BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KONSEP CEPHALGIA
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KONSEP CEPHALGIA
43
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP CEPHALGIA
1. Definisi Nyeri Kepala (Cephalgia)
Nyeri kepala (Cephalgia) adalah rasa nyeri atau rasa tidak enak di kepala,
setempat atau menyeluruh dan dapat menjalar ke wajah, mata, gigi, rahang
bawah dan leher ( Mansjoer, 2002).
Nyeri kepala atau cephalgia adalah nyeri yang dirasakan didaerah kepala
atau merupakan suatu sensasi tidak nyaman yang dirasakan pada daerah
kepala (Goadsby, 2002).
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan cephalgia
merupakan pengalaman pribadi yang tidak menyenangkan, yang terjadi
akibat nyeri didaerah kepala akibat adanya gangguan neurologis.
2. Klasifikasi Cephalgia
Klasifikasi the International Headache Society (IHS) pada tahun 1998
membagi nyeri kepala menjadi dua kategori utama yaitu nyeri kepala
sekunder dan nyeri kepala sekunder (Price, 2006).
a. Nyeri kepala sekunder
Nyeri kepala sekunder terjadi karena gangguan organik lain, seperti
infeksi, trombosis, penyakit metabolisme, tumor atau penyakit sistemik
13
lain. Menurut Mansjoer (2009), nyeri sekunder diantaranya nyeri
kepala pasca trauma, nyeri kepala organik sebagai bagian penyakit lesi
desak ruang (tumor otak, abses, hematoma subdural, dll), perdarahan
subaraknoid, neuralgia trigeminus/ pasca herpetik, penyakit sistemik
(anemia, polisetemia, hipertensi/ hipotensi, dll), sesudah pungsi
lumbal, infeksi intrakranial/ sistemik, penyakit hidung dan sinus
paranasal, akibat bahan toksik dan penyakit mata.
b. Nyeri kepala primer
Nyeri kepala primer mencakup migren, nyeri kepala karena
ketegangan dan nyeri kepala kluster.
B. NYERI KEPALA (CEPHALGIA) PRIMER
Cephalgia primer merupakan nyeri kepala yang dirasakan pada daerah kepala
yang penyebabnya bukan karena ada fakor penyakit atau akibat dari cephalgia
sekunder.
Berikut merupakan kategori nyeri kepala (cephalgia) primer :
1. Nyeri Kepala Migren
Migren adalah nyeri kepala yang berulang yang idiopatik, dengan
serangan nyeri yang berlangsung 4 – 72 jam, biasanya sesisi, sifatnya
berdenyut, intensitas nyeri sedang – berat, diperhebat oleh aktivitas fisik
rutin, dapat disertai nausea, fotofobia dan fonofobia dan lokasi nyeri lebih
sering pada bifrontal (Mansjoer, 2002).
14
a. Faktor pencetus
Menurut Cady, 1999 dalam Price (2006), faktor pemicu yang memulai
serangan pada migren adalah diantaranya : anggur merah, coklat, bau
yang tajam, cahaya berkedip – kedip, alkohol, kefein, nikotin dan
makanan yang banyak mengandung gula murni, stress emosi dan daur
tidur yang tidak teratur.
b. Jenis Migren
Menurut Price (2006) migren diklasifikasikan menjadi beberapa
diantaranya:
1) Migren tanpa aura (dahulu disebut migren biasa)
Merupakan tipe yang paling sering dijumpai, ditemukan pada
sekitar 80% dari semua pengidap migren (Headache Classification
Committee of the IHS, 1988). IHS mendefinsiikan migren sebagai
paling sedikit 5x serangan nyeri kepala seumur hidup yang
memenuhi kriteria berikut (Headache Classification Committee,
1988):
a) Durasi 4 sampai 72 jam apabila tidak diobati
b) Nyeri kepala dengan paling sedikit 2 dari 4 gambaran berikut :
lokasi unilateral, kualitas berdenyut (pulsating), intensitas nyeri
sedang sampai berat atau nyeri yang diperparah oleh aktivitas
fisik rutin.
c) Selama nyeri kepala, paling sedikit satu dari dua hal berikut:
mual dan mutah atau keduanya, fotofobia dan fonofobia.
15
Dampak dan hendaya migren dapat disebabkan oleh gejala yang
menyebabkan hendaya menjadi sumber distres itu sendiri selain
nyeri dari serangan migren. Stang & Osterhaus, 1995 dan Cady,
1999, menunjukkan bahwa selama serangan migren banyak fungsi
fisiologik terganggu: diantaranya, gangguan pemprosesan sensorik
menyebabkan disfungsi penglihatan dan pendengaran (fotofobia
dan fonofobia), gangguan motilitas GI dapat menyebabkan mual
dan muntah serta kesulitan mengkonsummsi obat antimigren oral,
gangguan autonom dapat menimbulkan berbagai gejala seperti
diare dan gangguan serebrum dapat menyebabkan perubahan
kognitif dan suasana hati.
2) Migren dengan aura
Pasien yang mengalami migren dengan didahului oleh aura lebih
besar kemungkinannya mengalami rangkaian perubahan
neurologik 24 – 48 jam sebelum awitan nyeri kepala (Silberstein,
2000 dalam Price 2006). Aura dapat bersifat somatosensorik
seperti rasa baal disatu tangan atau satu isi wajah (Cady, 1999
dalam Price 2006).
Kriteria diagnostik IHS untuk migren dengan aura mensyaratkan
bahwa harus terdapat paling tidak 3 atau 4 karakteristik berikut:
a) Satu atau lebih gejala aura reversibel yang mengisyaratkan
disfungsi korteks serebrum atau batang otak atau keduanya.
