Kobar Kobari Edisi 146

8
KOBARKOBARI EDISI 147// XIV // JANUARI 2011 1 e-mail : [email protected], sites : http://lpmhimmahuii.org Terlalu Banyak Jadi Tidak Maksimal P. K. Wijaya Jati Putra | KOBARkobari

description

Ini adalah Buletin Kobar-Kobari dari LPM HIMMAH UII terbitan elektronik, bebas disebarluaskan.

Transcript of Kobar Kobari Edisi 146

Page 1: Kobar Kobari Edisi 146

KOBARKOBARI EDISI 147// XIV // JANUARI 20111

e-mail : [email protected], sites : http://lpmhimmahuii.org

Terlalu Banyak Jadi Tidak Maksimal

P. K. Wijaya Jati Putra | KOBARkobari

Page 2: Kobar Kobari Edisi 146

KOBARKOBARI EDISI 147 // XIV // JANUARI 20112

Dewan Redaksi: M. Jepry Adisaputro, Wening Fikriyati . Pemimpin Redaksi: Anugerah I. R. Paputungan Sekretaris Redaksi: Lufthy Zakariya Redaktur Foto: Setiyaji Widiarto Staf Redaksi: Arya Nugroho, Bayu Hernawan, Nur Haris A., Fajar Nur Sulistyo, Zaitunah Dian Sari., Deden Ardiya Wiranata Fotografi: Ahmad Ikhwan Fauzi, T. Ichtiar Khudi A., Putri Dyah A., M Naufal Fahri Penelitian dan Pengembangan: Rina Sari Utami, Rahmi Utami Handayani, Khairul Fahmi, Nuraini Ayu Lestari Rancang Grafis: Indira Prydarsini, M. Robby Sanjaya, Arie Fatwaturrahman, P. K. Wijaya Jati Putra, Yusuf Wijanarko Perusahaan: Ricky Riadi Iskandar, Siti Maemunah, RR. Flaury Calista Dellinda P., Fitri Apriliani, Gestadela Bellani PSDM: Rama Pratyaksa, A. Pambudi W., Arrofin Damaswara, M. Bachtiar R., Adib Nur S, Yunanda., Adisty Ayu Hapsari. Jaringan Kerja: Dwi Kartika Sari, Wahyu Septianti., Diana Wahyu Ningrum, Bethriq Kindy Arrazy Magang : Moch. Ari Nasichuddin, Bayu Putra P., Mellysa Virgin N. R., Fauziyah Dani Fitriana, Robithu Hukama, Alissa Nurfathia, M. Hanif Alwasi, Galih Sapta Wijaya, Indah Eka Septiani., Novita Agustiana, Erlita Fauziah, Citra Ayu Lestari, Herlina, Aulia Choiril Fajriyyah., Bastian Galih Istiyanto, Dinar Sukma P., Dyah Ayu A., Fitri Andriani F., Embrie Nglun B., Nur Karuniati, M. Khoirul Ansor, Aldino Friga P. S., Silvia Wulandari, Mohammad Alfan Pratama, M. Jeffry A. F., Aji Kurniawan, Rizal Kurniadhi, Marshallino Prasetya, M. Marjan Marhum, Achmad Mambaun, Yuliza Andriany, Nadhio Andromeda M., Rafi Dinul Haque, Syafikah Nurul Atiyah, Fitria Nurjannah, Katrim Alifa P., Nahar Prasetyo Rahadi, Adhitya Trustha W., Hasta Mufti S., Septian Dwi Nugroho., Maya Indah C. Putri. Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa HIMMAH Universitas Islam Indonesia Alamat Redaksi: Jln. Cik di Tiro No.1 Jogjakarta. Telp (0274) 3055069, 085643830277 (Mona, Iklan/Perusahaan), saran dan kritik melalui email: [email protected], [email protected], http://www.lpmhimmahuii.org, Pick up point: Pos Satpam tiap Fakultas di UII, Kopma Universitas, Kopma FE, Perpustakaan Pusat UII, Perpustakaan tiap Fakultas di UII.

