BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KOMISI …erepo.unud.ac.id/9867/3/0cb540c37e61df8d6a820b4e5a… ·...
Transcript of BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KOMISI …erepo.unud.ac.id/9867/3/0cb540c37e61df8d6a820b4e5a… ·...
30
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI
(KPK) SEBAGAI LEMBAGA NEGARA DALAM KETATANEGARAAN
INDONESIA
2.1 Istilah dan Pengertian Lembaga Negara
Lembaga Negara bukanlah konsep yang secara terminologis memiliki
istilah tunggal dan seragam. Di dalam kepustakaan Inggris, untuk menyebut
lembaga Negara digunakan istilah political institution, sedangkan dalam
terminology Bahasa Belanda terdapat istilah staat organen. Sementara itu,
bahasa Indonesia menggunakan lembaga Negara, badan Negara, atau organ
Negara.28
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),kata “lembaga ”
diartikan sebagai (1) asal mula (yang menjadi sesuatu) ; bakal (binatang,
manusia, dan tumbuhan); (2) bentuk (rupa, wujud) yang asli; (3) acuan; ikatan;
(tentang mata cincin dsb); (4) badan (organisasi) yang tujuannya melakukan
sesuatu penyelidikan keilmuan atau melakukan suatu usaha; dan (5) pola
prilaku manusia yang mapan, terdiri atas interaksi sosial berstruktur di suatu
kerangka nilai yang relevan. Kamus tersebut juga memberi contoh frasa
menggunakan kata lembaga, yaitu lembaga pemerintahan yang diartikan
badan-badan pemerintahan dalam lingkungan eksekutif. Jika kata
pemerintahan diganti dengan kata Negara, diartikan badan-badan Negara di
28
Sri Soemantri, 2004, Eksistensi System Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD
1945, Makalah Proseeding diskusi Publik, komisi Revormasi hokum Nasional (KRHN), Jakarta
31
semua lingkungan pemerintahan Negara (khususnya di lingkungan eksekutif,
yudikatif, legislatife).
Secara definitif, alat-alat kelengkapan suatu Negara atau yang lazim
disebut sebagai lembaga Negara adalah institusi-institusi yang dibentuk guna
melaksanakan fungsi-fungsi Negara.29
Berdasarkan teori-teori klasik mengenai
Negara setidaknya terdapat beberapa fungsi Negara yang paling penting
seperti fungsi membuat kebijakan peraturan perundang-undangan (fungsi
legislatif), fungsi melaksanakan peraturan atau penyelenggaraan pemerintahan
(fungsi eksekutif), dan fungsi mengadili (fungsi yudikatif).
Lembaga Negara adalah organ Negara yang menjalankan fungsi
Negara untuk mewujudkan tujuan Negara.30
Lembaga Negara dapat dibedakan
berdasarkan:31
1. Fungsi yang dimilikinya,
2. Kedududkan, atau
3. Peraturan yang menjadi dasar pemebentukannya.
Menurut George Jellinek, lembaga Negara berdasarkan kedudukan
dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:32
1. Lembaga Negara langsung (unmittenbare organ), yaitu lembaga Negara
yang menentukan ada atau tidak adanya Negara.
29
Moh. Kusnardi dan Bintang Saragih, 2000, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Gaya Media
Pratama, Jakarta. 30
H. Ahmad roestandi, SH, 2006, Mahkamah Konstitusi dalam Tanya Jawab, Sekretariat
Jenderal dan kepaniteraan mahkamah Konstitusi, Jakarta, h. 53. 31
ibid, h. 107. 32
Ibid.
32
2. Lembaga Negara yang tidak langsung (mittenbare organ), yaitu lembaga
Negara yang bergantung pada lembaga negara yang langsung.
Selain itu penggolongan lain berdasarkan kedudukannya dibedakan
menjadi:
1. Lembaga Negara utama atau lembaga Negara primer (main state’s
organ/primary constitutional organ), yaitu lembaga Negara yang dibentuk
untuk menjalankan salah satu cabang kekuasaan Negara (legislative,
eksekutif, yudikatif).
2. Lembaga Negara penunjang atau lembaga Negara pendukung (auxiliary
organs), yaitu lembaga Negara yang dibentuk untuk memperkuat lembaga
Negara utama dalam menjalankan kekuasaannya.
Khusus di Indonesia , lembaga Negara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang membentuknya dapat dibedakan menjadi33
:
1. Lembaga Negara yang dibentuk/disebut/atau diberi wewenang oleh UUD
NRI Tahun 1945.
2. Lembaga Negara yang dibentuk/disebut/atau diberi wewenang oleh
undang-undang, seperti KPK.
3. Lembaga Negara yang dibentuk/disebut/atau diberi wewenang oleh
Keputusan Presiden.
Sebagaimana dikutip oleh Alder, menurut Jennings terdapat beberapa
alasan yang melatarbelakangi dibentuknya lembaga negara pembantu, alasan-
alasan tersebut yakni:34
33
Firmansyah Arifin et.Al, Lembaga Negara Dan Sengketa Kewenangan Antar Lembaga
Negara. Konsorsium reformasi hokum Nasional (KRHN), Jakarta, h. 66.67.
