BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor...

26
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu penyakit pembesaran atau hipertrofi dan prostat. Kata kata hipertrofi seringkali menimbulkan kontrovensi di kalangan klinik karena sering rancu dengan hiperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari segi kualitas terjadi pembesaran sel (kualitas) dan diikuti oleh penambahan jumlah sel (kuantitas). BPH seringkali menyebabkan gangguan dalam elminasi urine karena pembesaran prostat yang cenderung ke arah depan / menekan vesika urinaria (Baugman,2000). Hiperplasia noduler ditemukan pada sekitar 20% laki-laki denganb usia 40 tahun, meningkat 70% pada usia 60 tahun dan menjadi 90% pada usia 70 tahun. Pembesaran ini bukan merupakan kangker prostat, karena BPH dan karsinoma prostat berbeda. Secara anatomis, sebenarnya kelenjar prostat merupakan kelenjar ejakudat yang membantu menyemprotkan seperma dari saluran (ductus). Pada waktu melakukan ejakulasi, secara fisiologis prostat membesar untuk mencegah urine dan vesika urinaria melewati uretra. Namun, pembesaran prostat yang terus menerus akan berdampak pada obstruksi saluran kencing (meatus urinarius internus) (Mitchell, 2009). Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu penyakit pembesaran

atau hipertrofi dan prostat. Kata –kata hipertrofi seringkali menimbulkan

kontrovensi di kalangan klinik karena sering rancu dengan hiperplasia.

Hipertrofi bermakna bahwa dari segi kualitas terjadi pembesaran sel (kualitas)

dan diikuti oleh penambahan jumlah sel (kuantitas). BPH seringkali

menyebabkan gangguan dalam elminasi urine karena pembesaran prostat yang

cenderung ke arah depan / menekan vesika urinaria (Baugman,2000).

Hiperplasia noduler ditemukan pada sekitar 20% laki-laki denganb usia

40 tahun, meningkat 70% pada usia 60 tahun dan menjadi 90% pada usia 70

tahun. Pembesaran ini bukan merupakan kangker prostat, karena BPH dan

karsinoma prostat berbeda. Secara anatomis, sebenarnya kelenjar prostat

merupakan kelenjar ejakudat yang membantu menyemprotkan seperma dari

saluran (ductus). Pada waktu melakukan ejakulasi, secara fisiologis prostat

membesar untuk mencegah urine dan vesika urinaria melewati uretra. Namun,

pembesaran prostat yang terus menerus akan berdampak pada obstruksi

saluran kencing (meatus urinarius internus) (Mitchell, 2009).

Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesanan prostat yang jinak

bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

7

orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi

yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C, 2004)

Pendapat lain mengatakan bahwa BPH adalah pembesaran

progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50

tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan

aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).

Dari kedua pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa

BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak

disebabkan oleh hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat yang

mengakibatkan penyumbatan prostatika dan umumnya terjadi pada pria

dewasa lebih dari 50 tahun.

B. Etiologi

Penyebab pastinya belum di ketahui secara pasti dari prostat

hiperplasia, namun faktor usia dan hormonal menjadi predisposisi terjadinya

BPH. Beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat sangat erat

kaitanya dengan (Purnomo, 2007) :

a. Peningkatan DHT (dehidrotestosteron)

Peningkatan lima alfa reduktase dan reseptor adrogen akan

menyebabkan epitel dan stoma dari kelenjar prostat mengalami

hiperplasia.

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

8

b. Ketidak seimbangan esterogen-testosteron

Ketidak seimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada

proses penuaan, pada pria terjadi peningkatan hormon esterogen dan

penuan hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya

hiperplasia stoma pada prostat.

c. Interaksi antar sel stoma dan sel epitel prostat

Peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast

growth factor dan penurunan transforming growth beta menyebabkan

hiperplasia stoma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.

d. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)

Esterogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama

hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.

e. Teori sistem sel

Sel sistem yang meningkatkan akan mengakibatatkan

profliferasi sel transisit dan memicu terjadi benigna prostat

hyperlpasia.

