BAB II STUDI KEPUSTAKAAN -...

18
“Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia” Laporan Akhir II - 1 BAB II STUDI KEPUSTAKAAN A. Definisi 1. Evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan atau organisiasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang telah ditetapkan lebih dahulu. (Simanjuntak J. Payaman, 2005; 107) 2. Kinerja individu atau kelompok dan/atau unit kerja adalah tingkat pencapaian atau hasil kerja dari sasaran yang harus dicapai atau tugas yang harus dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu. (Simanjuntak J.Payaman, 2005;107) 3. Evalusi kinerja disebut juga “performance evaluation” atau “performance appraisal. Appraisal berasal dari kata Latin yaitu appratiare” yang berarti memberikan nilai atau harga. Dengan demikian, evaluasi kinerja berarti memberi nilai atas pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang dan untuk itu diberikan imbalan, kompensasi atau penghargaan. (Simanjuntak J.Payaman, 2005;107) 4. Pelayanan (layanan) adalah suatu perusahaan/orang harus menyerahkan hal-hal yang mendasar dan melakukan apa yang mereka inginkan dalam rangka menjaga perjanjian, dan juga mendengarkan pelanggan, menjaga agar pelanggan tetap mendapatkan informasi dan menyerahkan nilai kepada pelanggan. (Philip Kotler, 2008: 59) 5. Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan jenis dan mutu pelayanan wajib Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga secara minimal. (Simanjuntak J.Payaman, 2005;214) 6. Sistem jaringan adalah hal yang dapat dilakukan, misalnya meningkatkan kapasitas pelayanan prasarana yang ada; melebarkan jalan, menambah jaringan jalan baru dan lain-lain. (Ofyar Z.Tamin, 2000: 30) B. Studi Kepustakaan 1. Konsep Evaluasi Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Istilah evaluasi sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kata ini adalah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (Echols dan Shadily, 2000:220). Sedangkan menurut pengertian istilah “evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan ”(Yunanda:2009). Pemahaman mengenai pengertian evaluasi dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian evaluasi yang bervariatif oleh para pakar evaluasi. Menurut Stufflebeam dalam Lababa (2008), evaluasi adalah “the process of delineating, obtaining and providing useful information for judging decision alternatives" Artinya evaluasi merupakan proses menggambarkan, memperoleh dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan suatu alternatif keputusan.

Transcript of BAB II STUDI KEPUSTAKAAN -...

Page 1: BAB II STUDI KEPUSTAKAAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131...3. Evalusi kinerja disebut juga “performance evaluation” atau

“Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir II - 1

BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN

A. Definisi

1. Evaluasi kinerja adalah suatu metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas

(performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu

perusahaan atau organisiasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang telah

ditetapkan lebih dahulu. (Simanjuntak J. Payaman, 2005; 107)

2. Kinerja individu atau kelompok dan/atau unit kerja adalah tingkat pencapaian atau

hasil kerja dari sasaran yang harus dicapai atau tugas yang harus dilaksanakan dalam

kurun waktu tertentu. (Simanjuntak J.Payaman, 2005;107)

3. Evalusi kinerja disebut juga “performance evaluation” atau “performance appraisal.

Appraisal berasal dari kata Latin yaitu “appratiare” yang berarti memberikan nilai

atau harga. Dengan demikian, evaluasi kinerja berarti memberi nilai atas pekerjaan

yang dilakukan oleh seseorang dan untuk itu diberikan imbalan, kompensasi atau

penghargaan. (Simanjuntak J.Payaman, 2005;107)

4. Pelayanan (layanan) adalah suatu perusahaan/orang harus menyerahkan hal-hal yang

mendasar dan melakukan apa yang mereka inginkan dalam rangka menjaga

perjanjian, dan juga mendengarkan pelanggan, menjaga agar pelanggan tetap

mendapatkan informasi dan menyerahkan nilai kepada pelanggan. (Philip Kotler,

2008: 59)

5. Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan jenis dan mutu pelayanan wajib

Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga secara minimal.

(Simanjuntak J.Payaman, 2005;214)

6. Sistem jaringan adalah hal yang dapat dilakukan, misalnya meningkatkan kapasitas

pelayanan prasarana yang ada; melebarkan jalan, menambah jaringan jalan baru dan

lain-lain. (Ofyar Z.Tamin, 2000: 30)

B. Studi Kepustakaan

1. Konsep Evaluasi

Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi,

pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui

bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta

hasilnya. Istilah evaluasi sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan

tetapi kata ini adalah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti

penilaian atau penaksiran (Echols dan Shadily, 2000:220). Sedangkan menurut

pengertian istilah “evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui

keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan

dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan ”(Yunanda:2009). Pemahaman

mengenai pengertian evaluasi dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian evaluasi

yang bervariatif oleh para pakar evaluasi. Menurut Stufflebeam dalam Lababa (2008),

evaluasi adalah “the process of delineating, obtaining and providing useful

information for judging decision alternatives" Artinya evaluasi merupakan proses

menggambarkan, memperoleh dan menyajikan informasi yang berguna untuk

merumuskan suatu alternatif keputusan.

Page 2: BAB II STUDI KEPUSTAKAAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131...3. Evalusi kinerja disebut juga “performance evaluation” atau

“Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir II - 2

Masih dalam Lababa (2008), Worthen dan Sanders mendefenisikan “evaluasi sebagai

usaha mencari sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu yang berharga tersebut dapat

berupa informasi tentang suatu program, produksi serta alternatif prosedur tertentu”.

Tague-Sutclife (1996: 1-3), mengartikan evaluasi sebagai "a systematic process of

determining the extent to which instructional objective are achieved by pupils".

Evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental,

melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik

dan terarah berdasarkan tujuan yang jelas.

Dari definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa evaluasi adalah

penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, selanjutnya

menyajikan informasi dalam rangka pengambilan keputusan terhadap implementasi

dan efektifitas suatu program. Evaluasi meliputi mengukur dan menilai yang

digunakan dalam rangka pengambilan keputusan. Hubungan antara pengukuran dan

penilaian saling berkaitan. Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan

sesuatu dengan atau atas dasar ukuran atau kriteria tertentu (meter, kilogram, takaran

dan sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu.

Sedangkan menilai itu mengandung arti, mengambil keputusan terhadap sesuatu yang

berdasarkan pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh dan

sebagainya. Dan penilaian bersifat kualitatif. Hal ini sejalan dengan apa yang

dikemukakan oleh Arikunto (2009: 3) bahwa mengukur adalah membandingkan

sesuatu dengan satu ukuran (bersifat kuantitatif), menilai adalah mengambil suatu

keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk (bersifat kualitatif) dan

evaluasi meliputi kedua langkah tersebut di atas.

Agar penilaian ini efektif maka standar penilaian hendaknya berhubungan dengan

hasil-hasil yang diinginkan setiap pekerjaan. Dengan demikian, standar pelaksanaan

kerja ini semacam alat ukur untuk prestasi kerja. Lebih lanjut ditegaskan alat ukur

yang baik harus mempunyau sekurang-kurangnya 2 (dua) kriteria yaitu; a. validitas

dan reliabilitas. Alat penilaian kerja yang validitas tingggi apabila alat ukur itu

mengukur apa yang harus diukur. Sedangkan alat ukur yang reliabilitasnya tinggi

apabila alat ukur itu mempunyai hasil yang ajeg (consistent). Pendapat lain mengenai

evaluasi disampaikan oleh Arikunto dan Cepi (2008: 2), bahwa: evaluasi adalah

kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang

selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat

dalam mengambil sebuah keputusan. Fungsi utama evaluasi dalam hal ini adalah

menyediakan informasi-informasi yang berguna bagi pihak decision maker untuk

menentukan kebijakan yang akan diambil berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan.

