Resume Benigna Prostate Hyperplasia

35
Resume Benigna Prostate Hyperplasia (BPH) Kelompok IV, PKD 2 Kelas G 1. Fandiar Nur Isdiaty, 0906510810 2. Maria Lidya Algriana, 0906564132 3. Sri Mauliani, 0906629706 4. Titin Noviatiningsih, 0906629725 5. Yuli Pramita Sari, 0906629782 Pengertian Prostat adalah suatu organ kelenjar yang fibromuskular, yang terletak persis dibawah kandung kemih. Berat prostat pada orang dewasa normal kira-kira 20 gram, didalamnya terdapat uretra posterior dengan panjangnya 2,5 – 3 cm. Pada bagian anterior disokong oleh ligamentum pubo-prostatika yang melekatkan prostat pada simpisis pubis. Pada bagian posterior prostat terdapat vesikula seminalis, vas deferen, fasia denonvilliers dan rectum. Fasia denonvilliers berasal dari fusi tonjolan dua lapisan peritoneum, fasia ini cukup keras dan biasanya dapat menahan invasi karsinoma prostat ke rectum sampai suatu stadium lanjut. Pada bagian posterior ini, prostat dimasuki oleh ductus ejakulatorius yang berjalan secara oblique dan bermuara pada veromentanum didasar uretra prostatika persis dibagian proksimal spingter eksterna. Pada permukaan superior, prostat melekat pada bladder outlet dan spingter interna sedangkan dibagian inferiornya terdapat diafragama urogenitalis yang dibentuk oleh

description

BPH

Transcript of Resume Benigna Prostate Hyperplasia

Page 1: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

Resume Benigna Prostate Hyperplasia (BPH)

Kelompok IV, PKD 2 Kelas G

1. Fandiar Nur Isdiaty, 0906510810

2. Maria Lidya Algriana, 0906564132

3. Sri Mauliani, 0906629706

4. Titin Noviatiningsih, 0906629725

5. Yuli Pramita Sari, 0906629782

Pengertian

Prostat adalah suatu organ kelenjar yang fibromuskular, yang terletak persis dibawah

kandung kemih. Berat prostat pada orang dewasa normal kira-kira 20 gram, didalamnya terdapat

uretra posterior dengan panjangnya 2,5 – 3 cm. Pada bagian anterior disokong oleh ligamentum

pubo-prostatika yang melekatkan prostat pada simpisis pubis. Pada bagian posterior prostat

terdapat vesikula seminalis, vas deferen, fasia denonvilliers dan rectum. Fasia denonvilliers

berasal dari fusi tonjolan dua lapisan peritoneum, fasia ini cukup keras dan biasanya dapat

menahan invasi karsinoma prostat ke rectum sampai suatu stadium lanjut. Pada bagian posterior

ini, prostat dimasuki oleh ductus ejakulatorius yang berjalan secara oblique dan bermuara pada

veromentanum didasar uretra prostatika persis dibagian proksimal spingter eksterna. Pada

permukaan superior, prostat melekat pada bladder outlet dan spingter interna sedangkan dibagian

inferiornya terdapat diafragama urogenitalis yang dibentuk oleh lapisan kuat fasia pelvis, dan

perineal membungkus otot levator ani yang tebal.

Page 2: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

Pembesaran prostat jinak (BPH) merupakan penyakit pada laki-laki usia diatas 50 tahun

yang sering dijumpai. Paling sering mengalami pembesaran, baik jinak maupun ganas. Bila

mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra pars prostatika dan menghambat aliran urin

keluar dari buli-buli. Benigna Prostat Hyperplasia adalah pembesaran progresif dari kelenjar

prostat yang dapat menyebabkan obstruksi dan ristriksi pada jalan urine (uretra). Benigna Prostat

Hyperplasia (BPH) atau disebut tumor prostat jinak adalah pertumbuhan berlebihan dai sel-sel

prostat yang tidak ganas. Pembesaran prostat jinak akibat sel-sel prostat memperbanyak diri

melebihi kondisi normal. Pembesaran ukuran prostat ini akibat adanya hiperplasia stroma dan sel

epitelial mulai dari zona periurethra.

Gambar 1. Perbedaan aliran urin dari buli-buli pada prostat normal dan prostat yang mengalami

pembesaran

Etiologi

BPH biasanya ditemukan pada umur kira-kira 50 tahun dan frekuensi makin bertambah

sesuai dengan bertambahnya umur, sehingga di atas umur 80 tahun kira-kira 80% menderita

penyakit ini. Etiologi sekarang dianggap ketidakseimbangan endokrin testosteron dianggap

mempengaruhi akan tepi prostat, sedangkan estrogen (dibuat oleh kelenjar adrenal

mempengaruhi tengah prostat).