33
1. The need to provide cultural or personal service supposedly free from the
risk of political interference.
2. The desirability of non-political regulation of markets.
3. The regulation of independent professions such as medicine and the law.
4. The provision of technical service
5. The creations of informal judicial machinery for setting disputes
Selain itu, menurut Alder berdasarkan kedudukan hukumnya lembaga
tersebut dapat dibagi kedalam 5 (lima) klasifikasi, yakni:35
1. Most are statutory and have separate legal identity. Their powers and
duties depend entirely on the particular statute.
2. Some are created by administrative actions.
3. Some are created by contract agreement within an organisation.
4. Some are entirely voluantary creations whose members have non special
legal status and who depend upon either consent or back government.
5. Some are ordinary companies in which the government has acquired
substantial shareholdings.
Dengan demikian KPK dapat dikatakan sebagai lembaga Negara
pembantu (auxiliary organs). Secara konseptual, tujuan diadakannya lembaga
Negara atau alat-alat kelengkapan Negara adalah selain untuk menjalankan
fungsi Negara, juga untuk menjalankan fungsi pemerintahan secara aktual.
Dengan kata lain, lembaga-lembaga itu harus membentuk suatu kesatuan
34
John Alder, Constitutions and Administrative Law, (London: The Macmillan Press
LTD, 1989), h. 225 35
Gerry Stoker, The Politic of Local Government, (London: The Mac. Millian Press,
1991), h. 63.
34
proses yang satu sama lain saling berhubungan dalam rangka penyelenggaraan
fungsi Negara atau istilah yang digunakan Sri Soemantri adalah actual
governmental process.36
Meskipun dalam prakteknya tipe lembaga-lembaga
Negara yang adopsi setiap Negara bisa berbeda, secara konsep lembaga-
lembaga tersebut harus bekerja dan memiliki relasi sedemikian rupa sehingga
membentuk suatu kesatuan untuk merealisasikan secara praktis fungsi Negara
dan secara ideologis mewujudkan tujuan Negara jangka panjang.
2.2 Sejarah KPK
Penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi yang
dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami hambatan.
Untuk itu diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui
pembentukan badan khusus yang mempunyai kewenangan luas, independen
serta bebas dari kekuasaan manapun dalam upaya pemberantasan tindak
pidana korupsi, yang pelaksanaanya dilakukan secara optimal, intensif, efektif,
professional serta berkesinambungan. Dalam rangka mewujudkan supremasi
hukum, pemerintah telah meletakkan landasan kebijakan yang kuat dalam
usaha menerangi tindak pidana korupsi.
Gagasan pembentukan KPK sebenarnya diawali oleh TAP MPR No.
11 Tahun 1998 tentang Pemerintahan yang Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN). Menindaklanjuti amanat itu, DPR dan pemerintah
kemudian membuat UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
36
Sri Soemantri, 2004, Eksistensi System Kelembagaan Negara Pasca Amandemen UUD
1945, Makalah Proseeding diskusi Publik, komisi Revormasi hokum Nasional (KRHN), Jakarta.
35
Ketika pembahasan UU itulah, muncul gagasan dari beberapa orang Fraksi
PPP seperti Zein Badjeber, Ali Marwan Hanan dkk. Mereka mengusulkan
untuk menambah bab tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.”Yang saya
ingat usulan itu bukan ketikan komputer, tetapi manual,” kenang Ketua KPK
Taufiequrachman Ruki. Mereka ingin agar ini dijadikan bab tersendiri,
merupakan bagian dari RUU tersebut.
Tapi usulan itu ditolak Fraksi ABRI. “Argumentasinya, adalah tidak
logis menambah bab dalam RUU. Kalau penambahan satu pasal atau ayat
biasa. Kedua, dilihat dari usulannya, penambahan bab ini belum dikaji secara
yuridis maupun semantik,” tutur Ruki yang ketika itu adalah juru bicara Fraksi
ABRI. Menurut Ruki, untuk membangun sebuah lembaga atau komisi yang
diberikewenangan sebesar itu, tidak bisa dirancang dengan pemikiran sesaat.
Harus dilakukan pengkajian yang betul dengan segala aspeknya. Karena itu,
Fraksi ABRI terpaksa menolak penambahan satu bab ini. Tapi soal
pembentukan KPK,mereka setuju.Karena itu, kemudian disepakati amanat
pembentukan KPK akan dimuat dalam aturan peralihan UU No. 31 tahun
1999. Akhirnya, aturan peralihan UU No. 31 tahun 1999 mengamanatkan agar
paling lambat 2 tahun setelah UU itu disahkan, KPK sudah dibentuk.
Menurut kesaksian Zain Badjeber, konsep dari Fraksi PPP
menginginkan agar seluruh penanganan perkara korupsi dialihkan ke KPK,
namun fraksi lain tidak setuju. "Agar barang itu (KPK) cepat jadi, akhirnya
36
PPP mengalah, sehingga kepolisian dan kejaksaan juga berwenang menangani
korupsi", katanya.37
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri resmi dibentuk pada
Desember 2003 berdasarkan UU No.30 tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa KPK dibentuk
karena lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi
belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana
korupsi.
