BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit...

18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kusta 1. Definisi Penyakit kusta merupakan suatu penyakit menular menahun yang menyerang kulit dan susunan saraf tepi,sering dapat menimbulkan reaksi akut (ekserbasi) dan dapat menimbulkan cacat bila tidak diobati sewaktu penyakit dalam stadium dini (FKUI, 1999). Memahami kusta sebagai penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobakterium lepare yang pertama menyerang saraf tepi selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas. Sementara itu Adhi Djuanda (1999) mendefinisikan kusta sebagai penyakit infeksi yang kronis disebabkan oleh mycobakterium leprae yang intra seluler dan obligat (Adhi Djuanda,1999). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit kusta adalah penyakit menular dan menahun. Penyakt kusta masih ditakuti di kalangan masyarakat, keluarga dan petugas kesehatan. Hal ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan atau pengertian, kepercayaan yang keliru terhadap penyakit kusta yang timbul. 2. Etiologi dan penularan Mycobakterium leprae atau basil Hasen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegi GH. Armauer Hasen pada tahun 1873-1874. Kuman ini memiliki ciri

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kustadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-anikekowat... · terdapat di satu atau di beberapa tempat di badan (biasanya di ... selama

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit kusta

1. Definisi

Penyakit kusta merupakan suatu penyakit menular menahun

yang menyerang kulit dan susunan saraf tepi,sering dapat

menimbulkan reaksi akut (ekserbasi) dan dapat menimbulkan cacat

bila tidak diobati sewaktu penyakit dalam stadium dini (FKUI, 1999).

Memahami kusta sebagai penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi

Mycobakterium lepare yang pertama menyerang saraf tepi selanjutnya

dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian atas.

Sementara itu Adhi Djuanda (1999) mendefinisikan kusta sebagai

penyakit infeksi yang kronis disebabkan oleh mycobakterium leprae

yang intra seluler dan obligat (Adhi Djuanda,1999).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penyakit

kusta adalah penyakit menular dan menahun. Penyakt kusta masih

ditakuti di kalangan masyarakat, keluarga dan petugas kesehatan. Hal

ini disebabkan masih kurangnya pengetahuan atau pengertian,

kepercayaan yang keliru terhadap penyakit kusta yang timbul.

2. Etiologi dan penularan

Mycobakterium leprae atau basil Hasen adalah kuman

penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegi

GH. Armauer Hasen pada tahun 1873-1874. Kuman ini memiliki ciri

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kustadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-anikekowat... · terdapat di satu atau di beberapa tempat di badan (biasanya di ... selama

sebagai tahan asam, berbentuk batang dengan ukuran 1-8 mikron, lebar

0,2-0,5 mikron, biasanya berkelompok dan ada yang satu-satu, hidup

dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat

dikultur dalam media buatan (FKUI, 1997).

Penyakit kusta merupakan penyakit menular dimana cara

penularannya adalah melalui kulit bersentuhan secara langsung dengan

penderita kusta atau melalui saluran mukosa (Adhi Djuanda, 1999).

3. Patogenesis

Meskipun belum diketahui cara masuk mycobakterium leprae

ke dalam tubuh, beberapa penelitian telah memperlihatkan bahwa yang

tersering ialah melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh yang bersuhu

dingin dan pada mukosa nasal. Pengaruh mycobakterium leprae

terhadap kulit tergantung pada faktor kekebalan (imunitas) seseorang,

kemampuan hidup mycobakterium leprae pada suhu tubuh yang

rendah, waktu regenerasi yang lama dan sifat basal yang avirulen dan

nontokksis.

Mycobakterium leprae merupakan parasit obligat intra seluler

yang terutama terdapat pada sel makrofag disekitar pembuluh darah

superfisial pada dermis atau sel schwan di jaringan saraf. Bila basil

mycobakterium leprae masuk kedalam tubuh, maka tubuh akan

bereaksi mengeluarkan makrofag yang berasal dari sel monosit, sel

mononuklear untuk memfaggositnya. Akibat aktivitas regenerasi saraf

berkurang dan terjadi kerusakan saraf yang progresif (FKUI, 1997).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kustadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-anikekowat... · terdapat di satu atau di beberapa tempat di badan (biasanya di ... selama

4. Gambaran klinis

Menurut Depkes RI (1997), Menjelaskan tipe kusta dibagi

menjadi dua yaitu tipe kering (pauksi basiler / PB ) dan basah (multi

basiler / MB ). Luka tipe kering atau tipe PB memiliki karakteristik

seperti bercak (makula) keputihan sebesar uang logam atau lebih besar,

terdapat di satu atau di beberapa tempat di badan (biasanya di pipi,

bahu, punggung, dada, ketiak, lengan, pinggang, pantat, paha, betis

atau punggung kaki). Bercak keputihan ini permukaannya kering dan

kadang- kadang agak besar. Pinggiranya bercak ini biasanya tidak jelas

tetapi lama kelamaan bertambah lebih jelas menyerupai kulit.