Sedangkan Uzer (2003: 120), mengatakan bahwa: evaluasi adalah suatu proses yang

ditempuh seseorang untuk memperoleh informasi yang berguna untuk menentukan

mana dari dua hal atau lebih yang merupakan alternatif yang diinginkan, karena

penentuan atau keputusan semacam ini tidak diambil secara acak, maka alternatif-

alternatif itu harus diberi nilai relatif, karenanya pemberian nilai itu harus

memerlukan pertimbangan yang rasional berdasarkan informasi untuk proses

pengambilan keputusan.

Menurut Djaali dan Pudji (2008:1), evaluasi dapat juga diartikan sebagai “proses

menilai sesuatu berdasarkan kriteria atau tujuan yang telah ditetapkan yang

selanjutnya diikuti dengan pengambilan keputusan atas obyek yang dievaluasi”.

Sedangkan Ahmad (2007:133), mengatakan bahwa “evaluasi diartikan sebagai proses

sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (ketentuan, kegiatan, keputusan, untuk

kerja, proses, orang, obyek) berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian”. Untuk

menentukan nilai sesuatu dengan cara membandingkan dengan kriteria, evaluator

dapat langsung membandingkan dengan kriteria namun dapat pula melakukan

Page 3: BAB II STUDI KEPUSTAKAAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131...3. Evalusi kinerja disebut juga “performance evaluation” atau

“Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir II - 3

pengukuran terhadap sesuatu yang dievaluasi kemudian baru membandingkannya

dengan kriteria. Dengan demikian evaluasi tidak selalu melalui proses mengukur baru

melakukan proses menilai tetapi dapat pula evaluasi langsung melalui penilaian saja.

Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Crawford (2000:13), mengartikan

penilaian sebagai suatu proses untuk mengetahui/menguji apakah suatu kegiatan,

proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang

telah ditentukan. Dari pengertian-pengertian tentang evaluasi yang telah dikemukakan

beberapa ahli di atas, dapat ditarik benang merah tentang evaluasi yakni evaluasi

merupakan sebuah proses yang dilakukan oleh seseorang untuk melihat sejauh mana

keberhasilan sebuah program. Keberhasilan program itu sendiri dapat dilihat dari

dampak atau hasil yang dicapai oleh program tersebut. Karenanya dalam keberhasilan

ada dua konsep yang terdapat didalamnya yaitu efektifitas dan efisiensi. “Efektifitas

merupakan perbandingan antara output dan inputnya sedangkan efisiensi adalah taraf

pendayagunaan input untuk menghasilkan output lewat suatu proses” (Sudharsono

dalam Lababa, 2008). Jadi evaluasi bukan merupakan hal baru dalam kehidupan

manusia sebab hal tersebut senantiasa mengiringi kehidupan seseorang. Seorang

manusia yang telah mengerjakan suatu hal, pasti akan menilai apakah yang

dilakukannya tersebut telah sesuai dengan keinginannya semula.

2. Tujuan dan Fungsi Evaluasi

Setiap kegiatan yang dilaksanakan pasti mempunyai tujuan, demikian juga dengan

evaluasi. Menurut Arikunto (2002:13), ada dua (2) tujuan evaluasi yaitu tujuan umum

dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan,

sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masing-masing komponen.

Menurut Crawford (2000:30), tujuan dan atau fungsi evaluasi adalah:

1. Untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai

dalam kegiatan.

2. Untuk memberikan objektivitas pengamatan terhadap perilaku hasil.

3. Untuk mengetahui kemampuan dan menentukan kelayakan.

4. Untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan yang dilakukan.

Pada dasarnya tujuan akhir evaluasi adalah untuk memberikan bahan-bahan

pertimbangan untuk menentukan/membuat kebijakan tertentu, yang diawali dengan

suatu proses pengumpulan data yang sistematis.

3. Model-model Evaluasi

Ada beberapa model yang dapat dicapai dalam melakukan evaluasi (Umar, 2002:41-

42), yaitu:

a. Sistem assessment

Yaitu evaluasi yang memberikan informasi tentang keadaan atau posisi suatu

sistem. Evaluasi dengan menggunakan model ini dapat menghasilkan informasi

mengenai posisi terakhir dari suatu elemen program yang tengah diselesaikan.

b. Program planning

Yaitu evalusi yang membantu pemilihan aktivitas-aktivitas dalam program

tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhannya.

c. Program implementation

Yaitu evaluasi yang menyiapkan informasi apakah program sudah diperkenalkan

kepada kelompok tertentu yang tepat seperti yang telah direncanakan.

Page 4: BAB II STUDI KEPUSTAKAAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131...3. Evalusi kinerja disebut juga “performance evaluation” atau

“Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir II - 4

d. Program Improvement

Yaitu evaluasi orang memberikan informasi tentang bagaimana program

berfungsi, bagaimana program bekerja, bagaimana mengantisispasi masalah-

masalah yang mungkin dapat mengganggu pelaksanaan kegiatan.

e. Program Certification

Yaitu evaluasi yang memberikan informasi mengenai nilai atau manfaat program.

Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun terdapat beberapa

perbedaan antara model-model evaluasi, tetapi secara umum model-model tersebut

memiliki persamaan yaitu mengumpulkan data atau informasi obyek yang dievaluasi

sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan.

4. Pendekatan Terhadap Evaluasi

Evaluasi memiliki tujuan-tujuan alternatif dan tujuan-tujuan tersebut mempengaruhi

evaluasi suatu program atau kegiatan. Mengenal pandangan-pandangan yang

beraneka ragam dan mengetahui bahwa tidak semua evaluator setuju pada pendekatan

tersebut dalam melakukan evaluasi suatu program/kegiatan adalah penting. Ada

beberapa pendekatan umum dalam melakukan evaluasi yaitu:

a. Pendekatan pertama adalah objective-oriented approach.

Fokus pada pendekatan ini hanya tertuju kepada tujuan program/proyek dan

seberapa jauh tujuan itu tercapai. Pendekatan ini membutuhkan kontak intensif

dengan pelaksana program/proyek yang bersangkutan.

b. Pendekatan kedua adalah pendekatan three-dimensional cube atau Hammond’s

evaluation approach.

Pendekatan Hammond melihat dari tiga dimensi yaitu instruction (karateristik

pelaksanaan, isi, topik, metode, fasilitas, dan organisasi program/proyek),

institution (karakteristik individual peserta, instruktur, administrasi

sekolah/kampus/organisasi), dan behavioral objective (tujuan program itu sendiri,

sesuai dengan taksonomi Bloom, meliputi tujuan kognitif, afektif dan

psikomotor)

c. Pendekatan ketiga adalah management-oriented approach.

Fokus dari pendekatan ini adalah sistem (dengan model CIPP: context-input-

proses-product). Karena pendekatan ini melihat program/proyek sebagai suatu

sistem sehingga jika tujuan program tidak tercapai, bisa dilihat di proses bagian

mana yang perlu ditingkatkan.

d. Pendekatan keempat adalah goal-free evaluation.

Berbeda dengan tiga pendekatan di atas, pendekatan ini tidak berfokus kepada

tujuan atau pelaksanaan program/proyek, melainkan berfokus pada efek

sampingnya bukan kepada apakah tujuan yang diinginkan dari pelaksana

program/proyek terlaksana atau tidak. Evaluasi ini biasanya dilaksanakan oleh

evaluator eksternal.

e. Pendekatan kelima adalah consumer-oriented approach.

Dalam pendekatan ini yang dinilai adalah kegunaan materi seperti software,

buku, silabus. Mirip dengan pendekatan kepuasan konsumen di ilmu pemasaran,

pendekatan ini menilai apakah materi yang digunakan sesuai dengan

penggunanya, atau apakah diperlukan dan penting untuk program/proyek yang

dituju. Selain itu juga dievaluasi apakah materi yang dievaluasi di-follow-up dan

cost effective.

f. Pendekatan keenam adalah expertise-oriented approach.

