Prostate k Tom i

70
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambunagan serta ditunjukkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, dengan arah kebijakan dalam kesehatan yang disampaikan dalam ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1999/2004, salah satunya meningkatkan mutu sumber daya manusia di lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat yang memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai usia lanjut (Depkes, 2002).

Transcript of Prostate k Tom i

Page 1: Prostate k Tom i

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional

dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambunagan serta ditunjukkan untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, dengan arah

kebijakan dalam kesehatan yang disampaikan dalam ketetapan MPR RI No.

IV/MPR/1999/2004, salah satunya meningkatkan mutu sumber daya manusia

di lingkungan yang saling mendukung dengan pendekatan paradigma sehat

yang memberikan prioritas pada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan,

penyembuhan, pemulihan dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan

sampai usia lanjut (Depkes, 2002).

Derajat kesehatan yang optimal akan dilihat dari unsur-unsur kualitas

hidup serta unsur-unsur mortalitas (angka kematian) dan yang

mempengaruhinya, yaitu morbiditas (angka kesakitan) dan status gizi salah

satu faktor yang mempengaruhi angka kesakitan adalah penyakit Benigna

Prostat Hypetrofi (BPH). BPH sebenarnya adalah suatu keadaan dimana

kelenjar periuretral prosat mengalami hiperplasia yang akan mendesak

jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai di bedah

(Sjamsuhidajat & Wim De Jong , 2004)

Page 2: Prostate k Tom i

Benigna Prostat Hypertofi merupakan penyakit yang paling umum No

5 di dunia yaitu paling banyak pada pria Singapura dan Amerika Serikat

(Scientific medicastore, 20 Maret 2007). Pembesaran prostat jinak (BPH)

merupakan penyakit pada laki-laki usia di atas 50 tahun yang sering dijumpai.

Karena letak anatominya yang mengelilingi uretra, pembesaran dari prostat

akan menekan lumen uretra yang menyebabkan sumbatan dari aliran

kandung kemih. Signifikan meningkat dengan meningkatnya usia. Pada pria

berusia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia 80 tahun

sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut di atas akan menyebabkan gejala

dan tanda klinik. Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-

lahan maka efek perubahan juga terjadi perlahan-lahan ( Sjamsuhidajat &

Wim De Jong , 2004 ).

Di Indonesia BPH merupakan urutan kedua setelah batu saluran

kemih dan diperkirakan ditemukan pada 50% pria berusia di atas 50 tahun

dengan angka harapan hidup rata-rata di Indonesia yang sudah mencapai 65

tahun dan diperkirakan bahwa lebih kurang 5% pria Indonesia sudah

berumur 60 tahun atau lebih. Kalau dihitung dari seluruh penduduk

Indonesia yang berjumlah 200 juta lebih, kira-kira 100 juta terdiri dari pria,

dan yang berumur 60 tahun atau lebih kira-kira 5 juta, sehingga diperkirakan

ada 2,5 juta laki-laki Indonesia yang menderita BPH (Furqon, 2003)

Page 3: Prostate k Tom i

Telah diketahui bahwa prostat hiperplasia dapat menyebabkan retensi

urin akibat obstruksi saluran kemih dan dapat menimbulkan tekanan tinggi

intra vesika. Dengan adanya tekanan tersebut maka akan terjadi perubahan

pada ureter berupa hidroureter dan pada ginjal berupa hidronefrosis.

Hidronefrosis kronik yang bersifat unilateral atau bilateral, akibat adanya

pengembangan volume ekstrseluler atau penyakit ginjal lainnya dapat

menyebabkan hipertensi yang nyata ( Utomo, 2008 )

Selain itu prostat hiperplasi dapat meningkatkan frekuensi infeksi

saluran kemih melalui jalur ascenden. Superinfeksi pada sumbatan saluran

kemih dapat menyebabkan kerusakan jaringan ginjal yang cepat dan

menimbulkan hipertensi parenkim ginjal.

Prostatektomi adalah pembedahan untuk mengangkat jaringan tumor

pada prostat. Sebagian besar operasi ini berhasil menghilangkan sumbatan

yang memperbaiki aliran air seni. Vaughan dan Gillenwater melaporkan

bahwa dari 22 pasien dengan obstruksi uretra bilateral, 17 (77%) mempunyai

tekanan diastol lebih dari 90 mmHg. Dari 17 pasien yang mengalami

hipertensi, 15 pasien (88%) tekanan darahnya dapat kembali normal setelah

mendapatkan tindakan prostatektomi.

Prostatektomi adalah pembedahan untuk mengangkat jaringan tumor

pada prostat. Sebagian besar operasi ini berhasil menghilangkan sumbatan

yang memperbaiki aliran air seni. Ada berbagai macam prostatektomi yang

dapat dilakukan. Untuk terapi bedah intervensi yang digunakan

Page 4: Prostate k Tom i

yaitu Transuretrhal Resection of the Prostat (TUR P), Transuretrhal Insision

of the Prostat (TUI P), Open Prostatektomi, Prostatektomi dengan laser

dengan Nd-YAG atau Ho-YAG. Pada open prostatektomi terdapat beberapa

metode yang digunakan yaitu retropubic infravesica (Terence Millin),

Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer), Transperineal. Setelah pembedahan,

pasien harus menjalani control paling lambat 6 minggu pasca operasi untuk

mengetahui kemungkinan terjadinya penyulit. Beberapa penyulit bisa terjadi

pada saat operasi, pasca bedah dini, maupun pasca bedah lanjut. Selama

operasi bisa terjadi perdarahan, sindrom TURP, dan perforasi. Pasca bedah

dini bisa terjadi perdarahan, infeksi local atau sistemik. Pasca bedah lanjut

bisa terjadi inkontinensia urine, disfungsi ereksi, ejakulasi retrogard dan

striktur uretra.

Page 5: Prostate k Tom i

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi

2.1.1 Anatomi Prostat

Kelenjar prostat merupakan kelenjar yang terletak di bawah vesika

urinaria melekat pada dinding bawah vesika urinaria di sekitar uretra bagian

atas. Kelenjar prostat kira-kira sebesar buah kenari. Letaknya di bawah

kandung kemih mengelilingi uretra dan terdiri dari kelenjar majemuk, saluran

dan otot polos. Kelenjar prostat terdiri dari 30-50 kelenjar yang terbagi atas

empat lobus yaitu:

a. Lobus posterior

b. Lobus lateral

c. Lobus anterior

d. Lobus medial (Syaifuddin, 2006)

Page 6: Prostate k Tom i

Prostat adalah organ genetelia pria yang terletak di sebelah inferior

buli-buli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya

seperti buah kemiri dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20

gram. Secara histopatologik kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar

dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos, fibroblas, pembuluh

darah, saraf, dan jaringan penyangga yang lain (Purnomo, 2007)

2.1.2 Fisiologi Prostat

Kelenjar prostat menyekresi cairan encer, seperti susu, yang

mengandung ion sitrat, kalsium, ion fosfat, enzim pembeku, dan

profibrinolisin. Selama pengisian, simpai kelenjar prostat berkontraksi sejalan

dengan kontraksi vas deferens sehingga cairan encer seperti susu yang

dikeluarkan oleh kelenjar prostat menambah lebih banyak lagi jumlah semen.

