OSTEOARTRITIS - erepo.unud.ac.id

35
Pengalaman Belajar Lapangan OSTEOARTRITIS Oleh: Febriyani dr. Tjok Istri Anom Saturti, SpPD BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP SANGLAH DENPASAR 2016

Transcript of OSTEOARTRITIS - erepo.unud.ac.id

Pengalaman Belajar Lapangan

OSTEOARTRITIS

Oleh:

Febriyani dr. Tjok Istri Anom Saturti, SpPD

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

RSUP SANGLAH DENPASAR

2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

dengan rakhmatnya maka Laporan Pengalaman Belajar Lapangan yang berjudul

”Osteoartritis” ini dapat selesai pada waktunya.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini. Laporan

Pengalaman Belajar Lapangan ini disusun sebagai salah satu syarat mengikuti

Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD/RSUP

Sanglah, Denpasar.

Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada:

1. dr. Tjok Istri Anom Saturti, Sp.PD selaku dosen pembimbing.

2. Pasien dan keluarga pasien yang telah memberikan informasi dan data-

data yang sangat penulis perlukan untuk penyelesaian laporan ini.

3. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu-

persatu.

Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari sempurna dan banyak

kekurangan, sehingga saran dan kritik pembaca yang bersifat membangun

sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga dapat

bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, September 2016

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DEPAN.................................…………………………………….................. i

KATA PENGANTAR.......………………………………………………...................... ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………...................... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi................................................................................................................. 2

2.2 Epidemiologi........................................................................................................ 2

2.3 Etiologi................................................................................................................. 3

2.4 Patogenesis........................................................................................................... 3

2.5 Faktor Resiko........................................................................................................ 5

2.6 Klasifikasi............................................................................................................. 6

2.7 Manifestasi Klinis................................................................................................. 7

2.8 Diagnosis.............................................................................................................. 8

2.9 Pemeriksaan Penunjang........................................................................................ 10

2.10 Penatalaksanaan.................................................................................................. 11

BAB III LAPORAN KASUS.......................................................................................... 18

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Alur Kunjungan................................................................................................... 25

4.2 Daftar Permasalahan............................................................................................ 25

4.3 Analisis Kebutuhan Pasien.................................................................................. 26

4.4 Saran-saran.......................................................................................................... 29

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN......................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi ikut mengubah gaya hidup dan sosial ekonomi

sebagian besar masyarakat luas. Indonesia sebagai negara berkembang ikut

merasakan kemajuan teknologi yang menyebabkan perubahan gaya hidup

masyarakat, termasuk pola makan dan aktivitas sehari-hari. Pola makan di kota-

kota telah bergeser menjadi tidak beraturan dan sedikit mengandung nutrisi yang

dibutuhkan tubuh sehingga meningkatkan risiko obesitas. Disamping itu cara

hidup yang tidak sehat menjadi gaya hidup sehari-hari di kalangan masyarakat.

Rendahnya intensitas dan frekuensi olahraga juga menjadi salah satu momok yang

perlu mendapatkan perhatian lebih. Aktivitas fisik yang kurang disertai kelebihan

berat badan berpotensi menimbulkan pembebanan sendi yang semakin besar,

terutama pada sendi-sendi penyangga tubuh, khususnya sendi lutut. Keadaan ini

akan semakin buruk bila terjadi pada usia lanjut akibat terjadinya perubahan

hormonal yang memicu semakin cepatnya proses degenerasi struktur persendian.

Osteoartritis (OA) merupakan salah satu penyakit sendi degeneratif yang

berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Karena prevalensi OA yang cukup

tinggi dan sifatnya kronik progresif, OA mempunyai dampak sosioekonomi yang

besar, baik di negara maju ataupun negara berkembang. Diperkirakan 1-2 juta

orang lanjut usia di Indonesia menderita cacat karena OA. Pada abad mendatang

tantangan terhadap dampak OA akkan lebih besar karena semakin banyak

populasi yang berumur tua.1

Oleh karena itu, pemahaman yang baik mengenai penyakit Osteoartritis

perlu dibahas lebih jauh. Melalui tinjauan pustaka dan laporan kasus yang disertai

pembahasan ini diharapkan dapat memberikan informasi serta pengetahuan dalam

pelaksanaan strategis untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Untuk

pembahasan lebih lanjut akan dibahas secara lebih rinci lebih lanjut dalam bab

berikutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Nama lain dari osteoarthritis (OA) adalah artrosis deforman, hypertropic

arthritis, degenerative arthritis, degenerative joint disease. OA merupakan

penyakit akibat dari kejadian mekanik dan biokimia, yaitu ketidakseimbangan

antara proses degradasi dengan sintesis kondrosit dan matriks kartilago sendi.

Kejadian ini akan menyebabkan edema, fibrilasi, ulserasi dan hilangnya kartilago

artikular dengan sklerosis dan eburnasi dari tulang subkondral, osteofit, kista

subkondral. OA umumnya menyerang sendi penyangga berat badan seperti lutut,

panggul, lumbal, tapi juga bisa menyerang sendi lainnya.1,2

2.2 Etiologi

Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor

biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses

terjadinya osteoarthritis. Faktor biomekanik yaitu kegagalan mekanisme

protektif, antara lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian, serabut aferen,

dan tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu akibat

terganggunya faktor-faktor protektif tersebut. Osteoarthritis juga bisa terjadi

akibat komplikasi dari penyakit lain seperti gout, rheumatoid arthritis, dan

sebagainya. 3,5

2.3 Patogenesis

Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan

tidak dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan

keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang

penyebabnya masih belum jelas diketahui. Kerusakan tersebut diawali oleh

kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa mekanisme

lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera.

