BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertianrepository.ump.ac.id/1082/3/IMAM BUKHORI BAB II.pdf · Faktor...
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu penyakit pembesaran
atau hipertrofi dan prostat. Kata –kata hipertrofi seringkali menimbulkan
kontrovensi di kalangan klinik karena sering rancu dengan hiperplasia.
Hipertrofi bermakna bahwa dari segi kualitas terjadi pembesaran sel (kualitas)
dan diikuti oleh penambahan jumlah sel (kuantitas). BPH seringkali
menyebabkan gangguan dalam elminasi urine karena pembesaran prostat yang
cenderung ke arah depan / menekan vesika urinaria (Baugman,2000).
Hiperplasia noduler ditemukan pada sekitar 20% laki-laki denganb usia
40 tahun, meningkat 70% pada usia 60 tahun dan menjadi 90% pada usia 70
tahun. Pembesaran ini bukan merupakan kangker prostat, karena BPH dan
karsinoma prostat berbeda. Secara anatomis, sebenarnya kelenjar prostat
merupakan kelenjar ejakudat yang membantu menyemprotkan seperma dari
saluran (ductus). Pada waktu melakukan ejakulasi, secara fisiologis prostat
membesar untuk mencegah urine dan vesika urinaria melewati uretra. Namun,
pembesaran prostat yang terus menerus akan berdampak pada obstruksi
saluran kencing (meatus urinarius internus) (Mitchell, 2009).
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah pembesanan prostat yang jinak
bervariasi berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
7
orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi
yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C, 2004)
Pendapat lain mengatakan bahwa BPH adalah pembesaran
progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50
tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan
aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ).
Dari kedua pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak
disebabkan oleh hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat yang
mengakibatkan penyumbatan prostatika dan umumnya terjadi pada pria
dewasa lebih dari 50 tahun.
B. Etiologi
Penyebab pastinya belum di ketahui secara pasti dari prostat
hiperplasia, namun faktor usia dan hormonal menjadi predisposisi terjadinya
BPH. Beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat sangat erat
kaitanya dengan (Purnomo, 2007) :
a. Peningkatan DHT (dehidrotestosteron)
Peningkatan lima alfa reduktase dan reseptor adrogen akan
menyebabkan epitel dan stoma dari kelenjar prostat mengalami
hiperplasia.
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
8
b. Ketidak seimbangan esterogen-testosteron
Ketidak seimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada
proses penuaan, pada pria terjadi peningkatan hormon esterogen dan
penuan hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya
hiperplasia stoma pada prostat.
c. Interaksi antar sel stoma dan sel epitel prostat
Peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast
growth factor dan penurunan transforming growth beta menyebabkan
hiperplasia stoma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.
d. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Esterogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama
hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
e. Teori sistem sel
Sel sistem yang meningkatkan akan mengakibatatkan
profliferasi sel transisit dan memicu terjadi benigna prostat
hyperlpasia.
C. Tanda dan Gejala BPH
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benign Prostatic Hyperplasia
disebut sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi
dua yaitu :
a. Gejala Obstruktif yaitu :
1) Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
9
disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot
destrussor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama
meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi adanya
tekanan dalam uretra prostatika.
2) Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan karena ketidakmampuan otot destrussor dalam
pempertahankan tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.
3) Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.
4) Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran
destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan
di uretra.
5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa
belum puas.
b. Gejala Iritasi yaitu :
1) Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.
2) Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat
terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari
3) .Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
D. Manifestasi Klinis
BPH merupakan yang di derita oleh klain laki-laki dengan usia rata-
rata lebih dari 50 tahun. Gambaran klinis dari BPH sebenarnya sekunder dari
dampak obstruksi saluran kencing, sehingga klain kesulitan untuk miksi.
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
10
Berikut ini adalah beberapa gambaran klinis pada klinis pada klain BPH
(Schwarts, 2000, Grance, 2006) :
a. Gejala prostatimus ( nokturia, urgency, penurunan daya aliran
urine) kondisi ini di karenakan oleh kemampuan vesika urinaria
yang gagal mengeluarkan urine secara sepontan dan reguler,
sehingga volume urine masih sebagian besar tertinggal dalam
vesika.
b. Retensi urine
Pada awalnya obstruksi, biasanya pancaran urine lemah, terjadi
histensi, intermitesi, urine menetes, dorongan yang kuat saat
miksi,dan dan retensi urine. Retensi urine sering di alami oleh klain
yang mengalami BPH kronis. Scara fisiologis, vesika urinaria
memiliki kemampuan untuk mengeluarkan urine melalui kontraksi
otot destrustor.
c. Pembesaran prostat
Hal ini di ketahui melalui pemeriksaan rektal toucer (RT) anterior.