Sifat yang sedikit basa dari cairan prostat mungkin penting untuk suatu

keberhasilan fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens relative asam akibat

adanya asam sitrat dan hasil akhir metabolisme sperma, dan sebagai

akibatnya, akan menghambat fertilisasi sperma. Juga sekret vagina bersifat

asam (pH 3,5 sampai 4,0) sperma tidak dapat bergerak optimal sampai pH 6

sampai 6,5. Akibatnya, merupakan suatu kemungkinan bahwa cairan prostat

menetralkan sifat asam dari cairan lainnya setelah ejakulasi dan juga

meningkatkan motilitas dan fertilitas sperma.

Page 7: Prostate k Tom i

Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu

komponen dari cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius

dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan

semen yang lain pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan ± 25%

dari seluruh volume ejakulat. Prostat mendapatkan inervasi otonomik

simpatik dan parasimpatik dari pleksus prostatikus. Pleksus prostatikus

(pleksus pelvikus) menerima masukan serabut parasimpatik dari korda

spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus (T10-L2). Stimulasi

parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan

rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra

posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik memberikan inervasi

pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher buli-buli. Di tempat-tempat

itu banyak terdapat reseptor adrenergic-α. Jika kelenjar ini mengalami

hyperplasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat membuntu uretra

posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih (Purnomo,

2007).

Page 8: Prostate k Tom i

2.2 Benigna Hyperplasia Prostat

2.2.1 Pengertian

Hiperplasia prostat adalah pembesaran kelenjar periuretra yang

mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah.

Prevalensinya meningkat sejalan dengan peningkatan usia dan pria. Insidens

di negara berkembang meningkat karena adanya peningkatan umur harapan

hidup ( FK UI 2000 )

Pembesaran kelenjar prostat (kelenjar yang hanya ada pada leher

kandung kemih laki-laki) yang normal terjadi pada pria berusia 50 tahun atau

lebih.  Pembesaran tersebut menyebabkan sumbatan pada saluran kemih

sehingga aliran air seni menjadi tidak lancar atau bahkan tidak dapat berkemih

sama sekali. Pada usia 40an, seorang pria mempunyai kemungkinan terkena

BPH sebesar 25%. Menginjak usia 60-70 tahun, kemungkinannya menjadi

50%, dan pada usia diatas 70 tahun risiko akan membesar menjadi 90%.

2.2.2 Etilogi

Etiologi belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan hormon

androgen. Perubahan mikroskopik pada prostat terjadi pada pria usia 30-40

tahun. Bila perubahan mikroskopis ini berkembang, akan terjadi perubahan

patologik anatomi yang ada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%,

usia 80 tahun sekitar 80% dan usua 90 tahun 100% (Arif Mansjoer, 2000).

Page 9: Prostate k Tom i

Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan keseimbangan

testosterone estrogen, karena produksi testtoseron menurun dan terjadi

konversi testosterone menjadi estrogen pada jarinagn adipose di perifer. akan

menyebabkan gejala dan tanda klinik. Karena pembesaran prostat terjadi

secara perlahan-lahan maka efek perubahan juga terjadi secara perlahan-lahan.

Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prosatat, resistensi pada leher

vesika dan daerah prosatat meningkat, dan detrusor menjadi lebih tebal.

Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung kemih dengan sistoskopi akan

terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat

menerobos ke luar di antara serat detrusor. Tonjolan mukosa yang kecil

dinamakan sakula sedangkan yang besar disebut divertikel. Fase penebalan

detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding. Apabila keadaan berlanjut

maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan

tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin (R.

Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 2004).

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab

terjadinya hyperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa

hyperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar

dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging. Beberapa hipotesis yang diduga

sebagai penyebab timbulnya hyperplasia prostat adalah:

Page 10: Prostate k Tom i

1. Teori dihidrotestosteron

Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat

penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari

testosterone di dalam sel prostat oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan

koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor

androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan

selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi

pertumbuhan sel prostat.

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak

jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,

aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak

pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive

terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan

dengan prostat normal.

2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron

Pada usia yang semakin tua, kadar testosterone menurun, sedangkan

kadar estrogen relative tetap sehingga perbandingan antara estrogen :

testosterone relative meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam

prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat

dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan

hormone androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan

menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir dari

Page 11: Prostate k Tom i

semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru

akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah

ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih

besar.

3. Interaksi stroma-epitel

Cunha (1973) membuktikan bahwa difernsiasi dan pertumbuhan sel

epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma

mendapatka stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis

suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu

sendiri secara intrakrin dan atuokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel

secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel

epitel maupun sel stroma.

4. Berkurangnya kematian sel prostat

Program kematian sel (apoptosisi) pada sel prostat adalah mekanisme

fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada

apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel

yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel disekitarnya

kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.

Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel

dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada

prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati

dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang

Page 12: Prostate k Tom i

mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara

keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan

massa prostat.

Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor

yang menghambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan

dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi,

terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat. Estrogen

diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor

pertumbuhan TGFβ berperan dalam proses apoptosis.

5. Teori Sel Stem

Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu

dibentuk sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem,

yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif.

Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen,

sehingga jika hormone ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada

kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya prolifersai sel-sel

pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatannya aktivitas sel stem

sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

Page 13: Prostate k Tom i

2.2.3 Faktor Resiko Terjadinya Hiperplasia Prostat

Menurut Lanny Sustrani (2007), faktor-faktor yang dapat memicu

terjadinya hiperplasia prostat adalah:

1. Usia di atas 50 tahun

Seiring dengan pertambahan usia, kadar testosteron mulai menurun

secara pelan-pelan pada usia 30 tahun, dan turun lebih cepat mulai sekitar usia

50 tahun ke atas. Penurunan kadar testosteron telah diketahui sebagai

penyebab dari penurunan libido, massa otot, melemahnya otot pada organ

seksual dan kesulitan ereksi. Tetapi , kadar testosteron yang rendah juga

menyebabkan masalah lain yang tidak segera terlihat, yaitu pembesaran

kelenjar prostat Usia lanjut diduga akan meningkatkan sensitivitas kelenjar

prostat terhadap perangsangan hormonal sehingga perbesaran prostat terjadi.

