BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/998/5/BAB II.pdf · saluran kemih atas....
Embed Size (px)
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/998/5/BAB II.pdf · saluran kemih atas....

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit BPH
1. Pengertian
Kelenjar prostat adalah suatu jaringan fibromuskular dan kelenjar
granular yang melingkari uretra bagian proksimal, yang terdiri dari
kelenjar majemuk, saluran-saluran dan otot polos terletak di bawah
kandung kemih dan melekat pada dinding kandung kemih dengan
ukuran panjang 3-4 cm dan lebar 4,4 cm tebal 2,6 dan sebesar biji
kenari, pembesaran pada prostat akan membendung uretra dan dapat
menyebabkan retensi urin. Kelenjar prostat terdiri dari lobus posterior
lateral, anterior dan lobus medial, kelenjar prostat berguna untuk
melindungi spermatozoa tehadap tekanan yang ada uretra dan vagina,
serta menambah cairan alkalis pada caran seminalis (Haryono,
2013:113).
Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang
terlihat persis di inferior dari kandung kencing. Berat prostat
normalnya kurang lebih 20 gr, di dalamnya berjalan uretra posterior
kurang lebih 2,5 cm (Haryono, 2013:113).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum
pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat
obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, 2000
dalam Haryono, 2013).

6
2. Etiologi
Menurut (Haryono, 2013:114) penyebab pasti terjadinya BPH sampai
sekarang belum diketahui. Namun kelenjar prostat jelas sangat
tergantung pada hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya
dengan BPH adalah proses penuaan, ada beberapa faktor yang
memungkinkan menjadi penyebab antara lain:
a. Dehidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa redukase dan reseptor androgen akan
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami
hiperplasi.
b. Perubahan keseimbangan hormon estrogen – testosteron
Pada proses penuaan yang dialami pria terjadi peningkatan
hormon estrogen dan penurunan testosterone yang mengkibatkan
hiperlasia stroma.
c. Interaksi stroma – epitel
Peningkatan epidermal growth faktor atau fibroblast growth
faktor dan penurunan transforming growth faktor beta
menyebabkan hiperlpasia stroma dan epitel.
d. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkatkan menyebabkan peningkatan yang
lama hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
e. Teori kebangkitan kembali (reawakening) atau reinduksi dari
kemampuan mesenkim sinus uregenital untuk berproliferasi dan
membentuk jaringan prostat.
3. Patofisiologi
Menurut Masjoer Arif (2000) didalam Haryono (2013:115),
pembesaran prostat terjadi secara perlahan–lahan pada traktus
urinarius. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi
perubahan fisiologi yang mengakibatkan resistensi uretra daerah
prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi

7
dengan lebih kuat. Sebagai akibatnya, serat detrusor akan menjadi
lebih tebal dan penonjolan serat detrusor kedalam mukosa buli-buli
akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika
dilihat dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesikula dapat
menerobos keluar diantara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan
mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut
diverkel.
Fase penembalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila
berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi
retensi urin total yang berlanjut pada hidrinefrosis dan disfungsi
saluran kemih atas.
(Gambar 2.1 Benigna Prostat Hiperplasia)
(Sumber: Haryono, 2013).

8
(Patway 2.2 Benigna Prostat Hiperlasia)
Peningkatan sel sterm proses menua interaksi sel epitel dan stroma
Berkurangnya sel yang mati Peningkatan 5 Alfa reduktase
reseptor androgen
Ketidakseimbangan hormon
( Estrogen dan Testosteron )
Penyempitan Lumen Ureter Prostatika
Menghambat Aliran Urina
Retensi urina Peningkatan tekanan intra vesikal
Hidro Ureter Hiperiritabel pada bladder
Hidronefritis Peningkatan kontraksi otot detrusor dari buli-buli
Penurunan Fungsi Ginjal Hipertropi otot detrusor,trabekulasi
Terbentuknya sekula-sekula dan di ventrikel buli-buli
Frekuensi Intermiten Disuria Urgensi Hesistensi Terminal dribbling (Sumber: Purwanto, 2016:121)
Hiperplasia pada epitel dan stroma pada kelenjar prostat

