BAB II TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE GEOMETRI, KOMUNIKASI...

43
12 BAB II TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE, PEMAHAMAN KONSEP GEOMETRI, KOMUNIKASI MATEMATIS DAN PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBASIS TEORI VAN HIELE A. Tingkat Berpikir Van Hiele Sepasang suami istri kebangsaan Belanda, yaitu Pierre dan Dina Van Hiele, masing-masing berprofesi sebagai guru sekolah menengah di Montessori yang mengabdi di negaranya, sangat menaruh perhatian terhadap kesulitan siswa dalam mempelajari geometri. Pada tahun 1957, mereka berhasil mempertahankan disertasi tentang pengajaran geometri. Berdasar hasil penelitian, mereka menemukan beberapa fakta, antara lain: tingkat-tingkat berpikir siswa belajar geometri, tahap-tahap pembelajaran dalam geometri dan sifat-sifat atau karakter yang berkaitan dengan tingkat-tingkat berpikir siswa dalam geometri. Pierre dan Dina Van Hiele,(1959), Crowley,(1987: 2-3), Clements dan Battista (1992) dan Ikhsan, (2008:13). mengemukakan bahwa dalam belajar geometri, seseorang akan melalui lima tingkatan hierarkis. Lima tingkatan tersebut adalah level 1 (visualization), level 2 (analysis), level 3 (abstraction), level 4(deduction), dan level 5 (rigor). Siswa yang didukung dengan pengalaman pengajaran yang tepat, akan melewati lima tingkatan tersebut, di mana siswa tidak dapat mencapai satu tingkatan pemikiran tanpa melewati tingkatan sebelumnya. Setiap tingkat

Transcript of BAB II TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE GEOMETRI, KOMUNIKASI...

12

BAB II

TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE, PEMAHAMAN KONSEP

GEOMETRI, KOMUNIKASI MATEMATIS DAN PEMBELAJARAN

GEOMETRI BERBASIS TEORI VAN HIELE

A. Tingkat Berpikir Van Hiele

Sepasang suami istri kebangsaan Belanda, yaitu Pierre dan Dina Van

Hiele, masing-masing berprofesi sebagai guru sekolah menengah di Montessori

yang mengabdi di negaranya, sangat menaruh perhatian terhadap kesulitan siswa

dalam mempelajari geometri.

Pada tahun 1957, mereka berhasil mempertahankan disertasi tentang

pengajaran geometri. Berdasar hasil penelitian, mereka menemukan beberapa

fakta, antara lain: tingkat-tingkat berpikir siswa belajar geometri, tahap-tahap

pembelajaran dalam geometri dan sifat-sifat atau karakter yang berkaitan dengan

tingkat-tingkat berpikir siswa dalam geometri.

Pierre dan Dina Van Hiele,(1959), Crowley,(1987: 2-3), Clements dan

Battista (1992) dan Ikhsan, (2008:13). mengemukakan bahwa dalam belajar

geometri, seseorang akan melalui lima tingkatan hierarkis. Lima tingkatan

tersebut adalah level 1 (visualization), level 2 (analysis), level 3 (abstraction),

level 4(deduction), dan level 5 (rigor).

Siswa yang didukung dengan pengalaman pengajaran yang tepat, akan

melewati lima tingkatan tersebut, di mana siswa tidak dapat mencapai satu

tingkatan pemikiran tanpa melewati tingkatan sebelumnya. Setiap tingkat

13

menunjukkan kemampuan berpikir yang digunakan seseorang dalam belajar

konsep geometri.

Level 1: Visualisasi, tingkat ini sering disebut pengenalan (recognition).

Pada tingkat ini, siswa sudah mengenal konsep-konsep dasar geometri, yaitu

bangun-bangun sederhana seperti persegi, segitiga, persegipanjang, jajar genjang

dan lain-lain. Siswa mengenal suatu bangun geometri sebagai keseluruhan

berdasarkan pertimbangan visual, ia belum menyadari adanya sifat-sifat dari

bangun geometri itu. Misalnya, seorang siswa sudah mengenal persegi dengan

baik, apabila ia sudah bisa menunjukkan atau memilih persegi dari sekumpulan

benda-benda geometri lainnya.

Level 2: Analisis, pada tingkat ini, siswa sudah memahami sifat-sifat

konsep atau bangun geometri berdasarkan analisis informal tentang bagian dan

atribut komponennya. Misalnya, siswa sudah mengetahui dan mengenal sisi-sisi

berhadapan pada sebuah persegipanjang adalah kongruen, panjang kedua

diagonalnya kongruen dan memotong satu sama lain sama panjang. Tetapi pada

tingkat ini siswa belum dapat memahami hubungan antara bangun-bangun

geometri, misalnya persegi adalah juga persegipanjang, persegipanjang adalah

jajar genjang.

Level 3: Deduksi Informal, tingkat ini sering disebut pengurutan

(ordering) atau abstraksi. Pada tahap ini, siswa mengurut secara logis sifat-sifat

konsep, membentuk definisi abstrak dan dapat membedakan himpunan sifat-sifat

yang merupakan syarat perlu dan cukup dalam menentukan suatu konsep. Pada

tingkat ini siswa sudah memahami pengurutan bangun-bangun geometri, misalnya

14

persegi adalah persegipanjang, persegipanjang adalah jajar genjang, persegi

adalah belah ketupat, belah ketupat adalah jajar genjang.

Level 4: Deduksi, pada tingkat ini, cara berpikir deduktif siswa sudah

mulai berkembang, tetapi belum maksimal. Dapat memahami pentingnya

penalaran deduksi. Geometri adalah ilmu deduktif. Karena itu pengambilan

kesimpulan, pembuktian teorema, dan lain-lain harus dilakukan secara deduktif.

Misalnya, mengambil kesimpulan bahwa jumlah sudut-sudut sebuah segitiga

adalah 1800; hal ini belum tuntas apabila hanya dilakukan dengan cara induktif,

seperti memotong-motong sudut-sudut benda segitiga dan menunjukkan bahwa

ketiga sudutnya itu membentuk sebuah sudut lurus. Namun harus

membuktikannya secara deduktif, contohnya dengan menggunakan prinsip

kesejajaran. Pada tingkat ini siswa sudah memahami pentingnya unsur-unsur yang

tidak didefinisikan, aksioma, definisi dan teorema. Walaupun siswa belum

mengerti mengapa hal tersebut dijadikan aksioma atau teorema.

Level 5: Rigor, pada tingkat ini, siswa sudah dapat memahami pentingnya

ketepatan dari hal-hal yang mendasar. Misalnya, ketepatan dari aksioma-aksioma

yang menyebabkan terjadi Geometri Euclides dan apa itu Geometri non-Euclides.

Tingkat ini merupakan tingkat berpikir yang kedalamannya serupa dengan yang

dimiliki oleh seorang ahli matematika

Dua implikasi dari Teori Van Hiele (Crowley; 1987) yang menjadi

perhatian dalam pembelajaran adalah:

1. Seorang siswa tidak dapat berjalan lancar pada suatu tingkat dalam

pembelajaran yang diberikan tanpa penguasaan konsep pada tingkat

15

sebelumnya yang memungkinkan siswa untuk berpikir secara intuitif di setiap

tingkat terdahulu.

2. Apabila tingkat pemikiran siswa lebih rendah dari bahasa pengajarannya,

maka ia tidak akan memahami pengajaran tersebut.

Karakteristik dan Deskriptor Tingkatan berpikir Van Hiele

Karakteristik tingkatan-tingkatan berpikir dalam Teori Van Hiele yang

disampaikan oleh Crowley (1987: 4) adalah sebagai berikut:

1. Tingkatan tersebut bersifat rangkaian/berurutan

2. Tiap tingkatan memiliki simbol dan bahasa tersendiri

3. Apa yang implisit pada satu tingkatan akan menjadi eksplisit pada tingkatan

berikutnya

4. Bahan yang diajarkan pada siswa di atas tingkatan pemikiran mereka akan

dianggap sebagai reduksi tingkatan.

5. Kemajuan dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya lebih tergantung

kepada pengalaman belajar, bukan kematangan atau usia.

6. Seseorang melangkah melalui berbagai tahapan dalam menjalani satu

tingkatan ke tingkatan berikutnya.

7. Pelaku belajar tidak dapat memiliki pemahaman pada satu tingkatan tanpa

melalui tingkatan sebelumnya.

8. Peranan guru dan peranan bahasa dalam konstruksi pengetahuan siswa

sebagai sesuatu yang krusial.

Sedangkan yang dimaksud deskriptor tingkatan berpikir Van Hiele, Fuys

(dalam Ikhsan, 2008: 21-22) mengungkapkan bahwa “Deskriptor tingkatan Van

16

Hiele dan contoh respon siswa untuk ke lima tingkatan, yaitu visualisasi, analisis,

deduktif informal (abstraksi), deduksi dan rigor, dapat dikembangkan.”