Biasanya di dapatkan gambaran pembesaran prostat dengan
konsistensi jinak.
d. Inkontinesia
Inkontinesia yang terjadi menunjukan bahwa m. Destrusor gagal
dalam melakukan kontaraksi. Dekompensasi yang berlangsung
akan mengiritabilitasi serabut syaraf urinarius, sehingga kontrol
untuk miksi hilang.
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
11
E. Anatomi fisiologi
BPH (BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA)
Gambar 2.1 normal prostat and prostat BPH
Kelenjar prostat terletak tepat dibawah buli – buli dan
mengitari uretra. Bagian bawah kelenjar prostat menempal
pada diafragma urogenital atau sering disebut otot dasar
panggul.
Kelenjar ini pada laki - laki dewasa kurang lebih sebesar
buah kemiri, dengan panjang sekitar 3 cm, lebar 4 cm dan
tebal kurang lebih 2,5 cm. Beratnya sekitar 20 gram.
Prostat terdiri dari jaringan kelenjar, jaringan stroma
(penyangga ) dan kapsul. Cairan yang dihasilkan kelenjar
prostat bersama cairan dari vesikula seminalis dan kelenjar
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
12
cowper merupakan komponen terbesar dari seluruh cairan
semen. Bahan – bahan yang terdapat dalam cairan semen
sangat penting dalam menunjang fertilitas, memberikan
lingkungan yang nyaman dan nutrisi bagi spermatozoa serta
proteksi terhadap invasi mikroba.
Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses
reproduksi adalah keradangan ( prostatitis ). Kelainan yang lain
seperti pertumbuhan yang abnormal ( tumor ) baik jinak
maupun ganas tidak memegang peranan penting pada proses
reproduksi tetapi lebih berperan pada terjadinya gangguan
aliran urin. Kelainan yang disebut belakangan ini
manifestasinya biasanya pada laki - laki usia lanjut ( FK
UNAIR / RSUD dr. Soetomo : 19 ).
F. Patofisiologi
Prostat sebagi kelenjar ejakudat memiliki hubungan fisiologis yang
sangat erat dengan dihidrotestosteron (DHT). Hormon ini merupakan hormon
yang memicu pertumbuhan prostat sebagai kelenjar ejakudat yang nantinya
akan mengoptimalkan fungsinya. Hormon ini di sintesis dalam kelenjar
prostat dari hormon testosteron dalam darah. Proses sintesis ini di bantu oleh
enzime 5-reduktase tipe 2. Selain DHT yang sebagai prekursor, estrogen juga
memiliki pengaruh terhadap pembesaran kelenjar prostat. Seiring dengan
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
13
penambahan usia, maka prostat akan lebih sensitif dengan stimulasi androgen,
sedangkan esterogen mampu memberikan proteksi terhadap BPH.
Dengan pembesaran yang melebihi normal,maka akan terjadi desakan
pada traktus urinarius. Pada tahap awal, obstruksi traktus urinarius jarang
menimbulkan keluhan, karena dorongan mengejan dan kontraksi yang kuat
dari m. Destrustor mampu mengeluarkan urine secara spontan. Namun,
obstruksi yang sudah kronis membuat dekompensasi dari m. Detrustor untuk
berkontraksi yang akhirnya menimbulkan obstruksi saluran kemih (Mitchell,
2009).
Keluhan yang biasanya muncul dari obstruksi ini adalah dorongan
mengejan saat miksi yang kuat, pancaran urine lemah/ menetes, disuria(saat
kencing terasa terbakar), palpasi rektal toucher menggambarkan hipertrofi
prostat, distensi vesika. Hipertrofi fibromuskuler yang terjadi pada klain BPH
menimbulkan penekanan pada prostat dan jaringan sekitar, sehingga
menimbulkan iritasi pada mukosa uretra. Iritibilitas inilah nantinya akan
menyebabkan keluhan frekwensi, urgensi, inkontinensia urgensi, dan lain
sebagainya. Oleh karena itu kateterisasi untuk tahap awal sangat efektif untuk
mengurangi distensi vesika urinaria (Mitchell, 2009; Heffner, 2002).