Beberapa hipotesis yang diduga penyebab timbulnya Hiperplasia Prostat:

Teori dihidrotestosteron

Page 3: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

Terjadinya BPH merupakan akibat dari ketidakseimbangan hormonal oleh karena proses

penuaan. Salah satu teori ialah teori Testosteron (T) yaitu Testosteron bebas yang diubah

menjadi Dehydrotestosteron (DHT) oleh enzim 5 a reduktase yang merupakan bentuk

testosteron yang aktif yang dapat ditangkap oleh reseptor DHT didalam sitoplasma sel

prostat yang kemudian bergabung dengan reseptor inti sehingga dapat masuk kedalam

inti untuk mengadakan inskripsi pada RNA sehingga akan merangsang sintesis protein.

Teori yang disebut diatas menjadi dasar pengobatan BPH dengan inhibitor 5a reduktase

(Rahardjo,1997).

Ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron

Ketika usia semakin tua kadar testosteron terus menurun sedangkan kadar estrogen di

dalam relatif tetap. Seperti diketahui, fungsi estrogen di dalam prostat dalam proliferasi

sel-sel kelenjar prostat, dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap

rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen dan menurunkan

apoptosis. Hasil akhir dari keadaan ini adalah meskiun rangsangan terbentuknya sel-sel

baru akibat testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang ada mempunyai umr yang

lebih panjang sehingga massa prsotat menjadi lebih besar.

Teori stem cell hypotesis.

Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan asumsi bahwa pada kelenjar prostat,

selain ada hubungannya dengan stroma dan epitel, juga ada hubungan antara jenis-jenis

sel epitel yang ada di dalam jaringan prostat. Stem sel akan berkembang menjadi sel

aplifying, yang keduanya tidak tergantung pada androgen. Sel amplifying akan

berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga

dengan adanya androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan

prostat yang normal.

Teori growth factors

Teori ini berdasarkan adanya hubungan interaksi antara unsur stroma dan unsur epitel

prostat yang berakibat BPH. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah

pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan

atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi transforming

growth factor- α (TGF - α), akan menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan

pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat.

Page 4: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

Patofisiologi

BPH terjadi pada laki-laki yang berumur di atas 50 tahun di mana fungsi testis sudah

menurun. Akibat penurunan fungsi testis ini menyebabkan ketidakseimbangan hormon

testosteron dan dehidrotestosteron sehingga memacu pertumbuhan atau pembesaran prostat.

Ukuran makroskopik dapat mencapai 60—100 gram dan kadang-kadang lebih besar lagi

sehingga 200 gram atau lebih.

Tonjolan biasanya terdapat pada lobus lateralis dan lobus medius, tetapi tidak mengenai

bagian posterior dari pada lobus medialis, yaitu bagian yang dikenal sebagao lobus posterior,

yang sering merupakan tempat berkembangnya karsinoma (Moore). Tonjolan ini dapat menekan

uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah, atau menekan dari bagian tengah.

Kadang-kadang penonjolan itu merupakan suatu polip yang sewaktu-waktu dapat menutup

lumen uretra.

Pada penampang, tonjolan itu jelas dapat dibedakan dengan jaringan prostat yang masih

baik. Warnanya bermacam-macam tergantung kepada unsur yang bertambah. Apabila yang

bertambah terutama unsur kelenjar, maka warnanya kuning kemerahan, berkonsistensi lunak dan

terbatas tegas dengan jaringan prostat yang terdesak, yang berwarna putih keabu-abuan dan

padat. Apabila tonjolan itu ditekan makan akan keluar cairan seperti susu.

Apabila unsur fibromuskuler, yang bertambah, makan tonjolan berwarna abu-abu padan

dan tidak mengeluarkan cairan seperti halnya jaringan prostat yang terdesal sehingga batasnya

tidak jelas. Gambaran mikroskopik juga bermacam-macam tergantung pada unsur yang

berproliferasi. Biasanya yang lebih banyak berproliferasi ialah unsur kelenjar sehingga terjadi

penambahan kelenjar dan terbentuk kista-kista yang dilapisi epitel torak/koboid selapis yang

pada beberapa tempat membentuk papil-papil ke dalam lemen. Membran basalis masih utuh.

Kadang-kadang terjadi penambahan kelenjar yang kecil-kecil sehingga menyerupai

dengan karsinoma. Dalam kelenjar sering terdapat sekret granuler, epitel yang terlepas dan

corpora anylcea. Apabila unsur fibromuskuler yang bertambah, makan terjadi gambatan yang

terjadi atas jaringan ikat atau jaringan otot dengan kelenjar-kelenjar yang letaknya saling

berjauhan.

