BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele...

12
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam ordo Siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang sejati. Lele dicirikan dengan tubuhnya yang licin dan pipih memanjang, serta adanya sungut yang menyembul dari daerah sekitar mulutnya. Nama ilmiah Lele adalah Clarias spp. yang berasal dari bahasa Yunani "chlaros", berarti "kuat dan lincah". Dalam bahasa Inggris lele disebut dengan beberapa nama, seperti catfish, mudfish dan walking catfish. Klasifikasi ikan lele berdasarkan Saanin (1984) dalam Hilwa (2004) yaitu sebagai berikut: Gambar 2.1 Morfologi ikan Lele Lokal (Clarias batrachus) (Sumber: Lovshin, L.) Filum : Chordata Kelas : Pisces Subkelas : Teleostei Ordo : Ostarophysi Subordo : Siluroidae Famili : Clariidae Genus : Clarias 2.2 Biologi Ikan Lele Ikan lele merupakan hewan nokturnal dimana ikan ini aktif pada malam hari dalam mencari mangsa. Ikan-ikan yang termasuk ke dalam genus lele

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam ordo Siluriformes

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ikan Lele

Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam

ordo Siluriformes dan digolongkan ke dalam ikan bertulang sejati. Lele dicirikan

dengan tubuhnya yang licin dan pipih memanjang, serta adanya sungut yang

menyembul dari daerah sekitar mulutnya. Nama ilmiah Lele adalah Clarias spp.

yang berasal dari bahasa Yunani "chlaros", berarti "kuat dan lincah". Dalam

bahasa Inggris lele disebut dengan beberapa nama, seperti catfish, mudfish dan

walking catfish. Klasifikasi ikan lele berdasarkan Saanin (1984) dalam Hilwa

(2004) yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.1 Morfologi ikan Lele Lokal (Clarias batrachus)

(Sumber: Lovshin, L.)

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

Ordo : Ostarophysi

Subordo : Siluroidae

Famili : Clariidae

Genus : Clarias

2.2 Biologi Ikan Lele

Ikan lele merupakan hewan nokturnal dimana ikan ini aktif pada malam

hari dalam mencari mangsa. Ikan-ikan yang termasuk ke dalam genus lele

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam ordo Siluriformes

7

dicirikan dengan tubuhnya yang tidak memiliki sisik, berbentuk memanjang serta

licin. Ikan Lele mempunyai sirip punggung (dorsal fin) serta sirip anus (anal fin)

berukuran panjang, yang hampir menyatu dengan ekor atau sirip ekor. Ikan lele

memiliki kepala dengan bagian seperti tulang mengeras di bagian atasnya. Mata

ikan lele berukuran kecil dengan mulut di ujung moncong berukuran cukup lebar.

Dari daerah sekitar mulut menyembul empat pasang barbel (sungut peraba) yang

berfungsi sebagai sensor untuk mengenali lingkungan dan mangsa. Lele memiliki

alat pernapasan tambahan yang dinamakan Arborescent. Arborescent ini

merupakan organ pernapasan yang berasal dari busur insang yang telah

termodifikasi. Pada kedua sirip dada lele terdapat sepasang duri (patil), berupa

tulang berbentuk duri yang tajam. Pada beberapa spesies ikan lele, duri-duri patil

ini mengandung racun ringan. Hampir semua species lele hidup di perairan tawar.

Berikut kisaran parameter kualitas air untuk hidup dan pertumbuhan optimum

ikan lele menurut beberapa penelitian dalam Witjaksono (2009).

Tabel 2.1 Kualitas air optimal untuk perumbuhan lele pada beberapa penelitian

Parameter Nilai Satuan Sumber

Suhu 22-32 oC BBPBAT (2005)

Oksigen Terlarut >0,3

>0,1 mg/L

Rahman et al (1992)

BBPBAT (2005)

pH 6,5-8,5

6-9

Boyd (1990)

Wedemeyer (2001)

Amonia (NH3) 0,05-0,2

<0,1

mg/L

mg/L

Wedemeyer (2001)

Rahman et al (2001)

Alkalinitas 50-500

5-100

mg/L CaCO3

mg/L CaCO3

Wedemeyer (2001)

Boyd (1990)

(sumber : Witjaksono 2009)

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam ordo Siluriformes

8

2.3 Jenis-jenis Ikan Lele

2.3.1. Ikan lele Dumbo

Di Indonesia lele merupakan jenis ikan yang cukup populer. Lele yang

berada di Indonesia bermacam-macam jenisnya. Terutama jenis lele yang biasa

dikonsumsi seperti lele Afrika, Dumbo, dan Lokal. Lele Afrika (Clarias

gariepinus) merupakan jenis ikan lele yang berasal dari Afrika yang diimpor ke

Indonesia untuk dikawin silangkan dengan lele Lokal dan dinamakan lele Dumbo.

