BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/732/8/6. BAB II.pdf · 2) Atopi/alergi...

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Asma 1. Definisi Asma Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennnya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengise, sak napas, dada terasa berat dan batuk batuk terutama malam hari dan dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan (PDPI, 2003:6). Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang menyebabkan hipereaktifitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengik, batuk, sesak nafas, dan rasa berat di dada terutama pada malam hari atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan (Depkes, 2009:4). 2. Patofisiologi Asma Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktifitas bronkus. Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma non alergik, asma kerja dan asma yang dicetuskan aspirin (PDPI, 2003:5). 3. Komordibitas Penyakit Asma Komorbiditas adalah adanya satu atau lebih gangguan (penyakit) di samping penyakit primer. Pada penderita asma biasanya sering di jumpai pula komorbiditas atau penyakit penyerta. Penyakit komordibitas yang sering di 6

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.poltekkes-tjk.ac.id/732/8/6. BAB II.pdf · 2) Atopi/alergi...

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Asma

1. Definisi Asma

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan

banyak sel dan elemennnya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan

hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa

mengise, sak napas, dada terasa berat dan batuk batuk terutama malam hari

dan dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas

yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa

pengobatan (PDPI, 2003:6). Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi

(peradangan) kronik saluran nafas yang menyebabkan hipereaktifitas bronkus

terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang

berupa mengik, batuk, sesak nafas, dan rasa berat di dada terutama pada

malam hari atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau

tanpa pengobatan (Depkes, 2009:4).

2. Patofisiologi Asma

Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari

obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktifitas

bronkus. Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Berbagai sel

inflamasi berperan terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag,

neutrofil dan sel epitel. Faktor lingkungan dan berbagai faktor lain berperan

sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma.

Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada asma intermiten

maupun asma persisten. Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk

asma seperti asma alergik, asma non alergik, asma kerja dan asma yang

dicetuskan aspirin (PDPI, 2003:5).

3. Komordibitas Penyakit Asma

Komorbiditas adalah adanya satu atau lebih gangguan (penyakit) di

samping penyakit primer. Pada penderita asma biasanya sering di jumpai pula

komorbiditas atau penyakit penyerta. Penyakit komordibitas yang sering di

6

7

jumpai pada penderita asma adalah rinosinusitis, GERD, sleep apnea, depresi

dan ansientas, dan adanya komorbid ini dapat menurunkan kualitas hidup

pasien (Global Initiative For Atshma, 2017:62).

4. Faktor Resiko Asma

Secara umum faktor resiko asma di bedakan menjadi 2 kelompok faktor

genetik dan faktor lingkungan.

a. Faktor genetik

1) Hiperaktifitas

2) Atopi/alergi bronkus

3) Faktor yang memodifikasi penyakit genetic

4) Jenis kelamin

5) Ras/etnikFaktor lingkungan

b. Faktor lingkungan

1) Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, allernaria/jamur dll)

2) Alergen dluar ruangan (alternaria, tepung sari)

3) Makanan (buah penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan

laut, susu sapi, telur).

4) Obat-obat tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, β bloker dll).

5) Bahan yang mengiritasi (missal parfum, household spray, dan lain-lain)

(Depkes, 2008:7).

5. Gejala Asma

Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa

pengobatan gejala awal berupa :

a. Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan nafasnya

b. Sesak nafas

c. Batuk terutama pada malam atau dini hari

d. Dahak sulit keluar

e. Rasa berat didada

Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa

yang termasuk gejala yang berat adalah :

a. Kesadaran menurun

b. Sianosis (kulit kebiruan, yang di mulai dari sekitar mulut)

8

c. Serangan batuk yang hebat

d. Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk

(Direktorat Binfar, 2007:5).

6. Diagnosis

Diagnosis asma adalah berdasarkan gejala yang bersifat episodik,

pemeriksaan fisiknya dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal dan terdengar

bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya

tidak lagi terdengar mengi, karena pasien sudah lelah untuk bernapas). Dan

yang cukup penting adalah pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa

dengan spirometri atau peak expiratory flow meter (Direktorat Binfar, 2007:6).

B. Penggolongan Obat Asma

a. Adrenergik

Adrenergik dengan efek alfa + beta adalah bronkholidator terkuat dengan

kerja cepat tetapi singkat dan di gunakan untuk serangan asma hebat. Contoh:

obat golongan ini adalah adrenalin, efedrin, fenilpropanolamin (Tjay dan

Kirana, 2013:650) isoprenalin, orsiprenalin (IONI, 2017:213).

b. β2 mimetika

Zat-zat ini bekerja selektif terhadap reseptor β2 adrenergik dan praktis

tidak terhadap reseptor –β1. Contoh obat golongan ini adalah salbutamol,

terbutalin, fenoterol, prokaterol, klenbuterol, salmeterol, foemuterol (Tjay dan

Kirana, 2013:650).

c. Antikolinergika

Antikolinergika didalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara

system adrenergik terhambat, maka sistem kolinergis akan berkuasa dengan

akibat bronchokonstriksi. Antikolinergik membentuk reseptor muskarin dari

saraf-saraf menjadi dominan dengan efek brochodilatasi. Contoh obat

golongan ini adalah ipratropium, titropium, deptropium (Tjay dan Kirana,

2013:645).

d. Derivate-Xantin

Daya bronkhorelaksasinya diperkirakan berdasarkan blockade reseptor

adenosine. Selain itu, teofillin seperti kromoglikat yaitu mencegah

9

meningkatnya hiperatifitas dan berdasarkan ini bekerja profilaktis. Contoh

obat golongan inilah teofilin dan aminifilin. (Tjay dan Kirana, 2013:646).

e. Kortikosteroid

Kortikosteroid berkhasiat meniadakan efek mediator, seperti peradangan

dan gatal-gatal. Kortikosteroid menghambat mekanisme kegiatan allergen

melalui IgE dapat menyebebkan degranulasi mastcell, juga meningkatkan

kepekaan reseptor-β2 hingga efek β-mimetika diperkuat. Contoh obat untuk

golongan ini adalah hidrokortison, prednisone, dexametason, beklometason,

flutikason, dan budesonid, triamisolon, flunisolida. (Tjay dan Kirana, 2013)

Metilprednisolon, Mumetason furoat(IONI, 2017:227).