Dalam pendekatan ini, evaluasi dilaksanakan secara formal atau informal, dalam

artian jadwal dispesifikasikan atau tidak dispesifikasikan, standar penilaian

Page 5: BAB II STUDI KEPUSTAKAAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131...3. Evalusi kinerja disebut juga “performance evaluation” atau

“Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir II - 5

dipublikasikan atau tidak dipublikasikan. Proses evaluasi bisa dilakukan oleh

individu atau kelompok. Pendekatan ini merupakan pendekatan tertua di mana

evaluator secara subyektif menilai kegunaan suatu program/proyek, karena itu

disebut subjective professional judgement.

g. Pendekatan ketujuh adalah adversary-oriented approach.

Dalam pendekatan ini, ada dua pihak evaluator yang masing-masing

menunjukkan sisi baik dan buruk, disamping ada juri yang menentukan argumen

evaluator mana yang diterima. Untuk melakukan pendekatan ini, evaluator harus

tidak memihak, meminimalkan bias individu dan mempertahankan pandangan

yang seimbang.

h. Pendekatan terakhir adalah naturalistic & participatory approach.

Pelaksana evaluasi dengan pendekatan ini bisa para stakeholder. Hasil dari

evaluasi ini beragam, sangat deskriptif dan induktif. Evaluasi ini menggunakan

data beragam dari berbagai sumber dan tidak ada standar rencana evaluasi.

Kekurangan dari pendekatan evaluasi ini adalah hasilnya tergantung siapa yang

menilai (Salehudin, 2009:5-7). Berbagai pendekatan untuk mengevaluasi suatu

program atau proyek diterapkan untuk mendapatkan keefektifan dan keefisienan

program atau proyek tersebut baik secara internal yaitu pihak pengembang atau

pengelola, maupun secara eksternal yaitu pengguna. Bentuk-bentuk pendekatan

evaluasi yang telah ada harus terus dikembangkan untuk meningkatkan kepuasan

pengguna sebagai tujuan utama suatu program dijalankan.

5. Konsep Standar Pelayanan Minimal

Pelayanan (layanan) adalah suatu perusahaan/orang harus menyerahkan hal-hal yang

mendasar dan melakukan apa yang mereka inginkan dalam rangka menjaga

perjanjian, dan juga mendengarkan pelanggan, menjaga agar pelanggan tetap

mendapatkan informasi dan menyerahkan nilai kepada pelanggan (Philip Kotler,

2008: 59). Lebih lanjut ditegaskan, secara umum pelayanan dapat berbentuk barang

yang nyata (tangible), barang tidak nyata (intangible) dan juga dapat berupa jasa.

Sementara menurut Ashari Topo Edy & Fernanda Desi (2001: 71), pelayanan adalah

upaya pemberdayaan untuk melayani masyarakat (a sprint of public service), atau

memerlukan kerjasama dengan masyarakat (co-production), dan menjadi mitra

masyarakat (partner of society) dan agar hal ini dapat terwujud diperlukan perubahan

perilaku melalui pembudayaan kode etik (code of conduct) yang didasarkan pada

dukungan atau standar perilaku yang dapat diterima umum.

Reformasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia telah menyebabkan

terjadinya sejumlah perubahan penting dan mendasar dalam tata kelola pemerintahan

yang pada akhirnya berimplikasi pada penyelenggaraan pelayanan publik di Daerah.

Sesuai dengan ketentuan pasal 11 dan pasal 14 Undang-undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 65

Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan

Minimal (SPM). Peraturan Pemerintah tersebut merupakan acuan bagi

Kementerian/Lembaga dalam penyusunan SPM dan menjadi pokok-pokok acuan bagi

pemerintah daerah dalam penerapan SPM.

Sehubungan dengan ketentuan PP tersebut, maka semua peraturan dan perundang-

undangan yang berkaitan dengan SPM wajib untuk disesuaikan. Kementerian Dalam

Negeri selaku koordinator tim konsultasi mempunyai peran yang penting di dalam

memfasilitasi proses penyusunan SPM bersama Kementerian Negara Perencanaan

Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian

Keuangan, dan Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi dengan melibatkan Kementerian/Lembaga terkait.

Page 6: BAB II STUDI KEPUSTAKAAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131...3. Evalusi kinerja disebut juga “performance evaluation” atau

“Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir II - 6

6. Standar Pelayanan Minimal Bidang Transportasi

Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang dan muatan dan penumpang dari

suatu tempat ke tempat lain (Abbas Salim, 1993: 6). Lebih lanjut ditegaskan, dalam

transportasi terlihat dua unsur yang terpenting yaitu; a. pemindahan/pergerakan

(movement). b. secara fisik mengubah tempat dari barang (komoditi) dan penumpang

ke tempat lain. Sementara menurut Edward K.Marlok (1988:1) transportasi adalah

suatu tindakan, proses, atau hal mentransformasikan atau memindahkan sesuatu dari

suatu tempat ke tempat lain. Intinya dalam hal ini adalah adanya pergerakan atau

perpindahan. Dengan demikian, bilamana terminolgi transportasi angkutan darat dan

perkeretaapian dikorelasikan dengan organisasi yang berlaku di Kementerian

Perhubungan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No.KM 60 Tahun 2010

tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan, maka transportasi darat

dapat diartikan memiliki 2 (dua) aspek yaitu Angkutan Jalan Raya dan Angkutan

Sungai, danau dan Penyeberangan. Dengan demikian, transportansi angkutan darat

perkeretaapian memiliki 3 (tiga) angkutan yaitu;

a. Transportasi Angkutan Jalan Raya,

b. Transportasi Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan,

c. Transportasi Angkutan Perkeretaapian.

Dari berbagai pengertian seperti telah dijelaskan sebelumnya, dapat ditarik suatu

kesimpulan, bahwa “Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang

Perhubungan di Beberapa Daerah Provinsi Di Indonesia”, adalah evaluasi penentuan

derajat kualitas berdasarkan indikator yang telah ditetapkan terhadap

penyelenggaraan pelayanan yang diselenggarakan operator transportasi angkutan

jalan raya, angkutan sungai, danau dan penyeberangan, serta angkutan perkeretaapian

terhadap pengguna jasa. Artinya, apakah para operator transportasi angkutan jalan

raya, ASDP, dan Perkeretaapian sudah melakukan pelayanan kepada pengguna jasa

angkutan tersebut sesuai dengan standar yang telah ditetapkan atau belum, untuk

dapat mengetahui hal tersebut maka perlu dirumuskan suatu Metode Evaluasi

Penilaian SPM Transportasi Angkutan Darat dan Perkeretaapian. Tentunya, kriteria

evaluasi penilaian akan mencerminkan baik, sedang dan buruk. Untuk dapat

menentukan baik, sedang atau buruk akan dilakukan dengan pendekatan kuantitatif.

Karena itu, setiap aspek pelayanan yang telah ditetapkan akan dilakukan pembobotan

atau nilai yang konkrit.