2. Gaya hidup stress

Dalam keadaan stress, akan meyebabkan kejang otot di sekitar

panggul. Hal ini akan berdampak langsung pada prostat, karena penjepitan

mau tak mau akan mengakibatkan pembengkakan. Dalam keadaan stress

kronis, tubuh memproduksi lebih banyak steroid stres (kortisol) yang dapat

mengeser produksi DHEA (dehidroepianandrosteron). DHEA berfungsi

mempertahankan kadar hormon seks yang normal, termasuk testosterone.

Stress kronis juga menyebabkan penuaan dini dan penurunan fungsi testis.

Contohnya: sseorang pengawas produksi yang mengahadapi tugas menoton

dan dikejar target.

Page 14: Prostate k Tom i

3. Merokok.

Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) adalah beberapa zat

yang terkandung pada rokok, zat-zat ini dapat meningkatkan aktivitas enzim

perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar testosteron.

4. Menyukai makanan dengan lemak tinggi dan kurang sayur.

Nutrisi yang buruk, terutama kekurangan mineral penting seperti seng,

tembaga, dan selenium, berpengaruh pada fungsi reproduksi pria. Yang paling

penting adalah seng, karena defisiensi seng yang parah dapat menyebabkan

pengecilan testis yang selanjutnya berakibat penurunan kadar testosteron.

Selain itu, makanan tinggi lemak dan rendah serat juga membuat penurunan

kadar tetosteron.

5. Kurang aktif berolahraga

Aktivitas yang padat, tanpa diimbangi dengan olahraga cukup dan

teratur. Dapat menyebabkan sesorang beresiko mengalami gangguan prostat,

dikarenakan otot-otot sekitar pinggul dan organ seksual mengalami

kelemahan.

6. Berat badan berlebih (obesitas).

Berat badan berlebih (obesitas) juga akan membuat gangguan pada

prostat dan kemampuan seksual. Untuk ereksi, misalnya, diperlukan tekanan

darah yang lebih tinggi mengisi penis, sehingga jantung harus bekerja lebih

keras. Bilamana berat badan berlebih, jantung harus bekerja ekstra keras

memompa darah untuk mengerakkan beban berlebih dari tubuh tersebut. Bila

Page 15: Prostate k Tom i

berat badan berlebih tentunya akan terjadi penumpukan lemak pada perut

yang akan menekan otot-otot seksual dan mengganggu testis. Sehingga

kelebihan lemak tersebut justru dapat menurunkan kemampuan seksual.

7. Hiperkolesterolemia

Kolesterol adalah bahan dasar untuk sintesis pregnolen yang

merupakan bahan baku DHEA, dan nantinya akan memproduksi testosteron.

Bila kadar kolesterol darah tinggi, tentunya akan terjadi penumpukan lemak

pada perut yang akan menekan otot-otot seksual dan mengganggu testis,

sehingga kelebihan lemak tersebut justru dapat menurunkan produksi

testosterone, yang kelak dapat mengganggu fungsi kelenjar prostat dan dapat

menyebabkan terjadinya pembesaran kelenjar prostat.

8. Mengkonsumsi obat-obatan pemicu libido dari golongan hormon testoteron

Pada pria yang yang gemar mengkonsumsi obat kuat yang

mengandung hormon testosteron pada masa mudanya. Obat kuat yang

dipromosikan sebagai pemacu kemampuan seksualnya, tanpa disadari telah

mencederai atau bahkan membunuh kemampuan produksi testosterone oleh

tubuhnya sendiri. Ketika tidak mengkonsumsi obat kuat lagi, pemakai

cenderung mengalami “penuaan dini”. Oleh karena kadar testosteron yang

rendah setelah berusia tengah baya, mereka ini rawan menderita gangguan

prostat, penurunan kemapuan seksual.

Page 16: Prostate k Tom i

9. Mengalami gangguan jantung (kerusakan organ, payah atau pembesaran

jantung).

Bila jantung mengalami gangguan maka suplai darah ke organ-organ

dan jaringan tubuh terganggu. Begitu juga supai darah ke organ reproduksi

akan megalami gangguan, untuk ereksi, diperlukan tekanan darah yang lebih

tinggi untuk mengisi penis, sehingga jantung harus bekerja lebih keras.

Apabila hal ini terjadi terus-menerus dan dalam waktu yang lama, maka

keadaan jantung akan semakin terganggu.

2.2.4 Patofisiologi Hiperplasia Prostat

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra

prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan

peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli

harus berkontarksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontarksi yang terus-

menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot

detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.

Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai

keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom

( LUTS ) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.

Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli

tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini

dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks

Page 17: Prostate k Tom i

vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan

hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

Hyperplasia prostat↓

Penyempitan lumen uretra posterior↓

Tekanan intravesikal meningkat

Buli-buli Ginjal dan Ureter Hipertrofi otot detrusor - Refluks vesiko-ureter Trabekulasi - Hidroureter Selula - Hironefrosis Divertikel buli-buli - Pionefrosis Pilonefritis

- Gagal Ginjal

Bagan pengaruh hyperplasia prostat pada saluran kemih

Obstruksi yang diakibatkan oleh hyperplasia prostat benigna tidak

hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior,

tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat,

kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi

oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus.

Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel.

Kalau pada prostat normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1,

pada BPH rasionya meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH

terjadi peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan dengan prostat

normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen

Page 18: Prostate k Tom i

static sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai

penyebab obstruksi prostat. ( Basuki B. Purnomo, 2007 ).

2.2.5 Manifestasi Klinik

Kompleks gejala obstruktif dan iritatif mencakup peningkatan

frekuensi berkemih, nokturia, dorongan ingin berkemih, anyang-anyangan,

abdomen tegang, volume urin menurun dan harus mengejan saat berkemih,

aliran urin tidak lancar, dribbling (dimana urin terus menetes setelah berkemih),

rasa seperti kandung kemih tidak kosong dengan baik, retensi urin akut ( bila

lebih dari 60 ml urin tetap berada dalam kandung kemih setelah berkemih), dan

kekambuhan infeksi saluran kemih. Pada akhirnya dapat terjadi azotemia

(akumulasi produk sampah nitrogen) dan gagal ginjal dengan retensi urin kronis

dan volume residu yang besar. Gejala generalisata juga mungkin tampak,

termasuk keletihan, anoreksia, mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada

epigastrik. ( Brunner dan Suddarth, 2002)

2.2.6 Gambaran Klinis

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih

maupun keluhan di luar saluran kemih.