f. Mukolitik dan Ekspektoran

Mukolitik dan ekspektoran adalah obat yang mengurangi kekentalan

dahak. Mukolitik merombak mukoproteinnya dan ekpektoran dengan

mengencerkan dahak, sehingga pengeluarannya dipermudah. Obat ini dapat

meringankan perasaan sesak nafas dan terutama berguna pada serangan asma

hebat yang dapat mematikan bila sumbatan lender sedemikian kental tidak

dapat di keluarkan. Contoh obat golongan ini adalah asetilsistein, ,esna,

bromheksin, ambroxol, kaliumiodida dan ammonium klorida (Tjay dan

Kirana, 2013:664).

g. Antihistamin

Obat-obat ini memblokir reseptor-histamin dan dengan demikian

mencegah efek bronkonstriksinya, Antihistamin sangat efektif terhadap

sejumlah gejala rhinitis alergi, urticaria, kepekaan terhadap obat-obat (rash),

pruritus dan gigitan/sengatan serangga. Namun, efeknya pada asma umumnya

terbatas dan kurang memuaskan, karena antihistaminika tidak melawan efek

bronchokonstriksi dari mediator lain yang dilepaskan mastcell. Banyak

antihistaminika juga memiliki daya antikolinergis dan sedative, mungkin

inilah sebabnya mengapa kini masih agak banyak di gunakan pada terapi

pemeliharaan. Contoh obat golongan ini adalah ketotifen dan Oksatomida

(Tjay dan Kirana,2013:661).

10

h. Zat-zat Antileukortein

Pada pasien asma leukortein turut menimblkan bronchokonstriksi dan

eksresi mukus. Antagonis leukortein yang bekerja spesifik dan efektif pada

terapi pemeliharaan asma. Contoh obat golongan ini adalah zafirlukas,

montelukas (Tjay dan Kirana, 2013:649).

7. Penatalaksanaan Asma

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan

mempertahankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa

hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

Tujuan penatalaksanaan asma:

a. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

b. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

c. Mengupayakan aktivitas normal termasuk olahraga

d. Menghindari efek samping obat

e. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel

f. Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma yaitu meningkatkan dan mempertahankan kualitas

hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan

aktivitas sehari-hari (Depkes, 2009:12-14).

Terapi asma ada dua, yaitu terapi non farmakologi dan terapi farmakologi.

Terapi non farmakologi meliputi edukasi pasien, pengukuran peak flow meter,

identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus, pemberian oksigen, banyak

minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak, kontrol secara

teratur dan pola hidup sehat (penghentian merokok, menghindari kegemukan,

dan kegiatan fisik misalnya senam asma). Sedangkan terapi farmakologi

meliputi agonis β2, kortikosteroid inhalasi, modifier leukotrien, cromolin dan

nedokromil, teofilin, serta kortikosteroid oral (Depkes, 200912-14).

Penatalaksanaan asma terbagi menjadi dua yaitu terapi farmakologi dan

non farmakologi.

a. Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi pada asma meliputi

11

1) β2 Agonis kerja pendek adalah bronkodilator paling efektif yang tersedia, β2 –

Adrenergik menstimulasi reseotor adrenergik mengaktifkan adrenal cylcase,

yang menghasilkan peningkatan adenosin siklik intraseluler monofosfat,

menghasilkan relaksasi otot polos, sel mast stabilisasi membran, dan stimulasi

otot rangka.

2) Pemberian aerosol meningkatkan bronkoselektifitas dan memberikan lebih

banyak respon cepat dan perlindungan yang lebih cepat dan perlindungan

yang lebih besar terhadap provokasi yang mendoron bronkospasme (misalkan,

olahraga, tantangan allergen) daripada sistemik administrasi.

3) Albuterol dan β2 selektif short-acting yang di hirup lainnya di indikasikan

untuk asma berat akut dan EIB. Perawatan rutin (empat kali sehari) tidak

meningkatkan kontrol gejala atas penggunaan sesuai kebutuhan.

4) Formoterol dan salmeterol adalah inhalasi β2-agonis kerja panjang untuk

tambahan jangka panjang kontrol untuk pasien dengan gejala yang sudah

menggunakan dosis rendah hingga sedang, kortikosteroid inhalasi sebelum

memajukan ke kortikosteroid inhalasi dosis menengah atau tinggi, agonis β2

kerja pendek harus dilanjutkan untuk eksaserbasi akut. Agen yang bekerja

lama tidak efektif untuk asma berat akut karena dapat memakan waktu hingga

20 menit untuk onset dan 1 hingga 4 jam untuk bronkodilasi maksimum.

5) Pada asma berat akut, nebulisasi terus-menerus dari agonis β2 kerja pendek

(mis., Albuterol) direkomendasikan untuk pasien yang memiliki respons yang

tidak memuaskan setelah tiga dosis (setiap 20 menit) agonis β2 aerosol dan

berpotensi untuk pasien yang datang pertama kali dengan nilai PEF atau FEV1

kurang dari 30% dari yang diperkirakan normal.

6) Agen agonis β2 inhalasi adalah pengobatan pilihan untuk EIB. Agen kerja

pendek memberikan perlindungan lengkap selama minimal 2 jam; agen jangka

panjang memberikan signifikan perlindungan selama 8 hingga 12 jam pada

awalnya, tetapi durasi menurun dengan kronis penggunaan reguler.

7) Pada asma nokturnal, agonis β2 inhalasi kerja jangka panjang lebih disukai

daripada oral, agonis β2 rilis berkelanjutan atau teofilin rilis berkelanjutan.

Namun, nokturnal asma dapat menjadi indikator pengobatan antiinflamasi

yang tidak memadai.

12

b. Terapi Non Farmakologi

Terapi non farmakologi pada pasien asma meliputi

1) Pendidikan pasien dan pengajaran keterampilan manajemen diri harus menjadi

landasan program perawatan. Program manajemen diri meningkat kepatuhan

terhadap rejimen pengobatan, ketrampilan manajemen diri dan pengunaan

layanan kesehatan.

2) Pengukuran obstruksi airflow obstruktif dengan flow meter di rumah belum

tentu meningkatkan kesehatan pasien. NAEPP menganjurkan pengunaan

pemantauan DTP hanya untuk pasie dengan persisten asma parah yang

mengalami kesulitan obstruksi jalan nafas.

3) Menghindari pemicu alergi yang diketahui dapat meningkatkan gejala, seperti

mengurangi pengunaan obat-obatan, dan mengurangi BHR. Pemicu dari

lingkungan (misalkan, hewan) harus di hindari pada pasien yang sensitif dan

untuk perokok disarankan untuk berhenti merokok.