Berdasarkan tingkatan berpikir geometri siswa sekolah dasar yang dibahas

dalam penelitian ini, maka untuk kepentingan penelitian ini, penulis mengadopsi

deskriptor tingkatan berpikir Van Hiele untuk tiga tingkatan saja, yaitu visualisasi,

analisis, dan deduktif informal sebagai berikut:

Level 1: Visualisasi

Siswa mengidentifikasi, menamai, membandingkan dan mengoperasikan

gambar dan bentuk geometri, seperti segitiga, sudut, garis sesuai dengan

penampakannya.

1. Siswa mengidentifikasi bangun berdasarkan penampakannya secara utuh:

a. Dalam gambar sederhana, diagram, atau seperangkat guntingan; dalam

posisi yang berbeda;

b. Dalam bentuk dan konfigurasi lain yang lebih kompleks.

2. Siswa melukis, menggambar, atau menjiplak bangun.

3. Siswa memberi nama atau memberi label bangun dan konfigurasi geometri

lainnya dan menggunakan nama dan label yang sesuai secara baku atau tidak

baku yang sesuai.

4. Siswa membandingkan dan menyortir bangun berdasarkan penampakan

bentuknya yang utuh.

5. Secara verbal siswa mendeskripsikan bangun dengan penampakannya secara

utuh.

17

6. Siswa menyelesaikan soal rutin dengan mengoperasikan (menerapkan) pada

bangun dengan tidak menggunakan sifat-sifat yang diterapkan secara umum.

7. Siswa mengidentifikasi bagian-bagian bangun, tetapi:

a. Tidak menganalisis bangun dalam istilah bagian-bagiannya;

b. Tidak berpikir tentang sifat-sifat sebagai karakteristik kelas bangun;

c. Tidak membuat generalisasi tentang bangun atau menggunakan bahasa

yang relevan.

Level 2: Analisis

Siswa menganalisis bangun-bangun dalam istilah komponen-

komponennya dan hubungan antar komponen, menentukan sifat-sifat dari kelas

bangun secara empiris, dan menggunakan sifat-sifat untuk menyelesaikan

masalah.

1. Siswa mengidentifikasi dan menguji hubungan-hubungan antara komponen-

komponen suatu bangun (misal, kongruensi sisi-sisi berhadapan).

2. Siswa mengingat dan menggunakan perbendaharaan yang sesuai untuk

komponen dari hubungan-hubungan (missal, sisi berhadapan, sudut yang

bersesuaian adalah kongruen, diagonal saling berpotongan di tengah).

3. a) Siswa membandingkan dua bangun sesuai dengan hubungan antara

komponen-komponennya. b) Siswa memilih bangun dalam cara-cara berbeda

sesuai dengan sifat-sifat tertentu, termasuk memilih semua contoh kelas dan

non contoh.

4. a) Siswa menginterpretasikan dan menggunakan deskripsi verbal tentang

bangun dalam istilah sifat-sifatnya dan menggunakan deskripsi itu untuk

18

menggambarkan atau melukis bangun. b) Siswa menginterpretasikan

pernyataan verbal atau simbolik tentang aturan-aturan dan menerapkannya.

5. Siswa menemukan sifat-sifat bangun tertentu secara empiris dan

menggeneralisasikan sifat kelas bangun tersebut. a) Siswa mendeskripsikan

kelas bangun dalam istilah sifatnya. b) Siswa mengatakan bentuk sebuah

bangun, jika diberikan sifat-sifat tertentu.

6. Siswa mengidentifikasi sifat mana yang digunakan untuk mengkarakterisasi

satu kelas bangun adalah kelas bangun yang lain dan membandingkan kelas-

kelas bangun sesuai dengan sifatnya.

7. Siswa menemukan sifat- sifat kelas bangun yang tidak biasa dikenal.

8. Siswa menyelesaikan soal geometri dengan menggunakan sifat-sifat bangun

yang sudah diketahui atau dengan pendekatan penuh pemahaman.

9. Siswa memformulasikan dan menggunakan generalisasi tentang sifat-sifat

bangun (dipandu oleh guru atau material atau secara spontan) dan

menggunakan bahasa yang sesuai (misal semua, setiap, tidak satupun), tetapi:

a) tidak menjelaskan bagaimana sifat-sifat tertentu sebuah bangun adalah

berkaitan, b) tidak memformulasikan dan menggunakan definisi formal, c)

tidak menjelaskan hubungan sub kelas tanpa mengecek contoh-contoh khusus

yang bertentangan dengan daftar sifat-sifat yang ditentukan. d) tidak melihat

perlunya bukti atau penjelasan logis dari generalisasi yang ditemukan secara

empiris dan tidak menggunakan bahasa yang sesuai (misal, jika, maka,

sebab) secara benar.

19

Level 3: Deduktif Informal

Siswa menggunakan definisi untuk memahami hubungan antara sifat-sifat

bangun, memberikan argumen dan menyusun urut sifat-sifat bangun sebelumnya

dan mengembangkan argumen deduktif informal.

1. a. Siswa mengidentifikasi himpunan berbeda dari sifat-sifat yang meng-

karakterisasi kelas bangun dan menguji bahwa hal itu cukup.

b. Siswa mengidentifikasi himpunan sifat-sifat minmum dan dapat meng-

karakterisasi bangun.

c. Siswa merumuskan dan menggunakan definisi untuk kelas bangun.

2. Siswa memberikan argumen informal (menggunakan diagram, potongan

bangun yang dapat dilipat atau materi lainnya).

a. Menggambarkan suatu kesimpulan dari informasi yang diberikan, penarik-

an kesimpulan menggunakan logika hubungan bangun.

b. Mengurutkan kelas suatu bangun.

c. Mengurutkan dua sifat.

d. Menemukan sifat baru dengan deduksi.

e. Mengaitkan beberapa sifat dalam pohon keluarga bangun.

3. Siswa memberikan deduktif informal.

4. Siswa memberikan lebih dari satu penjelasan dengan menggunakan pohon

keluarga bangun.

5. Siswa mengenal secara informal perbedaan antara pernyataan dengan

konversnya.

20

6. Siswa mengidentifikasi dan menggunakan strategi atau penalaran bermakna

untuk enyelesaikan masalah.

7. Siswa tidak melihat perlunya definisi dan asumsi dasar, tidak membedakan

secara formal antara pernyataan dengan konversnya, dan belum bisa

membangun hubungan antar jaringan teorema.

B. Tahap-tahap Belajar Geometri Menurut Van Hiele

D’Augustine dan Smith (1992: 277), Crowley (1987: 5), menyatakan

bahwa ”Kemajuan tingkat pemikiran geometri siswa maju dari satu tingkatan ke

tingkatan berikutnya melibatkan lima tahapan, atau sebagai hasil dari pengajaran

yang diorganisir ke dalam lima tahap pembelajaran”. Tahap-tahap ini dijelaskan

sebagai berikut:

1. Tahap 1: Informasi (information): Melalui diskusi, guru mengidentifikasi

apa yang sudah diketahui siswa mengenai sebuah topik dan siswa menjadi

berorientasi pada topik baru. Guru dan siswa terlibat dalam percakapan dan

aktivitas mengenai objek-objek, pengamatan terhadap alat peraga dilakukan,

pertanyaan dimunculkan dan kosakata khusus diperkenalkan. Siswa

terbiasakan atau mengenali materi yang mereka telaah (misal, menelaah

contoh dan bukan-contoh).

2. Tahap 2: Orientasi Terarah/Terpandu (guided orientation): Siswa

mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan berbagai hubungan yang berbeda

dari jaringan yang akan dibentuk dengan menggunakan bahan (misal, melipat,

21

mengukur, meneliti simetri, dan sebagainya). Guru memastikan bahwa siswa

menjajaki konsep-konsep spesifik.

3. Tahap 3: Eksplisitasi (explicitation): Siswa menyadari jaringan hubungan

topik yang dipelajari dan mencoba mengekspresikan jaringan tersebut dengan

kata-kata mereka sendiri. Guru membantu siswa dalam menggunakan kosa

kata yang benar dan akurat. Guru memperkenalkan istilah-istilah matematika

yang relevan (misal, mengekspresikan sifat-sifat khusus/ciri-ciri sebuah

bentuk geometri).

4. Tahap 4: Orientasi Bebas (free orientation): Siswa belajar dengan tugas

yang lebih rumit, untuk memecahkan soal/tugas yang lebih terbuka dengan

menemukan caranya sendiri dalam hubungan jaringan (misal, mengetahui ciri-

ciri dari satu jenis bentuk, menyelidiki ciri-ciri tersebut pada bentuk baru,

seperti layang-layang).

5. Tahap 5: Integrasi (integration): Siswa merangkum/membuat ringkasan dan

mengintegrasikan semua yang ia pelajari lalu merefleksikannya pada tindakan

mereka dan memperoleh penelaahan gambaran akan hubungan jaringan yang

baru terbentuk (misal, ciri-ciri gambar yang dirangkum).