16
b) Paling tidak satu gejala aura timbul secara bertahap selama
lebih dari 4 menit
c) Tidak ada gejala aura yang menetap lebih dari 60 menit (durasi
secara proporsional meningkat apabila terdapat lebih dari satu
gejala aura)
d) Nyeri kepala (dijelaskan di bawah migren tanpa aura)
mengikuti aura dengan interval bebas kurang dari 60 menit dan
dapat muncul sebelum atau bersama aura. Nyeri kepala
biasanya berlangsung 4 – 72 jam tetapi mungkin tidak ada
(aura tanpa nyeri kepala).
3) Varian migren
Varian migren diantaranya migren retina, migren oftalmoplegik,
migren hemiplegik familial dan counfusional migrraene pada anak.
2. Nyeri Kepala Cluster
Nyeri kepala cluster merupakan suatu sindroma nyeri kepala
neurovaskuler yang khas dan dapat disembuhkan, walaupun insidennya
jauh lebih jarang daripada migren dan lebih sering terjadi pada laki – laki
daripada perempuan. Tipe episodik adalah tipe tersering dan ditandai
dengan 1 sampai 3 serangan singkat nyeri periorbita per hari selama
periode 4 sampai 8 minggu (cluster) diikuti oleh interval bebas nyeri yang
lamanya rata – rata 1 tahun. Nyeri memiliki karakteristik konstan, parah,
tidak berdenyut dan unilateral serta sering terbatas pada mata atau sisi
17
wajah. Awitan biasanya 2 sampai 3 jam setelah tidur dan berkaitan dengan
tidur rapid eye movement (REM).
Nyeri kepala cluster berlangsung dari beberapa menit sampai jam dan
berkaitan dengan injeksi konjungtiva, lakrimasi, hidung tersumbat dan
kadang – kadang kemerahan (flushing) pipi disisi yang terkena. Faktor
pemicu adalah minum alkohol, stress, perubahan cuaca dan serangan hay
fever. Atreria oftalmika dan arteri ekstrakranium serta kapiler wajah dan
kulit kepala biasanya berdilatasi dan arteria karotis interna menyempit.
Serangan nyeri menjadi nyeri hebat, pengidap nyeri kepala cluster berjalan
bolak – balik dengan gelisah dan tidak mampu berbaring atau duduk diam
bahkan berkeinginan utuk bunuh diri. Patogenesis nyeri kepala cluster
tidak diketahui. Tidak ada perubahan aliran darah serebrum yang konsisten
yang dibuktikan menyertai serangan nyeri (Price, 2006).
3. Nyeri Kepala Kontraksi Otot (Tension Headache)
Nyeri kepala kontraksi otot atau karena ketegangan menimbulkan nyeri
akibat kontraksi menetap otot – otot kulit kepala, dahi, dan leher yang
disertai dengan vasokonstriksi ekstrakranium. Nyeri ditandai dengan rasa
kencang seperti pita disekitar kepala dan nyeri tekan didaerah oksipito
servikalis. Nyeri kepala tipe ini sangat sering terjadi. Bentuk akut
berkaitan dengan keadaan – keadaan stress temporer, rasa cemas atau
kelelahan yang umumnya berlangsung 1 atau 2 hari. Nyeri kepala karena
tegang kronik lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki – laki dan
18
biasanya bersifat bilateral, terus menerus (terjadi baik siang maupun
malam dan berlangsung beberapa bulan sampai tahun), tumpul tidak
berdenyut dan sering disertai oleh rasa cemas, depresi dan perasaan
tertekan.
C. KONSEP NYERI
Menurut Mc Caffery, 1979 nyeri adalah pengalaman apapun yang dikatakan
oleh klien dan timbul pada saat hal tersebut diungkapkan. Nyeri merupakan
suatu hal yang tidak menyenangkan yang bersifat subyektif yang dapat
mengganggu aktivitas. Walaupun merupakan pengalaman subyektif dengan
komponen sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, nyeri
memperlihatkan beberapa bukti obyektif. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan mengamati ekspresi wajah pasien, mendengarkan tangisan atau
erangan dan mengamati tanda – tanda vital seperti tekanan darah, kecepatan
denyut jantung (Price, 2006).
Menurut Wolf Weifsel Feurst (1974), mengatakan bahwa nyeri merupakan
suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa
menimbulkan ketegangan. Sedangkan menurut Arthur C. Curton (1983), nyeri
merupakan suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan
sedang dirusak dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk
menghilangkan rangsangan nyeri.
19
Dari beberapa definisi diatas peneliti menyimpulkan bahwa nyeri merupakan
perasaan ketidaknyamanan bersifat subyektif yang diikuti dengan reaksi fisik,
fisiologis dan emosional.
1. Klasifikasi Nyeri
Nyeri dirasakan oleh individu dapat berupa :
a. Nyeri akut
Nyeri bersifat temporer kejadianya tiba – tiba dan tempat timbul nyeri
mudah dicari. Rasa sakit disebabkan menejemen nyeri yang kurang
atau karena ketidakadekuatan terapi atau stimulasi nociceptor nyeri
(Kalliomakki, et al., 2009). Perilaku verbal dan non verbal
menunjukkan klien mengalami nyeri akut antara lain kebutuhan
istirahat berkurang terutama kebutuhan tidur karena adanya nyeri,
ketidakmampuan melakukan konsentrasi pada sesuatu hal, denyut nadi
cepat dan tekanan darah naik serta ketidakmauan melakukan aktifitas
secara dini. Nyeri kepala akut memiliki durasi kurang dari 6 bulan dan
ditandai adanya peningkatan ketegangan otot (Aziz, 2009).
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik merupakan nyeri yang timbul secara perlahan – lahan,
biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6
bulan (Aziz, 2009).
2. Fisiologi nyeri
Nyeri bersifat kompleks, perpaduan antara reaksi fisik, emosional dan
tingkah laku seseorang yang mengalaminya. Tiga komponen yang terkait
20
fisiologi nyeri yaitu resepsi, persepsi dan reaksi (Potter & Perry, 2011),
sebagai berikut:
a. Resepsi
Kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas, mekanik, kimia
maupun listrik akan merangsang pelepasan zat yang menimbulkan
nyeri. Terpajan terhadap panas, dingin, tekanan, gesekan dan kimia
akan membuat tubuh melepaskan histamin, bradikinin dan kalium
yang berkombinasi dengan tempat reseptor pada nociceptor (reseptor
yang berespon terhadap stimulus yang membahayakan). Untuk
memulai transmisi syaraf yang berkaitan dengan nyeri.