4) Pasien dengan asma yang berat harus menerima oksigen tambahan terapi

untuk mempertahankan oksigen arteri di atas 90%. Dehidrasi yang signifikan

harus di perbaiki, gravitaasi spesifik urin dapat memandu terapi pada anak-

anak, di antaranya penilaian hidrasi yang sulit (Diporo T Joseph et al, 2007:).

5) Edukasi

Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam

penatalaksanaan asma.Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk:

a) Meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan pola

penyakit asma sendri)

b) Meningkatkan keterampilan (kemampuan dalam penanganan asma mandiri)

c) Meningkatkan kepuasan

d) Meningatkan rasa percaya diri

e) Meningjatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiiri

f) Membantu pasien adar dapat melakukan penatalaksanaan dan mengontrol

asma bentuk pemberian edukasi

g) Komunikasi/nasehat saat berobat

h) Ceramah

i) Latihan/training

13

j) Supervise

k) Diskusi

l) Tukar menukar informasi

m) Leaflet,brosur,buku bacaan

Komunikasi yang baik adalah kunci kepatuhan pasien,upaya meningkatkan

kepatuhan pasien dilakukan dengan:

a) Edukasi dan mendapatkan persetujuan pasien untuk setiap

tindakan/penanganan yang akan dilakukan. Jelaskan sepenuhnya kegiatan

tersebut dan manfaat yang dapat dirasakan pasien.

b) Tindak lanjut (follow-up) setiap kunjungan menilai ulang penanganan yang

diberikan dan bagaimana asien melakukannya. Bila mungkin kaitan dengan

perbaikan yang dialami pasien (gejala dan faal baru).

c) Menetapkan rencana pengobatan bersama-sama dengan membantu

pasien/keluarga dalam menggunakan obat asma. Identifiksdi dan atasi

hambatan yang yang terjadi atau yang dirasakan pasien, sehingga pasien

merasakan manfaat penatalaksanaan asma secara konkret.

d) Menanyakan kembali rencana penanganan yang disetujui bersama dan yang

akan dilakukan, pada setiap kunjungan.

e) Mengajak keterlibatan keluarga.

f) Pertimbangkan pengaruh agama, kepercayaan, budaya dan status sosial

ekonomi yang dapat berefek terhadap penanganan asma.

6) Pengukuran peak flow meter

Perlu dilakukan pada pasien dengan dengan asma sedang sampai berat.

Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi(APE) dengan Peak Flow Meter ini

dianjurkan pada:

a) Penanganan serangan akut digawat darurat, klinik, praktek dokter dan oleh

pasien di rumah.

b) Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.

c) Pemantauan sehari-hari dirumah , idealnya dilakukan pada pasien asma

persisten usia diatas >5 tahun, terutama pada pasien.Setelah perawatan di

rumah sakit, pasien yang sulit/tidak mengenala perburukan melalui gejala

padahal beresiko tinggi untuk mendapat serangan yang mengancam jiwa.

14

Pada asma mandiri pengukuran APE dapat digunakan untuk membantun

pengobatan seperti:

a) Mengetahui apa yang membuat asma memburuk

b) Memutuskan apa yang akan dilakukan bila rencana pengobatan berjalan baik

c) Memutuskan apa yang akan dilakukan jika dibutuhkan penambahan atau

penghentian obat

d) Memutuskan kapanpasien meminta bantuan medis/dokter/IGD

e) Identifikasi dan mengendalikan factor pencetus

f) Pemberian oksigen

g) Banyak minu untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak

h) Kontrol secara teratur

Pola hidup sehat dapat dilakukan dengan cara penghentian merrokok

menghindari kegemukan,Kegiatan fisik misalnya senam asma (Direktorat

Binfar, 2007).

15

Sumber: Pharmacotherapy Hand Book Edisi 9: 824

Gambar 2.1 Bagan Penatalaksanaan Secara Farmakologi Asma Untuk Usia 5-11 Tahun.

intermitenasma

Asma persisten : pengobatan harian asma untuk usia 5-11 tahunKonsultasi dengan spesialis asma untuk langkah ke 4 atau perawatan yang lebih tinggi. Pertimbangkan konsultasi pada langkah ke 3

Langkah 1Lebih disukai

SABA prn

Langkah 2Lebih disukai

Dosis rendah ICSAlternatif

LTRA , Kromolin,Nedokromil, dan

teofilin

Langkah 3Lebih disukai

Dosis medium ICSAtau

Dosis rendah ICS +salahsatu LTRA

atau teofilin

Langkah 4Lebih disukaiDosis mediumICS +LABA

AtauDosis mediumICS + salahsatu

LTRA atauteofilin

Langkah 5Lebih disukai

Dosis tinggiICS +LABA

AtauDosis tinggi

ICS + salahsatuLTRA atau

teofilin

Langkah 6Lebih disukai

Dosis medium ICS+ LABA +

Kortikosteroid oralAtau

Dosis medium ICS+ salahsatu LTRA

atau teofilin +kortikosteroid oral

Tingkatkan jikaperlu (pertama,cek ketaatan ,

kontrollingkungan dan

kondisikomorbiditas

kurangipemakaian bilamemungkinkan(asma terkontrol

dengan baiksetidaknya 3

bulan

9

Nilaikontrol

Edukasi pasien dan kontrol lingkungan pada setiap langkahLangkah 2-4: Pertimbangan imunoterapi alergen SQ untuk pasien alergi

Keterangan: SABA ( short acting B2 Agonis)ICS ( Inhalasi kortikostaroid)LTRA (Leukotrine receptor antagonis)LABA (Long acting B2 AgonisSQ (Sufficiente quantitate

15

16

Sumber: Pharmacotherapy Hand Book Edisi 9:825

Gambar 2.2 Bagan Penatalaksanaan Secara Farmakologi Asma Untuk Usia > 12 Tahun dan Dewasa

intermitenasma

Asma persisten : pengobatan harian asma untuk usia >12 tahun dan dewasaKonsultasi dengan spesialis asma untuk langkah ke 4 atau perawatan yang lebih tinggi. Pertimbangkan konsultasi pada langkah ke 3