C. Pemahaman Konsep Geometris

Sumarmo (2006) mengemukakan, “Secara umum, indikator pemahaman

matematika meliputi: mengenal, memahami dan menerapkan konsep, prosedur,

prinsip serta idea matematika”. Pemahaman konseptual dalam matematika dapat

dijabarkan antara lain sebagai berikut:

22

1. Mengenali, melabelkan, dan membuat contoh serta non-contoh konsep.

2. Mengenali, menginterpretasikan, dan menerapkan tanda, simbol dan istilah

yang digunakan untuk merepresentasikan konsep.

3. Membandingkan, membedakan, dan menghubungkan konsep dengan prinsip.

4. Kemampuan untuk mengolah ide tentang pemahaman sebuah konsep dengan

berbagai cara.

5. Mengidentifikasi dan menerapkan prinsip-prinsip.

6. Mengetahui dan menerapkan fakta definisi.

Pemahaman konseptual matematika tersebut, khusus dalam Geometri

Sekolah Dasar (misal, untuk konsep persegi dan persegipanjang) dan disesuaikan

dengan tingkat berpikir siswa, dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Mengenali bangun geometri persegi dan persegipanjang melalui tampilannya

secara utuh, tidak berdasar ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh bangun

geometri tersebut. Misalnya, siswa mengenali persegipanjang karena

berbentuk seperti pintu. Kemudian siswa dapat menunjukkan contoh dan

bukan-contoh dari persegipanjang dengan mengenali berbagai bangun

geometri dalam berbagai ukuran dan berbagai warna.

2. Siswa dapat merepresentasikan konsep persegi dan persegipanjang dengan

cara yang berbeda dan menggunakan bahasa/ kata-kata sendiri.

3. Siswa dapat membandingkan, membedakan antara konsep persegi,

persegipanjang dengan bukan-persegi, dan bukan-persegipanjang dengan

mengidentifikasi bangun-bangun geometri dalam berbagai ukuran berdasar

tampilan.

23

Polya (dalam Sumarmo, 2006: 3) menguraikan kemampuan pemahaman

dirinci pada empat tahap, yaitu:

1. Pemahaman mekanikal, yang dicirikan oleh mengingat dan menerapkan

rumus secara rutin dan menghitung secara sederhana.

2. Pemahaman induktif, yang menerapkan rumus atau konsep dalam kasus

sederhana atau dalam kasus serupa.

3. Pemahaman rasional, yang membuktikan kebenaran suatu rumus dan

teorema.

4. Pemahaman intuitif, yang memperkirakan kebenaran dengan pasti, sebelum

menganalisis lebih lanjut.

Sedangkan Pollatsek (1981), menggolongkan pemahaman dalam dua jenis

yaitu, pemahaman komputasional dan pemahaman fungsional. Skemp dan

Copeland (dalam Sumarmo, 2006: 3) menggolongkan pemahaman dalam

pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Copeland menggolongkan

pemahaman dalam knowing how to dan knowing.

Pemahaman Konsep Dasar Geometri yang dimaksud di dalam bahasan ini

adalah antara lain: 1) Mengenali, melabelkan dan membuat contoh serta non

contoh (konsep dasar geometri bangun datar segiempat dan segitiga;

2) Membandingkan, membedakan, dan menghubungkan konsep dengan prinsip;

3) Mengenali, menginterpretasikan dan menerapkan tanda, simbol dan istilah

yang digunakan untuk merepresentasikan konsep segiempat dan segitiga;

4) Kemampuan untuk mengolah ide tentang pemahaman sebuah konsep dengan

24

berbagai cara (memahami konsep segiempat dan konsep segitiga dengan tahap

tahap pembelajaran Van Hiele).

D. Komunikasi Matematis

Sumarmo (2006), menyatakan bahwa kegiatan yang tergolong pada

komunikasi matematik adalah sebagai berikut :

1. Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam

bahasa, simbol, idea, atau model matematik

2. Menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematis secara lisan atau tulisan.

3. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematis .

4. Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis.

5. Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan

generalisasi.

6. Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam

bahasa sendiri.

Komunikasi matematis yang dimaksud di dalam bahasan ini khusus dalam

geometri, antara lain: 1) menggunakan bahasa matematik untuk mengekpresikan

konsep segiempat dan segitiga melalui gambar atau benda dari konsep yang

dimaksud dengan jelas, 2) mengomunikasikan pemahaman geometri secara jelas

kepada orang lain dengan menggunakan kata-kata sendiri, baik secara lisan

maupun secara tertulis, yaitu pemahaman konsep segiempat dan konsep segitiga,

3) membuat ringkasan/ rangkuman tentang konsep segiempat dan segitiga dengan

bahasa sendiri.

25

Pembelajaran yang diterapkan dalam bahasan ini yaitu Pembelajaran

Geometri Berbasis Teori Van Hiele dengan setting kelompok kecil. Tim

MKPBM (2001: 103), mengemukakan bahwa ”untuk memungkinkan terjadinya

komunikasi yang lebih bersifat multiarah, dapat diterapkan model pembelajaran

melalui diskusi kelompok kecil atau yang lebih dikenal dengan istilah ’small

group discussion’.”

Siswa memiliki tanggung jawab atas belajar mereka, ketika diberikan

kesempatan untuk berkomunikasi. Penting bahwa siswa diberi kesempatan untuk

berkomunikasi baik lisan maupun tulisan sehingga dapat menghubungkan bahasa

dalam keseharian mereka dengan bahasa dan simbol matematika. Kemampuan

merepresentasikan, mendiskusikan, membaca, menulis dan menyimak ilmu

matematika adalah bagian penting pembelajaran dan penggunaan matematika.

Kemampuan untuk membaca, menulis, menyimak, berpikir kreatif, dan

mengomunikasikan masalah akan mengembangkan dan memperdalam

pemahaman matematika siswa. Standar tersebut memuat keharusan dalam

melibatkan siswa secara aktif dalam mengerjakan matematika. NCTM (1989: 26)

mengemukakan bahwa ”Mengeksplorasi, menyelidiki, menjabarkan dan

menjelaskan gagasan matematika dapat meningkatkan kemampuan

berkomunikasi”.

Hoffer ( Ikhsan, 2008: 6), berpendapat bahwa ”Akan terjadi kesulitan

dalam berkomunikasi antar guru dan siswa, apabila tingkat berpikir dan bahasa

yang digunakan antara guru dan siswa berbeda”.

26

Umumnya, siswa tidak akan memahami isi materi yang sedang diajarkan.

Biasanya siswa akan berusaha menghafal pelajaran dan bersikap seakan-akan

telah menguasainya, tetapi siswa tersebut sebenarnya belum benar-benar

memahami materi itu. Siswa mungkin dengan mudah melupakan materi yang

telah dihafal, atau tidak mampu menerapkannya, terutama dalam situasi yang

tidak biasa baginya.

Hasil penelitian Van Hiele menyatakan bahwa, sebagian besar guru

geometri sekolah menengah atas berpikir pada tingkat Van Hiele keempat atau

kelima. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang memulai satu

pelajaran geometri sekolah menengah atas berpikir pada tingkat pertama atau

kedua.

Guru perlu mengingat bahwa walaupun guru dan siswa mungkin

menggunakan kata yang sama, mereka bisa menafsirkannya secara cukup

berbeda. Contoh, jika seorang siswa berada pada tingkat pertama, kata “persegi”

membayangkan sebuah bangun yang tampak seperti sebuah persegi, tetapi tidak

banyak yang lainnya.

Pada tingkat kedua, siswa tersebut berpikir dari segi sifat-sifat dari sebuah

persegi, tetapi mungkin tidak mengetahui sifat-sifat mana yang perlu atau cukup

untuk menentukan sebuah persegi. Siswa mungkin merasa bahwa untuk

membuktikan bahwa sebuah gambar adalah persegi, semua sifat harus dibuktikan.

Guru yang berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, mengetahui bukan saja

sifat-sifat dari sebuah persegi, tetapi juga sifat-sifat mana yang dapat digunakan

untuk membuktikan bahwa sebuah gambar adalah persegi.

27

Guru mungkin memikirkan beberapa cara untuk menunjukkan bahwa

sebuah gambar adalah persegi, karena guru tersebut mengetahui hubungan-

hubungan di antara berbagai sifat dan dapat menentukan sifat-sifat mana

diimplikasikan oleh yang lain. Guru harus mengevaluasi bagaimana siswa

menginterpretasikan sebuah topik untuk berkomunikasi secara efektif.

Bahasa mempunyai peran penting dalam pembelajaran geometri. Van

Hiele memandang peranan guru dan peranan bahasa dalam konstruksi

pengetahuan siswa sebagai sesuatu yang krusial. Seperti ditunjukkan pada

tingkatan berpikir Van Hiele di atas, masing-masing tingkat pemikiran

mempunyai bahasanya sendiri dan interpretasinya sendiri terhadap istilah yang

sama.

Membahas dan memverbalisasi konsep-konsep adalah aspek-aspek

penting dari tahap-tahap pembelajaran Informasi, Eksplisitasi, dan Integrasi.

