BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
Click here to load reader
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi Daun Katuk
Gambaran umum tanaman Sauropus adrogynus merupakan jenis daun
majemuk genap, berukuran kecil, berwarna hijau gelap dengan panjang lima
sampai enam cm. Kandungan zat besi pada daun katuk lebih tinggi dari pada
daun pepaya dan singkong. Daun katuk juga kaya vitamin ( A, B1, dan C ),
protein, lemak, dan mineral. Selain itu daun katuk dan akar mengandung
saponin, dan tanin. Zat yang berfungsi sebagai antikuman pada daun katuk
diduga adalah tanin dan flavonoid. Tanin bersifat toksis terhadap fungi
berfilamen, bakteri maupun ragi. Mekanisme kerjanya adalah sebagai berikut,
yaitu berdasarkan sifat astrigensinya dapat menghambat enzim tertentu,
berdasarkan aksi terhadap membrane, dan berdasarkan pembentukan
kompleks tanin dengan ion logam.
( Santosa, 2008 )
Daun Katuk termasuk tanaman berbentuk perdu tinggiannya sekitar 3-
5 m. Batangnya tumbuh tegak dan berkayu. Jika ujung batangnya dipangkas
akan tumbuh tunas – tunas baru yang membentuk percabang. Daunnya kecil –
kecil berwarna hijau, daun katuk kaya kandungan vitaminA, vitaminB1,
vitaminC, saponin, falfonoid, mineral, alkaloid, papaverin, dan tanin yang
mampu menghambat sintesis dinding sel bakteri dan sintesis protein kuman
gram positif maupun negatif. (Admin, 2007).
5
Berdasarkan penggolongan dan tata nama tumbuhan. Tanaman
daun katuk termasuk ke dalam klasifikasi sebagai berikut Kingdom Plantae,
Divisi Magnoliophyta, Kelas Magnoliopsida, Ordo Malpighiales,
Famili Phyllanthaceae, Genus Sauropus, Spesies Sauropus androgynus.
(www.roasehat.com)
B. Morfologi
Tanaman katuk merupakan tanaman sejenis tanaman perdu yang
tumbuh menahun. Sosoknya berkesan ramping sehingga sering ditanam
sebagai tanaman papar. Tingginya sekitar 3-5 m dengan batang tumbuh tegak,
berlayu dan bercabang jarang. Batangnya berwarna hijau saat masih muda dan
menjadi kelabu keputihan saat sudah tua ( Muslisah dan Sapta 1999 ).
C. Manfaat
Beberapa manfaat daun katuk antara lain :
Pelancar Air Ibu ( ASI) : Ekstrak daun katuk banyak digunakan bahan
fortifikasi pada produk makanan yang diperuntukan bagi ibu menyusui.
Konsumsi sayur katuk oleh ibu menyusui dapat memperlama waktu menyusui
bayi perempuan secara nyata dan untuk bayi pria hanya meningkatkan
frekuensi dan lama menyusui.( Santoso, 2009 ).
Mengobati frambusia : Frambusia adalah puru-puru atau patek di
sebabkan oleh sejenis bakteri yang berpilin-pilin ulir di sebut Treponema
perteneu.Penyakit ini banyak terdapat di daerah kita, apalagi didaerah yang
6
sulit mendapatkan air bersih, frambusia merupakan penyakit menular dan
masa tunasnya antara 2-4 minggu. ( Lingga, 1998).
Mengatasi sembelit : Sembelit biasa terjadi karena banyak hal,
diantaranya karena terlalu lama duduk, kurang minum air, menahan-nahan
buang air besar, kerja hati dan kantong empedu yang tidak lancar. Untuk
mengusir sembelit, siapkan 200 g daun katuk segar yang sudah di cuci bersih.
Rebus dengan segelas air 10 menit, lalu saring. Minum air hasil saringan
tersebut secara teratur 2 kali sehari, masing-masing 100 ml.
( Santoso, 2008).
Pewarna alami : Daun katuk ternyata biasa juga di pakai sebagai
pewarna makanan alami menggantikan pewarna sintetis. Misalnya untuk
membuat tape ketan yang berwarna hijau. Cara penggunaanya, cuci bersih
daun katuk, tambahkan sedikit air, lalu peras. Sari daun katuk ini bisa
langsung untuk mewarnai bahan makanan. (Santoso, 2008)
D. Staphylococcus aureus
1. Morfologi
Staphylococcus aureus adalah bakteri berbentuk coccus, bersifat
gram positif, biasanya tersusun dalam rangkaian tidak beraturan seperti
buah anggur. Beberapa diantaranya tergolong flora normal pada kulit dan
selaput mukosa manusia, menyebabkan penanahan, abses, berbagai
infeksi piogen dan bahkan septikimia yang fatal. Staphylococcus aureus
mengandung polisakarida dan protein yang berfungsi sebagai anti gen dan
7
merupakan substansi penting didalam struktur dinding sel, tidak
membentuk spora, dan tidak membentuk flagel. (Jawets, E. dkk, 1996).
2. Sifat Biakan
Staphylococcus aureus mudah tumbuh pada pembenihan bakteri
dalam keadaan aerob. Tumbuh paling cepat pada suhu 37oC, tetapi
membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar ( 20-30oC). Koloni pada
pembenihan padat berbentuk bulat halus, menonjol dan berkilau,
membentuk koloni warna putih sampai kuning emas tua.Berbagai
tingkatan hemolisis dihasilkan oleh S. aureus.
Pada pembenihan cair menyebabkan kekeruhan yang merata tidak
membentuk pigmen. Pada nutrient agar setelah diinkubasi selama 24 jam
koloni pigmen kuning emas, berukuran 2-4 mm, bulat, cembung, tepi
rata, pada media BAP (Blood Agar Plate) sekeliling koloni akan terlihat
zona β hemolisa (zona jernih) yang lebar. Koloni sangat kecil berwarna
merah muda pada mac Conkey, media selektif diferensial untuk
membedakan S.aureus dengan spisies lainya diantaranya adalah Manitol
Salt Agar, koloni dikelilingi areal berwarna kuning, menghasilkan
katalase meragikan karbohidrat dengan lambat tetapi tidak menghasilkan
basa menghasilkan asam laktat.
Staphylococcus aureus bersifat patogen karena memproduksi
enterotoksin yang tahan panas. Selain tahan panas S. aureus juga tahan
terhadap garam yang tinggi sehingga dapat tumbuh baik pada medium
yang mengandung 7,5 % NaCl. (Jawetz. E, dkk, 1996).
8
3. Toksin dan enzim
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan penyakit karena
kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan
tubuh serta adanya beberapa zat yang dapat diproduksi zat tersebut
adalah :
a. Eksotoksin : Bahan dapat diketemukan di dalam filtrat hasil
pemeriksaan dari kuman dengan kultur. Bahan ini bersifat tidak tahan
pemanasan ( termolabil ) dan bila disuntikan kepada hewan percobaan
dapat menimbulkan kematian dan nekrose kulit. Eksotoksin ini
mengandung hemolisin yang dikenal dalam beberapa jenis : Alfa
hemolisa Ialah enzim yang menghacurkan eritrosit kelinci dan dapat
mempengaruhi otot polos pembuluh darah.Beta hemolisin Ialah enzim
yang dapat menghancurkan eritrosit kambing ( tetapi tidak pada
kelinci ) dalam 1 jam pada suhu 37oC. Gamma hemolisin Bersifat
antigen. (Depkes RI, 1989).
b. Leukesidin : yaitu suatu suspensi yang dihasilkan oleh S. aureus yang
bersifat membinasi atau mematikan leukosit dari berbagai jenis
binatang ( Depkes RI, 1989).
c. Fibrinolisin : S. aureus pada tahap akhir pertumbuhanya yang dapat
menyebabkan lisis fibrin, Fibrinolisin ini dapat menghancurkan
bekuan darah intravaskuler yang terinfeksi.
9
4. Patogenesis
Infeksi S. aureus merupakan penyebab terjadinya infeksi yang
piogenik.Bakteri ini masuk keadaan kulit melalui folikcl –folikcl rambut,
muara kelenjar keringat dan luka –luka kecil.Staphylococcus aureus
mempunyai sifat yaitu dapat menghemolisisa eritrosit, memecah manitol
menjadi asam.
Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri yang
mempunyai kemampuan besar untuk menimbulkan penyakit, manusia
merupakan pembawa S. aureus dalam hidung sebanyak 40-50% jugabisa
ditemukan dibaju,seprei dan benda-benda lainya dilingkungan sekitar
manusia. (Jawetz. E, dkk, 1996).
E. Mekanisme Kerja Anti Mikroba
1. Hambatan sintesis dinding sel
Dinding sel berperan sebagai pemberi bentuk pada sel dan
melindungi sel terhadap proses osmotik. Apabila ada unsur-unsur yang
merusak dinding sel atau menghalangi sintesa normalnya
(misalnya tanin) akan menyebatkan lisis sel sehingga akan
mengakibatkan kematian sel bakteri. (Santoso, 2008)
2. Hambatan sintesis protein
Protein tedapatkan dalam keadaan dimensi terlipat yang ditentukan
oleh hubungan disulfide kovalen intra molekuler dan sejumlah hubungan
non kovalen seperti ionik, hidrofobik dan ikatan – ikatan hydrogen.
10
Langkah pertama penghambatan oleh zat antibiotik tersebut terhadap
bakteri, adalah dengan perlekatan terhadap protein penerima khusus,
kemudian dilanjutkan dengan pengikatan asam amino tersebut salah
dalam penggabungan sehingga menghasilkan asam amino yang tidak
berfungsi, atau terjadi gangguan dalam pengabungan asam – asam amino
sehingga protein tidak terbentuk.
(Santoso, 2008)