Berdasarkan data dari divisi akademik Fakultas Hukum, dalam lima tahun terakhir, angkatan 2010 memiliki jumlah paling banyak. Ada 669 maha-siswa yang terbagi dalam delapan kelas. Jika dihitung, setiap kelas terdiri dari 70 hingga 80 mahasiswa. Abdul Halim, dosen mata kuliah Studi Kepemimpinan Islam mengeluhkan hal ini. Jumlah yang mencapai 80 maha-siswa dalam satu kelas menurutnya tak ideal. Ia merasa, interaksi antara dosen dan mahasiswa sulit terjalin. Tetapi, ada faktor lain seperti kemampuan individu dosen dalam menguasai kelas yang ikut mempengaruhi. Ini berbeda di setiap dosen. Ada yang baik, ada pula yang belum maksimal. Abdul Halim tak ingin menggeneralisir. Ia merasa dirinya ter-masuk belum maksimal dalam pengua-saan kelas ketika proses belajar menga-jar. Yulinda Ika Saputri, mahasiswi angkatan 2010 menguatkan pernyataan halim. Ia merasa sulit menerima materi. Tak hanya itu, terbatasnya kursi di ruang-an kelas tertetntu juga menjadi kendala. Lain lagi dengan Rifki Sakti Faizal, yang juga angkatan 2010. Ia ber-pendapat seharusnya jumlah mahasiswa di setiap kelas diberi kuota dan dibatasi.

Yuli Wasitohadi, Kepala Divisi Akademik Fakultas Hukum, mengakui lonjakan jumlah mahasiswa dalam satu kelas untuk angkatan 2010. Namun menurutnya, tak setiap kelas penuh, karena banyak dari mereka yang me-nitipkan absen. “Dari total 90 mahasiswa di presensi, kenyataannya hanya sekitar 20 hingga 40 mahasiswa yang hadir.” Dekan Fakultas Hukum, Rusli Muhammad menjelaskan bahwa jumlah mahasiswa baru tahun 2010 sebenarnya di luar perkiraan. Fakultas hanya men-targetkan 550 orang. Namun jumlah yang diterima sengaja berlebih. Ini untuk

Jumlah mahasiswa baru Fakultas Hukum melonjak dibanding tahun sebelumnya. Dampaknya, satu kelas bisa mencapai 80 mahasiswa.

mengantisipasi kemungkinan pengundur-an diri calon mahasiswa yang biasanya mencapai 15 persen. Perkiraan ini ak-hirnya meleset, calon mahasiswa yang mendaftar ulang mencapai 669 orang. Lantas, bagaimana solusinya? Rusli me-ngaku ada dua alternatif. Kemungkinan pertama, fakultas akan mengurangi jum-lah mahasiswa baru di tahun berikutnya. “Untuk membangun ruangan, kita masih menunggu dari yayasan,” tutur Rusli. Ruangan yang baru akan dipergunakan untuk kantor dan laboratorium. Sedang-kan ruangan kantor yang lama, menjadi ruang kelas.q

Terlalu Banyak Jadi Tidak Maksimal

Tahun ini Fakultas Hukum mengalami peningkatan jumlah mahasiswa. Selisihnya pun tak main-main. Lonjakan mahasiswa yang diterima tahun 2010 mencapai lebih dari 200 orang. Akhirnya perkuliahan tidak maksimal karena terlalu banyak mahasiswa dalam satu kelas. Fenomena macam ini ternyata tidak hanya terjadi di Fakultas Hukum. Di beberapa fakultas jumlah mahasiswa dalam satu kelas berkisar 50-80 orang. Kenyataan ini membuat kita mempertanyakan kembali sistem penerimaan mahasiswa baru dan pembelajaran di UII. Maha-siswa yang berjubel di dalam kelas hanya akan menghambat interaksi antara dosen dan mahasiswa. Akhirnya proses perkuliahan tak ubahnya seperti mendengarkan ceramah dalam pengajian. Lantas apa yang diharapkan dari proses belajar seperti ini? Atau justru pengelola universitas ini senang dengan jumlah mahasiswa yang banyak karena berarti banyak pula pemasukan yang didapat? Jika UII konsisten ingin meningkatkan mutu pendidikannya, pembatasan jumlah mahasiswa haruslah diupayakan agar proses belajar di kelas lebih efektif. Jangan sampai universitas ini hanya menjadi industri yang menghasilkan manusia-manusia berijazah. Kalau memang mutunya baik, tak perlu takut kekurangan mahasiswa.

