PEMBANGUNAN - erepo.unud.ac.id

19

Transcript of PEMBANGUNAN - erepo.unud.ac.id

Page 1: PEMBANGUNAN - erepo.unud.ac.id
Page 2: PEMBANGUNAN - erepo.unud.ac.id

PEMBANGUNAN

RUMAH IBADAH

Oleh:

I KETUT WIRAWAN

Page 3: PEMBANGUNAN - erepo.unud.ac.id

RUMAH IBADAT

• Rumah Ibadat adalah bangunan yang memiliki

ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan

untuk beribadat bagi pemeluk masing-masing

agama secara permanen, tidak termasuk

tempat ibadat keluarga

• Contoh: Mesjid, Gereja, Pura, Wihara,

Kelenteng, dsb.

Page 4: PEMBANGUNAN - erepo.unud.ac.id

AGAMA DI INDONESIA

• Indonesia termasuk negara yang majemukdalam hal beragama.

• Soal ibadat sudah dijamin oleh UUD 1945, yakni dalam Pasal 29

• Pemahaman keagamaan yang semakin baiktentu berkorelasi dengan kehidupankeagamaan yang lebih berkwalitas

• Dengan lebih berkwalitas maka terbangunkerukunan beragama

Page 5: PEMBANGUNAN - erepo.unud.ac.id

PENDIRIAN RUMAH IBADAT

• Ada dua perspektif yang harus dilihat dalam

pendirian rumah ibadat, yakni perspektif

agama dan sosiologis

• Perspektif agama: pembangunan rumah

ibadat merupakan hal yang positif karena

semakin banyak rumah ibadat dibangun, maka

nilai-nilai keagamaan yang disiarkan para

pemuka agama dapat diterima baik oleh umat

Page 6: PEMBANGUNAN - erepo.unud.ac.id

• Perspektif sosiologis: masyarakat memiliki

pemahaman tersendiri yang berbeda lantaran

cara pandang yang dibangun berdasarkan

kepentingan, latar belakang, atau pemahaman

agama yang belum tentu benar sesuai dengan

esensi ajaran agama tersebut.

• Tiap rumah ibadat akan menghadirkan jemaat yg

mengikuti ritual yang secara langsung ataupun

tak langsung bersinggungan dengan lingkungan

sekitar. Ini dapat menimbulkan gesekan-gesekan

Page 7: PEMBANGUNAN - erepo.unud.ac.id

KONFLIK YANG TIMBUL

• Rumah ibadat dibangun ketika menjadi

kebutuhan umat untuk beribadat ditempat

tersebut

• Masalah yang terjadi, banyak rumah ibadat

yang dibangun bukan karena kebutuhan

masyarakat ditempat tersebut, sehingga

menciptakan konflik dengan masyarakat

setempat

Page 8: PEMBANGUNAN - erepo.unud.ac.id

• Konflik terkadang menjadi meluas karenapenyalah gunaan solidaritas

• Masyarakat menjadi terprovokasi dalam konfikpendirian rumah ibadat ini yang menjurus padatindak kekerasan dan balas dendam

• Inilah yang harus dihindari sehingga pemerintahmengeluarkan SKB Menteri Agama dan MenteriDalam Negeri

• Memang SKB ini belum memuaskan semua pihak, namun SKB ini setidaknya dapat diharapkanmenghindari konflik tersebut

Page 9: PEMBANGUNAN - erepo.unud.ac.id

ANGGAPAN KEKURANGAN PADA SKB

• SKB ini dianggap telah menjadi ajang

hegemoni umat mayoritas kepada minoritas.

• SKB ini dapat dipakai pembenar ego dan

kepentingan mayoritas

• SKB ini dapat dipakai sebagai alat politik

kelompok yang memiliki kekuatan atau akses

politik

Page 10: PEMBANGUNAN - erepo.unud.ac.id

PASAL 14 AYAT (2)

• huruf a.: daftar nama dari Kartu Tanda

Penduduk pengguna rumah ibadat paling

sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang

disahkan oleh pejabat setempat ….. Dst.

• huruf b.: dukungan masyarakat setempat

paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang

disahkan oleh lurah/kepala desa

Page 11: PEMBANGUNAN - erepo.unud.ac.id

PASAL 14 AYAT (3)

• Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 14 ayat (2) huruf a. terpenuhisedangkan persyaratan huruf b. belumterpenuhi, pemerintah daerah wajibmemfasilitasi tersedianya lokasi pembangunanrumah ibadat

• Pertanyaannya: bagaimana bentuk fasilitasioleh pemerintah daerah sebagaimana yang diwajibkan SKB ini