Beberapa reseptor tubuh hanya akan memberi respon kepada satu
rangsangan nyeri (Potter & Perry, 2011). Impuls saraf timbul dari
stimulus nyeri yang berjalan disepanjang serabut saraf aferen. Terdapat
2 jenis serabut saraf perifer yang menghantarkan stimulus nyeri yang
bekerja cepat yaitu serabut A-δ bermyelin dan yang bekerja lambat
sangat kecil yaitu serabut C tak bermyelin. Serabut A mengirimkan
sensasi tajam dan terlokalisir yang menentukan sumber nyeri dan
untuk mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C menghubungkan impuls
yang kurang terlokalisir bersifat visceral dan peristen.
b. Persepi
Persepsi merupakan pengalaman tentang perasaan, interpretasi dan
pemahaman terhadap dunia yang bersifat personal dan internal (Wilson
21
& Kneisl, 1998 dalam Nurdiansyah, 2014). Setiap orang memiliki cara
pandang yang berbeda terhadap suatu peristiwa atau fenomena.
Interaksi faktor psikologis dan kognitif dengan neuro psikologis
seseorang dalam mepersepsikan nyeri menggambarkan tiga sistem
interaksi terhadap persepsi nyeri yaitu sensori diskriminatif,
motivational – affektif dan cognitif – evaluatif. Persepsi memberi
kesadaran dan makna nyeri sehingga seseorang akan memberikan
reaksi (Potter & Perry, 2011).
Persepsi digunakan individu untuk menyampaikan perasaan tertentu
mengenai suatu objek atau peristiwa yang dialami. Hal ini dipengaruhi
oleh harapan dan pengalaman masa lalu. Faktor – faktor yang
mempengaruhi nyeri yaitu usia, gender, budaya, makna nyeri, atensi
kecemasan, rasa lelah, pengalaman sebelumnya, mekanisme koping
dan dukungan sosial (Potter & Perry, 2011).
c. Reaksi terhadap nyeri
Respon fisiologi dan tingkah laku akan dialami oleh seseorang yang
mengalami nyeri (Craven & Hirnle, 2000 dalam Nurdiansyah, 2014).
Respon fisiologis yang dapat diamati pada nyeri akut adalah
peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, peningkatan
laju pernafasan dan respon neuro endokrin dan metabolik. Peningkatan
tekanan darah terjadi karena over aktivitas saraf simpatis.
Vasokonstriksi perifer merupakan respon adaptif saat darah berpindah
22
dari perifer menuju jantung dan paru – paru. Peningkatan tekanan
darah akan meningkatkan kerja jantung. Sehingga mengarah
vasokrontriksi arteri koronari. Peningkatan laju pernafasan sebagai
usaha untuk meningkatkan ketersediaan oksigen ke jantung dan
sirkulasi. Sedangkan respon metabolik yang tampak akibat nyeri
adalah katabolisme. Manifestasi yang timbul adalah peningkatan
metabolisme dan konsumsi oksigen yang ditandai oleh peningkatan
kadar gula darah, asam lemak bebas, asam laktat dan benda keton
(Craven & Hirnle, 2000).
Dampak nyeri pada perilaku dapat diamati dari ungkapan verbal
pasien, respon vokal, gerakan muka dan tubuh dan interaksi sosial.
Ungkapan verbal dari pasien adalah paling penting meskipun bagi
sebagian pasien lain sulit untuk mengungkapkannya. Merintih,
mengerang dan menangis adalah contoh respon vokal ungkapan nyeri,
sedangkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh juga mencerminkan
adanya nyeri (Potter & Perry, 2011).
Nyeri yang tidak diatasi akan menurunkan energi yang akhirnya
mempengaruhi aspek kehidupan. Pasien yang merasakan nyeri sering
kali kesulitan melakukan aktivitas sehari –hari. Nyeri yang menetap
juga akan mengganggu konsentrasi pasien, dilain pihak aktivitas fisik
dapat meningkatkan nyeri selain itu kebutuhan tidur juga akan
terganggu akibat nyeri (Craven & Hirnle, 2000).
23
3. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
Faktor yang mempengaruhi nyeri seseorang melibatkan faktor yang
kompleks. Individu satu dengan individu yang lain berbeda – beda dalam
merasakan nyeri. Faktor – faktor tersebut diantaranya:
a. Usia
Menurut Potter & Perry (2011), usia adalah variabel penting yang
mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan orang dewasa. Perbedaan
perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat
mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap
nyeri. Anak – anak kesulitan untuk memahami nyeri dan beranggapan
kalau apa yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak –
anak yang belum mempunyai kosakata yang banyak, mempunyai
kesulitan mendeskripsikan secara verbal dan mengekspresikan nyeri
kepada orang tua atau perawat.
b. Jenis kelamin
Beberapa pendapat mengungkapkan bahwa laki – laki dan wanita tidak
mempunyai perbedaan secara signifikan mengenai respon mereka
terhadap nyeri. Akan tetapi dipengaruhi oleh budaya dipengaruhi oleh
budaya, misalnya laki – laki harus berani dan tidak boleh menangis
dalam situasi yang sama (Potter, 2006).
c. Budaya
Keyakinan yang dianut klien dalam mengatasi nyeri ikut
mempengaruhi faktor nyeri (Potter, 2006). Ungkapan nyeri merupakan
alamiah dan harus dirasakan klien, namun demikian ada klien yang
24
cenderung melatih perilaku menjadi tertutup ketika merasakan nyeri
(Potter, 2006). Cara individu mengekspresikan nyeri merupakan
budaya (Black, 20014). Keyakinan dan nilai – nilai budaya
mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari
apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka.
