Makalah frambusia
-
Upload
septian-muna-barakati -
Category
Documents
-
view
117 -
download
1
Transcript of Makalah frambusia
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit frambusia ini merupakan penyakit yang berkaitan dengan kemiskinan dan hampir
bisa dikatakan hanya menyerang mereka yang berasal dari kaum termiskin serta masyarakat
kesukuan yang terdapat di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau.
Pada awalnya, koreng yang penuh dengan organisme penyebab ditularkan melalui kontak
dari kulit ke kulit, atau melalui luka di kulit yang didapat melalui benturan, gigitan, maupun
pengelupasan. Pada mayoritas pasien, penyakit frambusia terbatas hanya pada kulit saja,
namun dapat juga mempengaruhi tulang bagian atas dan sendi. Walaupun hampir seluruh lesi
frambusia hilang dengan sendirinya, infeksi bakteri sekunder dan bekas luka merupakan
komplikasi yang umum. Setelah 5 -10 tahun, 10% dari pasien yang tidak menerima
pengobatan akan mengalami lesi yang merusak yang mampu mempengaruhi tulang rawan,
kulit, serta jaringan halus yang akan mengakibatkan disabilitas yang melumpuhkan serta
stigma sosial.
Beban penyakit Selama periode 1990an, frambusia merupakan permasalahan kesehatan
masyarakat yang terdapat hanya di tiga negara di Asia Tenggara, yaitu India, Indonesia dan
Timor Leste. Berkat usaha yang gencar dalam pemberantasan frambusia, tidak terdapat lagi
laporan mengenai penyakit ini sejak tahun 2004. Sebelumnya, penyakit ini dilaporkan
terdapat di 49 distrik di 10 negara bagian dan pada umumnya didapati pada suku-suku
didalam masyarakat. India kini telah mendeklarasikan pemberantasan penyakit frambusia
dengan sasaran tidak adanya lagi laporan mengenai kasus baru dan membebaskan India bebas
dari penyakit ini sebelum tahun 2008. yaitu Zeroincidence + No sero positive cases among <
5 children.
Di Indonesia, sebanyak 4.000 kasus tiap tahunnya dilaporkan 8 dari 30 provinsi 95% dari
keseluruhan jumlah kasus yang dilaporkan tiap tahunnya dilaporkan dari empat provinsi,
yaitu : Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, Papua dan Maluku. Pelaksanaan program
pemberantasan penyakit ini sempat tersendat pada tahun-tahun terakhir, terutama disebabkan
oleh keterbatasan sumber daya. Upaya-upaya harus diarahkan pada dukungan kebijakan dan
perhatian yang lebih besar sangat dibutuhkan demi pelaksanaan yang lebih efektif dan
memperkuat program ini.
Di Timor Leste, Frambusia dianggap penyakit endemik di 6 dari 13 distrik. Data yang dapat
dipercaya tidak terdapat di negara ini. Pendekatan yang terpadu sedang direncanakan, dengan
mengkombinasikan pemberantasan penyakit kaki gajah dan frambusia, serta pengontrolan
cacing tanah. Sinergi program semacam ini merupakan pendekatan utama yang harus
didukung.
Frambusia dapat diberantas karena penyakit ini dapat dideteksi dengan mudah oleh petugas
kesehatan di klinik- klinik serta dapat disembuhkan dengan satu kali penyuntikan penisilin
aksi lama. Secara geografis, penyakit ini hanya terbatas pada sebuah daerah yang terpencil
dan terlokalisir di tempat tersebut. Memperkenalkan pemberantasan frambusia dapat menjadi
pintu masuk untuk pemberian penanganan kesehatan primer ke dalam populasi yang
termarjinalkan secara social dan terisolasi secara geografis.
Secara histories, penggunaan strategi yang meliputi pendeteksian kasus secara aktif dan
penanganan tepat waktu dari kedua kasus ini serta kontak dengan keluarga penderita terbukti
dapat memberantas penyakit ini. Pada akhirnya, pemberantasan frambusia dapat menurunkan
angka kemiskinan dan memberdayakan masyarakat tradisional sehingga Negara-negara
mampu mencapai Millenium Development Goals (MDGs) atau paling tidak mampu
menyediakan akses ke kondisi kesehatan dan sanitasi pada tingkat dasar. Berdasarkan
argument-argument ini, WHO telah mendeklarasikan bahwa pemberantasan frambusia
merupakan prioritas untuk daerah Asia Tenggara, dan hal ini dapat diwujudkan.