KPK adalah suatu komisi organik, yaitu komisi yang lahir dari
Undang-Undang yakni selanjutnya disebut UU KPK. Pengertian KPK yang
termaktub dalam Pasal 3 UU KPK berbunyi :
“Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari
pengaruh kekuasaan manapun.”
Sebagaimana diatur dalam Pasal 19 UU KPK, Komisi Pemberantasan
Korupsi berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia dan wilayah
kerjanya meliputi seluruh wilayah Negara Indonesia dan Komisi
Pemberantasan Korupsi dapat membentuk perwakilan di daerah Provinsi.
37 Pradirwan, 2014, “Sejarah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)”, available from :
URL : http://www.pradirwan.tk/2014/07/sejarah-komisi-pemberantasan-korupsi-kpk.html, diakses
tahun 2014.
37
KPK dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil
guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi meningkatkan daya
guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi;
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan
tindak pidana korupsi;
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak
pidana korupsi;
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, sebagaimana diatur
dalam Pasal 5 UU KPK, KPK berasaskan pada:
a. kepastian hukum;
b. keterbukaan;
c. akuntabilitas;
d. kepentingan umum; dan
e. proporsionalitas.
38
Adapun visi dan misi KPK adalah sebagai berikut:
Visi
Mewujudkan Lembaga yang Mampu Mewujudkan Indonesia yang Bebas dari
Korupsi
Misi
Pendobrak dan Pendorong Indonesia yang Bebas dari Korupsi Menjadi
Pemimpin dan Penggerak Perubahan untuk Mewujudkan Indonesia yang
Bebas dari Korupsi
Regulasi KPK
Pengaturan mengenai dasar hokum dan kewenangan KPK sebagai
Lembaga Negara dapat dilihat pada beberapa peraturan Perundang-Undangan
berikut ini:38
Dasar hukum KPK
1. UU RI No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
2. Kepres RI No. 73 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Panitia Seleksi
Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
3. PP RI No. 19 Tahun 2000 Tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi
38 Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, 2015, “Komisi Pemberantasan
Korupsi Republik Indonesia”, available from : URL :
https://id.wikipedia.org/wiki/Komisi_Pemberantasan_Korupsi_Republik_Indonesia, diakses
tanggal 21 Mei 2015.
39
Undang-Undang
1. UU RI No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang
Bersih dan Bebas Dari KKN
2. UU RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
3. UU RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
4. UU RI No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun
2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Peraturan Pemerintah
1. PP RI No. 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta
Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
2. PP RI No. 109 Tahun 109 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Sampai dengan saat ini, tercatat ada 5 orang yang telah memimpin KPK.
Mereka adalah :39
No Nama Mulai
Jabatan
Akhir
Jabatan
1 Taufiequrachman Ruki 2003 2007
2 Antasari Azhar 2007 2009
3 Tumpak Hatorangan
Panggabean (Pelaksana
Tugas)
2009 2010
4 Busyro Muqoddas 2010 2011
5 Abraham Samad 2011 2015
39
Ibid.
40
2.3 Struktur KPK
Struktur organisasi KPK ditentukan sebagaimana diatur dalam Pasal
21 sampai dengan Pasal 28 UU KPK, sebagai berikut:40
Pasal 21
(1) Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
terdiri atas
a. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari 5 (lima)
Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi;
b. Tim Penasihat yang terdiri dari 4 (empat) Anggota; dan
c. Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pelaksana tugas.
(2) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a disusun sebagai berikut:
a. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi merangkap Anggota; dan
b. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas 4 (empat)
orang, masing-masing jika merangkap Anggota.
(3) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a adalah pejabat negara.
(4) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a adalah penyidik dan penuntut umum.
40
Ermansjah Djaja, 2009, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Cet. II, Sinar Grafika,
Jakarta,h.197.
41
(5) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) bekerja secara kolektif.
(6) Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a adalah penanggung jawab tertinggi Komisi Pemberantasan
Korupsi.
Pasal 22
(1) Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengangkat Tim Penasihat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b yang diajukan oleh
panitia seleksi pemilihan.
(2) Panitia seleksi pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk
oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
(3) Panitia seleksi pemilihan mengumumkan penerimaan calon dan melakukan
kegiatan mengumpulkan calon anggota berdasarkan keinginan dan masukan
dari masyarakat.
(4) Calon anggota Tim Penasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diumumkan terlebih dahulu kepada masyarakat untuk mendapat tanggapan
sebelum ditunjuk dan diangkat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
berdasarkan calon yang diusulkan oleh panitia seleksi pemilihan.
42
(5) Setelah mendapat tanggapan dari masyarakat, panitia seleksi pemilihan
mengajukan 8 (delapan) calon anggota Tim Penasihat kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi untuk dipilih 4 (empat) orang anggota.
(6) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4),
dan ayat (5) dilakukan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal
panitia seleksi pemilihan dibentuk.
Pasal 23
Tim Penasihat berfungsi memberikan nasihat dan pertimbangan sesuai dengan
kepakarannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pelaksanaan tugas
dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasal 24
(1) Anggota Tim Penasihat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 adalah
warga negara Indonesia yang karena kepakarannya diangkat oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi.