Gambar morfologi ikan lele Dumbo terdapat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Ikan lele Dumbo memiliki tubuh yang lebih besar 6-8 kali panjang standar

dibandingkan lele Lokal dan memiliki gen pertumbuhan yang lebih cepat. Ukuran

kepala 3-3,5 kali lebih besar. Kepala agak persegi panjang dan lancip ke garis

dorsal. Moncongnya yang bulat melebar. Mata memiliki posisi supero-lateral dan

relatif kecil. Gigi pada premaxilla dan rahang bawah kecil, halus dan diatur dalam

beberapa baris. Barbels 1/5 sampai ½ kali dari ukuran kepala dan ½ sampai 4/5

kali dari ukuran kepala ketika individu masih kecil. Sirip pektoral hanya bergerigi

dibagian luar dan tidak beracun. Jumlah gerigi semakin banyak seiring

bertumbuhnya individu. Berwarna abu ungu kemerahan dan bercorak marble.

Warnanya akan semakin pucat dan corak tampak lebih jelas apabila stress. Bagian

perut, ventral dan sirip yang berpasangan berwarna keputih-putihan. Selain itu

juga lele Dumbo dapat dibudidayakan dalam tingkat kepadatan yang tinggi,

tingkat kematangan gonad yang relatif lebih cepat dan dapat mengkonsumsi

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam ordo Siluriformes

9

banyak jenis produk samping agrikultur serta dapat mentolerir kualitas air yang

buruk.

2.3.2. Ikan lele Lokal

Lele Lokal (Clarias batrachus) atau yang sering disebut dengan “walking

catfish” ini merupakan lele habitat asli di Indonesia. Dinamakan walking catfish

karena kemampuanya untuk berjalan didaratan untuk mencari makanan atau

lingkungan yang cocok. Lele ini berjalan dengan menggunakan sirip pektoral

untuk mengangkat tubuhnya dan berjalan menyerupai ular.

Gambar 2.3 Ikan Lele Lokal (Clarias batrachus)

(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Lele Lokal memiliki tubuh yang pipih dibagian posterior. Rahang atas

yang lebih menjorok. Ujung dari sirip pectoral mengeras menyerupai duri dan

kasar dibagian sisi luar serta bergerigi dibagian ujung dalam. Duri atau sirip

pektoral mengandung racun, dan memiliki panjang 2 kali dari lebar tubuh. Genital

jantan panjang dan meruncing, serta memiliki warna hitam ke abuan walaupun

dalam keadaan stress disertai bintik putih. Lele Lokal dapat bertahan hidup

dengan berpindah tempat selama tempat itu tetap menjaga lele dalam keadaan

lembab dan basah seperti berpindah dari kolam air stagnan, rawa, sungai, atau

bahkan lahan padi yang terkena banjir. Ikan lele Lokal mampu bertahan cukup

lama di daratan karena memiliki alat bantu pernafasan berupa arborescent. Lele

Lokal memiliki tubuh paling panjang rata-rata 30cm, lele Lokal dapat

mengkonsumsi ikan kecil, moluska, invertebrata lain, detritus, bahkan gulma air

di habitat alaminya.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam ordo Siluriformes

10

2.3.3. Ikan lele Sangkuriang

Lele Dumbo yang ada di Indonesia mengalami penurunan kualitas

diakibatkan sering terjadinya perkawinan satu keturunan (inbreeding). Untuk itu

Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) memutuskan untuk

melakukan pemurnian kembali. Betina keturunan kedua lele Dumbo asli dari

Afrika Selatan (F2) dikawinkan dengan pejantan keturunan keenam yang Lokal

(F6). Dari proses pemurnian Back cross ini anakan yang dihasilkan kemudian

dinamakan Lele Sangkuriang. Melihat hal diatas bahwa lele Sangkuriang adalah

lele Dumbo hasil pemuliaan atau peremajaan.

