BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Keputihan
1. Definisi Keputihan
Keputihan yang istilah medisnya disebut leukore (leucorrehoea)
atau flour albus (aliran putih) merupakan salah satu bentuk dari vaginal
discharge yaitu cairan yang keluar dari vagina. Keputihan bukan merupakan
penyakit melainkan suatu gejala. Gejala tersebut dapat disebabkan oleh
faktor fisiologis maupun patologis. Disebut keputihan bila pengeluaran
cairan yang berlebihan namun bukan darah dari vagina. Keputihan bisa
terjadi tidak hanya pada perempuan dewasa. Tetapi juga pada bayi, anak-
anak, maupun setelah usia lanjut (Dalimartha, 2002, p.1).
Pada vagina wanita dewasa terdapat bakteri yang baik yang
disebut dengan basil Doderlein. Dalam keadaan normal, jumlah basil ini
cukup dominan dan membuat lingkungan vagina bersifat asam sehingga
vagina mempunyai daya proteksi yang cukup kuat. Selain itu vagina juga
mengeluarkan sejumlah cairan yang berfungsi untuk melindungi dari infeksi
(Indarti, 2005, p.34).
Keputihan merupakan istilah yang lazim digunakan oleh
masyarakat untuk menyebut penyakit kandidiasis vaginal yang terjadi pada
daerah kewanitaan. Penyakit keputihan merupakan masalah kesehatan yang
spesifik pada wanita. Keputihan paling umum disebabkan oleh jamur
Candida, terutama Candida Albicans yang menginfeksi secara superfisial
atau terlokalisasi. Penyakit ini dalam istilah medis sering kali disebut
kandidiasis vaginal, vulvovaginal candidiasis, atau vaginitis candida
albicans (Manan, 2011, p.70-71).
2. Klasifikasi Keputihan
Menurut Kasdu (2008, p.37), keputihan dibedakan menjadi
keputihan fisiolgis dan patologis. Adapun perbedaannya adalah sebagai
berikut:
a. Keputihan fisologis
Pada daerah sekitar vagina, vagina, dan mulut rahim
dilengkapi dengan sel-sel dan kelenjar yang menghasilkan lendir. Lendir
ini secara alamiah diperlukan sebagai pelumas. Dalam keadaan normal,
lendir ini berwarna jernih, tidak berbau, dan tidak gatal atau pedih.
Produksinya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor
hormonal, rangsangan birahi, kelelahan fisik dan kejiwaan serta adanya
benda asing dalam organ reproduksi. Oleh karena itu lendir ini akan
meningkat saat-saat menjelang dan sesudah haid, pada rangsangan birahi
dan ibu-ibu yang menggunakan kontrasepsi IUD. Keputihan fisiologis
juga dapat ditemukan pada bayi perempuan yang baru lahir sampai umur
kira-kira 10 hari.
b. Keputihan patologis
Keputihan patologis disebut keputihan dengan ciri-ciri
jumlahnya banyak, warnanya putih seperti susu basi, kuning atau
kehijauan, disertai dengan rasa gatal atau pedih, terkadang berbau busuk
atau amis. Keputihan menjadi salah satu tanda atau gejala adanya
kelainan pada organ reproduksi wanita. Kelainan tersebut dapat berupa
infeksi, polip leher rahim, keganasan (tumor dan kanker), serta adanya
benda asing. Namun tidak semua infeksi pada saluran reproduksi wanita
memberikan gejala keputihan.
3. Ciri-ciri Keputihan Fisiologis dan Patologis
Ciri-ciri keputihan fisiologis dan patologis berdasarkan infeksinya
adalah sebagai berikut :
Tabel 2 Ciri-ciri Keputihan Berdasarkan Infeksinya
Tanpa
Infeksi
Infeksi Jamur Haemophilus
Vaginalis
Infeksi Trikomonas Infeksi
Flora Campuran
Jumlah Normal Normal/ meningkat
Meningkat Meningkat Meningkat
Warna Putih/
bening
Putih Putih keabu-
abuan
Hijau kekuningan
dengan gelembung
Kekuninga
n dengan purulen
Bisa berwarna kecokelatan atau terwarnai dengan darah
Sifat
khas
Seperti
krim
Kental dengan
plak
Sangat banyak Berbusa Purulen
atau
lengket
Bau Tidak
ada
Tidak ada Sering sangat
menusuk
Agak menusuk Sangat
menusuk
Gejala Tidak
ada
Pruritas yang
nyata
Tidak ada Nyeri dan kadang-
kadang pruritas
Nyeri dan
pruritas
Sumber : Manuaba (2002, p.184). Buku Saku Ilmu Kandungan.