Page 3: Kobar Kobari Edisi 146

KOBARKOBARI EDISI 147 // XIV // JANUARI 2011 3

Menunggu Serah Terima Gedung Rusunawa IIPenggunaan gedung Rusunawa II terhambat akibat belum ada serah terima dari pemerintah kepada Yayasan Badan Wakaf yang menaungi Universitas Islam Indonesia (UII).

Kampus Terpadu, Kobar.Bangunan Rusunawa II belum

dapat digunakan karena belum ada serah terima antara pemerintah dengan badan wakaf, demikian disampaikan Supriyanto Pasir Kepala Divisi Pendidikan, Pembi-naan dan Dakwah (PPD). Lebih lanjut Pa-sir mengatakan, meski milik UII, gedung Rusunawa II dibangun oleh pemerintah, jadi belum bisa dipakai jika belum ada serah terima.

Meski demikian, sebenarnya tanpa serah terima pun Rusunawa II su-dah dapat digunakan, seperti yang diung-kapkan Syama’un Ramadhan.“Gedung bisa saja dipakai, tapi kalau terjadi apa-apa tidak akan ditanggung pemerintah karena belum serah terima,” tambah Ke-pala Divisi Perbekalan Rumah Tangga itu.

Mengapa serah terima peme-rintah belum dilakukan? Syama’un menjelaskan, hal itu dikarenakan adanya pergantian Menpera (Menteri Perumahan Rakyat) yang mengakibatkan perubahan peraturan Gedung Rusunawa II UII. Semu-la gedung dihibahkan langsung ke UII dan dikelola secara mandiri, akan tetapi peraturan yang baru mengharuskan UII mengelolanya bersama pemerintah. Hal

ini diketahui Syama’un dari staf Kemen-terian Perumahan Rakyat via telepon.

Secara simbolis serah terima di-lakukan oleh pemerintah dan pihak rek-torat. Meski demikian, seluruh gedung di UII merupakan milik Badan Wakaf. Syama’un mengatakan serah terima pa-ling lambat dilaksanakan dalam setahun ini (tidak jelas terhitung sejak kapan). Kalau tidak, UII dan seluruh universitas swasta yang diberi bantuan Rusunawa akan menghadap ke menteri perumahan rakyat untuk minta kejelasan.

Terlambatnya serah terima ini juga berpengaruh pada pelaksanaan pesantrenisasi yang tidak berjalan sesuai harapan. Supriyanto Pasir mengatakan bahwa peserta pesantrenisasi hanya di-pusatkan di gedung Rusunawa I yang ber-ada di depan gedung D3 Ekonomi kam-pus terpadu. Padahal, jika serah terima gedung Rusunawa II sudah dilakukan, pesantrenisasi yang biasanya memakan waktu sekitar 7 bulan dapat terlaksana lebih cepat.

Tanggapan MahasiswaNova Suri, mahasiswi jurus-

an Farmasi 2009 mengaku tidak setuju dengan sikap pemerintah di atas. “Saya kurang setuju karena kita kan sebenar-nya universitas swasta yang sebenarnya terbilang mandiri dalam pelaksanaannya

dan tidak tergantung pada pemerintah, seharusnya pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada universitas swasta seperti UII,” jelasnya.

Lebih lanjut, Nova berharap Menpera bisa memahami keberfungsian gedung yang sudah hampir satu tahun dibangun itu. “Harapannya Menteri Pe-rumahan Rakyat memahami keadaan dan keberfungsian gedung yang saat ini han-ya menjadi gedung tak berguna. Jangan-lah mengelompokkan universitas ber-dasarkan jenisnya. Tujuan universitas itu kan, untuk menciptakan pemuda pemudi yang berdaya guna, bukan menciptakan manusia baru yang dibedakan berdasar-kan kepemilikan negeri atau swasta,” tuturnya.

Nunik Setyaningsih, mahasiswi Statistika 2010, mengatakan, jika ge-dung rusunawa yang dipakai dua, maka kegiatan pesantrenisasi mahasiswa akan cepat selesai dan tidak memakan ba-nyak waktu. Hal senada juga disampai-kan oleh Merlyn Ayuningtas, mahasiswi Teknik Lingkungan 2010, “Pengennya cepat diserah terima, biar bisa mengiku-ti kegiatan pesantrenisasi di tempat yang baru,” tuturnya.q

Selain dari segi pengajaran, keefektifan proses bela-jar di kelas ditentukan oleh jumlah mahasiswa yang berada di dalam kelas tersebut. Dimana Fakultas Hukum UII, terdapat standardisasi jumlah mahasiswa dalam satu kelas, yaitu 50 orang. Tetapi pada kenyataannya, satu kelas terdapat lebih dari 50 orang maheasiswa.

