BAB IV -...

22
56 BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN M. DAWAM RAHARDJO TENTANG BUNGA BANK RELEVANSINYA DENGAN KONTEK KEKINIAN A. Analisis Terhadap karya dan Pemikiran M. Dawam Rahardjo M. Dawam Rahardjo sebagai insan akademika telah menorehkan karya yang sangat banyak, khususnya yang berhubungan dengan ekonomi. Disamping sebagai penulis yang produktif, ia juga sering memberi kata pengantar buku karya-karya penulis lain. Dan sudah banyak ide tulisannya dimuat di surat kabar. Hal ini menandakan bahwa Dawam termasuk di antara pemikir yang mempunyai pengaruh di bumi nusantara ini. Meskipun karya-karya Dawam Rahardjo yang terbanyak adalah mengenai ekonomi dan sosial (sebagai spesialisnya), namun beliau juga menulis karya-karya tentang keagamaan. Berangkat dari karya di bidang tafsir al-Qur’an (ensiklopedi al-Qur’an) menghantarkan dia lebih dikenal sebagai ensiklopedis. karyanya di bidang tafsir tersebut merupakan karya monumentalnya. Untuk memposisikan pemikiran Dawam Rahardjo, terlebih dahulu perlu dicermati beberapa hal. Pertama, kontinuitas pemikiran Dawam Rahardjo terhadap perkembangan pemikiran ekonomi Islam yang dikembangkan oleh para ulama’ atau kaum cendekia. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa pemikiran seseorang pada suatu masa sedikit banyak juga dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran para tokoh sebelumnya.

Transcript of BAB IV -...

Page 1: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

56

BAB IV

ANALISIS PEMIKIRAN M. DAWAM RAHARDJO

TENTANG BUNGA BANK RELEVANSINYA DENGAN KONTEK

KEKINIAN

A. Analisis Terhadap karya dan Pemikiran M. Dawam Rahardjo

M. Dawam Rahardjo sebagai insan akademika telah menorehkan karya

yang sangat banyak, khususnya yang berhubungan dengan ekonomi. Disamping

sebagai penulis yang produktif, ia juga sering memberi kata pengantar buku

karya-karya penulis lain. Dan sudah banyak ide tulisannya dimuat di surat kabar.

Hal ini menandakan bahwa Dawam termasuk di antara pemikir yang mempunyai

pengaruh di bumi nusantara ini.

Meskipun karya-karya Dawam Rahardjo yang terbanyak adalah

mengenai ekonomi dan sosial (sebagai spesialisnya), namun beliau juga menulis

karya-karya tentang keagamaan. Berangkat dari karya di bidang tafsir al-Qur’an

(ensiklopedi al-Qur’an) menghantarkan dia lebih dikenal sebagai ensiklopedis.

karyanya di bidang tafsir tersebut merupakan karya monumentalnya.

Untuk memposisikan pemikiran Dawam Rahardjo, terlebih dahulu perlu

dicermati beberapa hal. Pertama, kontinuitas pemikiran Dawam Rahardjo

terhadap perkembangan pemikiran ekonomi Islam yang dikembangkan oleh para

ulama’ atau kaum cendekia. Sebab tidak dapat dipungkiri bahwa pemikiran

seseorang pada suatu masa sedikit banyak juga dipengaruhi oleh perkembangan

pemikiran para tokoh sebelumnya.

Page 2: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

57

Kedua, kita juga perlu mencermati latar belakang kehidupan dan latar

belakang pemikirannya. Bagaimana pun juga latar belakang kehidupan seseorang

sangat mempengaruhi pola pikirnya. Manusia adalah produk kehidupan sosialnya

dan bukan produk nenek moyangnya. Sedangkan latar belakang pemikiran

memberikan pengaruh pada seseorang untuk mencurahkan ide pokok

pemikirannya pada satu bidang pemikiran tertentu yang dominan. Sebagaimana

disebutkan M. Dawam Rahardjo sebagai seorang akademik yang berangkat dari

latar belakang agamis dan pernah mengenyam pendidikan “sekuler “ di Amerika

Serikat mendorong dia dalam memahami setiap problem atau permasalahan,

tidak hanya dari satu sisi dan meniadakan sisi lainnya. Artinya disamping dia

menggunakan pendekatan atau dasar-dasar dari al-Qur’an dan hadits yang

dipelajari dan diyakininya, juga melihat kenyataan empiris yang terjadi dalam

masyarakat karena ia juga pernah berkecimpung dan aktif di LSM dan tercatat

aktif dikelompok diskusi yang dipimpin oleh AliYafie. Dan kelompok diskusi ini

tidak takut untuk dicap sebagai telah keluar dari jalur teks-teks

keagamaan.karena menurut sebagian orang kelompok ini terlalu berani dalam

memahami agama sampai tingkat yang paling fundamental.

Terkait dengan hal ini, Dawam Rahardjo dalam memahami al-Qur’an

adalah secara kontekstual. Bahkan tidak jarang, seakan-akan pemahaman atau

penafsiran beliau terhadap kitabullah ini dinilai sudah sangat berani melewati

batas-batas yang menurut sebagian ulama’ bukan sebagai obyek ijtihad. Dalam

hal ini, misalnya ayat riba dalam al-Qur’an sudah jelas dan gamblang dan ayat

Page 3: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

58

tersebut adalah qoth’y dilalahnya, sehingga tidak berhak untuk diijtihadi lagi,

namun ayat tersebut oleh Dawam masih bisa menimbulkan penafsiran baru.