Perubahan bercak keputihan menjadi seperti kulit itu menunjukkan

kesembuhan, biasanya dimulai dari tenggah menuju ketepi. Bercak

keputihan ini tidak akan di tumbuhi rambut lagi, tetapi apa bila sudah

sembuh akan tumbuh rambut.

Sementara itu Luka tipe basah atau tipe MB memiliki

karakteristik seperti bercak kemerahan sebesar uang logam atau lebih,

tersebar merata diseluruh badan perasaan sedikit terganggu, kulit tidak

terlalu kasar, batasannya tidak begitu jelas (berupa makula-makula

yang tipis dan merata).penebalan kulit dengan kemerahan (infiltrat)

setempat atau dibeberapa pada bagian tubuh, kadang-kadang berupa

seperti pulau-pulau besar dan muncul disekelilingnya, infiltrat

biasanya mulai nampak dicuping telingga. Bintik –bintik kemerahan

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kustadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-anikekowat... · terdapat di satu atau di beberapa tempat di badan (biasanya di ... selama

sebesar biji kacang hijau atau biji jagung baisanya disebut nodula,

biasanya muncul diseluruh tubuh (Marwali Harahap, 1999).

5. Masalah atau dampak dari penyakit kusta

Menurut Depkes RI (1990), penyakit kusta dapat menimbulkan

berbagai masalah yaitu Masalah pada diri penderita kusta biasanya

mereka itu merasa lebih rendah diri, merasa takut karena takut akan

menggalami kecacatan selamanya, cenderung hidup sendiri dan tidak

mau berkumpul dengan masyarakat disekelilingnya, kehilangan rasa

percaya diri atau minder, kehilangan mata pencaharian atau pekerjaan

yang dahulu mereka geluti sebelum terserang penyakit kusta.

Sementara itu masalah yang terkait dengan keluarga penderita adalah

umumnya mereka takut tertular sehingga tidak berperan aktif dalam

perawatan luka penderita kusta, dan tidak jarang yang mengisolasi

penderita kusta dengan tujuan yang tidak jelas. Masalah bagi negara

sebagai akibat dari hal-hal tersebut diatas, maka terhadap kehidupan

negara dan bangsa dalam berbagai menggalami penggaruh yang cukup

kompleks. Oleh karena masalah-masalah tersebut menggakibatkan

penderita menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya dan cenderung

melakukan kejahatan atau gangguan di lingkungan masyarakat terbuka

(Depkes RI, 2002).

6. Perawatan kusta

Penderita harus diajarkan bagaimana seharusnya merawat diri

setiap hari, untuk mencegah berlanjutnya cacat tangan dan kaki ke

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kustadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-anikekowat... · terdapat di satu atau di beberapa tempat di badan (biasanya di ... selama

tingkat yang lebih berat. Perawatan kusta untuk mencagah terjadinya

cacat dapat dilakukan oleh penderita sendiri dan keluarga meliputi

perawatan terhadap mata, tangan dan kaki yang mati rasa, dan jari kaki

yang bengkok dan lunglai.

Perawatan mata yang tidak tertutup rapat bertujuan untuk

melindungi mata yang tidak tertutup rapat dari angin, debu, dan dari

sinar matahari untuk mencegah mata kemerahan dan buta. Tindakan

yang dilakukan adalah menarik kulit di sudut mata ke arah luar dengan

jari tanggan sebanyak 10 kali setiap latihan, dilakukan 3 kali sehari,

melindungi mata dari sinar matahari dengan memakai topi yang lebar,

memakai kaca mata gelap untuk melindungi mata dari matahari, angin,

dan debu, waktu tidur tutup mata dengan kain bersih supaya debu tidak

masuk (Direktorat Jendral PPM & PL Depkes RI, 2002). Sementara itu

perawatan tangan yang mati rasa bertujuan untuk melindungi tangan

yang mati rasa dari benda panas, benda kasar, benda tajam supaya

terhindar dari luka. Langkah-langkahnya adalah merendam tangan

selama 20-30 menit pagi dan sore dengan air bersih, dalam keadan

masih basah perlu diolesi minyak atau vaselin, kulit yang keras dan

tebal perlu digosok agar menjadi tipis dan halus, jari-jari yang bengkok

perlu diurut lurus agar sendi-sendi tidak menjadi kaku, menggunakan

alat bantu (seperti sarung tangan, pipa rokok, gagang alat kerja yang

telah dibalut dan sebagainya) untuk melindungi tangan dari hilang rasa

(Adhi Djuanda, 1997).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kustadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-anikekowat... · terdapat di satu atau di beberapa tempat di badan (biasanya di ... selama