1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah

Keluhan pada saluran kemih bagian bawah ( LUTS ) terdiri atas

gejala obstruksi dan gejala iritatif. Untuk menilai tingkat keparahan dari

Page 19: Prostate k Tom i

keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli/organisasi urologi

membuat system scoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung

sendiri oleh pasien. System scoring yang dianjurkan oleh Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) adalah Skor Internasional Gejala Prostat atau

I-PSS ( International Prostatic Symptom Score )

Obstruksi Iritasi

1. Hesitansi2. Pancaran miksi lemah

3. Intermitensi

4. Miksi tidak puas

5. Menetes setelah miksi

1. Frekuensi

2. Nokturi

3. Urgensi

4. Disuri

System scoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang

berhubungan dengan keluhan miksi ( LUTS ) dan satu pertanyaan yang

berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang

berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai dari 0-5, sedangkan keluhan

yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1-7. Dari skor I-PSS

itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu (1) ringan:

skor 0-7, (2) sedang: skor 8-19, dan (3) berat: skor 20-35.

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot

buli-buli untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli

mengalami kepayahan sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang

diwujudkan dalam bentuk retensi urine akut.

Page 20: Prostate k Tom i

Timbulnya dekompensasi buli-buli biasanya didahului oleh beberapa

faktor pencetus antara lain:

a. Volume buli-buli tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan

kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang

mengandung diuretikum (alkohol, kopi) dan minum air dalam jumlah

yang berlebihan.

b. Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas

seksual atau mengalami infeksi prostat akut.

c. Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi

otot detrusor atau yang dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain:

golongan antikolinergik atau adrenergic alfa.

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas

Keluhan akibat penyulit hyperplasia prostat pada saluran kemih

bagian atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di

pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang

merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.

3. Gejala di luar saluran kemih

Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya

hernia inginalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering

mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan

intraabdominal.

Page 21: Prostate k Tom i

Pada pemeriksaan fisis mungkin didapatkan buli-buli yang terisi

penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urine.

Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes tanpa disadari oleh

pasien yaitu merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa. Pada colok

dubur diperhatikan: (1) tonus sfingter ani/refleks bulbo-kavernosus untuk

menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik, (2) mukosa rectum,

dan (3) keadaan prostat, antara lain: kemungkinan adanya nodul, krepitasi,

konsistensi prostat, simetri antar lobus dan batas prostat.

Colok dubur pada pembesaran prostat benigna menunjukkan

konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri

simetris dan tidak didapatkan nodul; sedangkan pada karsinoma prostat,

konsistensi prostat keras/ teraba nodul dan mungkin diantara lobus prostat

tidak simetri.

2.2.7 Penatalaksanaan

Rencana pengobatan bergantung pada penyebab, keparahan obstruksi,

dan kondisi pasien. Jika pasien masuk rumah sakit dalam keadaan darurat

Karena ia tidak dapat berkemih, maka kateterisasi segera dilakukan. Kateter

yang lazim mungkin terlalu lemah dan lemas untuk dimasukkan melalui uretra

ke dalam kandung kemih. Dalam kasus seperti ini, kabel kecil yang disebut

stylet dimasukkan (oleh ahli urologi) ke dalam kateter untuk mencegah kateter

kolaps ketika menemui tahanan. Pada kasus yang berat, mungkin digunakan

Page 22: Prostate k Tom i

kateter logam dengan tonjolan kurva prostatic. Kadang suatu insisi dibuat ke

dalam kandung kemih (sistostomi suprapubik) untuk drainase yang adekuat.

Meskipun prostatektomi untuk membuang jarngan prostat yang

mengalami hyperplasia sering dilakukan, terdapat juga pengobatan lain.

2.3 Prostatektomi

Prostatektomi adalah pembedahan untuk mengangkat jaringan tumor

pada prostat. Sebagian besar operasi ini berhasil menghilangkan sumbatan yang

memperbaiki aliran air seni.

2.3.1 Factor-faktor yang berhubungan dengan keputusan melakukan tindakan

operatif pada pasien dengan pembesaran prostat

Menurut Basuki Purnomo (2007) penyelesaian masalah pasien

hyperplasia prostat jangka panjang yang paling baik saat ini adalah

pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasife lainnya

membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapi.

Desobstruksi kelenjar prostat akan menyembuhkan gejala obstruksi dan

miksi yang tidak lampias. Hal ini dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka,

reseksi prostat transuretra (TUIP). Pembedahan direkomendasikan pada pasien-

pasien hyperplasia prostat yang:

(1). Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa

(2). Mengalami retensi urine

(3). Infeksi saluran kemih

Page 23: Prostate k Tom i

(4). Hematuria

(5). Gagal ginjal

(6). Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran

kemih bagian bawah

2.3.2. Jenis-jenis Prostatektomi

Ada berbagai macam prostatektomi yang dapat dilakukan. Untuk

terapi bedah intervensi yang digunakan yaitu Transuretrhal Resection of the

Prostat (TUR P), Transuretrhal Insision of the Prostat (TUI P), Open

Prostatektomi, Prostatektomi dengan laser dengan Nd-YAG atau Ho-YAG.

Pada open prostatektomi terdapat beberapa metode yang digunakan yaitu

retropubic infravesica (Terence Millin), Suprapubic Transvesica/

TVP (Freeyer), Transperineal.

a. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP )

Yaitu suatu prosedur  menangani BPH dengan cara memasukkan

instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan

kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan

mengurangi kontriksi uretral. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat

berukuran kecil (30 gram/kurang) dan efektif dalam mengobati banyak

kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan  di klinik rawat jalan dan mempunyai

angka komplikasi lebih rendah dibanding prosedur bedah prostat lainnya.

Page 24: Prostate k Tom i

b. TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat)

TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat

uretra menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan

endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi

dengan alat pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus listrik.

Tindakan ini memerlukan pembiusan umum maupun spinal dan merupakan

tindakan invasive yang masih dianggap aman dan tingkat morbiditas

minimal (Smeltzer, 2002)

Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan menggunakan

cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan

tidak tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan

non ionic, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat

operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah yaitu H2O

steril (aquades).

c. Open prostatektomi

Adalah suatu tindakan enukleasi adenoma prostat melalui insisi

ekstraperitoneal pada dinding bulianterior bagian bawah. Open

prostatektomi dibagi menjadi tiga yaitu retropubic infravesica (Terence

Millin), Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer), Transperineal. Setiap

metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Page 25: Prostate k Tom i

1) Retropubic infravesica (Terence Millin)

Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan

suprapubik. Dokter bedah membuat insisi abdomen rendah mendekati

kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa

memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yang

terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang hilang lebih dapat

dikontrol dengan baik dan letak bedah lebih mudah untuk dilihat, infeksi

dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis. (Smeltzer, 2002).