C. Tanda dan Gejala BPH

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benign Prostatic Hyperplasia

disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi

dua yaitu :

a. Gejala Obstruktif yaitu :

1) Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

9

disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot

destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama

meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya

tekanan dalam uretra prostatika.

2) Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang

disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam

pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.

3) Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.

4) Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran

destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan

di uretra.

5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa

belum puas.

b. Gejala Iritasi yaitu :

1) Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.

2) Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat

terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari

3) .Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

D. Manifestasi Klinis

BPH merupakan yang di derita oleh klain laki-laki dengan usia rata-

rata lebih dari 50 tahun. Gambaran klinis dari BPH sebenarnya sekunder dari

dampak obstruksi saluran kencing, sehingga klain kesulitan untuk miksi.

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

10

Berikut ini adalah beberapa gambaran klinis pada klinis pada klain BPH

(Schwarts, 2000, Grance, 2006) :

a. Gejala prostatimus ( nokturia, urgency, penurunan daya aliran

urine) kondisi ini di karenakan oleh kemampuan vesika urinaria

yang gagal mengeluarkan urine secara sepontan dan reguler,

sehingga volume urine masih sebagian besar tertinggal dalam

vesika.

b. Retensi urine

Pada awalnya obstruksi, biasanya pancaran urine lemah, terjadi

histensi, intermitesi, urine menetes, dorongan yang kuat saat

miksi,dan dan retensi urine. Retensi urine sering di alami oleh klain

yang mengalami BPH kronis. Scara fisiologis, vesika urinaria

memiliki kemampuan untuk mengeluarkan urine melalui kontraksi

otot destrustor.

c. Pembesaran prostat

Hal ini di ketahui melalui pemeriksaan rektal toucer (RT) anterior.

Biasanya di dapatkan gambaran pembesaran prostat dengan

konsistensi jinak.

d. Inkontinesia

Inkontinesia yang terjadi menunjukan bahwa m. Destrusor gagal

dalam melakukan kontaraksi. Dekompensasi yang berlangsung

akan mengiritabilitasi serabut syaraf urinarius, sehingga kontrol

untuk miksi hilang.

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

11

E. Anatomi fisiologi

BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)

Gambar 2.1 normal prostat and prostat BPH

Kelenjar prostat terletak tepat dibawah buli – buli dan

mengitari uretra. Bagian bawah kelenjar prostat menempal

pada diafragma urogenital atau sering disebut otot dasar

panggul.

Kelenjar ini pada laki - laki dewasa kurang lebih sebesar

buah kemiri, dengan panjang sekitar 3 cm, lebar 4 cm dan

tebal kurang lebih 2,5 cm. Beratnya sekitar 20 gram.

Prostat terdiri dari jaringan kelenjar, jaringan stroma

(penyangga ) dan kapsul. Cairan yang dihasilkan kelenjar

prostat bersama cairan dari vesikula seminalis dan kelenjar

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

12

cowper merupakan komponen terbesar dari seluruh cairan

semen. Bahan – bahan yang terdapat dalam cairan semen

sangat penting dalam menunjang fertilitas, memberikan

lingkungan yang nyaman dan nutrisi bagi spermatozoa serta

proteksi terhadap invasi mikroba.

Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses

reproduksi adalah keradangan ( prostatitis ). Kelainan yang lain

seperti pertumbuhan yang abnormal ( tumor ) baik jinak

maupun ganas tidak memegang peranan penting pada proses

reproduksi tetapi lebih berperan pada terjadinya gangguan

aliran urin. Kelainan yang disebut belakangan ini

manifestasinya biasanya pada laki - laki usia lanjut ( FK

UNAIR / RSUD dr. Soetomo : 19 ).