(2) Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (1) huruf c adalah warga negara Indonesia yang karena
keahliannya diangkat sebagai pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
(3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan pegawai Komisi
Pemberantasan Korupsi diatur lebih lanjut dengan Keputusan Komisi
Pemberantasan Korupsi.
43
Pasal 25
(1) Komisi Pemberantasan Korupsi:
a. menetapkan kebijakan dan tata kerja organisasi mengenai pelaksanaan
tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi;
b. mengangkat dan memberhentikan Kepala Bidang, Kepala Sekretariat,
Kepala Subbidang, dan pegawai yang bertugas pada Komisi
Pemberantasan Korupsi;
c. menentukan kriteria penanganan tindak pidana korupsi.
(2) Ketentuan mengenai prosedur tata kerja Komisi Pemberantasan Korupsi
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasal 26
(1) Susunan Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi dan 4 (empat) orang Wakil Ketua Komisi
Pemberantasan Korupsi.
(2) Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
membawahkan 4 (empat) bidang yang terdiri atas:
a. Bidang Pencegahan;
b. Bidang Penindakan;
c. Bidang Informasi dan Data; dan
d. Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.
44
(3) Bidang Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
membawahkan:
a. Subbidang Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara;
b. Subbidang Gratifikasi;
c. Subbidang Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat; dan
d. Subbidang Penelitian dan Pengembangan.
(4) Bidang penindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
membawahkan:
a. Subbidang Penyelidikan;
b. Subbidang Penyidikan; dan
c. Subbidang Penuntutan.
(5) Bidang Informasi dan Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
membawahkan:
a. Subbidang Pengolahan Informasi dan Data;
b. Subbidang Pembinaan Jaringan Kerja Antarkomisi dan Instansi
c. Subbidang Monitor.
(6) Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf d membawahkan:
a. Subbidang Pengawasan Internal;
b. Subbidang Pengaduan Masyarakat.
45
(7) Subbidang Penyelidikan, Subbidang Penyidikan, dan Subbidang
Penuntutan, masing-masing membawahkan beberapa Satuan Tugas sesuai
dengan kebutuhan subbidangnya.
(8) Ketentuan mengenai tugas Bidang-bidang dan masing-masing Subbidang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6),
dan ayat (7) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Komisi Pemberantasan
Korupsi.
Pasal 27
(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Komisi Pemberantasan
Korupsi dibantu oleh Sekretariat Jenderal yang dipimpin oleh seorang
Sekretaris Jenderal.
(2) Sekretaris Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden Republik Indonesia.
(3) Dalam menjalankan tugasnya Sekretaris Jenderal bertanggungjawab kepada
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
(4) Ketentuan mengenai tugas dan fungsi Sekretariat Jenderal ditetapkan lebih
lanjut dengan Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasal 28
Komisi Pemberantasan Korupsi dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain
dalam rangka pengembangan dan pembinaan organisasi Komisi Pemberantasan
Korupsi.
46
Berdasarkan Lampiran Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan
Korupsi No. PER-08/XII/2008 tanggal 30 Desember 2008 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja KPK.41
Adapun penjelasan mengenai keputusan
tersebut dapat dijelaskan melalui bagan berikut ini:
41
KPK, 2015, “Struktur KPK ”, available from : URL : http/www.kpk.go.id/id/tentang-
kpk/struktur-organisasi, diakses tahun 2015.
47
Berdasarkan bagan diatas dapat dijelaskan deputi masing-masing
bagian sebagai berikut:
a) Deputi Pencegahan
Deputi Bidang Pencegahan mempunyai tugas menyiapkan
rumusan kebijakan dan melaksanakan kebijakan di Bidang Pencegahan
Tindak Pidana Korupsi.
Deputi Bidang Pencegahan menyelenggarakan fungsi:42
a. Perumusan kebijakan untuk sub bidang Pendaftaran dan
Penyelidikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaran Negara (PP
LHKPN), Gratifikasi, Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat serta
Penelitian dan Pengembangan;
b. Pelaksanaan pencegahan korupsi melalui pendataan, pendaftaran dan
pemeriksaan LHKPN;
c. Pelaksanaan pencegahan korupsi melalui penerimaan pelaporan dan
penanganan gratifikasi yang diterima oleh Pegawai Negeri atau
Penyelenggara Negara
d. Pelaksanaan pencegahan korupsi melalui pendidikan anti korupsi,
sosialisasi pemberantasan tindak pidana korupsi dan kampanye
antikorupsi;
e. Pelaksanaan pencegahan korupsi melalui penelitian, pengkajian dan
pengembangan pemberantasan korupsi;
42
KPK, 2015, “Deputi Pencegahan ”, available from : URL
:http/www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/struktur-organisasi/deputi-pencegahan, diakses tahun 2015
48
f. Koordinasi dan supervisi pencegahan tindak pidana korupsi kepada
instansi terkait dan instansi yang dalam melaksanakan pelayanan
publik;
g. Pelaksanaan kegiatan kesekretariatan dan pembinaan sumberdaya di
lingkungan Deputi Bidang Pencegahan.
h. Koordinasi, sinkronisasi, pemantauan, evaluasi dan pelaksanaan
hubungan kerja pada sub bidang Pendaftaran dan Penyelidikan
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaran Negara (PP LHKPN),
Gratifikasi, Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat serta Penelitian
dan Pengembangan;
i. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Pimpinan sesuai dengan
bidangnya.