Keuntungan :

a) Tidak ada indikasi absolut, baik untuk adenoma yang besar pada

subservikal

b) Mortaliti rate rendah

c) Langsung melihat fossa prostat

d) Dapat untuk memperbaiki segala jenis obstruksi leher buli

e) Perdarahan lebih mudah dirawat

f) Tanpa membuka vesika sehingga pemasangan kateter tidak perlu

selama bila membuka vesika

Kerugian :

a) Dapat memotong pleksus santorini

b) Dapat terjadi osteitis pubis

Page 26: Prostate k Tom i

2) Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)

a) Definisi

Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi

abdomen. Suatu insisi dibuat ke dalam kandung kemih, dan kelenjar

prostat diangkat dari atas. Pendekatan demikian dapat digunakan untuk

kelenjar dengan segala ukuran, dan beberapa komplikasi terjadi,

meskipun kehilangan darah mungkin lebih banyak dibanding metode

lainnya. Kerugian lainnya adalah insisi abdomen akan disertai bahaya

dari semua prosedur bedah abdomen mayor.

b) Ruang Lingkup

Semua penderita laki-laki berusia >50 tahun yang datang dengan

keluhan kencing kurang lancar yang terdiri dari gejala obstruktif

(hesitansi, pancaran urin melemah atau mengecil, intermitensi, terminal

dribbling, terasa ada sisa setelah miksi) dan gejala iritasi (urgensi yaitu

sulit menahan miksi, frekuensi yaitu miksi lebih sering dari biasanya,

disuria sampai akhirnya terjadi retensi urin).

c). Indikasi Operasi

1) Penderita BPH dengan retensio urin akut atau pernah retensio

urin akut

2) Penderita BPH dengan retensio urin kronis artinya dalam buli-

buli selalu lebih dari 300 ml.

Page 27: Prostate k Tom i

3) Penderita BPH dengan penyulit: batu buli-buli, divertikel buli-

buli, hidronephrosis, gangguan faal karena obstruksi.

4) Penderita BPH yang tidak berhasil dengan terapi medikamentosa

d). Kontra indikasi operasi

1) Penyakit jantung berat/gagal jantung berat

2) Gangguan faal pembekuan darah

Khusus:

1) Prostat yang kecil

2) Sudah pernah dilakukan prostatektomi

3) Pernah operasi di daerah prostat sebelumnya yang berhubungan

dengan kelenjar prostat

4) Beberapa tipe kanker prostat

e). Diagnosis Banding

1) Striktur uretra

2) Batu uretra post

f). Pemeriksaan Penunjang

Prostate spesific antigen (PSA), foto polos abdomen,

pyelografi intravena (pada kasus BPH tanpa retensio urin), USG bila

terjadi gangguan faal ginjal (serum kreatinin >4),  uroflowmetri bila

penderita  masih bisa kencing atau  untuk evaluasi pasca terapi, dan

TRUS (Transrektal USG) dengan indikasi tertentu.

Page 28: Prostate k Tom i

g). Teknik Operasi

1) Dengan pembiusan umum.

2) Posisi pasien terlentang dengan meja sedikit fleksi.

3) Pasang kateter urin, isi buli-buli dengan air steril 300cc, lepaskan

kateter.

4) Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik.

5) Lapangan pembedahan dipersempit dengan linen steril.

6) Insisi kulit di garis tengah infraumbilikal diperdalam sampai

membuka fasia rektus (linea alba)

7) Lemak perivesika disisihkan ke proksimal, identifikasi buli-buli,

pasang retraktor.

8) Buat jahitan hemostasis dengan chromic catgut di proksimal dan

distal tempat yang akan diinsisi pada buli. Insisi buli diantara

kedua jahitan, perlebar dengan klem. Identifikasi leher buli,

trigonum dan muara ereter.

9) Insisi mukosa yang mengelilingi penonjolan adenoma dengan

kauter, pisahkan mukosa dengan adenoma menggunakan gunting

bengkok.

10) Enukleasi adenoma prostat di antara kapsul dan adenoma dengan

jari. Potong sisa mukosa dengan gunting. Bekas enukleasi di

tekan  dengan kasa selama ± 5 menit untuk menghentikan

Page 29: Prostate k Tom i

perdarahan, jahit dasar prostat pada jam 5 dan 7 untuk

hemostasis.

11) Pasang kateter lubang tiga no. 24F sampai ke buli-buli (balon

jangan diisi dulu)

12) Jahit buli-buli 2 lapis, mukosa muskularis dengan plain catgut 3-

0 secara jelujur, tunika serosa dengan Dexon 3-0.

13) Tes evaluasi kebocoran buli-buli dengan memasukkan PZ 250cc

melalui kateter, bila tidak ada kebocoran isi balon kateter balon

dengan air 40cc dan ditraksi kemudian dipasang spoel dengan

PZ.

14) Pasang redon drain peri vesikal.

15) Tutup  lapangan operasi lapis demi lapis.

h). Komplikasi operasi

Komplikasi pasca bedah ialah perdarahan, sistitis, epidimo-

orkitis, inkontinensia urin, kontraktur leher buli, disfungsi ereksi,

dan ejakulasi retrograde.

i). Mortalitas

Rendah

j). Perawatan Pascabedah

1) Kateter ditraksi selama 24 jam, dan dilepas 5-7 hari

2) Pelepasan redon drain bila dalam 2 hari berturut-turut produksi <

20cc/24 jam.

Page 30: Prostate k Tom i

3) Pelepasan benang jahitan keseluruhan 10 hari pasca operasi.

k). Follow-up

Pada bulan pertama control 2 minggu sekali untuk evaluasi

keluhan dan pancaran kencingnya, selanjutnya setiap 3 bulan, 4

bulan, 6 bulan dan setiap tahun.

Apabila terdapat gangguan pancaran segera periksa

uroflowmetri. Setiap kontrol dilakukan pemeriksaan laboratorium

(darah lengkap, urin lengkap faal ginjal, urin kultur dan tes

kepekaan).