9
4. Manifestasi Klinis
Menurut (Haryono, 2013:116), gejala-gejala pembesaran prostat jinak
dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) yang
dibedakan menjadi:
a. Gejala Obstruktif, yaitu:
1) Hesistansi yaitu memulai kecing yang lama dan sering kali
disertai dengan mengejan yang disebabkan oleh otot
detrusor buli-buli memerlukan waktu beberapa lama untuk
meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi tekanan
dalam uretra prostatika.
2) Intermintensi yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang
disebabkan oleh ketidakmampuan otot destrusor dalam
mempertahankan tekanan intravesikal sampai berakhirnya
miksi.
3) Terminal dribbling, yaitu menetesnya urin pada akhir
kencing.
4) Pancaran lemah, yaitu kelemahan kekuatan dan kaliber
pancaran detrusor memerlukan waktu untuk dapat
melampaui tekanan di uretra.
5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil
b. Gejala Iritasi:
1) Urgensi yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit
ditahan.
2) Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya
dapat terjadi pada malam hari (nokturia) dan pada siang
hari.
3) Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.
5. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Haryono (2013:116), pemeriksaan penunjang yang dilakukan:

10
a. Pemeriksaan colok dubur dapat diberikan kesan keadaan tonus
spingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti bejolan dalam
rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur dapat
diperhatikan konsistensi prostat, adakah asimetri, adakah nodul
pada prostat, apakah batas atas dapat diraba, derajat berat obsrtuksi
dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urin setelah miksi
spontan. Sisa miksi ditentukan dengan mengukur urin yang masih
dapat keluar dengan keteterisasi, sisa urin dapat pula diketahui
dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan yang di lakukan adalah analisis urin dan pemeriksaan
mikroskopik urin, elektrolit, kadar ureum kreatinin, bila perlu
pemeriksaan Prostat Spesific Antigen (PSA) untuk dasar penentuan
biopsi.
c. Pemeriksaan Radiologi
1) Pemeriksaan radiologi yang dilakukan adalah foto polos
abdomen untuk melihat di daerah abdomen dan melihat daerah
gastrointestinal.
2) BNO-IVP foto didaerah abdomen untuk melihat traktus
urinaria dari nier (ginjal) hingga blass ( kandung kemih).
3) Cystoscopy/ Cytografi dilakukan apabila pada anamnesis
ditemukan hematuria atau pada pemeriksaan urin ditemukan
mikrohematuria, pemeriksaan ini dapat memberi gambaran
kemungkinan tumor di dalam kandung kemih atau sumber
perdarahan dari atas apabila darah datang dari muara ureter di
dalam vesika. Selain itu sitoskopi juga dapat memberi
keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang
uretra pars prostatika dan melihat penonjolan prostat kedalam
uretra.
d. Ultrasonografi (USG) digunakan untuk memeriksa konsistensi,
volume dan besar prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual

11
urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretal
dan suprapubik.
6. Penatalaksaan
Menurut Rosdahl & Kowalski (2017), penatalaksanaan yang di
lakukan yaitu:
a. Pre- operasi
1) Premedikasi
Adalah pemberian obat-obatan sebelum anastesi, untuk
mendapatkan kondisi yang diharapkan oleh anestesiologis
(pasien tenang, hemodinamik stabil, post anastesi baik,
anastesi lancar). Diberikan pada malam sebelum operasi dan
beberapa jam sebelum anastesi 1-2 jam.
2) Tindakan umum
a) Memeriksa catatan klien dan program pre-operasi.
b) Klien di jadwalkan untuk berpuasa kurang lebih selama 8
jam sebelum dilakukan pembedahan.
c) Memastikan klien sudah menandatangani lembar
persetujuan bedah.
d) Memeriksa riwayat medis untuk mengetahui obat-obatan,
pernafasan dan jantung.
e) Memeriksa hasil catatan medis klien seperti hasil
laboratorium, EKG (elektrokardiogram) dan rontgen dada
f) Memastikan klien tidak memiliki alergi obat.
3) Sesaat sebelum operasi
a) Memeriksa klien apakah sudah menggunakan
identitasnya.
b) Memeriksa tanda-tanda vital meliputi suhu, nadi,
pernafasan tekanan darah.
c) Menyediakan stok darah klien pada saat persiapan untuk
pembedahan.