Pembesaran pada BPH (hiper plasia prostat) terjadi secara bertahap
mulai dari zona periuretral dan transisional. Hiperplasia ini terjadi secara
nodular dan sering diiringi oleh proliferasi fibromuskular untuk lepas
darijaringan epitel. Oleh karena itu, hiperplasia zona transisional di tandai
oleh banyaknya jaringan kelenjar yang tumbuh pada pucuk dan cabang dari
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
14
pada duktus. Sebenarnya proliferasi zona transisional dan zona sentral pada
prostat berasal dari turunan duktus wolffi dan profilerasi zona perifer berasal
dari sinus urogenital. Sehingga, berdasarkan latar belakang embriologis inilah
bisa di ketahui mengapa BPH terjadi pada zona perifer (heffner, 2002).
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
15
G. Pathway
Faktor resiko umur Trauma berulang Perubahan Hormona
Perubahan mikroskopik Hiperplasia jaringan penyangga
Pada prostat stromal dan glanduler pada prostat
Pembesaran prostat
Mual, muntah tidak Lobus yangbhipertropi menyumbat kolom vesikal
Nafsu makan rasa atau uretra prostatik
Tidak nyaman di
Epigrastik - Pengosongan urin inkomplit atau retensi urin
- Retensi urin pada leher buli-buli prostat meningkat
- Otot detrustor menebal dan menegang
Timbul sekulasi atau divertikel
Lama kelamaan otot detrusor menjadi lelah dan
Mengalami dekompensasi
Tidak mampu berkontraksi
Terjadi dilatasi Retensi urin
Ureter/hidroureter
Dan hidronefirosis
Disfungsi saluran kemih atas
Disuria sering berkemih
Kalau berkemih harus menunggu lama
obstruksi saluran kemih BPH pembedahan
dekompensasi otot destruksor Terputusnya kontinuitas jaringan
kesulitan bertkemih
pemasangan kateter dc (mitchell, 2009) Gambar 2.1. patway
Ketidak seimbangan
nutrisi : kurang dari
kebutuhan
Resiko infeksi
Retensi urine
Intoleransi
aktivitas Nyeri akut
Distres spiritual
Defisit perawatan
diri eliminasi
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
16
H. Penatalaksanaan Umum
Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara
lain :
a. Anamnesa
Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS
(Lower Urinary Tract Symptoms) antara lain: hesitansi,
pancaran urin lemah, intermittensi, terminal dribbling, terasa
ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi dan gejala
iritatif berupa urgensi, frekuensi serta disuria. IPSS
(International Prostate Symptoms Score) adalah kumpulan
pertanyaan yang merupakan pedoman untuk mengevaluasi
beratnya LUTS. Keadaan pasien BPH dapat ditentukan
berdasarkan skor yang diperoleh :
a). Skor 0 - 7 = gejala ringan.
b). Skor 8 - 19 = gejala sedang.
c). Skor 20 – 35 = gejala berat.
b. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan
suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada
retensi urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin
serta urosepsis sampai syok - septik. Pemeriksaan abdomen
dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya
hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
17
pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa
adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi
dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual urin. Penis
dan uretra juga diperiksa untuk mendeteksi kemungkinan
stenose meatus, striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun
fimosis. Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya
epididimitis. Rectal touch /pemeriksaan colok dubur bertujuan
untuk menentukan konsistensi sistim persarafan unit vesiko
uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat
diketahui derajat dari BPH.
c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit
dan kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar
keadaan umum klien. Pemeriksaan urin lengkap dan kulturnya
juga diperlukan. PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting
diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan.
d. Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya
pancaran urin. Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa
dengan uroflowmeter dengan penilaian
e. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
1) BOF (Buik Overzich)
Untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
18
2) USG (Ultrasonografi)
Digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan
besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk residual
urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal,
transuretral dan supra pubik.
3) IVP (Pyelografi Intravena)
Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan
adanya hidronefrosis. Dengan IVP, buli – buli dilihat
sebelum, sementara dan sesudah isinya dikosongkan.
Sebelum, untuk melihat adanya intravesikal tumor dan
divertikel. Sementara (voiding cystografi), untuk melihat
adanya reflux urin. Sesudah (post evacuation), untuk
melihat residual urin.