Bagi Dawam Rahardjo sendiri, penafsiran atas al-Qur’an ini bukan

dimonopoli oleh mufassirun yang sudah telah memenuhi kriteria atau syarat-

syarat yang telah ditetapkan untuk boleh menafsirkan kitabullah ini. Tapi, setiap

pribadi berhak untuk bisa masuk atau berhubungan langsung dengan al-Qur’an.1

Pendapat Dawam di atas ini bagus dan perlu untuk direalisasikan, namun

tidak semua orang mempunyai tingkat intelektual yang sama. Kadang membaca

al-Qur’an saja belum begitu benar apalagi sampai mempelajari kandungannya

atau tafsirnya. Dan untuk kesana sebagaimana yang diharapkan Dawam Rahardjo

perlu proses yang lama.

Sebagai seorang muslim, Dawam Rahardjo dalam memahami

permasalahan sosial keagamaan pada dasarnya berlandaskan atau berangkat dari

nash-nash keagamaan yakni al-Qur’an dan hadits. Namun pemahaman Dawam

Rahardjo terhadap al-Qur’an ini secara kontekstual bukan tektual yang

didasarkan pada kenyataan empiris.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemikiran M. Dawam

Rahardjo adalah pragmatis. Dan pendekatan yang digunakannya adalah Rasional

Sosial Ekonomi – Religius.

1 M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep

Kunci, Jakarta : Paramadina, 1996, hlm. 21

Page 4: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

59

B. Analisis Pandangan M. Dawam Rahardjo Tentang Bunga Bank

Relevansinya dengan kontek kekinian

Al-Qur’an banyak memberikan penjelasan atau solusi terhadap

permasalahan umat meskipun hanya secara universal. Terhadap nash-nash yang

universal tersebut maka fungsi hadits diperlukan untuk menjelaskan maksud atau

arti dari nash-nash tersebut yang masih ‘am (umum).

Apabila dari kedua sumber tersebut yakni al-Qur’an dan hadits tidak

ditemukan jawaban dari problematika umat, maka ijtihad dari kedua sumber

tersebut perlu dilakukan untuk memecahkan problematika umat.

Pada dasarnya obyek ijtihad adalah dalam bidang mu’amalah saja. Cara

dan teknis pelaksanaan dari urusan mu’amalah mungkin ada perubahan, sesuai

dengan perkembangan zaman. Namun garis-garis pokok yang mendasar tetap

tidak bisa diqiyas atau diijtihadi. Misalnya dalam urusan pernikahan, walimatul

‘ursyi harus ada dan tidak boleh diatur sesuai dengan keinginan sendiri.

Bagaimana ‘aqid, ijab-qabul, dan mahar. Semua itu telah ada garis dan

ketentuannya.2

Meskipun bidang akidah dan ibadah bukan merupakan obyek ijtihad,

namun kedua bidang ini boleh diijtihadi tetapi terbatas dalam masalah sanad dan

pen-shahihan atau pentarjihan saja.3

2 Umar Hasyim, Membahas Khilafiyah Memecah Persatuan Wajib Bermadzab dan Pintu

Ijtihad Tertutup, Surabaya: Bina Ilmu, 1995, hlm. 130 3 Masalah akidah dan ibadah boleh dilakukan ijtihad dengan ketentuan sebagai berikut.

Pertama, nash yang berisi atau menyinggung materi yang bersangkutan zhanny kedudukannya atau pun dari segi pengertiannya. Apabila nash tersebut itu berupa hadits maka ijtihad dalam hal ini adalah dalam segi sanad dan pen-shahihannya, dari segi riwayat dan dirayahnya dan juga pengertian hukumnya. Kedua, ada nash yang qoth’iy, baik ayat al-Qur’an maupun hadits, tetapi zhanni pengertiannya, maka ijtihad dalam bidang ini adalah dalam segi pengertiannya, kemudian dihubungkan dengan qorinah-qorinah yang yang mendukung pengertian yang ada hubungannya

Page 5: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

60

Bunga bank, pada satu sisi merupakan permasalahan ekonomi juga

sebagai permasalahan hukum Islam. Sebagai masalah hukum Islam, bunga bank

bisa masuk dalam lingkaran riba yang diharamkan Islam.

Dalam bunga bank ini setidaknya ada dua versi pendapat, ada sebagian

pendapat ulama’ yang mengharamkan bunga bank dan sebagian yang lain

menghalalkannya.

Perbedaan pendapat ini tidak terlepas dari pemahaman mereka tentang

illat hukum mengenai riba. Secara garis besar terdapat dua paradigma hukum

Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga

bank secara induktif. Dan ini berpegang pada konsep setiap utang piutang yang

disertai manfaat atau tambahan adalah riba. Sesungguhnya pendekatan induktif

ini berpijak pada teori qiyas yang bersandar pada illat jali (illat yang jelas).

Dalam hal riba dan bunga bank keduanya disatukan olleh illat ziyadah

(tambahan).