F. Patofisiologi

Prostat sebagi kelenjar ejakudat memiliki hubungan fisiologis yang

sangat erat dengan dihidrotestosteron (DHT). Hormon ini merupakan hormon

yang memicu pertumbuhan prostat sebagai kelenjar ejakudat yang nantinya

akan mengoptimalkan fungsinya. Hormon ini di sintesis dalam kelenjar

prostat dari hormon testosteron dalam darah. Proses sintesis ini di bantu oleh

enzime 5-reduktase tipe 2. Selain DHT yang sebagai prekursor, estrogen juga

memiliki pengaruh terhadap pembesaran kelenjar prostat. Seiring dengan

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

13

penambahan usia, maka prostat akan lebih sensitif dengan stimulasi androgen,

sedangkan esterogen mampu memberikan proteksi terhadap BPH.

Dengan pembesaran yang melebihi normal,maka akan terjadi desakan

pada traktus urinarius. Pada tahap awal, obstruksi traktus urinarius jarang

menimbulkan keluhan, karena dorongan mengejan dan kontraksi yang kuat

dari m. Destrustor mampu mengeluarkan urine secara spontan. Namun,

obstruksi yang sudah kronis membuat dekompensasi dari m. Detrustor untuk

berkontraksi yang akhirnya menimbulkan obstruksi saluran kemih (Mitchell,

2009).

Keluhan yang biasanya muncul dari obstruksi ini adalah dorongan

mengejan saat miksi yang kuat, pancaran urine lemah/ menetes, disuria(saat

kencing terasa terbakar), palpasi rektal toucher menggambarkan hipertrofi

prostat, distensi vesika. Hipertrofi fibromuskuler yang terjadi pada klain BPH

menimbulkan penekanan pada prostat dan jaringan sekitar, sehingga

menimbulkan iritasi pada mukosa uretra. Iritibilitas inilah nantinya akan

menyebabkan keluhan frekwensi, urgensi, inkontinensia urgensi, dan lain

sebagainya. Oleh karena itu kateterisasi untuk tahap awal sangat efektif untuk

mengurangi distensi vesika urinaria (Mitchell, 2009; Heffner, 2002).

Pembesaran pada BPH (hiper plasia prostat) terjadi secara bertahap

mulai dari zona periuretral dan transisional. Hiperplasia ini terjadi secara

nodular dan sering diiringi oleh proliferasi fibromuskular untuk lepas

darijaringan epitel. Oleh karena itu, hiperplasia zona transisional di tandai

oleh banyaknya jaringan kelenjar yang tumbuh pada pucuk dan cabang dari

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

14

pada duktus. Sebenarnya proliferasi zona transisional dan zona sentral pada

prostat berasal dari turunan duktus wolffi dan profilerasi zona perifer berasal

dari sinus urogenital. Sehingga, berdasarkan latar belakang embriologis inilah

bisa di ketahui mengapa BPH terjadi pada zona perifer (heffner, 2002).

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

15

G. Pathway

Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona

Perubahan mikroskopik Hiperplasia jaringan penyangga

Pada prostat stromal dan glanduler pada prostat

Pembesaran prostat

Mual, muntah tidak Lobus yangbhipertropi menyumbat kolom vesikal

Nafsu makan rasa atau uretra prostatik

Tidak nyaman di

Epigrastik - Pengosongan urin inkomplit atau retensi urin

- Retensi urin pada leher buli-buli prostat meningkat

- Otot detrustor menebal dan menegang

Timbul sekulasi atau divertikel

Lama kelamaan otot detrusor menjadi lelah dan

Mengalami dekompensasi

Tidak mampu berkontraksi

Terjadi dilatasi Retensi urin

Ureter/hidroureter

Dan hidronefirosis

Disfungsi saluran kemih atas

Disuria sering berkemih

Kalau berkemih harus menunggu lama

obstruksi saluran kemih BPH pembedahan

dekompensasi otot destruksor Terputusnya kontinuitas jaringan

kesulitan bertkemih

pemasangan kateter dc (mitchell, 2009) Gambar 2.1. patway

Ketidak seimbangan

nutrisi : kurang dari

kebutuhan

Resiko infeksi

Retensi urine

Intoleransi

aktivitas Nyeri akut

Distres spiritual

Defisit perawatan

diri eliminasi

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

16

H. Penatalaksanaan Umum

Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara

lain :

a. Anamnesa

Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS

(Lower Urinary Tract Symptoms) antara lain: hesitansi,

pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa

ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala

iritatif berupa urgensi, frekuensi serta disuria. IPSS

(International Prostate Symptoms Score) adalah kumpulan

pertanyaan yang merupakan pedoman untuk mengevaluasi

beratnya LUTS. Keadaan pasien BPH dapat ditentukan

berdasarkan skor yang diperoleh :

a). Skor 0 - 7 = gejala ringan.

b). Skor 8 - 19 = gejala sedang.

c). Skor 20 – 35 = gejala berat.

b. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan

suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada

retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin

serta urosepsis sampai syok - septik. Pemeriksaan abdomen

dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya

hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

17

pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa

adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi

dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin. Penis

dan uretra juga diperiksa untuk mendeteksi kemungkinan

stenose meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun

fimosis. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya

epididimitis. Rectal touch /pemeriksaan colok dubur bertujuan

untuk menentukan konsistensi sistim persarafan unit vesiko

uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat

diketahui derajat dari BPH.

c. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit

dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar

keadaan umum klien. Pemeriksaan urin lengkap dan kulturnya

juga diperlukan. PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting

diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan.

d. Pemeriksaan Uroflowmetri

Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya

pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa

dengan uroflowmeter dengan penilaian

e. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik

1) BOF (Buik Overzich)

Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

18

2) USG (Ultrasonografi)

Digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan

besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk residual

urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal,

transuretral dan supra pubik.

3) IVP (Pyelografi Intravena)

Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan

adanya hidronefrosis. Dengan IVP, buli – buli dilihat

sebelum, sementara dan sesudah isinya dikosongkan.

Sebelum, untuk melihat adanya intravesikal tumor dan

divertikel. Sementara (voiding cystografi), untuk melihat

adanya reflux urin. Sesudah (post evacuation), untuk

melihat residual urin.

4) Pemeriksaan Panendoskop

Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli

I. Penatalaksanaan Klinis

Penyakit BPH merupakan penyakit bedah, sehingga terapi bersifat

simptomatis untuk mengurangi tanda gejala yang di akibatkan oleh obstruksi

pada saluran kemih. Tetapi simtomatis ditunjukan untuk merelaksasi otot

polos prostat, sehingga obstruksi akan berkurang. Jika keluhan masih bersifat

ringan, maka observasi di perlukan dengan pengobatan simptomatis untuk

mengevaluasi perkembangan pasien. Namun, jika telah terjadi obstruksi/

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

19

retensi urine, infeksi, vesikolithiasis, insufisiensi ginjal, maka harus di

lakukan pembedahan.

a. Terapi simptomatis

Pemberian obat golongan reseptor alfa-adrenergik inhibitor mampu

merelaksasikan otot polos prostat dan saluran kemih akan lebih terbuka.

Obat golongan 5-alfa-reduktase inhibitor mampu menurunkan kadar

dehidrotesteron dalam plasma maka prostat akan mengecil (schwartz, 2000)

b. TUR – P (Transuretral Resection Prostatectomy)

Tindakan ini merupakan tindakan pembedahan non insisi, yaitu

pemoptongan secara elektris prostat melalui meatus uretralis. Jaringan

prostat yang membesar dan menghalangi jalanya urine akan di buang

melalui elektrokauter dan di keluarkan melalui irigasi dilator. Tindakan ini

memiliki banyak keuntungan yaitu meminimalisir tindakan pembedahan

terbuka, sehingga masa penyembuhan lebih cepat dan tingkat resiko infeksi

bisa di tekankan.

c. pembedahan terbuka (prostatectomy)

Tindakan ini di lakukan jika prostat terlalu besar diikuti oleh

penyakit penyerta lainya, misalnya tumor vesika urinaria, vesikolithiasis,

dan adanya adenoma yang besar (Schwatz, 2000).

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

20

J. DIAGNOSA DAN RENCANA KEPERAWATAN

Intervensi Keperawatan

a) Preoperasi

1) DX I : Retensi urine berhubungan dengan tekanan uretral

tinggi karena kelemahan detrusor (dekompensasi otot

detrusor).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

pengeluaran urine lancar.

NOC:

a. Urinary elimination

b. Urinary continence

Kriteria Hasil:

1. Kandung kemih kosong secara penuh

2. Tidak ada spasme bladder

3. Tidak ada sisa setelah buang air > 100-200cc.

4. Balance cairan seimbang.

NIC: Urinary retension care

1) Monitor intake dan output

2) Monitor penggunaan obat antikolioenergik

3) Monitor derajat distensi bladder

4) Katerisasi jika perlu

5) Monitor tanda dan gejala ISK

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

21

2) DX II : Nyeri akut berhubungan agen injuri biologis

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

nyeri berkurang atau hilang.

NOC :

a. Pain level

b. Pain control

c. Comfort level

Kriteria Hasil:

1. Mampu mengontrol nyeri

2. Melaporkan nyeri berkurang

3. Mampu mengenali nyeri

4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

NIC : Manajemen Nyeri

1) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk

lokasi, durasi, frekuensi, intensitas, dan faktor

penyebab.

2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan

terutama jika tidak dapat berkomunikasi secara

efektif.

3) Berikan analgetik dengan tepat.

4) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab

nyeri, berapa lama akan berakhir dan antisipasi

ketidaknyamanan dari prosedur.

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

22

5) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya:

relaksasi, guide, imagery,terapi musik,distraksi)

6) Tingkatkan istirahat.

7) Kurangi faktor presipitasi nyeri.

3) DX III : Resiko infeksi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

infeksi tidak terjadi.

NOC :

a. Immune status

b. Knowlegde : Infection control

c. Risk control

Kriteria Hasil:

1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.

2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya

infeksi.

3. Jumlah leukosit dalam batas normal

4. Menunjukkan perilaku hidup sehat.

NIC : Kontrol Infeksi

1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

2) Pertahankan teknik isolasi.

3) Batasi pengunjung bila perlu.

4) Monitor tanda dan gejala infeksi.

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

23

5) Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan

infeksi kandung kemih.

4) DX IV : Cemas berhubungan dengan akan dilakukannya

tindakan operasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

pasien dan keluarga tidak mengalami kecemasan.

NOC:

a. Anxiety self control

b. Anxiety level

c. Coping

Kriteria Hasil:

1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan

gejala cemas.

2. Vital sign dalam batas normal.

3. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat

aktifitas menunjukkan berkurangnya cemas.

NIC: Penurunan Kecemasan

1) Gunakan pendekatan yang menenangkan.

2) Menurunkan stimulasi lingkungan ketika cemas

3) Identifikasi tingkat kecemsan.

4) Mencari informasi untuk menurunkan cemas

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

24

5) Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan

cemas

5) DX V : Kurang pengetahuan berhubungan dengan

keterbatasan informasi mengenai pengobatan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

pengetahuan pasien dan keluarga bertambah.

NOC :

a. Knowledge : desease process

b. Knowledge : health behavior

Kriteria Hasil:

1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang

penyakit, prognosis, dan program pengobatan

2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang

dijelaskan secara benar

3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang

dijelaskan perawat

NIC : Teaching : disease Process

1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan

pasien tentang penyakit yang spesifik.

2) Jelaskan pathofisiologi dari penyakit dan bagaimana

hal ini berhubungan dengan anatomi fisiologi

dengan cara yang tepat.

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

25

3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul

pada penyakit, dengan cara yang tepat.

4) Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat.

5) Hindari jaminan yang kosong.

b) Pascaoperasi

1. DX I : Nyeri akut berhubungan dengan tindakan infasif.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

nyeri berkurang atau hilang.

NOC :

a. Pain level

b. Pain control

c. Comfort level

Kriteria Hasil:

1. Mampu mengontrol nyeri

2. Melaporkan nyeri berkurang

3. Mampu mengenali nyeri

4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

NIC : Manajemen Nyeri

1) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk

lokasi, durasi, frekuensi, intensitas, dan faktor

penyebab.

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

26

2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan

terutama jika tidak dapat berkomunikasi secara

efektif.

3) Berikan analgetik dengan tepat.

4) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab

nyeri, berapa lama akan berakhir dan antisipasi

ketidaknyamanan dari prosedur.

5) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya:

relaksasi, guide, imagery,terapi musik,distraksi)

6) Tingkatkan istirahat.

7) Kurangi faktor presipitasi nyeri.

2. DX II : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan

kelemahan fisik

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

aktifitas meningkat dan kembali normal

NOC :

a. Energy conservation

b. Activity tolerance

c. Self care : ADLs

Kriteria Hasil :

1. Berpartisipasi aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan TD,

Nadi dan RR.

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

27

2. Mampu melakukan aktifitas sehari-hari (ADLs) secara

mandiri.

3. Tanda-tanda vital normal.

NIC : Activity Therapy

1) Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik

dalam merencanakan program terapi yang tepat.

2) Bantu pasien untuk mengidentifikasi aktifitas yang

mampu dilakukan.

3) Bantu pasien untuk mengidentifikasi aktifitas yang

disukai.

4) Latih mobilisasi.

5) Bantu pasien untuk membuat jadwal latihan diwaktu

luang.

6) Bantu pasien untuk mendapatkan alat bantuan untuk

beraktifitas ( kursi roda).

3. DX III : Resiko infeksi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

infeksi tidak terjadi.

NOC :

a. Immune status

b. Knowlegde : Infection control

c. Risk control

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

28

Kriteria Hasil:

1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.

2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya

infeksi.

3. Jumlah leukosit dalam batas normal

4. Menunjukkan perilaku hidup sehat.

NIC : Kontrol Infeksi

1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

2) Pertahankan teknik isolasi.

3) Batasi pengunjung bila perlu.

4) Monitor tanda dan gejala infeksi.

5) Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan

infeksi kandung kemih.

6) Kolaborasikan dengan dokter pemberian antibiotik.

4. DX IV : Distres Spiritual berhubungan dengan

keterbatasan kognitif

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

masalah distres spiritual dapat teratasi.

NOC:

a. Ansietas kematian

b. Konflict pembuatan keputusan

c. Koping ketidakefektifan

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

29

d. Distress spiritual

Kriteria Hasil :

1. Mampu mengontrol kecemasan

2. Kesehatan spiritual

3. Menunjukkan harapan arti hidup

4. Terlibat dalam lingkungan sossial

NIC : Spiritual Support

1) Gunakan komunikasi terapeutik untuk membangun

kepercayaan dan kepedulian empati.

2) Sediakan privasi dan waktu yang cukup

untukkegiatan spiritual.

3) Dorong partisipasi dalam kelompok pendukung.

4) Atur kunjungan oleh penasehat spiritual individu.

5) Mengacu pada penasehat spiritual pilihan individu.

6) Latih pasien solat dan tayamum dalam keadaan

tidur.

5. DX V : Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang

informasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

pengetahuan pasien dan keluarga tentang perawatan di

rumah teratasi.

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

30

NOC :

a. Knowledge : desease process

b. Knowledge : health behavior

Kriteria Hasil:

1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang

penyakit, prognosis, dan program pengobatan

2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang

dijelaskan secara benar

3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang

dijelaskan perawat

NIC : Teaching : disease Process

1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan

pasien tentang penyakit yang spesifik.

2) Jelaskan pathofisiologi dari penyakit dan bagaimana

hal ini berhubungan dengan anatomi fisiologi

dengan cara yang tepat.

3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul

pada penyakit, dengan cara yang tepat.

4) Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat.

5) Hindari jaminan yang kosong.

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona . Perubahan mikroskopik Hiperplasia

31

Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016