Perawatan jari kaki yang bengkok dan lunglai bertujuan untuk

menghindari jari-jari kaik dan sendi dari kekakuaan dan

mempermudah operasi untuk meluruskan jari dan sendi kaki kalau

diperlukakan. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah telapak

kaki di beri minyak kelapa yang belum dipakai, luruskan jari-jari kaki

yang bengkok selama 4 detik, 3 kali dalam sehari. Lingkarkan handuk

atau sarung ke telapak kaki yang lunglai kemudian tariklah selama

empat detik, tiga kali sehari (Depkes RI, 2000).

Perawatan kaki yang semper yaitu kaki yang dibiarkan

tergantung. Otot pergelangan kaki bagian belakang (archilles) akan

memendek sehingga kaki itu tetap tidak bisa diangkat, jari-jari kaki

akan terseret dan luka oleh karena itu saat melangkah miring akan

mudah terjadi ulkus di belakang jari kaki ke empat dan kelima.untuk

mencegahnya supaya tidak bertambah cacat maka dianjurkan selalu

pakai sepatu supaya jari-jari tidak terseret dan luka, angkat luntut lebih

tinggi waktu berjalan, pakai tali karet antara luntut dan sepatu guna

mengangkat kaki bagian depan waktu berjalan, pakai plastik atau

kertas dari betis sampai ketelapak kaki agar kaki tidak jatuh (Program

P2 kusta bagi UPK, 2005).

Perawatan luka borok (ulkus) disebabkan karena menginjak

benda tajam, panas atau kasar dan ada memar yang tidak di hiraukan

karena penderita tidak merasa sakit. Luka itu terus terinjak karena

berat badan penuh, sampai kulit dan dagingnya hancur. Perawatan

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kustadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-anikekowat... · terdapat di satu atau di beberapa tempat di badan (biasanya di ... selama

yang tepat ialah bersihkan luka dengan sabun, kemudian rendam kaki

dalam air selama 20-30 menit, gosok bagian pinggiran luka yang

menebal dengan batu apung, setelah di keluarkan dari air, beri minyak

bagian kaki yang tidak luka, balut, lalu istirahatkan bagian kaki itu

(jangan di injakkan pada waktu berjalan, berjalan dengan pincang atau

pakai tongkat). Jika pada ulkus tidak ada tanda infeksi (merah,

bengkak, panas, sakit) berarti tidak ada infeksi sekunder oleh bekteri

lain sehingga antibiotik tidak perlu diberikan (Program P2 kusta bagi

UPK, 2005).

Prinsip yang penting dalam perawatan kusta adalah penderita

mengerti bahwa daerah yang mati rasa merupakan tempat terjadinya

luka, penderita harus melindungi tempat resiko tersebut(misalnya

memakai kacamata, sarung tangan, sepatu dan lain-lain), penderita

mengetahui penyebab luka (panas, tekanan benda tajam dan kasar),

penderita dapat melakukan perawatan kulit(merendam, menggosok dan

melumasi) dan melatih sendi bila mulai kaku, penyembuhan luka dapat

dilakukan oleh penderita sendiri dengan membersihkan luka, dan

mengurangi tekanan pada luka dengan istirahat ( Direktorat Jenderal

PPM & PL Depkes RI 2002).

B. Perilaku

1. Pengertian

Perilaku menurut Notoatmodjo (2003) merupakan semua kegiatan

atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kustadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-anikekowat... · terdapat di satu atau di beberapa tempat di badan (biasanya di ... selama

maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku merupakan faktor

terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi

kesehatan individu, kelompok atau masyarakat seperti yang dinyatakan

oleh Blum (1974), sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2003).