4) Pemeriksaan Panendoskop
Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli
I. Penatalaksanaan Klinis
Penyakit BPH merupakan penyakit bedah, sehingga terapi bersifat
simptomatis untuk mengurangi tanda gejala yang di akibatkan oleh obstruksi
pada saluran kemih. Tetapi simtomatis ditunjukan untuk merelaksasi otot
polos prostat, sehingga obstruksi akan berkurang. Jika keluhan masih bersifat
ringan, maka observasi di perlukan dengan pengobatan simptomatis untuk
mengevaluasi perkembangan pasien. Namun, jika telah terjadi obstruksi/
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
19
retensi urine, infeksi, vesikolithiasis, insufisiensi ginjal, maka harus di
lakukan pembedahan.
a. Terapi simptomatis
Pemberian obat golongan reseptor alfa-adrenergik inhibitor mampu
merelaksasikan otot polos prostat dan saluran kemih akan lebih terbuka.
Obat golongan 5-alfa-reduktase inhibitor mampu menurunkan kadar
dehidrotesteron dalam plasma maka prostat akan mengecil (schwartz, 2000)
b. TUR – P (Transuretral Resection Prostatectomy)
Tindakan ini merupakan tindakan pembedahan non insisi, yaitu
pemoptongan secara elektris prostat melalui meatus uretralis. Jaringan
prostat yang membesar dan menghalangi jalanya urine akan di buang
melalui elektrokauter dan di keluarkan melalui irigasi dilator. Tindakan ini
memiliki banyak keuntungan yaitu meminimalisir tindakan pembedahan
terbuka, sehingga masa penyembuhan lebih cepat dan tingkat resiko infeksi
bisa di tekankan.
c. pembedahan terbuka (prostatectomy)
Tindakan ini di lakukan jika prostat terlalu besar diikuti oleh
penyakit penyerta lainya, misalnya tumor vesika urinaria, vesikolithiasis,
dan adanya adenoma yang besar (Schwatz, 2000).
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
20
J. DIAGNOSA DAN RENCANA KEPERAWATAN
Intervensi Keperawatan
a) Preoperasi
1) DX I : Retensi urine berhubungan dengan tekanan uretral
tinggi karena kelemahan detrusor (dekompensasi otot
detrusor).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pengeluaran urine lancar.
NOC:
a. Urinary elimination
b. Urinary continence
Kriteria Hasil:
1. Kandung kemih kosong secara penuh
2. Tidak ada spasme bladder
3. Tidak ada sisa setelah buang air > 100-200cc.
4. Balance cairan seimbang.
NIC: Urinary retension care
1) Monitor intake dan output
2) Monitor penggunaan obat antikolioenergik
3) Monitor derajat distensi bladder
4) Katerisasi jika perlu
5) Monitor tanda dan gejala ISK
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
21
2) DX II : Nyeri akut berhubungan agen injuri biologis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
nyeri berkurang atau hilang.
NOC :
a. Pain level
b. Pain control
c. Comfort level
Kriteria Hasil:
1. Mampu mengontrol nyeri
2. Melaporkan nyeri berkurang
3. Mampu mengenali nyeri
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC : Manajemen Nyeri
1) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk
lokasi, durasi, frekuensi, intensitas, dan faktor
penyebab.
2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan
terutama jika tidak dapat berkomunikasi secara
efektif.
3) Berikan analgetik dengan tepat.
4) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama akan berakhir dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur.
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
22
5) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya:
relaksasi, guide, imagery,terapi musik,distraksi)
6) Tingkatkan istirahat.
7) Kurangi faktor presipitasi nyeri.
3) DX III : Resiko infeksi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
infeksi tidak terjadi.
NOC :
a. Immune status
b. Knowlegde : Infection control
c. Risk control
Kriteria Hasil:
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya
infeksi.
3. Jumlah leukosit dalam batas normal
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat.
NIC : Kontrol Infeksi
1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
2) Pertahankan teknik isolasi.
3) Batasi pengunjung bila perlu.
4) Monitor tanda dan gejala infeksi.
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
23
5) Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kemih.
4) DX IV : Cemas berhubungan dengan akan dilakukannya
tindakan operasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pasien dan keluarga tidak mengalami kecemasan.
NOC:
a. Anxiety self control
b. Anxiety level
c. Coping
Kriteria Hasil:
1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan
gejala cemas.
2. Vital sign dalam batas normal.
3. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat
aktifitas menunjukkan berkurangnya cemas.
NIC: Penurunan Kecemasan
1) Gunakan pendekatan yang menenangkan.
2) Menurunkan stimulasi lingkungan ketika cemas
3) Identifikasi tingkat kecemsan.
4) Mencari informasi untuk menurunkan cemas
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
24
5) Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan
cemas
5) DX V : Kurang pengetahuan berhubungan dengan
keterbatasan informasi mengenai pengobatan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pengetahuan pasien dan keluarga bertambah.