Page 12: PEMBANGUNAN - erepo.unud.ac.id

INVENTARISASI DAN PENYELESAIAN

MASALAH

• Masalah apa yang ada terkait dengan

pendirian rumah ibadat dan lebih mengkhusus

lagi yang berkait dengan SKB yang ada

• Masukan bagi pemerintah terkait dengan

perbaikan SKB untuk meminimalisir

permasalahan yang akan timbul

Page 13: PEMBANGUNAN - erepo.unud.ac.id

TERIMAKASIH

Page 14: PEMBANGUNAN - erepo.unud.ac.id

1

PEMBANGUNAN RUMAH IBADAT

Oleh: Dr. I Ketut Wirawan, S.H., M.Hum

A. Pendahuluan

Dalam memahami persoalan pendirian rumah ibadat, ada dua perspektif

yang harus diperhatikan, yakni perspektif agama dan sosiologis. Dari sudut

pandang agama, bahwa pembangunan rumah ibadat merupakan hal yang

positip karena semakin banyak rumah ibadat yang didirikan, maka nilai-nilai

keagamaan yang disiarkan para pemuka agama akan dapat diterima dengan

baik oleh umat agama yang bersangkutan. Karenanya akan didapatkan

masyarat yang lebih berkwalitas dalam beragama. Namun dalam perspektif

sosiologis, masyarakat memiliki pemahaman tersendiri yang berbeda-beda.

Hal ini disebabkan oleh cara pandang yang lebih mementingkan kepentingan

sendiri/golongan, latar belakang, pemahaman agama yang belum tentu

sejalan dengan ajaran agama yang dipeluknya.

Keadaan seperti inilah yang sering mengakibatkan terjadinya konflik antar

umat beragama dalam kehidupan masyarakat. Karena itulah Mentari Agama

dan Menteri Dalam Negeri menerbitkan Peraturan Bersama Menteri Agama

dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006/Nomor 8 Tahun 2006

tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah

Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum

Kerukunan Umat Beragama, Dan Pendirian Rumah Ibadat (selanjutnya

disebut PBM)

Dengan adanya PBM ini, sebagian orang menganggap bahwa PBM ini

sangat merugikan pihak minoritas yang tinggal di tempat mayoritas,

karenanya mereka itu menginginkan agar PBM ini dicabut.Tetapi sebaliknya,

banyak juga menginginkan agar PBM ini jangan sampai dicabut mengingat

justru PBM ini dapat menghindari terjadinya konflik antar umat beragama

terkait dengan pendirian rumah ibadat.

Page 15: PEMBANGUNAN - erepo.unud.ac.id

2

B. Pengaturan Pendirian Rumah Ibadat

Setiap orang, untuk dapat beribadah adalah telah mendapat jaminan dalam

UUD 1945, yakni dalam Pasal 29. Namun dalam hal untuk mendirikan rumah

ibadat, ada aturan dan proses yang harus ditempuh. Pengaturan tentang

pendirian rumah ibadat ada diatur dalam ketentuan BAB IV Pasal 13 sampai

dengan 17 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri

{Nomor 9 Tahun 2006/Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan

Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan

Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, Dan

Pendirian Rumah Ibadat. Secara rinci pengaturan tersebut dapat

dikemukakan sebagai berikut:

Pasal 13

(1) Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-

sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat

beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa.

(2) Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu

ketentraman dan ketertiban umum, serta memenuhi peraturan

perundang-undangan.

(3) Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah

kelurahan/desa sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi,

pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah

kecamatan atau kabupaten/kota atau provinsi.

Pasal 14

(1) Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan administratif dan

persyaratan teknis bangunan gedung.

(2) Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi:

a. daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat

paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat

setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3);

b. dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enampuluh) orang

yang dishkan oleh lurah/kepala desa;

Page 16: PEMBANGUNAN - erepo.unud.ac.id

3

c. rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama

kabupaten/kota;

d. rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota

(3) Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a

terpenuhi sedangkan persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah

daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan

rumah ibadat.

Pasal 15

Rekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf d

merupakan hasil musyawarah dan mufakat dalam rapat FKUB, dituangkan

dalam bentuk tertulis.

Pasal 16

(1) Permohonan pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksu dalam Pasal

14 diajukan oleh panitia pembagunan rumah ibadat kepada

bupati/walikota untuk memperoleh IMB rumah ibadat.

(2) Bupati/Walikota memberikan keputusan paling lambat 90 hari sejak

permohonan pendirian rumah ibadat diajukan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1).

Pasal 17

Pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan

gedung rumah ibadat yang telah memiliki IMB yang dipindahkan karena

perubahan rencana tata ruang wilayah.

Mengenai pemanfaatan bangunan gedung yang bukan merupakan tempat

ibadat untuk dimanfaatkan untuk beribadat, ada diatur dalam BAB V dengan

judul bab “Izin Sementara Pemanfaatan Bangunan Gedung”. Bab ini terdiri

dari 3 (tiga) pasal, sebagai berikut:

Pasal 18

(1) Pemanfaatan banguan gedung bukan bangunan rumah ibadat sebagi

rumah ibadat sementara harus mendapat surat keterangan pemberian izin

sementara dari bupati/walikota dengan memenuhi persyaratan:

a. Laik fungsi; dan

Page 17: PEMBANGUNAN - erepo.unud.ac.id

4

b. Pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketentraman dan

ketertiban masyarakat.

(2) Persyaratan laik fungsi debagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

mengacu pada peraturan perundang-undangan tentang banguan gedung.