Hal ini meliputi bagaimana reaksi mereka terhadap nyeri.
Nyeri memiliki makna yang tersendiri pada individu dipengaruhi oleh
latar belakang budayanya. Nyeri biasanya menghasilkan respon efektif
yang diekspresikan berdasarkan latar belakang budaya yang berbeda.
Ekspresi nyeri dapat dibagi kedalam dua kategori yaitu tenang dan
emosi. Pasien tenang umumnya akan diam berkenaan dengan nyeri,
mereka memiliki sikap dapat menahan nyeri. Sedangkan pasien yang
emosional akan berekspresi secara verbal dan akan menunjukkan
tingkah laku nyeri dengan merintih dan menangis.
Mengenali nilai – nilai budaya seseorang dan memahami mengapa
nilai – nilai ini berbeda dari nilai – nilai budaya lainnya membantu
untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan harapan
dan nilai budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan
budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri
pasien dan akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan respon –
respon prilaku terhadap nyeri, juga efektif dalam menghilangkan nyeri
pasien (Smeltzer, 2008).
25
d. Ansietas.
Meskipun dipercaya bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri,
mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaan. Riset tidak
memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan
nyeri. Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri
dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang
tidak berhubungan terhadap nyeri dapat mendistraksi pasien secara
aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara yang
efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan
pengobatan terhadap nyeri dari pada ansietas (Smeltzer, 2008).
e. Pengalaman sebelumnya terhadap nyeri
Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang
dialaminya, semakin takut individu tersebut terhadap peristiwa
menyakitkan akan diakibatkan. Individu ini mungkin akan lebih sedikit
mentoleransi nyeri, akibatnya individu tersebut mengingatkan nyerinya
segera berkurang sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah. Reaksi
hampir pasti terjadi jika individu tersebut mengetahui ketakutan dapat
meningkatkan nyeri dan pengobatan tidak adekuat (Smeltzer, 2009).
Pengalaman nyeri yang telah dirasakan sebelumnya dan mampu
mengatasi nyeri akan mempermudah dalam penerimaan rasa sakit,
begitu juga sebaliknya. Jika klien pernah mengalami nyeri dan tidak
mampu mengatasi nyeri, maka akan mempunyai persepsi atau sensasi
terhadap nyeri sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan (Black,
2014).
26
f. Harapan dan Efek plasebo
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan
atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan tersebut
benar bekerja. Menerima pengobatan atau tindakan saja sudah
merupakan positif. Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat
meningkatkan keefektifan medikasi dan intervensi lainnya. Seringkali
semakin banyak petunjuk yang diterima pasien tentang keefektifan
intervensi, akan semakin efektif intervensi tersebut. Individu yang
diinformasikan bahwa suatu medikasi diperkirakan dapat meredakan
nyeri hampir dapat dipastikan akan mengalami penurunan nyeri
dibandingkan dengan pasien yang tidak diinformasikan bahwa
tindakan ini tidak akan berdampak terhadap nyeri. Hubungan antara
perawat dan pasien juga menjadi peran yang sangat penting dalam
meningkatkan efek plasebo (Black, 2014).
g. Keluarga dan support sistem
Faktor lain yang juga mempengaruhi respon nyeri adalah kehadiran
orang terdekat. Keluarga maupun orang terdekat merupakan hal yang
paling dibutuhkan kehadirannya oleh pasien dengan masalah nyeri.
ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat akan membuat nyeri
semakin bertambah. Kehadiran orang tua merupakan hal khusus yang
paling penting untuk anak - anak (Potter & Perry, 2011).
h. Pola koping
Sakit adalah hal yang sangat tidak tertahankan, secara terus menerus
klien akan kehilangan control dan tidak mampu mengontrol
27
lingkungan termasuk nyeri. sumber – sumber koping seperti
berkomunikasi dengan keluarga, latihan dan kepercayaan pada agama
juga dapat memberikan kenyamanan untuk berdoa, memberikan
banyak kekuatan untuk mengatasi ketidaknyamanan yang datang
(Potter & Perry, 2011).
4. Pengkajian Nyeri
Menurut Johnson (1998) dalam Bruce (2009), menyatakan perbedaan
dalam pengukuran nyeri dan pengkajian nyeri. Pengukuran nyeri
dideskripsikan sebagai nilai dari nyeri yang menyatakan kuantitas dan
derajat nyeri. Sedangkan pengkajian nyeri meliputi penilaian klinis
berdasarkan observasi dari sifat, signifikan dan keadaan dari pengalaman
nyeri.
Terdapat 3 langkah dalam mengkaji nyeri, yaitu merekam riwayat nyeri,
mengkaji nyeri dengan menggunakan alat pengkajian yang tepat dan
mengkaji ulang nyeri setelah dilakukan intervensi.
a. Mencatat Riwayat Nyeri
Mencatat riwayat pengalaman nyeri dan komplain nyeri terbaru.
Riwayat yang harus dicatat yaitu deskripsi nyeri yang terdiri dari tipe,
waktu, durasi, frekuensi, lokasi, nilai dan kualitas nyeri, gejala yang
berhubungan, variasi temporal atau musiman, dampak dalam
kehidupan sehari – hari dan pengukuran penurunan rasa nyeri.
28
b. Alat pengkajian Nyeri
Alat ukur yang digunakan untuk mengkaji nyeri ada beberapa macam
seperti, VDS (Verbal Descriptor Scale), NRS (Numerik Rating Scale)
dan VAS (Visual Analog Scale) dan Face Pain Scale ( Black, 2014).
1) VDS (Verbal Descriptor Scale) terdiri dari suatu garis dengan
panjang 10 cm dengan 3 – 5 kata yang memiliki jarak yang sama
disepanjang garis sebagai deskriptor. VDS mampu membuat pasien
memilih kategori untuk menggambarkan nyeri yang dirasakannya.