Siswa mengklarifikasi dan mereorganisir ide-ide mereka melalui pembicaraan

mengenai konsep konsep tersebut.

Jika seorang siswa telah melakukan lebih banyak pekerjaan dengan

segitiga dibanding dengan bangun bersisi empat, dia mungkin berpikir mengenai

segitiga lebih mahir dibanding mengenai gambar yang tidak biasa seperti

trapesium. Akan tetapi begitu siswa telah mencapai tingkat pemikiran tertentu

dalam satu unsur isi, lebih mudah baginya untuk berpikir pada tingkat itu dalam

bidang-bidang lainnya, karena ia terbiasa untuk mencari hubungan di antara

gambar-gambar dan di antara sifat-sifat.

28

Teori Van Hiele menunjukkan bahwa pembelajaran yang efektif terjadi

bila siswa secara aktif mengalami objek studi dalam konteks yang tepat, dan bila

mereka terlibat dalam diskusi dan refleksi. Menurut teori tersebut, penggunaan

ceramah dan hafalan sebagai metode pengajaran utama tidak akan mendatangkan

pembelajaran yang efektif.

Guru harus memberi kepada siswa pengalaman yang tepat dan kesempatan

untuk membahas pengalaman itu. Van Hiele menetapkan peranan guru sebagai

pembantu yang memandu siswa menapaki tingkatan-tingkatan pemahaman dalam

mata pelajaran tersebut. Fyus (1988: 4) menyatakan bahwa Van Hiele fokus pada

tingkat pemikiran geometri dan peranan pengajaran dalam membantu siswa

bergerak dari satu tingkatan ke tingkat lainnya.

Van Hiele (1986: 39) menyatakan bahwa ”Pencapaian tingkatan baru

selain dapat dipengaruhi oleh pembelajaran, juga oleh pilihan latihan yang sesuai

di mana guru dapat menciptakan situasi yang mendukung siswa dalam mencapai

tingkat pemikiran yang lebih tinggi”.

Teori berpikir Geometri Van Hiele menunjukkan bahwa pengembangan

ide-ide geometris maju melalui satu hierarki tingkatan. Siswa pertama-tama

belajar mengenali bangun-bangun secara keseluruhan dan kemudian menganalisa

sifat-sifat relevan dari bangun. Belakangan mereka dapat melihat hubungan di

antara bangun-bangun dan membuat deduksi sederhana. Pengembangan dan

pengajaran kurikulum harus mempertimbangkan hierarki ini.

Standar Kurikulum dan Evaluasi konsisten dengan metodologi yang

dianjurkan oleh model Van Hiele, terutama tahap-tahap pembelajaran standar-

29

standar kurikulum menyajikan pandangan dinamis mengenai lingkungan ruang

kelas. Mereka menuntut sebuah konteks di mana siswa terlibat aktif dalam

pengembangan pengetahuan matematika dengan cara menjajaki, membahas,

menggambarkan, dan mendemonstrasikan.

Komunikasi sangat penting pada proses sosial ini. Ide-ide dibahas,

penemuan dibagi, terkaan dikonfirmasi, dan pengetahuan diperoleh melalui

pembicaraan, penulisan, pendengaran, dan pembacaan.

Untuk mengetahui atau menilai tingkat berpikir Geometris siswa, ada

sejumlah tes yang dapat digunakan untuk menunjuk tingkat Van Hiele, yaitu

adanya penggunaan tes (baik lisan maupun tulisan).

Ada Tes Usiskin (1982) dan Tes Burger serta Saughnessy (1986), yang

sering digunakan, tetapi dalam sebuah ruang kelas lebih praktis bagi guru untuk

menilai tingkat Van Hiele siswa dengan menganalisis respons siswa tersebut pada

tugas-tugas geometri spesifik. Contoh, seorang guru dapat mengamati bagaimana

siswa menggunakan bahasa geometris dan menentukan tingkat berpikir Geometri

siswa mengenai konsep persegi, yaitu dengan menganalisa responsnya pada tugas

pemilah-milahan/pengelompokan bangun geometri persegi.

E. Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele

Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele adalah pembelajaran

yang dalam bagian kegiatan inti dilaksanakan tahap Van Hiele yang terdiri atas 5

tahap, yaitu: tahap informasi, tahap orientasi terpandu, tahap ekplisitasi, tahap

orientasi bebas, dan tahap integrasi.

30

Van Hiele (1986) menyatakan bahwa kemajuan dari satu tingkat berpikir

ke tingkatan berikutnya melibatkan ke lima tahap tersebut. Peran guru dalam

pembelajaran dan ketepatan bahasa yang digunakan guru menjadi faktor yang

sangat penting dalam keberhasilan Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van

Hiele.

Ada beberapa karakter pada tahap pembelajaran Van Hiele, sebagai

berikut:

1. Rangkaian urutan (Sequential)

Dengan memperhatikan tingkat berpikir Geometri siswa yang harus maju dari

satu tingkat ke tingkat berikutnya, maka para pengajar dapat menyusun

langkah pembelajaran sesuai dengan tingkat berpikir Geometri siswa.

2. Pengembangan (Advancement)

Kemajuan tingkat berpikir Geometri siswa dari satu tingkat ke tingkat

berikutnya, sangat tergantung pada hasil pembelajaran dengan lima tahap

pembelajaran Van Hiele, bukan tergantung pada usia. Tidak ada metode

pembelajaran yang memperbolehkan siswa untuk melompati tingkatan

berikutnya tanpa melalui tingkat sebelumnya.

3. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik (Intrinsic and Extrinsic)

Objek dan sifat-sifatnya yang dipahami pada satu tingkat menjadi objek pada

tingkat berikutnya. Pada tingkat 1 (Visualisasi) hanya sosok bentuk yang

dipahami. Sosok bentuk tersebut dipertimbangkan oleh sifat-sifatnya tetapi

tidak kepada tingkat Analisis, sosok bentuk tersebut di analisis sehingga tiap

komponen dan stfat-sifatnya ditemukan pada tingkat berikutnya.

31

4. Kebahasaan (Linguistics)

Setiap tingkat berpikir Geometri mempunyai lambang dan bahasa masing-

masing, mempunyai sistem hubungan antar lambang itu. Hubungan yang

benar pada satu tingkat, mungkin dimodifikasi pada tingkat yang lain.Sebagai

contoh, sebuah bentuk bangun datar mungkin memiliki lebih dari satu nama

(kelas), sebuah persegi adalah juga persegipanjang (dan juga merupakan

jajargenjang).

5. Ketaksepadanan (Mismatch)

Jika siswa berada pada satu tingkat berpikir Geometri tertentu, dan

pembelajaran pada tingkat yang lain, minat dan kemajuan belajar mungkin

tidak akan terjadi. Secara khusus, terutama jika guru, bahan ajar, kosa kata dll,

berada pada tingkat yang lebih tinggi dari pembelajaran, siswa tidak akan

dapat mengikuti proses berpikir yang sedang digunakan.

Contoh Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele

Dalam bahasan ini, akan diuraikan contoh Pembelajaran Geometri

Berbasis Teori Van Hiele untuk tingkat 1 (Visualisasi) dan tingkat 2 (Analisis),

pada siswa sekolah dasar kelas V dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan

pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi geometri dengan materi segi

empat (persegi dan persegipanjang) dan segitiga (berdasar ukuran panjang sisi dan

ukuran besar sudut).

Pembelajaran untuk tingkat 1 (Visualisasi), dengan materi persegi dan

persegipanjang

32

Tahap 1: Informasi

Dikondisikan terjadi percakapan/ dialog antara guru dan siswa, pertanyaan

dimunculkan dengan tujuan untuk menggali pengetahuan awal siswa tentang

materi yang akan dibahas (persegi dan persegipanjang).

Kegiatan yang dilakukan antara lain pemberian beberapa pertanyaan dari

guru, misalnya:

1. Apakah anak-anak sudah tahu atau pernah mendengar tentang persegi atau

persegipanjang?

2. Adakah benda atau barang di ruangan ini yang berbentuk persegi atau

persegipanjang?

3. Tunjukkan benda yang berbentuk persegi atau persegipanjang di ruangan ini!

Pada bagian ini guru harus sudah mempunyai gambaran apakah anak-anak

sudah paham tentang persegi dan persegipanjang. Jika anak belum paham,

dilanjutkan dengan menunjukkan beragam bangun-bangun geometri datar segi

empat dan segitiga dalam berbagai ukuran dan warna. Siswa menelaah bangun-

bangun geometri yang ditunjukkan oleh guru sehingga siswa fokus kepada materi

yang akan dibahas, yaitu persegi dan persegipanjang.

Kemudian guru menyampaikan lagi beberapa pertanyaan, seperti,

tunjukkan dari bangun-bangun geometri yang anak-anak telaah tersebut, mana

yang berupa persegi, mana persegipanjang?