Langkah 1Lebih

disukaiSABA prn

Langkah 2Lebih disukai

Dosis rendah ICSAlternatifKromolin,

Nedokromil,LTRA dan

teofilin

Langkah 3Lebih disukai

Dosis medium ICSAtau

Dosis rendah ICS + LABAAlternatif

Dosis rendah ICS +salahsatu LTRA , teofilin

atau zileuton

Langkah 4Lebih disukaiDosis mediumICS +LABAAlternatif

Dosis mediumICS + salah satuLTRA, teofilinatau zileuton

Langkah 5Lebih disukai

Dosis tinggi ICS+LABA

DanPertimbangkan

penggunaanomalizumab

untuk pasien yangmemiliki alergi

Langkah 6Lebih disukai

Dosis medium ICS+ LABA +

Kortikosteroid oralDan

Pertimbangkanpenggunaan

omalizumab untukpasien yang

memiliki alergi

Tingkatkan jikaperlu (pertama,cek ketaatan ,

controllingkungan dan

kondisikomorbiditas

kurangipemakaian bila

memungkinkaan(asma terkontrol

dengan baiksetidaknya 3

bulan

9

Nilaikontrol

Edukasi pasien dan kontrol lingkungan pada setiap langkahLangkah 2-4: Pertimbangan imunoterapi alergen SQ untuk pasien alergi

Keterangan: SABA ( short acting B2 Agonis)ICS ( Inhalasi kortikostaroid)LTRA (Leukotrine receptor antagonis)LABA (Long acting B2 AgonisSQ (Sufficiente quantitate

16

17

B. Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah kelompok obat yang memiliki aktivitas

glukokortikoid dan mineralokortikoid sehingga memperlihatkan efek yang

sangat beragam yang meliputi efek terhadap metabolisme karbohidrat, protein

dan lipid, efek terhadap keseimbangan air dan elektrolit, dan efek terhadap

pemeliharaan fungsi berbagai sistem dalam tubuh. Namun, secara umum

efeknya dibedakan atas efek retensi Na, efek terhadap metabolisme

karbohidrat dan efek antiinflamasi (Aprianto, 2016:13)

Kortikosteroid mengurangi jumlah sel inflamasi di saluran napas, termasuk

eosinofil, limfosit T, sel mast dan sel dendritik. Efek ini dicapai dengan

menghambat penarikan sel inflamasi ke saluran napas dan menghambat

keberadaan sel inflamasi di saluran napas. Oleh karena itu, kortikosteroid

mempunyai efek antiinflamasi spektrum luas, sehingga berdampak pada

berkurangnya aktivasi inflamasi, stabilisasi kebocoran vaskular, penurunan

produksi mukus dan peningkatan respon β-adrenergik (Ikawati Z, 2006:78).

1. Pengunaan kortikosteroid pada Asma Bronkial

Pada status asmatikus atau asma kronis yang berat, glukokortikoid dosis

besar harus segera di berikan metil prednisolon-na-suksinat 60-100 m setiap 6

jam dapat diberikan secara IV. Bila gejala mereda, dapat diikuti pemberian

prednison oral 40-60 mg/hari. Dosis diturunkan bertahap sampai hari ke-10

terapi dapat dihentikan. Terapi non steroid dapat diberikan setelah keadaan

mereda.

Eksaserbasi akut asma dapat diatasi dengan prednison 30mg, 2 kali sehari

selama 5 hari kemudian bila masih perlu dapat diperpanjang 1 minggu dengan

dosis yang lebih rendah. Bila pemberian obat anti-asma lain memberikan

respons yang baik, kortikosteroid dapat dihentikan dengan cara yang benar.

Gejala supresi fungsi adrenal dapat timbul dalam waktu 1-2 minggu,

tergantung besar dosis. Saat ini hampir semua asma dapat diatasi dengan

kortikosteroid inhalasi.

Pasien yang sedang menggunakan glukokortikoid oral harus menurunkan

dosis secara bertahap, bila akan memulai dengan inhalasi beklometason.

Inhalasi ini sering menyebabkan kandidias orofaringstanpa gejala, pencegahan

18

diupayakan dengan berkumur tiap kali sesudah pemakaian (Departemen

Farmakologi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI, 522).

2. Terapi Kortikosteroid

a. Terapi inhalasi

Konsep-konsep baru tentang patogenesis asma dan hiperraktivitas bronkus

mengarah pada peradangan saluran nafas dengan mekanisme kausatif sentral.

Karena itu kortikosteroid inhalasi telah menjadi mode utama untuk terapi

pasien asma sedang hingga berat. Penggunaan jangka panjang kortikosteroid

inhalasi menurunkan keadaan hiperresponsif saluran napas. Diantara agen-

agen yang ada, beklometason dan budesonid mempunyai rasio resiko

menguntungkan yang lebih baik dari pada triamsinolon atau flunisolid. Pada

umumnya, kemanjuran klinik beklometason dan budesonik tanpak serupa

sementara budesonik mungkin mempunyai efek-efek sistemik yang lebih

sedikit, terutama pada dosis yang lebih tinggi.

Steroid inhalasi dosis tinggi merupakan metode yang disukai untuk

mengobati asma kronis berat. Terapi steroid oral sering dapat di hindari atau

dihentikan dengan terapi inhalasi dosis tinggi (>1.000μg/hari) atau, kalau

diperlukaan sediaan kombinasi streroid inhalasi dan oral. Keduannya dapat di

titrasi untuk mendapatkan dosis yang efektif yang terendah, sehingga didapat

keseimbangan yang lebih baik anatara efek-efek anti asma dan efek

sistemiknnya (Farmakologi & Terapi Pediatri, 336-337).

b. Steroid oral

Kortikoid-kortikoid yang diberikan secara oral akan terus mepunyai

peran dalam penangan pasien asma kronis berat. Penggunaan steroid sejak dini

yang diberikan secara oral dalam dosis tunggal atau dengan dosis yang

semakin menurun biasannya menimbulkan remisi gejala dengan cepat dan

perawatan di rumah sakit sering tidak diperlukan (Farmakologi & Terapi

Pediatri, 337).

f. Mekanisme kerja

Kortikosteroid berkerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis prtein.

Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif.

Hanya di jaringan target hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang

19

spesifik salam sitoplasma sel dan membentuk kompleks resptor-steroid.

Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak menuju

nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi

RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi protein ini yang akan

menghasilkan efek fisiologi steroid.