Dari hasil polling yang dilakukan Tim Litbang HIMMAH pada tanggal 25 November 2010, sebagian besar mahasiswa Fakultas Hukum merasa proses belajar menjadi tidak efektif jika jumlah mahasiswanya melebihi 50 orang (grafik 1), sehing-

Sumber : Litbang HIMMAH UII

1. Grafik 1 : Efektif atau tidak efektifkah proses bela-jar dalam suatu ruangan yang jumlah mahasiswanya lebih dari 50 mahasiswa ? Efektif : 8,3 % Tidak Efektif : 91,7 %

N = 100, sampling error ± 3 %

Keefektifan Proses Belajar di Fakultas Hukumga mahasiswa merasa terganggu dan tidak dapat berkonsen-trasi saat proses belajar berlangsung (grafik 2).

Metode PolingPengumpulan pendapat melalui kuisioner ini dilaku-

kan oleh Tim Litbang HIMMAH. Responden adalah mahasiswa UII dari Fakultas Hukum serta angkatan yang dipilih secara proporsional dengan metode pembagian accidental sampling dan tingkat kepercayaan 97 %. Hasil jajak pendapat ini tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat seluruh populasi.q

2. Grafik 2 : Terganggu atau tidak terganggukah kon-sentrasi belajar didalam ruang kelas dengan jumlah mahasiswa yang melebihi standarisasi 50 mahasiswa ? Terganggu : 58,3 % Tidak terganggu: 41,7 %

Page 4: Kobar Kobari Edisi 146

KOBARKOBARI EDISI 147 // XIV // JANUARI 20114

Puteri. D. A. | KOBARkobari

Puteri. D. A. | KOBARkobari

Puteri. D. A. | KOBARkobari Hasil Kesabaran

Gudang

Showroom

T. Ichtiar Khudi A. | KOBARkobari Waldi

Page 5: Kobar Kobari Edisi 146

KOBARKOBARI EDISI 147 // XIV // JANUARI 2011 5

anak-anaknya ke perguruan tinggi. Pergantian tahun ajaran jadi istime-

wa bagi Waldi dan kawan – kawan. Pasar GAPPSTA ramai dikunjungi. Lima hingga sepuluh unit terjual perharinya. Siswa sekolah ataupun mahasiswa membu-tuhkan sepeda untuk mobilitas mereka. Namun itu saat Jogja masih masyhur se-bagai kota sepeda. Tahun 1985, sepeda motor mulai menghambat laju perekono-mian pedagang sepeda. Perlahan omset surut. Terus berlanjut hingga sekarang.

Pasar itu di jalan M. T. Haryono, dua ratus meter timur pojok beteng barat. Ratusan sepeda berderet di areal itu. Pasar itu pasar sepeda. Pasar Sepeda Gabungan Pedagang Perantara Sepeda Jogjakarta (GAPPSTA).

Bermacam jenis sepeda diperjual-belikan. Dari sepeda jawa hingga sepeda gunung. Harga pun bervariasi. Sepeda gu-nung dipatok Rp. 350.000,00 hingga Rp. 650.000,00, sepeda jawa dihargai mini-mal Rp. 1.000.000,00, dan sepeda merek Gazelle mencapai Rp. 3.000.000,00.

Awalnya tahun 1967. Beberapa ka-langan masyarakat Jogjakarta memiliki visi sama, yaitu mendirikan pasar sepeda untuk para pecintanya. Terbentuklah GAPPSTA hingga saat ini.

Adalah Waldi, ketua paguyuban GAPPSTA saat ini. Selain ketua, ia juga pedagang di pasar itu. Usaha ini turun temurun dilakoni keluarganya. Usianya 17 tahun saat pertama kali ia berdagang sepeda di sama. Cukup lama, mengingat usianya kini berkepala tujuh. Manis pa-hitnya berkesan baginya.