Gambar 2.4 Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus)

(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Secara garis besar ikan lele Sangkuriang memiliki tingkat pertumbuhan

dan kualitas dan kuantitas fekunditas yang lebih baik dibanding dengan lele

Dumbo sebelumnya. Lele Sangkuriang memiliki fekunditas 33.33% lebih tinggi

dibandingkan lele Dumbo dan umur pertama matang gonad yang lebih tua. Pada

pemeliharaan umur 5-26 hari ikan ini menghasilkan laju pertumbuhan harian

43.57% lebih tinggi dibandingkan lele Dumbo sedangkan pada pemeliharaan

umur 26-40 hari 14.61% lebih tinggi. Pada pembesaran calon tetua tingkat

pertama dan kedua, lele Sangkuriang menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih

tinggi dibandingkan lele Dumbo yaitu 11.36% dan 16.44%. sedangkan pada

pembesaran kelas konsumsi, konversi pakan pada lele Sangkuriang mencapai 0.8

dibandingkan lele Dumbo yang mencapai >1 (Sunarma et al. dalam Hilwa 2004).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam ordo Siluriformes

11

2.3.4. Ikan Lele Albino

Lele Albino merupakan lele jenis apa saja yang memiliki gen resesif dari

parental, tercermin dari warnanya yang putih akibat gen yang tidak dapat

membentuk pigmen melanin. Biasanya ikan lele Albino ini dipertahankan dan

diperbanyak oleh beberapa pembudidaya karena tergolong ikan lele hias serta

memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan ikan lele konsumsi pada

umumnya.

Gambar 2.5 Ikan lele Albino

(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Kulitnya berwarna merah keputihan dan ada bercak hitam. Memiliki sirip

mengeras pektoral yang tumpul dan tidak berbisa.

2.4 Hubungan Kekerabatan Genetik

Setiap populasi di alam akan memberikan respon yang berbeda terhadap

lingkungan yang berdampak pada terjadinya perbedaan bentuk, sifat, dan karakter

mahluk hidup satu spesies di tempat yang berbeda. Sifat-sifat yang muncul ini

yang digunakan untuk mempelajari hubungan kekerabatan.

Pendekatan morfologi merupakan sifat yang paling sering digunakan

dalam mempelajari hubungan kekerabatan pada suatu populasi atau spesies

(Rafsanjani 2011). Kelemahan dari pendekatan secara morfologi adalah tingkat

subjektifitas sangat tinggi, dan kondisi lingkungan yang harus selalu dijaga (Hu

dan Quiros 1991 dalam Rafsanjani 2011). Pendekatan lain yang sering digunakan

berupa isoenzim dan enzym. Isoenzim dapat membentuk lokus-lokus yang pada

gel yang merupakan hasil dari elektroforesisi protein (Abdelhamid, 1988; Rognon

et al. 1996; Agnese et al. 1997).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam ordo Siluriformes

12

Beeching et al (1993) mengemukakan bahwa setiap makhluk hidup

memiliki DNA sumber informasi dan selalu konsisten pada setiap sel di jaringan

tubuh. DNA tidak terpengaruhi oleh lingkungan luar. Urutan DNA menunjukan

variasi yang lebih tinggi dibandingkan asam amino dalam enzim oleh karena itu

DNA merupakan sumber polimorfisme yang baik dan sangat potensial. Hal

tersebut menjadikan keunggulan untuk DNA dalam menganalisis hubungan

kekerabatan genetik.

2.5 Tinjauan Umum Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR)

2.5.1 Teknik PCR

Menurut Erlich (1989), PCR adalah suatu teknik yang sangat tepat dan

teknik yang paling sering digunakan untuk biologi molekuler karena mudah,

cepat, dan murah. Teknik amplifikasi DNA dari sumber DNA yang terbatas dan

kualitas DNA yang rendah dapat dilakukan. DNA yang dihasilkan merupakan

DNA yang spesifik dari sejumlah kecil gen-gen yang berbeda. DNA diambil dari

sampel ikan Lele yang akan diteliti, penambahan primer RAPD dilakukan sebagai

penanda genetik pada PCR. Hasil yang dikeluarkan berupa pita-pita DNA ikan

Lele yang sudah diperbanyak dengan urutan sesuai dengan primer yang diberikan.

Pita-pita DNA tersebut yang akan dianalisisis untuk diketahui kekerabatanya.