Page 5: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

Testosteron

DHT>>

α-1aRA

Sintesa GF>>

Pertumbuhan sel>>

Stroma (autokrin/parakrin

)

Epitel (parakrin

)

Proliferasi sel >>

Testosteron >> estrogen N

Sensitivitas RA>>

Jml RA>>

Apoptosis <<

Sel hidup lbh lama

Hyperplasia sel

Ukuran prostat membesar, tetapi kapsulnya tidak

Multiple fibroadenomatous nodules

Kompresi uretra (UTO)

NADPH+aktivitas 5-α-reduktase

Page 6: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

Resistensi thd aliran urin >>

Tonus otot polos uretra >>Compliance VU<<

Tekanan urinasi/tekanan VU >>

Ddg VU menebal (hipertrofi , bertrabekula, irritable, divertikuli

Kekuatan kontraksi >> Destrusor instability

LUTS Komplikasi: hernia, hemorrhoid, hematuria

Incomplete bladder emptying

Retensi urin dlm VU

Overflow incontinence (dribbling, nocturia) Massa suprapubik (kistik, nyeri) Stasis urin

Hockey stick ureterHidronefrosis

Metabolic wastes tidak terbuang

Urosepsis

Hemodilusi Gangguan elektrolit

Hb, Ht<< Hiponatremia relatif

Aktivasi SRAA

BP & HR >>

Kompresi uretra (UTO)

Page 7: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

Tanda dan gejala

Gejala klinis

Gejala pembesaran prostat jinak dibedakan menjadi dua kelompok:

Gejala iritatif, infeksi yang menyertai residual urine akan memperberat gejala, karena

akan menambah obstruksi akibat inflamasi sekunder dan oedem

Gejala obstruksi

• Penurunan kekuatan pancaran dan kaliber aliran urine, oleh karena lumen urethra

mengecil dan tahanan di dalam urethra mengecil dan tahanan di dalam urethra

meningkat, sehingga kandung kemih harus memberikan tekanan yang lebih besar

untuk dapat mengeluarkan urine.

• Sulit memulai kencing (hesitancy) menunjukan adanya pemanjangan periode laten,

sebelum kandung kemih dapat menghasilkan tekanan intra-vesika yang cukup tinggi.

• Diperlukan waktu yang lebih lama untuk mengosongkan kandung kemih, aliran dapat

berhenti dan dribbling (urine menetes setelah berkemih) bisa terjadi. Untuk

meningkatkan usaha berkemih pasien biasanya melakukan valvasa menauver sewaktu

berkemih.

• Otot-otot kandung kemih menjadi lemah dan kandung kemih gagal mengosongkan

urine secara sempurna, sejumlah urine tertahan dalam kandung kemih sehingga

menimbulkan sering berkemih (frequency) dan sering berkemih malam hari (nocturia).

• Residual urine juga dapat sebagai predisposisi terbentuknya batu kandung kemih.

• Hematuria sering terjadi oleh karena pembesaran prostat menyebabkan pembuluh

darahnya menjadi rapuh.

• Bladder outlet obstruction ataupun overdistensi kandung kemih juga dapat

menyebabkan refluk vesikoureter dan sumbatan saluran kemih bagian atas yang

akhirnya menimbulkan hydroureteronephrosis.

• Bila obstruksi cukup berat, dapat menimbulkan gagal ginjal (renal failure) dan gejala-

gejala uremia berupa mual, muntah, somnolen atau disorientasi, mudah lelah dan

penurunan berat badan

Page 8: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

Tanda klinis

Tanda klinis terpenting dalam BPH adalah ditemukannya pembesaran pada pemeriksaan

colok dubur/digital rectal examination (DRE). Pada BPH, prostat teraba membesar dengan

konstipasi kenyal. Jika pada colok dubur teraba kelenjar prostat dengan konsistensi keras, harus

dicurigai suatu karsinoma. Franks pada tahun 1954 mengatakan: BPH terjadi pada bagian dalam

kelenjar yang mengelilingi urethra prostatika sedangkan karsinoma terjadi di bagian luar pada

lobus posterior (Jonhson,1988; Burkit,1990)

Komplikasi

Urinary traktus infection

Retensi urine akut

Obstruksi dengan dilatasi uretra, hydronefrosis

Bila operasi bisa terjadi:

Impotensia (kerusakan nevron pudendes)

Hemoragic paska bedah

Struktur paska bedah

Inkontinensia urine

Pemeriksaan

1. Colok dubur

Colok dubur atau digital rectal examination (DRE) merupakan pemeriksaan yang penting

pada pasien BPH, disamping pemerik-saan fisik pada regio suprapubik untuk mencari

kemungkinan adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan

adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu

tanda dari keganasan prostat

2. Pemeriksaan urinalisis

Pemeriksaan ini dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan hematuria. BPH yang

sudah menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, batu buli-buli atau penyakit lain yang

menimbulkan keluhan miksi, di antara-nya:

Page 9: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

karsinoma buli-buli in situ atau striktura uretra, pada pemeriksaan urinalisis menunjuk-kan

adanya kelainan. Untuk itu pada kecuri-gaan adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan

pemeriksaan kultur urine, dan kalau terdapat

kecurigaan adanya karsinoma buli-buli perlu dilakukan pemeriksaan sitologi urine. Pada pasien