Deputi Bidang Pencegahan dipimpin oleh Deputi Bidang Pencegahan
dan bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Pimpinan
KPK;
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya Deputi Bidang Pencegahan
dapat membentuk Kelompok Kerja yang keanggotaannya berasal dari
satu Direktorat atau lintas Direktorat pada Deputi Bidang Pencegahan
yang ditetapkan dengan Keputusan Deputi Bidang Pencegahan.
Deputi Bidang Pencegahan membawahkan:43
1) Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan
Penyelenggara Negara (PP LHKPN);
43
Ibid.
49
2) Direktorat Gratifikasi;
3) Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat;
4) Direktorat Penelitian dan Pengembangan;
5) Sekretariat Deputi Bidang Pencegahan.
b) Deputi Penindakan
Deputi Bidang Penindakan mempunyai tugas menyiapkan rumusan
kebijakan dan melaksanakan kebijakan di Bidang Penindakan Tindak
Pidana Korupsi.
Deputi Bidang Penindakan menyelenggarakan fungsi :44
a. Perumusan kebijakan untuk sub bidang Penyelidikan, Penyidikan
dan Penuntutan serta Koordinasi dan Supervisi penanganan perkara
TPK oleh penegak hukum lain;
b. Pelaksanaan penyelidikan dugaan TPK dan bekerjasama dalam
kegiatan penyelidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum
lain;
c. Pelaksanaan penyidikan perkara TPK dan bekerjasama dalam
kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum lain;
d. Pelaksanaan penuntutan, pengajuan upaya hukum, pelaksanaan
penetapan hakim & putusan pengadilan, pelaksanaan tindakan
hukum lainnya dalam penanganan perkara TPK sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
44
KPK, 2015, “Deputi Penindakan ”, available from : URL :
http/www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/struktur-organisasi/deputi-penindakan, diakses tahun 2015
50
e. Pelaksanaan kegiatan koordinasi dan supervisi terhadap aparat
penegak hukum lain yang melaksanakan kegiatan penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan perkara TPK;
f. Pelaksanaan kegiatan kesekretariatan, pembinaan sumberdaya dan
dukungan operasional di lingkungan Deputi Bidang Penindakan;
g. Koordinasi, sinkronisasi, pemantauan, evaluasi dan pelaksanaan
hubungan kerja pada bidang Penyelidikan, Penyidikan dan
Penuntutan serta Koordinasi dan Supervisi penanganan perkara TPK
oleh penegak hukum lain; dan
h. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Pimpinan sesuai dengan
bidangnya.
Deputi Bidang Penindakan dipimpin oleh Deputi Bidang Penindakan
dan bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Pimpinan
KPK.
Deputi Bidang Penindakan membawahkan:45
1) Direktorat Penyelidikan;
2) Direktorat Penyidikan;
3) Direktorat Penuntutan;
4) Unit Kerja Koordinasi dan Supervisi; dan
5) Sekretariat Deputi Bidang Penindakan.
45
Ibid.
51
c) Deputi Informasi dan Data
Deputi Bidang Informasi dan Data mempunyai tugas menyiapkan
rumusan kebijakan dan melaksanakan kebijakan pada Bidang Informasi
dan Data.
Deputi Bidang Informasi dan Data menyelenggarakan fungsi:46
a. Perumusan kebijakan pada sub bidang Pengolahan Informasi dan
Data, Pembinaan Jaringan Kerja antar Komisi dan Instansi dan
Monitor;
b. Pemberian dukungan sistem, teknologi informasi dan komunikasi di
lingkungan KPK;
c. Pelaksanaan pembinaan jaringan kerja antar komisi dan instansi
dalam pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK;
d. Pengumpulan dan analisis informasi untuk kepentingan
pemberantasan tindak pidana korupsi, kepentingan manajerial
maupun dalam rangka deteksi kemungkinan adanya indikasi tindak
pidana korupsi dan kerawanan korupsi serta potensi masalah
penyebab korupsi;
e. Pelaksanaan kegiatan kesekretariatan dan pembinaan sumberdaya di
lingkungan Deputi Bidang Informasi dan Data;
f. Koordinasi, sinkronisasi, pemantauan, evaluasi dan pelaksanaan
hubungan kerja pada bidang Pengolahan Informasi dan Data,
46
KPK, 2015, “Deputi Informasi dan Data ”, available from URL:
http/www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/struktur-organisasi/deputi-informasi-dan-data, diakses tahun
2015
52
Pembinaan Jaringan Kerja antar Komisi dan Instansi dan Monitor;
dan
g. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Pimpinan sesuai dengan
bidangnya.