Pada beberapa jaringan, misalkan hepar, hormon steroid merangsang

tranksripsi dan sintesis protein spesifik pada jaringan lain, mislkan sel limfoid

dan fibroblast hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnnya

menghambat atau toksik terhadap sel-sel limfoid, hal ini menimbulkan efek

katabolik (Departemen Farmakologi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran UI,

511).

g. Indikasi

Terapi pemeliharan dan profilaksis asma, termasuk pasien yang

memerlukan kortikosteroid sistemik, pasien yang mendapatkan keuntungan

dari penggunaan dosis sitemik, terapi pemeliharaan asma dan terapi

profilaksis pada anak usia 12 bulan sampai 8 tahun. Obat ini tidak

diindikasikan untuk pasien asma yang dapat diterapi dengan bronkodilator

dan obat non steroid lain, pasien yang kadang-kadang mengunakan

kortikosteroid sistemik atau terapi bronchitis non asma (Direktorat Binfar,

2007:40).

Tabel 2.1 Dosis dan Cara Penggunaan Kortikosteroid

Nama obat Bentuk sediaan DosisDeksametason Tablet Anak-anak

Dewasa

0,5mg-2mg/kg 1hari pakai

0,57-9 mg dalam 2-4 dosis terbagiMetilprednisolon

Tablet Anak- anak

Dewasa

0,117-1,60 mg/kg berat badansetiap hari dalam 4 dosis terbagi

2-60 mg dalam 2-4 dosis berbagiPrednisolon Tablet anak-anak

Dewasa

Untuk asma kurang ≤ 12 tahun 1-2mg perhari setiap 12 jam untuk3-10 hari.

5mg-60mg dalam 4 dosis terbagiTriamsinolon Aerosol oral Anak-anak

Dewasa

0,11-1,6 mg/kg perhari, 3-4 kali

2 inhalasi (kira-kira 200 mcg) 3sampai 4 kali sehari atau 4 ihalasi(400mcg) 2 kali sehari . dosisharian maksimum adalah 16inhalasi (1600 mcg)

20

Nama Obat Bentuk Sediaan DosisBeklometason Aerosol oral Dewasa dan

Anak-anak >12 tahun

Anak 5-11tahun

Pasien yang sebelumnnyamenjalankan terapi asma denganbronkodilator saja 40-80 mcgsehari.Pasien yang sebelumnnya

menjalani terapi asma dengankortikosteroid inhalasi : 40-160mcg sehariPasien yang sebelumnnyamenjalani terapi asma denganbronkodilator saja : 40 mcg sehari.Pasien yang sebelumnnyamenjalani terapi asma dengankortikosteroid inhalasi : 40 mcgsehari.

Budesonid Serbuk dansuspense untukinhalasi

Anak-anak>12 tahun

menjalani terap asma denganbronkodilator saja :200 mcgsehari. Pasien yang sebelumnnyamenjalankan terapi asma dengankortikosteroid inhalasi : 200 mcgsehari. Pasien yang sebelumnnyamenjalankan terapi asma dengankortikosteroid oral : dosismaksimum 400 mcg dua kalisehari

Flutikason Aerosol Usia > 12tahun

Inhaler , 44mcg/1x semprot, 110dan 220Inhaler powder, 50 mcg/1xsemprot, 100 dan 250. Pemakiantiap 12 jam.

Flunisolid Aerosol Anak 6-12tahun>12 tahun

1x semprot (180 mcg)

2x semprot (160 mcg)Mometason Aerosol Dewasa

Anak 4-11tahun≥12 tahun

1x setiap sore (110 mcg/semprot)1x setiap sore (220mcg/semprot)

Sumber : Direktorat Bina Farmasi, 2007:40-45 & Medscape

h. Kontraindikasi

Pemberian dosis tunggal besar bila di perlukan selalu dapat dibenarkan,

keadaan yang mungkin dapat merupakan kontraindikasi relatife dapat

dilupakan, terutama pada keaadaan yang mengancam jiwa pasien. Bila obat

akan di berikan untuk beberapa hari atau beberapa minggu, kontraindikasi

relatife yaitu diabetes militus, tukak peptic atau duodenum, infeksi berat,

hipertensi atau gangguan system radio vascular lain patut dapat diperhatikan.

Dalam hal yang terakhir dibutuhkan pertimbangan matang anata resiko

21

keuntungan sebelum di berikan (Departemen Farmakologi Dan Terapeutik

Fakultas Kedokteran UI, 2016).

i. Efek samping

Efek samping lokal iritasi tenggoroka, suara serak, batuk, mulut kering,

ruam, napas berbunyi, edma wajah dan sindrom. Sistemik berupa depresi

fungsi Hypothalamic pituitary-Adrenal (HPA). Terjadinya kematian yang

disebabkan oleh insufisiensi adrenal dan setelah terjadinya peralihan dan

kortikosteroid sistemik ke aerosol (Departemen Farmakologi Dan Terapeutik

Fakultas Kedokteran UI, 524).

a. Beclomethason efek samping terjadi pada 3 % pasien atau lebih, seperti sakit

kepala, kongesti nasal, dismenorea, dispepsia, rhinitis, faringitis, batuk, infeksi

saluran pernapasan atas, infeksi virus dan sinusitis.

b. Budesonid efek samping terjadi pada 3% pasien atau lebih, seperti nyeri, sakit

punggung, infeksi saluran pernapasan atas, sinusitis, faringitis, batuk,

konjungtivis, sakit kepala, rhinitis, epistaksis , otitis media, infeksi telinga,

infeksi virus, gejala flu, perubahan suara .

c. Flunisolid efek samping terjadi pada 3% atau lebih pasien seperti palpitasi,

nyeri dada, pusing, iritabilitas, nervous, limbung, mual, muntah, anoreksia,

nyeri dada, infeksi saluran pernapasan atas , kongesti hidung dan sinus.