BPH yang sudah mengalami retensi

3. Pemeriksaan fungsi ginjal

Obstruksi infravesika akibat BPH menyebabkan gangguan pada traktus urinarius bawah

ataupun bagian atas. Pasien LUTS yang diperiksa ultrasonografi didapatkan dilatasi sistem

pelvikalises 0,8% jika kadar kreatinin serum normal dan sebanyak 18,9% jika terdapat kelainan

kadar kreatinin serum

4. Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen)

PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan cancer

specific18. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam

hal ini jika kadar PSA tinggi berarti pertumbuhan volume prostat lebih cepat, keluhan akibat

BPH/laju pancaran urine lebih jelek, dan lebih mudah terjadinya retensi urine akut. Pertumbuhan

volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA, makin tinggi kadar PSA

makin cepat laju pertumbuhan prostat. Rentang kadar PSA yang dianggap

normal berdasarkan usia adalah:

o 40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml

o 50-59 tahun:0-3,5 ng/ml

o 60-69 tahun:0-4,5 ng/ml

o 70-79 tahun: 0-6,5 ng/ml

5. Catatan Harian Miksi

Voiding diaries saat ini dipakai secara luas untuk menilai fungsi traktus urinarius bagian

bawah dengan reliabilitas dan validitas yang cukup baik. Pencatatan miksi ini sangat ber-guna

pada pasien yang mengeluh nokturia sebagai

keluhan yang menonjol.

6. Uroflometri

Uroflowmetri adalah pencatatan tentang pancaran urine selama proses miksi secara

elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih bagian

bawah yang tidak invasif. Dari uroflometri dapat

Page 10: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

diperoleh informasi mengenai volume miksi, pancaran maksimum (Qmax), pancaran rata-rata

(Qave), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, dan lama pancaran.

Pemeriksaan ini sangat mudah, non invasif, dan sering dipakai untuk mengevaluasi gejala

obstruksi infravesika baik sebelum maupun setelah mendapatkan terapi.

7. Pemeriksaan Residual Urin

Residual urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa urine yang tertinggal di dalam

buli-buli setelah miksi. Jumlah residual urine ini pada orang normal adalah 0,09-2,24 mL dengan

rata-rata 0,53 mL

Skoring BPH

International Prostate Symptom Score (IPSS). Skor 0-7: bergejala ringan, Skor 8-19: bergejala sedang,

Skor 20-35: bergejala berat

Page 11: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis pada pasien dengan BPH bergantung pada penyebab, keparahan

obstruksi, dan kondisi pasien. Menurut Smeltzer (2001), berikut adalah penatalaksanaan medis

pada pasien dengan BPH:

1. Kateterisasi

Jika pasien masuk rumah sakit dalam keadaan darurat karena tidak dapat berkemih, maka

tindakan kateterisasi harus segera dilakukan. Kateter yang lazim digunakan mungkin terlalu

lunak dan lemas untuk dimasukkan melalui uretra ke dalam kandung kemih. Apabila seperti

ini, kabel kecil bernama stylet dimasukkin (oleh ahli urologi) ke dalam kateter untuk

mencegah kateter kolaps ketika dimasukkan. Pada kasus yang berat, mungkin digunakan

kateter logam dengan tonjolan kurva prostatic

2. Penyekat reseptor alfa-1-adrenergik (mis. Terazosin)

Penyekat ini berfungsi untuk melemaskan otot halus kolum kandung kemih dan prostat.

Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-α1, dan prostat

memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis. Komponen yang berperan dalam

mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai oleh reseptor α1a.

Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil berupa perbaikan subjektif dan

objektif terhadap gejala dan tanda (sign and symptom) BPH pada beberapa pasien.

Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan waktu paruhnya

3. Penghambat 5α-Reduktase (5α-Reductase inhibitors)

Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan dihidratestosteron sehingga prostat

yang membesaar akan mengecil. Namun obat ini berkerja lebih lambat dari pada golongan

alfa bloker dan manfaatnya hanya jelas pada pembesaran prostat yang besar. Efektivitasnya

masih diperdebatkan karena baru menunjukkan perbaikan sedikit dari pasien setelah 6 – 12

bulan pengobatan bila dimakan terus – menerus. Salah satu efek samping obat ini adalah

melemahkan libido, ginekomastia, dan dapat menurunkan PSA (masking effect). Finasteride

adalah penghambat 5α-Reduktase yang menghambat perubahan testosteron menjadi

dihydratestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel prostat, yang menghasilkan

pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala. Dianjurkan pemberian terapi ini

selama 6 bulan, guna melihat efek maksimal terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan

perbaikan gejala-gejala.

Page 12: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

4. Pembedahan

Prosedur pembedahan pada BPH meliputi reseksi transurethral prostat, prostatektomi

suprapubik, prostatektomi perineal, dan prostatektomi retropubik

a) Reseksi transurethral prostat (TUR atau TURP) adalah prosedur yang paling umum yang

dapat dilakukan melalui endoskopi. Instrument bedah dan optikal dimasukkan secara

langsung melalui ureta ke dalam prostat, yang kemudian dapat dilihat secara langsung.