Untuk menjalankan misi pemberantasan penyakit ini, WHO telah mempersiapkan kerangka
kerja Regional Strategic Plan dan sebuah draft dokumen pendukung untuk mobilitas sumber
daya. Regional Strategic Plan 2006 -2010 telah diselesaikan dalam sebuah pertemuan yang
diadakan di Bali, Indonesia pada bulan Juli 2006 dan kerangka kerja National Strategic Plan
untuk Indonesia dan Timor Leste telah dibuat.Dengan pendeklarasian pemberantasan
frambusia di India, Indonesia dan Timor Leste diharapkan meningkatkan upaya-upaya untuk
memberantas penyakit frambusia. Kedua negara ini akan membutuhkan dukungan sumber
daya dan teknis untuk memberantas penyakit frambusia sebelum tahun 2010.
Strategi-strategi untuk mencapai pemberantasan penyakit ini meliputi pendeteksian kasus
secara aktif di daerah- daerah yang terjangkiti penyakit ini ; pengobatan yang tepat, serta
pemberian penisilin dosis tunggal ; pelatihan tenaga medis di daerah - daerah yang terjangkiti
mengenai diagnosa, penanganan, pencegahan, dan pengontrolan penyakit ini ; advokasi dan
kampanye IEC guna menciptakan kesadaran masyarakat dan dukungan administrative,
program pemantauan regular, dan peningkatan kerja sama.
Guna mencapai tujuan pemberantasan ini, kedua negara ini membutuhkan komitmen politik
dan dukungan kebijaksanaan, pengerahan sumber daya yang memadai, dan peningkatan
dukungan teknis untuk memperkuat program ini, serta pelaksanaan strategi dan yang
berkesinambungan dan dinamis.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa Pengertian Frambusia ?
1.2.2 Apa Etiologi Frambusia ?
1.2.3 Bagaimana Patofisiologi Frambusia ?
1.2.4 Bagaimana Cara Penularan Frambusia ?
1.2.5 Apa saja Klasifikasi Frambusia ?
1.2.6 Bagaimana Manifestasi Klinis Frambusia ?
1.2.7 Bagaimana Cara Pencegahan Frambusia ?
1.2.8 Bagaimana Pengobatan Frambusia.
1.2.9 Bagaimana Asuhan Keperawatan Frambusia ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui Pengertian Frambusia.
1.3.2 Mengetahui Etiologi Frambusia.
1.3.3 Mengetahui Patofisiologi Frambusia.
1.3.4 Mengetahui Cara Penyebara Frambusia.
1.3.5 Mengetahui Klasifikasi Frambusia.
1.3.6 Mengetahui Manifestasi Klinis Frambusia.
1.3.7 Mengetahui Cara Pencegahan pada Frambusia.
1.3.8 Mengetahui Pengobatan pada Frambusia.
1.3.9 Mengetahui Asuhan Keperawatan Frambusia.
BAB II
KONSEP MEDIS
2.1 Pengertian Frambusia
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treptonema pallidum
ssp.pertenue yang memiliki 3 stadium dalam proses manifestasi ulkus seperti ulkus atau
granuloma (mother yaw), lesi non-destruktif yang dini dan destruktif atau adanya infeksi
lanjut pada kulit, tulang dan perios. Penyakit ini adalah penyakit kulit menular yang dapat
berpindah dari orang sakit frambusia kepada orang sehat dengan luka terbuka atau cedera/
trauma.
Frambusia adalah penyakit menular, kumat-kumatan, bukan termasuk penyakit menular
venerik, yang disebabkan oleh Treponema palidum subs. pertinue dengan gejala utama pada
kulit dan tulang.
Penyakit frambusia atau patek adalah suatu penyakit kronis, relaps (berulang). Dalam bahasa
Inggris disebut Yaws, ada juga yang disebut Frambesia tropica dan dalam bahasa Jawa
disebut Pathek. Di zaman dulu penyakit ini amat populer karena penderitanya sangat mudah
ditemukan di kalangan penduduk. Di Jawa saking populernya telah masuk dalam khasanah
bahasa Jawa dengan istilah “ora Patheken”.
Frambusia termasuk penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat karena
penyakit ini terkait dengan, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya kesadaran masyarakat
akan kebersihan diri, kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan
kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai, apalagi di beberapa daerah, pengetahuan
masyarakat tentang penyakit ini masih kurang karena ada anggapan salah bahwa penyakit ini
merupakan hal biasa dan alami karena sifatnya yang tidak menimbulkan rasa sakit pada
penderita..
