendental yang dianut Kompas.com. Humanisme

transendental merupakan paham kemanusiaan yang disempurnakan dengan nilai

ketuhanan. Dalam hal ini, paham tersebut menghargai eksistensi manusia dan

mencegah setiap orang kehilangan hak asasinya sehingga diberikan kesempatan

untuk membela diri (De Jong, 2001: 28).

Melalui bingkai yang dibangun, Kompas.com melalui pemberitaannya

berusaha berjuang untuk menentang dibungkamnya kebebasan berpendapat melalui

Pasal 122 huruf (k) RUU Perubahan Kedua UU MD3. Hal tersebut merupakan

wujud usaha Kompas.com untuk melindungi serta membela hak asasi manusia dari

kesewenang-wenangan penguasa.

Selain karena ideologi media, bingkai tersebut dibangun karena adanya

kepentingan Kompas.com sebagai media di negara demokrasi untuk melindungi

hak kebebasan pers. Kebebasan pers di Indonesia telah diatur melalui UUD 1945

serta melalui UU Pers, UU Penyiaran, dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik

(ITE). Untuk itu, pengekangan terhadap pers merupakan hal yang tidak dibenarkan.

Selain untuk melindungi kebebasan pers, framing Kompas.com pula

dipengaruhi oleh perannya sebagai the fourth estate dalam negara demokrasi.

Dalam menjalankan peran tersebut, Kompas.com menjalankan dua peran, yakni

Page 18: JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

17

seperti apa yang dikatakan Katrin Voltmer (dalam Maridjan, 2010: 286-288) yaitu:

sebagai marketplace of ideas dan sebagai aktor politik. Dalam menjalankan peran

sebagai marketplace of ideas, Kompas.com menyajikan berita isu kebebasan

berpendapat dari perspektif pro maupun kontra RUU Perubahan Kedua UU MD3.

Sedangkan sebagai aktor politik, Kompas.com menonjolkan sikapnya untuk

menolak produk legislasi tersebut dan mencoba mempengaruhi pola pikir khalayak

berdasarkan framing yang telah dibangun.

Jeffrey P. Jones (dalam Perloff, 2014: 37) menyatakan bahwa media massa

merupakan akses penting bagi khalayak pada politik dan menjadi wadah pertemuan

politik yang mengawali, membujuk, dan menentukan partisipasi politik. Dalam hal

ini, media tidak hanya sebagai medium penyediaan informasi politik semata.

Namun, media pula membentuk kerangka psikologi individu khalayak tentang

politik dan kehidupan sosial yang berada di luar pengalaman langsung individu

khalayak.

Dalam memengaruhi pola pikir khalayak terhadap isu kebebasan

berpendapat pasca disahkannya RUU Perubahan Kedua UU MD3, Kompas.com

menjalankan fungsinya sebagai media propaganda. Kompas.com dalam hal ini

memberikan realitas isu kebebasan berpendapat tersebut melalui pemberitaannya.

Hal tersebut dimaksudkan dalam rangka memberikan referensi untuk memahami

isu kebebasan berpendapat pasca disahkannya RUU Perubahan Kedua UU MD3

sehingga dapat memengaruhi cara pandang individu khalayak terhadap isu tersebut.

Dalam hal melakukan propaganda, jenis propaganda yang diterapkan

Kompas.com adalah propaganda putih. Propaganda ini dilakukan dengan secara

jelas menyebutkan sumber pesan sehingga dapat dijamin kredibilitasnya

(Kunandar, 2017: 92). Dalam hal tersebut, Kompas.com memakai sejumlah

narasumber baik itu dari sisi pro maupun kontra. Dalam hal ini, Kompas.com

memakai teknik propaganda testimonial, yakni menggunakan pendapat dari

narasumber untuk menguatkan framing yang dibangun. Untuk menguatkan frame

yang dibangun, Kompas.com cenderung lebih banyak menggunakan narasumber

yang kontra RUU Perubahan Kedua UU MD3 dibandingkan yang pro.

Page 19: JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

18

Selain itu, propaganda juga dilakukan dengan memakai teknik name calling,

Teknik tersebut dilakukan dengan digunakannya label-label negatif sebagai sarana

menekankan pesan. Pada teknik ini, Kompas.com menggunakan beragam label

negatif untuk memperkuat konstruksi bingkai pada isu kebebasan berpendapat pada

pemberitaan politisasi pengesahan RUU Perubahan Kedua UU MD3. Label-label

tersebut diantaranya “anti kritik”, “berkuasa tanpa batas”, “otoriter”, “feodal”,

“pasal karet”, dan “alat memperkuat diri”.

Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan konstruksi framing

pada isu kebebasan berpendapat pada pemberitaan politisasi RUU Perubahan

Kedua UU MD3 oleh Kompas.com terkait dengan isu pelemahan demokrasi. Dalam

hal ini, pelemahan demokrasi yang dimaksud adalah pembatasan hak politik warga

negara untuk menyatakan pendapat melalui Pasal 122 huruf (k) RUU Perubahan

Kedua UU MD3. Selain itu, pasal tersebut pula merupakan wujud kesewenang-

wenangan anggota DPR dalam memenangkan kepentingan pribadinya dengan

menggadaikan kepentingan rakyat. Kesewenang-wenangan dianggap melanggar

sistem pemerintahan demokrasi yang dijalankan di Indonesia.