NOC :
a. Knowledge : desease process
b. Knowledge : health behavior
Kriteria Hasil:
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang
penyakit, prognosis, dan program pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat
NIC : Teaching : disease Process
1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
pasien tentang penyakit yang spesifik.
2) Jelaskan pathofisiologi dari penyakit dan bagaimana
hal ini berhubungan dengan anatomi fisiologi
dengan cara yang tepat.
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
25
3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
pada penyakit, dengan cara yang tepat.
4) Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat.
5) Hindari jaminan yang kosong.
b) Pascaoperasi
1. DX I : Nyeri akut berhubungan dengan tindakan infasif.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
nyeri berkurang atau hilang.
NOC :
a. Pain level
b. Pain control
c. Comfort level
Kriteria Hasil:
1. Mampu mengontrol nyeri
2. Melaporkan nyeri berkurang
3. Mampu mengenali nyeri
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC : Manajemen Nyeri
1) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk
lokasi, durasi, frekuensi, intensitas, dan faktor
penyebab.
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
26
2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan
terutama jika tidak dapat berkomunikasi secara
efektif.
3) Berikan analgetik dengan tepat.
4) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama akan berakhir dan antisipasi
ketidaknyamanan dari prosedur.
5) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya:
relaksasi, guide, imagery,terapi musik,distraksi)
6) Tingkatkan istirahat.
7) Kurangi faktor presipitasi nyeri.
2. DX II : Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
kelemahan fisik
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
aktifitas meningkat dan kembali normal
NOC :
a. Energy conservation
b. Activity tolerance
c. Self care : ADLs
Kriteria Hasil :
1. Berpartisipasi aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan TD,
Nadi dan RR.
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
27
2. Mampu melakukan aktifitas sehari-hari (ADLs) secara
mandiri.
3. Tanda-tanda vital normal.
NIC : Activity Therapy
1) Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik
dalam merencanakan program terapi yang tepat.
2) Bantu pasien untuk mengidentifikasi aktifitas yang
mampu dilakukan.
3) Bantu pasien untuk mengidentifikasi aktifitas yang
disukai.
4) Latih mobilisasi.
5) Bantu pasien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang.
6) Bantu pasien untuk mendapatkan alat bantuan untuk
beraktifitas ( kursi roda).
3. DX III : Resiko infeksi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
infeksi tidak terjadi.
NOC :
a. Immune status
b. Knowlegde : Infection control
c. Risk control
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
28
Kriteria Hasil:
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.
2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya
infeksi.
3. Jumlah leukosit dalam batas normal
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat.
NIC : Kontrol Infeksi
1) Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
2) Pertahankan teknik isolasi.
3) Batasi pengunjung bila perlu.
4) Monitor tanda dan gejala infeksi.
5) Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kemih.
6) Kolaborasikan dengan dokter pemberian antibiotik.
4. DX IV : Distres Spiritual berhubungan dengan
keterbatasan kognitif
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
masalah distres spiritual dapat teratasi.
NOC:
a. Ansietas kematian
b. Konflict pembuatan keputusan
c. Koping ketidakefektifan
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
29
d. Distress spiritual
Kriteria Hasil :
1. Mampu mengontrol kecemasan
2. Kesehatan spiritual
3. Menunjukkan harapan arti hidup
4. Terlibat dalam lingkungan sossial
NIC : Spiritual Support
1) Gunakan komunikasi terapeutik untuk membangun
kepercayaan dan kepedulian empati.
2) Sediakan privasi dan waktu yang cukup
untukkegiatan spiritual.
3) Dorong partisipasi dalam kelompok pendukung.
4) Atur kunjungan oleh penasehat spiritual individu.
5) Mengacu pada penasehat spiritual pilihan individu.
6) Latih pasien solat dan tayamum dalam keadaan
tidur.
5. DX V : Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang
informasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
pengetahuan pasien dan keluarga tentang perawatan di
rumah teratasi.
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
30
NOC :
a. Knowledge : desease process
b. Knowledge : health behavior
Kriteria Hasil:
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang
penyakit, prognosis, dan program pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang
dijelaskan secara benar
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat
NIC : Teaching : disease Process
1) Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
pasien tentang penyakit yang spesifik.
2) Jelaskan pathofisiologi dari penyakit dan bagaimana
hal ini berhubungan dengan anatomi fisiologi
dengan cara yang tepat.
3) Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
pada penyakit, dengan cara yang tepat.
4) Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat.
5) Hindari jaminan yang kosong.
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016
31
Asuhan Keperawatan Pada..., IMAM BUKHORI Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016