2.2 Etiologi Frambusia
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treponema pallidum sub
spesies pertenue (merupakan saudara dari Treponema penyebab penyakit sifilis),
penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, tetapi dapat mudah tersebar melalui kontak
langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat. Penyakit ini tumbuh subur terutama
didaerah beriklim tropis dengan karakteristik cuaca panas, dan banyak hujan, yang
dikombinasikan dengan banyaknya jumlah penduduk miskin, sanitasi lingkungan yang buruk,
kurangnya fasilitas air bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas
kesehatan umum yang memadai.
2.3 Patofisiologi Frambusia
Frambusia di sebabkan oleh Treponemaa Pallidum, yang disebabkan karena kontak langsung
dengan penderita ataupun kontak tidak langsung. Treponema palidum ini biasanya
menyerang kulit dan tulang.
Pada awal terjadinya infeksi, agen akan berkembang biak didalam jaringan penjamu, setelah
itu akan muncul lesi intinal berupa papiloma yang berbentuk seperti buah arbei, yang
memiliki permukaan yang basah, lembab, tidak bernanah dan tidak sakit, kadang disertai
dengan peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, nyeri tulang dan persendian. Apabila tidak
segera diobati agen akan menyerang dan merusak kulit, otot, serta persendian.
Terjadinya kelainan tulang dan sendi sering mengenai jari-jari dan tulang ektermitas yang
menyebabkan atrofi kuku dan deformasi ganggosa yaitu suatu kelainan berbentuk nekrosis
serta dapat menyebabkan kerusakan pada tulang hidung dan septum nasi dengan gambaran-
gambaran hilangnya bentuk hidung. Kelainan pada kulit adanya ulkus-ulkus yang
meninggalkan jaringan parut dapat membentuk keloid dan kontraktur.
Klasifikasi Frambusia terdiri dari 4 (empat) tahap meliputi:
a) pertama (primary stage) berbentuk bekas untuk berkembangnya bakteri frambusia;
b) secondary stage terjadi lesi infeksi bakteri treponema pada kulit;
c) latent stage bakteri relaps atau gejala hampir tidak ada;
d) tertiary stage luka dijaringan kulit sampai tulang kelihatan, (Smith, 2006 ; Greenwood,
et al, 1994 ; Bahmer, et al 1990 ; Jawetz, et al., 2005).
2.4 Cara Penularan Frambusia
Penularan penyakit frambusia dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung
(Depkes,2005), yaitu :
a) Penularan secara langsung (direct contact) .
Penularan penyakit frambusia banyak terjadi secara langsung dari penderita ke orang lain.
Hal ini dapat terjadi jika jejas dengan gejala menular (mengandung Treponema pertenue)
yang terdapat pada kulit seorang penderita bersentuhan dengan kulit orang lain yang ada
lukanya. Penularan mungkin juga terjadi dalam persentuhan antara jejas dengan gejala
menular dengan selaput lendir.
b) Penularan secara tidak langsung (indirect contact) .
Penularan secara tidak langsung mungkin dapat terjadi dengan perantaraan benda atau
serangga, tetapi hal ini sangat jarang. Dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular
dengan kulit (selaput lendir) yang luka, Treponema pertenue yang terdapat pada jejas itu
masuk ke dalam kulit melalui luka tersebut.
Terjadinya infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema partenue dapat mengalami 2
kemungkinan, antara lain :
1. Infeksi effective.
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit berkembang biak,
menyebar di dalam tubuh dan menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi efektif dapat
terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit cukup virulen dan cukup
banyaknya dan orang yang mendapat infeksi tidak kebal terhadap penyakit frambusia.
2. Infeksi ineffective.
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak dapat
berkembang biak dan kemudian mati tanpa dapat menimbulkan gejala-gejala penyakit.
Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak
cukup virulen dan tidak cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi mempunyai
kekebalan terhadap penyakit frambusia (Depkes, 2005).
2.5 Klasifikasi Frambusia
Frambusia dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain berdasarkan karakteristik Agen :
a) Infektivitas dibuktikan dengan kemampuan sang Agen untuk berkembang biak di dalam
jaringan penjamu.
b) Patogenesitas dibuktikan dengan perubahan fisik tubuh yaitu terbentuknya benjolan-
benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa nanah.
c) Virulensi penyakit ini bisa bersifat kronik apabila tidak diobati, dan akan menyerang
dan merusak kulit, otot serta persendian sehingga menjadi cacat seumur hidup. Pada 10%
kasus frambusia, tanda-tanda stadium lanjut ditandai dengan lesi yang merusak susunan kulit
yang juga mengenai otot dan persendian.
d) Toksisitas yaitu dibuktikan dengan kemampuan Agen untuk merusak jaringan kulit
dalam tubuh penjamu.
e) Invasitas dibuktikan dengan dapat menularnya penyakit antara penjamu yang satu
dengan yang lainnya.
f) Antigenisitas yaitu sebelum menimbulkan gejala awal Agen mampu merusak antibody
yang ada di dalam sang penjamu.