Dalam hal ini sebagai kajian transportasi angkutan jalan raya akan difokuskan pada

pelayanan angkutan AKAP (Angkutan Kota Antar Propinsi) mulai dari pool hingga

ke tempat tujuan. Sementara ASDP pedoman penilaian pelayanan yang akan dikaji

adalah mulai dari pelabuhan hingga ke pelabuhan tujuan. Begitu juga halnya,

angkutan perkeretaapian, pelayanan yang dinilai adalah mulai dari stasiun

keberangkatan hingga ke stasiun tujuan. Dari pengertian evaluasi, kualitas pelayanan

seperti telah dijelaskan sebelumnya dan dikaitkan dengan kegiatan “Studi Evaluasi

Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di Beberapa Daerah

Provinsi di Indonesia”, maka timbul pertanyaan: Apa yang dievaluasi dan bagaimana

cara mengevaluasi. Bilamana dikaitkan dengan kegiatan, maka tentunya yang dinilai

adalah kualitas pelayanan yang dilakukan oleh transportasi angkutan jalan raya,

ASDP dan angkutan perkeretaapian. Namun untuk dapat menilai apakah baik, sedang

dan buruk diperlukan adanya standar sebagai acuan penilaian. Hal ini adalah sesuai

dengan pengertian penilaian seperti dijelaskan sebelumnya bahwa evaluasi penilaian

adalah penentuan derajat penerapan SPM berdasarkan indikator yang telah

ditetapkan terhadap penyelenggaraan pekerjaan (Husani Usman, 2010: 487).

Ditambahkan, agar evaluasi mencapai tujuan maka ada 2 (dua) hal yang perlu

diperhatikan (Soekidjo Notoatmodjo, 2009:135) yaitu;

Page 7: BAB II STUDI KEPUSTAKAAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131...3. Evalusi kinerja disebut juga “performance evaluation” atau

“Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir II - 7

a. Evaluasi (penilaian) harus mempunyai hubungan dengan pekerjaan (job related).

Artinya, sistem penilaian itu benar-benar menilai perilaku atau kerja yang

mendukung kegiatan organisasi di mana karyawan itu bekerja,

b. Adanya standar pelaksanaan kerja (performance standars). Standar pelaksanaan

adalah ukuran yang dipakai untuk menilai prestasi kerja tersebut.

Berkenaan dengan itu, untuk dapat melakukan studi evaluasi penilaian penerapan

SPM transportasi angkutan darat dan perkeretaapian di daerah, akan digunakan

sebagai kriteria adalah jenis pelayanan yang telah ditetapkan pada setiap transportasi

angkutan jalan raya, transportasi ASDP dan transportasi angkutan perkeretaapian/

standar pelayanan yang telah ditetapkan sebagai peraturan.

7. Peraturan Perundang-Undangan Dalam Pelayanan Transportasi Angkutan Jalan Raya

Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam kegiatan pelayanan langsung

kepada masyarakat dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Badan

Hukum dan/atau masyarakat. Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh

Pemerintah dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi masing-

masing meliputi: a. urusan Pemerintahan di bidang Jalan, oleh Kementerian negara

yang bertanggung jawab di bidang Jalan; b. urusan Pemerintahan di bidang Sarana

dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang

bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

c. urusan Pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan, oleh Kementerian Negara yang bertanggung jawab di bidang industri; d. urusan

Pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,

oleh Kementerian Negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan

teknologi; dan e. urusan Pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi

Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen

dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

Penyelenggaraan di bidang Jalan meliputi kegiatan pengaturan, pembinaan,

pembangunan dan pengawasan prasarana Jalan, yaitu: a. inventarisasi tingkat

pelayanan Jalan dan permasalahannya; b. penyusunan rencana dan program

melaksanaannya serta penetapan tingkat pelayanan Jalan yang diinginkan; c.

perencanaan, pembangunan dan optimalisasi pemanfaatan ruas Jalan; d. perbaikan

geometrik ruas Jalan dan/atau persimpangan Jalan; e. penetapan kelas Jalan pada

setiap ruas Jalan; f. uji kelaikan fungsi Jalan sesuai dengan standar keamanan dan

keselamatan berlalu lintas; dan g. pengembangan sistem informasi dan komunikasi di

bidang prasarana Jalan. Penyelenggaraan di bidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan meliputi: a. penetapan rencana umum Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan; b. Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas; c. persyaratan teknis dan laik jalan

Kendaraan Bermotor; d. perizinan angkutan umum; e. pengembangan sistem

informasi dan komunikasi di bidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan; f. pembinaan sumber daya manusia penyelenggara Sarana dan Prasarana Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan; dan g. penyidikan terhadap pelanggaran perizinan

angkutan umum, persyaratan teknis dan kelaikan Jalan Kendaraan Bermotor yang

memerlukan keahlian dan/atau peralatan khusus yang dilaksanakan sesuai dengan

ketentuan Undang-Undang ini.

Penyelenggaraan di bidang industri meliputi: a. penyusunan rencana dan program

pelaksanaan pengembangan industri Kendaraan Bermotor; b. pengembangan industri

perlengkapan Kendaraan Bermotor yang menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan; dan c. pengembangan industri perlengkapan Jalan yang

menjamin Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Page 8: BAB II STUDI KEPUSTAKAAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131...3. Evalusi kinerja disebut juga “performance evaluation” atau

“Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir II - 8

Penyelenggaraan di bidang pengembangan teknologi meliputi: a. penyusunan rencana

dan program pelaksanaan pengembangan teknologi Kendaraan Bermotor; b.

pengembangan teknologi perlengkapan Kendaraan Bermotor yang menjamin

Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan c. pengembangan

teknologi perlengkapan Jalan yang menjamin Ketertiban dan Kelancaran Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan. Penyelenggaraan di bidang Registrasi dan Identifikasi

Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen

dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas meliputi: a. pengujian dan

penerbitan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor; b. pelaksanaan registrasi dan

identifikasi Kendaraan Bermotor; c. pengumpulan, pemantauan, pengolahan, dan

penyajian data Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; d. pengelolaan pusat pengendalian

Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; e. pengaturan,

penjagaan, pengawalan, dan patroli Lalu Lintas, f.penegakan hukum yang meliputi

penindakan pelanggaran dan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas; g. pendidikan

berlalu lintas; h. pelaksanaan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas; dan i.

pelaksanaan manajemen operasional Lalu Lintas.

Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan secara terkoordinasi.

Koordinasi Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilakukan oleh forum

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bertugas

melakukan koordinasi antar instansi penyelenggara yang memerlukan keterpaduan

dalam merencanakan dan menyelesaikan masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Keanggotaan forum Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terdiri atas unsur pembina,

penyelenggara, akademisi dan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai forum

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.

Untuk menunjang kelancaran perpindahan orang dan/atau barang serta keterpaduan

intramoda dan antarmoda di tempat tertentu, dapat dibangun dan diselenggarakan

Terminal. Terminal berupa Terminal penumpang dan/atau Terminal barang.

Terminal penumpang menurut pelayanannya dikelompokkan dalam tipe A, tipe B,

dan tipe C, setiap tipe dibagi dalam beberapa kelas berdasarkan intensitas Kendaraan

yang dilayani. Untuk kepentingan sendiri, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha

Milik Daerah dan swasta dapat membangun Terminal barang sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Setiap Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek wajib singgah

di Terminal yang sudah ditentukan, kecuali ditetapkan lain dalam izin trayek.

Penentuan lokasi Terminal dilakukan dengan memperhatikan rencana kebutuhan

Terminal yang merupakan bagian dari Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan. Penetapan lokasi terminal dilakukan dengan memperhatikan: a.

tingkat aksesibilitas pengguna jasa angkutan; b. kesesuaian lahan dengan Rencana

Tata Ruang Wilayah Nasional. Setiap penyelenggara terminal wajib menyediakan

fasilitas Terminal yang memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan. Fasilitas

Terminal meliputi fasilitas utama dan fasilitas penunjang. Untuk menjaga kondisi

fasilitas Terminal, penyelenggara terminal wajib melakukan pemeliharaan.

