BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1...

28
20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1. Pengertian Hukum Perdata Internasional Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Perdata Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata melewati batas negara, atau dengan kata lain, hukum yang mengatur hubungan antar pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berbeda. Pendapat lain yang dikemukakan oleh seorang ahli Hukum Perdata Internasional (selanjutnya disingkat HPI) yakni Prof. R.H.Graverson 17 yang berpendapat bahwa: The Conflict of Laws, or private law, is that branch of law which deals with cases in which some relevant fact has a connection with another system of law on either territorial or personal grounds, and may, on that account, raise a question as to the application of ones’s own or the appropriate alternative (unsually foreign) law to the determination of the issue, or as to the exercise of jurisdiction by one’s own or foreign courts.” Terjemahan Conflict Law, atau Hukum Perdata Internasional adalah bidang hukum yang berkenaan dengan perkara-pekara yang didalamnnya mengandung fakta relevan yang menunjukkan perkaitan dengan suatu sistem hukum lain, baik karena aspek teritorial maupun aspek subyek hukumnya, dan karena itu menimbulkan pertanyaan tentang penerapan hukum sendiri atau hukum negara lain atau masalah pelaksanaan yuridiksi badan peradilan sendiri atau badan peradilan asing.” 17 Sweet & Maxwel, Graveson, R.H., Conflict of Laws – Private Internasional Law, London, 7th edition, 1974, hal.3

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hukum Perdata Internasional

1. Pengertian Hukum Perdata Internasional

Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, Hukum Perdata

Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur

hubungan perdata melewati batas negara, atau dengan kata lain, hukum

yang mengatur hubungan antar pelaku hukum yang masing-masing

tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berbeda. Pendapat lain yang

dikemukakan oleh seorang ahli Hukum Perdata Internasional

(selanjutnya disingkat HPI) yakni Prof. R.H.Graverson17 yang

berpendapat bahwa:

“The Conflict of Laws, or private law, is that branch of

law which deals with cases in which some relevant fact

has a connection with another system of law on either

territorial or personal grounds, and may, on that account,

raise a question as to the application of ones’s own or the

appropriate alternative (unsually foreign) law to the

determination of the issue, or as to the exercise of

jurisdiction by one’s own or foreign courts.”

Terjemahan “Conflict Law, atau Hukum Perdata

Internasional adalah bidang hukum yang berkenaan

dengan perkara-pekara yang didalamnnya mengandung

fakta relevan yang menunjukkan perkaitan dengan suatu

sistem hukum lain, baik karena aspek teritorial maupun

aspek subyek hukumnya, dan karena itu menimbulkan

pertanyaan tentang penerapan hukum sendiri atau hukum

negara lain atau masalah pelaksanaan yuridiksi badan

peradilan sendiri atau badan peradilan asing.”

17 Sweet & Maxwel, Graveson, R.H., Conflict of Laws – Private Internasional Law, London, 7th edition, 1974, hal.3

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

21

Masalah- masalah pokok dalam HPI dalam perkembangannya

didasarkan atas kenyataan adanya ko-eksistensi dari berbagai sistem

hukum nasional yang memunculkan persoalan-persoalan sebagai berikut:

a. Kompetensi Relatif berkaitan dengan hakim atau badan

peradilan mana yang berwewengan menyelesaikan perkara –

perkara hukum yang mengandung unsur asing.

b. Hukum mana yang berlaku untuk mengatur dan menyelasikan

perkara yang mengandung unsur asing.

c. Pengakuan terhadap putusan-putusan hakim asing atau putusan

pengadilan asing

Dengan kata lain persoalan pokok menjadi titik berat HPI berkisar

pada tiga persoalan diatas. Ketiga persoalan tersebut dikenal dengan

istilah lex fori ( choice of jurisdiction ), lex causae ( masalah pilihan

hukum atau choice of law ), dan pengakuan putusan pengadilan asing (

recognition of foreign judgements ).

2. Cakupan Hukum Perdata Internasional

Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan hukum mana,

hakim mana, atau badan peradilan mana yang berwenangan

menyelesaikan perkara - perkara hukum yang mengandung unsur asing.

Namun ada banyak perdebatan tentang cakupan HPI sendiri. Bertitik

tolak dari fungsi dari HPI yaitu menentukan hukum mana dan forum

mana yang relevan dalam perkara perdata yang mengandung elemen

asing pada dasarnya HPI merupakan bidang hukum yang relevan dengan

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

22

fungsi pengadilan (atau hakim) dalam penyelesaian sengketa-sengketa

yang melibatkan lebih dari satu sistem hukum. Apabila secara teoritis

ilmu pengetahuan HPI seakan-akan menyajikan berbagai teori dan atau

metode pendekatan yang berbeda-beda untuk menjawab persoalan-

persoalan hukum perdata yang mengandung unsur asing, di dalam

praktik teori-teori atau metode-metode itu sebenarnya tersedia untuk: 18

a. Dianut dan digunakan secara konsisten dan konsekuen di dalam

sistem peraturan perundang-undangan HPI suatu negara dan

menjadi bagian dari hukum positif negara yang bersangkutan.

b. Dianut dan digunakan dengan mengombinasikan di dalam suatu

argumentasi yuridis yang dapat dipertanggungjawabkan demi

tujuan tertentu.

c. Dimanfaatkan secara bergantian, bergantung dari dorongan

untuk memberikan keadilan dan kewajaran dalam keputusan

hukum yang hendak dibuat.

d. Dimodifikasi dan dikembangkan menjadi metode-metode

pendekatan baru dan atau unik disesuaikan dengan kebutuhan

dan kondisi yang khusus.

3. Sumber-Sumber Hukum Perdata Internasional

HPI hakikatnya merupakan bagian dari hukum nasional, buktinya

asas-asas HPI berusaha membentuk aturan-aturan (rules) yang sumber

hukumnya dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah hukum

18 Bayu Seto Hardjowahono S.H, LL.M., Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional, PT Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2006 hal. 32

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

23

ditingkat nasional. Oleh karena itu hukum nasional menjadi salah satu

sumber penting bagi HPI. Dalam praktik hukum nasional yang

menjadi sumber HPI ini bisa bersifat terkodifikasi (codified) atau

tidak terkodifikasi (not codified), Sumber HPI dikatakan dikatakan

terkodifikasi apabila norma atau ketentuan HPI terhimpun dan

terkompilasi dalam satu instrumen hukum (misalnya Undang-undang)

sementara sumber HPI dikatakan tidak terkodifikasi kalau norma-

norma tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang

mengatur topik-topik spesifik.

Untuk Indonesia, sumber-sumber HPI belum terkodifikasi karena

belum adanya undang-undang yang khusus memuat norma-norma

HPI.19 Oleh karena itu, sumber HPI Indonesia masih tersebar

diberbagai peraturan perundang-undangan seperti AB (Algemene

Bepalingen van Wetgeving), KUHPerdata, Undang-Undang No. 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang No. 3 Tahun 2006

Tentang Administrasi Kependudukan, dan sebagainya. Selain Hukum

nasional beberapa negara juga bisa menyepakati perjanjian

internasional untuk mengharmonisasikan HPI mereka. Dalam hal

demikian perjanjian internasional juga bisa menjadi sumber HPI.

Perjanjian-perjanjian untuk mengharmonisasikan norma-norma HPI

antara lain dibuat di antara negara-negara Eropa melalui perjanjian-

perjanjian internasional yang berlaku secara regional.

19 Hingga sekarang baru ada RUU tentang HPI Indonesia, namun belum diadopsi menjadi undang-undang.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

24

Sumber-sumber HPI terbagi menjadi sumber hukum formal dan

material. Sumber hukum formal menetapkan apa yang merupakan

hukum sedangkan sumber material hanya menunjukan di mana hukum

itu dapat ditemukan.20 Berikut dikemukakan secara lebih sistematis

tentang sumber HPI Indonesia:

a. Hukum Nasional Indonesia.

Sumbernya HPI tersebar diberbagai peraturan perundang-

undangan, tetapi sumber HPI yang utama di Indonesia adalah

Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB) khususnya Pasal

16, 17 dan 18. Pasal 16, 17 dan 18 AB merupakan kaidah

penunjuk Hukum Perdata Internasional karena menunjuk pada

suatu sistem hukum tertentu untuk berlaku. Dalam kaitan ini

Indonesia masih menggunakan tiga pasal lama warisan

Belanda yang belum terkodifikasi, yaitu Pasal 16, Pasal 17,

dan Pasal 18 AB. Sementara itu, banyak aktivitas hukum

warga negara Indonesia yang bersentuhan dengan warga

negara asing, seperti pernikahan atau perceraian antara warga

negara Indonesia dengan warga negara asing di Indonesia atau

di luar negeri. Sejauh ini Indonesia hanya memiliki rancangan

undang – undang (RUU) HPI namun sampai sekarang belum

dibahas dan diadopsi sebagai hukum nasional padahal terjadi

sering terjadi kekosongan hukum dibidang ini. Banyak pakar

hukum mengangap AB tidak relevan lagi, namun hakim sering

20 Rebecca M. M Wallace, Hukum Internasional, Semarang: Sweet & Maxwell, 1986, hlm. 9

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

25

memakai AB sebagai kaidah hukum, namun di hukum perdata

juga sering membatasi. Contoh : Pasal 935 BW tentang

testament. Kaidah mandiri mengesampingkan kaidah

penunjuk. Contoh : Pasal935BW mengesampingkan Pasal 18

AB. Berikut merupakan kaidah HPI dari AB yang sering

digunakan:

Pasal 16 AB : lex partiae

Pasal 17 AB : lex rei sitae

Pasal 18 AB : lex loci actus

b. Perjanjian Internasional

Perjanjian internasional dibedakan ke dalam dua golongan,

yaitu: "law making treaties" dan "treaty contracts". "Law

making treaties", adalah perjanjian internasional yang

mengandung kaidah-kaidah hukum yang dapat berlaku secara

universal bagi anggota masyarakat bangsa-bangsa, sehingga

dengan demikian dikategorikan sebagai perjanjian-perjanjian

internasional yang berfungsi sebagai sumber hukum

Internasional. Sedangkan perjanjian internasional yang

digolongkan sebagai "treaty contracts" mengandung

ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan-hubungan atau

persoalan-persoalan khusus antara pihak yang mengadakannya

saja, sehingga hanya berlaku khusus bagi para peserta

perjanjian. HPI dalam lingkup perjanjian internasional

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

26

tergolong treaty contracts yang tidak secara langsung menjadi

sumber hukum umum dalam lingkup internasional, oleh karena

itu HPI antar negara berbeda. Kecenderungan semakin

pentingnya perjanjian internasional dalam mengatur berbagai

persoalan, ternyata tidak hanya berlangsung dalam bidang

hukum publik internasional saja, melainkan juga berlangsung

dalam bidang Hukum Perdata Internasional juga. Indonesia

juga memakai perjanjian internasional sebagai sumber hukum

HPI seperti konvensi Den Haag 1968 mengatur tentang

pengakuan perceraian dan hidup terpisah, tentang hukum yang

berlaku untuk kecelakaan Internasional , tentang cara-cara

pembuktian di luar negeri, dan tentang masalah-masalah umum

dan dimasa yang akan datang. Sedangkan Konvensi Den Haag

1972 membahas tentang Product Liability.

c. Kebiasaan Internasional

Untuk dapat dikatakan bahwa kebiasaan Internasional itu

merupakan sumber hukum perlu terdapat unsur – unsur sebagai

berikut :

1) Harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat umum ,

2) Kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum .

Agar kebiasaan Internasional itu merupakan sumber

Internasional harus dipenuhi dua unsur , yang masing – masing

dapat dinamakan unsur materiil dan unsur psychologis, yaitu

kenyataan adanya kebiasaan yang bersifat umum dan

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

27

diterimanya kebiasaan Internasional itu sebagai hukum. Hal ini

dapat dilihat dalam pasal 38 ayat 1 sub b Piagam Mahkamah

Internasional, dikatakan “International custom, as evidence of

a general practice accepted as law”. Artinya hukum kebiasaan

internasional adalah kebiasaan internasional yang merupakan

kebiasaan umum yang diterima sebagai hukum. Jadi, tidak

semua kebiasaan dapat dijadilan sebagai sumber hukum

internasional. Untuk dapat dikatakan sebagai sumber hukum

internasional, sebuah kebiasaan internasional harus memenuhi

unsur-unsur yaitu harus terdapat suatu kebiasaan yang bersifat

umum, dan kebiasaan itu harus diterima sebagai hukum.

Keduanya harus terpenuhi. Tidak dapat dikatakan sebagai

sumber hukum internasional jika keduanya atau salah satunya

tidak dipenuhi. Dalam lingkup HPI kebiasaan dalam

perkawinan sendiri sebut saja perkawinan hanya dapat

dilakukan di depan saksi - saksi pernikahan untuk

membuktikan perkawinan itu ada, perkawinan harus dicatatkan

di negara berlangsungnya perkawinan, perkawinan harus

dilaksanakan dengan dihadapan pegawai pencatatan

perkawinan dan kebiasaan lainya.

B. Perkawinan Dalam Hukum Perdata Internasional

1. Pengertian Perkawinan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

28

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI istilah

“perkawinan” memiliki kata dasar “kawin” yang berarti membentuk

keluarga dengan lawan jenis; bersuami atau beristri (menikah),

sedangkan perkawinan diartikan sebagai perihal (urusan dan

sebagainya) kawin (pernikahan) yang sungguh-sungguh dilakukan

sesuai dengan cita-cita hidup berumah tangga yang bahagia.21

Pengertian perkawinan juga dapat dilihat dalam Pasal 1, dan 2 UU No.

1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan bahwa

perkawinan adalah suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria

dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk

suatu keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa, yang harus dilaksanakan sesuai agamanya

masing-masing dan harus juga dicatatkan menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

2. Perkawinan Dalam Lingkup Hukum Perdata Internasional

Sebagaimana dikemukakan diatas HPI pada dasarnya dipergunakan

untuk menyelesaikan perkara-perkara perdata yang mengandur unsur

asing. Unsur asing juga mungkin terdapat dalam perkawinan sehingga

secara riil ada perkawinan yang berada dalam lingkup HPI.

Perkawinan yang berada dalam lingkup HPI misalnya adalah

perkawinan yang diselenggarakan di antara pasangan yang berbeda

kewarganegaraan (dalam hukum perkawinan Indonesia disebut

21 Kamus Besar Bahasa Indonesia keyword perkawinan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

29

“perkawinan campuran”), perkawinan yang diselenggarakan di luar

negeri dan perkawinan yang diselenggarakan oleh pasangan berbeda

kewarganegaraan di luar negeri. Karena mengandung unsur asing

pengaturan perkawinan dalam lingkup HPI juga berkisar pada soal

hukum yang berlaku (applicable law), pengadilan yang berwenang

dan pengakuan putusan pengadilan asing yang menyangkut

perkawinan.

Dibawah ini akan disajikan beberapa asas utama yang

dikembangkan dalam bidang hukum keluarga/perkawinan untuk

menentukan the applicable law dari persoalan tersebut. Perkawinan

campuran dalam Undang-Undang Perkawinan Indonesia secara umum

adalah Seorang warga Negara Indonesia kawin dengan seorang warga

Negara Asing22. Kemudian apabila melihat undang-undang Indonesia

yang belum terkodifikasi yang saat ini menjadi acuan dalam HPI di

Indonesia (GHR, dan Algemene Bepalingen) mengenai orang yang

melangsungkan perkawinan, tidak menunjukkan secara tegas antara

siapa dengan siapa perkawinan itu dilakukan, sehingga timbul

kemungkinan 23:

a. Perkawinan dilakukan antara warga negara Indonesia

dengan warga negara asing di Indonesia.

b. Perkawinan yang dilakukan antara warga Negara asing

dengan warga asing yang berada di Indonesia.

22 Saleh, Hukum Perdata Internasional, 1980, hlm 46 23 F.X. Suhandana, Hukum Perdata Buku Panduan Mahasiswa, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, hal 119.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

30

c. Perkawinan itu dilakukan antara warga Negara Indonesia

sendiri yang kawin di luar Negeri.

Secara teoritis dalam HPI dikenal dua pandangan utama yang

berusaha membatasi pengertian “perkawinan campuran”, yaitu :

a. Perkawinan yang berlangsung antara pihak yang berbeda

domisilinya sehingga terhadap masing-masing pihak berlaku

kaidah hukum yang berbeda.

b. Pernikahan antara pihak yang berbeda kewarganegaraanya.

Berdasarkan definisi diatas, berikut ini adalah akibat yang

ditimbulkan oleh perkawinan campuran. Beberapa asas yang

berkembang dalam HPI tentang akibat perkawinan adalah bahwa

akibat perkawinan tunduk pada :

a. Sistem hukum tempat perkawinan diresmikan.

Dalam hal ini yang dimaksud sistem hukum negara yang berlaku

dimana perkawinan dilaksanakan termasuk syarat-syarat

perkawinan di negara tersebut. Contoh: pasangan dari negara A

menikah di negara B harus tunduk terhadap sistem negara B,

dan memenuhi syarat perkawinan dalam UU yang berlaku di

negara B.

b. Sistem hukum dari tempat suami-istri bersama-sama

menjadi warga negara setelah perkawinan.

Hak dan kewajiban perdata seseorang WNA mengikuti dimana

seseorang tinggal, itu berlaku juga dalam perkawinan. Hukum

disetiap negara berbeda mengenai perkawinan, karena tidak

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

31

adanya keseragaman di bidang hukum mengenai perkawinan.

Misal beberapa negara boleh melangsungkan pernikahan antara

warga negara asli, warga negara asing, bahkan beberapa juga

mensyaratkan persamaan kewarganegaraan. Kemudian pasangan

yang tingal bertahun-tahun di negara bukan asal, dapat

pengakuan warga negara karena terlah lama tinggal di negara

tersebut. Contoh: pasangan warga negara A kawin di negara A

kemudian berpindah warga negara ke negara B, kemudian

negara B mewajibkan pendaftaran pernikahan untuk mengakui

pernikahan tersebut menurut peraturan negara B.

c. Sistem hukum dari tempat suami istri berkediaman tetap

bersama setelah perkawinan atau tempat suami-istri berdomisili

setelah perkawinan

Sebut saja contoh di Indonesia, pasangan WNA yang

berdomisili di Indonesia walaupun sampai bertahun-tahun tidak

di kategorikan sebagai WNI hanya mensyaratkan pendaftaran

perkawinan, tapi tetap saja pasangan WNI yang “berdomisili”

Indonesia tidak akan berpindah kewarganegaraan Indonesia

walaupun sudah bertahun-tahun tinggal, karena Indoneisa

menganut asas ius soli.

3. Asas-asas Pengaturan Perkawinan dalam Hukum Perdata

Internasional

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

32

Dibawah ini merupakan asas-asas asing dalam pengaturan lingkup

perkawinan dalam Hukum Perdata Internasional:

A. Kewarganegaraan (Lex Patriae)

a. Menurut suatu perjanjian internasional (traktat Den Haag

tahun 1902), syarat-syarat untuk melangsungkan

perkawinan campuran ditentukan oleh hukum nasional

suami isteri. Di sini baik kewarganegaraan suami maupun

kewarganegaraan istri menentukan syarat-syarat formal

untuk melangsungkan perkawinan, maka baik

kewarganegaraan suami maupun kewarganegaraan istri

merupakan penentu hukum di berlakukan.

b. Pasal 2 Peraturan Perkawinan Campuran (S. 1898-158)

mengatakan, bahwa sang istri mengikuti status hukum

suaminya. Di sini kewarganegaraan suaminya akan

menentukan kewarganegaraan istrinya. Dan hukum nasional

sang suami akan menentukan kemampuan

(handelingsbevoegdheid) daripada istrinya.

B. Domisili ( Lex Domicilii)

Asas ini terdapat dari Pasal 131 IS (Indische Staatsregeling) ,

pengertian domisili adalah tempat sesungguhnya seseorang hidup

sehari-hari, sehingga kemampuan dan hak pribadinya dipandang

sebagai suatu yang erat hubungan dan ikatan batinnya dengan

tempat tinggal dan keluarganya. Domisili merupakan titik taut

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

33

penentu apabila negara yang menganut sistem domisili mengatur

bahwa hukum yang seharusnya berlaku adalah hukum di mana para

pihak atau badan hukum tersebut berdomisili. Lex domicilii

matrimonium asas HPI yang menyatakan bahwa hukum yang

berlaku adalah hukum dari tempat kediaman tetap setelah

perkawinan.

C. Tempat/Letak Benda (Situs Rei)

Benda dalam perkawinan dalam bagian ini diartikan sebagai

harta perkawinan, karena perkawinan terdapat unsur pengabungan

harta bersama dan pemisahan antar harta pribadi sebelum

perkawinan, sehingga perkawinan tentunya mengatur mengenai

pembagian harta perkawinan. Hal ini khusus apabila letak harta

perkawinan berada ditempat yang berbeda (beda negara). Untuk

harta/benda tetap berlaku ketentuan, bahwa hukum dari tempat

letaknya benda tersebut adalah hukum yang berlaku bagi

hubungan-hubungan hukum yang menyangkut harta/benda tetap itu

(Lex Rei Sitae/Lex Situs). Misalnya : Dalam harta/benda

perkawinan mengenai sebuah rumah yang terletak di Singapura

yang dimiliki oleh seorang WNI, akan diatur menurut hukum

Singapura mengenai harta/benda tetap itu, sekalipun terhadap WNI

yang berada di Indonesia mengenal asas hukum bahwa

perkawinan/warisan diatur menurut hukum Indonesia.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

34

Untuk harta/benda bergerak berlaku asas mobilia sequntuur

personam, hukum yang berlaku terhadap harta/benda bergerak akan

diatur menurut hukum nasional penguasa benda bergerak tersebut.

Kadang-kadang letak harta/benda yang bersangkutan mengatur

hubungan-hubungan hukum yang menyangkut barang-barang itu.

D. Tempat Perbuatan hukum yang bersangkutan dilangsungkan

(locus actus) berlakunya asas lex loci celebrationis

Dalam perkawinan locus actus diartikan tempat dimana

perkawinan/perjanjian perkawinan itu di laksanakan. Karena

sebagian dari perkawinan di luar negeri merupakan bentuk suatu

kontrak (contract of marriage). Kemudian Lex Loci Celebrationis

adalah asas HPI yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku

adalah hukum tempat di mana perkawinan diresmikan (locus

celebrationis).

C. Perceraian Dalam Hukum Perdata Internasional

1. Pengertian Perceraian

Perceraian adalah berakhirnya perkawinan yang disebabkan oleh

kematian,atau putusan pengadilan Dalam perceraian disesuaikan

dengan ketentuan dalam undang-undang, maka istilah “perceraian”

hanya ditujukan terhadap cerai “hidup” saja. Hukum Indonesia

menjelaskan dalam Pasal 20 UU No. 1 Tahun 1974 tentang

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

35

Perkawinan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di depan

pengadilan melalui suatu gugatan perceraian. Jadi tidak

memungkinkan adanya perceraian yang dilakukan diluar pengadilan.

Pengadilan yang berwenang untuk perceraian ini adalah pengadilan

agama untuk yang beragama Islam, dan pengadilan negeri untuk yang

tidak beragama Islam.

Menanggapi gugatan perceraian di pengadilan, pertama-tama

hakim akan berusaha mendamaikan di antara suami istri yang akan

bercerai tersebut. Jika usaha perdamaian di antara suami dan istri yang

akan bercerai tidak berhasil, maka para pihak diperkenankan untuk

bercerai setelah cukup alasan bahwa antara suami istri tidak dapat lagi

hidup secara rukun sebagai suami istri, disamping itu harus memenuhi

persyaratan perceraian di Indonesia. Alasan dapat diajukan perceraian

diantaranya sebagai berikut:24

a. Salah satu pihak melakukan zina atau menjadi pemabuk,

pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama minimal

dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lainnya dan tanpa

alasan yang sah atau karena hal diluar kemampuannya

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama

minimal lima tahun setelah perkawinan berlangsung.

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan

berat yang membahayakan pihak lain.

24Dr. Munir Fuady, S.H., LL.M. , Konsep Hukum Perdata, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2015, hlm 23

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

36

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dan

tidak dapat menjalani kewajiban sebagai suami istri.

f. Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan, dan

pertengkaran sehingga tidak ada harapan lagi akan hidup rukun

lagi dalam rumah tangga.

Kemudian akibat putusnya perkawinan akibat perceraian dibahas

dalam Pasal 41 UU No. 1 tahun 1974 UU No. 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan disebutkan tiga akibat putusnya perkawinan karena

perceraian sebagai berikut :

a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan

mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan

si anak.

b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya

pemeliharaan dan pendidikan anak itu.

c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk

membiayai penghidupan dan menentukan sesuatu kewajiban

bagi bekas istrinya.

Akibat putusnya perkawinan karena perceraian juga berpengaruh pada

pembagian harta yang bersama yang di dapat dari perkawinan dibagi

menurut hukum masing-masing (Pasal 37 UU No. 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan). Yang dimaksut hukum masing-masing disini menurut

penerapan yang sering terjadi yakni menurut KUHPerdata/BW sering

dipakai bagi bukan muslim, atau perkawinan campuran, menurut Hukum

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

37

Islam apabila beragama Islam, dan Hukum Adat apabila perkawinan

tersebut berlangsung dilingkup adat.

2. Perceraian Dalam Lingkup Hukum Perdata Internasional

Perceraian yang mengandung unsur asing adalah perceraian yang

dilakukan terhadap perkawinan dengan kewarganegaraan pasangan

yang berbeda, domisili yang berbeda, kemudian locus actus di negara

asing. Dalam hal ini terdapat ketidak jelasan hukum dimana apabila

perceraian WNA yang telah kawin di luar negeri namun bercerai di

Indonesia tidak diatur secara khusus dalam Hukum Indonesia saat ini,

namun Indonesia sedang mempersiapkan Rancangan Undang-Undang

mengenai permasalahan HPI, karena dalam kasus pasangan WNA

yang berdomisili di Indonesia tidak diatur dengan jelas. Sehingga

mengenai perceraian dengan segala akibat hukumnya, di dalam

Hukum Perdata Internasional berkembang beberapa asas yang

menyatakan bahwa hal tersebut harus diselesaikan berdasarkan sistem

hukum dari tempat:25

a. Sistem hukum tempat perkawinan diresmikan atau

dilangsungkan (lex loci celebrationis)

Pengertian Lex Loci Celebrationis yaitu hukum yang berlaku

bagi sebuah perkawinan adalah sesuai dengan hukum tempat

perkawinan itu dilangsungkan. Dalam asas Lex Loci

Celebrationis apabila terjadi perceraian hukum yang berlaku,

25 Bayu Seto Hardjowahono, Op.Cit., hal. 157-158

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

38

dan tempat diajukan perceraian adalah dimana perkawinan

tersebut di laksanakan. Contoh: Pasangan melangsungkan

perkawinan di negara A, kemudian memutuskan bercerai

walaupun pasangan tersebut saat ini terpisah antar negara

menurut asas HPI ini maka perceraian haruslah di negara A, dan

tunduk dalam hukum negara A.

b. Sistem hukum dari tempat suami-isteri bersama-sama

menjadi warga negara setelah perkawinan.

Sistem hukum ini menganut dimana pasangan tersebut

terakhir menjadi warga negara setelah terjadi perkawinan,

dimaksudkan disini adalah pasangan yang memilih warga

negara tempat berlangsungnya perkawinan/kediaman terjadi

perpindahan kewarganegaraan akibat perkawinan. Contoh:

Pasangan berbeda warga negara antara negara A, dan negara B.

Kemudian mereka bersepakat menikah di negara A dan

berdomisi di negara A padahal negara A mewajibkan seorang

yang menikah di negara A harus memiliki kewarganegaraan

yang sama. Istri atau suami melakukan pindah

kewarganegaraan, kemudian memutuskan cerai maka

perceraian, pembagian harta, dilakukan tunduk di negara A,

sebut saja dalam kasus ini negara Jerman.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

39

c. Sistem hukum dari tempat suami isteri berkediaman tetap

bersama-sama setelah perkawinan (habitual residence) atau

tempat suami berdomisili tetap setelah perkawinan

Habitual residence disebutkan dalam kovensi Den Haag 1968

serta yang menganut sistem hukum ini adalah rata – rata peserta

konvensi. Habitual residence mengacu pada domisili sekarang

dimana perceraian pasangan diajukan. Contoh: pasangan

melangsungkan perkawinan dan berkewarganegaraan di negara

A, setelah perkawinan kemudian pasangan tersebut dalam dua

tahun berdomisili ke negara B sebut saja karena liburan, namun

ketika di negara B terjadi perceraian, dan negara B harus

memutuskan perkara perceraian pasangan tersebut karena terlah

memiliki Habitual residence di negara B.

d. Tempat diajukannya perceraian (lex fori)

Lex fori mengacu hukum di mana tempat diadakan atau

diajukan nya perbuatan-perbuatan hukum. Contoh: Suami warga

negara negara A, istri warga negara B, mereka menikah di

negara C, kemudian gugatan perceraian di ajukan ke negara A,

maka negara A yang menganut Lex Fori dapat memutuskan

perceraian tersebut.

.

3. Asas-Asas Pengaturan Perceraian dalam Lingkup Hukum Perdata

Internasional

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

40

Berbagai negara di dunia memiliki peraturan perceraian yang

berbeda satu sama lainnya. Keadaan ini berakibat bahwa dalam

masalah mengenai perceraian, tiap negara akan beralasan dengan

menerapkan azas ketertiban umum atau public policy.

Hampir semua perceraian internasional melibatkan kompleksitas

yang membuat perceraian ini jauh lebih menarik daripada

perceraian biasa yang melibatkan warga negara asing. Sering

terjadi ada konsekuensi imigrasi, atau implikasi tentang

kewarganegaraan. Dalam hampir setiap perceraian internasional,

ada pertanyaan tentang yurisdiksi. Pengadilan dan hukum nasional

dari setidaknya dua negara akan terlibat, dan mungkin lebih jika

pasangan tinggal di negara-negara asing lainnya juga. Tentunya

cara “melawat ke luar negeri” ke tempat-tempat buitenlandse

heistellingsoorden ini secara geografis terbatas kepada kelompok

negara-negara tertentu yang letaknya berdekatan, karena hanya

kadang-kadang saja, orang-orang yang finansiilnya kuat sekali

kedudukannya, yang mampu untuk melancong ke negara-negara

jauh, khusus untuk memperoleh perceraian ini. Karena bertambah

mudahnya lalu lintas internasional dewasa ini kemungkinan forum

shopping juga bertambah.26 Forum shopping dalam hukum

internasional memiliki arti penyelundupan hukum yang dapat

memilih sesuai dengan kebutuhan yang bertujuan untuk mencari

keutungan para pihak.

26 Sudargo Gautama [3], Op.Cit., hal. 274

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

41

Perbedaan yang demikian besar dalam perundang-undangan

perceraian dari berbagai negara, nyata pula kecondongan kepada

lex fori. Persoalan perceraian dalam Hukum Perdata Internasional

ini menjadi berubah sifatnya menjadi persoalan yurisdiksi. Dengan

demikian, dalam menghadapi perceraian internasional, suatu negara

cenderung untuk menyelesaikannya berdasarkan lex fori dengan

mempergunakan hukum nasionalnya sendiri.27 Pasal 3 AB hanya

menentukan, bahwa selama oleh undang-undang tidak ditentukan

lain, maka hukum perdata dan hukum dagang adalah sama bagi

warga negara dan orang asing. Pada umumnya kewarganegaraan

tidak dipakai untuk menentukan kompetensi. Domicilie lah yang

dipergunakan sebagai patokan. Hal ini memang sejalan dengan apa

yang umum diterima dalam sistem-sistem Hukum Acara Perdata

Internasional dari negara-negara lain di dunia ini. Dalam pasal-

pasal yang tersebut di atas, dipergunakan “tempat kediaman”

(woonplaats) sebagai yang menentukan yurisdiksi pengadilan.

Bilamana hendak dipertahankan asas nasionalitas, maka hal ini

juga dapat dilakukan dengan menerima suatu kombinasi antara asas

domisili dan nasionalitas ini. Misalnya dapat ditentukan bahwa asas

nasionalitas ini akan dipertahankan terhadap orang-orang asing

yang belum 2 (dua) tahun menetap di Indonesia. Apabila mereka

sudah lebih dari 2 (dua) tahun menetap di Indonesia, maka tidak

27 Sudargo Gautama [3], Op.Cit., hal. 275

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

42

akan dipakai lagi hukum nasional mereka berkenaan dengan status

personal, hukum Indonesialah yang berlaku.

Konvensi Den Haag 1968

Permasalahan perceraian internasional ini ternyata telah

diupayakan penyelesaiannya pada konferensi tentang Hukum

perdata Internasional ke sebelas yang diselenggarakan di Den Haag

tanggal 7 sampai 26 Oktober 1968. Pada konferensi tersebut telah

diterima suatu Konvensi tentang pengakuan keputusan perceraian

dan pisah hidup (Conventions on the recognition of divorces and

legal separations). Konferensi Den Haag inilah yang pertama kali

dimana RI turut serta pula, walau baru sebagai “observer”.28

Konvensi mengenai pengakuan perceraian ini telah diterima setelah

mengalami kesulitan dan perdebatan yang hangat. Terutama karena

di antara negara-negara anggota terdapat negara-negara yang tidak

mengenal perceraian seperti Itali dan Spanyol. Di lain pihak,

negara-negara yang dianggap menurut hukumnya “terlampau

mudah” memberikan “perceraian”, yakni negara-negara yang

mengenal sistem talak seperti Israel, juga menimbulkan persoalan

bagi berbagai negara yang mengenal sistem lebih strict dalam

meluluskan perceraian ini.29 Menghindarkan perceraian-perceraian

pincang dan memudahkan hak untuk menikah kembali inilah yang

28 Ibid, hal. 13 29 Sudargo Gautama [3], Op.Cit., hal. 318

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

43

merupakan tujuan utama Konvensi Den Haag pada Konferensi ke-

11 tahun 1968 ini.30

Konvensi ini hanya akan memakai sistem apa yang dinamakan

“Convention Simple”. Pada Konvensi semacam ini maka tidaklah

oleh Konvensi dibebankan suatu peraturan kompetensi yang

demikian mengikatnya hingga para hakim dari negara-negara

peserta akan harus mengucapkan sendiri perceraian atau hidup

terpisah, tetapi ia hanya wajib untuk mengakui perceraian-

perceraian yang telah diucapkan oleh instansi dari negara peserta

lainnya berdasarkan ketentuan-ketentuan yurisdiksi yang telah

ditentukan dalam Konvensi yang bersangkutan.31 Untuk menjamin

bahwa jumlah ratifikasi Konvensi ini bisa menjadi sebesar mungkin

diadakan pembatasan pula dari berlakunya Konvensi yang

bersangkutan, hingga tak termasuk di dalamnya perintah-perintah

yang kondemnatoir dan menyertai suatu keputusan cerai, misalnya

mengenai kewajiban memberikan nafkah atau mengenai kewajiban

finansial berkenaan dengan anak-anak dan pendidikan serta

pemeliharaan anak.32 Tujuan konvensi ini ialah menjamin bahwa

keputusan-keputusan cerai dan hidup terpisah dalam negara peserta

yang satu dijamin pengakuannya dan realisasinya (misalnya untuk

menikah lagi) dalam negara-negara perserta lainnya. Hakim

negara-peserta X tidak akan menguji mengenai hukum yang telah

dipergunakan oleh hakim negara Y tempat perceraian telah

30 Sudargo Gautama [3], Op.Cit., hal. 222 31 Ibid hal 14 32 Ibid, hal.224

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

44

diucapkan. Yang hanya diperhatikan ialah kontrol secara terbatas.

Dalam rangka menjembatani dua asas ekstrim antara negara-negara

yang sistem hukumnya sama sekali tidak mengenal perceraian

(seperti Italia dan Spanyol) dan negara-negara yang sistem

hukumnya sangat mempermudah perceraian (Israel dan negara-

negara islam), dalam Konvensi Den Haag 1968 tentang pengakuan

perceraian telah berhasil disetujui perumusan-perumusan sebagai

berikut :33

Pasal 1, mengenai keputusan perceraian dan pisah hidup yang

telah diakui oleh salah satu negara peserta, akan diakui pula

oleh negara peserta lainnya

Pasal 2, mengenai masalah kompetensi ditentukan bahwa

keputusan perceraian dan pisah hidup yang diputuskan di

salah satu negara peserta akan diakui pula oleh negara peserta

lainnya bila pada waktu dimulainya proses perkara di negara

yang memberikan keputusan dipenuhi salah satu persyaratan

sebagai berikut :

1. Pihak tergugat mempunyai “habitual residence” di

negara tersebut.

2. Pihak penggugat mempunyai “habitual residence” di

negara tersebut, di samping itu memenuhi salah satu syarat

di bawah ini :

33 Purnadi Purbacaraka, Agus Brotosusilo, 1997, Sendi-Sendi Hukum Perdata Internasional Suatu Orientasi, Raja Graindo Persada, Jakarta, hal. 50

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

45

a. “habitual residence” tersebut telah berlangsung

tidak kurang dari setahun sebelum dimulainya

perkara

b. “habitual residence” terakhir suami-isteri adalah

negara tersebut.

3. Kedua mempelai adalah warga negara dari negara

bersangkutan, atau

4. Penggugat adalah warga negara dari negara tersebut,

dengan memenuhi salah satu syarat sebagai berikut :

a. Penggugat mempunyai “habitual residence” di

negara tersebut

b. Penggugat telah mempunyai “habitual residence”

di negara tersebut secara terus menerus selama

setahun, dalam jangka waktu 2 tahun sebelum

dimulainya perkara.

5. Penggugat adalah warga negara dari negara tersebut,

dan memenuhi salah satu syarat sebagai berikut :

a. Penggugat berada dalam negara tersebut pada

waktu dimulainya perkara.

b. “habitual residence” terakhir suami-isteri berada

pada suatu negara, yang pada waktu dimulainya

perkara, tidak mengenal perceraian.34

34 Sudargo Gautama [3], Op.Cit., hal. 319

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

46

Biasanya kalau timbul percekcokan, masing-masing kembali ke

negara bersangkutan. Jadi tidak dapat dipakaikan hukum yang

dimaksudkan tadi. Dalam hal demikian dipakailah lex fori. Tetapi

harus diperhatikan, di sini hanya dipakai suatu ‘jalan keluar yang

darurat’. Pokoknya ialah:

1. Jika ada kewarganegaraan yang sama, akan dipakai hukum

nasional para pihak

2. Jika kewarganegaraan berbeda, dipakai hukum dari domisili

bersama (maatschappelijke woonplaats)

3. Jika kewarganegaraan berbeda, tidak dapat menunjuk

kepada hukum nasional tertentu. Dengan demikian pihak

hakim adalah bebas untuk menganut pendirian lain. Dalam hal

ini pada tempatnya untuk meletakkan titik berat atas tempat

tinggal bersama yang terakhir. 35

Dengan adanya pemecahan demikian ini, tampaklah berkurang

kemungkinan timbulnya perkawinan pincang (hinkende huwelijken,

matrimonium claudicantia) yang artinya perkawinan yang telah

diputuskan dengan cerai di negara forum, tetapi masih belum

terputus di negara nasional para mempelai. Kiranya cara-cara

penyelesaian yang diusulkan ini, mutatis mutandis dapat pula

dipergunakan untuk penyelesaian dari perkara-perkara perceraian

di Indonesia.36 Berbagai ketentuan tersebut di atas dilakukan untuk

mencegah ‘forum shopping’ secara tidak sepantasnya. Tetapi,

35 Ibid, hal. 309 36 Sudargo Gautama [3], Op.Cit., Ibid, hal. 312

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Perdata Internasional 1 ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/14686/2/T1_312013604_BAB II... · Hukum Perdata Internasional penting untuk menentukan

47

tendensi yang nyata ialah untuk sedapat mungkin meluaskan

bidang pengakuan dari putusan-putusan cerai yang sudah diperoleh

di luar negeri.