Di pasar sepeda itu, Waldi menggan-tungkan hidupnya dan keluarga. Dari pa-sar ini, Waldi mengantarkan pendidikan

Puteri. D. A. | KOBARkobari GAPPSTA

Ahmad Ikhwan Fauzi | KOBARkobari Uji Onthel

Oleh: Taufan ichtiar khudi akbar

Sambung Hidup dari SEPEDAJangankan sehari, satu sepeda belum tentu laku dalam seminggu.

Di era modern kini, jumlah pemakai sepeda motor terus melonjak. Tapi, Wal-di dan kawan – kawan tak patah semang-at. Tekad meneruskan usaha leluhurnya terlalu kuat. Tak hanya itu. Bagi mereka sepeda adalah sesuatu yang sangat is-timewa. Tak boleh hilang hanya karena roda waktu terus berputar.q

Page 6: Kobar Kobari Edisi 146

KOBARKOBARI EDISI 147 // XIV // JANUARI 20116

Kampus Terpadu, Kobar. Pembangunan gedung baru per-

pustakaan pusat yang sempat terhambat karena penemuan situs candi Hindu itu, kini masih dalam proses penyelesaian. Koordinator pelaksana pembangunan, Ahmad Marzuko, memperkirakan, ge-dung perpustakaan yang baru itu akan rampung dalam waktu delapan bulan ke depan. “Kami targetkan pembangunan gedung perpustakaan pusat akan selesai sebelum Milad UII 2011. Pembangunan diperkirakan akan memakan waktu seki-tar delapan bulan,” ungkapnya kepada Kobar-Kobari belum lama ini.

Marzuko menambahkan, saat ini tahap pembangunan sudah masuk pada pembersihan lokasi. Selain itu, peng-galian pondasi dan pengerukan bangunan basement juga sudah dilakukan. Pemba-ngunan perpustakaan yang digagas sejak Agustus 2008 itu memang sempat terham-bat karena proses penelitian candi dan juga perubahan desain bangunan lama menjadi desain baru yang akan mengikuti kontur dan struktur candi.

Rencananya bangunan per-pustakaan akan mengelilingi candi se-hingga candi dan perpustakaan akan bersandingan. “Desain bangunannya di-ubah. Jadi nanti antara candi dan per-pustakaan menjadi satu bangunan yang menyatu. Candi dikelilingi bangunan per-pustakaan,” tutur Marzuko.

Di depan lokasi pembangun-an perpustakaan terdapat baliho yang menerangkan gedung perpustakaan pu-sat. Bangunan ini nantinya akan memi-liki lima lantai dengan luas bangunan 7.118 m2. Perpustakaan pusat nantinya dapat dikunjungi oleh siapa saja, ti-dak terbatas pada mahasiswa UII. “Asal identitas(pengunjung)nya jelas,” tutur Syama’un Ramadhan, Kepala Divisi Per-bekalan Rumah Tangga UII.

Pembangunan gedung per-pustakaan desain kedua itu sudah dimu-lai sejak 18 Oktober 2010 lalu. Selain

dari pihak kontraktor UII, pembangun-an juga tetap melibatkan arkeolog dari Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Yogyakarta yang bertindak sebagai pemugar candi.

Sementara itu, dari segi pen-danaan pihak Yayasan Badan Wakaf UII menganggarkan kurang lebih Rp 20 miliar untuk pembangunan gedung perpustakaan ini sebagaimana dikatakan Suwarsono se-laku Ketua II Bidang Pengembangan Usaha Yayasan Badan Wakaf. Pihaknya juga mengatakan, dana dari pemerintah hanya untuk ganti rugi pondasi pembangunan. Sementara untuk dana pemugaran candi diperoleh langsung dari pemerintah dan diserahkan kepada pihak kontraktor dan tim arkeolog.

Menanggapi hal tersebut, Indung Pancaputra dari BP3 Yogyakarta mengami-ni. “Dana untuk pemugaran candi (ber-asal) dari pemerintah. Pemugaran hanya akan sampai akhir tahun 2010 karena Anggaran Pendapat dan Belanja Daerah (APBD) Daerah Istimewa Yogyakarta ber-

akhir pada Desember 2010 ini,” ungkap Indung.

Pembangunan perpustakaan pun mendapat tanggapan dari maha-siswa. Tri Handayanz006 ini berharap bangunan gedung perpustakaan pusat itu nantinya memiliki ruang baca lebih luas. Lebih lanjut, Ia juga berharap koleksi buku lebih lengkap dengan jurnal yang banyak dan baru sehingga bisa mereda-kan dahaga pengetahuan warga UII akan ilmu pengetahuan.