Perilaku dapat diartikan juga sebagai suatu aksi dan reaksi

organisme terhadap lingkungannya. Menurut Asmar & Eko (2005)

perilaku terjadi apabila ada rangsangan dari luar dan dari rangsangan

akan menghasilkan reaksi dan perilaku tertentu. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia (1990) mendefinisikan perilaku sebagai proses

interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati

bahwa dia adalah makhluk hidup. Faktor yang mempengaruhi perilaku

seseorang meliputi latar belakang, kepercayaan dan sikap mental,

sarana dan faktor pencetus.

Dari beberapa definisi tentang perilaku di atas, dapat diambil

kesimpulan bahwa perilaku adalah aktivitas manusia baik yang dapat

diamati secara langsung maupun tidak langsung sebagai suatu reaksi

terhadap lingkungan yang berupa rangsangan.

2. Jenis – Jenis Perilaku

Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa perilaku terdiri dari

persepsi (perception), respon terpimpin (guided respon), mekanisme

(mechanisme), dan adaptasi (adaptation). Persepsi diartikan sebagai

tindakan mengenal dan memilih berbagai proyek sehubungan dengan

tindakan yang akan diambil yang merupakan praktek tingkat pertama.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kustadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-anikekowat... · terdapat di satu atau di beberapa tempat di badan (biasanya di ... selama

Respon terpimpin merupakan suatu tindakan untuk dapat melakukan

sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh

yang merupakan indikator praktek tingkat dua. Sementara itu

mekanisme merupakan seseorang yang telah mendapat sesuatu dengan

benar serta otomatis atau sesuatu tersebut sudah merupakan kebiasaan,

maka dapat mencapai praktek tingkat tiga dan adaptasi merupakan

suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Hal

ini diartikan sebagai modifikasi dari tindakan tersebut untuk

mengurangi kebenaran tindakan ( Notoatmodjo, 2003).

Pengukuran suatu perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung

yaitu dengan melakukan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang

telah dilakukanjuga dapat dilakukan secara langsung dengan

mengobservasi tindakan atau kegiatan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk

dibatasi karena perilaku merupakan hasil dari resultansi dari berbagai

faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Pada garis

besarnya perilaku manusia dapat terlihat dari tiga aspek yaitu aspek

fisik, psikis, dan sosial. Akan tetapi dari aspek tersebut sulit untuk

ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara

lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari

berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak,

minat, motivasi, persepsi, serta sikap (Notoatmodjo, 2003).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kustadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-anikekowat... · terdapat di satu atau di beberapa tempat di badan (biasanya di ... selama

3. Proses pembentukan perilaku

Menurut Kusmiati dan Desmaniarti (1990), perilaku manusia

terbentuk karena adanya kebutuhan setiap individu memiliki

kebutuhan dasar, dorongan, motivasi, kebutuhan-kabutuhan dasar

manusia akan merupakan sumber kakuatan yang mendorong menuju

kearah tujuan tertentu secara disadari maupun tidak disadari, faktor

perangsang dan penguat untuk meningkatkan motivasi berperilaku

dapat dengan memberikan ganjaran atau penghargaan, menciptakan

situasi berkompetisi dan mengadakan ’’pace making’’ yaitu

menjelaskan tujuan atau sasaran dalam menciptakan tujuan serta

pengaruh sikap dan kepercayaan tingah laku manusia di pengaruhi oleh

sikap( attitude) yaitu satu tingkatan afek (perasaan) baik positif

maupun negati dalam berhubungan dengan obyek atau sikap.

4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2003) mengutip dari pendapat Green

(1980), bahwa perilaku seseorang atau subyek dipengaruhi atau

dilatarbelakangi oleh tiga faktor pokok, yaitu faktor predisposisi

(predisposing factors), faktor-faktor yang mendukung (enabling

factors), dan faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing

factors). Faktor-faktor predisposisi yaitu faktor-faktor yang

mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang,

antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai,

tradisi. Faktor pemungkin merupakan faktor-faktor yang

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kustadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-anikekowat... · terdapat di satu atau di beberapa tempat di badan (biasanya di ... selama

memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Artinya

faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk

terjadinya perilaku kesehatan. Faktor lain yang mempengaruhi perilaku

seseorang adalah faktor penguat yaitu faktor-faktor yang mendorong

atau memperkuat terjadinya perilaku misalnya perilaku orang lain atau

petugas-petugas kesehatan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku berawal

dari adanya pengalaman seseorang dan adanya dukungan dari faktor

luar (lingkungan) baik fisik maupun non fisik, kemudian dipersepsikan,

diyakini, sehingga menimbulkan motivasi dan niat untuk bertindak,

yang pada akhirnya terjadilah perwujudan niat yang berupa melakukan

perilaku atau tindakan tertentu.