Pengecapan tidak enak, kehilangan indra penciuman dan pengecapan, edema,

demam, gangguan menstruasi, eksim, gatal-gatal/pruritis, ruam, sakit

tenggorokan, diare, lambung sakit, flu, kandidiasis oral, sakit kepala, rhinitis,

sinusitis, gejala demam, hidung berair, sinusitis, infeksi/kerusakan pada sinus,

suara serak, timbul sputum, pernapasan berbunyi, batuk, bersin dan infeksi

telinga.

d. Flutikason efek samping terjadi pada 3% atau lebih pasien seperti sakit kepala,

faringitis, kongesti hidung, sinusitis, thinitis, infeksi saluran pernapasan atas,

influenza, kandidiasis oral, diare, disfonia, gangguan menstruasi, hidung

berair, rhinitis alergi dan demam.

e. Triamsinolon reaksi efek samping terjadi pada 3% atau lebih pasien seperti

faringitis, sindrom flu, sakit kepala dan sakit punggung (Direktorat Binfar,

2007:19)

22

j. Kontra Indikasi

Bronkospasma akut yang membaik, terapi utama pada status asmatikus,

atau episode asma akut lain yang memerlukan tindakan intensif, hipersensif

terhadap beberapa komponen, infeksi jamursistemik, kultur sputum

menunjukkan hasil positif untuk Candida albicans (Direktorat Binfar,

2007:44).

k. Peringatan

Infeksi terjadi jamur lokal yang disebabkan oleh Candida albicans atau

Apergillus niger pada mulut, faring, dan secara umum pada laring. Kejadian

infeksi secara klinik masih rendah dan mungkin memerlukan terapi anti jamur

atau penghentian terapi aerosol steroid. Penggunaan kortikosteroid inhalasi

harus disertai perhatian, termasuk pada pasien dengan infeksi TB saluran

pernapasan pasif atau aktif, infeksi bakteri, parasit atau virus, atau herpes

simpleks okular.

Asma akut golongan kortikosteroid bukan merupakan bronkodilator dan

tidak digunakan untuk menghilangkan bronkopasma parah. Bronkopasma

dapat terjadi dengan peningkatan mengik (napas berbunyi) setelah pemberian

obat, obati segera dengan bronkodilator inhalasi kerja cepat. Kombinasi

dengan prednisolon terapi kombinasi dari kortikosteroid inhalasi dengan

kostikoseroid sistemik akan meningkatkan risiko supresi HPA, dibandingkan

terapi dengan salah satu obat saja. Penggunaan kortikosteroid inhalasi disertai

perhatian pada pasien yang telah menerima prednison.

Terapi Pengganti perpindahan dari terapi steroid dapat menyebabkan

kekambuhan kondisi alergi yang sebelumnnya ditekan. Selama penghentian

terapi steroid oral ,beberpa pasien mungkin mengalam gejala-gejala tertentu

yang berhubungan dengan penghentian obat tanpa mempengaruhi efek fungsi

pernapasan pada dosis pemeliharaan atau perawatan. Belum ada informasi

yang memadai tentang keamanan penggunaan flutikason dan beklometason

pada anak-anak kurang dari 6 tahun kurang dari 12 tahun. Monitor

pertumbuhan anak-anak dan remaja karena ada bukti bahwa penggunaan

kortikosteroid dosis tinggi pada waktu lama akan menekan pertumbuhan

(Direktorat Binfar, 2007:44).

23

l. Perhatian

Penghentian steroid, selama penghentian steroid oral ,beberpa pasien

mungkin mengalami gejala penghentian terapi aktif dengan steroid sistemik

(seperti contoh : sakit sendi atau otot, lelah, depresi) tanpa mempengruhi efek

fungsi dari pernapasan pada dosis pemeliharaan atau perawatan. Meskipun

gejala ini bersifat sementara dan tidak parah dapat menimbulkan keparahan

dan bahkan kekambuhan asma jika dosis kortikosteroid sebelumnnya melebihi

dosis prednisone 10 mg/hari atau ekivalen

Suspensi HPA, pada pasien yang responsif, kotikosteroid inhalasi

memerlukan kontrol gejala asma dengan suspense HPA yang rendah. Karena

obat-obat ini diabsorbsi dan bersifat aktif secara sistemik,efek yang

bermanfaat dalam meminimaliskan atau mencegah disfungsi HPA hanya

mungkin jika dosis yang direkomendasikan tidak dilampaui. Observasi pasien

stelah pemakaian atau selama terjadi penurunan fungsi adrenal.

Flunisolid ada kemungkinan absorpsi sistemik yang lebih tinggi, monitor

pasien yang menggunakan flunisolid (ada beberapa bukti terjadi efek steroid

sistemik). Jika hal ini terjadi, hentikan penggunaan obat secara perlahan,

sesuai dengan prosedur penghentian kortikosteroid oral. Jika flunisolid

digunakan dalam waktu yang lama dengan dosis 2 mg/hari, monitoring pasien

secara periodik terhadap efek HPA.

Jarang terjadi khasus glukoma, peningkatan tekanan intraocular dan

katarak juga terjadi setelah pemberian kortikosteroid inhalasi. Efek jangka

panjang, Efek pemakain glukokortikoid inhalasi belum diketahui. Meski

belum ada bukti klinik terjadinya efek samping,efek lokal dan sistemik dari

proses imunologi pada mulut, faring, trakea, dan paru-paru belum diketahui.

Belum ada informasi tentang efek akut, berulang atau kronik pada infeksi

paru-paru (termasuk tuberculosis akut atau tidak aktif) atau efek pada paru-

paru atau jaringan lain akibat penggunaan yang lama.

Paru-paru, Infiltrasi paru-paru dengan eosinofila mungkin terjadi pada

penggunaan beklometason atau flunisolid. Hambatan pada kecepatan

pertumbuhan, ikuti pertumbuhan pda remaja setelah penggunaan kotikosteroid

24

dan pertimbangkan manfaat terapi kortikosteroid dan pengendalian asma

terhadap kemungkinan terjadi hambatan pertumbuhan.

(Direktorat Binfar, 2007:45).

m. Potensi Interaksi Secara Umum

a. Kortikosteroida-Atazolamida (Diamox)

Kombinasi ini dapat menyebabkan tubuh kehilangan terlalu banyak kalium

dan menahan terlalu banyak natrium.

b. Kortikosteroida-Antasida (yang mengandung magnesium)

Kombinasi ini dapat menyebabkan tubuh kehilangan terlalu banyak kalium

dan menahan terlalu banyak natrium.

c. Kortikosteroid-Anti koagulan

Efek antikoagulan dapat berkurang, antikoagulan di gunakan untuk

mengencerkan darah dan mencegah terjadinya pembekuan, akibatnya darah

tetap membeku walau pasien diberi antikoagulan.

d. Kortikosteroid-Aspirin

Efek aspirin dapat berkurang, aspirin adalah analgetika golongan salisilat yang

juga berhasiat mengurangi demam dan radang.

e. Kortikosteroida-Barbiturat

Efek kortikosteroida dapat berkurang, Barbiturat digunakan sebagai sedativa

atau obat tidur.

n. Kortikosteroida-Obat Diabetes

Efek obat diabetes dapat berkurang, obat diabetes digunakan untuk

menurunkan kadar gula pada penderita diabetes, akibatnya kadar gula darah

tetap tinggi.

o. Kortikosteroida-Digitalis

Efek digitalis dapat meningkat, digitalis digunakan untuk mengobati layu

jantung dan untuk mengembalikan denyut jantung yang tak teratur ke denyut

normal. Akibatnya, dapat terjadi denyut jantung yang tidak teratur akibat

terlalu banyak digitalis. Obat digitalis yang paling banyak digunakan adalah

lanoxin.