Pendapat lain dikemukakan oleh Puguh MS. “Perpustakaan sekarang sepi. Semoga dengan gedung baru, jadi menarik minat mahasiswa untuk berkun-jung,” tutur Puguh, mahasiswa jurusan Teknik Informatika 2007.

Berbeda dengan Puguh, Whika Nurul Arifah tak terlalu memikirkan hasil pembangunan perpustakaan pusat. “Se-benernya nggak pernah kepikiran buat tahu hasilnya,” ujar mahasiswa jurusan Teknik Industri 2010 ini.q

Gedung Baru Perpustakaan PusatTertunda karena penemuan situs candi, pembangunan gedung perpustakaan pusat digeber delapan bulan.

Oleh Nur Karuniati

Sabtu (8/1), Pekerja membangun Gedung baru perpustakaan pusat Universitas Islam Indonesia. Konsep bangunan didesain mengelilingi candi pustakasala. Rencananya pembangunan ini selesai dalam 8 bulan.

S

ilvia

Wul

anda

ri | K

OBA

Rkob

ari

Page 7: Kobar Kobari Edisi 146

KOBARKOBARI EDISI 147 // XIV // JANUARI 2011 7

Sabtu (8/1), Pekerja membangun Gedung baru perpustakaan pusat Universitas Islam Indonesia. Konsep bangunan didesain mengelilingi candi pustakasala. Rencananya pembangunan ini selesai dalam 8 bulan.

Darma Dari Hargo DalemKisah sebuah warung makan berumur 20 tahun di jalur pendakian gunung lawu.

Oleh Anugerah I.R. Paputungan

Kamis (27/1), Seorang pendaki melintas di pelataran Warung puncak Lawu Hargo Dalem. Warung ini menjadi tempat yang sering disinggahi para pendaki Gunung Lawu.

Luf

thy

Zaka

riya

| KO

BARk

obar

i

Bulan Juli 2010, bersama be-berapa orang kawan kami memutuskan mendaki Gunung Lawu. Ia terletak di perbatasan Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di sana, kami ingin bertemu dengan Yem. Ia seorang pemilik warung makan di Hargo Dalem, jalur pendakian Gunung Lawu.

Untuk sampai ke Hargo Dalem, bisa melalui dua rute. Cemoro Kandang dan Cemoro Sewu. Cemoro Kandang ter-masuk dalam wilayah Kabupaten Karan-ganyar, sedangkan Cemoro Sewu bagian dari Kecamatan Plaosan, Kabupaten Mag-etan. Menurut seorang kawan yang per-nah melalui jalur Cemoro Kandang, jalur ini lebih landai dan menyajikan peman-dangan yang lebih menarik. Ia berupa hamparan perkebunan yang luas. Na-mun waktu tempuhnya dua hingga tiga jam lebih lama dibanding Cemoro Sewu. Setelah bertimbang, kami memilih yang kedua. Butuh 6 jam pendakian untuk sampai ke Hargo Dalem, dengan jarak tempuh lebih dari enam kilometer. Jal-urnya didominasi jalanan terjal berbatu, namun ada juga jalan tanah yang landai.

Di jalur Cemoro Sewu, tersedia lima pos untuk tempat beristirahat para pendaki. Antara pos pertama hingga pos kedua merupakan rute yang cukup sulit bagi pendaki pemula. Jalan terjal ber-batu bikin napas tersengal dan keringat mengucur. Apalagi di malam hari, ketika penerangan terbatas. Namun itu tak se-berapa. Konon tantangan paling berat ada antara pos ke empat hingga pos ke

lima. Terpaan angin di malam hari cukup menyulitkan. Beruntung kami tidak mera-sakannya.

Setelah pos kelima ada Sendang Drajad, tempat para pendaki mengambil air jika persediaan menipis. Di Sendang Drajad sendiri terdapat bangunan kayu yang digunakan sebagai warung makan. Namun warung itu hanya buka pada waktu-waktu tertentu. Biasanya pada bu-lan syuro dalam kalender jawa. Saat itu banyak orang yang ingin ke makam Prabu Brawijaya V di Hargo Dalem untuk berwi-sata spiritual.