Pada Osteoarthritis terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang rawan

sendi. Perubahan tersebut berupa peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak

makromolekul matriks tulang rawan sendi, disertai penurunan sintesis

proteoglikan dan kolagen. Hal ini menyebabkan penurunan kadar proteoglikan,

perubahan sifat-sifat kolagen dan berkurangnya kadar air tulang rawan sendi. Pada

proses degenerasi dari kartilago artikular menghasilkan suatu substansi atau zat

yang dapat menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang merangsang makrofag untuk

menhasilkan IL-1 yang akan meningkatkan enzim proteolitik untuk degradasi

matriks ekstraseluler.5

Gambaran utama pada Osteoarthritis adalah :

1. Dektruksi kartilago yang progresif

2. Terbentuknya kista subartikular

3. Sklerosis yang mengelilingi tulang

4. Terbentuknya osteofit

5. Adanya fibrosis kapsul

Perubahan dari proteoglikan menyebabkan tingginya resistensi dari tulang

rawan untuk menahan kekuatan tekanan dari sendi Penurunan kekuatan dari

tulang rawan disertai degradasi kolagen memberikan tekanan yang berlebihan

pada serabut saraf dan tentu saja menimbulkan kerusakan mekanik. Kondrosit

sendiri akan mengalami kerusakan. Selanjutnya akan terjadi perubahan komposisi

molekuler dan matriks rawan sendi, yang diikuti oleh kelainan fungsi matriks

rawan sendi. Melalui mikroskop terlihat permukaan mengalami fibrilasi dan

berlapis-lapis. Hilangnya tulang rawan akan menyebabkan penyempitan rongga

sendi. Pada tepi sendi akan timbul respons terhadap tulang rawan yang rusak

dengan pembentukan osteofit. Pembentukan tulang baru (osteofit) dianggap suatu

usaha untuk memperbaiki dan membentuk kembali persendian. Dengan

menambah luas permukaan sendi yang dapat menerima beban, osteofit diharapkan

dapat memperbaiki perubahan-perubahan awal tulang rawan sendi pada

Osteoarthritis. Lesi akan meluas dari pinggir sendi sepanjang garis permukaan

sendi. Adanya pengikisan yang progresif menyebabkan tulang yang dibawahnya

juga ikut terlibat. Hilangnya tulang-tulang tersebut merupakan usaha untuk

melindungi permukaan yang tidak terkena. Sehingga tulang subkondral merespon

dengan meningkatkan selularitas dan invasi vaskular,akibatnya tulang menjadi

tebal dan padat (eburnasi). Pada akhirnya rawan sendi menjadi aus, rusak dan

menimbulkan gejala-gejala Osteoarthritis seperti nyeri sendi, kaku, dan

deformitas.5,6,7

Patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan

mengalami fibrosis serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses

peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini

menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh

darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan

subkondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti

prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat

subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat

menghantarkan rasa sakit.6

Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator

kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi,

peregangan tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat

kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit

yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta

kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses

remodelling pada trabekula dan subkondral. 5,7

Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta

proses keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak

dan terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak

kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari tulang

subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada

ujung tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat

sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran

seolah persendian yang terkena itu bengkak.5,7

(Struktur Normal Rawan Sendi dan Perubahannya pada Osteoartritis, 2010)

Gambar 2.1 Patofisiologi Osteoartritis

2.4 Faktor Risiko

a. Faktor risiko sistemik

1. Usia : merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses

penuaan meningkatkan kerentanan sendi melalui berbagai

mekanisme. Kartilago pada sendi orang tua sudah kurang

responsif dalam mensintesis matriks kartilago yang distimulasi oleh

pembebanan (aktivitas) pada sendi. Akibatnya, sendi pada orang tua

memiliki kartilago yang lebih tipis. Kartilago yang tipis ini akan

mengalami gaya gesekan yang lebih tinggi pada lapisan basal dan

hal inilah yang menyebabkan peningkatan resiko kerusakan sendi.

Selain itu, otot-otot yang menunjang sendi menjadi semakin lemah

dan memiliki respon yang kurang cepat terhadap impuls. Ligamen

menjadi semakin regang, sehingga kurang bisa mengabsorbsi

impuls. Hal ini meningkatkan kerentanan sendi terhadap OA.

2. Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui mengapa

prevalensi OA pada perempuan usila lebih banyak daripada laki-

laki usila. Resiko ini dikaitkan dengan berkurangnya hormon

pada perempuan pasca menopause.

3. Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya

mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-

unsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam

timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis.

b. Faktor intrinsik

1. Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus.

2. Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau nekrosis.

c. Faktor beban pada persendian

1. Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat mempercepat

kerusakan pada sendi.

2. Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering dan

berulang pada sendi dapat menyebabkan lelahnya otot-otot

yang membantu pergerakan sendi.

2.5 Klasifikasi

Seperti telah dijelaskan di atas OA dapat terjadi secara primer (idiopatik)

maupun sekunder, seperti yang tercantum di bawah ini:

Tabel 2.1 Osteoartritis idiopatik dan sekunder

IDIOPATIK SEKUNDER

Setempat

Tangan:

- nodus Heberden dan Bouchard (nodal)

- artritis erosif interfalang

- karpal-metakarpal I

Kaki:

- haluks valgus

- haluks rigidus

- jari kontraktur (hammer/cock-up toes)

- talonavikulare

Coxa

- eksentrik (superior)

- konsentrik (aksial, medial)

- difus (koksa senilis)

Vertebra

- sendi apofiseal

- sendi intervertebral

- spondilosis (osteofit)

- ligamentum (hiperostosis, penyakit Forestier,

diffuse idiopathic skeletal hyperostosis=DISH)

Tempat lainnya:

- glenohumeral

- akromioklavikular

- tibiotalar

- sakroiliaka

- temporomandibular

Trauma

− akut

− kronik (okupasional, port)

Kongenital atau

developmental:

Gangguan setempat:

− Penyakit Leg-Calve-Perthes

− Dislokasi koksa kongenital

− Slipped epiphysis

Faktor mekanik

− Panjang tungkai tidak sama

− Deformitas valgus / varus

− Sindroma hipermobilitas

Metabolik

− Okronosis (alkaptonuria)

− Hemokromatosis

− Penyakit Wilson

− Penyakit Gaucher

Endokrin

− Akromegali

− Hiperparatiroidisme

− Diabetes melitus

− Obesitas

− Hipotiroidisme

Penyakit Deposit Kalsium

− deposit kalsium pirofosfat dihidrat

− artropati hidroksiapatit

Menyeluruh:

Meliputi 3 atau lebih daerah yang tersebut diatas

(Kellgren-Moore)

Penyakit Tulang dan Sendi

lainnya Setempat:

− Fraktur

−Nekrosis avaskular

(Osteoarthritis of the knee joint, 2013)

2.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari OA biasanya terjadi secara perlahan-lahan.