Timbulnya bingkai tersebut dipengaruhi oleh ideologi media yang dianut

Kompas.com, yakni humanisme transendental. Selain itu, bingkai tersebut pula

muncul karena adanya kepentingan Kompas.com untuk mempertahankan haknya

sebagai institusi pers serta sebagai pilar keempat demokrasi. Dalam hal ini,

Kompas.com menjadi marketplace of ideas untuk menampung pendapat publik.

Selain itu, Kompas.com pula berperan sebagai aktor politik yang memiliki sikap

politik dengan menolak RUU tersebut serta menjadi agen propaganda untuk

memengaruhi cara pandang khalayak pada isu kebebasan berpendapat yang timbul

pasca disahkannya RUU Perubahan Kedua UU MD3.

Page 20: JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

19

Daftar Pustaka

Alexa.com. (2018). Top Sites in Indonesia. Dipetik Maret 13, 2018, dari Alexa: An

amazon.com company: https://www.alexa.com/topsites/countries/ID Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2016). Naskah Akademik

Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang

Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah . Jakarta: Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

Budiardjo, M. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

De Jong, K. (2001). Humanisme Transendental yang Kadang Perlu Diteriakkan.

Dalam S. Sularto (Penyunt.), Humanisme dan Kebebasan Pers (hal. 26-35).

Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Detik.com. (2018, Februari 12). 2 Fraksi Walk Out, Revisi UU MD3 Tetap

Disahkan DPR. Dipetik Januari 5, 2019, dari Detik.com:

https://news.detik.com/berita/3863546/2-fraksi-walk-out-revisi-uu-md3-

tetap-disahkan-dpr

Eriyanto. (2002). Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media.

Yogyakarta: LKiS.

Entman, R. M. (1993). Framing: Toward clarification of a fractured paradigm.

Journal of communication, 43(4), 51-58.

Griffin, E. (2012). A First Look at Communication Theory. New York: McGraw-

Hill.

Hukumonline.com. (2018, Februari 23). Mengurai Pasal Revisi UU MD3 yang

Dipersoalkan. Dipetik Februari 25, 2018, dari Hukumonline.com:

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a900ceda3a03/mengurai-

pasal-revisi-uu-md3-yang-dipersoalkan

Indonesia Corruption Watch. (2018, Februari 19). Anomali Dalam Revisi UU MD3.

Dipetik Januari 05, 2019, dari Indonesia Corruption Watch:

https://antikorupsi.org/id/news/anomali-dalam-revisi-uu-md3

Indopos. (2018, Februari 14). UU MD3, Kegelapan Demokrasi dan Tak Sentuh

Rakyat. Dipetik Januari 21, 2019, dari Indopos:

https://indopos.co.id/read/2018/02/14/127416/uu-md3-kegelapan-

demokrasi-dan-tak-sentuh-rakyat

Kompas.com. (2018). About Us. Dipetik April 19, 2018, dari Kompas.com:

https://inside.kompas.com/

__________. (2018). Kompas.com. Dipetik Juni 05, 2018, dari LinkedIn:

https://www.linkedin.com/company/kompas-com/

__________. (2018, Februari 15). "Revisi UU MD3 Ditujukan Untuk Mempertebal

Proteksi Anggota DPR. Dipetik Januari 19, 2019, dari Kompas.com:

https://nasional.kompas.com/read/2018/02/15/17070031/revisi-uu-md3-

ditujukan-untuk-mempertebal-proteksi-anggota-dpr

__________. (2018, Februari 16). Presiden PKS Minta Maaf atas Pengesahan

Salah Satu Pasal UU MD3. Dipetik Januari 07, 2019, dari Kompas.com:

https://nasional.kompas.com/read/2018/02/16/15570571/presiden-pks-

minta-maaf-atas-pengesahan-salah-satu-pasal-uu-md3

Page 21: JURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI ... D0214018.pdfJURNAL BINGKAI ISU KEBEBASAN BERPENDAPAT DI MEDIA DARING (Analisis Framing Isu Kebebasan Berpendapat Pada Pemberitaan Politisasi

20

Kriyantono, R. (2014). Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis

Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi,

Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana.

Kunandar, A. Y. (2017). Memahami Propaganda: Metode, Praktik, dan Analisis.

Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. (2018). Risalah Sidang Perkara Nomor

16/PUU-XVI/2018, Perkara Nomor 17/PUU-XVI/2018, Perkara Nomor

18/PUU-XVI/2018, Perkara Nomor 21/PUU-XVI/2018, Perkara Nomor

25/PUU-XVI/2018, Perkara Nomor 26/PUU-XVI/2018, Perkara Nomor

28/PUU-XVI/2018 Perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2018 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014

tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Jakarta: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Marijan, K. (2010). Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde

Baru. Jakarta: Kencana.

Moleong, L. J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014

Tentang Tata Tertib.

Perloff, R. M. (2014). The Dynamics of Political Communication: Media and

Politics in a Digital Age. New York: Routledge.

Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Perubahan Kedua

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah.

SimilarWeb. (2018, November). Top Websites Ranking: Top sites ranking for News

And Media > Newspapers in the world. Dipetik Januari 4, 2019, dari

SimilarWeb: https://www.similarweb.com/top-websites/category/news-

and-media/newspapers

Sugiyono. (2013). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.