Deputi Bidang Informasi dan Data dipimpin oleh Deputi Informasi
dan Data serta bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada
Pimpinan KPK;
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya Deputi Bidang Informasi
dan Data dapat membentuk Kelompok Kerja yang keanggotaannya
berasal dari satu Direktorat atau lintas Direktorat pada Deputi
Bidang Informasi dan Data yang ditetapkan dengan Keputusan
Deputi Bidang Informasi dan Data;
Deputi Bidang Informasi dan Data membawahkan:47
1) Direktorat Pengolahan Informasi dan Data;
2) Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi;
3) Direktorat Monitor; dan
4) Sekretariat Deputi Bidang Informasi dan Data;
d) Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat
Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan
Masyarakat mempunyai tugas menyiapkan kebijakan dan
47
Ibid.
53
melaksanakan kebijakan di bidang Pengawasan Internal dan
Pengaduan Masyarakat.
Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan
Masyarakat menyelenggarakan fungsi :48
a) Perumusan kebijakan pada sub bidang Pengawasan Internal dan
Pengaduan Masyarakat;
b) Pelaksanaan pengawasan internal terhadap pelaksanaan tugas dan
fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang ditetapkan
Pimpinan;
c) Penerimaan dan penanganan laporan / pengaduan dari masyarakat
tentang dugaan tindak pidana korupsi yang disampaikan kepada
KPK, baik secara langsung maupun tidak langsung;
d) Pelaksanaan kegiatan kesekretariatan dan pembinaan sumberdaya
di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan
Masyarakat;
e) Koordinasi, sinkronisasi, pemantauan, evaluasi dan pelaksanaan
hubungan kerja pada bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan
Masyarakat; dan
f) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Pimpinan sesuai
dengan bidangnya.
48
KPK, 2015, “Deputi Pengawasan internal dan Masyarakat ”, available from : URL :
http/www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/struktur-organisasi/deputi-pengawasan-internal-dan-
masyarakat, diakses Tahun 2015.
54
Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan
Masyarakat dipimpin oleh Deputi Bidang Pengawasan Internal dan
Pengaduan Masyarakat dan bertanggungjawab atas pelaksanaan
tugasnya kepada Pimpinan KPK.
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya Deputi Bidang
Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat dapat membentuk
Kelompok Kerja yang keanggotaannya berasal dari satu Direktorat
atau lintas Direktorat pada Deputi Bidang Pengawasan Internal dan
Pengaduan Masyarakat yang ditetapkan dengan Keputusan Deputi
Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.
Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat
membawahkan:49
1) Direktorat Pengawasan Internal;
2) Direktorat Pengaduan Masyarakat; dan
3) Sekretariat Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan
Masyarakat.
5. Sekretariat Jenderal
Sekretariat Jenderal mempunyai tugas menyiapkan kebijakan
dan pelaksanaan kebijakan administrasi, sumber daya, pelayanan
umum, keamanan dan kenyamanan, hubungan masyarakat dan
pembelaan hukum kepada segenap unit organisasi KPK
Sekretariat Jenderal menyelenggarakan fungsi:50
49
Ibid.
55
a) Perumusan kebijakan pada sub bidang administrasi, sumber daya,
pelayanan umum, keamanan dan kenyamanan, hubungan masyarakat
dan pembelaan hukum kepada segenap unit organisasi KPK;
b) Pelaksanaan perencanaan jangka menengah dan pendek, pembinaan
dan pengelolaan perbendaharaan, pengelolaan dana hibah/ donor serta
penyusunan laporan keuangan dan kinerja KPK;
c) Pelaksanaan pemberian dukungan logistik, urusan internal,
pengelolaan aset, pengadaan, pelelangan barang sitaan/ rampasan,
serta pengelolaan dan pengamanan gedung bagi pelaksanaan tugas
KPK;
d) Pelaksanaan pengelolaan sumber daya manusia melalui
pengorganisasian fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia
yang berbasis kompetensi dan kinerja;
e) Pelaksanaan perancangan peraturan, litigasi, pemberian pendapat dan
informasi hukum dan bantuan hukum;
f) Pelaksanaan pembinaan hubungan dengan masyarakat,
pengkomunikasian kebijakan dan hasil pelaksanaan pemberantasan
korupsi kepada masyarakat, penyelenggaraan keprotokoleran KPK
serta pembinaan ketatausahaan KPK;
g) Koordinasi, sinkronisasi, pemantauan, evaluasi dan pelaksanaan
hubungan kerja pada bidang Sekretariat Jenderal; dan
50
KPK, 2015, “Sekretariat Jendral ”, available from : URL
:http/www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/struktur-organisasi/secretariat-jendral, diakses tahun 2015
56
h) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Pimpinan sesuai dengan
bidangnya.
Sekretariat Jenderal dipimpin oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) dan
bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Pimpinan KPK;
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya Sekretariat Jenderal dapat
membentuk Kelompok Kerja yang keanggotaannya berasal dari satu
Biro atau lintas Biro yang ditetapkan dengan Keputusan Sekretaris
Jenderal;
Sekretariat Jenderal membawahkan:51
1. Biro Perencanaan dan Keuangan;
2. Biro Umum;
3. Biro Sumber Daya Manusia;
4. Biro Hukum;
5. Biro Hubungan Masyarakat; dan
6. Sekretariat Pimpinan
2.4 Badan-Badan Lain Yang Berwenang Melakukan Penyelidikan,
Penyidikan, Dan Penuntutan dalam Peraturan Perundang-undangan
Indonesia
Telah banyak upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum untuk
untuk mengedepankan hukum sebagai landasan dalam melakukan
51
Ibid.