4. Penyebab Keputihan
Menurut Ayuningsih, Teviningrum dan Krisnawati (2010, p.28-
29), ada sejumlah penyebab keputihan patologis :
a. Perilaku tidak hygienis : air cebok tidak bersih, celana dalam tidak
menyerap keringat, penggunaan pembalut yang kurang baik.
b. Stres sehingga daya tahan tubuh rendah. Terdapat kuman pelindung di
dalam vagina yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekosistem
vagina. Jika wanita mengalami kondisi yang stress, daya tahan tubuh
rendah biasanya menyebabkan cairan ini keluar sedikit lebih banyak.
c. Keputihan karena kelelahan dapat terjadi karena karena kuman-kuman
penyebab infeksi yang menyebabkan keasaman daerah sekitar vagina
terganggu.
d. Diabetes tidak terkontrol sehingga kadar gula yang tinggi menyebabkan
adanya gula dalam urin dan darah dan mengakibatkan bakteri tumbuh
subur.
e. Pada saat hamil karena terjadi perubahan hormonal yang salah satu
dampaknya adalah peningkatan jumlah produksi cairan dan penurunan
keasaman vagina.
f. Pemakaian pil KB karena keseimbangan hormon terpengaruh dan terjadi
ketidakseimbangan pH.
g. Alergi pada benda-benda yang dimasukkan secara sengaja atau tidak ke
dalam vagina misalnya tampon, obat atau alat kontrasepsi, rambut
kemaluan, serta benang dari selimut, celana dan lainnya.
h. Luka, misalnya : tusukan, benturan, tekanan atau iritasi yang berlangsung
lama.
i. Infeksi yang dipicu oleh bakteri, kuman, atau parasit.
j. Penggunaan antibiotik yang berlebihan : ini menyebabkan populasi
bakteri di daerah vagina ikut mati. Bila bakteri mati, jamur akan tumbuh
subur. Kebiasaan menggunakan produk pencuci kewanitaan yang
umumnya bersifat alkalis juga menurunkan keasaman daerah vagina.
Sedangkan menurut Dalimartha (2002, p.3-10), penyebab
keputihan sangat bervariasi. Berikut ini beberapa penyebab yang bisa
menimbulkan gejala keputihan :
a. Infeksi
Keputihan karena infeksi dapat disebabkan oleh beberapa jenis
jasad renik yaitu bakteri, jamur, parasit, dan virus.
1) Bakteri (kuman)
a) Gonococcus
Ada beberapa macam bakteri golongan coccus. Salah
satunya Neisseria Gonorrhea, suatu bakteri yang dilihat dengan
mikroskop tampak diplokok (berbentuk biji) intraseluler dan
ekstraseluler, bersifat tahan asam dan bersifat “gram negatif”.
Bakteri ini menyebabkan penyakit akibat hubungan seksual
(PHS/PMS/STD) yang paling sering ditemukan yaitu gonore. Pada
laki-laki, penyakit ini menyebabkan kencing nanah. Sedangkan
pada perempuan menyababkan keputihan (Dalimartha, 2002, p.4).
b) Chlamydia Trachomatis
Bakteri ini sudah lebih dahulu dikenal sebagai penyebab
penyakit mata yang disebut trakoma, namun ternyata bisa juga
ditemukan dalam cairan vagina yang menyebabkan penyakit
uretritis non-spesifik (non-gonore). Keputihan yang ditimbulkan
bakteri ini tidak begitu banyak dan lebih encer bila dibandingkan
dengan gonore. Namun, bila infeksinya terjadi bersamaan dengan
bakteri gonococcus, bisa menyebabkan peradangan panggul yang
berat, kemandulan, hingga kehamilan diluar kandungan
(Dalimartha, 2002, p.4-5).
c) Gardnerella Vaginalis
Bakteri ini sering ditemukan dalam vagina, maka kerap
dianggap sebagai bagian dari jasad renik normal. Peradangan yang
ditimbulkan oleh bakteri ini disebut vaginosis bakterial.
Keputihan yang timbul warnanya putih keruh keabu-abuan, agak
lengket dan berbau amis seperti ikan, disertai rasa gatal dan panas
pada vagina. Sering kali infeksi ini tanpa gejala (Dalimartha, 2002,
p.5).
2) Jamur Candida
Candida merupakan penghuni normal rongga mulut. Usus
besar dan vagina. Bila jamur Candida di vagina terdapat dalam jumlah
banyak, dapat menyebabkan keputihan yang dinamakan kandidosis
vaginalis. Kira-kira 40% keputihan disebabkan oleh jamur Candida,
paling sering spesies albicans. Jamur ini bisa menyerang semua umur,
mulai dari bayi, dewasa, hingga usia lanjut. Namun perempuan di usia
subur lebih sering terkena jamur ini. Suasana asam vagina yang
berubah menjadi basa memudahkan terjadinya infeksi dengan jamur
candida karena pertumbuhannya menjadi lebih cepat. Beberapa faktor
juga dapat mempermudah seseorang terinfeksi jamur ini, seperti saat
haid, hamil, minum antibiotika dalam jangka waktu lama, kontrasepsi
oral (pil KB), obat kortikosteroid, dan penyakit kencing manis
(diabetes mellitus) (Dalimartha, 2002, p.5).