Penyediaan fasilitas parkir untuk umum hanya dapat diselenggarakan di luar Ruang

Milik Jalan sesuai dengan izin yang diberikan. Penyelenggaraan fasilitas parkir di

luar Ruang Milik Jalan dapat dilakukan oleh perseorangan warga Negara Indonesia

atau badan hukum Indonesia berupa: a. usaha khusus perparkiran; atau b. penunjang

usaha pokok. Fasilitas Parkir di dalam Ruang Milik Jalan hanya dapat

diselenggarakan di tempat tertentu pada jalan Kabupaten, jalan desa, atau jalan kota

yang harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan. Fasilitas

pendukung penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi: a. trotoar; b.

lajur sepeda; c. tempat penyeberangan Pejalan Kaki; d. Halte; dan/atau e. fasilitas

khusus bagi penyandang cacat dan manusia usia lanjut. Penyediaan fasilitas

Page 9: BAB II STUDI KEPUSTAKAAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131...3. Evalusi kinerja disebut juga “performance evaluation” atau

“Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir II - 9

pendukung diselenggarakan oleh: a. Pemerintah untuk jalan nasional; b. pemerintah

provinsi untuk jalan provinsi; c. pemerintah Kabupaten untuk jalan Kabupaten dan

jalan desa; d. Pemerintah kota untuk jalan kota; dan e. badan usaha jalan tol untuk

jalan tol.

Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum terdiri atas: a.

angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek; dan b. angkutan

orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek. Standar Pelayanan

Angkutan Orang. Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi standar pelayanan

minimal yang meliputi: a. keamanan; b. keselamatan; c. kenyamanan; d.

keterjangkauan; e. kesetaraan; dan f. keteraturan. Standar pelayanan minimal

ditetapkan berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan. Jenis pelayanan angkutan

orang dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 140, terdiri atas: a. angkutan Lintas Batas Negara; b. angkutan Antar

Kota Antar Provinsi (AKAP); c. angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP); d.

angkutan perkotaan; atau e. angkutan perdesaan. Kriteria pelayanan angkutan orang

dengan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek adalah: a. memiliki rute tetap dan

teratur; b. terjadwal, berawal, berakhir, dan menaikkan atau menurunkan penumpang

di Terminal untuk angkutan antarkota dan lintas batas negara; dan c. menaikkan dan

menurunkan penumpang pada tempat yang ditentukan untuk angkutan perkotaan dan

perdesaan.

Pelayanan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum tidak dalam trayek

terdiri atas: a. angkutan orang dengan menggunakan taksi; b. angkutan orang dengan

tujuan tertentu; c. angkutan orang untuk keperluan pariwisata; dan d. angkutan orang

di kawasan tertentu. Angkutan orang dengan menggunakan taksi digunakan untuk

pelayanan angkutan dari pintu ke pintu dengan wilayah operasi alam kawasan

perkotaan. Wilayah operasi dalam kawasan perkotaan dapat: a. berada dalam wilayah

kota; b. berada dalam wilayah Kabupaten; c. melampaui wilayah kota atau wilayah

Kabupaten dalam 1 (satu) daerah Provinsi; atau d. melampaui wilayah provinsi.

Pemerintah menjamin ketersediaan angkutan masal berbasis jalan untuk memenuhi

kebutuhan angkutan orang dengan Kendaraan Bermotor Umum di kawasan

perkotaan. Angkutan masal harus didukung dengan: a. mobil bus yang berkapasitas

angkut masal; b. lajur khusus; c. trayek angkutan umum lain yang tidak berhimpitan

dengan trayek angkutan masal; dan d. angkutan pengumpan.

Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor Umum terdiri atas: a. angkutan

barang umum; dan b. angkutan barang khusus. Pengangkutan barang umum harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. prasarana jalan yang dilalui memenuhi

ketentuan kelas jalan; b. tersedia pusat distribusi logistik dan/atau tempat untuk

memuat dan membongkar barang; dan c. menggunakan mobil barang. Kendaraan

Bermotor yang mengangkut barang khusus wajib: a. memenuhi persyaratan

keselamatan sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut; b. diberi tanda

tertentu sesuai dengan barang yang diangkut; c. memarkir kendaraan di tempat yang

ditetapkan d. membongkar dan memuat barang di tempat yang ditetapkan dan dengan

menggunakan alat sesuai dengan sifat dan bentuk barang yang diangkut; e. beroperasi

pada waktu yang tidak mengganggu keamanan, keselamatan, kelancaran dan

ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan f. mendapat rekomendasi dari

instansi terkait. Kendaraan Bermotor Umum yang mengangkut alat berat dengan

dimensi yang melebihi dimensi yang ditetapkan harus mendapat pengawalan dari

Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pengemudi dan pembantu pengemudi

Kendaraan Bermotor Umum yang mengangkut barang khusus wajib memiliki

kompetensi tertentu sesuai dengan sifat dan bentuk barang khusus yang diangkut.

Pemilik, agen ekspedisi muatan angkutan barang, atau pengirim yang menyerahkan

Page 10: BAB II STUDI KEPUSTAKAAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131...3. Evalusi kinerja disebut juga “performance evaluation” atau

“Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir II - 10

barang khusus wajib memberitahukan kepada pengelola pergudangan dan/atau

penyelenggara angkutan barang sebelum barang dimuat ke dalam Kendaraan

Bermotor Umum. Penyelenggara angkutan barang yang melakukan kegiatan

pengangkutan barang khusus wajib menyediakan tempat penyimpanan serta

bertanggung jawab terhadap penyusunan sistem dan prosedur penanganan barang

khusus dan/atau berbahaya selama barang tersebut belum dimuat ke dalam Kendaraan

Bermotor Umum.

Perusahaan Angkutan Umum yang menyelenggarakan angkutan orang dan/atau

barang wajib memiliki: a. izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek; b. izin

penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek; dan/atau c. izin

penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat berat. Kewajiban memiliki izin

tidak berlaku untuk: a. pengangkutan orang sakit dengan menggunakan ambulan;

atau b. pengangkutan jenazah. Izin berupa dokumen kontrak dan/atau kartu elektronik

yang terdiri atas surat keputusan, surat pernyataan, dan kartu pengawasan. Pemberian

izin dilaksanakan melalui seleksi atau pelelangan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangan-undangan. Izin dapat berupa izin trayek atau pada beberapa trayek

dalam satu kawasan. Izin penyelenggaraan angkutan umum berlaku untuk jangka

waktu tertentu.

Izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek diberikan oleh: a. Menteri yang

bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani: 1. trayek lintas batas negara

sesuai dengan perjanjian antar Negara; 2. trayek antar Kabupaten/kota yang

melampaui wilayah 1 (satu) Provinsi; 3. trayek angkutan perkotaan yang melampaui

wilayah 1 (satu) provinsi; dan 4.trayek perdesaan yang melewati wilayah 1 (satu)

provinsi. b. Gubernur untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani: 1.

trayek antarkota yang melampaui wilayah 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu)

provinsi; 2. trayek angkutan perkotaan yang melampaui wilayah 1 (satu)

kabupaten/kota dalam satu Provinsi; dan 3. trayek perdesaan yang melampaui

wilayah 1 (satu) kabupaten dalam satu Provinsi. c. Gubernur Daerah Khusus Ibukota

Jakarta untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani trayek yang

seluruhnya berada dalam wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. d. Bupati

untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani: 1. trayek perdesaan yang

berada dalam 1 (satu) wilayah Kabupaten; dan 2. trayek perkotaan yang berada dalam

1 (satu) wilayah Kabupaten. Walikota untuk penyelenggaraan angkutan orang yang

melayani trayek perkotaan yang berada dalam 1 (satu) wilayah kota. Pemegang izin

penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek wajib: a. melaksanakan ketentuan

yang ditetapkan dalam izin yang diberikan; dan b. pengoperasikan Kendaraan

Bermotor Umum sesuai dengan standar pelayanan minimal. Ketentuan lebih lanjut

mengenai izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek diatur dengan peraturan

Menteri yang bertanggung jawab di bidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan.

Izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek izin penyelenggaraan

angkutan orang tidak dalam trayek diberikan oleh: a. Menteri yang bertanggung

jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk

angkutan orang yang melayani: 1. angkutan taksi yang wilayah operasinya

melampaui 1 (satu) daerah provinsi; 2. angkutan dengan tujuan tertentu; atau 3.

angkutan pariwisata. b. Gubernur untuk angkutan taksi yang wilayah operasinya

melampaui lebih dari 1(satu) daerah kabupaten/kota dalam 1(satu) provinsi; c.

Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk angkutan taksi dan angkutan

kawasan tertentu yang wilayah operasinya berada dalam wilayah Provinsi Daerah

Khusus Ibukota Jakarta; dan Bupati/walikota untuk taksi dan angkutan kawasan

Page 11: BAB II STUDI KEPUSTAKAAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131...3. Evalusi kinerja disebut juga “performance evaluation” atau

“Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir II - 11

tertentu yang wilayah operasinya berada dalam wilayah Kabupaten/kota. Izin

penyelenggaraan angkutan barang khusus diberikan oleh Menteri yang bertanggung

jawab di bidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan

rekomendasi dari instansi terkait. Izin penyelenggaraan angkutan alat berat diberikan

oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas

dan Angkutan Jalan. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan/atau Perusahaan

Angkutan Umum wajib memberikan perlakuan khusus di bidang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan kepada penyandang cacat, manusia usia lanjut, anak-anak, wanita

hamil, dan orang sakit. Perlakuan khusus meliputi: a. aksesibilitas; b. prioritas

pelayanan; dan c. fasilitas pelayanan.

8. Peraturan Perundang-undangan dalam Pelayanan Transportasi Angkutan ASDP

Kegiatan angkutan sungai dan danau di dalam negeri dilakukan oleh orang

perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha dengan menggunakan kapal

berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan kelaiklautan kapal serta diawaki

oleh Awak Kapal berkewarganegaraan Indonesia. Kegiatan angkutan sungai dan

danau antara Negara Republik Indonesia dan negara tetangga dilakukan berdasarkan

perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara tetangga

yang bersangkutan. Angkutan sungai dan danau yang dilakukan antara dua negara

hanya dapat dilakukan oleh kapal berbendera Indonesia dan/atau kapal berbendera

negara yang bersangkutan. Kegiatan angkutan sungai dan danau disusun dan

dilakukan secara terpadu dengan memperhatikan intra dan antarmoda yang

merupakan satu kesatuan sistem transportasi nasional. Kegiatan angkutan sungai dan

danau dapat dilaksanakan dengan menggunakan trayek tetap dan teratur atau trayek

tidak tetap dan tidak teratur. Kegiatan angkutan sungai dan danau dilarang dilakukan

di laut kecuali mendapat izin dari Syahbandar dengan tetap memenuhi persyaratan

kelaiklautan kapal. Untuk menunjang usaha pokok dapat dilakukan kegiatan angkutan

sungai dan danau untuk kepentingan sendiri. Kegiatan angkutan sungai dan danau

dapat dilakukan oleh orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha

dengan izin Pemerintah.

Kegiatan angkutan penyeberangan di dalam negeri dilakukan oleh badan usaha

dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia yang memenuhi persyaratan

kelaiklautan kapal serta diawaki oleh Awak Kapal berkewarganegaraan Indonesia.

Kegiatan angkutan penyeberangan antara Negara Republik Indonesia dan negara

tetangga dilakukan berdasarkan perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dan

Pemerintah Negara yang bersangkutan. Angkutan penyeberangan yang dilakukan

antara dua negara hanya dapat dilakukan oleh kapal berbendera Indonesia dan/atau

kapal berbendera negara yang bersangkutan. Angkutan penyeberangan merupakan

angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan atau

jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang

dan kendaraan beserta muatannya. Penetapan lintas angkutan penyeberangan

dilakukan dengan mempertimbangkan: a. pengembangan jaringan jalan dan/atau

jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan; b. fungsi sebagai jembatan; c.

hubungan antara dua pelabuhan, antara pelabuhan dan terminal, dan antara dua

terminal penyeberangan dengan jarak tertentu; d. tidak mengangkut barang yang

diturunkan dari kendaraan pengangkutnya; e. Rencana Tata Ruang Wilayah; dan f.

jaringan trayek angkutan laut sehingga dapat mencapai optimalisasi keterpaduan

angkutan antar dan intramoda. Angkutan penyeberangan dilaksanakan dengan

menggunakan trayek tetap dan teratur.

Terminal khusus harus memenuhi persyaratan; a. ditetapkan menjadi bagian dari

pelabuhan terdekat; b. wajib memiliki Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah

Lingkungan Kepentingan tertentu; dan c. ditempatkan instansi Pemerintah yang

Page 12: BAB II STUDI KEPUSTAKAAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131...3. Evalusi kinerja disebut juga “performance evaluation” atau

“Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir II - 12

melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, serta instansi yang

melaksanakan fungsi pemerintahan sesuai dengan kebutuhan. Terminal khusus hanya

dapat dibangun dan dioperasikan dalam hal: a. pelabuhan terdekat tidak dapat

menampung kegiatan pokok tersebut; dan b. berdasarkan pertimbangan ekonomis dan

teknis operasional akan lebih efektif dan efisien serta lebih menjamin keselamatan

dan keamanan pelayaran apabila membangun dan mengoperasikan terminal khusus.

Untuk membangun dan mengoperasikan terminal khusus wajib dipenuhi persyaratan

teknis kepelabuhanan, keselamatan dan keamanan pelayaran, dan kelestarian

lingkungan dengan izin dari Menteri. Izin pengoperasian terminal khusus diberikan

untuk jangka waktu maksimal 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama

memenuhi persyaratan berdasarkan Undang-undang ini. Terminal khusus dilarang

digunakan untuk kepentingan umum kecuali dalam keadaan darurat dengan izin

Menteri. Terminal khusus yang sudah tidak dioperasikan sesuai dengan izin yang

telah diberikan dapat diserahkan kepada Pemerintah atau dikembalikan seperti

keadaan semula atau diusulkan untuk perubahan status menjadi terminal khusus

untuk menunjang usaha pokok yang lain atau menjadi pelabuhan. Terminal khusus

yang diserahkan kepada Pemerintah dapat berubah statusnya menjadi pelabuhan

setelah memenuhi persyaratan: a. sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional;

b. layak secara ekonomis dan teknis operasional; c. membentuk atau mendirikan

Badan Usaha Pelabuhan; d. mendapat konsesi dari Otoritas Pelabuhan; e. keamanan,

ketertiban, dan keselamatan pelayaran; dan f. kelestarian lingkungan. Dalam hal

terminal khusus berubah status menjadi pelabuhan, tanah daratan dan/atau perairan,

fasilitas penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur pelayaran, dan Sarana Bantu

Navigasi Pelayaran yang dikuasai dan dimiliki oleh pengelola terminal khusus.

Keselamatan dan keamanan pelayaran meliputi keselamatan dan keamanan angkutan

di perairan, pelabuhan, serta perlindungan lingkungan maritim. Penyelenggaraan

keselamatan dan keamanan pelayaran dilaksanakan oleh Pemerintah. Keselamatan

dan keamanan angkutan perairan yaitu kondisi terpenuhinya persyaratan: a.

kelaiklautan kapal; dan b. kenavigasian. Kelaiklautan kapal wajib dipenuhi setiap

kapal sesuai dengan daerah pelayarannya yang meliputi:

a. Keselamatan kapal;

b. Pencegahan pencemaran dari kapal;

c. Pengawakan kapal;

d. Garis muat kapal dan pemuatan;

e. Kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang;

f. Status hukum kapal;

g. Manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal; dan

h. Manajemen keamanan kapal.

Pemenuhan setiap persyaratan kelaiklautan kapal sebagaimana dibuktikan dengan

sertifikat dan surat kapal. Kenavigasian terdiri atas: a. Sarana Bantu Navigasi-

Pelayaran; b.Telekomunikasi-Pelayaran; c. hidrografi dan meteorologi; d. alur dan

perlintasan; e. pengerukan dan reklamasi; f. pemanduan; g. penanganan kerangka

kapal; dan h. salvage dan pekerjaan bawah air. Untuk menjamin keselamatan dan

keamanan angkutan perairan Pemerintah melakukan perencanaan, pengadaan,

pengoperasian, pemeliharaan, dan pengawasan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dan

Telekomunikasi-Pelayaran sesuai dengan ketentuan internasional, serta menetapkan

alur-pelayaran dan perairan pandu. Untuk menjamin keamanan dan keselamatan

Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dan Telekomunikasi-Pelayaran, Pemerintah

menetapkan zona keamanan dan keselamatan di sekitar instalasi bangunan tersebut 1

1 Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 116 - 119

Page 13: BAB II STUDI KEPUSTAKAAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131...3. Evalusi kinerja disebut juga “performance evaluation” atau

“Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir II - 13

Pembangunan dan pengoperasian pelabuhan dilakukan dengan tetap memperhatikan

keselamatan dan keamanan kapal yang beroperasi di pelabuhan, bongkar muat

barang, dan naik turun penumpang serta keselamatan dan keamanan pelabuhan.

Keselamatan dan keamanan pelabuhan yaitu kondisi terpenuhinya manajemen

keselamatan dan sistem pengamanan fasilitas pelabuhan meliputi: a. prosedur

pengamanan fasilitas pelabuhan; b. sarana dan prasarana pengamanan pelabuhan; c.

sistem komunikasi; dan d. personel pengaman. Setiap pengoperasian kapal dan

pelabuhan wajib memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan serta

perlindungan lingkungan maritim 2

Setiap pengadaan, pembangunan, dan pengerjaan kapal termasuk perlengkapannya

serta pengoperasian kapal di perairan Indonesia harus memenuhi persyaratan

keselamatan kapal. Persyaratan keselamatan kapal meliputi:

a. Material;

b. Konstruksi;

c. Bangunan;

d. Permesinan dan perlistrikan;

e. Stabilitas;

f. Tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio;

g. Elektronika kapal.

Sebelum pembangunan dan pengerjaan kapal termasuk perlengkapannya, pemilik

atau galangan kapal wajib membuat perhitungan dan gambar rancang bangun serta

data kelengkapannya. Pembangunan atau pengerjaan kapal yang merupakan

perombakan harus sesuai dengan gambar rancang bangun dan data yang telah

mendapat pengesahan dari Menteri. Pengawasan terhadap pembangunan dan

pengerjaan perombakan kapal dilakukan oleh Menteri. Kapal yang dinyatakan

memenuhi persyaratan keselamatan kapal diberi sertifikat keselamatan oleh Menteri.

Sertifikat keselamatan terdiri atas: a. sertifikat keselamatan kapal penumpang; b.

sertifikat keselamatan kapal barang; dan c. sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal

penangkap ikan. Keselamatan kapal ditentukan melalui pemeriksaan dan pengujian.

Terhadap kapal yang telah memperoleh sertifikat dilakukan penilikan secara terus-

menerus sampai kapal tidak digunakan lagi. Pemeriksaan dan pengujian serta

penilikan wajib dilakukan oleh pejabat pemerintah yang diberi wewenang dan

memiliki kompetensi.

Sertifikat kapal tidak berlaku apabila: a. masa berlaku sudah berakhir; b. tidak

melaksanakan pengukuhan sertifikat (endorsement); c. kapal rusak dan dinyatakan

tidak memenuhi persyaratan keselamatan kapal; d. kapal berubah nama; e. kapal

berganti bendera; f. kapal tidak sesuai lagi dengan data teknis dalam sertifikat

keselamatan kapal; g. kapal mengalami perombakan yang mengakibatkan perubahan

konstruksi kapal, perubahan ukuran utama kapal, perubahan fungsi atau jenis kapal;

h. kapal tenggelam atau hilang; atau i. kapal ditutuh (scrapping). Sertifikat kapal

dibatalkan apabila: a. keterangan dalam dokumen kapal yang digunakan untuk

penerbitan sertifikat ternyata tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya; b. kapal sudah

tidak memenuhi persyaratan keselamatan kapal; atau c. sertifikat diperoleh secara

tidak sah. d. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembatalan sertifikat 3

9. Peraturan Pemerintah No.81 Tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang

Perhubungan di Beberapa Propinsi

2 Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 120 - 122 3 Undang – Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran pada Pasal 124 - 127

Page 14: BAB II STUDI KEPUSTAKAAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131...3. Evalusi kinerja disebut juga “performance evaluation” atau

“Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir II - 14

Peraturan Menteri Perhubungan No.81 PM Tahun 2011 Tentang SPM Bidang

Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.

Peraturan ini dilatarbelakangi sesuai adanya Peraturan Pemerintah No.65 Tahun 2005

tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal ( SPM ),

dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ( RPJM) 2010-2014 dan

rencana Aksi Percepatan Pembangunan Nasional serta menindaklanjuti Surat Menteri

Dalam Negeri No. 100/676/SJ Tanggal 7 Maret 2011 perihal Percepatan Penerapan

SPM di Daerah. Berdasarkan peraturan tersebut, dibuatkanlah Surat Edaran Menteri

Dalam Negeri No.100/1023/SJ tentang Percepatan Pelaksanaan Penerapan dan

Pencapaian Standar Pelayanan Minimal di Daera, dimana dalam surat tersebut telah

ditegaskan adanya Peraturan Menteri Perhubungan No. 81 Tahun 2011 tentang SPM

Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota sebagai acuan

pelaksanaan SPM bidang Perhubungan di daerah. Pada dasarnya, berdasarkan

Permenhub No. 81 Tahun 2011 tentang SPM Bidang Perhubungan Daerah dan

Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota pada Pasal 10 menjelaskan sebagai berikut:

a. Menteri melaksanakan monitoring dan evaluasi atas penerapan dan pencapaian

SPM Perhubungan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka menjamin akses dan

mutu pelayanan dasar kepada masyarakat

b. Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan

c. Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan

paling sedikit 1 (satu) tahun sekali

d. Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh

Gubernur sebagai wakil Pemerintah di daerah untuk Pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota.

Pada Pasal 11, Peraturan Menteri Perhubungan No.81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi dan Daerah

Kabupaten/Kota menjelaskan sebagai bahwa hasil monitoring dan evaluasi penerapan

dan pencapaian SPM Perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10

dipergunakan:

a. Bahan masukan bagi pengembangan kapasiotas pemerintah daerah dalam

pencapaian SPM Perhubungan

b. Bahan pertimbangan dalam pembinaaan dan pengawasan penerapan SPM

Perhubungan, termasuk pemberian penghargaan bagi pemerintah daerah yang

berprestasi sangat baik

c. Bahan pertimbangan dalam memberikan sanksi kepada pemerintah daerah yang

tidak berhasil mencapai SPM Perhubungan dengan baik dalam batas waktu yang

ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi khusus daerah yang bersangkutan

sesuai peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No.81 Tahun 2011 tentang Standar

Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Propinsi Khususnya bidang

transportasi darat adalah dapat dilihat dalam tabel berikut.