Awalnya persendian akan terasa nyeri di persendian, kemudian nyeri tersebut

akan menjadi persisten atau menetap, kemudian diikuti dengan kekakuan sendi

terutama saat pagi hari atau pada posisi tertentu pada waktu yang lama. 3,4,6

Tanda kardinal dari OA adalah kekakuan dari persendian setelah bangun

dari tidur atau duduk dalam waktu yang lama, swelling (bengkak) pada satu atau

lebih persendian, terdengar bunyi atau gesekan (krepitasi) ketika persendian

digerakkan.3,4,6

Pada kasus-kasus yang lanjut terdapat pengurangan massa otot. Terdapatnya

luka mencerminkan kelainan sebelumnya. Perlunakan sering ditemukan, dan

dalam cairan sendi superfisial, penebalan sinovial atau osteofit dapat teraba. 6,7

Pergerakan selalu terbatas, tetapi sering dirasakan tidak sakit pada jarak

tertentu; hal ini mungkin disertai dengan krepitasi.Beberapa gerakan lebih terbatas

dari yang lainnya oleh karena itu, pada ekstensi panggul, abduksi dan rotasi

interna biasanya merupakan gerakan yang paling terbatas. Pada stadium lanjut

ketidakstabilan sendi dapat muncul dikarenakan tiga alasan: berkurangnya

kartilago dan tulang, kontraktur kapsuler asimetris, dan kelemahan otot. 3,6,7

Seperti pada penyakit reumatik umumnya diagnosis tak dapat didasarkan

hanya pada satu jenis pemeriksaan saja. Biasanya dilakukan pemeriksaan

reumatologi ringkas berdasarkan prinsip GALS (Gait, arms, legs, spine) dengan

memperhatikan gejala-gejala dan tanda-tanda sebagai berikut 3,4,6,7

:

a. Nyeri sendi

Nyeri sendi merupakan hal yang paling sering dikeluhkan. Nyeri sendi pada OA

merupakan nyeri dalam yang terlokalisir, nyeri akan bertambah jika ada

pergerakan dari sendi yang terserang dan sedikit berkurang dengan istirahat. Nyeri

juga dapat menjalar (radikulopati) misalnya pada osteoarthritis servikal dan

lumbal. Claudicatio intermitten merupakan nyeri menjalar ke arah betis pada

osteoartritis lumbal yang telah mengalami stenosis spinal. Predileksi OA pada

sendi-sendi; Carpometacarpal I (CMC I), Metatarsophalangeal I (MTP I), sendi

apofiseal tulang belakang, lutu, dan paha).

b. Kaku pada pagi hari (morning stiffness)

Kekakuan pada sendi yang terserang terjadi setelah imobilisasi misalnya karena

duduk di kursi atau mengendarai mobil dalam waktu yang sukup lama, bahkan

sering disebutkan kaku muncul pada pagi hari setelah bangun tidur (morning

stiffness).

c. Hambatan pergerakan sendi

Hambatan pergerakan sendi ini bersifat progresif lambat, bertambah berat secara

perlahan sejalan dengan bertambahnya nyeri pada sendi

d. Krepitasi

Rasa gemeretak (seringkali sampai terdengar) yang terjadi pada sendi yang sakit.

e. Perubahan bentuk sendi

Sendi yang mengalami osteoarthritis biasanya mengalami perubahan berupa

perubahan bentuk dan penyempitan pada celah sendi. Perubahan ini dapat timbul

karena kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai

kecacatan dan gaya berjalan dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi.

Seringkali pada lutut atau tangan mengalami perubahan bentuk membesar secara

perlahan-lahan.

f. Perubahan gaya berjalan

Hal yang paling meresahkan pasien adalah perubahan gaya berjalan, hampir

semua pasien osteoarthritis pada pergelangan kaki, lutut dan panggul mengalami

perubahan gaya berjalan (pincang). Keadaan ini selalu berhubungan dengan

nyeri.

2.7 Diagnosis

Diagnosis osteoarthritis lutut berdasarkan klinis, klinis dan radiologis,

serta klinis dan laboratoris 6,8

:

a. Klinis:

Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:

1. umur > 50 tahun

2. kaku sendi < 30 menit

3. krepitus

4. nyeri tekan tepi tulang

5. pembesaran tulang sendi lutut

6. tidak teraba hangat pada sendi

b. Klinis, dan radiologis:

Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:

1. umur > 50 tahun

2. kaku sendi <30 menit

3. krepitus disertai osteofit

c. Klinis dan laboratoris:

Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:

1. usia >50 tahun

2. kaku sendi <30 menit

3. Krepitus

4. nyeri tekan tepi tulang

5. pembesaran tulang

6. tidak teraba hangat pada sendi terkena

7. LED<40 mm/jam

8. RF <1:40

9. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis

Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau

kaku dan disertai 3 atau 4 kriteria berikut:

1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan

2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)

3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)

4. deformitas pada ≥ 1 diantara 10 sendi tangan

2.8 Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan Radiologi

Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan

gambaran radiologis.

Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA, ialah:

Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada daerah

yang menanggung beban)

Peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral

Kista tulang

Osteofit pada pinggir sendi

Perubahan struktur anatomi sendi

Berdasarkan perubahan-perubahan radiologis diatas, secara radiografi OA

dapat digradasi menjadi ringan sampai berat; yaitu menurut Kellgren dan

Lawrence. Harus diingat bahwa pada awal penyakit, seringkali radiografi

sendi masih normal. 5,7

b) Pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA, biasanya tidak banyak berguna.

Pemeriksaan laboratorium akan membantu dalam mengidentifikasi penyebab

pokok pada OA sekunder. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah)

dalam batas normal kecuali OA generalisata yang harus dibedakan dengan

arthritis peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor rhematoid dan

komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin

didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan

ringan sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan protein. 2,7

c) Pemeriksaan Marker

Destruksi rawan sendi pada OA melibatkan proses degradasi matriks

molekul yang akan dilepaskan kedalam cairan tubuh, seperti dalam cairan sendi,

darah, dan urin. Beberapa marker molekuler dari rawan sendi dapat digunakan

dalam diagnosis, prognostik dan monitor penyakit sendi seperti RA dan OA dan

dapat digunakan pula mengidentifikasi mekanisme penyakit pada tingkat

molekuler. 7,8

Marker yang dapat digunakan sebagai uji diagnostik pada OA antara lain:

Keratan sulfat, Konsentrasi fragmen agrekan, fragmen COMP (cartilage

alogometric matrix protein), metaloproteinase matriks dan inhibitornya dalam

cairan sendi. Keratan sulfat dalam serum dapat digunakan untuk uji diagnostik

pada OA generalisata. Marker sering pula digunakan untuk menentukan beratnya

penyakit, yaitu dalam menentukan derajat penyakit. 7,8

Selain sebagai uji diagnostik marker dapat digunakan pula sebagai marker

prognostik untuk membuat prediksi kemungkinan memburuknya penyakit. Pada

OA maka hialuronan serum dapat digunakan untuk membuat prediksi pada pasien

OA lutut akan terjadinya progresivitas OA dalam 5 tahun. Peningkatan COMP

serum dapat membuat prediksi terhadap progresivitas penggunaan untuk petanda

lainnya maka marker untuk prognostik ini masih diteliti lagi secara prospektif dan

longitudinal dengan jumlah pasien yang lebih besar. 7,8

Marker dapat digunakan pula untuk membuat prediksi terhadap respons

pengobatan. Pada OA maka analisa dari fragmen matriks rawan sendi yang

dilepaskan dan yang masih tertinggal dalam rawan sendi mungkin dapat

memberikan informasi penting dari perangai proses metabolik atau peranan dari

protease. Sebagai contoh maka fragmen agrekan yang dilepaskan dalam cairan

tubuh dan yang masih tertinggal dalam matriks, sangatlah konsisten dengan

aktivitas 2 enzim proteolitik yang berbeda fungsinya terhadap matriks rawan sendi

pada OA. Enzim tersebut ialah strolielisin dan agrekanase. Penelitian penggunaan

marker ini sedang dikembangkan. 7,8

2.9 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah 3,6,7,8

:

1. Meredakan nyeri

2. Mengoptimalkan fungsi sendi

3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas

hidup

4. Menghambat progresivitas penyakit

5. Mencegah terjadinya komplikasi

Penatalaksanaan OA pada pasien berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang

terkena) dan berat ringannya sendi yang terkena. Pengelolaannya terdiri dari 3 hal:

Terapi non-farmakologis:

Edukasi : memberitahukan tetang penyakitnya, bagaimana menjaganya

agar penyakitnya tidak bertambah parah serta persendiannya tetap dapat

dipakai

Menurunkan berat badan : Berat badan berlebih merupakan faktor resiko

dan faktor yang akan memperberat penyakit OA. Oleh karenanya berat

badan harus selalu dijaga agar tidak berlebihan. Apabila berat badan

berlebihan, maka harus diusahakan penurunan berat badan, bila mungkin

mendekati berat badan ideal.

Terapi fisik dan Rehabilitasi medik/fisioterapi

o Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat

dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.

o Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan

otot, dan menambah luas pergerakan sendi.

Terapi Farmakologis:

A. Obat Sistemik

1. Analgesik oral

o Non narkotik: parasetamol

o Opioid (kodein, tramadol)

2. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)

Obat pilihan utama untuk paien OA adalah Acetaminophen 500mg

maksimal 4gram perhari. Pemberian obat ini harus hati-hati pada pasien

usia lanjut karena dapat menimbulkan reaksi pada liver dan ginjal.

3. Chondroprotective

Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan

yang dapat menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi

pada pasien OA, sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut

dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease

Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang

termasuk dalam kelompok obat ini adalah: etrasiklin, asam hialuronat,

kondrotin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide desmutase dan

sebagainya.

Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja

enzime MMP. Salah satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat

ini baru dipakai oleh hewan belum dipakai pada manusia.

Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang

berperan dalam degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase,

protease, elastase dan cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang

sintesis proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan

sendi. Pada penelitian Rejholec tahun 1987 pemakaian GAG

selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan dalam rasa sakit pada

lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja (mangkir), yang secara

statistik bermakna.

Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan

kelompok vertebra, dan terutama terdapat pada matriks

ekstraseluler sekeliling sel. Menurut penelitian Ronca dkk (1998),

efektivitas kondroitin sulfat pada pasien OA mungkin melalui 3

mekanisme utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek metabolik

terhadap sintesis hialuronat dan proteoglikan. 3. Anti degeneratif

melalui hambatan enzim proteolitik dan menghambat oksigen

reaktif.

Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas

enzim lisozim dan bermanfaat dalam terapi OA

Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam

mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan

hydroxyl radicals. Secara in vitro, radikal superoxide mampu

merusak asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang

hydrogen peroxyde dapat merusak kondroitin secara langsung.

Dalam percobaan klinis dilaporkan bahwa pemberian superoxide

dismutase dapat mengurangi keluhan-keluhan pada pasien OA.

4. Tranuzemad (medikamentosa terbaru, masih dalam penelitian)

Didalam salah satu studi dan penelitian didapatkan bukti konsep

pengobatan tranezumad dikaitkan sengan penurunan nyeri sendi dan

peningkatan fungsi dengan efek samping ringan diantara pasien dengan

OA lutut dari sedang sampai parah. Tranezumad adalah suatu humanis

IgG2 monoklonal antibodi yang bekerja menghambat nerve growth factor

yang memblik interaksi antara nerve factor dengan receptor. TrkA dan

p75.

B. Obat topikal

1. Krim rubefacients dan capsaicin.

Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada

umumnya bersifat counter irritant.

2. Krim NSAIDs

Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan

campuran yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang

dapat digunakan adalah gel piroxicam, dan sodium diclofenac.

C. Injeksi intraartikular/intra lesi

Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan

pilihan utama dalam penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian

dan selektifitas dalam penggunaan modalitas terapi ini, mengingat efek

merugikan baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pada dasarnya ada 2

indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan

steroid, dan viskosuplementasi (DMAODs) dengan hyaluronan untuk

modifikasi perjalanan penyakit. Dengan pertimbangan ini yang sebaiknya

melakukan tindakan, adalah dokter yang telah melalui pendidikan

tambahan dalam bidang reumatologi.

1. Steroid Intra-artikuler (triamsinolone hexacetonide dan methyl

prednisolone)

Pada penyakit arthritis rhematoid menunjukan hasil yang baik.

Kejadian inflamasi kadang-kadang dijumpai pada pasien OA, oleh

karena itu obat ini dipakai dan obat ini mampu mengurangi rasa sakit

walaupun hanya dalam waktu singkat. Penelitian selanjutnya tidak

menunjukan keuntungan yang nyata pada pasien OA, sehingga hal ini

masih kontroversial.

Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami

nyeri dan inflamasi yang kurang responsif terhadap pemberian

NSAIDs, tak dapat mentolerir NSAIDs atau ada komorbiditas yang

merupakan kontra indikasi terhadap pemberian NSAIDs. Teknik

penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari penyulit

yang timbul. Sebagian besar literatur tidak menganjurkan dilakukan

penyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3 kali

terutama untuk sendi besar penyangga tubuh.

Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50 mg/injeksi,

sedangkan untuk sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.

2. Asam hialuronat

Disebut juga vicosupplement oleh karena salah satu manfaat

obat ini adalah memperbaiki viskositas cairan synovial. Obat ini

diberikan intra-artikuler. Obat ini memegang peranan penting dalam

pembentukan matriks tulang rawan melalui agregasi dengan

proteoglikan.

Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan.