NRS (Numerik Rating Scale) memungkinkan pasien untuk memilih
nyeri dari skala 0 – 10. Skala ini sangat baik untuk mengkaji
intensitas nyeri sebelun dan sesudah intervensi terapautik.
Gambar 2.1
Skala Pengukuran Nyeri Numerik Rating Scale
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Keterangan :
0 = Tidak ada keluhan nyeri
1 – 3 = ada rasa nyeri, mulai terasa dan masih dapat ditahan, tidak
mengganggu aktivitas sehari – hari
4 – 6 = ada rasa nyeri, terasa mengganggu dengan usaha yang cukup kuat
untuk menahannya, dapat mengganggu aktivitas sehari – hari.
Tidak
Nyeri
Nyeri
Ringan
Nyeri
Sedang
Nyeri Berat
29
Pelaksanaan aktivitas sehari – hari menjadi lebih lambat dari
biasanya.
7 – 10 = ada nyeri, terasa sangat mengganggu / tidak tertahankan sehingga
harus meringis, menjerit bahkan berteriak. sehingga tidak dapat
melakukan aktivitas sehari – hari.
Sumber: (Black& Hawks, 2014)
2) Wong-Baker Faces Pain Rating Scale
FPRS (Face Pain Rating Scale) modifikasi yang digunakan untuk
anak (atau orang dewasa dengan gangguan kognitif) menggantikan
angka dengan kontinum wajah tersenyum sampai menangis. Wajah
0 tersenyum karena tidak merasakan nyeri. Wajah 1 sampai 5
memperlihatkan peningkatan intensitas nyeri (sedikit sampai yang
paling parah yang dapat dibayangkan) dengan ekspresi yang
semakin sedih.
Gambar 2.2
Skala Pengukuran Nyeri Face Pain Scale Resived
Sumber: (Black& Hawks, 2014)
30
c. Pengkajian ulang nyeri
Pengkajian ulang nyeri dilakukan beberapa saat setelah intervensi
dilakukan (Bruce, 2009). Hal ini dilakukan untuk melihat hasil atau
efektifitas dari tindakan yang telah diberikan.
5. Penatalaksanaan Nyeri
Selain terapi farmakologi penanganan pada nyeri juga dapat dilakukan
dengan terapi non farmakologi dengan terapi komplementer. Terapi
komplementer bersifat terapi pengobatan alamiah diantaranya adalah
dengan terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif, meditasi, terapi
tawa, akupunktur, akupresur, hidroterapi, refleksiologi dan aromaterapi.
Berikut beberapa cara yang sering digunakan untuk mengurangi nyeri
dengan terapi non farmakologi diantaranya:
a. Distraksi merupakan teknik yang membantu mengurangi nyeri dengan
durasi yang relatif singkat dengan cara mengalihkan perhatian klien
dari persepsi nyeri yang dirasakan.
b. Relaksasi
Relaksasi merupakan metode yang menekankan relaksasi otot,
fasilitator meminta pasien untuk memfokuskan diri ke kelompok otot
yang berbeda dan secara volunter mengontraksikan dan melemaskan
otot – otot tersebut secara berurutan. Cara lain untuk menginduksi
relaksasi adalah olahraga bernafas dalam, meditasi dan mendengarkan
musik – musik yang menenangkan. Teknik – teknik relaksasi akan
mengurangi rasa cemas, ketegangan otot dan stress emosi sehingga
31
memutuskan siklus nyeri – stress – nyeri, saat nyeri dan stress saling
memperkuat.
c. Menggambarkan
Menggunakan teknik imaginasi untuk memodifikasi respon nyeri.
Menyediakan pereda nyeri dengan cara distraksi, relaksasi dan
menciptakan gambaran nyeri.
d. Pijat (Massase)
Pijat atau massase merupakan sebuah metode pengobatan yang aman
dan dapat memberikan rasa nyaman dan kehangatan pada tubuh orang.
Pijat dapat dilakukan dengan jumlah tekanan dan stimulasi yang
bervariasi terhadap berbagai titik – titik pemicu miofacial diseluruh
tubuh. Pijat akan melemaskan ketegangan otot dan meningkatkan
sirkulasi lokal. Pijat punggung memiliki efek relakasi yang kuat dan
menghasilkan efek emosional yang positif (Price, 2006).
e. Hipnosis
Hipnosis adalah suatu metode kognitif yang bergantung pada
bagaimana memfokuskan perhatian pasien menjauhi nyeri.
Kemampuan intervensi pengalihan untuk meredakan nyeri didasarkan
pada teori bahwa apabila terdapat dua rangsangan yang terpisah, fokus
pada salah satu akan menghilangkan pada fokus yang lain, namun
semakin besar rasa nyeri semakin kompleks rangsangan pengalih yang
harus diberikan (Price, 2006).
32
f. Aromaterapi
Rangsangan kecil dari berbagai wewangian yang dikeluarkan oleh
minyak tumbuhan masuk ke bagian pernafasan, bergabung dengan
jutaan sel reseptor di dalam sistem pernafasan dan membawa
rangsangan terhadap saraf yang langsung ditangkap oleh otak (Rosana,
2012).
D. AROMATERAPI LAVENDER
1. Definisi
Menurut Buckle (1999) aromaterapi telah digunakan sebagai bagian dari
terpadu, pendekatan multidisiplin untuk manajemen nyeri. Terapi ini
dianggap mampu meningkatkan respon parasimpatis melalui efek sentuhan
dan bau, mendorong relaksasi pada tingkat yang mendalam. Relaksasi
telah ditunjukkan untuk mengubah persepsi nyeri.
Aromaterapi ialah istilah generik bagi salah satu jenis pengobatan
alternatif yang menggunakan bahan cairan tanaman yang mudah menguap,
dikenal sebagai minyak esensial dan senyawa aromatik lainnya dari
tumbuhan yang bertujuan untuk mempengaruhi suasana hati atau
kesehatan seseorang yang sering digabungkan dengan praktek pengobatan
alternatif dan kepercayaan kebatinan (Rahma, 2011).