Tahap 2: Orientasi terpandu

Dari beragam bangun-bangun geometri datar yang sudah guru berikan

kepada anak-anak dalam berbagai ukuran dan warna, siswa diminta untuk

33

menunjukkan mana yang dimaksud persegi atau persegipanjang, dengan

pertanyaan sebagai berikut: anak-anak coba tunjukkan ke ibu/bapak, mana yang

dimaksud dengan persegi? Coba tunjukkan lagi mana yang dimaksud

persegipanjang?

Guru meminta siswa untuk mengerjakan tugas dalam kelompoknya, yaitu:

1. Membandingkan persegi dan persegipanjang.

2. Mengukur sisi-sisi dari persegi dan sisi-sisi persegipanjang.

3. Menggambar dengan cara menjiplak persegi dan persegipanjang.

4. Mengidentifikasi persegi dan persegipanjang.

Pada tahap ini guru sudah mempunyai gambaran yang jelas apakah siswa

sudah memahami konsep persegi dan persegipanjang dari berbagai kegiatan yang

sudah dilakukan.

Tahap 3: Eksplisitasi

Siswa diminta untuk mengajukan konsep persegi dan persegipanjang yang

sudah dipahami pada tahap 2 dengan menggunakan kata-kata sendiri berdasar

tampilan bentuk. Misalnya, persegi adalah segi empat yang bentuknya mirip tegel,

atau persegi adalah segiempat yang sisinya lebih pendek dibanding sisi-sisi

persegipanjang, atau persegi adalah tetap persegi meskipun ukuran, letak dan

warna berubah. Sementara persegipanjang adalah segiempat yang bentuknya

seperti pintu, atau persegipanjang adalah segiempat yang sisi-sisinya lebih

panjang dibanding sisi-sisi persegi.

Guru membimbing untuk menggunakan kosakata yang baik dan benar,

mengenalkan istilah-istilah matematika yang relevan (misalnya, sifat khusus dari

34

persegi dan persegipanjang berdasarkan tampilannya). Pada tahap ini kemampuan

komunikasi geometri siswa lanjutan dari tahap 2, baik lisan maupun tulisan dapat

dikembangkan.

Tahap 4: Orientasi Bebas

Pada tahap ini, siswa menemukan caranya sendiri dalam memahami

konsep persegi dan persegipanjang, misalnya dengan melakukan pengukuran,

menggambar, merubah posisi, membandingkan dengan bangun geometri yang lain

dan menyebutkan sifat-sifat dari persegi dan persegipanjang berdasar tampilan,

bukan sifat-sifat yang diterapkan secara umum (misalnya, persegi itu tetap persegi

meskipun ukuran, warna, posisi berubah).

Tahap 5: Integrasi

Pada tahap ini, siswa dapat membuat rangkuman/ ringkasan tentang

persegi dan persegipanjang, setelah proses orientasi bebas. Misalnya, ringkasan

tentang sifat persegi dan persegipanjang berdasarkan tampilan atau pembandingan

dan telaahan bangun-bangun geometri yang disediakan.

Setelah menyelesaikan setiap proses tahapan Van Hiele dari tahap 1

sampai tahap 5, untuk setiap tingkatan berpikir geometri, diberikan soal latihan,

dalam hal ini untuk tingkat berpikir Geometri Visualisasi tentang persegi dan

persegipanjang.

Pembelajaran untuk tingkat 1 (Visualisasi ), dengan materi Segitiga berdasar

ukuran panjang sisi dan ukuran besar sudut

35

Tahap 1: Informasi

Dikondisikan terjadi percakapan/dialog antara guru dan siswa, pertanyaan

dimunculkan dengan tujuan menggali pengetahuan awal siswa tentang materi

yang akan dibahas (Segitiga berdasar ukuran panjang sisi dan ukuran besar sudut).

Kegiatan yang dilakukan adalah, guru memberikan beberapa pertanyaan,

misalnya:

1. Apakah anak-anak sudah tahu atau pernah mendengar tentang segitiga?

2. Adakah benda atau barang di ruangan ini yang berbentuk segitiga? Coba

tunjukkan!

Pada bagian ini guru harus sudah mempunyai gambaran apakah anak-anak

sudah paham tentang segitiga? Jika anak belum paham, dilanjutkan dengan

menunjukkan beragam bangun-bangun geometri datar segiempat dan segitiga

dalam berbagai ukuran dan warna, siswa menelaah bangun-bangun geometri yang

ditunjukkan oleh guru sehingga siswa fokus pada materi yang akan dibahas yaitu,

segitiga berdasar ukuran panjang sisi (segitiga samasisi, samakaki dan sebarang)

dan segitiga berdasar ukuran besar sudut (segitiga siku-siku, segitiga lancip dan

segitiga tumpul).

Kemudian guru menyampaikan lagi beberapa pertanyaan, misalnya, ”coba

anak-anak, tunjukkan dari bangun-bangun geometri yang ditelaah tersebut, mana

yang dimaksud segitiga samasisi, dan yang mana segitiga samakaki? Coba

tunjukkan kepada Ibu/ bapak, yang mana segitiga siku-siku?” Dan seterusnya.

Dari beragam bangun-bangun geometri datar yang sudah diberikan guru

kepada anak-anak dalam berbagai ukuran dan warna, siswa diminta untuk

36

menunjukkan yang mana segitiga dengan pertanyaan seperti, ”anak-anak, coba

tunjukkan kepada ibu/bapak, mana bangun segitiga? Coba tunjukkan juga mana

yang merupakan segitiga samasisi?”

Guru juga harus meminta siswa untuk mengerjakan tugas dalam

kelompoknya, yaitu:

1. Membandingkan bangun segitiga dan bukan segitiga

2. Mengukur sisi-sisi dari segitiga samasisi dan segitiga samakaki menggunakan

penggaris dan mengukur besar sudut dari segitiga siki-siku dan bukan segitiga

siku-siku dengan busur-derajat atau dengan kertas yang dilipat.

3. Menggambar dengan cara menjiplak berbagai segitiga.

4. Mengidentifikasi berbagai bangun segitiga (berdasar ukuran panjang sisi dan

besar ukuran sudut).

Pada tahap ini guru sudah mempunyai gambaran yang jelas apakah siswa

telah memahami konsep segitiga secara umum atau tidak.

Tahap 2: Orientasi Terpandu

Dari beragam bangun-bangun geometri datar yang sudah diberikan guru

kepada anak-anak dalam berbagai ukuran dan warna, siswa diminta untuk

menunjukkan bangun yang berbentuk segitiga dan bukan segitiga, dengan

pertanyaan seperti, ”anak-anak, coba tunjukkan kepada ibu/bapak, mana yang

merupakan bangun segitiga? Coba tunjukkan juga mana yang bukan segitiga?

Guru meminta siswa untuk mengerjakan tugas dalam kelompoknya, yaitu:

1. Membandingkan bangun segitiga dan bukan segitiga.

37

2. Mengukur segitiga berdasar sisi (segitiga samasisi, samakaki dan sebarang)

dan mengukur besar sudut antara segitiga siki-siku, lancip dan segitiga

tumpul.

3. Menggambar dengan cara menjiplak segitiga dan bukan segitiga.

4. Mengidentifikasi segitiga samasisi, samakaki dan segitiga sebarang, juga

segitiga siku-siku, lancip dan segitiga tumpul.

Pada tahap ini guru sudah mempunyai gambaran yang jelas apakah siswa

sudah memahami konsep segitiga dan bukan segitiga dari berbagai kegiatan yang

sudah dilakukan.

Tahap 3: Eksplisitasi

Siswa mengajukan konsep segitiga samasisi, samakaki, sebarang, juga

segitiga lancip, tumpul dan siku-siku, dengan menggunakan kata-kata sendiri.

Guru membimbing untuk menggunakan kosakata yang baik dan benar,

mengenalkan istilah-istilah matematika yang relevan (misalnya, sifat khusus dari

segitiga samasisi dan segitiga siku-siku berdasarkan tampilannya).

Pada tahap ini kemampuan komunikasi matematika siswa, baik secara

lisan maupun tulisan dapat dikembangkan.

Tahap 4: Orientasi Bebas

Pada tahap ini, siswa menemukan caranya sendiri dalam memahami

konsep segitiga samasisi, samakaki, sebarang, juga segitiga lancip, tumpul dan

siku-siku, misal menyebutkan sifat-sifat dari segitiga samasisi, samakaki,

sebarang, juga segitiga lancip, tumpul dan siku-siku, berdasar tampilan, bukan

38

sifat-sifat yang diterapkan secara umum (misalnya, segitiga samakaki itu tetap

samakaki meskipun ukuran, warna, posisinya berubah).

Tahap 5: Integrasi

Pada tahap ini, siswa dapat membuat rangkuman/ringkasan tentang

segitiga samasisi, samakaki dan segitiga sebarang, juga segitiga lancip, tumpul

dan segitiga siku-siku, setelah proses orientasi bebas. Misal ringkasan tentang

sifat segitiga samakaki dan segitiga siku-siku berdasarkan tampilan atau

pembandingan dan hasil telaahan pada bangun-bangun geometri yang disediakan.