25

p. Kortikosteroid-Deuretika

Kombinasi ini dapat menyebabkan tubuh terlalu banya kehilangan kalium dan

menahan terlalu banyak natrium.

q. Kortikosteroida-Indometasin (indocin)

Efek merugikan dari masing-obat dapat meningkat. Akibatnya meningkatnya

risiko pendarahan lambuung dan pembentukan tukak.

r. Kortikosteroida-Pencahar

Kombinasai ini dapat menyebabkan tubuh terlalu banyak kehilangan kalium

dan menahan terlalu banyak natrium.

s. Kortikosteroida-Levodopa

Kombinasi ini dapat menyebabkan tubuh terlalu banyak kehilangan kalium

dan menahan terlalu banyak natrium.

t. Kortikosteroida-Fenitoin (dilantin)

Efek kortikosteroida dapat berkurang. Fenitoin digunakan untuk

mengendalikan kejang pada kelainan seperti ayan, dua obat sejenis fenitoin

adalah mesantoin (mefenitoin) dan peganone (etotoin).

u. Kortikosteroida-Primidon (mysoline)

Efek kortikosteroida dapat berkurang, primidon di gunakan pada kelainan

seperti ayan.

v. Kortikosteroida-Rifampin (Rifadin, Rimactane)

Efek kortikosteroida dapat berkurang. Rifamin digunakan pada pengobatan

tuberculosis dan diberikan pada pasien yang diduga mengidap meningitis.

w. Kortikosteroida-vaksin cacar

Kombinasi ini dapat menyebabkn meningkatnya kepekaan terhadap infeksi

karena sistem kekebalan tubuh tertekan, ini dapat mengakibatkan infeksi

berbahaya dan mematikan. Interaksi ini dapat pula terjadi dengan sediaan

kortikosteroid tapikal (Harknes Richard, 1989).

C. Formularium

1. Definisi Formularium

Formularium adalah dokumen berisi kumpulan produk obat yang dipilih

Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) disertai informasi tambahan penting tentang

26

penggunaan obat tersebut, serta kebijakan dan prosedur berkaitan obat yang

relevan untuk rumah sakit tersebut, yang terus menerus direvisi agar selalu

akomodatif bagi kepentingan penderita dan staf profesional pelayanan

kesehatan, berdasarkan data konsumtif dan data morbiditas serta pertimbangan

klinik staf medik rumah sakit itu. Karena formularium itu merupakan sarana

bagi staf medik, Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) dan perawat

menggunakan sistem tersebut adalah penting bahwa formularium harus

lengkap, ringkas, dan mudah digunakan (Siregar, 2003:25-49).

2. Formularium Nasional

Formularium Nasional (Fornas) adalah daftar obat yang disusun

berdasarkan bukti ilmiah mutakhir oleh komite nasional penyusunan fornas.

Obat yang masuk dalam daftar obat Fornas adalah obat yang paling berkhasiat,

aman, dan dengan harga terjangkau yang disediakan serta digunakan sebagai

acuan untuk penulisan resep dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Selain itu, fornas adalah bagian dari sistem jaminan sosial nasional (SJSN).

Oleh karena itu, perlu disusun suatu daftar obat yang digunakan sebagai acuan

nasional penggunaan obat dalam pelayanan kesehatan SJSN untuk menjamin

aksesibilitas keterjangkauan dan penggunaan obat secara nasional dalam

formularium nasional (Depkes, 2013:59).

3. Formularium Rumah Sakit

Berdasarkan Permenkes RI Nomor 72 Tahun 2016 Tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit, formularium rumah sakit disusun

mengacu kepada formularium nasional. Formularium rumah sakit merupakan

daftar obat yang disepakati staf medis, disusun oleh komite/tim farmasi dan

terapi yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit.

4. Pedoman Penyusunan Formularium

Pedoman penggunaan yang digunakan akan memberikan petunjuk kepada

dokter, apoteker, perawat serta petugas administrasi di rumah sakit dalam

menerapkan system formularium meliputi:

a. Membuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin ilmu dengan

panitia farmasi dan terapi dalam menentukan kerangka mengenai tujuan,

27

organisasi, fungsi dan ruang lingkup. Staf medis harus mendukung sistem

formularium yang diusulkan oleh panitia farmasi dan terapi.

b. Staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan kebutuhan

tiap-tiap institusi.

c. Staf medis harus menerima kebijakan-kebijakan dan prosedur yang ditulis oleh

panitia farmasi dan terapi untuk menguasai sistem formularium yang

dikembangkan oleh panitia farmasi dan terapi.

d. Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di instalasi

farmasi.

e. Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang efek

terapinya sama, seperti:

1) Apoteker bertanggung jawab untuk menentukan jenis obat generik yang

sama untuk disalurkan kepada dokter sesuai produk asli yang diminta.

2) Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat paten tertentu harus

didasarkan pada pertimbangan farmakologi danterapi.

3) Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber obat

dari sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan oleh dokter

untuk mendiagnosa dan mengobati pasien (Depkes RI, 2006:56).

D. Rumah Sakit

1. Definisi Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (UU No. 44/2009).

2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, tugas dan fungsi

rumah sakit adalah :

a. Tugas Rumah Sakit

Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna.

28

b. Fungsi Rumah Sakit

Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah Sakit

mempunyai fungsi :

1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit;

2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;

3) Penyelenggaraan pendididkan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayaann kesehatan; dan

4) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan;

3. Jenis Rumah Sakit

Berdasarkan UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit

dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.Berdasarkan

jenis pelayannan yang diberikan , Rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah

Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus.

a. Rumah Sakit Umum sebagaimana dimaksud memberikan pelayanan kesehatan

kepada semua bidang dan jenis penyakit.

b. Rumah Sakit khusus sebagaimana dimaksud memberikan pelayanan utama

pada satu bidang atau jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,

golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

Berdasarkan pengelolaannya Rumah Sakit dapat dibagi menjadi Rumah

Sakit publik dan Rumah Sakit privat.

a. Rumah Sakit publik sebagaimana dimaksud dapat dikelola oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba.

b. Rumah Sakit privat sebagaimana dimaksud dikelola oleh badan hukum

dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan terbatas atau persero.

4. Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Provinsi Lampung merupakan rumah

sakit swasta kelas C. Rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan

kedokteran spesialis terbatas. Rumah sakit ini juga menampung

29

pelayananrujukan dari puskesmas. Rumah sakit ini menyelenggarakan

pelayanan pengobatan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap.

Rawat jalan adalah pelayanan medis kepada seorang pasien untuk

tujuan pengamatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi, dan pelayanan

kesehatan lainnya, tanpa mengharuskan pasien tersebut dirawat inap.

Keuntungannya, pasien tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menginap

(opname). Dalam pelayanan pasien rawat jalan terdapat pasien dari IGD dan

poliklinik dengan pembiayaan umum dan BPJS (JKN). Pasien umum adalah

pasien yang pembiayaan nya ditanggung sendiri, sedangkan pasien BPJS

adalah pasien yang pembiayaannya ditanggung oleh BPJS.

30

E. Kerangka teori

Gambar 2.3 Kerangka Teori

Asma

Non FarmakologiFarmakologi

Obat Asma1. Adrenergik

- Adrenalin - Efedrin- Fenilpropanolamin - Isoprenalin- Orsiprenalin

2. Β2 Mimetika- Salbutamol - Terbutalin- Fenoterol Prokaterol - Klenbuterol- Salmeterol - Formuterol

3. Antikolinergika- Iproptropium - Titropium- Deptropium

4. Derivat-Xantin- Teofilin- Aminifilin

5. Mukolitik Dan Ekspektoran- Asetilsistein - Amroxol- Bromheksin - Kalium Iodide- Kalium Iodide - Mesna

6. Anti Histamin- Ketotifen- Oksatomida

7. Kortikosteroid- Deksametason - Metil

Prednisolon- Prednisolon - Triamsinolon- Beklometason - Budesonid- Flutikason - Flunisolid- Mometason

8. Antileukortein- Zafirlukas - Montelukas

1. Fakor sosio-demografia. Usiab. Jenis kelaminc. Komobiditas

2. FormulariumRumah Sakit

3. Sediaan Obata. Inhalasib. Oral

1.Ketepatanpenggunaanobata. Dosisb. Aturan

Pakaic. Pemilihan

Obat2.Interaksi

obat

Penatalaksanaan

31

F. Kerangka konsep

Gambar 2.4 Kerangka Konsep

1. Karakteristik pasien pasien asmaberdasarkan rentang jenis kelamin,usia, dan komorbiditas.

2. Kortikosteroid yang di gunakan

3. Bentuk sediaan kortikosteroid yang digunakan.

4. Obat lain selain kortikosteroid yang digunakan.

5. Potensi interaksi obat kortikosteroid

6. Ketepatan penggunaan obatkortikosteroid berdasarkan dosis,aturan pakai dan pemilihan obat.

7. Kesesuaian obat dengan formulariumRumah Sakit.

Gambaran penggunaan obatkortikosteroid pada pasien asma

32

G. Definisi Operasional

Tabel 2.2 Definisi Oprasional

NO VariabelDefinisi

OperasionalCara ukur

Alatukur

Hasil ukurSkalaUkur

1 KarakteristikSosio-DemografiPasienberdasarkan:

- - - - -

a. Jenis Kelamin Sifat jasmaniatau rohaniyangmembedakandua makhluksebagai laki-laki atauperempuan(KBBI)

ObservasiRM

LembarCheck List

1. Laki-laki2. Perempuan

Nominal

b. Umur Lama waktuhidup atauada (sejakdilahirkanataudiadakan)(KBBI)

ObservasiRM

LembarCheck List

1. 0-17 tahun2. 18-65 tahun3.66-79 tahun4.80-99 tahun(MenurutWHO)

Ordinal

c. Komordibitas Penyakityang terjadisecarasimultan ataugangguanyang bersifatbukanbawaan(KBBI)

ObservasiRM

Lembar ChekList

1. Ada2. Tidak ada

Nominal

2 Obat kortikosteroidyang digunakan

Jenis obatkortikosteroidyangdigunakanpada pasiendengandiagnosaasma

ObservasiRM

Lembar CheckList

1.Dexametason2.Metil

Prednisolon3.Prednisone4.Triamsinolon5.Beklometason6.Budesonid7.Flutikason8.Flunisolid9.Mometason

Nominal

3 Bentuk sediaanobat kortikosteroid

Bentukformulasiobat yangsiap diminumatau di pakai

ObservasiRM

Lembar CheckList

1. tablet2. Inhaler

powder3. Inhaler &

Tablet

Nominal

4 Obat selain obatasma

Obat selainasma yangdigunakanpada pasienasma

ObservasiRM

LembarCheck List

1.Ada2.Tidak ada

Nominal

33

5 Potensi InteraksiObat

Potensiinteraksi yangditimbulkandari obat-obatyangdigunakanpasien asma

- ObservasiRM

- Medscape

LembarCheck List

1. Ada2. Tidak ada

Nominal

6 Ketepatanpenggunaankortikosteroidberdasarkan

- - - - -

1. Dosis Takaran obatkortikosteroidyang digunakanuntuk satukali pakai,dan satu haripakai

- ObservasiRM

- MenghitungDosis

- Medscape- Drug

InformationHandbook

LembarCheck List

1. Tepat2. Tidak

tepat

Nominal

2. Aturan pakai Aturanminum obatsesuai sifatkimia obatdankinerjanya

- ObservasiRM

- Medscape- Drug

InformationHandbook

LembarCheck List

1. Tepat2. Tidak

tepat

Nominal

3. Pemilihan obat Pemilihanobatberdasarkanefek terapidankeefektifitasannya

- ObservasiRM

- List obat-obat asmapadaHandbookDipiro

LembarCheck List

1. Tepat2. Tidak

tepat

Nominal

7 Kesesuaian obatdenganformulariumRumah Sakit

Kesesuaianobat yang digunakanberdasarkanformulariumrumah sakit

ObservasiRM

Lembar CheckList

1. Tepat2. Tidak

tepat

Nominal