Pada proses amplifikasi DNA oleh PCR diperlukan enzim yang

dinamakan dengan “taq polymerase”. Enzim ini diisolasi dari bakteri Thermus

aquaticus yang hidup pada kolam – kolam air panas (Erlich 1989). Menurut

Weaver (2004) enzim tersebut adalah enzim yang sangat stabil pada suhu rendah

maupun suhu tinggi, sehingga pada proses PCR tidak diperlukan penambahan

enzim baru untuk setiap perubahan suhu.

2.5.2 Prinsip Kerja PCR

Proses PCR terbagi dalam tiga tahapan, yaitu tahap denaturasi DNA

(denaturing), tahap penempelan primer pada DPA (annealing) dan tahap

pemanjangan (elongation). Tahap-tahap tersebut yang terjadi selama proses

amplifikasi DNA berlangsung pada PCR. Tahap pertama pada PCR adalah

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam ordo Siluriformes

13

denaturasi DNA (denaturing), pada tahap pertama DNA diberikan kondisi tinggi

berkisar antara 93oC-100

oC. tahap denaturasi bertujuan untuk mengubah sifat

DNA yang disebabkan suhu tinggi. Perubahan sifat DNA terlihat pada lepasnya

rantai ganda DNA menjadi single helix (Dunham 2004).

Tahap kedua adalah annealing atau penempelan primer pada rantai DNA.

Primer akan menempel pada masing-masing DNA yang berpisah. Letak

menempelnya primer akan spesifik sesuai dengan urutan basa pada primer dan

urutan basa pada DNA. Tahap penempelan primer pada DNA bekerja pada

kisaran suhu 37oC - 63

oC. spesifitas penempelan primer pada rantai DNA

bergantung pada suhu yang digunakan. Suhu optimal untuk proses penempelan

primer berkisar 3oC - 5

oC di bawah melting temperature (Tm) atau suhu lebur dari

primer yang digunakan. Semakin tinggi suhu yang digunakan spesifitas akan

semakin tinggi, namun amplifikasi akan lebih efisien jika proses penempelan

dilakukan pada suhu lebih rendah dari suhu Tm (Dunham 2004).

Tahap ketiga adalah tahap pemanjangan primer (elongation) dengan

bantuan enzim taq polymerase dan campuran deoxyribonucleoside triphospate

(dNTP). Pemanjangan primer dilakukan pada suhu 72oC (Dunham 2004).

Nukleotida bebas digunakan untuk menjadi bahan dasar pemanjangan primer,

nukleotida akan dipasangkan pada urutan basa yang sesuai dengan yang

dibutuhkan pada pemanjangan primer. Enzim taq polymerase berfungsi sebagai

perangkai dan penempel nukleotida pada primer.

Setelah selesai tahap pemanjangan DNA, proses PCR diulang dari tahap

awal denaturing – annealing – elongation, tiga tahapan tersebut biasanya disebut

dengan 1 siklus. Pada proses PCR umumnya dilakukan lebih dari 1 siklus untuk

menghasilkan fragmen DNA spesifik yang banyak.

2.6 Penanda Genetik

Suatu penanda adalah karakter atau sifat yang diturunkan atau diwariskan

pada keturunannya dan dapat berasosiasi maupun berkorelasi dengan genotip

tertentu dan dapat digunakan untuk mengkarakterisasi atau mendeteksi suatu

genotip tertentu (Rafsanjani 2011). Penanda genetik dapat diwariskan secara tegas

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam ordo Siluriformes

14

pada keturunanya dan terpaut dengan sifat yang dikehendaki. Pada perkembangan

penanda genetik dapat dikelompokan sebagai penanda sitology, penanda

morfologi, dan penanda molekuler. Penanda molekuler dikelompokan kembali

menjadi dua bagian penanda isoenzim dan penanda molekuler (Mulyani 2003

dalam Rafsanjani 2011).

Penanda morfologi merupakan penanda yang mengacu pada karakter

morfologi yang terlihat secara jelas pada individu dan diturunkan mengikuti

hukum Mendel (Liu 1998). Setiap individu mempunyai gen-gen yang khas yang

diekspresikan menjadi morfologi individu tersebut. Penampakan morfologi dapat

dikaitkan dengan gen-gen yang spesifik dan penanda genetik dalam kromosom.

Penampakan morfologi mudah diamati dan sejak jaman dahulu dijadikan sebagai

penanda genetik untuk melihat kekerabatan. Penanda morfologi mempunyai

kelemahan dalam mengidentifikasi keanekaragaman subjektifitas pada penanda

morfologi sangat tinggi, tidak efektif, sulit dan rentan dengan kondisi lingkungan

(Mulyani 2003 dalam Rafsanjani 2011).