12
d) Klien melepaskan semua pakaian sebelum menjalanin
pembedahan, dan klien menggunakan baju operasi.
e) Semua perhiasan, benda-benda berharga gigi palsu, jepit
rambut lensa kontak, alat bantu pendengaran dan
kacamata harus dilepas.
f) Membantu klien berkemih sebelum pergi keruang operasi.
g) Membantu klien untuk menggunakan topi operasi.
h) Memastikan semua catatan pre-operasi sudah lengkap dan
sesuai dengan keadaan klien.
b. Intra operasi di lakukan di ruang operasi
c. Post operasi
1) Setelah dilakukan pembedahan klien akan di pantau di
PACU untuk memantau tanda- tanda vitalnya, sampai ia
pulih dari anastesi dan bersih secara medis untuk
meninggalkan unit. Dilakukan pemantauan spesifik
termasuk ABC yaitu airway, breathing, circulation.
Tindakan dilakukan untuk upaya pencegahan post-operasi,
ditakutkan ada tanda-tanda syok seperti hipotensi, takikardi,
gelisah, susah bernafas, sianosis, SpO2 rendah.
2) Membantu klien dalam latihan post-operasi yaitu
membebat insisi berguna untuk meredekan tekanan garis
jahitan abdomen untuk meredakan nyeri. Teknik ini
membantu membuat batuk atau pernafasan dalam menjadi
lebih nyaman dan meningkatkan oksigenasi lebih baik.
3) Latihan tungkai (ROM).
4) Memberikan tindakan dukungan tambahan yaitu
memberikan nutrsi yang adekuat, untuk membentuk
kembali jaringan setelah trauma pembedahan, klien
memerlukan nutrisi yang lebih dari kebutuhan tubuh
normal, tinggi protein diperlukan untuk membentuk
kembali jaringan yang terluka dan mempercepat proses
penyembuhan luka operasi.

13
5) Irigasi luka harus dengan teknik steril atau teknik bersih.
Pengantian balutan harus dengan teknik aseptik.
B. Konsep Kebutuhan Dasar
Menurut Mubarok & Cahyatin (2008), teori Abraham Maslow yaitu
pertama kebutuhan fisiologis (oksigen, makan, minum, eliminasi, tidur dan
seks), kebutuhan keselamatan dan rasa aman, kebutuhan rasa cinta,
memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi diri.
Menurut Kasiati & Rosmalawati (2016:5), kebutuhan yang terganggu
untuk pasien BPH yaitu kebutuhan fisiologis makan, minum, eliminasi,
dan tidur yaitu: kebutuhan fisiologis, merupakan kebutuhan paling dasar
dan memiliki prioritas tertinggi dalam kebutuhan Maslow, kebutuhan
fisiologis merupakan hal yang mutlak harus terpenuhi oleh manusia untuk
bertahan hidup.
Pada pasien BPH mengalami masalah dalam pemenuhan kebutuhan, cairan
(minuman) pasien post-operasi BPH akan sedikit mengkonsumsi cairan
atau minuman dikarenakan mereka takut saat buang air kecil nanti akan
sakit atau nyeri sehingga mereka membatasi minumnya agar tidak buang
air kecil. Pola nutrisi (makanan) pada pasien post-operasi harus
mengkonsumsi makanan tinggi protein contohnya ikan dan telur. Pada
pasien BPH gangguan eliminasi akan diakibatkan oleh pembesaran
kelenjar prostat sehingga ureter terjepit oleh kelenjar prostat yang
membesar akibatnya urin sulit keluar, dan mengalami masalah gangguan
eliminasi urin.
C. Konsep Asuhan Keperawatan BPH
Fase pre-operasi dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika
keputusan untuk intervensi bedah di buat dan berakhir ketika pasien di
kirim ke meja operasi. Lingkup aktifitas keperawatan selama waktu
tersebut dapat mencangkup penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan

14
klinik atau di rumah, menjalani wawancara pra-operasi, dan menyiapkan
pasien untuk anastesi yang diberikan dan pembedahan (Brunner &
Suddart, 2002:426).
Menurut Rosdahl & Kowalski (2017), post-operasi adalah setelah
pembedahan (pemulihan dari pembedahan). Komplikasi post-operasi
menurut Rosdahl & Kowalski (2017):
a. Hemoragi
Terkadang terjadi post-operasi, oleh karena itu inspeksi balutan luka
klien dengan sering.
b. Mual
Jika klien mengeluh mual, berikan obat yang telah di programkan untuk
mencegah emesis.
c. Konstipasi
Gangguan diet normal dan jadwal eliminasi, obat pengering, obat nyeri,
dan kelambatan peristaltik menyebabkan konstipasi.
Menurut Purwanto (2016), untuk menegakan diagnosa BPH dilakukan
beberapa cara antara lain:
1. Pengkajian
Anamnesis yang dilakukan dengan cara menanyakan kumpulan gejala
pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symtom)
antara lain: hesistensi, pancaran urin lemah, intermitensi, terminal
dribbling, terasa ada sisa setelah miksi disebut gejala obstruksi dan
gejala iritatif dapat berupa urgensi, frekuensi dan disuria.
Pemeriksaan Fisik dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi
dan suhu. Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi
urin akut, dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis
sampai syok-septik.

15
Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan teknik bimanual untuk
mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis, pada daerah
supra simfiser pada keadaan retensi akan menonjol, pada saat di
palpasi terasa adanya ballotemen dan klien akan terasa menonjol, saat
palpasi terasa ingin miksi, perkusi dilakukan untuk mengetahui ada
atau tidaknya residual urin.
Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus,
striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis. Pemeriksaan
skrotum untuk menentukan adanya epididimitis.
Recktal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan
konsistensi sistem persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.
Dengan rectal tocher dapat diketahui derajat dari BPH yaitu: derajat 1
beratnya kurang lebih 20 gram, derajat 2 beratnya kurang lebih 20 –
40 gram, derajat 3 beratnya lebih dari 40 gram.
2. Diagnosa keperawatan BPH
Menurut Purwanto (2016), diagnosa keperawatan yang mungkin timbul
adalah sebagai berikut :
a. Pre – operasi
1) Retensi urin berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran
prostat, dekompensasi otot detrusor dan ketidakmampuan kandung
kemih untuk berkontraksi secara adekuat.
2) Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa buli-buli, distensi
kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
3) Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur
pembedahan mayor
4) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau
menghadapi prosedur pembedahan
5) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.

16
6) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan iritasi kandung kemih
7) Inkontinensia urin refleks berhubungan dengan kerusakan induksi
implus diatas arkus refleks
8) Inkontinensia urin stress berhubungan dengan kelemahan instrinsik
uretra, kekurangan estrogen, peningkatan tekanan intra abdomen
b. Post – operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi
sekunder pada TURP
2) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur kriteria: alat selama
pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering
3) Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
4) Risiko disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan
impoten akibat dari TURP
5) Defisit pengetahuan: tentang TURP berhubungan dengan kurang
informasi
6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri sebagai efek
pembedahan
3. Perencanaan Rencana keperawatan Pre- operasi
Rencana asuhan keperawatan pasien dengan pre-operasi BPH terdapat
pada tabel berikut:
Tabel 2.1
Rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan Pre-operasi BPH
No. Diagnosa Keperawatan
Tujuan Rencana Tindakan Keperawatan
1 2 3 4 1. Retensi urin
berhubungan dengan obstruksi mekanik, pembesaran prostat, dekompensasi otot detrusor dan
Eliminasi urin Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien dengan kriteria hasil: berkemih dalam
Perawatan Selang: Kateter 1. Dorong pasien
untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan

17
1 2 3 4 dan
ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi secara adekuat
jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih
2. Observasi aliran urin, perhatikan ukuran kekuatan pancaran urin Awasi dan catat waktu sewaktu serta jumlah setiap kali berkemih
3. Berikan cairan sampai 3000 ml dalam sehari toleransi jantung
4. Berikan obat sesuai indikasi
2.
Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa buli-buli, distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria
Kontrol Nyeri Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan nyeri hilang atau terkontrol dengan kriteria hasil: 1. Klien
melaporkan nyeri hilang/ terkontrol, menunjukan keterampilan relaksasi dan aktifitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat
Manajemen Nyeri 1. Kaji nyeri,
perhatikan lokasi, intensitas (skala 0-10)
2. Pertahankan patensi kateter dan sistem darinase, pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan
3. Pertahankan tirah baring
4. Berikan kenyamanan (sentuhan terapuetik, pengubahan posisi, pijatan punggung)
5. Berikan lampu penghangat bila diindikasikan
6. Kolaborasi dalam pemberian antispamodik

18
1 2 3 4 3 Resiko
ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan prosedur pembedahan mayor
Keseimbangan Cairan Hidrasi Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara dengan kriteria hasil : 1. Mempertahankan
hidrasi adekuat dengan: tanda-tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisian perifer baik, kriteria lembab dan keluaran urin tepat
Monitor Cairan 1. Awasi keluaran
tiap jam bila diindikasikan
2. Perhatikan keluaran100-200 ml
3. Pantau masukan dan haluan cairan
4. Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningktan nadi dan pernafasan, penurunan tekanan darah, diaphoresis, pucat
5. Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi
6. Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan labolatorium sesuai indikasi
4 Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi prosedur pembedahan
Tingkat Kecemasan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam Pasien tampak rileks dengan kriteria hasil: 1. Menyatakan
pengetahuan akurat tentang situasi, menunjukan rentang yang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut
Pengurangan Kecemasan 1. Dampingi klien
dan bina hubungan saling percaya
2. Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan
3. Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah atau perasaan

19
1 2 3 4 5 Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
Pengetahuan: Proses Penyakit Setelah dilakukan asuha keperawatan selama 3x24 jam pemahaman tentang proses penyakit dan prognosisnya dengan kriteria hasil: 1. Melakukan
perubahan pola hidup/perilaku dalam pengobatan
Pengajaran Preoperatif 1. Dorong pasien
menyatakan rasa takut perasaan dan perhatian
2. Kaji ulang proses penyakit pengalaman pasien
6 Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan iritasi kandung kemih
Eliminasi Urin Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam dapat melakukan pembuangan urin dengan kriteria hasil: 1. Warna urin tidak
pekat 2. Dapat
mengosongkan kandung kemih
3. Tidak ada darah dalam urin
4. Tidak terjadi retensi urin
Manajemen Eliminasi Perkemihan 1. Monitor eliminasi
urin termasuk frekunsi, konsistensi, bau, volume dan warna
2. Pantau tanda-tanda gejala retensi urin
3. Anjurkan pasien untuk mengosongkan kandung kemih sebelum prosedur
4. Catat waktu berkemih pertama setelah prosedur
7 Inkontinensia urin refleks berhubungan dengan kerusakan induksi implus diatas arkus refleks
Kontinensia Urin Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam dapat mengendalikan untuk berkemih dengan kriteria hasil: 1. Dapat mengenali
keinginan untuk
Perawatan Inkontinensia Urin 1. Identifikasi faktor
apa saja yang menyebabkan inkotinensia urin
2. Jelaskan penyebab terjadinya

20
1 2 3 4 berkemih, dapat
mengosongkan kandung kemih
inkontinensia urin
3. Monitor eliminasi urin
4. Batasi makanan yang mengiritasi kandung kemih
8 Inkontinensia urin stress berhubungan dengan kelemahan instrinsik uretra, kekurangan estrogen, peningkatan tekanan intrabdomen
Kontinensia Urin Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam dapat mengendalikan untuk berkemih dengan kriteria hasil: 1. Dapat mengenali
keinginan untuk berkemih
2. Dapat mengosongkan kandung kemih
Latihan Otot Pelvis 1. Kaji kemampuan
urgensi berkemih pasien
2. Instruksikan pasien menahan otot-otot sekitar uretra dan anus, kemudian relaksasi menahan buang air kecil,
3. Informasikan pasien bahwa latihan ini akan efektif jika dilakukan selama 6-12 minggu
Perawatan Inkontinensia Urin 1. Identifikasi faktor
apa saja yang menyebabkan inkotinensia urin
2. Jelaskan penyebab terjadinya inkontinensia urin

21
Rencana keperawatan Post- operasi
Rencana asuhan keperawatan pasien dengan post-operasi BPH terdapat
pada tabel berikut :
Tabel 2.2
Rencana asuhan keperawatan pada pasien dengan Post-operasi BPH
No. Diagnosa keperawatan
Tujuan Rencana Tindakan Keperawatan
1 2 3 4 1.
Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder pada TURP
Kontrol Nyeri 1. Klien
mengatakan nyeri berkurang/ hilang
2. Ekspresi wajah klien tenang
3. Klien menujukan keterampilan relaksasi
4. Klien akan tidur/istirahat
5. Tanda-tanda vital dalam batas normal
Manajemen Nyeri 1. Jelaskan pada
klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih
2. Pemantuan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk mengenal gejala-gejala dini dan spasmus kandung kemih
3. Jelaskan pada klien intensitas, frekuensi akan berkurang dalam 24-48 jam
4. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter
5. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah tindakan TURP
6. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi nafas dalam

22
1 2 3 4 7. Jagalah selang
drainase urin tetap aman untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung kemih
8. Irigasi kateter jika terlihat bekuan pada selang
9. Observasi tanda-tanda vital
10. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat-obatan (analgesik atau anti spamodik
2 Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering
Keparahan Infeksi 1. Klien tidak
mengalami infeksi
2. Dapat mecapai waktu penyembuhan tanda-tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda-tanda shok
Perlindungan Infeksi 1. Pertahankan
sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril
2. Anjurkan intake cairan yang cukup (2500-3000) sehingga dapat menurunkan potensi infeksi
3. Mempertahakan posisi urobag dibawah Observasi tanda-tanda vital, laporkan tanda-tanda shock dan demam
4. Observasi urin: warna, jumlah dan bau

23
1 2 3 4 5. Kolaborasi
dengan dokter untuk memberi obat antibiotik
3 Risiko perdarahan Keparahan Kehilangan Darah 1. Klien tidak
menunjukan tanda-tanda perdarahan
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal
3. Urin lancar lewat kateter
Pencegahan Perdarahan 1. Jelaskan pada
klien tentang sebab terjadi perdarahan dan tanda–tanda perdarahan
2. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalam saluran kateter
3. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat memudahkan defekasi
4. Cegah pemakaian termometer rektal pemeriksaan rektal atau huknah, untuk sekurang-kurangnya satu minggu
5. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi dipasang dan traksi dilepas
6. Observasi: tanda-tanda vital tiap 4 jam, masukan dan haluaran dan warna urin

24
1 2 3 4 4 Risiko disfungsi
seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten akibat dari TURP
Identitas seksual 1. Klien tampak
rileks dan melaporkan kecemasan menurun
2. Klien mengatakan pemahaman situasi individual
3. Klien menunjukan keterampilan pemecahan masalah
4. Klien mengerti tentang pengaruh TURP pada seksual
Konseling seksual 1. Beri kesempatan
kepada klien memperbincang kan pengaruh TRUP terhadap seksual
2. Jelaskan tentang: kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula kejadian ejakulasi retrograde (air kemih seperti susu) mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi
3. Dorong klien mananyakan ke dokter saat dirawat di rumah sakit
5 Kurang pengetahuan: tentang TURP berhungan dengan kurang informasi
Pengetahuan: Pengobatan 1. Klien akan
melakukan perubahan perilaku
2. Klien berpartisipasi dalam program pengobatan
3. Klien mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan
Pengajaran: Prosedur/ perawatan 1. Beri penjelasan
untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu
2. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan
3. Pemasukan cairan sekurang-kurangnya 2500-3000 ml/hari

25
1 2 3 4 4. Anjurkan berobat
lanjutan pada dokter
5. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh
6 Gangguan pola
tidur berhungan dengan nyeri sebagai efek pembedahan
Tidur 1. Klien mampu
beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup
2. Klien mengungkapkan sudah bisa tidur
3. Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur
Peningkatan Tidur 1. Jelaskan pada
klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari
2. Ciptakan suasana yang mendukung, tenang, mengurangi kebisingan
3. Beri kesempatan untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur
4. Kolaborasi dengan dokter pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri (analgesik)