Kedua, paradigma kontekstual yang memahami bunga bank secara

deduktif . Dengan menguji persangkaan qiyas pada bunga bank terhadap

keharaman riba dengan menguji konteks masing-masing. Konteks keharaman

riba dalam al-Qur’an adalah memungut tambahan hutang kepada pihak-pihak

dengan hukum yang dicari. Ketiga, ada nash zhanni tetapi pengertiannya qoth’iy, ini hanya terdapat dalam hadits, maka ijtihad dalam bidang ini adalah dari segi sanad dan pen-shahihan hadits. Keempat, jika terjadi perselisihan atau perbedaan pendapat di antara para mujtahid dalam suatu masalah, kita bisa menyelidiki dalil-dalil yang menjadi pegangan mereka. Kemudian dilakukan tarjih berdasarkan kaidah-kaidah yang dipegang oleh ulama Mujtahid. Maka dalil yang ternyata kuat hendaknya dipegangi dan yang lemah kita tinggalkan. Atau apabila masalahnya terletak pada perbedaan pengertiannya, maka yang lebih mendekati maksud dan jiwa syari’at serta yang lebih dapat diterima oleh akal sehat, itulah yang kita terima. Lihat Umar Hasyim, ibid, hlm 136-137

Page 6: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

61

yang seharusnya ditolong, sehingga mereka menyimpulkan illat keharaman riba

adalah bersifat zulm (kesengsaraan) bukan pada illat ziyadah.4

Terkait dengan illat hukum riba seperti di atas ini yang dikaitkan dengan

bunga bank M. Zuhri mempunyai pendapat yang moderat dengan dilandasi pada

akhir Q.S. 2: 278 yaitu latazlimuna wa latuzlamun, yakni sekecil atau seminimal

apapun tambahan itu (bunga) apabila mendatangkan kesengsaraan (zulm)

termasuk riba. Ia menambahkan, karena pada waktu Rasullah riba selalu

mengambil bentuk ad’afan muda’afan, tidak dalam bentuk lain maka sifat ini

disebut dalam al-Qur’an.5 Oleh karena itu ad’afan muda’afan relevan dengan

ketidakadilan. Senada dengan Fuad Zein, M. Zuhri juga menitikkan bahwa illat

keharaman riba termasuk bunga bank lebih pada zulm bukan pada ziyadah atau

surplusnya.

Perbedaan pemahaman terhadap illat hukum yang ada dalam al-Qur’an

dan hadits serta penempatan kronologis turunnya nash-nash yang menjelaskan

tentang riba akan berpengaruh sekali terhadap hasil ijtihad atau pemikiran

seseorang terhadap persoalan bunga bank ini. Namun ada satu kesepakatan yang

dapat ditemukan dan mereka mengakui bahwa riba hukumnya adalah haram.

Kalaupun ada perbedaan pendapat ulama’ hal itu bukanlah mengenai haramnya

riba, melainkan terhadap rincian bentuk-bentuk riba apalagi jika riba ini

dikaitkan dengan masalah bunga bank.

4 Fuad Zein, “Aplikasi Ushul Fiqh Dalam Mengkaji Keuangan Kontemporer”, dalam

Ainurrofiq (eds), Madzhab Jogja Menggagas Paradigma Ushul Fiqh Modern, Yogyakarta: Ar- Ruz Press, 2002, hlm 176

5 M. Zuhri, Riba Dalam al-Qur’an dan Masalah Perbankan: Sebuah Tilikan Antisipasif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996, hlm. 2

Page 7: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

62

Dawam Rahardjo berbeda dengan ulama’ lain dalam menempatkan

kronologis turunnya ayat riba dalam al-Qur’an. Baginya ayat riba yang pertama

turun adalah tertuang dalam surat al-Rum: 39. Ayat kedua adalah yang tertuang

dalam surat al-Baqarah: 275, 276, 278 dan 280 kemudian disusul surat Ali-

Imron: 130 dan surat al-Nisa’: 161 ditempatkan oleh Dawam Rahardjo sebagai

tahap terakhir.6

Penempatan terhadap kronologis turunnya ayat riba tersebut merupakan

di antara poin yang bisa menentukan suatu pendapat akhir ulama’ atau kaum

cendekia tentang bunga bank. Menurut Quraish Shihab bahwa turunnya satu

surat mendahului ayat yang lain tidak secara otomatis menjadikan seluruh ayat

pada surat yang dinyatakan terlebih dahulu turun itu mendahului seluruh ayat

dalam surat yang dinyatakan turun kemudian. Dengan demikian tokoh yang

pernah menjabat sebagai menteri agama ini tidak sependapat dengan pernyataan

al- Shabuni mengenai kronologis turunnya ayat riba, kemudian dikaitkan dengan

bunga bank.7

Lebih lanjut Quraish Shihab menyatakan pembahasan secara singkat

tentang riba yang diharamkan al-Qur’an dapat ditemukan dengan menganalisis

kandungan ayat-ayat Ali- Imron: 130 dan al-Baqarah: 278 atau lebih khusus lagi

6 M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi AlQur’an…., op.cit., hlm. 597 7 kronologis turunnya ayat riba menurut Al- Shabuni, pertama Al- Rum: 39, kemudian

disusul dengan isyarat tentang keharaman riba (Al-Nisa’ : 161). Selanjutnya pada tahap ketiga, secara eksplisit , dinyatakan keharaman salah satu bentuknya (Ali ‘Imran : 130), dan pada tahap terakhir, diharamkan secara total dalam berbagai bentuknya (Al-Baqarah : 278-279). Lihat M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung: Mizan, 1998, hlm. 260