Secara umum proses pembentukan perilaku seseorang dapat

digambarkan dalam Gambar .1. sebagai berikut :

Gambar 2.1. Skema Perilaku

Sumber : Lawrence Green (1980), dalam Notoatmodjo, (2003)

Eksternal a. Pengalaman b. Fasilitas c. Sosio-budaya

Internal a. Persepsi b. Pengetahuan c. Keyakinan d. Motivasi e. Niat f. Sikap

Respons Perilaku

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kustadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-anikekowat... · terdapat di satu atau di beberapa tempat di badan (biasanya di ... selama

C. Faktor – faktor yang Mempenggaruhi Perawatan Luka Kusta

Menurut Siswono (2005) faktor-faktor yang

mempenggaruhi perawatan luka kusta meliputi pengetahuan,

pendapatan, sikap, dan sosial budaya. Tingkat pendidikan turut

menetukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami suatu

pengetahuan tentang perawatan luka dengan baik sesuai dengan

mereka peroleh. Dari kepentingan keluarga pendidikan itu sendiri amat

diperlukan seseorang lebih tanggap dengan manfaat perawatan luka

kusta (Siswono, 2005). Pendidikan yang rendah, adat istiadat yang

ketat serta nilai dan kepercayaan akan tahayul disamping tingkat

penghasilan yang masih rendah, merupakan penghambat untuk

perawatan luka. Pendidikan rata – rata penduduk yang masih rendah,

sehingga perilaku masyarakat dalam merawat luka kusta masih rendah.

Semakin tinggi pendidikan masyarakat semakin baik pula cara

perawatan luka kusta di kalangan masyarakat (Suharjo, 2005).

Pendapatan (ekonomi) keluarga adalah sejumlah penghasilan dari

seluruh anggota keluarga baik dalam bentuk uang maupun barang yang

dinilai dengan sejumlah beras. Tingkat pendapatan juga mempengaruhi

dalam perawatan luka kusta. Diman Pendapatan yang cukup dapat

memperoleh perawatan luka yang sesuai dengan pemanfaatan

perawatan luka kusta. Sehingga dapat dikatakan, bahwa pendapatan

juga berpenggaruh terhadap kesembuhan perawatan luka kusta, dimana

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kustadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-anikekowat... · terdapat di satu atau di beberapa tempat di badan (biasanya di ... selama

perawatan luka kusta juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit serta

diantara pendapatan dan perawatan luka sangat terkait (Berg, 1986).

Tingkat pengetahuan dapat membentuk suatu sikap dan

menimbulkan suatu perilaku di dalam kehidupan sehari – hari. Tingkat

pengetahuan tentang perilaku perawatan luka kusta yang tinggi dapat

membentuk sikap positif terhadap perawatan luka secara baik. karena

penderita kusta bisa merawat lukanya sendiri sedangkan sikap yang

negatif pada penderita kusta tidak bisa merawat lukanya sendiri dan

tergantung dengan petugas kesehatan (Notoatmodjo, 2003),

pengetahuan mencakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan

meliputi tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi. Tahu

diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan

yang dipelajari/rangsangan yang telah diterima dengan cara

menyebutkan, menguraikan dan mendefinisikan. Misalnya, penderita

kusta dapat menyebutkan macam-macam makanan tambahan (Depkes

RI, 1999).

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untukmenjelaskan

secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat

mengintrepestasikan materi tesebut secara benar dengan cara

menyimpulkan, meramalkan dan sebagianya. Aplikasi ( application )

diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kustadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-anikekowat... · terdapat di satu atau di beberapa tempat di badan (biasanya di ... selama

dipelajari. Aplikasi dapat diartikan penggunaan hukum, rumus,

metode, prinsip dan sebagainya. Misalnya, penderita kusta dapat

menjelaskan alasan mengapa perawatan luka perlu dilakukan. Analisis

(analysis) Adalah suatu kemampuan untuk maenjabarkan materi suatu

obyek kedalam komponen-komponen tetapi masih ada kaitannya satu

sama lain. Kemampuan analisis dapat ditunjukkan dengan

menggambarkan, membedakan, mengelompokkan dan sebagainya

(Notoatmodjo, 2003).