2.6 Manifestasi Klinis Frambusia
Gejala klinis terdiri atas 3 Stadium yaitu :
a) Stadium I :
Stadium ini dikenal juga stadium menular. Masa inkubasi rata-rata 3 minggu atau dalam
kisaran 3-90 hari. Lesi initial berupa papiloma pada port d’ entre yang berbentuk seperti buah
arbei, permukaan basah, lembab , tidak bernanah, sembuh spontan tanpa meninggalkan
bekas, kadang-kadang disertai peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, nyeri tulang dan
persendian kemudian, papula-papula menyebar yang sembuh setelah 1-3 bulan. Lesi intinial
berlangsung beberapa minggu dan beberapa bulan kemudian sembuh. Lesi ini sering
ditemukan disekitar rongga mulut, di dubur dan vagina, dan mirip kandilomatalata pada
sipilis. Gejala ini pun sembuh tanpa meninggalkan parut, walaupun terkadang dengan
pigmentasi. selain itu terdapat semacam papiloma pada tapak tangan atau kaki, dan biasanya
lembab. Gejala pada kulit dapat berupa macula, macula papulosa, papula, mikropapula,
nodula, tanpa menunjukan kerusakan struktur pada lapisan epidermis serta tidak bereksudasi.
Bentuk lesi primer ini adalah bentuk yang menular.
b) Stadium II atau masa peralihan :
Pada stadium ini, di tempat lesi ditemukan treponema palidum pertinue. Treponema positif
ini terjadi setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan setelah stadium I. Pada stadium
ini frambusia tidak menular dengan bermacam-macam bentuk gambaran klinis, berupa
hyperkeratosis. Kelainan pada tulang dan sendi sering mengenai jari-jari dan tulang
ekstermitas, yang dapat mengakibatkan terjadi atrofi kuku dan deformasi ganggosa, yaitu
suatu kelainan berbentuk nekrosis serta dapat menyebabkan kerusakan pada tulang hidung
dan septum nasi dengan gambaran-gambaran hilangnya bentuk hidung, gondou ( suatu
bentuk ostitis hipertofi ), meskipun jarang dijumpai. Kelainan sendi, hidrartosis, serta junksta
artikular nodular ( nodula subkutan, mudah bergerak, kenyal, multiple), biasanya ditemukan
di pergelangan kaki dekat kaput fibulae, daerah akral atau plantar dan palmar.
c) Stadium III :
Pada stadium ini , terjadi guma atau ulkus-ulkus indolen dengan tepi yang curam atau
bergaung, bila sembuh, lesi ini meninggalkan jaringan parut, dapat membentuk keloid dan
kontraktur. Bila terjadi infeksi pada tulang dapat mengakibatkan kecacatan dan kerusakan
pada tulang. Kerusakan sering terjadi pada palatum, tulang hidung, tibia.
Manifestasi klinis frambusia juga dibagi dalam beberapa tahap, antara lain :
a) Tahap Prepatogenesis
Pada tahap ini penederita belum menunjukan gejala penyakit. Namun, tidak menutup
kemungkinan si penyakit telah ada dalam tubuh si penderita.
b) Tahap Inkubasi
Tahap inkubasi Frambusia adalah dari 2 sampai 3 minggu
c) Tahap Dini
Terbentuknya benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah
tanpa nanah.
d) Tahap Lanjut
Pada gejala lanjut dapat mengenai telapak tangan, telapak kaki, sendi dan tulang, sehingga
mengalami kecacatan. Kelainan pada kulit ini biasanya kering, kecuali jika disertai infeksi
(borok).
e) Tahap Pasca Patogenesis
Pada tahap ini perjalanan akhir penyakit hanya mempunyai tiga kemungkinan, yaitu :
1. Sembuh dengan cacat penyakit ini berakhir dengan kerusakan kulit dan tulang di daerah
yang terkena dan dapat menimbulkan kecacatan 10-20 % dari penderita.
2. Karier tubuh penderita pulih kembali, namun bibit penyakit masih tetap ada dalam
tubuh.
3. Penyakit tetap berlangsung secara kronik yang jika tidak diobati akan menimbulkan
cacat kepada si penderita.