Keuntungan :

a) Baik untuk kelenjar besar

b) Banyak dikerjakan untuk semua jenis pembesaran prostat

c) Kerusakan spingter eksterna minimal 

Kerugian :

a) Memerlukan pemakain kateter lebih lama sampai luka pada

dinding vesica sembuh

b) Sulit pada orang gemuk

c) Sulit untuk kontrol perdarahan

d) Merusak mukosa kulit

e) Mortality rate 1 -5 %

Page 31: Prostate k Tom i

3) Transperineal

Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam

perineum. Cara ini lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat

berguna untuk biopsi terbuka. Pada periode pasca operatif, luka bedah

mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dengan rectum.

Lebih jauh lagi, inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal lebih

mungkin menjadi komplikasi dari pendekatan ini.

Keuntungan :

a) Dapat langssung pada fossa prostat

b) Pembuluh darah tampak lebih jelas

c) Mudah untuk pinggul sempit

d) Langsung biopsi untuk karsinoma

Kerugian :

a) Impotensi

b) Inkontinensia

c) Bisa terkena rectum

d) Perdarahan hebat

e) Merusak diagframa urogenital

2.3.3. Komplikasi Pasca Prostatektomi

Komplikasi yang berkaitan dengan prostatektomi bergantung pada jenis

pembedahan dan mencakup hemorogi, pembentukan bekuan, obstruksi kateter,

dan disfungsi seksual.

Page 32: Prostate k Tom i

Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi (meskipun

prostatektomi perinial dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan syaraf

pudendal yang tidak dapat dihindari). Pada kebanyakan kasus, aktivitas seksual

dapat dilakukan kembali dalam 6-8 minggu, karena saat ini fossa prostatic telah

sembuh. Setelah ejakulasi, maka cairan seminal mengalir ke dalam kandung

kemih dan diekskresikan melalui urin. Vasektomi mungkin dilakukan selama

pembedahan untuk mencegah penyebaran infeksi dari uretra prostatic melalui

vas deferens ke dalam epidedemis (Smeltzer, 2002).

2.2.4 Asuhan Pasien dengan Prostatektomi

a. Perawatan Perioperatif

Kelenjar prostat adalah organ yang sangat vascular, maka perdarahan

adalah komplikasi pasca opersai yang sering timbul. Perawat perlu mengkaji

masalah yang dialami pasien yang bisa mempengaruhi masa pembekuan dan

perdarahan seperti anemia. Obat-obat yang dimakan pasien harus dicatat. Obat-

obat seperti aspirin, NSAID, antikogulan seperti Coumadin dapat

mempengaruhi masa pembekuan maka harus dilaporkan ke dokter.

Perawat perlu mengkaji pola defekasi pasien. Konstipasi dan feses yang

keras dapat menimbulkan masalah pasca-operasi. Pasien harus menghindari

manuver Valsava pasca-operasi karena bahaya perdarahan dan tekanan pada

prostat ketika mengejan dapat menimbulkan rasa nyeri dan spasme kandung

kemih. Pasien perlu diberi obat laksatif untuk membuat feses lembut.

Page 33: Prostate k Tom i

Perawat juga perlu mengkaji pengetahuan pasien akan tujuan

pembedahan, efek pada eliminasi urine, fungsi seksual, dan fertilitas. Perlu juga

dijelaskan pada pasien tentang kateter Foley 3 jalur dan irigasi kandung kemih

pasca-operasi.

b. Perawatan Pasca-operasi

1). Meningkatkan Eliminasi Urine Adekuat

Pasca prostatektomi 24-48 jam pertama adalah waktu yang sangat kritis

dalam mempertahankan kepatenan kateter. Risiko adanya darah beku yang bisa

menyumbat aliran urine adalah sangat tinggi dalam 24-48 jam pertama.

Tetesan irigasi kandung kemih harus dipantau dan dipertahankan agar urine

bebas dari darah beku (warna urine bisa merah muda). Apabila warna urine

menjadi merah, tetesan irigasi perlu dipercepat. Asupan dan haluaran urine

harus dipantau dengan tepat dan didokumentasikan. Catatan asupan dan

haluaran mendokumentasikan haluaran urine dibandingkan dengan

pengeluaran larutan dari irigasi. Haluaran urine harus paling sedikit adalah 50

ml/jam lebih dari pengeluaran per jam larutan irigasi. Haluaran urine yang

kurang bisa menunjukkan kemungkinan obstruksi, maka perawat perlu

memeriksa kepatenan semua slang. Apabila semua slang paten, maka irigasi

kateter secara manual dilakukan dengan memakai spuit 50 ml untuk

melepaskan darah beku yang menyumbat kateter.

2). Mengontrol Ketidaknyamanan karena Spasme dan Peregangan Kandung

Kemih

Page 34: Prostate k Tom i

Belladonna dan Opium dalam bentuk supositoria rectal efektif untuk

menangani nyeri karena spasme kandung kemih. Supositoria ini lembut dan

tidak ada bahaya trauma pada jaringan rectum. Pasien dianjurkan minum

sebanayak 8-10 penuh tiap hari. Asupan yang banyak bisa menjadi irigasi

internal untuk kandung kemih dan bisa mencegah iritasi dan spasme kandung

kemih.

3). Mencegah Infeksi

Antibiotika intravena atau oral diberikan dalam beberapa hari setelah

pembedahan. Pasien perlu diberi tahu tentang pentingnya asupan caiaran untuk

menghindari stasis dan infeksi traktus urinarius.

4). Meredakan Ansietas

Pasien perlu diberi tahu bahwa kebanyakan pasien, setelah

prostatektomi mengalami inkontinensia tetapi hanya sementara. Pasien

dianjurkan melakukan latihan Kegel untuk memperkuat perineum sehingga

pasien bisa mengendalikan urinasi. Kecemasan pasien juga bisa dikurangi

apabila diberi tahu bahwa pengangkatan prostat tidak mengganggu

kemampuan untuk mengadakan ereksi dan mengalami orgasme.