33
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa aromaterapi merupakan
terapi komplementer yang mengutamakan senyawa dari tumbuh –
tumbuhan sebagai pengobatan alternatif.
2. Mekanisme kerja
Mekanisme kerja perawatan aromaterapi dalam tubuh manusia
berlangsung melalui dua system fisiologis, yaitu sirkulasi tubuh dan sistem
penciuman. Wewangian dapat mempengaruhi kondisi psikis, daya ingat,
dan emosi seseorang. Aromaterapi lavender merupakan jenis aroma terapi
yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri dan cemas (Rahma, 2011).
Minyak atsiri adalah unsur utama yang digunakan dalam pengobatan
aromaterapi. Komponen aroma dari minyak atsiri cepat berinteraksi saat
dihirup, senyawa tersebut berinteraksi dengan sistem syaraf pusat dan
langsung merangsang pada sistem olfactory, kemudian sistem ini
menstimulasi syaraf – syaraf pada otak dibawah kesetimbangan korteks
serebral ( Bukle, 1999). Hasil penelitian Buchbauer (1993), bahwa wangi
minyak atsiri bunga lavender dapat menurunkan aktivitas lokomotor pada
manusia.
Dr. Huck, Direktur Pusat Penelitian Baud an Rasa di Chicago mengatakan
bahwa bau berpengaruh langsung terhadap otak manusia. Hidung manusia
mampu membedakan lebih dari 100.000 bau yang berbeda dan dapat
mempengaruhi otak tanpa disadari. Jika dihirup minyak atsiri
34
mempengaruhi bagian otak yang berkaitan dengan mood (suasana hati),
emosi, ingatan dan pembelajaran. Menghirup aroma minyak maka
gelombang alfa di dalam otak meningkat. Gelombang tersebut membantu
kita untuk merasa tenang dan rileks (Suranto, 2011).
3. Cara aplikasi aromaterapi, antara lain:
a. Dihirup
Penggunaan aromaterapi dengan cara menghirup dianggap sebagai
cara yang disebut dengan teknik inhalasi. Beberapa tetes minyak
diteteskan ke dalam baskom yang berisi air panas, kemudian wajah
dihadapkan ke atas baskom dengan menutup kepala dan muka
menggunakan handuk, dengan cara ini uap yang naik dapat terhirup
seluruhnya (Vitahealth, 2006).
b. Penguapan
Alat yang digunakan untuk menyebarkan aromaterapi dengan cara
penguapan ini mempunyai rongga seperti gua untuk meletakan lilin
kecil atau lampu minyak dan bagian atas terdapat cekungan seperti
cangkir biasanya terbuat dari kuningan untuk meletakan sedikit air dan
beberapa tetes minyak esensial. Cara penggunaanya adalah mengisi
cekungan cangkir pada tungku dengan air dan tambahkan beberapa
tetes minyak esensial, kemudian nyalakan lilin, lampu minyak atau
listrik. Setelah air dan minyak menjadi panas, penguapan pun terjadi
dan seluruh ruangan akan terpenuhi dengan bau aromatk. Proses
35
penguapan dapat berlangsung sekitar lima sampai enam jam (Sharma,
2009).
c. Pijatan
Pijatan merupakan salah satu bentuk pengobatan yang sangat sering
dikolaborasikan dengan aromaterapi. Beberapa tetes minyak esensial
dicampurkan dalam minyak untuk pijat sehingga dapat memberikan
efek simultan antara terapi sentuhan dan terapi wangi – wangian.
Pijatan dapat memperbaiki peredaran darah, mengembalikan
kekenyalan otot, membuang racun dan melepaskan energy yang
terperangkap di dalam otot, wangi – wangian memicu rasa senang dan
sehat (Sharma, 2006).
d. Semprotan untuk ruangan
Minyak esensial bersifat lebih alami daripada aerosol yang dapat
merusak ozon dalam penggunaannya sebagai pewangi ruangan.
Penggunaannya adalah dengan menambahkan sekitar 10 – 12 tetes
minyak esensial ke dalam setengah liter air dan menyemprotkan
campuran tersebut ke seluruh ruangan dengan bantuan botol
penyemprot (Hapsari, 2011).
e. Mandi dengan berendam
Mandi dengan berendam merupakan cara yang paling mudah untuk
menikmati aromaterapi. Tambahkan beberapa tetes minyak aroma ke
dalam air berendam, kemudian berendamlah selama 20 menit. Minyak
esensial akan berefek pada tubuh dengan cara memasuki badan lewat
36
kulit. Campurkan minyak esensial dengan cara yang tepat, karena
beberapa minyak aroma tidak mudah larut dalam air (Sharma, 2009).
4. Senyawa kimia minyak esensial sebagai aromaterapi
Menurut Suranto (2011), kandungan dari minyak esensial sangat
menentukan khasiat minyak tersebut. Secara umum, minyak esensial
mengandung senyawa kimia yang tersusun dari unsur hydrogen, karbon,
dan oksigen. Kandungan minyak esensial terdiri berbagai jenis senyawa,
antara lain:
a. Golongan monoterpen
Senyawa ini bersifat antivirus dan antiseptic serta bakterisida
(membunuh bakteri). Monoterpen bersifat iritatif (mudah mengiritasi
kulit yang sensitive). Contoh minyak esensial yang mengandung
monoterpen adalah minyak lemon, pinus dan frankincense.
b. Golongan ester
Golongan ini bersifat fungisida (membunuh jamur), sedative
(menenangkan) dan sangat aromatic. Minyak esensial yang termasuk
golongan ester diantaranya bergamot, clary sage, dan lavender.
c. Golongan aldehida
Golongan ini bersifat sedative (menenangkan) dan antiseptic. Contoh
minyak esensial yang termasuk golongan aldehida misalnya Melissa,
lemon grass (sereh) dan citronella.