2.7 Pencegahan Frambusia
Frambusia bila tidak segera ditangani akan menjadi penyakit kronik, yang bisa kambuh dan
menimbulkan gejala pada kulit, tulang dan persendian. Pada 10% kasus pasien stadium
tersier, terjadi lesi kulit yang destruktif dan memburuk menjadi lesi pada tulang dan
persendian. Kemungkinan kambuh dapat terjadi lebih dari 5 tahun setelah terkena infeksi
pertama. Strategi pemberantasan frambusia terdiri dari 4 hal pokok yaitu:
a) Skrining terhadap anak sekolah dan masyarakat usia di bawah 15 tahun untuk
menemukan penderita.
b) Memberikan pengobatan yang akurat kepada penderita di unit pelayanan kesehatan
(UPK) dan dilakukan pencarian kontak.
c) Penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
d) Perbaikan kebersihan perorangan melalui penyediaan sarana dan prasarana air bersih
serta penyediaan sabun untuk mandi.
2.8 Pengobatan Frambusia
Benzatin penisilin diberikan dalam dosis 2, 4 juta unit untuk orang dewasa dan untuk 1,2 juta
unit untuk anak-anak. Hingga saat ini, penisilin merupakan obat pilihian, tetapi bagi mereka
yang peka dapat diberikan tetrasiklin atau eritromisin 2 gr/hari selama 5-10 hari.
Menurut Departemen Kesehatan RI, (2004) dan (2007) bahwa pilihan pengobatan utama
adalah benzatin penisilin, dan pengobatan alternatif dapat dilakukan dengan pemberian
tetrasiklin, doxicicline dan eritromisin.
Anjuran pengobatan secara epidemiologi untuk frambusia adalah sebagai berikut :
a) Bila sero positif >50% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun >5% maka
seluruh penduduk diberikan pengobatan.
b) Bila sero positif 10%-50% atau prevalensi penderita di suatu desa 2%-5% maka
penderita, kontak, dan seluruh usia 15 tahun atau kurang diberikan pengobatan.
c) Bila sero positif kurang 10% atau prevalensi penderita di suatu desa/ dusun < 2% maka
penderita, kontak serumah dan kontak erat diberikan pengobatan.
Pada anak sekolah untuk setiap penemuan kasus dilakukan pengobatan seluruh murid dalam
kelas yang sama. Dosis dan cara pengobatan sbb:
Umur Nama obat Dosis Pemberian
Melalui
Lama
Pemberian
< 10 thn Benz.penisilin 600.000 IU IM Dosis
Tunggal
≥ 10 tahun Benz.penisilin 1.200.000 IU IM Dosis
Tunggal
Alternatif
< 8 tahun Eritromisin 30mg/kgBB bagi 4
dosis
Oral 15 hari
8-15 tahun Tetra atau erit. 250mg,4×1 hri Oral 15 hari
>8 tahun Doxiciclin 2-5mg/kgBB bagi 4
dosis
Oral 15 hari
Dewasa 100mg 2×1 hari Oral 15 hari
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat dan
sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien,
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan.
Pengkajian pada pasien frambusia meliputi :
1. Identitas klien :
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam masuk ke rumah sakit, nomor register, diagnosa medis.
2. Keluhan utama :
a. Gatal-gatal.
b. Demam.
c. Sakit Kepala.
d. Nyeri tulang dan sendi.
e. Terdapat benjolan-benjolan pada kulit.
3. Riwayat penyakit
Pasien sebelumnya pernah menderita penyakit frambusia, dan kambuh kembali.
4. Pemeriksaan Fisik :
a) Pola aktivitas dan istirahat :
1) Kelemahan.
2) Gelisah.
3) Susah bergerak.
4) Susah tidur.
5) Pusing.
b) Pola sirkulasi :
1) Turgor kulit menurun.
2) Kerusakan integritas kulit.
c) Pola sensorik :
1) Sensitifitas kulit terhadap rangsang menurun.
2) Pertahanan tubuh menurun.
d) Pola Nutrisi dan cairan :
1) Anoreksia.
2) Berat badan menurun.
3) Dehidrasi.
e) Pola kepercayaan diri :
1) Perubahan postur tubuh.
2) Menyendiri (malu).
f) Pola tempat tinggal pasien :
1) Sanitasi lingkungan yang buruk.
2) Kurangnya fasilitas air bersih.
3) Lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum yang
memadai.
3.2 Diagnosa Keperawatan
a) Kerusakan integritas kulit berdasarkan adanya lesi.
b) Resiko terjadi infeksi berdasarkan kerusakan pada kulit, dan pertahanan tubuh
menurun.
c) Gangguan mobilisasi berdasarkan kecacatan.
d) Gangguan citra tubuh berdasarkan perubahan postur tubuh.
e) Ansietas berdasarkan perubahan kesehatan.
f) Kurang pengetahuan berdasarkan kurang informasi terhadap perawatan kulit.
3.3 Intervensi dan Rasional
a. Kerusakan integritas kulit berdasarkan adanya lesi.
Tujuan : Untuk memelihara integritas kulit atau mencapai penyembuhan tepat waktu.
Intervensi :
1. Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor, sirkulasi, dan sensasi. Amati perubahan lesi.
Rasional : Menentukan garis dasar dimana terjadi perubahan pada status.
2. Pertahankan hygiene kulit, misalnya dengan membasuh dan mengeringkannya dengan
hati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan lotion atau krim.
Rasional : Masase meningkatkan sirkulasi kulit dan menambah kenyamanan.
3. Gunting kuku secara teratur.
Rasional : Kuku yang panjang/kasar menimbulkan resiko kerusakan kulit.
4. Kolaborasi pemberian obat topikal atau sistemik
Rasional : Digunakan pada perawatan lesi kulit.
5. Kolaborasi pemberian salep antibiotik untuk melindungi lesi.
Rasional : Melindungi area dari kontaminasi bakteri dan meningkatkan penyembuhan.
b. Resiko terjadi infeksi berdasarkan kerusakan pada kulit, dan pertahanan tubuh menurun.
Tujuan : Mencapai penyembuhan tepat waktu, tanpa komplikasi.
Intervensi :
1. Ukur tanda-tanda vital termasuk suhu.
Rasional : Memberikan informasi data dasar. Peningkatan suhu secara berulang-ulang dari
demam yang terjadi untuk menunjukkan pada tubuh bereaksi pada proses infeksi yang baru.
2. Tekankan pentingnya teknik mencuci tangan yang baik untuk semua individu yang
kontak dengan pasien.
Rasional : Mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
3. Gunakan sapu tangan, masker dan teknik aseptik selama perawatan dan berikan pakaian
yang steril atau baru.
Rasional : Mencegah terpajan pada organisme infeksius.
4. Observasi lesi secara periodik.
Rasional : Untuk mengetahui perubahan respon terhadap terapi
5. Berikan lingkungan yang bersih dan berventilasi baik. Periksa pengunjung atau staf
terhadap tanda infeksi dan pertahankan kewaspadaan sesuai indikasi.
Rasional : Untuk mengurangi patogen pada sistem intergument dan mengurangi
kemungkinan pasien mengalami infeksi nosokomial.
6. Kolaborasi pemberian preparat antibiotik dengan dokter.
Rasional : Membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab infeksi.
c. Gangguan mobilisasi berdasarkan kecacatan.
Tujuan : Mobilisasi fisik terpenuhi.
Intervensi :
1. Kaji ketidakmampuan bergerak klien yang diakibatkan oleh prosedur pengobatan dan
catat persepsi klien terhadap immobilisasi.
Rasional : Dengan mengetahui derajat ketidakmampuan bergerak klien dan persepsi klien
terhadap immobilisasi, ini akan membuat pasien menemukan aktivitas mana saja yang perlu
dilakukan.
2. Tingkatkan ambulasi klien seperti mengajarkan menggunakan tongkat dan kursi roda.
Rasional : Dengan ambulasi tersebut klien dapat mengenal dan menggunakan alat-alat yang
perlu digunakan oleh klien dan juga untuk memenuhi aktivitas klien.
3. Ganti posisi klien setiap 3 – 4 jam secara periodik.
Rasional : Pergantian posisi setiap 3 – 4 jam dapat mencegah terjadinya kontraktur.
4. Bantu klien mengganti posisi dari tidur ke duduk dan turun dari tempat tidur.
Rasional : Membantu klien untuk meningkatkan kemampuan dalam duduk dan turun dari
tempat tidur.
d. Gangguan citra tubuh berdasarkan perubahan postur tubuh.
Tujuan : Pasien dapat mengembangkan peningkatan penerimaan diri.
Intervensi :
1. Kaji adanya gangguan pada citra diri pasien (menghindari kontak mata, ucapan yang
merendahkan diri sendiri, ekspresi perasaan muak pada kondisi kulit).
Rasional : Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit atau keadaan nyata bagi
pasien. Kesan seseorang terhadap dirinya sendiri akan berpengaruh pada dirinya sendiri.
2. Berikan kesempatan untuk pasien mengungkapkan keluhan, dengarkan dengan cara
yang terbuka dan tidak menghakimi untuk mengekspresikan berduka atau ansietas tentang
perubahan citra tubuh
Rasional : Pasien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami. Mendukung upaya
pasien untuk memperbaiki citra diri.
3. Bersikap realistis selama pengobatan, dan pada penyuluhan kesehatan.
Rasional : Meningkatkan kepercayaan dan mengadakan hubungan antara pasien dengan
perawat.
4. Jangan memberikan keyakinan yang salah.
Rasional : Meningkatkan perilaku positif dan memberikan kesempatan untuk menyusun
tujuan dan rencana untuk masa depan berdasarkan realita.
5. Dorong interaksi keluarga dengan rehabilitasi.
Rasional : Mempertahankan pola komunikasi dan memberikan dukungan terus-menerus pada
pasien dan keluarga.
e. Ansietas berdasarkan perubahan kesehatan.
Tujuan : Pasien dapat menunjukkan penurunan ansietas sehingga dapat menerima perubahan
status kesehatannnya dengan cara sehat.
Intervensi :
1. Berikan penjelasan yang sering dan informasi tentang prosedur perawatan.
Rasional : Pengetahuan diharapkan menurunkan ketakutan dan ansietas, dan memperjelas
kesalahan konsep dan meningkatkan kerja sama.
2. Libatkan pasien atau orang yang terdekat dalam proses pengambilan keputusan.
Rasional : Meningkatkan rasa kontrol dan kerja sama.
3. Kaji status mental terhadap penyakit.
Rasional : Menurunkan perasaan tak berdaya atau putus asa.
4. Berikan orientasi konstan dan konsisten.
Rasional : Pada awalnya pasien dapat menggunakan penyangkalan untuk menurunkan dan
menyaring informasi secara keseluruhan.
5. Dorong pasien untuk bicara tentang penyakitnya.
Rasional : Pasien perlu membicarakan apa yang terjadi terus-menerus untuk membantu
beberapa rasa terhadap situasi apa yang menakutkan
6. Jelaskan pada pasien apa yang terjadi. Berikan kesempatan untuk bertanya dan berikan
jawaban terbuka atau jujur.
Rasional : Membantu pasien tetap berhubungan dengan lingkungan dan realitas.
7. Identifikasi metode koping atau penangan situasi stress sebelumnya.
Rasional : Pernyataan kompensasi menujukkan realitas situasi yang dapat membantu pasien
atau orang yang terdekat menerima realita dan mulai menerima apa yang terjadi.
8. Dorong keluarga dan orang yang terdekat untuk mengunjungi pasien dan
mendiskusikan apa yang terjadi. Mengingatkan pasien kejadian masa lalu dan akan datang.
Rasional : Perilaku masa lalu yang berhasil dapat digunakan untuk membantu situasi saat ini
mempertahankan kontak dengan realitas keluarga, membuat rasa kedekatan dan
kesinambungan hidup.
9. Kolaborasi sedatif ringan sesuai indikasi
Rasional : Obat ansietas diperlukan untuk periode singkat sampai pasien lebih stabil secara
psikis.
f. Kurang pengetahuan berdasarkan kurang informasi terhadap perawatan kulit.
Tujuan : Pasien mendapatkan informasi yang adekuat tentang perawatan kulit.
Intervensi :
1. Tentukan apakah pasien mengetahui tentang kondisi dirinya.
Rasional : Memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan.
2. Pantau agar pasien mendapatkan informasi yang benar, dan memperbaiki kesalahan
persepsi informasi.
Rasional : Pasien harus memiliki perasaan bahwa ada sesuatu yang dapat di perbuat.
3. Berikan informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan.
Rasional : Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.
4. Jelaskan penatalaksanaan minum obat : dosis, frekuensi, tindakan, dan perlunya terapi
dalam jangka waktu lama.
Rasional : Meningkatkan partisipasi pasien, memahami aturan terapi dan mencegah putus
obat.
5. Dorong pasien agar mendapat status nutrisi yang sehat.
Rasional : Penampakan kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang. Perubahan kulit
dapat menandakan status nutrisi yang abnormal. Nutrisi yang optimal meningkatkan
regenerasi jaringan dan penyembuhan umum kesehatan.
6. Tekankan perlunya atau pentingnya mengevaluasi perawatan atau rehabilitasi
Rasional : Dukungan jangka panjang dengan evaluasi ulang continue dan perubahan terapi
dibutuhkan untuk penyembuhan optimal.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Frambusia merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treptonema pallidum
ssp.pertenue yang memiliki 3 stadium dalam proses manifestasi ulkus seperti ulkus atau
granuloma (mother yaw), lesi non-destruktif yang dini dan destruktif atau adanya infeksi
lanjut pada kulit, tulang dan perios. Penyakit ini adalah penyakit kulit menular yang dapat
berpindah dari orang sakit frambusia kepada orang sehat dengan luka terbuka atau cedera/
trauma.
Pada awal terjadinya infeksi frambusia, agen akan berkembang biak didalam jaringan
penjamu, setelah itu akan muncul lesi intinal berupa papiloma yang berbentuk seperti buah
arbei, yang memiliki permukaan yang basah, lembab, tidak bernanah dan tidak sakit, kadang
disertai dengan peningkatan suhu tubuh, sakit kepala, nyeri tulang dan persendian. Apabila
tidak segera diobati agen akan menyerang dan merusak kulit, otot, serta persendian. Proses
penyebaran frambusia ada 2, yaitu penularan secara langsung (direct contact), dan penularan
secara tidak langsung (indirect contact).
Gejala klinis frambusia terdiri atas 3 stadium yaitu : Stadium I, Stadium II atau masa
peralihan, dan Stadium III, selain itu juga dibagi lagi dalam beberapa tahapan, antara lain :
tahap prepatogenesis, tahap inkubasi, tahap dini, tahap lanjut, dan tahap pasca patogenesis.
Strategi pemberantasan atau pencegahan frambusia terdiri dari 4 hal pokok yaitu: skrining
terhadap anak sekolah dan masyarakat usia di bawah 15 tahun untuk menemukan penderita,
memberikan pengobatan yang akurat kepada penderita di unit pelayanan kesehatan (UPK)
dan dilakukan pencarian kontak, penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS), perbaikan kebersihan perorangan melalui penyediaan sarana dan
prasarana air bersih serta penyediaan sabun untuk mandi.
Menurut Departemen Kesehatan RI, (2004) dan (2007) bahwa pilihan pengobatan utama
dalam pengobatan frambusia adalah benzatin penisilin, alternatif pengobatan dapat dilakukan
dengan pemberian tetrasiklin, doxicicline dan eritromisin.
4.2 Saran
Frambusia merupakan penyakit kulit yang dapat menular, banyak hal yang dapat membuat
penyakit frambusia dapat terjadi, salah satunya yaitu kondisi tempat tinggal yang kotor dan
tidak sehat. Oleh karena itu, di harapkan bagi semua masyarakat untuk selalu memperhatikan
kondisi lingkungannya, dan menjaga kesehatan baik terhadap diri sendiri maupun lingkungan
tempat tinggal.
DAFTAR PUSTAKA
http://akatsuki-ners.blogspot.com/2011/02/askep-klien-dengan-frambusia.html
(diakses pada tanggal 24 februari 2012)
http://ichynurse.blogspot.com/2012/01/askep-frambusia.html
(diakses pada tanggal 23 februari 2012)
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
Makalah yang berjudul “Frambusia”.
Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas dari matakuliah Keperawatan Tropis
III. Dalam penulisan makalah ini juga, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi, karena kami
merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan
kemampuan yang dimiliki kami. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam
penyusunan materi ini tidak lain berkat tuntunan-Nya dan bimbingan dari berbagai pihak,
sehingga kendala-kendala yang kami hadapi dapat teratasi.
Untuk itu dalam kesempatan ini Saya ingin menyampaikan ucapan terimakasih
kepada semua pihak yang telah bersedia membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Selain
itu kami juga mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak, demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Raha, Oktober 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah………...…………...……...…………...…………………..3
1.3 Tujuan...................................................................................................................4
BAB II KONSEP MEDIS…………….……………………………..…...…….. 5
2.1 Pengertian Frambusia……....…........................................................................... 5
2.2 Etiologi Frambusia……………….......................................................................6
2.3 Patofisiologi Frambusia........................................................................................6
2.4 Cara Penularan Frambusia……………………..………………………………..7
2.5 Klasifikasi Frambusia………………………………………………………...…8
2.6 Manifestasi Klinis Frambusia………………………………………………...…9
2.7 Pencegahan Frambusia………………………………………………………... 11
2.8 Pengobatan Frambusia……………………………………………………........ 12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN……….………………………...……. 14
3.1 Pengkajian………...………............................................................................... 14
3.2 Diagnosa Keperawatan....................................................................................... 15
3.3 Intervensi dan Rasional…………………..…………………………………… 16
BAB IV PENUTUP………………………………...……………………….... 22
4.1 Kesimpulan........................................................................................................ 22
4.2 Saran................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA………………………………..……………………….. 24