Pedoman Perawatan Pasca Prostatektomi

1. Pertahankan kepatenan system kateter

2. Pantau urine (dalam 24 jam pertama warna urine merah muda, dalam 3 hari

warna urine berubah menjadi kuning tua)

Page 35: Prostate k Tom i

3. Pantau tanda intoksikasi air (bingung, gelisah, kulit basah, hangat,

anoreksia, mual, dan muntah)

4. Beri tahu pasien untuk tidak mengejan; terangkan bahwa perasaan ingin

berkemih disebabkan oleh tekanan balon kateter pada sfingter internal

5. Hindari lavamen dan pemakaian thermometer rectal

6. Beri medikasi yang diresepkan (analgesic, antispasmodic) apabila perlu beri

tahu pasien bahwa spasme akan berkurang dalam 24-48 jam

7. Setelah kateter dilepas:

a. Pantau gejala retensi urine

b. Pantau inkontinensia, dorong pasien melakukan latihan Kegel

c. Dorong pasien meningkatkan asupan cairan (8-10 gelas penuh/hari) dan

sering mengosongkan kandung kemih

8. Untuk pasien dengan prostatektomi suprapubik; ganti balutan pada insisi

suprapubik sesering mungkin untuk mencegah iritasi kulit dan kerusakan

kulit

9. Beri pasien kesempatan untuk mengungkapkan perasaan tentang masalah

seksualitas dan kemungkinan inkontinensia

10. Penyuluhan kesehatan:

a. Tidak mengangkat barang berat (>10 kg) dan hindari koitus selama 3

minggu

b. Tidak mengejan waktu defekasi; pakai obat laksatif

Page 36: Prostate k Tom i

c. Minum sebanyak 8-10 gelas/ hari untuk menghindari stasis urine dan

dan infeksi traktus urinarius

d. Segera lapor ke dokter bila ada tanda infeksi traktus urinarius,

hematuria, atau penurunan deras urine ketika berkemih (Baradero,

Dayrit dan Siswadi, 2008)

2.4 Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri.

Tekanan ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah jantung,

ketegangan arteri, dan volume, laju serta kekentalan ( viskositas darah ). Tekanan

darah terjadi akibat fenomena siklis. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel

berkontraksi dan disebut tekanan sistoloik. Tekanan diastolic adalah tekanan

terendah, yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya

digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolic, dengan

nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan

darah normal biasanya 120/80. ( Smeltzer, 2002 )

Tekanan darah adalah tekanan yang didesakkan dengan mensirkulasikan

darah pada dinding pembuluh darah, dan merupakan salah satu tanda-tanda vital

yang prinsipil. Tekanan dari pensirkulasian darah menurun ketika ia bergerak

menjauh dari jantung melalui pembuluh arteri dan kapiler serta menuju jantung

melalui pembuluh vena. Tekanan darah terjadi karena ada dua kekuatan. Satu

kekuatan diciptakan oleh jantung ketika ia memompa darah menuju pembuluh

Page 37: Prostate k Tom i

arteri dan melalui system sirkulatori. Sedangkan kekuatan yang lainnya adalah

kekuatan pembuluh arteri ketika mendesak darah mengalir dari jantung.

Distole

Diastole adalah periode istirahat yang mengikuti periode kontraksi.

Pada awalnya:

1. Darah vena memasuki atrium kanan melalui vena kava superior dan inferior

2. Darah yang teroksigenasi melewati atrium kiri melalui vena pulmonalis

3. Kedua katup atrioventrikular (tricuspidalis dan mitralis) tertutup dan dicegah

untuk memasuki atrium ke dalam ventrikel

4. Katup pulmonalis dan aorta tertutup, mencegah kembalinya darah dari arteria

pulmonalis ke dalam ventrikel kanan dan dari aorta ke dalam ventrikel kiri.

5. Dengan bertambah banyaknya darah yang memasuki kedua atrium, tekanan

di dalamnya meningkat; dan ketika tekanan di dalamnya lebih besar dari

ventrikel, katup atrioventrikuler terbuka dan darah mulai mengalir dari atrium

ke dalam ventrikel.

Systole

Systole adalah periode kontraksi otot, yang berlangsung selama 0,3 detik.

1. Dirangsang oleh nodus sino-atrial, dinding atrium berkontraksi, memeras sisa

darah dari atrium ke dalam ventrikel.

2. Ventrikel melebar untuk menerima darah dari atrium dan kemudian mulai

berkontraksi

Page 38: Prostate k Tom i

3. Ketika tekanan dalam ventrikel melebihi tekanan dalam atrium, katup

atrioventrikular menutup. Chordae tendinea mencegah katup terdorong ke

dalam atrium

4. Ventrikel terus berkontraksi. Katup pulmonalis dan aorta membuka akibat

peningkatan tekanan ini.

5. Darah menyembur keluar dari ventrikel kanan ke dalam arteria pulmonalis

dan darah dari ventrikel kiri menyembur ke dalam aorta

6. Kontraksi otot kemudian berhenti, dan dengan dimulainya relaksasi otot,

siklus baru dimulai.

Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama yang mendorong darah

ke jaringan. Tekanan ini harus diatur secara ketat karena dua alasan. Pertama,

tekanan tersebut harus cukup tinggi untuk menghasilkan gaya dorong yang

cukup; tanpa tekanan ini, otak dan jaringan lain tidak akan menerima aliran yang

adekuat seberapa pun penyesuaian lokal mengenai resistensi arteriol ke organ-

organ tersebut yang dilakukan. Kedua, tekanan tidak boleh terlalu tinggi,

sehingga menimbulkan beban kerja tambahan bagi jantung dan meningkatkan

risiko kerusakan pembuluh serta kemungkinan rupturnya pembuluh-pembuluh

halus. ( Lauralee Sherwood, 2001 )

Tekanan arteri rata-rata secara konstan dipantau oleh baroseptor (sensor

tekanan) di dalam sistem sirkulasi. Apabila reseptor mendeteksi adanya

penyimpangan dari normal, akan dimulai serangkaian respons refleks untuk

memulihkan tekanan arteri ke nilai normalnya. Penyesuaian jangka pendek

Page 39: Prostate k Tom i

(dalam beberapa detik ) dilakukuan dengan mengubah curah jantung dan

resistensi perifer total, yang diperantarai oleh pengaruh system saraf otonom pada

jantung, vena, dan arteriol. Penyesuaian jangka panjang (memerlukan waktu

beberapa menit hingga hari) melibatkan penyesuain volume darah total dengan

memulihkan keseimbangan garam dan air melalui mekanisme yang mengatur

pengeluaran urin dan rasa haus. Besarnya volume darah total, pada gilirannya,

menimbulkan efek nyata pada curah jantung dan tekanan arteri rata-rata.

Setiap perubahan pada tekanan darah rata-rata akan mencetuskan refleks

baroseptor yang diperantarai secara otonom dan mempengaruhi jantung serta

pembuluh darah untuk menyesuaikan curah jantung dan resistensi perifer total

sebagai usaha untuk memulihkan tekanan darah ke normal. Seperti refleks

lainnya, refleks baroseptor mencakup resptor, jalur aferen, pusat integrasi, jalur

eferen, dan organ efektor. Reseptor terpenting yang berperan dalam pengaturan

terus-menerus tekanan darah, yaitu sinus karotikus dan baroseptor lengkung

aorta, adalah mekanoreseptor yang peka terhadap perubahan tekanan arteri rata-

rata dan tekanan nadi. Ketanggapan reseptor-reseptor tersebut terhadap fluktuasi

tekanan nadi meningkatkan kepekaan mereka sebagai sensor tekanan, karena

perubahan kecil pada tekanan sistolik atau diastolic dapat mengubah tekanan nadi

tanpa mengubah tekanan rata-rata.