Kelenjar akan diangkat dalam irisan kecil dengan loop pemotong listrik. Prosedur ini

tidak memerlukan insisi, dan digunakan untuk kelenjar dalam ukurang yang beragam dan

ideal bagi pasien yang mempunyai kelenjar kecil dan yang dipertimbangkan mempunyai

risiko bedah yang buruk. Keuntungan prosedur iniadntara lain luka insisi tidak ada, lama

perawatan lebih pendek, morbiditas dan mortalitas rendah, prostat fibrous mudah

diangkat, perdarahan mudah dilihat dan dikontrol. Sedangkan kerugiannya antara lain

teknik sulit, resiko merusak uretra, intoksikasi cairan, trauma spingter eksterna dan

trigonum, dan tidak dianjurkan untuk BPH yang besar.

b) Trans urethral incision of prostate (TUIP)

Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi ukuran prostatnya

mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar dan pada pasien yang

umurnya masih muda umumnya dilakukan metode tersebut atau incisi leher buli- buli

atau bladder neck incision (BNI) pada jam 5 dan 7. Terapi ini juga dilakukan

secaraendoskopik yaitu dengan menyayat memakai alat seperti yangg dipakai pada TUR

P tetapi memakai alat pemotong yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari

dekat muaraureter sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai

Page 13: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

tampak kapsul prostat.Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan

menurunnya kejadianejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR

c) Prostatektomi suprapubis

Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode mengangkat klenjar melalui insisi

abdomen. Suatu insisi dibuat ke dalam kandung kemih, dan kelenjar prostat diangkat

dari atas. Pendekatan demikian dapat digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran,

dan beberapa komplikasi terjadi, meskipun kehilangan darah mungkin lebih banyak

dibandingkan dengan metode lainnya

d) Prostatektomi perineal

Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum.

e) Prostatektomi retropubik

Page 14: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

Prostatektomi retropubik adalah teknik lain dan lebih umum dibanding pendekatan

suprapubik. Dokter bedah membuat insisi abdomen rendah mendekati kelenjar prostat,

yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur

ini cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang

hilang lebih dapat terkontrol baik dan letak bedah lebih mudah untuk dilihat, infeksi

dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis.

f) Stent

Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena

pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher buli-buli dan di sebelah

proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika.

Stent dapat dipasang secara temporer atau permanen. Yang temporer dipasang selama 6-

36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi dengan

jaringan. Alat ini dipasang dan dilepas kembali secara endoskopi. Stent yang telah

terpasang bisa mengalami enkrustasi, obstruksi, menyebabkan nyeri perineal, dan disuria

Analisa Kasus

Tn. D mengeluh nyeri dan merasa kesulitan ketika BAK sejak 4 bulan yang lalu. Ia juga

mengeluh BAK yang tidak dapat ditahan (inkontinensia) yang umumnya sering terjadi pada usia

lanjut dan bisa disebabkan oleh BPH itu sendiri. Pada pemeriksaan USG ginjal, kandung kemih,

dan prostat, Tn. D akhirnya didiagnosa mengalami pembesaran kelenjar prostat. Selain itu, Tn. D

juga mempunyai riwayat gangguan prostat, penyakit DM, dan riwayat infeksi saluran kemih.

Seseorang dapat berkemih jika otot kandung kemih kuat untuk merangsang berkemih dan

saluran dibawahnya tidak terdapat hambatan. Kualitas otot kandung kemih yang tidak baik

contohnya pada kandung kemih yang terdapat banyak jaringan parut bekas luka ataupun adanya

divertikel (yaitu suatu tonjolan di kandung kencing yang tidak memiliki lapisan otot).

Seandainya kualitas otot kandung kemih tidak baik, maka sebaik apapun saraf yang menuju

kandung kemih tidak akan mampu menggerakkan kandung kemih untuk mengosongkannya

dengan baik.

Perintah berkemih berasal dari otak, menuju kandung kemih melalui saraf. Kandung

kemih disarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari thorakal 11 - lumbal 2, dan serabut para

Page 15: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

simpatis yang berasal dari sakral 2-4. Serabut simpatis eferen mensarafi otot polos bladder neck

dan spingter eksterna, dimana stimulasinya menyebabkan bladder outlet menutup sewaktu terjadi

ejakulasi. Sedangkan serabut simpatis aferen yang berasal dari fundus kandung kemih adalah

untuk membawa rangsang nyeri. Serabut para simpatis eferen adalah saraf kandung kemih yang

paling penting, bertanggung jawab terhadap kontraksi otot-otot detrusor kandung kemih, saraf ini

sering mengalami cedera pada penderita trauma tulang belakang yang menyebabkan retensi

urine. Serabut para simpatis aferen membawa rangsang distensi (Bahnson,1992; Turek,1993).