37
d. Golongan keton
Golongan keton bersifat mengurangi pembengkakan selaput lendir dan
membantu mengalirkan lendir. Contoh minyak esensial yang termasuk
golongan keton adalah fannel (adas), hyssop dan sage.
e. Golongan alcohol, antiseptic dan antivirus
Golongan ini bersifat bakterisida. Contoh minyak esensial yang
termasuk golongan ini adalah geranium, rosewood dan rose
f. Golongan fenol
Golongan fenol bersifat bakterisida, stimulasi kuat dan mudah
mengiritasi kulit. Contoh minyak esensial yang termasuk golongan
fenol antara lain cengkih, oregano dan thyme.
5. Jenis – jenis aromaterapi dan manfaatnya
a. Lemon
Minyak essensialnya diambil dari kulit buah. Mempunyai efek
menjernihkan, meremajakan, membangkitkan rasa senang dan
semangat, juga baik untuk penanganan pertama digigit ular dan
serangga. Aromaterapi lemon dapat mengurangi masalah gangguan
pernafasan, tekanan darah tinggi, pelupa, stress, pikiran negatif dan
rasa takut (Setiyanti, 2008).
b. Lavender
Bunga lavender memiliki nama latin Lavandula angustifolia, berwarna
lembayung muda. Sari minyaknya diambil dari bagian pucuk bunga,
selain mampu mengusir nyamuk ternyata juga memberikan efek
38
meningkatkan ketenangan, keseimbangan, rasa nyaman, rasa
keterbukaan dan keyakinan. Selain itu juga mengurangi rasa tertekan,
stres, rasa sakit saat menstruasi, emosi yang tidak seimbang, histeria,
rasa frustrasi dan kepanikan. Kandungan utama bunga lavender adalah
linalyl asetat dan linalool (C10H18O) sedangkan linalool merupakan
kandungan aktif utama yang berperan pada efek ati cemas (relaksasi)
pada lavender (Yamada, 2005). Lavender tumbuh dan dibudidayakan
di seluruh penjuru dunia (Hutasoit, 2002 dalam Astuti, 2009).
Sedangkan menurut Suranto (2011) Minyak lavender berkhasiat
memberikan ketenangan, rasa nyaman dan mengurangi stress
(sedative), antispasmodic, analgesic, antiseptic serta mengobati
berbagai gangguan kulit.
c. Rosemary
Menurut penelitian Hongratanaworakit (2009), rosemary dapat
menghilangkan depresi, stres, ketegangan mental dan lesu atau
kelelahan. Minyak rosemary dapat meningkatkan aktivitas radikal
bebas dan menurunkan hormon stres (Atsumi & Tonosaki, 2007).
d. Peppermint
Peppermint memiliki aroma segar dan kuat yang berasal dari
rerumputan mint yang ditemukan di Amerika. Minyak murni daun
mint ini dapat meningkatkan konsentrasi, vitalitas, rasa percaya diri,
pikiran positif, sensualitas, keyakinan arah dan tujuan hidup. Juga
mengurangi rasa lelah, rasa putus asa, histeria, sakit kepala dan rasa
takut (Setiyanti, 2008).
39
e. Cendana (Sandalwood)
Cendana memiliki aroma yang khas, sari minyaknya diambil dari
bagian kayu. Sandalwood ternyata memiliki efek meningkatkan
keterbukaan, kehangatan, rasa percaya diri, kejujuran, ketenangan
jiwa, perasaan cinta, sensualitas, rasa nyaman, harapan, kepercayaan,
kebijaksanaan, pengertian, stabilitas, keberanian serta daya tahan.
Cendana juga mengurangi stres saat menstruasi, gangguan konsentrasi
dan rasa kesepian (Setiyanti, 2008).
f. Eucalyptus (minyak kayu putih)
Eucalyptus, sarinya diambil dari bagian daun dan ranting. Aroma ini
mempunyai efek keseimbangan dan menstimulus peningkatan proses
penyembuhan, protectiveness, konsentrasi, vitalitas, keseimbangan
emosi, dan juga spontanitas. Selain itu dapat mengurangi panas
badansaat flu, sakit kepala, perilaku yang tidak rasional, kemarahan,
mengusir serangga serta menghilangkan bau yang tidak sedap
(Setiyanti, 2008).
g. Green tea
Aroma Green tea dapat membantu menyeimbangkan fungsi sel tubuh,
membantu mencegah kanker, memperbaiki sistem peredaran darah,
membantu menguraikan asam lemak, menurunkan kadar gula dalam
darah, meningkatkan fungsi lever, membantu mengeluarkan dahak dan
membersihkan paru-paru, memperlambat proses penuaan dan
membangkitkan semangat (Setiyanti, 2008).
40
E. KONSEP TEORI KEPERAWATAN “COMFORT” KATHERIN
KOLCABA
Teori keperawatan “Comfort” yang dikemukakan oleh Katharine Kolcaba
yang menyatakan bahwa individu yang akan beresiko mengalami perubahan
status kenyamanan sangat bervariasi. Kolcaba (2003), menjelaskan bahwa
comfort (rasa nyaman) didefinisikan sebagai suatu keadaan yang dialami
individu, yang bersifat individual dan holistic. Selain itu comfort dapat
meningkatkan perasaan sejahtera dan klien merasa lebih nyaman (Kolcaba &
Fox 1999 dalam Tomey & Alligood, 2006).
Teori Comfort (Kolcaba, 2003) memiliki 3 kebutuhan yaitu : 1) Relief yaitu
kondisi yang dapat mengadakan atau meringankan ketidaknyamanan. 2) Ease
yaitu kondisi tubuh dimana tidak ada kenyaman spesifik. 3) Transendence
yaitu kemampuan untuk melampaui ketidaknyamanan ketika rasa tidak
nyaman tersebut tidak dapat dikurangi atau dihindari.