Setelah menyelesaikan setiap proses tahap Van Hiele dari tahap 1 sampai

tahap 5, untuk setiap tingkatan berpikir geometri, diberikan soal latihan tingkat

berpikir Geometri Visualisasi tentang konsep segitiga berdasar ukuran panjang

sisi dan ukuran besar sudut.

Pembelajaran untuk tingkat 2 (Analisis), dengan materi persegi dan

persegipanjang

Tahap 1: Informasi

Menciptakan situasi dialog mengenai sifat khusus persegi dan

persegipanjang dengan beberapa pertanyaan yang disampaikan guru. Misalnya,

apa yang kalian tahu tentang bangun persegi? Apa yang kalian tahu tentang

bangun persegipanjang? Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana

perkembangan pemahaman konsep persegi dan persegipanjang yang dimiliki

siswa.

39

Guru menyediakan beragam bangun-bangun geometri datar dari berbagai

ukuran dan warna, siswa diminta untuk menelaah dan menganalisis, dan

mengidentifikasi bagian-bagian bangun persegi dan persegipanjang sehingga

siswa fokus pada materi yang akan dibahas, yaitu persegi dan persegipanjang.

Tahap 2: Orientasi Terpandu

Dari beragam bangun-bangun geometri datar yang sudah diberikan guru

kepada anak-anak dalam berbagai ukuran dan warna, guru memandu siswa untuk

mengungkapkan hasil identifikasi dan pengklasifikasian persegi dan

persegipanjang berdasar sifat khusus dari masing-masing bangun tersebut.

Guru juga mengajukan beberapa pertanyaan seperti, adakah perbedaan

antara ukuran panjang sisi-sisi persegi dengan ukuran panjang sisi-sisi

persegipanjang? Coba tunjukkan bangun geometri yang sudah diamati

(diidentifikasi) anak-anak.

Siswa dipandu dalam kelompok kecil untuk mengidentifikasi dan

menelaah ulang sifat khusus yang sama dan yang berbeda di antara persegi dan

persegipanjang.

Tahap 3: Eksplisitasi

Guru memastikan siswa sudah memiliki pemahaman tentang sifat-sifat

khusus persegi dan persegipanjang dari hasil identifikasi, klasifikasi bentuk-

bentuk geometri yang disediakan (misal semua sisi persegi berukuran sama

panjang, sedangkan sisi persegipanjang tidak sama panjang hanya yang

berhadapan sama panjang).

40

Siswa mencoba mengekspresikan/mengomunikasikan pemahaman tentang

konsep persegi dan persegipanjang hasil analisis sifat-sifat khusus dengan

menggunakan kata-kata mereka sendiri.

Guru membimbing siswa untuk menggunakan kosakata yang baik dan

benar, mengenalkan istilah-istilah matematika yang relevan. Misalnya, sisi-sisi

berhadapan pada persegipanjang sama panjang, semua sudut persegi dan

persegipanjang masing-masing berukuran 90o.

Pada tahap ini kemampuan komunikasi matematika siswa, baik secara

lisan maupun tulisan dapat dikembangkan.

Tahap 4: Orientasi Bebas

Pada tahap ini, siswa menemukan caranya sendiri dalam memahami

konsep persegi dan persegipanjang dengan menganalisis sifat-sifat khusus dari

bentuk-bentuk geometri yang disediakan. Misalnya:

1. Membandingkan persegi dan persegipanjang dengan merujuk pada kesamaan/

perbedaan sisi dan sudutnya.

2. Membuat daftar ciri-ciri atau sifat-sifat dari semua segi empat, tetapi tidak

dapat menjelaskan bahwa persegi itu adalah persegipanjang.

Tahap 5: Integrasi

Pada tahap ini, siswa dapat membuat rangkuman/ ringkasan tentang

persegi dan persegipanjang setelah proses orientasi bebas. Misalnya, ringkasan

tentang sifat khusus persegi dan persegipanjang melalui pembandingan dan

telaahan bangun-bangun geometri yang disediakan.

41

Setelah menyelesaikan setiap proses tahapan Van Hiele dari tahap 1

sampai tahap 5, untuk setiap tingkatan berpikir geometri, diberikan soal latihan.

Dalam hal ini untuk tingkat berpikir Geometri Analisis tentang konsep persegi

dan persegipanjang.

F. Aktivitas Siswa dan Guru pada Pembelajaran Geometri Berbasis Teori

Van Hiele

Aktivitas siswa pada pembelajaran Geometri Berbasis teori Van Hiele

dimaknai sebagai aktivitas fisik dan mental dalam belajar. Dikemukakan

Leikin(Ikhsan,2008) , aktivitas fisik maupun mental dalam pembelajaran di

klasifikasikan menjadi dua yaitu; aktivitas aktif dan aktivitas pasif. Dalam

penelitian ini kedua aktivitas tersebut meliputi; a) menjawab pertanyaan yang

diajukan guru saat terjadi dialog, b) memberikan penjelasan dalam

mengungkapkan konsep secara lisan maupun tulisan c) mengajukan pertanyaan

d) melakukan pengamatan terhadap benda-benda dalam pemahaman konsep. e)

membuat rangkuman konsep yang dipelajari f) mendengarkan informasi dan b)

membaca.

Aktivitas siswa pada setiap tahap pembelajaran berbasis teori Van Hiele

memiliki aktivitas tertentu yang berbeda dengan aktivitas siswa pada tahap tahap

yang lain. Aktivitas siswa dan guru yang mungkin muncul dalam pembelajaran

geometri berbasis teori Van Hiele, secara rinci disajikan dalam tabel 2.1 berikut

ini.

42

Tabel 2.1 Aktivitas Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Geometri

berbasis teori Van Hiele

No. Tahap

Pembelajaran Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

1. Informasi a. Dialog dengan siswa dan mengajukan pertanyaan untuk menggali pengetahuan awal siswa tentang konsep yang akan dipelajari

b. Menyampaikan tujuan pembelajaran

c. Menyiapkan alat peraga

a. Menjawab pertanyaan yang diajukan guru tentang konsep yang akan dipelajari

b. Mengikuti sajian informasi c. Mengelompokkan diri

dengan kelompoknya

2. Orientasi Terpandu

a. Membenahi alat peraga untuk diamati oleh siswa

b. Mengarahkan siswa untuk melakukan pengamatan terhadap alat peraga (melakukan pengukuran, mengutak-atik, menggambar, dan berdiskusi).

c. Mengarahkan siswa mengerjakan LKS

d. Mengecek hasil kerja siswa

a. Melakukan pengamatan terhadap alat peraga (melakukan pengukuran, mengutak-atik, menggambar, dan berdiskusi) untuk memahami konsep.

b. Mengerjakan LKS c. Berdiskusi hasil kerja

kelompok 3. Eksplisitasi a. Membimbing siswa dalam

memahami konsep yang dipelajari

b. Mendorong siswa untuk mengungkapkan konsep yang dipelajari secara lisan dengan kata-kata sendiri

c. Membimbing siswa untuk menggunakan kosakata yang benar, relevan, dalam mengungkapkan konsep secara lisan

a. Diskusi dalam kelompok untuk memahami konsep dengan menggunakan fasilitas alat peraga

b. Mengungkapkan konsep yang dipelajari secara lisan dengan kata-kata sendiri

c. Menggunakan istilah, kosakata yang benar dan relevan dalam mengungkapkan konsep yang dipelajari

4. Orientasi Bebas

Mengarahkan siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam memahami konsep dengan menggunakan fasilitas alat peraga (melakukan pengukuran, menggambar, mengubah posisi, dan membandingkan) dan mengungkapkan konsep itu secara lisan dan tulisan

Melakukan pengukuran menggambar, mengubah posisi, membandingkan, dalam memahami konsep yang dipelajari dengan menggunakan alat peraga.

5. Integrasi Mengarahkan siswa untuk membuat rangkuman konsep yang dipelajari dengan mengungkapkan secara tertulis

Membuat rangkuman konsep yang dipelajari secara tertulis

6. Evaluasi Menganalisis hasil kerja siswa (LKS dan tes)

Siswa mengerjakan tes

43

G. Pembelajaran Matematika Dalam Pandangan Konstruktivistik serta

keterkaitannya dengan Tahap Pembelajaran Van Hiele

Pandangan konstruktivistik pada dasarnya menekankan bahwa

pengetahuan harus dibangun oleh siswa sendiri secara aktif berdasarkan

pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Oleh karena itu belajar menurut

pandangan ini merupakan proses aktif mengkonstruksi, mengasimilasikan dan

menghubungkan bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai

siswa sebelumnya (Suparno, 1997: 61). Pandangan konstruktivistik ini sejalan

dengan tahap pembelajaran Geometri menurut teori Van Hiele yang terdapat pada

tahap 1 (Informasi) yang mempunyai tujuan mempelajari pengetahuan

sebelumnya yang dimiliki siswa tentang konsep yang dipelajari sehingga siswa

mengetahui arah belajar selanjutnya.

Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari. Ini merupakan proses

menyesuaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah ada

dalam pikiran mereka, Shymansky (dalam Suparno, 1997: 62). Jadi siswa harus

punya pengalaman dengan memanipulasi objek, mencari jawaban dan

memecahkan masalah, karena pengetahuan itu tidak dapat diperoleh dari

membaca atau mendengarkan orang bicara, tetapi dibentuk dari tindakan

seseorang terhadap suatu objek. Piaget (dalam Suparno, 1997, dalam Hudoyo

1988) mengemukakan bahwa struktrur kognitif yang dimiliki seorang individu

karena proses asimilasi dan akomodasi.

Perolehan pengalaman atau pengetahuan seorang siswa dari proses

asimilasi dan akomodasi tertanam dalam benak siswa sesuai dengan skemata yang

44

dimilikinya. Karena itu belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan

skemata, sehingga matematika yang terdiri dari konsep-konsep dan prinsip-prinsip

terkait satu sama lain tidak sekedar tersusun hirarkis. Selanjutnya mengajar

menurut pandangan konstruktivistik bukanlah kegiatan memindahkan

pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan

siswa membangun sendiri pengetahuannya. Jadi mengajar dalam konteks ini

adalah membantu seseorang berpikir secara benar dengan membiarkannya

berpikir sendiri (Glaserfeld, dalam Suparno 1997: 65).

Pengajar (guru) berperan sebagai mediator, fasilitator dan motivator yang

membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik, membantu agar siswa

mampu mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang konkret.

Fungsi mediator, fasilitator dan motivator menurut Suparno (1997: 66) dapat

dijabarkan dalam tugas sebagai berikut.

1. Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang mendorong

keingintahuan siswa.

2. Menyediakan sarana yang membuat siswa berpikir secara produktif.

Penjabaran fungsi mediator dan fasilitator tersebut, sesuai dengan tahap

pembelajaran Van Hiele yang berada pada tahap 2 (Orientasi Terpandu) tahap 3

(Eksplisitasi), tahap 4 (Orientasi bebas) dan tahap 5 (Integrasi). Pada tahap

tersebut siswa diberi kesempatan untuk mengamati, mengutak atik objek dalam

hal ini alat peraga yang disediakan guru dan siswa diberi kesempatan untuk

berbagi persepsi tentang objek yang diamatinya dengan memngekspresikan secara

lisan dan secara tulisan menggunakan keterampilan bahasanya sendiri,

45

merepresentasikan konsep dengan berbagai cara, dan diberi kesempatan untuk

membuat rangkuman konsep yang dipelajari. Sejalan pula dengan pendapat

Hudoyo (1998: 8) bahwa lingkungan belajar dalam pandangan konstruktivistik

perlu diupayakan untuk menyediakan pengalaman belajar dengan mengaitkan

pengetahuan yang telah dimiliki siswa, mengintegrasikan pembelajaran dengan

situasi yang realistik denga melibatkan pengalaman konkret, mengintegrasikan

pembelajaran sehingga terjadi interaksi dengan lingkungannya dan memanfaatkan

berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis sehingga pembelajaran

menjadi lebih efektif.

Kamii (dalam Dahar, 1988: 193) mengemukakan bahwa dalam melaksanakan pembelajaran di Sekolah Dasar dalam pandangan konstruktivisme sebagai berikut. 1. Siapkan benda-benda nyata untuk digunakan siswa. 2. Memilih pendekatan yang sesuai dalam memperhatikan benda-benda

nyata. 3. Perkenalkan kegiatan yang layak, menarik, dan berilah siswa

kebebasan untuk menolak saran-saran guru. 4. Tekankan penciptaan pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah dan

pemecahannya. 5. Anjurkan siswa untuk saling berinteraksi. 6. Hindari istilah-istilah teknis dan tekankan berpikir. 7. Anjurkan para siswa berpikir dengan cara mereka sendiri. 8. Perkenalkan ulang materi dan kegiatan yang sama.

Cara individu mengkonstruksi pengetahuan ada dua pandangan yang

dikemukakan Matthews (dalam Suparno, 1997), yaitu pandangan konstruktivisme

psikologis dan sosiologis. Dalam membangun pengetahuan, seorang individu

didasarkan pada perkembangan psikologis, hal tersebut menurut pandangan

konstruktivisme psikologis. Sedangkan pandangan konstruktivisme sosiologis,

membangun pengetahuan didasarkan pada hubungan sosial.

46

Piaget sebagai pengembang konstruktivisme psikologis personal

menyatakan bahwa individu dalam mengkonstruksi pengetahuan lebih

menekankan kepada keaktifan individu. Sedangkan Vygotsky, sebagai

pengembang konstruktivisme psikologis sosial menyatakan bahwa individu dalam

mengkonstruksi pengetahuan lebih menekankan kepada hubungan individu

dengan lingkungan sosial. Dari dua pandangan tersebut diduga akan mempercepat

proses pengkonstruksian pengetahuan. Artinya ketika individu mengkonstruksi

pengetahuan, mereka difasilitasi dengan kondisi sehingga keaktifan dan kesiapan

individu secara psikologis terpenuhi. Disamping itu dalam proses belajar

mengkonstruk pengetahuan individu, didukung oleh lingkungan sosial sehingga

tercipta interaksi sosial antara individu yang satu dengan yang lain dalam

kelompok nya.

Implikasi dari beberapa pendapat di atas tentang pandangan

konstruktivisme, maka penulis memperhatikan beberapa hal dalam penyusunan

perangkat pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran geometri berbasis teori

Van Hiele sebagai berikut :

1. Menyediakan pengalaman belajar yang sesuai dengan pengetahuan yang

dimiliki siswa.

2. Mengaitkan pembelajaran denga pengetahuan awal siswa

3. Menyiapkan pertanyan terbuka tentang konsep

4. Menyediakan berbagai alat peraga untuk membantu terjadi berbagai alternatif

pengalaman belajar

5. Menyediakan masalah untuk dikerjakan dengan berbagai cara.

47

6. Menyediakan lingkungan belajar yang mendorong terjadi interaksi dan

kerjasama antara siswa, berbagi persepsi tentang konsep, dan meng-

ekspresikan secara lisan atau tertulis konsep.

H. Penelitian-penelitian yang Relevan

Penelitian yang berkaitan dengan mengukur atau mengembangkan

kemampuan pemahaman konsep dengan pembelajaran tahap Van Hiele

dilaporkan oleh peneliti berikut ini :

1. Penelitian Clements dan Battista (1992)

Penelitian Clements dan Battista (1992) melaporkan bahwa, sedikit sekali

anak-anak yang mempelajari bentuk-bentuk geometri sejak pra-sekolah hingga

sekolah menengah. Sebagai contoh, anak-anak pra-sekolah dalam penelitiannya

mengidentifikasi segitiga dengan persentase kebenaran sebesar 60 persen.

Pada studi yang dilakukan pada anak SD dengan tugas yang sama, skor

yang mereka raih bervariasi, mulai dari 64 persen bagi anak TK hingga 81 persen

bagi anak kelas enam. Demikian pula dengan skor anak pra-sekolah yang sebesar

54 persen untuk persegipanjang, dan skor siswa SD bervariasi dari 63 persen

hingga 68 persen.

Clements dan Battista menyimpulkan hasil wawancara dengan siswa

sekolah dasar tentang bentuk geometri adalah sebagai berikut:

a. Lingkaran, anak-anak mampu mengidentifikasi lingkaran dengan akurat,

meski anak yang usianya di bawah enam tahun lebih sering menyebut

lingkaran sebagai bentuk elips. Terlepas dari pengecualian tersebut (hanya 4

48

persen pada tugas yang kami berikan), guru pra sekolah dapat mengasumsikan

bahwa kebanyakan anak mengetahui sesuatu tentang lingkaran.

b. Persegi, identifikasi anak-anak atas persegi hampir sama akuratnya dengan

mengidentifikasi lingkaran (87 persen pada tugas yang kami berikan), meski

anak-anak pra-sekolah lebih sering menyebut belah ketupat yang non-persegi.

Namun, mereka sama akuratnya dengan anak anak di atas usianya dalam

memberi label atau menyebut nama persegi.

c. Segitiga, anak-anak kurang akurat dalam mengidentifikasi segitiga (60

persen). Mereka menyebut segitiga dengan sisi kurva dan menolak segitiga

yang terlalu panjang, dibengkokan, atau mengerucut ke atas. Beberapa anak

yang berusia tiga tahun bisa menerima bentuk yang sama seperti segitiga.

d. Persegipanjang, rata-rata akurasi anak dalam mengidentifikasi

persegipanjang juga rendah (54 persen). Anak cenderung menyebut

persegipanjang sebagai paralelogram panjang atau trapezoid. Jadi, bayangan

anak tentang persegipanjang adalah gambar dengan empat sisi yang memiliki

dua sisi paralel yang panjang dan sudut yang lancip.

Hanya sedikit anak yang berusia tiga atau empat tahun yang tak

memahami persegipanjang atau segitiga.