Klien yang mempunyai kadar gula darah puasa 126 mg% atau lebih yang diperoleh

setelah puasa kurang lebih 12 jam digolongkan sebagai penderita DM. Dari suatu penelitian,

meningkatnya kadar gula darah puasa pada pria menyebabkan meningkatnya 3 kali risiko

menderita BPH dibandingkan dengan pria dengan kadar gula darah yang normal (kurang dari

110 mg%).

Pada seseorang yang mengalami riwayat diabetes mellitus, seperti klien pada kasus, dapat

mengalami tidak dapat berkemih. Hal ini karena saraf yang membawa perintah berkemih dari

otak mungkin putus atau terganggu. Diabetes mellitus dapat menyebabkan kerusakan yang parah

dan beraneka pada tubuh penderitanya. Kadar gula yang tinggi dapat merusak saraf (yang dalam

bahasa medis disebut neuropati diabetik). Kerusakan saraf dapat mengakibatkan saraf tidak

dapat menghantarkan pesan dari otak dengan baik. Jika saraf yang terkena adalah saraf pembawa

pesan untuk berkemih, maka pesan itu tidak sampai, sehingga otot tidak dapat menindak lanjuti

perintah tersebut.

BPH atau pembesaran prostat jinak adalah salah satu contoh gangguan saluran dibawah

kandung kemih. Jika terjadi pembesaran maka aliran urin terhambat. Tersumbat atupun tidaknya

aliran urin tergantung dari besar kekuatan memeras kandung kemih dikurangi hambatan saluran

dibawahnya. Contohnya jika kandung kemih memiliki kemampuan memeras 100 dan hambatan

dibawahnya 80 maka pasien dapat berkemih tetapi dengan aliran yang lambat. Contoh lainnya,

jika kekuatan pompa kandung kemih 100 dan hambatan dibawahnya 110 maka pasien tidak

dapat kemih sebelum sumbatan dibawahnya dikurangi atau dihilangkan.

Perubahan patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat sebenarnya disebabkan oleh

kombinasi resistensi uretra daerah prostat, tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan

kontraksi detrusor. Secara garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang

trigonum, leher vesika dan prostat oleh sistem simpatis. Pada tahap awal setelah terjadinya

Page 16: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

pembesaran prostat akan terjadi resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat.

Kemudian detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih kuat dan

detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan

sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trahekulasi (buli-buli balok).

Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil

dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut

fase kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka detrusor menjadi

lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga

terjadi retensi urin.

Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi ureter dan ginjal, maka

ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktur urinarius bagian atas akibat dari

obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan

peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Hal inilah

yang ditemukan pada Tn. D. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan

yang menambal. Keluhan iritasi dan hematuria juga bisa terjadi, tetapi pada Tn. D, hematuria

tidak terjadi.

. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan

mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan

pyelonefritis (Sjamsuhidajat, 2005)

.

Page 17: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

Penurunan aliran urin

Sebagian urin tetap berada di kandung kemih

Disfungsi ginjal

Dilatasi ginjal/hidronefrosisDilatasi ureter /hidroureter

9090

90

Sering berkemih, nokturia, urgensi dgn inkontinensia urine

Resti Infeksi

Sebagai media perkembangbiakan mikroba patogen

Refluks urine

Statis urin

Penuaan dan perubahan hormon

Penurunan testosteron

Merangsang pertumbuhan jaringan prostat di bagian periuretral

Peningkatan androgen

Terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda

Obs. Leher kandung kemihObs. Uretra pars prostatikaGg. rasa nyaman: Nyeri

Retensi urin

Diagnosa Keperawatan

Pembesaran bagian perineal prostat

Page 18: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

1. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi sekunder

dan pembesaran prostat

Tujuan :

Pasien tidak mengalami retensi urin

Kriteria hasil:

klien mampu mengosongkan kandung kemih setiap 2 – 4 jam dan klien buang air kecil 1500

cc/24 jam.

Intervensi :

a. Lakukan pemasangan kateter

Rasioanal: membantu pengeluaran urin

b. Kaji haluaran urin dan sistem kateter atau kesterilan sistem drainase

rasional: retensi dapat terjadi karena spasme kandung kemih.

c. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup

rasional: mempermudah aliran urin ke urin bag dan observasi aliran urin serta adanya

bekuan darah

d. Ukur intake output cairan. Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika

tidak ada kontra indikasi.

rasional: mempertahankan keseimbangan cairan

e. Ajarkan dan motivasi klien untuk melakukan latihan otot dasar panggul (kegel exercise)

Rasional: latihan ini dapat membantu meningkatkan kembali kekuatan otot dasar panggul

2. Nyeri berhubungan dengan spasme otot kandung kemih

Tujuan :

Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari nyeri hilang/terkontrol, pasien mampu

mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.

Kriteria hasil :

- Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang,

- Klien menunjukkan ketrampilan relaksasi

-  Ekspresi wajah klien tenang.

- Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.

- Tanda – tanda vital dalam batas normal.

Page 19: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

Intervensi:

a. Kaji nyeri, intensitas (1 – 10), monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan

faktor pencetus serta penghilang nyeri.

rasional: nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih atau pasase urine sekitar

kateter menunjukkan spasme kandung kemih.

b. Kaji tanda-tanda vital dan observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening

mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)

rasional: mengetahui keadaan umum

c. Pertahankan potensi kateter dan sistem kateter

rasional: mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan resiko distensi

atau spasme kandung kemih.

d. Berikan tindakan kenyamanan (relaksasi, napas dalam, kompres hangat)

rasional: menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat

meningkatkan kemampuan koping.

e. Kolaborasi medis dengan pemberian analgesic atau antispasmodic

rasional: merilekskan otot polos, untuk memberikan penurunan spasme dan nyeri.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.

Tujuan

- intoleransi aktivitas klien berkurang

Kriteria Hasil

- klien mampu mengidentifikasi faktor-faktor yang menurunkan toleran aktivitas

- klien melaporkan penurunan gejala-gejala intoleransi aktivitas.

Intervensi:

a. Kaji tanda-tanda vital

rasional: mengetahui keadaan umum pasien

b. Kaji respon individu terhadap aktivitas

rasional: mengetahui tingkat kemampuan individu dalam pemenuhan aktivitas sehari-

hari.

c. Bantu klien dalam memenuhi aktivitas kebutuhan sehari-hari dengan tingkat keterbatasan

yang dimiliki klien.

Page 20: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

rasional: pengeluaran energi agar lebih optimal

d. Jelaskan pentingnya pembatasan energi

rasional: energi penting untuk membantu proses metabolisme tubuh.

e. Libatkan keluarga dalam pemenuhan aktivitas klien

rasional: klien dapat dukungan psikologi dari keluarga.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama pembedahan,

kateter, irigasi kandung kemih sering.

Tujuan

Klien tidak menunjukkan tanda–tanda infeksi .

Kriteria hasil

- Klien tidak mengalami infeksi

- Tanda-tanda vital dalam batas normal

- Tidak ada bengkak, eritema, nyeri

- Luka insisi semakin sembuh dengan baik.

Intervensi:

a. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.

Rasional: mencegah pemasukan bakteri dan infeksi

b. Anjurkan intake cairan yang cukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat menurunkan potensial

infeksi.

Rasional: meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan

mempertahankan fungsi ginjal.

c. Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam keadaan tertutup

Rasioanal: menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke kandung

kemih.

d. Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda shock dan demam.

Rasional: mencegah sebelum terjadi shock.

e. Observasi urine: warna, jumlah, bau

Rasioanal: mengidentifikasi adanya infeksi.

f. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.

Rasional: untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan.

Page 21: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

5. Resiko gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri/efek pembedahan

Tujuan

Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.

Kriteria hasil:

- Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.

- Klien mengungkapan sudah bisa tidur

- Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .

Intervesnsi:

a.  Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk

menghindari.

Rasional: meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan

perawatan .

b. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan.

Rasional: suasana tenang akan mendukung istirahat

c. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur

Rasional: menentukan rencana mengatasi gangguan

d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri

(analgesik).

Rasioanal: mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup .

Perawat melakukan asuhan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan.

Dengan proses keperawatan, perawat memakai latar belakang, pengetahuan yang komprehensif

untuk mengkaji ststus kesehatan klien, mengidentifikasi masalah dan diagnosa merencanakan

intervensi, mengimplementasikan rencana dan mengevaluasi intervensi keperawatan. Pengkajian

merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan. Dalam kasus dijelaskan bahwa klien

telah menjalani operasi TURP, maka pengkajian yang dilakukan pada klien pada saat ini adalah

pengkajian post operasi TURP. Perawat perlu terus memantau keadaan klien selama masa post

operasi. Berikut ini hal yang perlu dipantau:

A. Kumpulan gejala pada BPH (Benign Prostatic Hyperplasia) antara lain:

1) Nyeri pada daerah tindakan operasi

2) Perubahan frekuensi berkemih

Page 22: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

3) Urgensi

4) Luka tindakan operasi pada daerah prostat

5) Retensi, kandung kemih penuh

6) Inkontinensia

7) Terdapat luka insisi

8) Terpasang kateter

B. Pengkajian Fisik

1) Keluhan utama

Keluhan pada klien berbeda – beda antara klien yang satu dengan yang lain.

Kemungkinan keluhan yang bisa timbul pada klien post operasi TUR-P adalah keluhan

rasa tidak nyaman, nyeri karena spasme kandung kemih atau karena adanya bekas

insisi pada waktu pembedahan. Hal ini ditunjukkan dari ekspresi klien dan ungkapan

dari klien sendiri.

2) Keadaan umum

Kesadaran, GCS, ekspresi wajah klien, suara bicara.