3) Parasit
Banyak parasit yang bisa hidup ditubuh manusia. Satu
diantaranya protozoa dari kelas Mastigophora yang bernama
Trichomonas Vaginalis. Parasit ini hidup dalam vagina dan uretra baik
pada laki-laki maupun perempuan. Penyakit ini menimbulkan
penyakit yang dinamakan Trichomoniasis. Kira-kira 15% keluhan
keputihan disebabkan oleh parasit ini. Penularannya sebagian besar
melalui senggama. Infeksi akut akibat parasit ini meyebabkan
keputihan yang ditandai oleh banyaknya keluar cairan yang encer,
berwarna kuning kehijauan, berbuih menyerupai air sabun, dan
baunya apek. Meskipun sudah dibilas air cairan ini tetap keluar.
Keputihan akibat parasit ini tidak begitu gatal, namun vagina tampak
merah, nyeri bila kencing. Kadang-kadang terlihat bintik-bintik
perdarahan seperti buah stroberi. Bila keputihan sangat banyak bisa
timbul iritasi di lipat paha dan sekitar bibir kemaluan. Pada infeksi
yang telah menjadi kronis, cairan yang keluar biasanya telah
berkurang dan warnanya menjadi abu-abu atau hijau muda sampai
kuning (Dalimartha, 2002, p.6-7).
4) Virus
Keputihan akibat infeksi virus sering disebabkan oleh Virus
Herpes Simplex (VHS) tipe-2 dan Human Papilloma Virus (HPV).
Infeksi HPV telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker
serviks, penis, dan vulva. Sedangkan HPV tipe-2 dapat menjadi faktor
pendamping. HPV dapat menimbulkan penyakit kondiloma akuminata
yang disebut juga genital warts, kutil kelamin, veneral warts, atau
jengger ayam (Dalimartha, 2002, p.7-8).
b. Benda Asing dalam Vagina
Benda asing dalam vagina akan merangsang produksi cairan
berlebihan. Pada anak-anak benda asing dalam vagina dapat berupa biji-
bijian atau kotoran yang berasal dari tanah. Pada wanita dewasa benda
asing bisa berupa tampon, kondom yang berada di dalam akibat lepas
saat melakukan senggama, cincin pesarium yang dipasang pada penderita
hernia organ kandungan (prolaps uteri), atau adanya alat kontrsepsi
dalam rahim (IUD) pada perempuan yang ber-KB spiral (Dalimartha,
2002, p.8).
c. Penyakit Organ Kandungan
Keputihan juga bisa timbul bila ada penyakit di organ
kandungan, misalnya peradangan, tumor, atau pun kanker. Pada tumor
misalnya papilloma, sering menyebabkan keluarnya cairan encer, jernih
dan tidak berbau. Pada kanker rahim atau kanker leher rahim (serviks),
cairan yang keluar bisa banyak dan disertai bau busuk dan kadang
disertai darah (Dalimartha, 2002, p.9).
d. Penyakit Menahun atau Kelelahan Kronis
Kelelahan, kurang darah (anemia), sakit yang telah
berlangsung lama, perasaan cemas, kurang gizi, usia lanjut, terlalu lama
berdiri di lingkungan yang panas, peranakan turun (prolaps uteri), dan
dorongan seks yang tidak terpuaskan, dapat menimbulkan keputihan.
Keputihan juga berhubungan dengan keadaan lain seperti penyakit
kencing manis (diabetes mellitus), kehamilan, memakai kontrasepsi yang
mengandung estrogen-progesteron seperti pil KB atau memakai obat
steroid jangka panjang (Dalimartha, 2002, p.9).
e. Gangguan Keseimbangan Hormon
Hormon estrogen diperlukan untuk menjaga keasaman vagina.
Kehidupan Lactobacilli Doderlein, dan ketebalan (proliferasi) sel epitel
skuamosa vagina sehingga membran mukosa vagina membentuk barier
terhadap invasi bakteri. Dengan demikian tidak mudah terkena infeksi.
Hal-hal di atas bisa terjadi karena sel epitel vagina yang menebal banyak
mengandung glikogen. Lactobacilli doderlein yang dalam keadaan
normal hidup di vagina akan memanfaatkan glikogen tadi selama
pertumbuhannya dan hasil metabolismenya akan menghasilkan asam
laktat. Timbulnya suasana asam akibat asam laktat, akan menyuburkan
pertumbuhan Lactobacilli dan Corrinebacteria acidogenetic, tetapi
mencegah pertumbuhan bakteri lainnya. Proses ini akan mempertahankan
vagina yang dalam keadaan normal memang bersifat asam yaitu sekitar
3,5 - 4,5. Keluarnya cairan lendir rahim (mukus seviks) sehingga vagina
tidak terasa kering juga dipengaruhi oleh stimulasi estrogen (Dalimartha,
2002, p.9).
f. Fistel di Vagina
Terbentuknya fistel (saluran patologis) yang menghubungkan
vagina dengan kandung kencing atau usus, bisa terjadi akibat cacat
bawaan, cidera persalinan, kanker, atau akibat penyinaran pada
pengobatan kanker serviks. Kelainan ini akan menyebabkan timbulnya
cairan di vagina yang bercampur feses atau air kencing. Biasanya bisa
dikenali karena bau dan warnanya (Dalimartha, 2002, p.10).