Selain ketiga kebutuhan rasa nyaman (comfort) tersebut diatas, Kolcaba
(2003) juga menjelaskan bahwa teori ini memiliki konteks nyaman fisik,
lingkungan, sosiokultural dan psikospiritual. Konteks fisik berkenaan dengan
sensasi tubuh dan homeostasis. Konteks lingkungan berkaitan dengan latar
belakang eksternal pengalaman individu. Konteks sosiokultural berkaitan
dengan hubungan interpersonal, keluarga, social, tradisi keluarga dan ritual.
Konteks psikospiritual berkenaan dengan kesadaran internal akan diri, self
41
esteem (harga diri), seksualiti dan makna hidup. Gangguan kenyamanan dapat
terjadi di konteks fisik, lingkungan, sosiokultural dan psikospiritual.
Kolcaba mendefinisikan lebih lanjut tentang kenyamanan dalam empat
konteks pengalaman. Fisik yaitu keadaan yang berhubungan dengan sensasi
tubuh. Psikospiritual adalah keadaan yang berhubungan dengan kesadaran
internal diri, meliputi harga diri, konsep diri, seksualitas dan arti hidup,
hubungan dengan dengan tuhan. Sedang lingkungan adalah keadaan yang
berhubungan dengan lingkungan eksternal, kondisi dan hal – hal yang
mempengaruhinya. Terakhir, social yaitu keadaan yang berhubungan dengan
interpersonal, keluarga dan hubungan social. Ketiga jenis karakteristik
kenyamanan tadi terjadi diempat konteks pengalaman yaitu : fisik yang
berhubungan dengan sensasi tubuh dan mekanisme homeostasis, psikospiritual
berhubungan dengan kesadaran diri termasuk didalamnya harga diri, konsep,
seksualitas, makna hidup serta hubungan seseorang dengan yang lebih tinggi
atau sederajat, social budaya berhubungan dengan interpersonal, keluarga,
hubungan social, tradisi keluarga, ritual dan agama dan lingkungan yang
berhubungan dengan lingkungan ekternal individu (suhu, pencahayaan, suara,
bau, warna dsb).
Tiga jenis karakteristik kenyamanan disejajarkan dengan empat konteks
pengalaman, maka Kolcaba membuat skema yang terdiri dari12 sel yang
disebut dengan struktur taksonomi (TS). Secara bersama –sama, sel – sel ini
mewakili semua aspek yang relevan (mendefinisikan atribut) dan
42
menunjukkan sifat holistic dari kenyamanan dapat ditempatkan disuatu tempat
di TS dan sel – sel tidak saling eksklusif (Tomey & Alligood, 2006).
Table 2.1
Aplikasi Teori Comfort Perawatan Nyeri Kepala Menggunakan Struktur
Taksonomi Pada Klien Cephalgia Primer (Migren) Dengan Pemberian
Relaksasi Aromaterapi Lavender
Tipe Comfort (Kenyamanan)
konte
ks
dim
ana
ken
yam
anan
ter
jadi
Bantuan
(Relief)
Mengurangi
(Ease)
Mengatasi
(Transenden)
Fisik
(Phycical)
Nyeri Pemberian
aromaterapi
lavender
Nyeri yang dirasakan
responden berkurang
Psikospiritual
(Physicospiritual)
Kecemasan Menganjurkan
responden untuk
relaksasi
klien tampak rilek dan
tenang
Lingkungan
(Enviromental)
Kesibukan
diruang
perawatan
Klien
membutuhkan
privasi
Kebutuhan privasi
responden terpenuhi
Sosial
(Social)
tidak ada
kehadiran
orang
terdekat
Menganjurkan
kepada responden
untuk didampingi
keluarga ketika ada
masalah dengan
kesehatannya.
Kebutuhan adanya
dukungan dari
keluarga terpenuhi
Sumber: Black & Hawks (2014), Smeitzer & Bare (2008), Price & Wilson
(2007), Tomey & Alligood (2006)
43
12
Skema 2.1
Aplikasi Teori Comfort Pada Nyeri Kepala Cephalgia Primer (Migren)
Dengan Pemberian Relaksasi Aromaterapi Lavender
+ +
Sumber Black & Hawks (2014), Smeitzer & Bare (2008), Price & Wilson (2007), Tomey & Alligood (2006)
Kebutuhan
layanan kesehatan
Intervensi
Keperawatan
Rasa nyaman
fisik dan
psikologis
Skala nyeri
Usia,
jenis kelamin,
pengalaman
nyeri,
Pemberian rasa
nyaman dengan
relaksasi
aromaterapi
lavender
Cephalgia
primer
Nyeri kepala
akibat cephalgia
primer
Kebutuhan rasa
nyaman bagi
klien
Perilaku
mencari sehat
Perilaku
mencari sehat
Kenyamanan
Klien
Variabel Perancu
Terjadi
penurunan skala
nyeri
Penurunan skala
nyeri dengan
relasasi
aromaterapi
lavender
Meningkatnya
kepuasan kklien
relaksasi
Aromaterapi
lavender
Internal dan
eksternal
Kepuasan klien
terhadap
Relaksasi
aromaterapi
lavender
44
F. KERANGKA TEORI
Skema 2.2
Kerangka teori Efekektifitas Relaksasi Aromaterapi Lavender Terhadap Penurunan Skala Nyeri
Pada Klien Dengan Cephalgia Primer (Migren)
Taksonomi
Comfort
Sumber : Black & Hawks (2014), Smeitzer & Bare (2008), Price & Wilson (2007), Tomey & Alligood
Nyeri Kepala
Aktivitas simpatis ↓
Aktivitas parasimpatis ↑
Farmakologi
Intervensi
Mengurangi nyeri
Cephalgia Primer
Efek Samping
Terapi
Non farmakologi Relaksasi (Aromaterapi
Lavender)
Evironmental
Relief
Social
Psychospiritual
Physical
Nyeri berkurang Trancendence
Ease
Mempeengaruhi otak dan
system saraf
45