Penyuntikan intra artikular biasanya untuk sendi lutut (paling sering),

sendi bahu dan koksa. Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali dengan

interval satu minggu masing-masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan.

Teknik penyuntikan harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak dapat

timbul berbagai penyulit seperti artritis septik, nekrosis jaringan dan

abses steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan

dasar hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur.

(ada 3 sediaan di Indonesia diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex.

3. Stem cells

Akhir-akhir ini banyak penelitian baru mengenai penggunaan

stem sel untuk terapi OA terutama OA pada lutut, salah satunya di

Iran. Dilakukan penelitian selama periode satu tahun, dengan

menyuntikan stem sel intraartikular kepada pasien dengan OA lutut

yang berat. Didapatkan hasil ysng puas dan tidak ditemukan efek

samping lokal atau sistemik. Nyeri, status fungsional lutut, dan

berjalan kaki cenderung ditingkatkan hingga enam bulan pasca injeksi,

setelah itu rasa sakit tampaknya sedikit meningkat dan kemampuan

pasien berjalan sedikit menurun. Perbandingan gambar resonansi

magnetik (MRI) pada awal dan enam bulan pasca-suntikan sel

didapatkan peningkatan ketebalan tulang rawan, perluasan jaringan

perbaikan atas tulang subchondral dan penurunan yang cukup besar

dalam ukuran patch pembengkakan subchondral dalam tiga dari enam

pasien.

Selanjutnya, terapi ini memiliki potensi regenerasi kartilago

artikular yang hancur dalam lutut osteoarthritic. Menurut hasil

penelitian ini, disimpulkan bahwa semua parameter dievaluasi muncul

semakin meningkatkan hingga enam bulan pasca injeksi. Nilai ini

sedikit berkurang sampai 12 bulan pasca injeksi. Untuk alasan ini,

dapat disimpulkan bahwa suntikan kedua akan membutuhkan enam

bulan setelah injeksi pertama.

D. Pembedahan

Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan

terlebih dahulu risiko dan keuntungannya.

Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :

1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi

2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan

rehabilitatif

Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint

1) Realignment osteotomi

Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan

merubah sudut dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi

yang sehat menopang sebagian besar berat tubuh. Dapat pula

dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus repair.

2) Arthroplasty

Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi

yang baru ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam

yang berada dalam high-density polyethylene.

Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :

a) Partial replacement/unicompartemental

b) High tibial osteotmy : orang muda

c) Patella &condyle resurfacing

d) Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan

sebagian oleh ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.

e) Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe

instability (Solomon, 2001).

Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri,

deformitas, instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis.

Sedangankan kontraindikasi meliputi non fungsi otot ektensor, adanya

neuromuscular dysfunction, Infeksi, Neuropathic Joint, Prior Surgical fusion.

Komplikasinya antara lain, Deep vein thrombosis, Infeksi, Loosening,

Problem patella; rekuren subluksasi/dislokasi, loosening prostetic component,

fraktur, catching soft tissue. Sedangkan keuntungan dari Total Knee

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : WP

Umur : 60 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Suku : Nusa Tenggara Barat

Agama : Hindu

Status Perkawinan : Menikah

Pendidikan Terakhir : Tamat SD

Pekerjaan : tidak bekerja

Alamat : Jalan Tukad Baru, Taman Pancing

Tanggal Pelaksanaan PBL : 3 Februari 2016

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama: Nyeri pada lutut kanan

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien ditemui di tempat tinggalnya dalam keadaan baik namun masih ada

keluhan. Sebelumnya, pasien datang ke poliklinik penyakit dalam bagian

reumatologi RSUP Sanglah dengan keluhan nyeri pada lutut kanan. Keluhan ini

dirasakan sejak kurang lebih 7 bulan yang lalu. Awalnya dikatakan keluhan

muncul saat pasien banyak berjalan, dan pasien sekarang merasakan sakit saat

berubah posisi dari jongkok ke berdiri dan sebaliknya. Sebelumnya pasien masih

bisa menahan rasa sakit pada lutut ini, namun keluhan dirasakan semakin

memberat, dan terasa sangat sakit kurang lebih 2 bulan yang lalu sehingga pasien

tidak bisa tidur dengan nyenyak, tidak bisa berjalan dan menggunakan kursi roda.

Dikatakan bahwa keluhan nyeri ini muncul selama 15-30 menit. Keluhan ini

dikatakan hilang timbul, membaik dengan istirahat dan pemberian obat. Keluhan

memberat dengan aktivitas fisik yang berlebihan.

Pasien juga mengeluhkan bengkak di bagian lutut kanan. Bengkak sudah

dirasakan sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu. Dikatakan bahwa akan terasa sakit

bila disentuh, dan tampak kemerahan.

Dikatakan bahwa BAK dan BAB pasien masih normal seperti biasa.

Frekuensi kencing dikatakan ±3-4 x dengan volume kurang lebih ½ gelas untuk

sekali buang air kecil. Tidak ada darah, batu atau rasa nyeri sebelum saat dan

sesudah buang air kecil. Susah untuk BAB ataupun BAB berwarna hitam juga

disangkal oleh pasien.

Pasien menyangkal adanya demam, mual dan muntah. Keluhan lemas, berat

badan menurun, penurunan nafsu makan tidak dirasakan oleh pasien. Nyeri pada

sendi atau bagian tubuh lainnya disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menderita tumor colli dan sedang mendapat perawatan dari RS

Sanglah. Dikatakan bahwa awalnya pasien merasa sangat sakit di sekitar pipi

sejak 3 bulan yang lalu. Pasien mengeluh susah makan dan berbicara. Rasa sakit

dirasakan terus menerus sepanjang hari hingga akhirnya pasien dirujuk ke RS

Sanglah dan didiagnosis sebagai tumor colli.

Pasien juga dikonsulkan ke bagian nefrologi karena adanya peningkatan

serm kreatinin dan didiagnosis Acute Kidney Injury dd/Acute On Chronic Kidney

Disease e.c susp. Prerenal dd/ Renal on Chronic Kidney Disease e.c susp. PNC.

Riwayat diabetes melitus, asma dan penyakit sistemik lainnya disangkal

oleh pasien.

Riwayat Pengobatan:

Untuk mengatasi rasa nyeri pada lututnya pasien sempat berobat ke

puskesmas dan diberikan obat penghilang sakit, namun mengaku lupa nama obat.

Lalu pasien berobat berobat di poliklinik penyakit dalam bagian reumatologi

RSUP Sanglah untuk yang pertama kalinya 1 bulan yang lalu.