5. Pencegahan
Pencegahan keputihan tergantung penyebabnya. Di bawah ini
beberapa hal yang perlu diperhatikan supaya terhindar dari keputihan
(Ayuningsih, Teviningrum dan Krisnawati, 2010, p.31-32) :
a. Selalu menjaga kebersihan diri, terutama kebersihan alat kelamin.
Bersihkan rambut vagina atau pubis yang terlampau tebal, karena dapat
menjadi tempat sembunyi kuman.
b. Cara membilas harus dilakukan dengan benar, yaitu dengan gerakan dari
depan ke belakang. Cuci dengan air bersih setiap buang air dan mandi.
Selalu jaga vagina dalam keadaan kering.
c. Hindari suasana vagina yang lembab berkepanjangan. Ini bisa karena
memakai celana dalam yang basah, jarang diganti dan tidak menyerap
keringat. Kenakan celana dalam dari bahan katun yang menyerap
keringat. Pemakaian celana jeans terlalu ketat juga meningkatkan
kelembapan daerah vagina. Ganti tampon atau panty liner pada
waktunya.
d. Tidak membiasakan memakai bedak/talk di sekitar vagina, tisu harum,
atau tisu toilet. Ini akan membuat vagina kerap teriritasi.
e. Perhatikan kebersihan lingkungan. Bersihkan bak mandi, ember, gayung,
tangki air, dan bibir kloset dengan antiseptik untuk menghindari
menjamurnya kuman.
f. Setia kepada pasangan merupakan langkah awal menghindari keputihan
akibat infeksi yang menular melalui hubungan seks.
g. Keputihan dapat dicegah dengan mengkonsumsi makanan bergizi dan
olahraga.
h. Hindari makanan yang terlalu banyak mengandung tepung dan gula.
6. Pengobatan
Menurut Ayuningsih, Teviningrum dan Krisnawati (2010, p.26),
pengobatan untuk keputihan meliputi :
a. Jika keputihan masih ringan, bisa menggunakan sabun atau larutan
antiseptik khusus pembilas vagina seperlunya. Penggunaan berlebihan
justru akan mematikan flora normal dan mengganggu keasaman vagina.
Konsultasi ke dokter, sehingga akan diperoleh cara pengobatan paling
tepat untuk mengatasi gangguan keputihan patologis dan infeksi sesuai
dengan penyebabnya. Jenis obat dapat berupa sediaan oral berupa tablet
atau kapsul, topical seperti krim yang dioleskan, dan uvula yang
dimasukkan langsung ke dalam liang vagina. Untuk keputihan yang
ditularkan melalui hubungan seksual, terapi juga diberikan kepada
pasangan seksual dan dianjurkan untuk tidak berhubungan seksual
selama pengobatan.
b. Bagi yang sudah berkeluarga, lakukan pemeriksaan bersama pasangan.
Jika masih belum sembuh juga, lakukan uji resistensi obat dan mengganti
dengan obat yang lain. Ada kemungkinan bahwa kuman ternyata resisten
terhadap obat yang diberikan.
c. Bagi penderita yang sudah menikah, apalagi berusia lebih dari 5 tahun,
lakukan pap smear. Idealnya pap smear dilakukan setahun sekali.
d. Jika positif terkena virus, bisa dilanjutkan dengan pemeriksaan mulut
rahim. Sebagai penunjang dilakukan pula tes urin dan tes darah.
B. Konsep Dasar Remaja
1. Pengertian
Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata lain yaitu
adolescere (kata bendanya), adolescentia yang berarti remaja atau dimana
mempunyai arti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Bangsa primitif,
demikian pula orang-orang jaman purbakala, memandang masa puber dan
masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang
kehidupan, anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan
reproduksi. Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini,
mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional,
sosial dan fisik (Hurlock, nd, p.206).
Dalam islam, secara etimologi, kalimat remaja berasal dari
murahaqoh, kata kerjanya adalah raahaqo yang berarti al-iqrirab (dekat).
Secara terminologi, berarti mendekati kematangan baik secara fisik, akal,
dan jiwa serta sosial. Permulaan adolescence tidak berarti telah
sempurnanya kematangan, karena di hadapan adolescence, dari 7-10 ada
tahun-tahun untuk menyempurnakan kematangan (Al-Mighwar, 2006, p.
55-56).
Remaja adalah individu antara umur 10-19 tahun. Istilah yang
lebih luas “kaum remaja” meliputi umur 15-24 tahun (Prawirohardjo, 2005,
p.318).
Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya
perubahan fisik, emosi, psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun,
adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia, dan
sering disebut masa pubertas. Masa remaja adalah masa peralihan dan masa
anak ke masa dewasa (Widyastuti, dkk, 2009, p.11).
2. Batasan Usia
Menurut Soetjiningsih (2004, p.2), batasan usia remaja awal
adalah 11-13 tahun, masa remaja pertengahan adalah 14-16 tahun,
sedangkan masa remaja lanjut adalah 17-20 tahun.
Rentangan usia remaja berada dalam usia 12 tahun sampai 21
tahun bagi wanita, dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi laki-laki. Jika dibagi
atas remaja awal dan akhir, remaja awal berada dalam usia 12/13 tahun
sampai 17/18 tahun, dan remaja akhir dalam rentangan usia 17/18 tahun
sampai 21/22 tahun. Adapun periode sebelum masa remaja ini disebut
sebagai ambang pintu masa remaja atau sering disebut sebagai periode
pubertas (Al-Mighwar, 2006, p.62).
Menurut WHO batasan usia remaja adalah 12 sampai 24 tahun.
Sedangkan menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan
BKKBN adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum menikah (Widyastuti,
dkk, 2009, p.11).
3. Karakteristik Remaja
Menurut Arya (2003), karakteristik pertumbuhan dan
perkembangan remaja terbagi menjadi 3 macam, antara lain :
a. Transisi biologis, yaitu pertumbuhan dan perkembangan fisik.
b. Transisi kognitif, yaitu perkembangan kognitif remaja pada lingkungan
sosial dan juga proses sosio emosional.
c. Transisi sosial, yaitu hubungan dengan orang tua, teman sebaya serta
masyarakat sekitar.
C. Konsep Dasar Pendidikan Kesehatan
1. Definisi Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang
dinamis, dimana perubahan tersebut bukan sekedar proses transfer
materi/teori dari seseorang ke orang lain dan bukan pula seperangkat
prosedur, akan tetapi perubahan tersebut terjadi karena adanya kesadaran
dari dalam diri individu, kelompok, atau masyarakat sendiri (Mubarak dan
Chayatin, 2009, p.358).
2. Tujuan Pendidikan Kesehatan
Tujuan utama pendidikan kesehatan (Mubarak dan Chayatin,
2009, p.358) adalah :
a. Menetapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri.
b. Memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap masalahnya, dengan
sumber daya yang ada pada mereka ditambah dengan dukungan dari luar.
c. Memutuskan kegiatan yang paling tepat guna untuk meningkatkan taraf
hidup sehat dan sejahtera masyarakat.
Sedangkan tujuan dari pendidikan kesehatan menurut Undang-
Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992 maupun WHO dalam Mubarak
(2009, p.358) adalah meningkatkan kemampuan masyarakat; baik fisik,
mental, dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun secara
sosial, pendidikan kesehatan disemua program kesehatan; baik
pemberantasan penyakit menular, sanitasi, lingkungan, gizi masyarakat,
pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan lainnya.
3. Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan
Menurut Mubarak dan Chayatin (2009, p.359), ruang lingkup
pendidikan kesehatan dapat dilihat dari berbagai dimensi, yaitu :
a. Dimensi sasaran
1) Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu.
2) Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok.
3) Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.
b. Dimensi Pelaksana
Pendidikan kesehatan dapat berlangsung di berbagai tempat,
dengan sendirinya sasarannya berbeda pula, misalnya :
1) Pendidikan kesehatan di sekolah, dengan sasaran murid.
2) Pendidikan kesehatan di rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan
lainnya, dengan sasaran pasien dan keluarga pasien.
3) Pendidikan kesehatan di tempat kerja dengan sasaran buruh atau
karyawan.
c. Dimensi Tingkat Pelayanan Kesehatan
Pendidikan kesehatan dapat dilakukan berdasarkan lima
tingkat pencegahan (five levels of prevention) menurut Leavel dan Clark,
yaitu sebagai berikut :
1) Peningkatan kesehatan (Health Promontion)
Peningkatan status kesehatan masyarakat dapat dilakukan
melalui beberapa kegiatan seperti pendidikan kesehatan (health
education), penyuluhan kesehatan, pengadaan rumah sakit, konsultasi
perkawinan, pendidikan seks, pengendalian lingkungan, dan lain-lain.
2) Perlindungan umum dan khusus (General and Specific Protection)
Perlindungan umum dan khusus merupakan usaha
kesehatan untuk memberikan perlindungan secara khusus atau umum
kepada seseorang atau masyarakat. Bentuk perlindungan tersebut
seperti imunisasi dan hygiene perseorangan, perlindungan diri dari
kecelakaan, kesehatan kerja, pengendalian sumber-sumber
pencemaran, dan lain-lain.
3) Pembatasan kecacatan (Disability Limitation)
Kekurangan pengertian dan kesadaran masyarakat tentang
kesehatan dan penyakit sering membuat masyarakat tidak melanjutkan
pengobatannya sampai tuntas. Pengobatan yang tidak layak dan
sempurna dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan cacat atau
ketidakmampuan. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan juga
diperlukan pada tahap ini dalam bentuk penyempurnaan dan
intensifikasi terapi lanjutan, pencegahan komplikasi, perbaikan
fasilitas kesehatan, penurunan beban sosial penderita, dan lain-lain.
4) Rahabilitasi (rehabilitation)
Setelah sembuh dari penyakit tertentu, kadang-kadang
orang menjadi cacat. Untuk memulihkan cacatnya tersebut diperlukan
latihan-latihan tertentu. Oleh karena itu, kurangnya pengertian dan
kesadaran membuat masyarakat tidak mau atau segan melakukan
latihan-latihan yang dianjurkan. Di samping itu, orang cacat karena
penyakit kadang-kadang malu untuk kembali ke masyarakat.
Masyarakat sering tidak mau menerima mereka sebagai anggota
masyarakat yang normal. Oleh sebab itu, pendidikan kesehatan tidak
hanya diperlukan untuk orang yang cacat tetapi juga untuk
masyarakat.
D. Konsep Dasar Perilaku
1. Definisi perilaku
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau
suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi
dan tujuan baik disadarai maupun tidak (Wawan dan Dewi, 2010, p.48).
Menurut Notoatmodjo (2010, p.43) perilaku adalah suatu kegiatan
atau aktivitas organisme atau mahluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab
itu, dari segi biologis semua mahluk hidup termasuk binatang dan manusia,
mempunyai aktivitas masing-masing. Manusia adalah sebagai salah satu
mahluk hidup mempunyai bentangan kegiatan yang sangat luas, sepanjang
kegiatan yang dilakukannya, yaitu antara lain : berjalan-jalan, berbicara,
bekerja, menulis, membaca, berpikir dan seterusnya. Secara singkat
aktivitas manusia tersebut dikelompokkan menjadi 2, yakni : aktivitas-
aktivitas yang dapat diamati oleh orang lain dan aktivitas yang tidak diamati
oleh orang lain (dari luar).
Menurut Skiner (1938) seorang ahli psikologi dalam Notoatmodjo
(2010, p.43) merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi
seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian,
perilaku manusia terjadi melalui proses : Stimulus Organisme
Respons, sehingga teori Skiner ini disebut teori “S-O-R” (stimulus-
organisme-respons). Selanjutnya, teori Skiner menjelaskan adanya dua jenis
respons, yaitu :
a. Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli,
karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Respon-dent
respons juga mencakup perilaku emosional.
b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul
dan berkembang kemudian diikuti oleh stimuli atau rangsangan yang
lain. Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau
reinforce, karena berfungsi untuk memperkuat respons.
Berdasarkan teori “S-O-R” tersebut maka perilaku manusia dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Perilaku tertutup (Corvert behavior)
Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut
masih belum dapat diamati oleh orang lain (dari luar) secara jelas.
Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan,
persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan.
Bentuk “unobservable behavior” atau “convert behavior” yang dapat
diukur dari pengetahuan dan sikap.
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus
tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain
dari luar atau “observable behavior”.
2. Faktor-faktor perilaku
Menurut Notoatmodjo (2010, p.45) perilaku itu terbentuk di
dalam diri seseorang dari dua faktor utama yakni : stimulus merupakan
faktor dari luar diri seseorang tersebut (faktor eksternal), dan respons
merupakan faktor dari diri dalam diri orang yang bersangkutan (faktor
internal). Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor lingkungan, baik
lingkungan fisik, maupun non-fisik dalam bentuk sosial, budaya, ekonomi,
politik, dan sebagainya. Sedangkan faktor internal yang menentukan
seseorang itu merespons stimulus dari luar adalah : perhatian, pengamatan,
persepsi, motivasi, fantasi, sugesti, dan sebagainya.
3. Perilaku kesehatan
Menurut Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2010, p.46) perilaku
kesehatan (health behavior) adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang,
baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati
(unobservable), yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan. Pemeliharaan kesehatan ini mencakup mencegah atau
melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain, meningkatkan
kesehatan, dan mencari penyembuhan bila sakit atau terkena masalah
kesehatan.
Menurut Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007, p.139)
perilaku sehat adalah perilaku-perilaku atau kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan upaya mempertahankan dan meningkatkan kesehatan.
4. Determinan perilaku kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2003, p.13-18) dalam bidang perilaku
kesehatan, ada 3 teori yang sering menjadi acuan dalam penelitian-
penelitian kesehatan masyarakat. Ketiga teori tersebut adalah :
a. Teori Lawrence Green
Green membedakan adanya dua determinan masalah
kesehatan, yakni behavior factors (faktor perilaku), dan non-behavior
factors atau faktor non-perilaku. Faktor perilaku tersebut telah ditentukan
oleh 3 faktor utama, yaitu:
1) Faktor-faktor predisposisi (pre disposing faktors), yaitu faktor-faktor
yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku
seseorang, antara lain, pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan,
nilai-nilai, tradisi dan sebagainya. Dalam hal ini pendidikan kesehatan
ditujukan untuk menggugah kesadaran, memberikan atau
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan baik bagi dirinya sendiri, keluarga, maupun
masyarakat. Bentuk pendidikan ini antara lain : penyuluhan kesehatan,
pameran kesehatan, iklan-iklan layanan kesehatan, spanduk, billboard,
dan sebagainya.
2) Faktor-faktor pemungkin (enabling factors) adalah faktor yang
memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor
pemungkin merupakan sarana dan prasarana atau fasilitas untuk
terjadinya perilaku kesehatan. Pemberian fasilitas ini dimungkinkan
hanya sebagai percontohan (pilot project). Prinsip pendidikan
kesehatan dalam kondisi ini adalah give a man to fish, but not give a
man a fish (memberikan pancingnya untuk memperoleh ikan, bukan
memberikan ikannya). Bentuk pendidikan yang sesuai dengan prinsip
ini antara lain : Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat
(PPM), upaya peningkatan pendapatan keluarga (incoming
generating), bimbingan koperasi, dan sebagainya, yang
memungkinkan tersedianya polindes, pos obat desa, dana sehat, dan
sebagainya.
3) Faktor-faktor penguat (reinforcing factors), adalah faktor-faktor yang
mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Karena faktor ini
menyangkut sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma) dan tokoh
agama (toga), serta petugas termasuk petugas kesehatan, maka
pendidikan kesehatan yang paling tepat adalah dalam bentuk
pelatihan-pelatihan bagi toga, toma, dan petugas kesehatan sendiri
b. Teori Snehandu B. Karr
Karr mengidentifikasi adanya 5 determinan perilaku, yaitu:
1) Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan
objek atau stimulus dari luar dirinya.
2) Adanya dukungan dari masyarakat sekitarnya (social support).
3) Terjangkaunya informasi (accessibility of information), adalah
tersedianya informasi-informasi terkait dengan tindakan yang akan
diambil oleh seseorang.
4) Adanya otonomi atau kebebasan pribadi (personal autonomy) untuk
mengambil keputusan.
5) Adanya kondisi dan situasi yang memungkinkan (action situation).
c. Teori WHO
WHO merumuskan determinan perilaku sangat sederhana.
Seseorang berperilaku karena adanya 4 alasan pokok (determinan), yaitu:
1) Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling). Hasil pemikiran-
pemikiran dan perasaan-perasaan seseorang, atau lebih tepat diartikan
pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap objek atau stimulus,
merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku.
2) Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang
dipercayai (personal reference).
3) Sumber daya (resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk
terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.
4) Sosio budaya (culture) biasanya sangat berpengaruh terhadap
terbentuknya perilaku seseorang.
E. Konsep Dasar Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007, p.143-144) pengetahuan adalah
hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap
suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior).
Suatu perbuatan yang didasari oleh pengetahuan, dan orang yang
mengadopsi perbuatan dalam diri seseorang tersebut akan terjadi proses
sebagai berikut :
a. Kesadaran (Awareness) dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap obyek (stimulus).
b. Merasa Tertarik (Interest) terhadap stimulus atau obyek tertentu. Disini
sikap obyek sudah mulai timbul.
c. Menimbang-nimbang (Evaluation) terhadap baik dan tidaknya terhadap
stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah tidak
baik lagi.
d. Trial, dimana subyek mulai melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki oleh stimulus.
e. Adopsi (Adoption), dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulus.
2. Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoadmodjo (2010, p.60) pengetahuan yang dicakup di
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu :
a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dan
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh
sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dimana
dapat menginterprestasikan secara benar. Orang yang telah paham
terhadap obyek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap suatu
obyek yang dipelajari.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi apapun kondisi
riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prisip dan sebagainya dalam
konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menyatakan materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti
dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis yang dimaksud menunjukkan pada suatu kemampuan
untuk melaksanakan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
3. Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2005, p.10-18), terdapat 2 cara untuk
memperoleh suatu pengetahuan, antara lain :
a. Cara tradisional
1) Cara coba salah (Trial and Error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan
kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan
tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila
kemungkinan kedua ini tidak berhasil, maka dicoba lagi dengan
kemungkinan yang ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga gagal,
dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah
tersebut dapat terpecahkan.
2) Cara kekuasaan atau Otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali
kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang,
tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau
tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun temurun
dari generasi ke generasi berikutnya. Kebiasaan seperti ini tidak hanya
terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada
masyarakat modern. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini seolah-olah
diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber
pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat
baik formal maupun informal, ahli agama pemegang pemerintahan,
dan sebagainya. Dengan kata lain pengetahuan tersebut diperoleh
berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas
pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.
3) Berdasarkan Pengalaman Pribadi
Pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau
merupakan salah satu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.
Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai
upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi pada masa lalu. Apabila dengan cara
yang digunakan tersebut orang dapat memecahkan masalah yang
dihadapi, maka untuk memecahkan masalah orang lain sama, orang
dapat pula menggunakan cara tersebut. Tetapi bila gagal
menggunakan cara tersebut, ia tidak akan mengulangi cara itu, dan
berusaha mencari cara yang lain, sehingga dapat berhasi
memecahkannya.
4) Melalui Jalan Pikiran
Sejalan dengan berkembangnya kebudayaan manusia cara
berpikir manusia pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah
mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh
pengetahuannya dengan kata lain dalam memperoleh pengetahuan
manusia telah menggunakan jalan pikirannya
b. Cara Modern
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada
dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode
penelitian ilmiah atau metodelogi penelitian.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Wawan dan Dewi (2010, p.16-18) faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan adalah :
a. Faktor Internal
1) Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang
terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita – cita tertentu
yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan
untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan
untuk mendapat informasi misalnya hal – hal yang menunjang
kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB
Mantra yang dikutip Notoadmodjo (2003), pendidikan dapat
mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola
hidup terutama dalan memotivasi untuk sikap berperan serta dalam
pembangunan (Nursalam, 2003) pada umumnya makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.
2) Pekerjaan
Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003),
pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan
bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara
mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan.
Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita
waktu, sehingga pengetahuan mereka tidak bertambah padahal ilmu
semakin berkembang. Bekerja bagi ibu – ibu juga akan mempunyai
pengaruh terhadap kehidupan keluarganya.
3) Umur
Menurut Elisabeth BH yang dikutip Nursalam (2003), usia
adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup
umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja. Daris segi kepercayaan masyarakat
seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi
kedewasaannya. Hali ini akan sebagai dari pengalaman dan
kematangan jiwa.
b. Faktor Eksternal
1) Faktor Lingkungan
Menurut Ann. Mariner yang dikutip dari Nursalam : 3
lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia
dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan
perilaku orang atau kelompok.
2) Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.
5. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
kuesioner yang berisi pertanyaan sesuai materi yang ingin diukur dari
subyek penelitian atau responden yang disesuaikan dengan tingkat
pengetahuan yang diukur (Notoadmodjo, 2003, p.124).
6. Kriteria Tingkat Pengetahuan
Adapun kriteria yang digunakan peneliti dalam penelitian ini
mengacu pada teori Nursalam (2008, p.123-124) yaitu:
a. Baik : bila pertanyaan dijawab benar oleh responden 76% - 100% (skor
pengetahuan ≥ 19).
b. Cukup : bila pertanyaan dijawab benar oleh responden 56%-75% (skor
pengetahuan 14-18).
c. Kurang : bila pertanyaan dijawab benar oleh responden ≤ 56% (skor
pengetahuan <14)
F. Konsep Dasar Sikap
1. Definisi Sikap
Sikap adalah juga respons tertutup seseorang terhadap stimulus
atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan (Notoatmodjo, 2010, p.52).
Menurut Campbell (1950) dalam Notoatmodjo (2010, p. 52)
dikatakan bahwa sikap itu suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam
merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran,
perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain.
2. Komponen Sikap
Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010, p.53) sikap itu
terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu:
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, artinya
bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap
objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya
bagaimana penilaian orang tersebut terhadap objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah
merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.
3. Tingkatan Sikap
Menurut (Notoadmodjo, 2005, p.54) sikap mempunyai tingkat –
tingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut :
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau
menerima stimulus yang diberikan (objek).
b. Menanggapi (responding)
Menanggapi disini diaartikan memberikan jawaban atau
tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai
yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti, membahasnya
dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau
menganjurkan orang lain merespons.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung
jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah
mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia haru berani
mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya
resiko lain.
G. Kerangka Teori
Gambar 1 Faktor-faktor Peningkatan Pengetahuan
Sumber : Modifikasi Teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2003, p.164).
Pendidikan dan Perilaku Kesehatan.
H. Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat
Penyuluhan tentang
keputihan
Pengetahuan tentang
keputihan
Proses Perubahan
Faktor Penguat
Dukungan keluarga,
pengetahuan, sikap
dari keluarga , petugas
kesehatan dan tokoh
masyarakat
Faktor Pemungkin
Ketersediaan sarana
dan prasarana/fasilitas
Faktor Predisposisi
1. Pengetahuan dasar
2. Kepercayaan pada
pengajar
3. Sikap
Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan sosial
Komunikasi
penyuluhan
Training
Pendidikan kesehatan
(promosi kesehatan)
Perilaku
I. Hipotesis
1. Ada perbedaan pengetahuan tentang keputihan sebelum dan sesudah
penyuluhan.
2. Ada perbedaan pengetahuan kelompok yang diberi penyuluhan dengan
kelompok kontrol yang tidak diberi penyuluhan.