57
pemberantasan tindak pidana korupsi, tetapi upaya tersebut belum terlihat
hasilnya dan belum memuaskan masyarakat dan hampir tidak menimbulkan
efek jera bagi pelaku kejahatan korupsi merajalela dan hampir merata di
seluruh sektor pembangunan.
Semakin menjalarnya praktek tindak pidana korupsi disebabkan karena
pada masa orde baru sejak tahun 1965 sampai dengan 1997, bahwa aparat
penegak hukum yang melaksanakan tugas memberantas kejahatan korupsi
oleh jaksa, sehingga pemberantasan kasus-kasus kejahatan korupsi tidak
optimal.”52
Dalam Peratuan Perundang-undangan yang ada, terdapat beberapa
institusi yang memiliki kewenangan dan kapasitas masing-masing dalam hal
pemberantasan tindak pidana korupsi. Adapun institusi tersebut dapat
digolongkan menjadi 3 (tiga) berdasarkan Undang-Undang, antara lain :
1. Kepolisian (Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002)
2. Kejaksaan (Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004)
3. Komisi Pemberantasan Korupsi (Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002)
Adapun komisi/ lembaga yang juga memiliki wewenang dalam halnya
melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi yaitu “ Tim
Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tim Tastipikor) sesuai
dengan keputusan Presiden Republik Indonesia (Kepres) No. 11 Tahun 2005
tanggal 2 Mei 2005.” 53
52
Evi Hertanti, 2009, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, h. 23. 53
Lilik Mulyadi, 2007, Hukum Acara Pidana Normatif Teoritis, Praktik dan
Permasalahannya, P.T Alumni , Bandung.
58
Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tim
Tastipikor) dibentuk atas dasar pemenuhan janji kampanye terdahulu Susilo
Bambang Yudhoyono sebelum dirinya dilantik menjadi Presiden Republik
Indonesia.
Timtas Tipikor ini dipertanggungjawabkan langsung oleh Presiden.
Namun pembentukan timtas tipikor ini hanya membuat kinerja pemberantasan
tindak pidana korupsi semakin rumit. Itu sebabnya mengapa tak lama tim ini
dibubarkan sendiri oleh Presiden dan hanya berfokus untuk memperkuat dan
memberdayakan 3 institusi yang memang memiliki kewenangan dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi yakni kepolisian, Kejaksaan, dan KPK.
2.4.1 Kepolisian Negara Republik Indonesia
Polri melaksanakan penyidikan terhadap kejahatan korupsi sejak
KUHAP diundangkan pada tanggal 31 Desember 1981 dan adanya kerjasama
organisasi Polri dengan dibentuknya Direktorat Pidana Korupsi, baik ditingkat
pusat maupun kewilayahan. Walaupun polri telah diberikan kewenangan
untuk melaksanakan penyidikan tindak pidana Korupsi berdasarkan KUHP
tetapi masih banyak kendala dan tantangan yang harus dihadapi, karena setiap
hasil pentidikan (berkas perkara) yang telah dibuat oleh penyidik polri oleh
kejaksaan selalu diambilalih untuk ditangani sendiri atau penuntut jaksa yang
sulit untuk dipenuhi
Berdasarkan Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia selanjutnya disebut UU POLRI, dalam Pasal 14
huruf g ditegaskan “Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas
59
melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai
dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya”.
Dasar hukum yang digunakan kepolisian dalam wewenangnya
melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi antara lain:
1. Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana Pasal 6
ayat (1) bahwa penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
Dalam pasal 2 juga disebutkan bahwa penyidik melakukan penyidikan
terhadap tindak pidana, tidak ada istilah pidana umum maupun khusus.
Dengan demikian semau tindak pidana yang diatur dalam KUHP maupun
diluar KUHP penyidik berwenang untuk menanganinya.
2. Undang-undang No. 3 Tahun 1971 tentang tindak pidana korupsi dalam
Pasal 3 menyebutkan penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi
dijalankan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku, sekedar tidak
ditentukan lain dalam Undang-undang ini.
3. Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi Pasal
26.
4. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-
undang No. 31 Tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi Pasal 26
berbunyi, penyidikan terhadap tindak pidana korupsi dilakukan
berdasarkan ketentuan dalam KUHAP.
5. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisan Negara Republik
Indonesia Pasal 14 huruf g menyatakan melakukan penyelidikan dan
60
penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara
pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.
2.1.2 Kejaksaan Republik Indonesia
Pada Pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia ditentukan bahwa “jaksa adalah pejabat
fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini untuk bertindak
sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum serta wewenang lain berdasarkan Undang-
Undang”.
Bertolak dari penjelasan tersebut kejaksaan Republik Indonesia ini
sebagai lembaga Negara pemerintah yang melaksanakan kekuasaan dari pihak
manapun baik pengaruh dari kekuasaan Pemerintah dan kekuasaan lainnya.