Sintesis ( syntesis ) Adalah menunjuk kepada suatu kemampuan

untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. Ditunjukkan dengan dapat menyusun

formulasi baru dari formulasi yang lama. Misalnya, penderita dapat

melakukan perawatan lukanya dua kali sehari yaitu pagi dan sore dan

evaluasi (evaluation ) ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakuakan penilaian terhadap suatu materi. Penilaian ini berdasarkan

pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-

kriteria yang sudah ada (Notoatmodjo, 2003).

Faktor lain yang dapat mempenggaruhi perilaku perawatan luka

adalah Sikap (attitude) adalah respon tertutup seseorang terhadap

stimulus atau obyek, baik yang bersifat intern maupun ekstern,

sehingga manifestasinya tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya

dapat langsung di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup

sehingga sikap juga mempenggaruhi perawatan luka kusta karena

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kustadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-anikekowat... · terdapat di satu atau di beberapa tempat di badan (biasanya di ... selama

penderita kurangnya kepercayaan diri terhadap akan kesembuhan

lukanya (Notoatmodjo, 2002).

Menurut Mar’at (1995) sikap terbagi menjadi 3 komponen meliputi

komponen kognitif, komponen afektif, komponen konatif. Komponen

kognitif (komponen perceptual) berisi kepercayaan yang berhubungan

dengan hal – hal tentang bagaimana individu mempersiapkan terhadap

objek sikap dengan apa yang dilihat dan diketahui berisi tentang

pandangan, keyakinan, pikiran dan pangalaman pribadi. Komponen

afektif (komponen emosional) menunjukkan pada dimensi emosional

subjektif individu atau evaluasi terhadap objek sikap baik yang positif

maupun negatif. Sementara itu komponen konatif (komponen perilaku)

adalah komponen sikap yang berkaitan dengan predisposisi/

kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapi.

Ketiga komponen tersebut bersama–sama membentuk sikap yang

utuh. Pada penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,

keyakinan dan emosi, memegang peranan penting. Ketiga komponen

tersebut tidak bisa berdiri sendiri, tetapi menunjukkan manusia

sebagai suatu sistem kognitif yang berarti yang dipikirkan seseorang

tidak akan terlepas dari perasannya (Mar’at, 1995). Pekerjaan pada

penderita kusta tidak mendapat atau tidak bekerja karena dianggap

tidak bisa bekerja selayaknya orang normal atau tidak mempunyai

kecacatan fisik. Karena mereka tidak mendapat pekerjaa maka mereka

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kustadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-anikekowat... · terdapat di satu atau di beberapa tempat di badan (biasanya di ... selama

dalam keluarganya tidak dibutuhkan atau dikucilkan dalam

keluarganya.

Sosial Budaya makhluk sosial dimana saling berinteraksi antara

satu dengan lainnya. Individu yang dapat berinteraksi secara kontinyu

akan lebih besar terpapar informasi. Didaerah pedesaan kebanyakan

masyarakat bahwa masyarakat tingggal di desa tersebut, penyebabnya

adalah suatu kebiasaan (cultural) masyarakat yaitu tidak adanya

kekerabatan antara individu yang terkena penyakit kusta sehingga

penderita kusta merasa minder atau tersisihkan dari lingkungan dan

tidak mau untuk menggobatkan lukanya tersebut (Wiryo, 2002).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kustadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-anikekowat... · terdapat di satu atau di beberapa tempat di badan (biasanya di ... selama

C. Kerangka Teori

Gambar 2.2 Kerangka teori

Sumber : Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003)

dan Siswono (2005)

Faktor predisposisi: - Pengetahuan - pendidikan - Sikap - Sosial budaya - pendapatan

Faktor pemungkin : - Faktor jarak - Sarana dan prasarana

kesehatan

Faktor penguat : - Sikap petugas kesehatan - Perilaku orang lain

Perilaku perawatan luka kusta

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit kustadigilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-anikekowat... · terdapat di satu atau di beberapa tempat di badan (biasanya di ... selama

D. Kerangka Konsep

Gambar 2.3. Kerangka konsep

E. Variabel penelitian

1. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini meliputi tingkat pendidikan,

tingkat pengetahuan dan sikap.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen penelitian ini adalah perilaku perawatan luka kusta.

F. Hipotesis Penelitian

1 Ada hubungan antara tingkat pendidikan dan perilaku perawatan luka

kusta.

2 Ada hubungan anatara tingkat pengetahuan dan perilaku perawatan

luka kusta.

3 Ada hubungan anatara sikap dan perilaku perawatan luka kusta.

Variabel Independen Variabel Dependen

Karakteristik perilaku

kusta

1. Pendidikan

2. Pengetahuan

3. Sikap

Perilaku perawatan

luka kusta