Sedangkan untuk penyakit tumor Colli, pasien masih menunggu hasil

FNAB dan sementara mengonsumsi paracetamol, dan vit.B complex.

Untuk penyakit di bagian ginjal, pasien mengaku meminum obat berupa

Asam Folat dan paracetamol.

Riwayat Keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan yang sama.

Riwayat hipertensi, diabetes melitus, asma dan penyakit sistemik lainnya dalam

keluarga disangkal oleh pasien.

Riwayat Sosial

Sebelum pindah ke Bali, pasien adalah seorang petani yang setiap harinya

bekerja keras menggarap sawah, namun sejak beberapa bulan terakhir aktivitasnya

terganggu karena nyeri lutut dirasakan semakin memberat bila digunakan untuk

berjalan dan aktivitas berat. Pasien juga bekerja sebagai peternak yang sehari-hari

bekerja mengarit rumput untuk memberi makan hewan ternaknya. Dikatakan

bahwa untuk aktivitasnya tersebut pasien sering berjongkok. Sebelumnya, pasien

bekerja sebagai pembuat genteng yang kegiatannya menggunakan kaki yaitu

dengan membuat adonan genteng dengan menginjak-injakkan menggunakan

kakinya. Pasien sehari-harinya tinggal di rumah pribadi dengan istrinya di Nusa

Tenggara Barat, dimana jarak rumah dan sawah maupun fasilitas lain berdekatan

sehingga pasien berjalan kaki. Di rumahnya juga dikatakan bahwa menggunakan

WC jongkok.

Semenjak pasien pindah ke Bali, kurang lebih 1,5 tahun yang lalu, untuk

ikut bersama anaknya, pasien tinggal di kos-kosan anaknya yang berada di lantai 2

sehingga sehari-hari pun pasien menggunakan tangga. Pasien sudah tidak lagi

bekerja menjadi petani dan peternak. Sehari-harinya pasien, hanya di rumah

beraktivitas ringan. Kamar mandi yang digunakan di tempat tinggal yang

sekarang, berupa WC jongkok. Pasien juga mengaku bahwa sebelumnya suka

mengkonsumsi kacang-kacangan. Namun sudah mengurangi karena dinasihati

oleh anaknya.

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present (27 Januari 2016)

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : E4V5M6

Tekanan darah : 141/82 mmHg

Nadi : 66 x/menit reguler

Respirasi : 20 x/menit

Temperatur : 36,5 ºC

BB / TB : 55 kg / 155 cm

BMI : 22 kg/m2

Status Gizi : Baik

VAS : 2/10

Status General

Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-), refleks pupil (+/+) isokor,

edema palpebra (-/-)

THT

Telinga : Bentuk normal, Sekret tidak ada

Hidung : Bentuk normal, Sekret tidak ada

Tenggorokan : Tonsil T1/T1, Hiperemis (-), Faring hiperemis (-)

Leher : pembesaran kelenjar limfe -/+

Pembesaran (+) di r. Colli sinistra berbentuk bulat

padat dengan diameter ±7 cm, warna sama dengan

kulit sekitar, batas jelas, melekat terfiksasi,

konsistensi padat, dan terdapat ulkus di sekitar massa.

Thoraks : simetris

Cor: Inspeksi : iktus kordis tidak tampak

Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V MCL Sinistra

Perkusi : batas kanan jantung parasternal line dekstra, batas

kiri jantung midclavicular line sinistra

Auskultasi : S1normal S2 normal, reguler, murmur (-)

Pulmo: Inspeksi : Simetris saat statis & dinamis, retraksi (-)

Palpasi : Vokal fremitus N|N

N|N

N|N

Perkusi : sonor | sonor

sonor | sonor

sonor | sonor

Auskultasi : vesikuler +|+, ronkhi -|-, wheezing -|-

+|+, -|-, -|-

+|+, -|-, -|-

Abdomen

Inspeksi : Distensi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepar tidak teraba, lien tidak teraba,

Ballottement (-), Nyeri ketok CVA (-/-)

Perkusi : Timpani

Ekstremitas : Hangat +|+ edema -|-

+|+ -|-

Status Lokalis Genu Dextra

Inspeksi : Kemerahan (+), Massa (-), deformitas (-), tonjolan tulang (-)

Palpasi : Tenderness (+), teraba hangat (+), nyeri tekan (+)

Movement : keterbatasan gerak (-), Instability (-), ROM fleksi 1200, ROM

ekstensi 1200

Aukultasi : Krepitasi (+),

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Darah Lengkap (13 Januari 2016)

Pemeriksaan Hasil Satuan Normal Remarks

WBC 10,45 103µL 4,10-11,00

% NEUT 51,27 % 47,00-80,00

% LYMPH 19,04 % 13,00-40,00

% MONO 6,78 % 2,00-11,00

% EOS 22,37 % 0,00-5,00 Tinggi

% BASO 0,54 % 0,00-2,00

#NEUT 5,36 103µL 2,50-7,50

#LYMPH 1,99 103µL 1,00-4,00

#MONO 0,71 103µL 0,10-1,20

#EOS 2,34 103µL 0,00-0,50

#BASO 0,06 103µL 0,00-0,10

RBC 4,39 106µL 4,50 – 5,90 Rendah

Hemoglobin 10,44 g/dL 13,50-17,50 Rendah

Hematokrit 35,93 % 41,00-53,00 Rendah

Platelet 279 103µL 150,00-440,00

MCV 81,78 fL 80,00-100,00

MCH 23,77 Pg 26,00-34,00 Rendah

MCHC 29,06 g/dL 31,00-36,00 Rendah

RDW 13,59 % 11,60-14,80

MPV 6,77 fL 6,80-10,00 Rendah

Kimia Klinik (13 Januari 2016)

Parameter Result Unit Remarks Reference range

SGOT 33,6 U/L Tinggi 11,00 – 33,00

SGPT 36,6 U/L 11,00 – 50,00

Albumin 3,7 g/dl 3,40 - 4,80

BS Acak 92 Mg/dl 70,00 – 140,0

BUN 18 mg/dL Tinggi 8,00 – 23,00

Creatinine 3,05 mg/dL Tinggi 0,50 – 0,90

Natrium 143 mmol/L 136 – 145

Kalium 3,82 mmol/L 3,50 – 5,10

Foto Genu Kanan Kanan AP/Lateral (25 Januari 2016)

Alignment baik

Tidak tampak lesi osteoliti/ destruksi tulang

Trabekulasi tulang normal

Osteophit pada condilus lateralis dan medialis tibia dan margo posterior

patella

Penyempitan ringan celah sendi femorotibia kanan sisi medial

Subchondral bone layer normal

Tidak tampak soft tissue swelling ataupun kalsifikasi abnormal

Kesan:

o Osteoartritis genu kanan

3.5 Diagnosis

Osteoartritis Genu Dextra

Hiperurisemia terkontrol dengan obat

Susp. Tumor Colli Sinistra

AKI dd/ ACKD e.c susp. Prerenal dd/ Renal on CKD e.c susp. PNC.

3.6 Planning

Terapi

Rawat jalan

KIE mengenai penyakit dan penatalaksanaannya termasuk mengenai

aktivitas/ terapi kerja

Diet bebas 1700 kkal

Fisioterapi untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kekuatan

sendi.

Paracetamol 3 x 750 mg PO

Asam Folat 2 x 2 mg PO

Allopurinol 1 x 100 mg

Diagnostik

-

Monitoring:

Keluhan

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Alur Kunjungan

Kunjungan dilakukan pada tanggal 3 Februari 2016 langsung ke tempat

tinggal berupa kos-kosan Pondok Ayu yang berada di lingkungan Jalan Tukad

Baru, Taman Pancing. Penulis mendapatkan sambutan baik dari keluarga pasien.

Penulis berbincang-bincang dengan pasien dan anaknya. Selanjutnya penulis

meminta izin untuk mengabadikan lingkungan rumah pasien. Keluarga dan pasien

sendiri mengatakan bahwa kondisi pasien selama dirumah relatif baik. Pasien

hanya mengeluh sedikit nyeri pada lututnya dikatakan skala 2 dari 10 dimana

nyeri terutama dirasakan saat perubahan posisi dan jika beraktivitas berat.

Semenjak sakit, pasien tidak lagi diijinkan bekerja di sawah dan beraktivitas berat

lainnya. Sehari-harinya pasien hanya istirahat dan beraktivitas ringan di rumah.

Setiap pagi hari atau sore hari, pasien sering berolahraga lari selama kurang lebih

30 menit di sekitar taman pancing.

Prinsip-prinsip umum pengelolaan pasien dengan osteoartritis tidak hanya

terbatas pada terapi farmakologis, namun juga memerlukan terapi non-

farmakologis yaitu pendekatan bio-psiko-sosial. Adapun intervensi yang

dilakukan yaitu:

a. Edukasi pasien tentang pengetahuan dan pemahaman pasien beserta

keluarganya tentang penyakit osteoartritis terutama penyebab, faktor risiko,

penanganan, serta pencegahan perburukan.

b. Menyadarkan pasien beserta keluarganya akan pentingnya pencegahan

penyakit, menjaga kesehatan jasmani dengan memenuhi kebutuhan nutrisi serta

beraktivitas dengan baik, serta menjaga kesehatan rohani.

4.2 Daftar Permasalahan

Dari kunjungan lapangan yang dilakukan, permasalahan pertama, yaitu

pasien masih ingin kembali bekerja sebagai petani. Keluarga mengaku sudah

menasihati, namun pasien masih bersikukuh ingin kembali ke kampungnya di

Dompu dan mengurus sawahnya serta ternak-ternaknya. Pasien juga dikatakan

masih suka berolahraga lari setiap pagi dan sore. Dalam hal ini dapat

ditanggulangi dengan memberikan saran berupa :

1. Anjurkan keluarga agar mengajak pasien tetap tinggal bersama

anaknya di kos-kosannya yang terletak di denpasar agar tidak lagi

memaksakan diri bertani di kampung.

2. Anjurkan pasien untuk melakukan kegiatan lainnya, seperti menanam

tanaman di teras kos-kosannya, mengikuti posyandu lansia, dan

sebagainya, agar mengurangi kesepiannya.

3. Anjurkan pasien untuk mengontrol olahraga dan aktivitas fisiknya,

supaya tetap teratur, namun tidak berlebihan. 1 minggu, cukup

berolahraga 3 kali dengan durasi kurang lebih 30 menit/kali.

Permasalahan lain yang ditemukan pada pasien Pasien mengaku kesusahan

jika harus buang air karena kondisi WC jongkok yang membebani lututnya saat

perubahan posisi. Jika memang tidak ada masalah ekonomi, idealnya kloset

jongkok diganti kloset duduk. Atau dapat juga diberikan pegangan di kamar

mandi sehingga memudahkan pergerakan jongkok dan berdiri.

4.3 ANALISIS KEBUTUHAN PASIEN

Kebutuhan fisik biomedis:

Kecukupan gizi

Asupan makanan pasien sehari-hari bisa dikatakan cukup karena selalu

makan sehari tiga kali dan tepat waktu, sehari-harinya anak

kandungnya yang memasak dan menyiapkan makanan. Untuk jenis

makanan yang biasa dimakan diakui bervariasi berupa nasi, sayur,

tempe, tahu, ikan, ayam, dan telur.

Berat badan pasien 55 kg dan tinggi badan pasien 155 cm sehingga

berat badan ideal pasien adalah BBI = 90% (155 - 100) = 49,5 kg.

Kebutuhan kalori basal pasien per harinya didapatkan KKB = 30 kkal

x BBI = 30 kkal x 49,5 kg = 1.485 kkal. Pasien sehari-harinya di

rumah, sudah tidak lagi bekerja semenjak sakit atau bisa digolongkan

ke dalam aktivitas ringan, maka kebutuhan untuk aktivitas ditambah

10%, sehingga KKA = 1.485 kkal x 10% = 300 kal. Dengan demikian

kebutuhan kalori per harinya dari pasien didapatkan KKB + KKA =

1.485+ 148,5 = 1633,5 kkal ~ 1700 kkal.

Distribusi Makanan

1. Karbohidrat 60% = 60% x 1700 kalori = 1020 kalori dari

karbohidrat yang setara dengan 270 gram karbohidrat (1080 kalori : 4

kalori / gram karbohidrat)

2. Protein 20% = 20% x 1700 kalori = 340 kalori dari protein yang

setara dengan 85 gram protein (340 kalori : 4 kalori / gram protein)

3. Lemak 20% = 20% x 1700 kalori = 340 kalori dari lemak yang

setara dengan 37,7 gram lemak (360 kalori : 9 kalori/gram lemak)

Pemilihan Jenis Makanan

Dengan penghitungan tersebut, maka dicoba untuk memberikan

suatu gambaran pola makanan yang mencakup jenis makanan dan

jumlah makanan. Pemilihan jenis makanan disesuaikan dengan

makanan yang tersedia dan terjangkau bagi pasien. Pemilihan makanan

harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Dimana diet untuk

pasien ini adalah diet bebas, namun jangan kurang ataupun berlebihan,

karena jika kurang dapat memudahkan kerentanan terhadap infeksi dan

penyakit-penyakit yang lain, dan jika berlebihan dapat menimbulkan

obesitas yang menambah beban di lutut dan tidak baik untuk penyakit

osteoartritis pasien.

Akses pelayanan kesehatan

Pasien saat ini tinggal di Jl. Tukad Baru, Taman Pancing. Daerah

tempat tinggal pasien cukup dekat dengan beberapa akses pelayanan

kesehatan. Di jarak sekitar 20 meter dari kos-kosan pasien terdapat

klinik kesehatan 24 jam yang memudahkan pasien untuk berobat jika

dalam keadaan sakit yang darurat. Pasien memiliki kendaraan motor,

yang memudahkan untuk menjangkau pelayanan kesehatan. Jarak dari

kos-kosan pasien ke RSUP Sanglah sendiri sekitar 15 menit dengan

kendaraan motor.

Lingkungan (tempat tinggal)

Pasien tinggal di rumah kos-kosan dengan ukuran kamar kurang lebih

3 x 4 m, yang terletak di lantai 2. Kos-kosan tersebut disewa setiap

bulan oleh anak kandungnya. Untuk menuju ke lantai 2, akses pasien

adalah menggunakan tangga. Dalam kamar tersebut terdapat area

tempat tidur dengan 1 buah kasur, area ruang tamu, 1 kamar mandi,

dan sebuah area dapur. Rumah pasien merupakan rumah bertembok

batu bata, dengan lantai keramik dan beratapkan genteng. Ukuran

kamar tersebut terlihat sempit dengan berisikan barang-barang yang

cukup banyak. Kamar telah dilengkapi dengan ventilasi dan

penerangan yang cukup baik. Kamar pasien terkesan agak berantakan

karena barang-barang yang cukup banyak dan tidak ditata dengan rapi.

Kebersihan kamar juga tidak terjaga, ini ditunjukan dengan

berdebunya perabot-perabot yang ada di kamar pasien. Kamar mandi

pasien berada di sudut kamar kos-kosan pasien. Kamar mandi

menggunakan kloset/jamban jongkok. Pasien mengaku seringkali

mengalami kesulitan jika BAB menggunakan kloset jongkok tersebut,

karena nyeri lutut, dan terasa sulit jika berpindah dari posisi jongkok

ke posisi berdiri.

Analisis biopsikososial :

Lingkungan biologis

Kondisi rumah pasien saat ini sudah cukup memadai. Kualitas

kehidupan sehari-hari pasien dikatakan cukup baik, karena pasien

masih mampu melakukan aktivitas dasar seperti makan, minum,

membersihkan diri, BAB dan BAK tanpa ada masalah dan tidak perlu

bantuan walaupun terbatas karena nyeri dan kaku pada lututnya.

Faktor Psikososial-ekonomi

Hubungan pasien dengan keluarga dan lingkungan sekitar tempat

tinggal, dikatakan baik. Untuk biaya kehidupan sehari-hari pasien

disokong oleh anak kandung pasien.

3.7 SARAN-SARAN TERHADAP PROBLEM LIST, FISIK BIOMEDIS

DAN BIO PSIKOSOSIAL

Secara umum saran yang dapat diberikan terhadap permasalahan pasien

yang didapatkan, yaitu:

Menyarankan pasien untuk membatasi kegiatan-kegiatan yang banyak

membebani lutut.

Menyarankan pasien untuk fisioterapi

Bila memungkinkan, pasien disarankan untuk menggunakan toilet

duduk, untuk mengurangi beban pada lutut menggunakan jamban

jongkok

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

Pasien laki-laki berusia 60 tahun ini merupakan pasien osteoarthritis lutut

kanan. Hasil wawancara, pemeriksaan fisik, maupun radiologis sesuai dengan

kriteria diagnosis osteoarthritis yang telah dijabarkan pada tinjauan pustaka.

Berdasarkan kunjungan lapangan yang dilakukan, ditemukan beberapa

permasalahan yang berhubungan dengan osteoarthritis pada pasien ini.

Permasalahan pertama, yaitu pasien masih ingin bertani dan bekerja berat,

keluarga mengaku sudah menasihati, namun pasien masih bekerja, dan pasien

masih bersikukuh. Permasalahan lain yang ditemukan pada pasien Pasien

mengaku kesusahan jika harus buang air karena kondisi WC jongkok yang

membebani lututnya saat perubahan posisi. Berdasarkan permasalahan-

permasalahan tersebut, inti dari penanganan yang dapat dilakukan adalah

menyarankan pasien untuk mengurangi kegiatan yang banyak membebani lutut

dan membantu mempermudah pergerakan pasien dengan fasilitas yang ada,

keluarga juga diharapkan bersedia membantu pasien dalam segala

keterbatasannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soeroso, Joewono et al. Osteoartritis. Dalam: Sudoyo, Aru, W dkk (eds).

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke-5. Interna Publishing. Jakarta

2009; 2538-2549.

2. Arya, RK; JainV.2014. Osteoarthritis of the knee joint: An overview.

JIACM 2013; 14(2): 154-62

3. Bennell KL; Hinman RS. 2010. A review of the clinical evidence for

exercise in osteoarthritis of the hip and knee. Journal of Science and

Medicine in Sport 14 2011. Hal 4–9.

4. Soenarwo BM. Penanganan Praktis Osteoartritis. Jakarta:Al-Mawardi

Prima;2011.

5. Misnadiarly. Osteoartritis : Penyakit Sendi pada Orang Dewasa dan Anak.

Jakarta:Pustaka Populer Obor;2010

6. Arifin Z. Struktur Normal Rawan Sendi dan Perubahannya pada

Osteoartritis. In:Setiyohadi B, Yoga IK, editors. Kumpulan Makalah Temu

Ilmiah Reumatologi 2010. Jakarta:Perhimpunan Reumatologi

Indonesia;2010.

7. Koentjoro SL. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan

Derajat Osteoartritis Lutut Menurut Kellgren Dan Lawrence [S1 Skripsi].

Semarang:Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro;2010.

8. Reid DA, Potts G, Burnett M, Konings B. 2014. Physiotherapy

management of knee and hip osteoarthritis: a survey of patient and medical

practitioners’ expectations, experiences and perceptions of effectiveness of

treatment. New Zealand Journal of Physiotherapy 42(2): 118-125.

9. Paradowski PT. 2014. Osteoarthritis of the Knee: Assessing the Disease.

Health Care Current Reviews 2014, 2:2. Hal.1-4