(3) Persyaratan pemeliharaan kerukunan umat beragama serta ketentraman

dan ketertiban masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,

meliputi:

a. izin tertulis pemilik bangunan;

b. rekomendasi tertulis lurah/kepala desa;

c. pelaporan tertulis kepada FKUB kabupaten/kota; dan

d. pelaporan tertulis kepada Kepala Kantor Departemen Agama

kabupaten/kota.

Pasal 19

(1) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan

gedung bukan rumah ibadat oleh bupati/walikota sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 18 ayat (1) diterbitkan setelah mempertimbangkan pendapat

tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten kota dan FKUB

kabupaten/kota.

(2) Surat keterangan pemberian izin sementara pemanfaatan bangunan

gedung bukan rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berlaku paling lama 2 (dua) tahun.

Pasal 20

(1) Penerbitan pemberian surat keterangan pemberian izin sebagaiman

dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dapat dilimpahkan kepada camat.

(2) Penerbitan surat keterangan pemberian izin sementara sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mempertimbangkan pendapat

tertulis kepala kantor agama kabupaten/kota dan FKUB kabupaten/kota.

Ketentuan pasal-pasal sebagaiman dikemukakan ini adakalanya ditafsirkan

secara berbeda. Perbedaan dalam menafsirkan ini menimbulkan masalah

yang mengakibatkan adanya perbedaan pendapat di mana di satu pihak ada

yang menginginkan PBM ini dicabut dan dipihak lain ada yang tetap ingin

mempertahankan PBM ini, bahkan ingin meningkatkannya menjadi undang-

undang.

Page 18: PEMBANGUNAN - erepo.unud.ac.id

5

C. Penyelesaian Perselisihan

Dapat diketahui bahwa, rumah ibadat harus didirikan ketika itu menjadi

kebutuhan umat untuk beribadat di tempat tersebut. Masalah yang kerap

terjadi, banyak rumah ibadat dibangun bukan karena kebutuhan masyarakat

ditempat tersebut sehingga menimbulkan konflik dengan masyarakat

setempat.

Setiap rumah ibadat akan menghadirkan jemaat yang akan mengikuti ritual

yang diselenggarakan di rumah ibadat tersebut yang secara langsung

ataupun tidak langsung berhubungan dengan lingkungan sekitar rumah

ibadat tersebut. Hal yang patut dihindarkan adalah adanya gesekan dengan

masyarakat setempat. Untuk hal itulah maka PBM ini dibuat.

PBM ini merupakan kesepakatan bersama antar majelis-majelis agama yang

kemudian diakomodasi menjadi peraturan bersama ini. PBM ini berisikan

Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam

Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum

Kerukunan Uman Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat. Isi dari PBM ini

telah mempertimangkan aspek HAM, keadilan, toleransi, saling menghargai,

serta aspek keamanan dan ketertiban.

Tantang penyelesaian perselisihan akibat pendirian rumah ibadat diatur

dalam BAB VI, yakni dalam Pasal 21 dan Pasal 22. Adapun ketentuan pasal-

pasal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

Pasal 21

(1) Perselisihan akibat pendirian rumah ibadat diselesaikan secara

musyawarah oleh masyarakat setempat.

(2) Dalam hal musywarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan oleh bupati/walikota dibantu

kepala kantor depatremen agama kabupaten/kota melalui musyawarah

yang dilakukan secara adil dan tidak memihak dengan

mempertimbangkan pendapat atau saran FKUB kabupaten/kota.

(3) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) tidak dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui Pengadilan

setempat.

Page 19: PEMBANGUNAN - erepo.unud.ac.id

6

Pasal 22

Gubernur melaksanakan pembinaan terhadap bupati/walikota serta instansi

terkait di daerah dalam menyelesaikan perselisihan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 21.

D. Penutup

Hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam

keadaan apapun. Setiap orang bebas memilih agama dan beribadat menurut

agamanya dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk

memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya itu.

Terkait dengan hal sebagaimana dimaksudkan diatas, Pemerintah wajib

melindungi setiap usaha penduduk untuk melaksanakan ajaran agamanya

dan beribadat sebagaimana ditentukan agamanya, sepanjang tidak

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tidak menyalah

gunakan atau menodai agama serta tidak mengganggu ketentraman dan

ketertiban umum.

Dalam pendirian rumah ibadat harus diikuti persyaratan sebagaimana yang

telah ditentukan dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri

Dalam Negeri Nomor: 9 Tahun 2006/Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pedoman

Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah/Wakil Kepala

Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat beragama, Pemberdayaan

Forum Kerukunan Umat beragama, Dan Pendirian Rumah Ibadat.

PBM ini merupakan kesepakatan bersama antar majelis-majelis agama yang

kemudian diakomodasi menjadi peraturan bersama ini. PBM ini berisikan

Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam

Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum

Kerukunan Uman Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat. Isi dari PBM ini

telah mempertimangkan aspek HAM, keadilan, toleransi, saling menghargai,

serta aspek keamanan dan ketertiban.