Page 8: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

63

memahami kata-kata kunci pada ayat-ayat tersebut, yaitu ad’afan muda’afan, ma

baqiya mi al-riba dan falakum ru’usu amwalikum, la tazlimuna wala tuzlamun.8

Berdasarkan kronologis turunnya ayat riba yang diungkapkan oleh

Dawam Rahardjo sebagaimana disebutkan di atas (Bab II) dapat diketahui bahwa

Dawam dalam memahami pelarangan atau pengharaman riba dalam al-Qur’an,

beliau di sini lebih menekankan pada kalimat “ad’afan muda’afan” sebagai

syarat pelarangan atau pengharaman riba tersebut. Sehingga konsekuensinya riba

yang tidak berlipat ganda tidaklah haram, termasuk dalam hal ini bunga bank

yang tingkatnya wajar.9

Berarti dalam hal ini secara tidak langsung sebenarnya Dawam Rahardjo

menggunakan penalaran hukum mafhum mukhalafah yaitu menggunakan logika

terbalik. La tazlimuna wa latuzlamun dalam surat al-Baqarah: 279 dipahami

Dawam Rahardjo sebagai kode etik yang harus dijaga dalam bertransaksi

mu’amalat, termasuk dalam masalah pinjam meminjam atau hutang piutang,

yang artinya debitur dan kreditur tidak saling merugikan, malah dianjurkan harus

saling menguntungkan.

Seiring hal ini Ahmad Azhar Basyir menyatakan bahwa mu’amalat

dilaksanakan dengan memelihara nilai-nilai keadilan, bukannya mengambil

kesempatan dalam kesempitan.10

8 Ibid, hlm. 261 9 M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Asep Gunawan dan M.

Deden Ridwan (peny), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999, hlm. 420-421 10 Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Mu’amalat (Hukum Perdata Islam), Yogyakarta :

Kepustakaan Hukum UII, 1993, hlm. 10

Page 9: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

64

Riba disini dipahami oleh Dawam Rahardjo bukan sebagai sesuatu yang

bertambah secara kuantitatif semata, tetapi juga harus dipahami secara kualitatif

dengan sifat yang mengikutinya, seperti eksploitasi, darar dan zulm. Sifat-sifat

inilah yang oleh Islam harus ditiadakan dari berbagai kegiatan mu’amalat

termasuk utang-piutang.

Berbedanya pendapat Dawam dengan ulama’ kebanyakan, khususnya

dengan pendapatnya Ali Ashobuni, dapat dipahami karena Dawam lebih

mengedepankan aspek moralitas, dibanding dengan aspek legal formal atau

otoritas fiqh semata. Di samping itu juga, karena Dawam Rahardjo menempatkan

ayat pelarangan riba yang ada dalam surat al-Baqarah secara kronologis pada

tahap kedua, bukan yang terakhir seperti ulama’ pada umumnya.

Sedangkan ayat pelarangan atau pengharaman riba yang terakhir

menurutnya terdapat dalam surat al-Nisa’ ayat 160-161.

Terkait dengan dua ayat terakhir ini, Dawam menyatakan bahwa

sekalipun riba itu telah berkali-kali dinyatakan terlarang oleh Allah, namun

sebagian orang masih tetap menjalankannya. Secara eksplisit, hal ini sebenarnya

memang menunjuk kepada orang-orang Yahudi.11 Namun secara implisit Allah

bermaksud memberikan pelajaran kepada umat Islam, bahwa persoalan riba tidak

bisa dilepaskan atau dimusnahkan dari kehidupan manusia, baik masa lalu, masa

sekarang atau di masa yang akan datang. Agar tidak terkena laknat Allah, yang

harus diusahakan dan dcilakukan adalah menimalisir praktek-praktek riba

11 M. Dawam Rahardjo, Prespektif Deklarasi Makkah menuju Ekonomi Islam, Bandung:

Mizan, 1989, hlm. 134

Page 10: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

65

tersebut. Upaya tertsebut kini bisa diwujudkan dengan didirikannya bank, yakni

bank non ribawi atau bank bebas bunga (bagi hasil).

Pemikiran Dawam Rahadjo mengenai institusi bank baik bank

konvensional maupun bank Islam sebagai pembebas, rupanya beliau terinspirasi

oleh perilaku praktek liar yang sudah merajalela di tengah-tengah masyarakat

dan membuat kehidupan ekonomi masyarakat terbelenggu dan tergantung pada

kaum rentenir (lintah darat). Sehingga cocok kalau Dawam mengategorikan

kehidupan ekonomi mereka menjadi fi al- riqab sebagaimana digambarkan

dalam surat at-taubat : 61.12

Transaksi liar seperti ini jelas dilarang keras oleh Islam karena banyak

mengandung banyak mudharat sebagaimana di sabdakan oleh nabi SAW.13

رالضرروالضرا “Tidak boleh membuat kemadlaratan dan membalas kemadlaratan”.

(HR. Ibn Majah).

Sementara dengan berdirinya lembaga keuangan seperti bank, Dawam

melihat terdapat adanya kemaslahatan yang membawa kepada kesejahteraan

ekonomi umat (maslahat al- ammah). Apalagi dengan berdirinya bank diatur atas

dasar peraturan perundang-undangan yang berlaku secara logika mustahil

perundang-undangan itu dibuat untuk kesengsaraan masyarakat, maka jelaslah

12 Ibid, hlm. 136 13 Ibnu Majah, Sunan Ibn Majah, kitab al-Ahkam, bab man bana fi haqqi ma yadur bi jarihi,

Beirut: Dar al-Fikr,tt, hlm. 784

Page 11: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

66

bank di sini berfungsi sebagai pembebas dari fi al-riqab tersebut. Sebagaimana

dijelaskan dalam surat al-Balad ayat 13.14

Dan hal ini sejalan dengan kaidah ushul fiqh15

الضرر اال شديزال بالضرراالخف“kemadlaratan yang lebih berat dihilangkan dengan mengerjakan

kemadlaratan yang lebih ringan”.