Kejaksaan sebagai salah satu penegak hukum dituntut lebih berperan
dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum,
penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi dan
nepotisme (KKN).”54
Dalam Pasal 1 butir 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana disebutkan bahwa :
a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini untuk
bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-undang
untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
54
Op Cit, h. 34.
61
Jaksa sebagai penuntut umum dalam perkara pidana harus mengetahui
secara jelas semua pekerjaan yang harus dilakuakan penyidik dari permulaan
hingga terakhir yang seluruhnya harus dilakukan berdasarkan hukum. Dasar
hukum yang digunakan dalam wewenangnya melakukan penyelidikan dan
penyidikan dalam tindak pidana korupsi adalah:
a. Pasal 91 ayat (1) KUHAP mengatur tentang kewenangan jaksa untuk
mengambil alih berita cara pemeriksaan.
b. Pasal 284 ayat (2) KUHAP menyatakan ,” dalam waktu dua tahun setelah
Undang-undang ini diundangkan, maka terhadap semua perkara
diberlakukan ketentuan Undang-undang ini, dengan pengecualian untuk
sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut
pada Undang-undang tertentu, sampai ada perubahan dan atau dinyatakan
tidak berlaku lagi.”
c. Peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 58 tahun 2010 tentang
parubahan atas peraturan pemerintah nomor 27 tahun1983 tentang
pelaksanaan kitab Undang-undang hukum acara pidana.
d. Pasal 30 ayat (1) Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia menjelaskan di bidang pidana. Kejaksaan memiliki
tugas dan wewenang:
1. Melakukan penuntutan;
2. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan dan telah
memperoleh kekuatan hukum tetap ;
3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan bersyarat;
62
4. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan
Undang-Undang;
5. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang
dalam pelaksanaannya dikoodinasikan dengan penyidik.
2.4.3 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Landasan dibentuknya KPK adalah Undang-undang No. 30 Tahun
2002 yang mengatur banyak hal tentang KPK. Dengan diundangkannya
Undang-undang tersebut, telah ditambah banyak ketentuan dalam hal
penyelidikan,penyidikan, penuntutan dan persidangan di pengadilan yang
menangani kasus korupsi.
Dasar pertimbangan pemerintah menerbitkan UU KPK menurut
pendapat Anwari antara lain:
a. Bahwa pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi sekarang
belum dapat dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu
pemberantasan tindak pidana korupsi perlu ditingkatkan secara
professional, intensif, dan berkesinambungan karena korupsi telah
merugikan keuangan Negara, perekonomian Negara, dan menghambat
Pembangunan Nasional.
63
b. Bahwa lembaga pemerintah yang menangani Tindak Pidana Korupsi
belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas Tindak
Pidana Korupsi. 55
Menurut Adami Chazawi, “Undang-undang tersebut pada dasarnya
bersifat menambah atau melengkapi hukum tindak pidana korupsi yang
telah ada dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-undang
No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan
Undang-undang No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme”.56
Dibentuknya UU KPK digunakan juga sebagai pelengkap hukum
pidana korupsi yang telah ada dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999
jo Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi dan Undang-undang No. 28 tahun 1999 tentang
penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme. Undang-undang ini juga digunakan sebagai landasan
dibentuknya pengadilan tindak pidana korupsi yang berwenang mengadili
dan memutuskan perkara korupsi yang penuntutannya dilakukan oleh KPK
sendiri.
Selain itu juga UU KPK digunakan sebagai dasar dalam
memberantas Tindak Pidana Korupsi dengan metode penegakan hukum
secara luar biasa.
55
Anwari, 2012, Perang Melawan Korupsi Di Indonesia, Institute Pengkajian Masalah
Politik Dan Social Ekonomi, Jakarta, h.6. 56
Adami Chazawi, 2003, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia,
BayuMedia Publishing, Jawa Timur, h. 448.
64
Dalam rangka mewujudkan supremasi hukum, pemerintah
meletakkan landasan yang kuat dalam usaha memerangi Tindak pidana
korupsi, yaitu melalui pembentukan badan khusus yang memiliki
kewenangan luas, independen, serta bebas dari kekuasaan manapun dalam
upaya pemebrantasan tindak pidana korupsi. Usaha tersebut diantaranya
dengan memberikan kewenangan penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan dalam tindak pidana korupsi.
Landasan yang digunakan KPK dalam melakukan wewenangnya
sebagai institusi adalah:
a. Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi Pasal 34 sebagaimana diubah dengan Undang-undang
No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
berbunyi:
1. Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak Undang-undang ini
mulai berlaku, dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi;
2. Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai tugas
dan wewenang melakukan koordinasi dan supervise, termasuk
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
3. Keanggotaan komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri
atas unsure pemerintah dan unsure masyarakat;
4. Ketentuan mengenai pembentukan, susunan organisasi, tata kerja,
pertanggungjawaban, tugas dan wewenang, serta keanggotaan
komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3)
diatur dengan Undang-Undang.
b. Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi Pasal 6 huruf c menyebutkan Komisi
pemberantasan Korupsi mempunyai tugas melakukan penyelidikan,
penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.