Kesimpulan dari hasil penelitian Clements dan Battista (1992), bahwa

pembelajaran Geometri dengan tahap Van Hiele, siswa SD memahami

(mengidentifikasi) segitiga, persegipanjang dan persegi , berturut-turut mencapai

81%, 68% dan 87%.

49

2. Penelitian Der-bang Wu dan Hsiu-lan Ma (2005)

Penelitian Der-bang Wu dan Hsiu-lan Ma (2005), menghasilkan Study of

the Geometric Concepts of Elementary School Students Van Hiele Level one.

Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki konsep-konsep geometri siswa sekolah

dasar pada tingkat satu pemikiran geometri Van Hiele.

Penelitian ini menghasilkan beberapa penemuan, yaitu:

a. Lebih mudah bagi siswa untuk mengidentifikasi garis lurus dan/atau kurva

disebabkan oleh pembedaan yang jelas.

b. Siswa mengalami kesulitan dalam penilaian gambar-gambar berputar karena

konsep-konsep arah dan posisi.

c. Pengidentifikasian lingkaran adalah yang paling mudah bagi siswa, berikutnya

segi tiga. Bangun bersisi empat dianggap sebagai yang paling sulit.

3. Penelitian Gagatsis, Sriraman, Elia & Modestou (2006)

Penelitian Gagatsis, Sriraman, Elia & Modestou (2006), melaporkan

tentang strategi yang digunakan siswa dalam mentransformasikan poligon melalui

penggunaan model geometrika dan berdasarkan Teori Van Hiele. Para siswa

diminta untuk menggambarkan sebuah tangga poligon khusus, dengan tiap

bentuknya lebih besar atau lebih kecil dari bentuk sebelumnya.

Respons anak dalam tugas transformasi tersebut, menunjukkan

kemampuan mereka untuk mengenali bentuk-bentuk geometri. Teori Van Hiele

menegaskan bahwa anak-anak pada awalnya tidak mampu mengenali komponen

dan properti bentuk-bentuk yang familiar.

50

Anak-anak pada tingkatan visual tidak mampu mengidentifikasi bentuk-

bentuk umum atau membedakan berbagai gambar pada kelas yang sama,

misalnya, memasukan konsep persegipanjang pada konsep persegi.

Pada tingkatan kedua, yaitu deskriptif, gambar tak lagi dipandang semata

hanya berdasarkan bentuknya saja, melainkan lebih kepada properti tertentu.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa strategi yang digunakan anak dalam

mentranformasikan bentuk geometri ada hubungannya dengan usia dan IQ anak.

Anak usia lebih muda, konsisten dan lebih sering pada bangun yang

berbeda. Sementara anak IQ tinggi terkait langsung dengan konstruksi rangkaian

gambar yang sama. Pada tingkatan ini, bahasa merupakan hal yang penting dalam

menjabarkan bentuk.

4. Penelitian Yazdani A (2007)

Penelitian Yazdani A (2007) melaporkan bahwa ada hubungan antara

tingkat pemahaman geometri siswa berdasar Teori Van Hiele dan prestasi dalam

geometri bidang. Dengan subjek siswa berusia 15 sampai dengan 17 tahun

sebanyak 169 orang.

Prosedur dan metode yang digunakan adalah sebagai berikut:

a. Semua peserta diberikan pretes dengan instrument penilaian terdiri dari PGAT

(The Plan Geometry National Achievement Test) untuk mengukur tes prestasi

dalam geometri dan VHGT (Van Hieles Geometry Test) untuk mengukur

tingkat pemehaman geometri berdasar tingkat Van Hiele.

51

b. Postes dilakukan setelah 6 minggu pembelajaran. Untuk memeriksa

keberadaan hubungan antara tingkat pemahaman geometri dan prestasi skor

pretes dan postes dianalisis dihitung koefisien korelasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa:

a. Antara pretes PGAT dan pretes VHGT dengan didapat nilai r = 0,0288

menunjukkan tidak adanya korelasi di antara keduanya.

b. Skor-skor postes VHGT dan postes PGAT dianalisis dengan didapat nilai r =

0,8665. Hal ini menunjukkan adanya korelasi positif antara tingkat

pemahaman geometri siswa berdasarkan Teori Van Hiele dan prestasi siswa

dalam geometri bidang.

5. Penelitian Fujita (2007)

Penelitian Fujita (2007) melaporkan bahwa mendefinisikan dan

mengklasifikasikan segi empat yang menyulitkan siswa terkait dengan kerumitan

dalam mempelajari bagaimana menganalisis ciri-ciri segiempat yang berlainan

dan membedakan antara aspek kritis dan non-kritis.

Pada penelitian ini dikemukakan mengapa definisi dan klasifikasi sangat

penting karena terkait dengan membantu siswa dalam mempelajari dan

menganalisis ciri-ciri segi empat yang berbeda-beda, sehingga siswa mampu

membedakan dari berbagai bangun datar segi empat dan hubungan antar bangun

segi empat dengan tepat.

Pembelajaran mensyaratkan adanya deduksi logika serta interaksi yang

tepat antara konsep dan citra (image).

52

6. Penelitian Sunardi (2005), melaporkan bahwa model PBH (Pembelajaran

Berbasis Van Hiele), dapat meningkatkan tingkat berpikir geometri siswa dan

penguasaan bahan ajar dan kerja kooperatif.

7. Penelitian Haki(2007), melaporkan bahwa pembelajaran dengan tahap Van

Hiele membantu siswa memahami karakteristik bangun datar segiempat.

8. Penelitian Iryanto(1999) melaporan bahwa pembelajaran dengan tahap Van

Hiele dapat mengatasi kesulitan siswa dalam memahami bangun datar.

9. Penelitian Nur’aeni(2002), melaporkan penelitiannya bahwa pembelajaran

dengan tahap Van Hiele dapat mengubah anggapan siswa terhadap segitiga itu

adalah segitiga siku-siku dan segiempat itu adalah persegi.

10. Penelitian Ikhsan (2008) melaporkan bahwa Pembelajaran Geometri Berbasis

Teori Van Hiele dapat meningkatkan Prestasi dan Motivasi siswa dalam

Geometri. Pada ketiga peringkat sekolah (Tinggi, Sedang, Rendah), prestasi

belajar siswa dengan Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele lebih

baik daripada prestasi belajar siswa yang diajar dengan pembelajaran

konvensional.

Begitu juga motivasi siswa dalam geometri yang diajar dengan

Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele lebih baik daripada motivasi

siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional.

Penelitian yang berkaitan dengan mengukur atau mengembangkan

kemampuan komunikasi matematis dengan pembelajaran tahap Van Hiele

dilaporkan oleh peneliti berikut ini :

53

1. Penelitian Silvia Saads dan Gary Davis (1997) menyimpulkan deskripsi lisan

siswa tentang suatu bentuk tergantung pada kombinasi tingkat geometri umum

siswa, kemampuan keruangan dan keahlian dalam mengekspresikan berbagai

ciri sebuah bentuk dengan menggunakan bahasa. Hasil dari diskusi kelompok

tersebut menunjukan pentingnya kemampuan keruangan dan penggunaan

bahasa dalam perkembangan pemikiran geometri.

2. Penelitian Purwati(2004), melaporkan penelitiannya bahwa pembelajaran

Geometri berdasar tahap awal Van Hiele, dapat meningkatkan kemampuan

komunikasi matematis siswa SLTP.

Ternyata dari hasil-hasil di atas, penelitian- penelitian yang inovatif yang

mengutamakan siswa belajar aktif,cenderung memperoleh hasil dalam beragam

kemampuan matematik yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran

konvensional.

I. Hipotesis

Hipotesis yang diperoleh di dalam penelitian ini antara lain:

1. Kemampuan pemahaman konsep geometris siswa sekolah dasar melalui

Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele lebih baik daripada

kemampuan pemahaman konsep geometri siswa melalui pembelajaran

konvensional ditinjau dari: a) keseluruhan siswa, dan b) level sekolah.

2. Level berpikir Geometri siswa yang mendapat Pembelajaran Geometri

Berbasis Teori Van Hiele lebih tinggi daripada level berpikir Geometri siswa

yang mendapat pembelajaran konvensional.

54

3. Kemampuan komunikasi Matematis siswa sekolah dasar melalui

Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele lebih baik daripada

kemampuan komunikasi Matematis siswa melalui pembelajaran konvensional

ditinjau dari: a) keseluruhan siswa, dan b) level sekolah.

4. Terdapat interaksi antara Pembelajaran Geometri (Berbasis Teori Van Hiele

dan konvensional) dengan level sekolah (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap

kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi Matematis siswa.

5. Peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa yang

mendapat pembelajaran Geometri berbasis teori Van Hiele, lebih baik

dibanding peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis

siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.

6. Terdapat asosiasi antara kemampuan pemahaman konsep dengan kemampuan

komunikasi Matematis siswa.

7. Adanya sikap siswa yang positif terhadap Pembelajaran Geometri Berbasis

Teori Van Hiele.