Setelah 15 menit berjalan dari Sendang Drajad, ada jalan bercabang. Ke kiri langsung menuju Hargo Dumilah, pun-cak Lawu. Sedangkan ke kanan berarti ke Hargo Dalem. Jika memilih ke kanan, rute berupa jalan landai memutar melewati bukit yang di atasnya terdapat makam Prabu Brawijaya ke V. Pemandangan indah akan terhampar di sisi kanan jika awan ti-dak menutupinya.

Pukul 12 siang, kami sampai di halaman warung milik Mbok Yem, kami beristirahat sejenak. Tampak seorang pria paruh baya yang sedang menikmati sepiring nasi pecel telur. Ia berasal dari Nganjuk, baru saja melewati jalur Cemoro Kandang. Jarak ke Hargo Dumilah yang tinggal menyisakan 30 menit perjalanan, menggoda kami untuk menunda bercakap-cakap dengan Yem. Kami menghabiskan segelas teh hangat dan sedikit kudapan sebelum memutuskan ke Hargo Dumilah terlebih dahulu. Selepas itu, kami beren-

cana mewawancarai Yem.Dua jam kemudian, kami kem-

bali ke warung mbok Yem. Warung itu sederhana. Tiang-tiangnya dari kayu. Dindingnya ditutupi bentangan kain le-bar bekas spanduk salah satu merek ro-kok. Atapnya menggunakan terpal. Berb-agai jenis stiker kelompok pecinta alam menempel di pintu.

Di dalamnya, tampak dua ru-angan dengan ukuran berbeda. Sisi kiri sebelah pintu lebih luas. Ia digunakan sebagai tempat beristirahat sekaligus menunggu hidangan. Sedangkan sisi kan-an untuk dapur dan tempat bermukim pe-milik bangunan. Ada berbagai minuman instan, sampo, dan deterjen menggan-tung pada seutas tali. Si Pemilik menata barang-barang itu sekenanya. Walaupun sejatinya tak berada di puncak, Yem telanjur memberi nama warungnya ‘Wa-rung Puncak Lawu Mbok Yem’.

Saat kami masuk ke warung, Yem si pemilik warung sedang tidur. Ti-dak tetapnya jumlah pendaki yang men-gunjungi warungnya, membuatnya harus mencuri waktu untuk beristirahat. Mak-lum, warungnya buka 24 jam. Kami pun hanya bisa berbincang dengan Muis, pria 34 tahun yang sudah dianggap sebagai anak oleh Yem. Seluruh informasi kami dapatkan dari Muis.

***Yem seorang wanita lanjut usia.

Umurnya 74 tahun. Badannya gemuk. Siang itu, ia mengenakan daster ber-motif batik berwarna biru. Asalnya dari

Page 8: Kobar Kobari Edisi 146

KOBARKOBARI EDISI 147 // XIV // JANUARI 20118

Poncol, Magetan. Cincin tersemat di jari manis tangan kanan dan kirinya. Yem su-dah mendirikan warung makannya sejak 20 tahun lalu.

Awalnya, ia seorang penjual jamu. Ia rela mendaki gunung untuk mendapatkan bahan baku jamunya. Karena melihat jumlah pendaki yang ter-us meningkat, Yem memutuskan beralih profesi. Ia menjadi juru masak di Hargo Dalem. Sebuah tempat yang dijadikan obyek wisata spiritual. Sejumlah pezi-arah kerap mendatangi tempat ini saban bulan syuro dalam kalender jawa. Kare-na permintaan untuk memasak semakin meningkat, Yem kemudian berinisiatif mendirikan warung makan. Sejak itulah bisnisnya berdiri.

Jangan bayangkan warungnya seperti sekarang. Dahulu bangunannya lebih kecil yang kemudian diubah se-cara bertahap. Muis yang saat itu telah menemani Yem, bekerja sendirian untuk memperbesar warungnya. “Terakhir dire-novasi tahun 2007,” kata Muis.

Walaupun berdiri di tengah gu-nung, warung Yem telah mendapatkan pasokan listrik dari genset miliknya. Ba-rang ini pemberian dari salah seorang pengunjung di warungnya. Tak hanya genset, barang lain semacam TV, pemu-tar CD bahkan beberapa kardus pakaian merupakan derma. Beberapa dari mer-eka masih rutin mengunjunginya. Yang menarik, seorang Tommy Soeharto pun pernah menggelontorkan sejumlah uang untuk Yem. “Dia ngasih satu setengah juta,” ujar Muis. Dana inilah yang kemu-dian dipakai untuk melebarkan warung.