Penanda protein merupakan penanda genetik pada tingkat protein, teknik

yang sering digunakan adalah isoenzim. Setiap gen-gen pada DNA menghasilkan

protein yang spesifik dengan komposisi asam amino yang spesifik dengan melihat

protein yang dihasilkan maka dapat terpetakan gen yang terdapat pada kromosom.

Elektroforesis digunakan untuk melihat pita protein berdasarkan muatan dan jenis

protein. Kelemahan analisis keragaman menggunakan isoenzim adalah jumlah

lokus penanda ini terbatas dan tidak terdapat pada semua jaringan, serta

tergantung pada tahap perkembangan organisme yang bersangkutan (Liu 1998).

Perkembangan teknologi biologi molekuler menghasilkan metode penanda

genetik yang lebih efisien dan lebih cepat. Penanda genetik molekuler DNA.

Secara garis besar tidak berbeda dengan penanda genetik lainya. Keunggulan dari

penanda molekuler DNA menurut Liu (1998) dapat dikembangkan dengan cepat

dan dalam jumlah yang lebih banyak. DNA pada setiap sel individu sama dan

konsisten, maka pengambilan sampel DNA dapat dilakukan pada setiap bagian

tubuh individu. DNA tidak terpengaruh dengan lingkungan dan umur atau tingkat

perkembangan individu tidak berpengaruh terhadap DNA. Analisis dapat

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam ordo Siluriformes

15

dilakukan setiap saat tidak bergantung pada waktu. Dibandingkan dengan penanda

morfologi teknik penanda molekuler DNA lebih mudah dan murah.

Penanda DNA adalah sebagian kecil daerah yang khas pada DNA yang

menunjukan pita polimorfisme yang berbeda ada masing-masing individu dalam

satu spesies (Liu 1998). Pita dapat dideteksi melalui dua pendekatan, yaitu

hibridisasi asam nukleat contohnya RFLP atau melalui amplifikasi segmen DNA

dengan berbasis PCR (mikrosatelit, AFLP, dan RAPD) Erlich (1989).

2.7 Metode Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD)

Penanda genetik molekuler berupa penanda DNA sudah banyak dilakukan

untuk mempelajari hubungan kekerabatan mahluk hidup. Metode untuk

menganalisis penanda DNA semakin berkembang dan semakin efisiem dalam

penggunaan dan biaya. Metode dengan biaya yang efisien dengan hasil yang

akurat merupakan metode yang dicari.

Salah satu teknik pendekatan untuk mendeteksi adanya polimorfisme pada

DNA dapat dilakukan dengan metode Random Amplified Polymorphic DNA

(RAPD). Penanda RAPD menggunakan primer pendek (8-12 pasangan basa (bp)

berupa oligonukleotida acak (Liu dan Dunham, 1998a; Liu et al, 1998a, 1999b).

penanda RAPD sangat berguna untuk menentukan hubungan genetik, dan

konstruksi peta hubungan genetik. (Grattapaglia dan Sederoff, 1994; Liu dan

Dunham, 1998a,b).

Buwono (2004) menyebutkan setiap primer membuat pola satu amplifikasi

yang dipisahkan pada gel agarose dan divisualisasikan dengan pewarnaan

ethidium bromide. Pita-pita yang muncul pada gel agarose merupakan DNA

genom hasil amplikasi oleh primer RAPD. Setiap pola pita merupakan karakter

informatif untuk hubungan kekerabatan genetik. Penanda RAPD diungkapkan dan

mencetak sebagai alel dominan. Amplifikasi DNA dinilai berdasarkan ukuran dan

kemunculan pita pada gel agarose. Polimorfisme terjadi ketika sebuah pita muncul

dalam satu jenis orangtua dan tidak ada dalam yang lain. Bahkan jika sebuah pita

homolog ada pada orangtua yang lain, dimunculkan sebagai sebuah pita dengan

ukuran yang berbeda, itu akan mencetak hasil sebagai penanda yang berbeda

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam ordo Siluriformes

16

meskipun sebenarnya merupakan lokus sama atau umum yang berlokasi sama dari

urutan DNA. Secara teknis, RAPD bukan gen atau alel karena RAPD bukan kode

untuk menghasilkan produk gen. Kerugian potensial untuk analisis RAPD adalah

bahwa ini pola pita dominan gagal untuk membedakan antara heterozigot dan

homozigot individu (Dunham 2004).

2.8 Analisis Polimorfisme Untuk Mendeteksi Potensial Inbreeding

Inbreeding adalah reproduksi dari perkawinan dua induk genetik terkait

kuat (Arthur et al. 2005). Inbreeding menghasilkan homozigositas yang tinggi,

yang dapat meningkatkan kemungkinan keturunan yang dipengaruhi oleh sifat

resesif. Kejadian ini umumnya mengarah pada penurunan variasi genetik ovulasi,

yang disebut depresi inbreeding (Arthur et al. 2005). Pertemuan gen-gen resesif

pada induk yang berdekatan akan diturunkan pada keturunanya yang dapat

mengurangi kualitas genotip yang berpengaruh pada fenotip. Pengurangan

kualitas genotip suatu individu menyebabkan penurunan kualitas genotip suatu

populasi. Damayanti (2007) dalam Rafsanjani (2011) menyebutkan suatu populasi

dengan keragaman genetik yang rendah dapat diumpamakan sebagai suatu

populasi dengan individu yang saling bersaudara satu sama lainya. Sehingga

dalam jangka panjang perkawinan yang akan terjadi di dalam kelompok tersebut

akan merupakan perkawinan antara saudara atau Inbreeding yang akan

menyebabkan penurunan kualitas reproduksi dan menyebabkan suatu individu

menjadi sensitif terhadap pathogen. Oleh karena itu, inbreeding harus dicegah.

Pencegahan inbreeding dapat dilakukan dengan mengetahui informasi

genetik individu dari suatu populasi. Informasi genetik individu dapat digunakan

sebagai bahan untuk diteliti. Perkembangan teknik molekuler seperti penemuan

teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) yang mampu mengamplifikasi untai

DNA hingga mencapai konsentrasi tertentu dan penemuan metode sequencing

DNA dapat digunakan untuk meneliti informasi pada individu dan populasi.

Penggunaan metode RAPD PCR dapat menghasilkan hasil analisa genetik yang

lebih cepat dan lebih akurat untuk menentukan hubungan kekerabatan pada

individu.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Lele Ikan Lele adalah salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk ke dalam ordo Siluriformes

17

Pita-pita pada gel agarose yang merupakan hasil amplifikasi DNA genom,

Pola-pola pita tersebut dapat dikelompokan menjadi dua kategori yaitu pita

polimorfik dan pita monomorfik. Pita polimorfik adalah gambaran pita DNA yang

muncul pada ukuran tertentu, tetapi pada sampel lain tidak ditemukan pita DNA

pada ukuran tersebut. Pita monomorfik adalah pita yang terdapat pada beberapa

sampel hingga tidak memiliki variasi (Williams dan Ronald 1990).

Hubungan setiap sampel DNA kemudian ditentukan dengan menghitung

indeks kesamaan berdasarkan data numerik larik yang teramplifikasi. Indeks

kesamaan ini dihitung dengan menggunakan program NTSYS (Numerical

Taxonomy and Multivariate Analysis System). NTSYS dapat digunakan untuk

menemukan pola struktur dari data yang beragam dari data sampel yang

dihasilkan dari 1 atau lebih populasi. Kekerabatan diantara strain ikan Lele

dianalisis dengan menggunakan jarak genetik berdasar program UPGMA

(Unweighted Pair Group Method Using Arithmetic Average). Data yang

dihasilkan dari penggunaan program tersebut berupa konstruksi pohon filogeni

yang disajikan dalam bentuk fenogram (Buwono 2011).

Tujuan akhir pencegahan inbreeding adalah untuk pemuliaan mahluk

hidup guna keperluan manusia. Pencegahan inbreeding menjadikan kekerabatan

hayati menjadi sangat tinggi pada suatu populasi berdampak positif terhadap

kualitas genetik populasi. Rifai et al (1994) dalam Rafsanjani (2011)

menyebutkan pentingnya pemuliaan mahluk hidup berguna untuk keperluan

pembudidayaan oleh manusia, karena itu upaya memahami dan mempertahankan

keragaman genetik suatu populasi sangat penting dalam konservasi karena

keragaman genetik yang tinggi akan sangat membantu suatu populasi beradaptasi

terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya, termasuk

mampu beradaptasi terhadap penyakit-penyakit yang ada di alam.