3) Sistem respirasi

Bagaimana pernafasan klien, apa ada sumbatan pada jalan nafas atau tidak. Apakah

perlu dipasang O2. Frekuensi nafas , irama nafas, suara nafas. Ada wheezing dan

ronchi atau tidak. Gerakan otot Bantu nafas seperti gerakan cuping hidung, gerakan

dada dan perut. Tanda – tanda cyanosis ada atau tidak.

4) Sistem sirkulasi

Yang dikaji: nadi ( takikardi/bradikardi, irama ), tekanan darah, suhu tubuh, monitor

jantung ( EKG ).

5) Sistem gastrointestinal

Hal yang dikaji: Frekuensi defekasi, inkontinensia alvi, konstipasi / obstipasi,

bagaimana dengan bising usus, sudah flatus apa belum, apakah ada mual dan muntah.

6) Sistem neurologi

Hal yang dikaji: keadaan atau kesan umum, GCS, adanya nyeri kepala.

7) Sistem muskuloskleletal

Bagaimana aktifitas klien sehari – hari setelah operasi? Bagaimana memenuhi

Page 23: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

kebutuhannya? Apakah terpasang infus dan dibagian mana dipasang serta keadaan

disekitar daerah yang terpasang infus? Bagaimana keadaan ekstrimitas?

8) Sistem eliminasi

Apa ada ketidaknyamanan pada supra pubik, kandung kemih penuh? Masihkah ada

gangguan miksi seperti retensi? Kaji apakah ada tanda-tanda infeksi. Memakai kateter

jenis apa? Irigasi kandung kemih. Bagaimana warna urine dan jumlah produksi urine

tiap hari? Bagaimana keadaan sekitar daerah pemasangan kateter?

9) Terapi yang diberikan setelah operasi

Infus yang terpasang, obat-obatan seperti antibiotika, analgetika, cairan irigasi

kandung kemih.

C. Pemeriksaan Radiologi

1) Foto polos abdomen, dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius, pembesaran

ginjal atau buli-buli, adanya batu atau kalkulosa prostat dan kadang kadang dapat

menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari

suatu retensi urine.

2) Pielografi intra vena, dapat dilihat supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis, dan

hidroureter, fish hook appearance (gambaran ureter berkelok kelok di vesikula)

inclentasi pada dasar buli-buli, divertikel, residu urine atau filling defect divesikula.

3) Ultrasonografi (USG), dapat dilakukan secara transabdominal atau trasrektal

(trasrektal ultrasonografi = TRUS) Selain untuk mengetahui pembesaran prostat,

pemeriksaan USG dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukur sisa urine dan

keadaan patologi lain seperti divertikel, tumor dan batu.

4) Cystoscopy (sistoskopi) pemeriksaan dengan alat yang disebut dengan cystoscop.

Pemeriksaan ini untuk memberi gambaran kemungkinan tumor dalam kandung kemih

atau sumber perdarahan dari atas bila darah datang dari muara ureter, atau batu

radiolusen didalam vesika. Selain itu dapat juga memberi keterangan mengenahi besar

prostat dengan mengukur panjang uretra pars prostatika dan melihat penonjalan prostat

kedalam uretra.

D. Flowmetri

Page 24: Resume Benigna Prostate Hyperplasia

Flowmetri adalah alat kusus untuk mengukur pancaran urin dengan satuan ml/detik.

Penderita dengan sindroma protalisme perlu diperiksa dengan flowmetri sebelum dan

sesudah terapi. Penilaian :

1) Fmak <10ml/detik --------obstruktif

2) Fmak 10-15 ml/detik-----borderline

3) Fmak >15 ml/detik-------nonobstruktif

REFERENSI

Anonim. Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. http://iaui.or.id/ast/file/bph.pdf. diakses

pada 17 April 2012, pukul 10:02 WIB

Carpenito J.Lynda. ( 2008). Nursing Diagnosis: Application to Clinical practice 8th ed. USA:

Lippincott

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan:

Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Furqan. (2003). Evaluasi Biakan Urin Pada Penderita Bph Setelah Pemasangan Kateter Menetap:

Pertama Kali Dan Berulang. http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-furqan.pdf. diakses

pada 17 April 2012, pukul 12:33

Hardjowidjoto S. (1999). Benigna Prostat Hiperplasia. Surabaya: Airlangga University Press.

Kumpulan Kuliah. (2010). Modul Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem

Perkemihan. Cirebon.

NANDA International. (2009). Nursing Diagnosis: Definition & Classification. USA: Willey-

Blackwel.

Price, S.A. dan Wilson, L.M. (2006). “Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit”.

Vol 2. Ed 6. Terj: Brahm U Pendit, dkk. Jakarta: EGC

Smeltzer, S.C., dan Bare, B.G. (2002). “Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah”. Edisi 8. Vol

2. Terj. Agung Waluyo, dkk. Jakarta: EGC