Bank menurut Dawam merupakan lembaga yang melaksanakan

perdagangan. Hanya saja yang diperjual-belikan adalah uang dan melayani jasa

lainnya. Perdagangan merupakan salah satu alternatif yang ditawarkan al-Qur’an

agar masyarakat tidak melakukan riba.

Uang bagi Dawam merupakan komoditi yang bisa diperdagangkan atau

disewakan16. Oleh karenanya bunga bank sebagai komisi atau keuntungan dalam

perdagangan tersebut dibolehkan (halal) dan jual beli keuangan yang dilakukan

oleh bank bukanlah riba.17

Berdasarkan hal ini dapat diketahui bahwa Dawam Rahardjo dalam

menghalalkan bunga bank, dia menggunakan dasar tentang perdagangan (tijarah)

secara umum.

Perdagangan harus dilakukan berdasarkan kerelaan pihak pembeli dan

penjual, sehingga tidak ada pihak yang merasa dianiaya atau dipaksa oleh yang

lain. Apabila jual beli barang dengan mengambil keuntungan dihalalkan oleh

14 M. Dawam Rahardjo, Prespektif Deklarasi Makkah Menuju Ekonomi Islam, op.cit., hlm.

137 15 Asjumi A. Rahman, Qoidah-Qoidah Fiqh, Jakarta: Bulan Bintanng, 1976, hlm 82 16M. Dawam Rahardjo, Prespektif Deklaras Makkah Menuju Ekonomi Islam., op.cit., hlm.

130 17 Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an, op.cit, hlm. 606

Page 12: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

67

agama asal dilakukan secara bersih dan sukarela oleh pihak-pihak yang

melakukan transaksi, maka jual beli atau pinjam meminjam uang pun

dibolehkan.18 Hal ini didasarkan pada surat al- Nisa: 29.

Menurut Sjafruddin Prawiranegara, tidak mungkin Allah melarang

manusia memperoleh keuntungan dari uang. Uang sifatnya tidak beda dengan

alat-alat lain seperti pisau, mobil, bajak, traktor, dan lain sebagainya. Oleh karena

itu uang bisa dijual dan dapat dibeli atau dapat disewakan. Dari jual beli atau

persewaan ini nantinya akan memperoleh uang jasa, atau bunga yang tertentu,

yakni uang jasa yang normal dalam perdagangan barang atau uang.19

Terkait dengan mengambil kredit pada bank Sjafruddin menambahkan

orang yang waras pikirannya pada umunya hanya akan meminjam untuk tujuan-

tujuan yang produktif atau usaha-usaha yang membawa keuntungan. Oleh karena

itu debitur bersedia untuk membayar bunga asal tingkat bunga itu lebih rendah

dari tingkat laba yang dapat dicapai dalam usaha yang direncanakan.20

Abdul Manan membantah pendapat di atas, menurutnya uang hanya

sebagai alat tukar bukan suatu komoditi. Oleh karenanya, uang sendiri tidak

menghasilkan suatu apapun, sehingga bunga pada uang yang dipinjam dan

dipinjamkan adalah dilarang.21

Namun ada sebagian tokoh yang keberatan dengan pendapat di atas ini,

minimal ada dua akibat yang sangat buruk yang ditimbulkan sistem perbankan

18 Sjafruddin Prawiranegara, Ekonomi dan keuangan: Makna Ekonomi Islam, Jakarta: CV

Haji Masagung, Cet. I, 1998, hlm. 315 19 Ibid, hlm. 314 20 Ibid 21 Abdul Manan, Islamic Economics Theory And Practice, terj. Sonhadji dkk, Teori dan

Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti, 1997, hlm. 162

Page 13: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

68

yang menggunakan sistem bunga. Pertama investor mengalami ketidakpastian,

sebab hasil usahanya tidak bisa diramalkan secara pasti. Sementara bunga bank,

sebagai sumber dana dari usahanya harus dibayar terus tanpa memandang,

apakah usahanya mendapat keuntungan atau tidak. Kedua, dari bunga tetap yang

harus dibayar tersebut, mengakibatkan tingginya biaya tambahan produksi dan

sekaligus mengakibatkan tingginya upah buruh. Sementara dibalik semua

konsekuensi itu, bank tidak mau tahu dengan keberadaan perusahaan. Dengan

demikian, maka akibat selanjutnya dari sstem ini adalah munculnya

ketidakadilan antara pihak bank sebagai pemilik modal dengan pihak perusahaan

sebagai lembaga yang yang memintal kredit.22

Terkait dengan bank non bunga Dawam menyatakan hal tersebut tidak

ada perbedaan yang prinsipil, hanya perbedaan istilah, hakekatnya adalah sama

yakni mencari keuntungan dalam bisnis. Sebagai lembaga yang sama-sama

bergerak dalam bisnis, tentunya tidak ada yang mau rugi, termasuk bank

syari’ah. Walaupun dalam bank bebas bunga yang melakukan profit loss sharing

pada dasarnya berusaha menghindari kerugian seminimal mungkin, buktinya

tetap menggunakan jaminan juga terhadap debitur.23

Status hukum riba memang sudah disepakati adalah haram. Namun yang

menjadi persoalan riba yang mana, karena al-Qur’an tidak menjelaskan secara

rinci kecuali riba nasiah. Sementara para pemikir modern24 menyatakan

22 Khoiruddin Nasution, Riba dan Poligami sebuah studi atas pemikiran M. Abduh,

Yogyakarta: Puataka Pelajar, Cet. I, 1996, hlm. 67 23 M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi,op.cit , hlm. 423 24Di antaranya Muhammad Abduh, Rasyid Ridho, Mustofa al-Maraghi, M. Hamka dan

Munawir Sjadzali.