Baroseptor secara terus-menerus memberikan informasi mengenai

tekanan darah; dengan kata lain mereka secara kontinu menghasilkan potensial

aksi sebagai respon terhadap tekanan di dalam arteri. Jika tekanan arteri

Page 40: Prostate k Tom i

meningkat, potensial reseptor di kedua baroseptor itu meningkat, sehingga

kecepatan pembentukan potensial aksi di neuron aferen yang bersangkutan juga

meningkat. Sebaliknya, apabila tekanan darah menurun kecepatan pembentukan

potensial aksi di neuron aferen oleh baroseptor berkurang.

Kadang-kadang mekanisme kontrol tekanan darah tidak berfungsi secara

benar atau tidak mampu secara total mengkompensasi perubahan-peubahan yang

terjadi. Tekanan darah dapat meningkat di atas rentang normal (Hipertensi

apabila di atas 140/90 mmHg) atau di bawah normal (Hipotensi apabila kurang

dari 100/60 mmHg).

2.5 Perbedaan Tekanan Darah Pre dan Post Prostatektomi

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika

dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan

intravesikal. Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-

buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter

ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi

refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan

hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

Hidronefrosis kronik yang bersifat unilateral atau bilateral, akibat adanya

pengembangan volume ekstraseluler atau penyakit ginjal lainnya dapat

menyebabkan hipertensi yang nyata. Selain itu prostat hiperplasi dapat

meningkatkan frekuensi infeksi saluran kemih melalui jalur ascenden.

Page 41: Prostate k Tom i

Suprainfeksi pada sumbatan saluran kemih dapat menyebabkan kerusakan

jaringan ginjal yang cepat dan menimbulkan hipertensi parenkim ginjal

(Purnomo, 2011)

Renin adalah hormone lain yang diproduksi oleh ginjal. Fungsi utama

hormone ini adalah untuk mengatur aliran darah pada waktu terjadinya iskemia

ginjal (penurunan suplai darah). Renin disintesis dan dilepaskan dari sel

jukstaglomerulus, yang berada di aparatus jukstaglomerulus ginjal.

Fungsi renin adalah sebagai enzim yang mengubah angiotensinogen

(suatu substansi yang disintesis oleh hati) menjadi angiotensin I. Begitu

angiotensin I bersikulasi di dalam paru-paru, angiotensin I dirubah menjadi

angiotensin II dan angiotensin III. Angiotensin II mengeluarkan efeknya pada

otot polos pembuluh darah sehingga menyebabkan vasokonstriksi pembuluh

darah dan menstimulasi pelepasan aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron

menyebabkan retensi air, yang akan mengakibatkan peningkatan volume darah.

Angiotensin III mengeluarkan efek yang serupa namun derajatnya lebih rendah.

Efek gabungan dari mekanisme ini adalah peningkatan tekanan darah dan aliran

darah ginjal. (Potter dan Perry, 2006)

Dengan menghilangkan penyebab, maka tekanan tinggi intravesika dapat

turun dan diharapkan tekanan darah dapat kembali normal. Untuk menghilangkan

adanya obstruksi pada prostat hiperpalsia, maka perlu dilakukan terapi berupa

medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi lain. Akan tetapi,

Page 42: Prostate k Tom i

sampai saat ini tindakan terbaik untuk menyelesaikan masalah pada pasien

Benigna Hiperplasia Prostat adalah dengan pembedahan atau prostatektomi.

Pasca operasi, maka proses diueresis dan natriuresis dapat berjalan lancar

sehingga volume plasma yang berlebihan berkurang dan tekanan darah akan

turun (Roerhborn, 2005).

Vaughan dan Gillenwater melaporkan bahwa dari 22 pasien dengan

obstruksi uretra bilateral, 17 (77%) mempunyai tekanan diastol lebih dari 90

mmHg. Dari 17 pasien yang mengalami hipertensi, 15 pasien (88%) tekanan

darahnya dapat kembali normal setelah mendapatkan tindakan prostatektomi.

Ghose dan Harindra dalam Unrecognised high pressure chronic retention of

urine presenting with systemic arterial hypertension (1989) melaporkan bahwa

dari 6 pasien hipertensi yang disebabkan oleh obstruksi akibat prostat hiperplasi,

semuanya dapat mengalami penurunan tekanan darah setelah dilakukan

prostatektomi. Akan tetapi, 3 dari pasien tersebut kembali mengalami

peningkatan tekanan darah beberapa bulan setelah operasi dan memerlukan obat-

obat antihipertensi. Dari riwayat medis ketiganya telah lama menderita hipertensi

akibat obstruksi yang lama.

Page 43: Prostate k Tom i

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta:EGC

Depkes RI. 2002. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Pusat Data Kesehatan

Furqon. Evaluasi Biakan Urin pada Penderita BPH setelah pemasangan kateter menetap: pertama kali dan berulang. 2003. Karya Tulis Akhir Program Dokter Spesialis Bedah, Bagian Ilmu Bedah FK. USU. Medan

Gibson, Jhon. 2002. Fisiologi dan Anatomi modern untuk Perawat. Edisi ke-2. Jakarta: EGC

Junqueira, Carlos Luiz dan Jose Carneiro. 2007. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi 10. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Purnomo, Basuki. 2007. Dasar-dasar Urologi. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto

Purnomo, Basuki. 2011. Dasar-dasar Urologi. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto

Potter, Patricia A dan Anne Griffin Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, proses, dan praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC

R. Fajar Prasojo Utomo. Pengaruh Prostatektomi terhadap Penurunan Tekanan Darah pada Penderita Prostat Hiperplasi. 2008. Artikel Karya Ilmiah. FK UNDIP. Semarang

Riwidikdo, Handoko. 2010. Statistik untuk Penelitian Kesehatan dengan Aplikasi Program R dan SPSS. Yogyakarta: Pustaka Rihama.

Roehrborn CG. 2002. Etiology, pathophysiology, epidemiology, and natural history of benign prostatic hyperplasia. Dalam: LR, Novick AC, Partin AW, dan Peters CA (editor). Campbell’s Urology. Phyladelphia: Saunders

Sjamsuhidajat R dan Jong WD. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Page 44: Prostate k Tom i

Stamm WE. 2000. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam ed 13. Jakarta : EGC

Sustrani, lanny, dkk. 2007. Prostat. Jakarta: PT Gramedia.

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC