BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Kebersihan...

21
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Kebersihan Telinga 1. Perilaku Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespons (Skiner dalam Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan batasan yang dikemukakan Skinner, perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat- sakit, penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan seperti pelayanan kesehatan, makanan, minuman dan lingkungan (Notoatmojo, 2010). Berdasarkan pengertian di atas perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Perilaku kesehatan dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok (Notoadmojo, 2007) : a. Perilaku pemeliharaan kesehatan 1) Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. Perilaku pencegahan ini merupakan respon untuk melakukan pencegahan penyakit, termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain. 2) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Hal ini mengandung maksud bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relative, maka dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Kebersihan...

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Kebersihan Telinga

1. Perilaku

Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus

(rangsangan dari luar). Perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus

terhadap organisme dan kemudian organisme tersebut merespons (Skiner

dalam Notoatmodjo, 2007).

Berdasarkan batasan yang dikemukakan Skinner, perilaku kesehatan

adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang

berkaitan dengan sehat- sakit, penyakit dan faktor-faktor yang

mempengaruhi kesehatan seperti pelayanan kesehatan, makanan, minuman

dan lingkungan (Notoatmojo, 2010). Berdasarkan pengertian di atas

perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik

yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati yang berkaitan dengan

pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

Perilaku kesehatan dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok

(Notoadmojo, 2007) :

a. Perilaku pemeliharaan kesehatan

1) Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila

sakit serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari

penyakit. Perilaku pencegahan ini merupakan respon untuk

melakukan pencegahan penyakit, termasuk juga perilaku untuk

tidak menularkan penyakit kepada orang lain.

2) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan

sehat. Hal ini mengandung maksud bahwa kesehatan itu sangat

dinamis dan relative, maka dari itu orang yang sehat pun perlu

diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal

mungkin.

10

3) Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman

dapat memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi

sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab

menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan

penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap

makanan dan minuman tersebut.

b. Perilaku pencarian dan penggunaan system atau fasilitas pelayanan

kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan. Perilaku

ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat

menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini

dimulai dari mengobati sendiri sampai mencari pengobatan yang lebih

baik.

c. Perilaku kesehatan lingkungan

Bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik

maupun social budaya dan sebagainya. Sehingga lingkungan tersebut

tidak mempengaruhi kesehatannya.

Berdasarkan pendapat Ogden (1996) menentukan tiga bentuk perilaku

kesehatan yang meliputi :

a. Perilaku sehat (a health behaviour) yaitu perilaku yang bertujuan

mencegah penyakit (seperti makan, diet kesehatan)

b. Perilaku sakit (a illness behaviour) yaitu perilaku mencari pengobatan

(seperti pergi ke dokter).

c. Perilaku peran sakit (a sick role behaviour) yaitu tindakan yang

bertujuan untuk mendapatkan kesehaatan (seperti minum obat yang

sudah diresepkan, beristirahat).

2. Faktor yang mempengaruhi perilaku

Menurut Green dan Kreuter dalam Notoatmodjo (2010), menganalisis

bahwa faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama :

a. Faktor-faktor predisposisi

Faktor predisposisi adalah faktor yang melatarbelakangi perubahan

perilaku yang menyediakan pemikiran rasional atau motivasi terhadap

11

suatu perilaku. Faktor ini meliputi pengetahuan, sikap, keyakinan,

kepercayaan, nilai, dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pendukung

Faktor pendukung adalah faktor yang memungkinkan atau yang

memfasilitasi perilaku individu atau organisasi termasuk tindakan/

ketrampilan.. Faktor ini meliputi ketersediaan, keterjangkauan sumber

daya pelayanan kesehatan, prioritas dan komitmen masyarakat dan

pemerintah dan tindakan yang berkaitan dengan kesehatan.

c. Faktor-faktor pendorong

Faktor pendorong adalah faktor yang mendorong atau memperkuat

terjadinya perilaku. Faktor ini memberikan penghargaan/ insentif

untuk ketekunan atau pengulangan perilaku. Faktor penguat ini terdiri

dari tokoh masyarakat, petugas kesehatan, guru, keluarga dan

sebagainya.

3. Domain perilaku

Menurut Bloom (dalam Notoatmodjo, 2007) membagi domain perilaku

dalam 3 bentuk yaitu :

a. Pengetahuan

1) Pengertian

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini tejadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo,

2010).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour).

Berdasarkan pengalaman ternyata perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010).

12

2) Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan dalam aspek kognitif menurut Notoatmodjo (2007),

dibagi menjadi 6 (enam) tingkatan yaitu :

a) Tahu ( know )

Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, dari seluruh bahan yang dipelajari. Tahu ini

merupakan tingkat pengertian yang paling rendah.

b). Memahami (Comprehension)

Memahami ini diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan

dapat menginterprestasikan materi ke kondisi sebenarnya.

c). Aplikasi (Aplication)

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

d). Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen - komponen, tetapi masih

dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada

kaitannya satu sama lain.

e). Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan

atau menghubungkan bagian - bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru.

f). Evaluasi (Evaluation)

Evalusi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.

3) Faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Notoatmodjo, 2007):

a) Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam

memberi respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang

yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih

13

rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir

sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh

dari gagasan tersebut. Pendidikan berarti bimbingan yang

diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju

kearah suatu cita – cita tertentu. Pendidikan dapat

mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang

akan pola hidup, terutama dalam memotivasi sikap berperan

serta dalam perkembangan kesehatan. Semakin tinggi tingkat

kesehatan, seseorang makin menerima informasi sehingga

makin banyak pola pengetahuan yang dimiliki.

b) Paparan media massa

Melalui berbagai media baik cetak maupun elektronik berbagai

informasi dapat diterima masyarakat, sehingga seseorang yang

lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah, pamflet,

dan lain - lain) akan memperoleh informasi yang lebih banyak

dibandingkan dengan orang yang tidak pernah terpapar

informasi media. Ini berarti paparan media massa

mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh

seseorang.

c) Ekonomi

Usaha memenuhi kebutuhan pokok (primer) maupun

kebutuhan sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan

lebih mudah tercukupi dibandingkan keluarga dengan status

ekonomi rendah. Hal ini akan mempengaruhi pemenuhan

kebutuhan sekunder. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekonomi

dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang tentang berbagai

hal.

d) Hubungan sosial

Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling

berinteraksi antara satu dengan yang lain. Individu yang dapat

berinteraksi secara continue akan lebih besar terpapar

14

informasi. Sementara faktor hubungan sosial juga

mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikasi untuk

menerima pesan menurut model komunikasi media dengan

demikian hubungan sosial dapat mempengaruhi tingkat

pengetahuan seseorang tentang suatu hal.

d) Pengalaman

Pengalaman seorang individu tentang berbagai hal biasa

diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses

perkembangannya, misalnya sering mengikuti kegiatan.

Kegiatan yang mendidik misalnya seminar organisasi dapat

memperluas jangkauan pengalamannya, karena dari berbagai

kegiatan tersebut informasi tentang suatu hal dapat diperoleh.

4) Pengukuran Pengetahuan

Pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket yang

menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari responden

(Notoatmodjo, 2007). Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan

dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung atau

melalui pertanyaan-pertanyaan tertulis atau angket. Indikator

pengetahuan adalah tingginya pengetahuan responden tentang

kesehatan, atau besarnya persentase kelompok responden

(Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan dapat dikategorikan menjadi

baik dengan nilai benar antara 80%-100%, dikategorikan cukup

dengan nilai benar antara 56%-79% dan kategori kurang dengan

nilai benar < 56%.

5) Sumber – sumber pengetahuan

Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang

berasal dari berbagai macam sumber, misalnya media massa,

media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, media poster,

kerabat dekat dan sebagainya. Menurut Notoatmodjo (2007)

sumber pengetahuan dapat berupa pemimpin – pemimpin

15

masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang

pemerintahan dan sebagainya.

b. Sikap

1) Pengertian Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari

seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat

langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan dahulu dari perilaku

yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya

kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Kondisi kehidupan

sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional

terhadap stimulus sosial. Sikap juga merupakan kesiapan atau

kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksanaan motif tertentu.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi

merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih

merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau

tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap

merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai

suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).

2) Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmodjo (2007) sikap mempunyai 4 tingkatan dari

yang terendah hingga yang tertinggi yaitu :

a) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya

sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan

perhatian itu terhadap ceramah-ceramah.

b) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari

sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan

16

atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas dari pekerjaan itu

benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

c) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan

dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi

sikap tingkat tiga.

d) Bertanggung jawab (responsible)

Pada tingkat ini, sikap individu akan bertanggung jawab dan

siap menanggung segala resiko atas segala sesuatu yang telah

dipilihnya.

3) Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

a) Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang dialami seseorang akan ikut

membantu dan mempengaruhi penghayatan terhadap

stimulus sosial.

b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting.

Pada umumya individu cenderung untuk memiliki sikap

yang konformasi atau searah dengan orang lain yang

dianggap penting.

c) Pengaruh kebudayaan.

Seseorang hidup dan dibesarkan dari suatu kebudayaan,

dengan demikian kebudayaan yang diikutinya mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan sikap orang tersebut.

d) Media massa.

Media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti

yang dapat mengarahkan opini seseorang, sehingga

terbentuklah arah sikap yang tertentu.

e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama.

Kedua lembaga ini meletakkan dasar pengertian dan konsep

moral dalam individu sehingga kedua lembaga ini

17

merupakan suatu sistem yang mempunyai pengaruh dalam

pembentukan sikap.

f) Pengaruh faktor emosional.

Suatu bentuk sikap merupakan pertanyaan yang didasari oleh

emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi

atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. (Azwar,

2010).

g) Pendidikan

Kurangnya pengetahuan seseorang akan mudah terpengaruh

dalam bersikap.

h) Faktor sosial dan ekonomi

Keadaan sosial ekonomi akan menimbulkan gaya hidup yang

berbeda-beda.

i) Kesiapan fisik (status kesehatan)

Pada umumnya fisik yang kuat terdapat jiwa sehat.

j) Kesiapan psikologis / jiwa

Interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi

diantara individu yang satu dengan yang lain, terjadi

hubungan timbal balik yang mempengaruhi pola perilaku

masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Lebih

lanjut, interaksi sosial itu meliputi hubungan antara

psikologis disekelilingnya. (Azwar, 2010).

4) Pengukuran sikap

Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami

sikap dan perilaku manusia adalah pengungkapan (assesmant) atau

pengukuran (measurement) sikap. Sikap merupakan respons

evaluatif yang dapat berbentuk positif maupun negatif.

Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah

kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah

mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak terhadap

sesuatu atau seseorang sebagai objek. Orang yang setuju,

18

mendukung atau memihak terhadap suatu objek sikap berarti

memiliki sikap yang arahnya positif sebaiknya mereka yang tidak

setuju atau tidak mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap

arahnya positif sebaiknya mereka yang tidak setuju atau tidak

mendukung dikatakan sebagai memiliki sikap yang arahnya positif.

Suatu skala berwujud kumpulan pernyataan-pernyataan

sikap yang ditulis, disusun, dan dianalisis sedemikian rupa

sehingga respons seseorang terhadap pernyataan tersebut dapat

diberi angka (skor) dan kemudian dapat diinterprestasikan. Skala

sikap tidak terdiri dari hanya satu stimulus atau pernyataan saja

melainkan selalu berisi banyak item (multiple item measure).

Oleh karena itu skala sikap harus dirancang dengan hati-

hati. Stimulusnya harus ditulis dan dipilh berdasarkan metode

kontruksi yang benar dan skor terhadap respon seseorang harus

diberikan dengan cara-cara yang tepat. Sebagai suatu instrument

pengukuran psikologis, skala sikap dituntut untuk memenuhi

kualitas dasar alat ukur yang standar.

Kualitas dasar itu antara lain adalah validitas, reliabilitas,

dan berbagai karakteristik praktis lain yang menyangkut masalah

administrasi dan penyajiannya. Pernyataan sikap (attitude

statements) adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu

mengenai objek sikap yang hendak diungkap (Azwar, 2010).

Pengkategorian sikap dapat dilakukan dengan membaginya dalam

dua kategori yaitu sikap negatif dengan nilai ≤ mean dan sikap

positif dengan nilai > mean.

c. Praktik.

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbedaan nyata

diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,

antara lain adalah fasilitas. Sikap ibu yang sudah positif terhadap

19

imunisasi tersebut harus mendapat konfirmasi dari suaminya, dan ada

fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut

mengimunisasikan anaknya. Di samping faktor fasilitas juga

diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya suami

atau istri, orang tua atau mertua sangat penting untuk mendukung

praktik keluarga berencana (Notoatmodjo, 2007).

1) Tingkat-tingkat Praktik

a) Respon Terpimpin (Guided Respons)

Mampu melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar

sesuai dengan contoh adalah indicator praktik tingkat dua.

b) Mekanisme (Mecanism)

Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar

secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan

maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

c) Adaptasi (Adaptation)

Adaptasi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah

berkembang dengan baik. Artinya, tindak dimodifikasinya

sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya tersebut

(Notoatmodjo, 2010).

2) Pengukuran praktik

Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan

melalui dua cara, secara langsung maupun secara tidak langsung,

pengukuran perilaku yang paling baik adalah secara langsung,

yakni dengan pengamatan (observasi) yaitu mengamati tindakan

dari subjek dalam rangka memelihara kesehatannya. Metode tidak

langsung adalah dengan menggunakan mengingat kembali (recall).

Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan terhadap

subjek tentang apa yang telah dilakukan berhubungan dengan

objek tertentu (Notoatmodjo, 2010). Pengkategorian praktik dapat

dilakukan dengan membaginya dalam tiga kategori yaitu praktik

yang kurang, sedang dan baik.

20

4. Kebersihan Telinga

Telinga merupakan salah satu alat panca indera yang berfungsi

untuk mendengar. Anatomi telinga terdiri dari telinga bagian luar, telinga

bagian tengah dan telinga bagian dalam (Andarmoyo, 2012). Telinga

bagian luar terdiri dari aurikula yang berfungsi menampung gelombang

suara yang datang dari luar, meatus akusticus yaitu liang telinga tengah

merupakan penghubung aurikola dengan membran timpani yang banyak

mengandung rambut, kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat khususnya

menghasilkan sekret-sekret yang berbentuk serumen, membran timpani

yang merupakan selaput gendang telinga.

Telinga bagian tengah terdiri dari kavum timpani yang merupakan

rongga didalam temporatis dimana terdapat tiga buah tulang pendengaran.

Antrum timpani yang merupakan rongga tidak teratur yang agak luas

terletak di bawah samping dari kavum timpani dan tuba auditiva eustaki

yang merupakan saluran tulang rawan yang panjangnya kurang lebih 3,7

cm berjalan miring ke bawah agak ke depan, dilapisi oleh lapisan mukosa.

Telinga bagian dalam terletak pada bagian tulang keras pilorus, terdapat

reseptor pendengaran dan alat pendengar ini disebut labirin (Higler, 2007).

Telinga adalah organ sensoris yang berfungsi dalam hal

pendengaran dan keseimbangan. Telinga luar berfungsi mengumpulkan

dan melikalisasi suara. Telinga tengah berfungsi untuk menghantarkan

suara yang telah dikumpulkan oleh daun telinga ke telinga bagian dalam,

sedangkan fungsi telinga dalam adalah menghantarkan suara menuju ke

syaraf-syaraf pendengaran untuk selanjutnya diteruskan ke dalam otak dan

ditafsirkannya suara oleh otak (Andarmoyo, 2012).

5. Pentingnya kebersihan telinga

Hygiene telinga mempunyai implikasi terhadap ketajaman

pendengaran. Bila substansi benda asing terkumpul pada kanal atau liang

telinga luar maka akan mengganggu konduksi suara. Khususnya pada

lansia akan rentan terhadap masalah ini. Perawat harus sensitif terhadap

isyarat perilaku papaun yang menindikasikan kerusakan pendegaran.

21

Ketika merawat klien yang menggunakan alat bantu pendengaran, perawat

menginstruksikan klien pada pembersihan dan pemeliharaan yang tepat

seperti hasil teknik komunikasi yang meningkatkan pendengaran kata yang

diucapkan (Andarmoyo, 2012).

Kebersihan telinga dapat dilakukan setelah adanya gejala seperti

perasaan gatal dan ketidaknyamanan pada saluran telinga, adanya rasa

pusing, nyeri pada telinga, kelaurnya sekret yang berbau, telinga yang

berdenging dan adanya penurunan fungsi pendengaran (Andarmoyo,

2012).

6. Cara membersihkan telinga

Proses membersihkan telinga sangat dianjurkan untuk tidak

menggunakan benda tajam seperti peniti atau tusuk gigi. Penggunaan

benda ini dapat menyebabkan trauma pada kanal telinga dan ruptur

membran timpani. Penggunaan aplikator kapas bertangkai juga harus

dihindari karena akan menyebabkan lilin terjepit dalam kanal (Perry &

Potter, 2006).

Alat untuk membersihkan telinga adalah kain lembab,tisu lembut

kapas dan cotton bud. Cara membersihkan telinga ini dapat dilakukan

dengan cara:

a. Menggunakan kain lembab, tisu lembut atau kapas dan lap untuk

membersihkan telinga bagian luar . Hal ini lebih mudah untuk

membersihkan telinga setelah mandi.

Gambar 2.1 kain lembab dan lap bagian luar telinga

22

b. Gunakan cotton bud hanya untuk daun telinga atau bagian luar lubang.

menggunakan cotton bud, pilihlah yang berkualitas baik, sehingga

terhindar dari risiko terlepasnya kapas dari tangkainya atau pun

patahnya tangkai cotton bud.

Gambar 2.2 Membersihkan telinga luar

c. Saat membersihkan, gunakan gerakan keluar, bukan ke dalam, supaya

tidak mendorong kotoran kedalam telinga, membersihkan kedua

telinga dengan perlahan dan hati hati. Untuk pembersihan liang telinga

bagian lebih dalam, dapat dilakukan dengan kontrol teratur ke dokter

spesialis THT.

Gambar 2.3 Membersihkan gerakan keluar bukan kedalam

B. Penyuluhan kesehatan

1. Pengertian Penyuluhan kesehatan

Penyuluhan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di

dalam bidang kesehatan. Dilihat dari segi pendidikan, penyuluhan

kesehatan adalah suatu pedagogik praktis atau praktik pendidikan. Oleh

23

sebab itu konsep penyuluhan kesehatan adalah konsep pendidikan yang

diaplikasikan pada bidang kesehatan (Notoatmodjo, 2003).

Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan kesehatan yang

dilakukan dengan penyebaran pesar, menanamkan keyakinan, sehingga

masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa

melakukan suantu anjuran yang ada hubungannya dengan dengan kesehatan

(Machfoedz, 2005).

Penyuluhan kesehatan merupakan kegiatan pendidikan yang

dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan

sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti tetapi juga mau

dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungganya dengan kesehatan

(Fitriani, 2011).

Penyuluhan kesehatan merupakan suatu bentuk intervensi atau upaya

yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk

kesehatan. Hal ini dapat diartikan bahwa penyuluhan kesehatan

mengupayakan agar perilaku individu, kelompok atau masyarakat

mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan dan peningkatan

kesehatan (Notoatmodjo, 2007).

Mubarak (2011) memberikan penjelasan bahwa pengertian lebih luas

sebenarnya didapatkan dalam bidang promosi kesehatan, dimana

pendidikan dan penyuluhan kesehatan merupakan bagian dari promosi

kesehatan yang lebih menekankan pada pendekatan edukatif, namun jika

promosi kesehatan menekankan pada upaya perubahan atau perbaikan

perilaku kesehatan.

Proses pendidikan tersebut berlangsung didalam suatu lingkungan

pendidikan atau tempat dimana pendidikan itu berlangsung, biasanya

dibedakan menjadi tiga yaitu tri pusat pendidikan yaitu didalam keluarga

(pendidikan informal), didalam sekolah (pendidikan formal), dan didalam

masyarakat.

Proses penyuluhan kesehatan juga mengikuti proses tersebut, dan

unsur-unsurnya pun sama. Yang bertindak selaku pendidik kesehatan disini

adalah semua petugas kesehatan dan siapa saja yang berusaha untuk

24

mempengaruhi individu atau masyarakat guna meningkatkan kesehatan

mereka. Karena itu individu, kelompok ataupun masyarakat, disamping

dianggap sebagai sasaran (obyek) pendidikan, juga dapat berlaku sebagai

subyek (pelaku) penyuluhan kesehatan masyarakat apabila mereka di

ikutsertakan didalam usaha kesehatan masyarakat.

2. Tujuan Penyuluhan kesehatan

WHO (1954) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) menjelaskan

tujuan penyuluhan kesehatan adalah untuk meningkatkan status kesehatan

dan mencegah timbulnya penyakit, mempertahankan derajat kesehatan yang

sudah ada, memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit, serta

membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan. Secara

umum tujuan dari penyuluhan kesehatan adalah mengubah perilaku

individu atau masyarakat dibidang kesehatan. Tujuan ini dapat diperinci

lebih lanjut antara lain, menjadikan kesehatan sebagai sesuatu yang bernilai

di masyarakat, menolong individu agar mampu secara mandiri atau

kelompok mengadakan kegiatan untuk mencapai tujuan hidup sehat,

mendorong pengembangan dan menggunakan secara tepat sarana pelayanan

kesehatan yang ada.

3. Proses Penyuluhan kesehatan

Dalam proses penyuluhan kesehatan terdapat tiga persoalan pokok

yaitu masukan (input), proses (process), dan keluaran (output). Masukan

(input) dalam penyuluhan kesehatan menyangkut sasaran belajar yaitu

individu, kelompok dan masyarakat dengan berbagai latar belakangnya.

Proses (process) adalah mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan

kemampuan dan perilaku pada diri subjek belajar. Dalam proses pendidikan

kesehatan terjadi timbal balik berbagai faktor antara lain adalah pengajar,

teknik belajar, dan materi atau bahan pelajaran. Sedangkan keluaran

(output) merupakan kemampuan sebagai hasil perubahan yaitu perilaku

sehat dari sasaran didik melalui penyuluhan kesehatan (Notoatmodjo,

2003).

25

Peneliti melakukan pelatihan promosi kesehatan dengan sistem

modul. Bersamaan dengan saat modul dibagikan, peneliti memberikan

penjelasan sesuai dengan yang tertera sekaligus memperagakan sebanyak 1

kali. Setelah itu, para kader kesehatan diminta mempelajari sekaligus

memraktekkannya di rumah. Peneliti mengulangi test lagi setelah dilakukan

3 hari setelah pelatihan promosi kesehatan dilaksanakan

(sulastyawati,2007).

4. Metode Penyuluhan kesehatan

Menurut Notoatmodjo (2003), metode pembelajaran dalam

penyuluhan kesehatan dipilih berdasarkan tujuan penyuluhan kesehatan,

kemampuan perawat sebagai tenaga pengajar, kemampuan individu,

kelompok, masyarakat, besarnya kelompok, waktu pelaksanaan penyuluhan

kesehatan, dan ketersediaan fasilitas pendukung. Metode penyuluhan

kesehatan dapat bersifat pendidikan individual, pendidikan kelompok, dan

pendidikan massa. Metode yang sering digunakan dalam penyuluhan

kesehatan yaitu bimbingan dan penyuluhan, wawancara, ceramah, seminar,

simposium, diskusi kelompok, buzz group, curah gagas, forum panel,

demonstrasi, simulasi, dan permainan peran.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar

Kegiatan dalam penyuluhan terdapat tiga persoalan pokok yakni

masukan (input), proses dan keluaran (output). Persoalan masukan

menyangkut subjek atau sasaran belajar dengan latar belakangnya.

Persoalan proses adalah mekanisme atau proses terjadinya perubahan

kemampuan pada diri subjek belajar. Di dalam proses terjadi pengaruh

timbal balik antara berbagai faktor, antara lain subjek belajar, alat bantu

belajar dan materi atau bahan yang dipelajari (Notoatmodjo, 2007).

Keluaran (output) merupakan hasil belajar itu sendiri yang terdiri dari

kemampuan baru atau perubahan baru pada diri subjek belajar. Guilbert

(dalam Notoatmodjo, 2007) mengelompokkan faktor-faktor yang

26

mempengaruhi proses belajar dalam empat kelompok besar yaitu faktor

materi, lingkungan, instrumental dan faktor individu pembelajar.

Faktor pertama, materi atau hal yang dipelajari ikut menentukan

proses da hasil belajar. Faktor kedua yakni lingkungan fisik yang antara lain

terdiri dari suhu, kelembaban udara dan kondisi setempat, sedangkan faktor

lingkungan yang kedua adalah lingkungan sosial, yakni manusia dengan

segala interaksinya serta representasinya seperti keramaian atau kegaduhan.

Faktor ketiga adalah instrumental terdiri dari perangkat keras seperti

perlengkapan belajar dan alat-alat peraga, dan perangkat lunak seperti

kurikulum, pengajar atau fasilitator belajar serta metode belajar mengajar

(Notoatmodjo, 2007).

6. Sasaran Penyuluhan kesehatan

Sasaran penyuluhan kesehatan adalah masyarakat atau individu baik

yang sehat maupun yang sakit. Sasaran penyuluhan kesehatan tergantung

pada tingkat dan tujuan penyuluhan yang diberikan. Lingkungan

penyuluhan kesehatan di masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai

lembaga dan organisasi masyarakat (Notoatmodjo, 2003).

Fitriani (2011) membedakan sasaran penyuluhan terdiri dari individu,

keluarga, kelompok sasaran khusus dan masyarakat. Kelompok sasaran

khusus meliputi kelompok berdasarkan pertumbuhan mulai dari anak

sampai manula, dan kelompok yang mempunyai perilaku merugikan

kesehatan, kelompok yang ditampung di lembaga tertentu.

27

C. Kerangka teori

Berdasarkan teori-teori dari tinjauan pusaka di atas maka dapat dibuat

kerangka teori sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber: L. Green dalam Notoatmodjo (2003)

Faktor Pemerkuat

(Reinforcing factors):

1. Sikap petugas kesehatan

2. Perilaku petugas

kesehatan

Faktor Pemudah (Enabling

factors):

1. Fasilitas fisik:

Fasilitas kesehatan,

lingkungan, materi

penyuluhan

2. Fasilitas umum:

Instrumen

pembelajaran, Media

informasi

Faktor Predisposisi

(Predisposing factors):

1. Pendidikan

2. Ekonomi

(pendapatan)

3. Pengalaman

4. Pengetahuan

5. Sikap

6. Nilai

7. Umur

Perilaku (kebersihan

telinga)

Pengetahuan

Sikap

Praktik

1. Pendidikan

2. Paparan media massa

3. Ekonomi

4. Hubungan sosial

5. Pengalaman

1. Pengalaman pribadi

2. Pengaruh orang lain yang

dianggap penting

3. Pengaruh kebudayaan

4. Media massa

5. Lembaga pendidikan dan

lembaga agama

6. Pengaruh faktor emosional

7. Pendidikan

8. Faktor sosial dan ekonomi

9. Kesiapan fisik

10. Kesiapan psikologis / jiwa

1. Respon Terpimpin

2. Mekanisme

3. Adaptasi

Penyuluhan Kesehatan

Praktik membersihkan

telinga

28

D. Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

E. Variabel penelitian

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah penyuluhan kesehatan

2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan, sikap dan

kemampuan membersihkan telinga anak.

3. Pengendalian variabel perancu adalah sebagai berikut:

a. Variabel fasilitas tidak dianalisis dan dikendalikan karena dalam

penelitian ini dilakukan dalam satu wilayah dengan fasilitas yang sama

b. Variabel lingkungan tidak dianalisis dan dikendalikan karena dalam

penelitian ini linkungan tempat tinggal anak dianggap sama.

c. Variabel media informasi tidak dianalisis dan dikendalikan karena

media informasi yang ada sebagian besar hanya lewat televisi.

d. Variabel sikap dan perilaku petugas kesehatan tidak dianalisis dan

dikendalikan karena tidak ada petugas kesehatan yang memberikan

perhatian terhadap kebersihan telinga responden penelitian.

Penyuluhan

kesehatan

Pengetahuan siswa

tentang kebersihan telinga

telinga anak

Sikap siswa tentang

kebersihan telinga anak

Kemampuan

membersihkan telinga

Sesudah/posttest

Perancu:

1. Fasilitas

2. Lingkungan

3. Media informasi

4. sikap dan perilaku

petugas kesehatan

Sebelum/ pretest

Pengetahuan siswa

tentang kebersihan telinga

telinga anak

Sikap siswa tentang

kebersihan telinga anak

Kemampuan

membersihkan telinga

29

F. Hipotesis

1. Ada perbedaan tingkat pengetahuan siswa tentang kebersihan telinga di

SDN Gaji sebelum dan sesudah penyuluhan kesehatan.

2. Ada perbedaan sikap siswa tentang kebersihan telinga SDN Gaji sebelum

dan sesudah penyuluhan kesehatan.

3. Ada perbedaan kemampuan membersihkan telinga pada anak SDN Gaji

sebelum dan sesudah penyuluhan kesehatan.

4. Ada perbedaan tingkat pengetahuan siswa tentang kebersihan telinga di

SDN Gaji pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

5. Ada perbedaan sikap siswa tentang kebersihan telinga di SDN Gaji

kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

6. Ada perbedaan praktik membersihkan telinga anak di SDN Gaji pada

kelompok kontrol dan kelompok eksperimen