Page 14: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

69

diharamkan riba karena dua alasan. Pertama, adanya ad’afan muda’afan dan

kedua, la tazlimuna wa latuzlamun.

Dengan demikian berdirinya bank sebagai hasil peradaban manusia,

walaupun tetap mempraktekkan riba, namun pada hakekatnya justru bank ini

berusaha menghilangkan unsur riba yang diharamkan.

Ketika menulis rahasia diharamkannya riba al-Shobuni rupanya

berangkat dari kekhawatiran juga terhadap dampak negatif yang ditimbulkan

oleh bahaya riba pada kehidupan masyarakat. Kekhawatiran al-Shobuni dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1. Akan melahirkan sifat individualis dan kapitalis serta tak peduli pada

kepentingan orang lain.

2. Akan memusnahkan sifat tolong menolong dan cinta mencintai antara

sesama manusia

3. Akan melahirkan kesenjangan ekonomi di tengah-tengah masyarakat, yang

kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin.

Kekhawatiran al-Shabuni ini rasional jika dikaitkan dengan praktek riba

jahiliyah, mindering, ijon dan rentenir. Namun ketika dikaitkan pada praktek

perbankan sekarang, penulis kira tidaklah tepat, karena justru perbankan

berusaha menghilangkan terjadinya kehawatiran-kehawatiran al-Shobuni.

Kemudian masalah transaksi dalam perbankan, bila dilihat secara hukum

sudah Islami, karena unsur kesukarelaan dalam transaksi itu sebenarnya sudah

terpenuhi dan terjaga. Adapun sebagian ulama’ yang mengharamkan penetapan

kelebihan atau bunga di muka dalam transksi itu pada dasarnya untuk

Page 15: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

70

menghindari adanya unsur pemaksaan. Sementara penetapan bunga di muka

dalam transaksi bank tidak ada lagi unsur keterpaksaan, karena tarif bunga sudah

diumumkan lebih dahulu. Menurut Abdullah Ahmad sebagaimana dikutip oleh

Hamzah Ya’qub menyatakan adanya tarif bunga yang sudah diumumkan lebih

dahulu, lalu orang datang ke bank untuk meminjam uang. Berarti mereka sudah

menunjukkan adanya kesanggupan dan kesukarelaan.25 Seiring hal ini, Quraisy

Shihab menyatakan penetapan kelebihan dimuka tidaklah menjadi masalah selagi

saling menguntungkan.26

Selain al-Qur’an, argumen yang dipakai Dawam dalam membolehkan

bunga bank adalah riwayat yang menceritakan hutang-piutangnya Rasulullah

SAW dengan Jabir.

اتيت النيب صلىاهللا عليه واله وسلم وكان ىل : عـن جابر رضىاهللا عنه قال

27عليه دين فقضاىن وزادين

“Saya datang kepada Nabi SAW. sedang ia berhutang kepadaku. Maka

ia bayar kepada saya serta ia tambah”. Hadits tersebut yang dipakai Dawam untuk menyatakan bahwa tidak

setiap tambahan dalam pengembalian pinjaman itu termasuk kategori riba apabila

dilakukan secara sukarela. Oleh karenanya apabila debitur datang ke bank dan ia

25 Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam, bandung: CV.Diponegoro, 1999, hlm.

198 26 Quraisy Shihab, Membumikan al-Qur’an, op.cit., hlm. 267 27 Muhammad bin Ali al-Syawkaniy, Nail al-Author, Jilid V, Beirut: Dar al- Kutub al-

Ilmiyyah, t.th, hlm.246

Page 16: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

71

sudah sepakat dengan sistem, sifat dan cara pembayaran bunga tersebut, maka

bunga ini tidak lagi bisa disebut riba.28

Namun berkenaan dengan hadits yang dijadikan dasar pijakan Dawam di

atas itu, menurut M. Thalib kasus Nabi SAW ini tidak bisa dijadikan pegangan

dibolehkannya sistem bunga pinjaman. Kalau toh kita ingin memberikan

pelunasan hutang melebihi dari hutangnya itu hanya bersifat sukarela. Kasus

melebihkan pelunasan hutang tidak bisa dijadikan dasar dibolehkannya sistem

bunga. Karena perintah melebihkan tersebut hanya bersifat sukarela sedangkan

pemberian bunga -sebagaimana dilakukan oleh bank- merupakan syarat mutlak.29

Dalam membahas riba dan bunga bank Dawam juga melihat kenyataan

empiris yang ada dalam masyarakat. Yaitu praktek riba liar (mindering, rentenir

dan ijon) tanpa dibingkai undang-undang dengan praktek perbankan yang

tentunya dibingkai oleh undang-undang. Dimana prosentase tambahan (riba)

yang dipungut oleh bank relatif kecil daripada yang diminta oleh praktek riba liar

atau informal diluar lembaga perbankan.. Hal ini didasarkan pada kenyataan

empiris yang terjadi di masyarakat. Riba yang di pungut oleh bank relatif kecil

yaitu kira-kira 2 % perbulan sedangkan pada sistem ijon atau maklun, mindering

ribanya lebih besar berkisar antara 30 sampai 60 persen perbulan.30 Bagi Dawam

praktek ijon, mindering dan rentenir inilah yang disebut sebagai riba ad’afan

muda’afan yang dilarang oleh Islam.