Page 15: BAB II STUDI KEPUSTAKAAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131...3. Evalusi kinerja disebut juga “performance evaluation” atau

“Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir II - 15

Batas

Waktu

Indikator Nilai Pencapaian

1 Angkutan Jalan a.Jaringan Pelayanan Tersedianya angkutan umum yang 100% 2014 Dilaksanakan

Angkutan Jalan melayani wilayah yang telah ter- oleh Dinas

sedia jaringan jalan untuk jaringan Perhubungan

jalan propinsi Propinsi

b.Jaringan Prasarana Tersedianya Terminal Angkutan 100% 2014 Dilkasanakan

Angkutan Jalan Penumpang Tipe A pada setiap oleh Dinas

propinsi untuk melayani angkutan Perhubungan

umum dalam trayek propinsi

c.Fasilitas Perlengka- Tersedianya fasilitas perlengkapan 60% 2014 Dilaksanakan

pan Jalan jalan ( rambu, marka dan guardril) oleh Dinas

dan penerangan jalan umum(PJU) Perhubungan

jalan Propinsi Propinsi

d.Keselamatan Terpenuhinya standar keselamatan 100% 2014 Dilkasanakan

bagi angkutan umum yang melayani oleh Dinas

trayek Antar Kota Dalam Propinsi Perhubungan

( AKDP ) Propinsi

e.Sumber Daya Tersedianya SDM yang memiliki 100% 2014 Dilkasanakan

Manusia (SDM) komptensi sebagai pengawas ke- oleh Dinas

laikan kandaraan pada perusahaan Perhubungan

angkutan umum, pengelola termi- Propinsi

nal dan pengelola perlengkapan

jalan

2 Angkutan a.Jaringan Pelayanan Tersedianya angkutan sungai dan 75% 2014 Dilaksanakan

Sungai dan Angkutan Sungai danau untuk melayani jaringan oleh Dinas Per-

Danau dan Danau trayek antar Kabupaten/Kota dalam hubungan Pro-

Propinsi pada wilayah yang tersedia vinsi

alur pelayaran sungai dan danau

yang dapat dilayari

KeteranganStandar Pelayanan Minimal

Jenis Pelayanan DasarNo

STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG PERHUBUNGAN DAERAH PROPINSI KHUSUSNYA BIDANG TRANSPORTASI DARAT

BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NO.81 TAHUN 2011

Page 16: BAB II STUDI KEPUSTAKAAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131...3. Evalusi kinerja disebut juga “performance evaluation” atau

“Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir II - 16

b.Jaringan Prasarana Tersedianya pelabuhan sungai dan 60% 2014 Dilaksanakan

Angkutan Sungai danau untuk melayani kapal sungai oleh Dinas

dan Danau dan danau yang beroperasi pada ja- Perhubungan

ringan trayek antar Kabupaten/Kota Propinsi

dalam Propinsi pada wilayah yang

tersedia alur pelayaran sungai dan

danau yang dilayari

c.Keselamatan Tersedianya pelabuhan sungai dan 100% 2014 Dilaksanakan

danau untuk melayani kapal sungai oleh Dinas Per-

dan danau yang beroperasi pada ja- hubungan

ringan trayek antar Kabupaten/Kota Propinsi

dalam Propinsi pada wilayah yang

tersedia alur pelayaran sungai dan

danau yang dapat dilayari

d.Sumber Daya Tersedianya SDM yang memiliki 100% 2014 Dilaksanakan

Manusia ( SDM ) kompotensi sebagai awak kapal oleh Dinas

angkutan sungai dan danau Perhubungan

Propinsi

3 Angkutan Penye- a.Jaringan Pelayanan Tersedianya kapal penyeberangan 75% 2014 Dilkasanakan

berangan Angkutan Penyebe- yang beroperasi pada lintas antar oleh Dinas

rangan Kab/Kota dalam Propinsi yang Perhubungan

menghubungkan jalan Propinsi Propinsi

yang terputus oleh perairan

b.Jaringan Prasarana Tersedianya pelabuhan pada setiap 75% 2014 Dilaksanakan

Angkutan Penyebe- Ibukota Propinsi dan Ibukota Kab/ oleh Dinas

rangan Kota yang memiliki pelayanan ang- Perhubungan

kutan penyeberangan yang berope- Propinsi

rasi pada lintas antar Kab/Kota dalam

Propinsi dan tidak ada alternatif

jalan

Page 17: BAB II STUDI KEPUSTAKAAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131...3. Evalusi kinerja disebut juga “performance evaluation” atau

“Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir II - 17

c.Keselamatan Terpenuhinya standar keselamatan 100% 2014 Dilkasanakan

kapal ukuran di bawah 7 GT dan kapal oleh Dinas

yg beroperasi pada lintas penyebera- Perhubungan

ngan Kab/Kota dalam Propinsi Propinsi

d.Sumber Daya Tersedianya SDM yang memiliki 100% 2014 Dilkasanakan

Manusia (SDM) kompotensi sebagai awak kapal oleh Dinas

penyeberangan dengan ukuran di Perhubungan

bawah 7 GT Propinsi

Page 18: BAB II STUDI KEPUSTAKAAN - elibrary.dephub.go.idelibrary.dephub.go.id/elibrary/media/catalog/0010-021500000000131...3. Evalusi kinerja disebut juga “performance evaluation” atau

“Studi Evaluasi Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan di

Beberapa Daerah Provinsi di Indonesia”

Laporan Akhir II - 18

10. Undang-undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

Sebagai negara kepulauan dengan wilayah perairan yang sangat luas, Indonesia hanya

memiliki satu undang-undang yang mengatur tentang penggunaan laut. Undang-

undang dimaksud adalah UU No.21 Tahun 1992 tentang Pelayaran yang

disempurnakan dengan UU No. 17 Tahun 2008. Undang-Undang tersebut digunakan

untuk mengontrol dan mengawasi semua jenis kegiatan di perairan Indonesia. Dalam

ketentuan umum UU Pelayaran disebutkan bahwa pelayaran adalah satu kesatuan

sistem yang terdiri atas angkutan di perairan, kepelabuhan, keselamatan dan

keamanan, serta perlindungan lingkungan Maritim. Kegiatan pelayaran pada

umumnya adalah mengangkut barang atau penumpang dari satu lokasi ke lokasi lain

atau dari pelabuhan ke pelabuhan lain, keselamatan pelayaran dan perlindungan

lingkungan maritim dari pencemaran bahan-bahan pencemar yang berasal dari kapal.

Kegiatan itulah yang diatur dalam UU Pelayaran.

a. Keputusan Menteri Perhubungan No.73 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan

Angkutan Sungai.

Dasar penyusunan Keputusan Menteri Perhubungan ini adalah untuk

menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 tentang Angkutan

di Perairan, telah diatur ketentuan mengenai penyelenggaraan angkutan sungai

dan danau. Sebagaimanan ketentuan umum dalam keputusan menteri ini, bahwa

angkutan sungai dan danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal

yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir kanal, dan terusan untuk

mengangkut penumpang, barang dan/atau hewan yang diselenggarakan oleh

pengusaha angkutan sungai dan danau. Melihat defenisi tersebut, maka jelaslah

angkutan sungai dan danau merupakan salah satu infrastrukur nasional yang dapat

menunjang peningkatan ekonomi nasional khususnya masyarakat yang hidup di

daerah aliran sungai, danau dan perairan lainnya selain laut. Keputusan Menteri

Perhubungan ini terdiri dari 10 Bab dan 68 Pasal yang mengatur mulai dari

ketentuan umum, angkutan, penyelenggaraan angkutan barang dan/atau hewan

sampai dengan sistem informasi.

b. International Maritime Organization (IMO)

IMO – SOLAS, 2004 telah menjelaskan bahwa setiap angkutan/kapal yang berada

di atas air diwajibkan adanya kelaiklautan. Salah satu persyaratan yang harus

dipenuhi adanya peralatan keselamatan bagi para penumpang, stabilitas kapal

harus terjamin, dan pengawakan kapal yang memenuhi standar kompetensi.