Selain warung makan mbok Yem, ada beberapa tempat sejenis yang juga menjajakan makanan. Namun sifat-

nya tak menetap,hanya buka ketika bu-lan syuro. Cuma warung Mbok Yem yang terus melayani pelanggannya setiap hari selama 24 jam. Lantas, bagaimana cara mendapatkan bahan makanan? Yem me-nyewa beberapa orang untuk menjadi portir. Tarifnya 100 ribu rupiah sekali angkut. Barang-barang diambil dari pasar Tawangmangu. Pengirimannya tak me-nentu. Kadang seminggu sekali, namun pernah juga 10 hari sekali. Semua ber-gantung jumlah pendaki yang mengun-jungi warungnya. Seluruhnya Muis yang mengurus.

Namun sulitnya mendapat-kan bahan makanan tak mempengaruhi harga. Seporsi nasi telur dengan sambal pecel, dihargai enam ribu rupiah. Muis menantang kami untuk membandingkan-nya dengan warung makan di Cemoro Sewu. Menurut Muis, bisa saja harganya sama atau lebih mahal. Kami sendiri tak berani membayangkan berapa rupiah un-tung yang diraup Yem.

Bagi Yem, warungnya adalah rumahnya. Meski memiliki keluarga di Poncol, kabupaten Magetan, ia memilih menetap di warungnya. Menurut Muis, hanya sekali Yem turun gunung. “Cuma pas lebaran,” kata Muis sambil terse-nyum. Kalau Yem pergi bertemu keluarga, maka Muis yang akan menjaga warung.(trus keluarganya gmn ditinggal Yem?)

Muis sendiri baru tiga tahun menemani Yem. Ia pria kurus dan ber-kumis lebat. Umurnya 34 tahun dan be-lum beristri. Sebelum menetap di Hargo Dalem, Muis sering berkelana. Biasanya ia mencari tempat yang sering dijadikan obyek wisata spiritual. Seringnya berupa makam para wali. Sampai pada suatu hari ia mengaku ada orang yang mengajaknya

ke Lawu. “Tapi ini bukan orang yang si-fatnya nyata,” tukas Muis merujuk pada sesosok makhluk gaib.

Sebelum tinggal bersama Yem di Hargo Dalem, Muis sempat hidup send-irian di Hargo Dumilah selama dua bulan. Iba melihat Yem, Muis pun memutus-kan membantunya. Yem sendiri tak ke-beratan. Muis kagum dengan Yem. Walau berjualan Yem tak semata-mata mencari keuntungan. Baginya yang penting mem-bantu mengatasi lapar para pendaki. Ini yang disebut Muis sebagai darma. Bagi Muis, hal paling penting dalam hidup, adalah bisa meringankan beban orang. Tanpa disadari, imbalan akan datang dengan sendirinya. Muis yang ketika datang hanya memakai sepasang baju, kini memiliki tiga kardus yang semuanya baju baru. “Yang lain belum saya buka,” tuturnya sambil tersenyum.

Selain para pendaki, petugas di pos masuk pendakian pun senang dengan keberadaan Yem. Selain menyediakan fasilitas di tengah gunung, mereka bisa mendapatkan informasi orang hilang atau meninggal darinya. Ini penting bagi mereka. Walau demikian, bantuan dari pemerintah belum pernah datang untuk Yem. “Semuanya bantuan dari pribadi,” tukas Muis.

Sampai kapan Yem dan Muis di Hargo Dalem? “Saya nggak tahu, bagi saya hidup di mana saja itu sama,” kata Muis. Namun Yem memiliki jawaban sendiri, seperti yang ditirukan Muis, Yem akan terus menjaga warungnya sampai tubuhnya tak sanggup lagi untuk beker-ja.

Reportase bersama Anugerah I.R. Paputungazn dan Fajar Nursulistyo

Bagi kawan-kawan yang ingin mengirimkan tulisan berupa opini, surat pembaca, mempublikasikan suatu kegiatan baik lembaga, organisasi dan sebgainya di KOBARkobari dapat mengirimkan langsung ke sekretariat LPM HIMMAH. jalan Cik Di Tiro no. 1 (utara gramedia), atau melalui e-mail : [email protected]/[email protected].