28 M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, op.cit., hlm. 422 29 M. Thalib, Pedoman Wiraswasta dan Manajemen Islamy, Solo : Pustaka Mantiq, 1992,

hlm. 145 30 M. Dawam Rahardjo, Perspektif Deklarasi Makkah Menuju Ekonomi Islam, op.cit., hlm.

135

Page 17: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

72

Melihat kenyataan tersebut yakni antara tambahan praktek liar dan

lembaga bank, maka yang terakhir yaitu tambahan pada lembaga bank yang lebih

sedikit atau kecil prosentasenya terdapat maslahat bagi masyarakat untuk

perkembangan perekonomiannya.

Maslahat yang dibenarkan agana adalah maslahat untuk memelihara lima

masalah pokok yaitu : agama, jiwa, harta, akal, dan keturunan.31

Di antara kemaslahatan yang bertalian dengan harta ialah memelihara dan

menghindarkan harta dari pencurian, memperkembangkannya, menumbuhkan

dan memenuhi kepentingan umum dengan harta dan lain-lain.

M. Dawam Rahardjo sebagai ahli ekonom dalam menghalalkan bunga

bank tentunya pengaruh pemikiran para ekonom sebelumnya pun secara tidak

langsung mempengaruhi pemikirannya. Artinya dalam membolehkan bunga bank

Dawam Rahardjo mengikuti teori opportunity cost dan teori inflasi. Dimana

dalam teori opportunity cost ini dinyatakan bahwa dengan meminjamkan

uangnya, sebenarnya kreditor menahan diri untuk tidak menggunakan modalnya

untuk memenuhi keinginan sendiri, namun modal tersebut dipinjamkan kepada

debitor supaya debitor mempunyai kesempatan untuk memperoleh keuntungan

dari pinjaman tersebut, yang didasarkan pada lamanya peminjaman, sehingga

pemberi pinjaman dianggap berhak mengenakan harga sesuai dengan lamanya

waktu pinjaman.32

31 Ahmad Sukarja, Riba, Bunga Bank dan Kredit Perumahan, dalam Chuzaimah T , Yanggo

dan Hafiz Anshari (ed), Problematika Hukum Islam Kontemporer,Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995, hlm. 42

32 Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Yogyakarta: Ekonisia, 2003, hlm. 9

Page 18: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

73

Dari teori di atas ini dapat dipahami bahwa semakin lama waktu

peminjaman maka semakin besar pula kompensasi atau bunga yang diminta oleh

pemberi pinjaman.

Teori opportunity cost ini menurut Heri Sudarsono33 sedikitnya

mempunyai dua kelemahan. Pertama, waktu tidak bisa dijadikan dasar bagi

peminjam untuk mendapatkan keuntungan usahanya. Bisa saja dengan bekerja

keras dengan waktu yang telah ditentukan pengusaha akan mendapat keuntungan

yang diharapkan, akan tetapi keberadaan usaha selain dipengaruhi oleh kondisi

ekonomi juga kondisi non ekonomi.

Kedua, pengaruhnya waktu dalam suatu bidang usaha berbeda-beda,

untuk itu tidak bisa disamaratakan keuntungan-kerugian yang diperoleh dari

setiap usaha.

Sedangkan teori inflasi ini menganggap bahwa uang di masa datang

nilainya akan menurun. Oleh karenanya menurut paham ini, mengambil

tambahan dari uang yang dipinjamkan merupakan sesuatu yang logis sebagai

kompensasi penurunan nilai uang selama dipinjamkan.34

Argumentasi tersebut sangat tepat seandainya dalam dunia ekonomi yang

terjadi hanyalah inflasi saja tanpa ada deflasi atau stabilitas.

Meskipun bank memberi maslahat bagi manusia dalam berbisnis (untuk

kegiatan produktif bukan konsumtif), namun penetapan bunga di awal

menimbulkan kecemasan tersendiri dari pihak peminjam meskipun untuk

33 Ibid, hlm. 9-10 34 Ibid, hlm. 11

Page 19: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

74

kegiatan produktif, karena dalam berusaha, pasti akan ditemukan dua

kemungkinan yaitu untung dan rugi.

Terkait dengan permasalahan di atas, Ahmad Sukarja menyatakan bahwa

bunga bank termasuk riba khafi. Riba khafi dibolehkan apabila ada maslahat.

Sebagaiman kaidah usul fiqh “ma hurrima lisaddi al-dzari’ah ubiha lil hajjah

awi al-maslahat” [sesuatu yang diharamkan karena antisipasi dibolehkan karena

hajat dan kemaslahatan].35

Penulis sepakat dengan Ahmad Sukarja yang menyatakan bahwa orang

yang menyimpan uang di bank untuk lebih amannya uang, lalu mendapat

tambahan adalah halal karena maslahat. Peminjam yang mengembalikan

pinjaman dengan memberikan sekadarnya, juga halal karena maslahat, antara

lain untuk mengimbangi kemerosotan nilai uang yang makin lama makin

menurun. Dengan demikian orang yang meminjamkan tidak dirugikan sesuai

statemen dalam al-Qur’an “la tazlimuna wa la tuzlamuna”. Orang yang

meminjamkan akan dirugikan jika uang yang dipinjamkan sekian lama,

dikembalikan sejumlah itu pula, padahal nilai uang selalu menurun. Adanya

tambahan dalam hal seperti ini dibolehkan karena kemaslahatan. Kalau orang

atau lembaga bank yang meminjamkan tidak mau menerima tambahan, itu

merupakan sikap positif dan kebaikan tersendiri baginya. Kalau ia menerimanya,

ia bukan memakan riba yang diharamkan.

Bagi penulis riba atau bunga yang kecil atau besar prosentasenya (jaliy

dan khafi) adalah haram. Yang besar haram karena dzatnya dan yang kecil juga

35 Ahmad Sukarja, Riba……, opcit, hlm. 42

Page 20: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

75

haram karena untuk mencegah atau menutup terjadinya riba yang besar.

Sebagaimana pendapat Ibnu Qayyim:36

“Riba terbagi dua macam : jaliy dan khafi. Riba jaliy diharamkan karena adanya

kemudharatan yang besar. Riba khafi diharamkan karena akan membawa kepada riba

jaliy. Diharamkan riba jaliy karena asal, diharamkan riba khafi karena menjadi wasilah

[perantara]”.

Usaha-usaha kongkret kearah pembebasan umat dari jebakan riba plus

dosa karena memakan uang haram belum optimal sehingga sebagian ulama’

membolehkan berhubungan dengan bank konvensional dengan alasan darurat.

Meskipun demikian, pembolehan yang yang dikemukakan ulama’ itu bukan

menjadi garansi seseorang terbebas dari dosa melainkan bersifat khiyar, boleh

bermuamalat atau bermitra dengan bank konvensional tatapi tidak boleh

mengharapkan bunga sebagai prioritas.

Relevansi pandangan Dawam Rahardjo tersebut dengan konteks sekarang

bisa dilihat dan dirasakan hasilnya sekarang. Misalnya, pertama, sudah adanya

kesadaran masyarakat Islam Indonesia yang sudah mulai menerima kehadiran

institusi perbankan, baik terhadap bank konvensional yang menerapkan sistem

bunga dan bank Islam (bagi hasil). Mereka menggunakan institusi perbankan

sebagai mitra kerja dalam mengembangkan dan memajukan usaha

perekonomiannya. Seperti sekarang banyaknya pemberian kredit dari pemerintah

melalui BRI, BPR dan koperasi kepada masyarakat lapisan bawah dengan

programnya memberdayakan usaha kecil dan menengah (UKM). Sehingga segala

36 Ibn Qoyyim, I’lam al-Muwaqqi’in, Beirut : Dar al-kutub al-ilmiyyah, Juz I,tth, hlm. 103

Page 21: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

76

bentuk tindakan dari para rentenir yang merapuhkan sendi perekonomian bisa

diminimalisir.

Kedua, adanya kesadaran dari sebagian besar ulama’ dan kaum cendekia

dalam melihat secara obyektif terhadap permasalahan tersebut. Hal ini dapat

dirasakan meskipun mereka berbeda pendapat tentang eksistensi perbankan baik

bank konvensional maupun bank Islam atau Syari’ah yang dalam operasionalnya

menggunakan sistem bunga maupun bagi hasil. Khususnya, bunga bank yang

sempat dijadikan perdebatan oleh para ulama’ dan menghabiskan waktu yang

lama dan belum ada titik temu atau kesepakatan para ulama’ tentang status

hukumnya. Sekarang kontroversi tersebut memudar, mereka memahami dan

menghargai setiap pendapat masing-masing ulama’. Dengan sikap seperti ini

akan membawa pada iklim yang sehat dalam praktek perbankan.

Ketiga, lahirnya Undang-undang perbankan No. 10 tahun 1998 sebagai

hasil revisi dari UU perbankan No. 7 tahun 1992. Dalam undang-undang tersebut

memberikan aturan main tentang operasionalisasi perbankan nasional, khususnya

memberikan hukum terhadap eksistensi bank syari’ah agar maju bersama-sama

dengan bank konvensional.

Terkait dengan bank syari’ah maupun bank konvensoinal, Fazlur Rahman

sebagimana dikutip oleh Taufiq Adnan menyatakan bahwa suatu sistem ekonomi

dapat disusun dengan menghapus bunga bank kalau masyarakat sudah

terkontruksi oleh pola Islam, tetapi kalau masyarakat belum terkontruksi

berdasarkan pola Islam, maka akan merupakan langkah yang bunuh diri bagi

kesejahteraan ekonomi masyarakat dan sistem finansial negara. Hal ini juga

Page 22: BAB IV - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/11/jtptiain-gdl-s1... · Islam mengenai bunga bank. Pertama, paradigma tekstual yang memahami bunga bank

77

bertentangan dengan spirit dan tujuan al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad

SAW.37

Bagaimanapun sistem bunga dalam perbankan harus dihilangkan sebab

dengan sistem tersebut banyak unsur negatifnya daripada unsur positifnya.

Namun untuk menghilangkan sistem bunga tersebut dibutuhkan waktu yang lama

dan perlu dukungan dari semua pihak khususnya umat Islam sendiri dan umara’

pada umumnya.

37 Taufiq Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas, Bandung: Mizan, 1989, hlm. 94