Karateristik Dan Evalusi Diagnosis Defisiensi Fe

30
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia nutrisional menurut WHO (1968) didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana kandungan hemoglobin lebih rendah dari nilai normal sebagai akibat dari berkurangnya satu atu lebih nutrien tanpa memandang penyebab defisiensi. Salah bentuk anemia nutrisional yang banyak ditemukan adalah anemia defisiensi besi. Anemia ini merupakan bentuk anemia yang paling sering ditemukan di negara yang sedang berkembang. Menurut WHO pada pertemuan INACG 2000 (International Nutritional Anemia Consultative Group), 80% penduduk dunia menderita defisiensi besi, 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya merupakan anemia defisiensi besi. 1 Zat besi dibutuhkan untuk berbagai macam proses di dalam tubuh seperti: pembentukan hemoglobin (berperan dalam penyimpanan dan pengangkutan oksigen), pembentukan beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter dan proses katabolisme. Kekurangan besi mempunyai dampak yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, 1

Transcript of Karateristik Dan Evalusi Diagnosis Defisiensi Fe

Page 1: Karateristik Dan Evalusi Diagnosis Defisiensi Fe

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anemia nutrisional menurut WHO (1968) didefinisikan sebagai suatu

keadaan dimana kandungan hemoglobin lebih rendah dari nilai normal sebagai

akibat dari berkurangnya satu atu lebih nutrien tanpa memandang penyebab

defisiensi. Salah bentuk anemia nutrisional yang banyak ditemukan adalah anemia

defisiensi besi. Anemia ini merupakan bentuk anemia yang paling sering ditemukan

di negara yang sedang berkembang. Menurut WHO pada pertemuan INACG 2000

(International Nutritional Anemia Consultative Group), 80% penduduk dunia

menderita defisiensi besi, 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari

setengahnya merupakan anemia defisiensi besi.1

Zat besi dibutuhkan untuk berbagai macam proses di dalam tubuh seperti:

pembentukan hemoglobin (berperan dalam penyimpanan dan pengangkutan

oksigen), pembentukan beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme

oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter dan proses katabolisme. Kekurangan besi

mempunyai dampak yang merugikan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak,

menurunkan daya tahan tubuh dan menurunkan konsentrasi belajar.1

Berdasarkan hasil SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1992,

prevalensi anemia defisiensi besi pada anak balita di Indonesia 55,5%. Penelitian

yang dilakukan IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia), pada 1000 anak sekolah di

11 propinsi ditemukan prevalensi anemia sebanyak 20-25%. Jumlah anak yang

mengalami defisiensi besi tanpa anemia jauh lebih banyak.1

Tidak ada pemeriksaan tunggal untuk pemeriksaan defisiensi besi dengan

atau tanpa anemia. Baku emas pemeriksaan defisiensi besi adalah tes langsung

biopsi sumsum tulang dengan pengecatan Prussian blue. Tapi tes ini terlalu invansif

untuk dikerjakan rutin, sehingga dipilih tes indirek (pemeriksaan darah lengkap dan

biokimia darah). Pemeriksaan darah lebih mudah tersedia dan murah dibandingkan

pemeriksaan biokimia. Sementara itu pemeriksaan biokimia berguna menegakkan

1

Page 2: Karateristik Dan Evalusi Diagnosis Defisiensi Fe

diagnosis anemia pada saat sebelum anemia timbul.Tiap pemeriksaan memiliki

karakteristik yang berbeda. Mengingat pentingnya peran diagnosis dengan akurasi

yang baik dengan setting setempat dalam pengenalan defisiensi besi untuk

memberikan terapi di klinik dan dalam menyusun strategi pencegahan defisiensi

besi di lapangan, maka cara diagnosis yang tepat dalam usaha penanggulangan

defisiensi besi di klinik dan di masyarakat sangat perlu dikerjakan.1

B. Tujuan

Tujuan penulisan referat ini untuk mengetahui evaluasi penegakkan

diagnosis defisiensi besi.

2

Page 3: Karateristik Dan Evalusi Diagnosis Defisiensi Fe

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Metabolisme Normal Besi

Besi merupakan komponen penting dalam tubuh karena mempunyai

beberapa fungsi esensial yaitu: sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke

jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian

terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Walaupun terdapat luas di

dalam makanan banyak penduduk dunia mengalami kekurangan besi, termasuk di

Indonesia. Kekurangan besi sejak tiga puluh tahun terakhir diakui berpengaruh

terhadap produktivitas kerja, penampilan kognitif, dan sistem kekebalan tubuh.2

Zat besi dalam tubuh terdiri dari dua bagian, yaitu fungsional dan reserve

(simpanan). Zat besi fungsional sebagian besar dalam bentuk hemoglobin (Hb),

sebagian kecil dalam bentuk myoglobin, dan jumlah yang sangat kecil tetapi vital

adalah hem enzim dan non hem enzim. Zat besi yang ada dalam bentuk reserve

tidak mempunyai fungsi fisiologi namun sebagai buffer yaitu menyediakan zat besi

jika dibutuhkan untuk kompartmen fungsional. Kebutuhan zat besi pada anak balita

dapat dilihat pada tabel dibawah ini: 3

Umur Kebutuhan

0-6 bulan 3 mg

7-12 bulan 5 mg

1-3 tahun 8 mg

4-6 tahun 9 mg

Tabel 1. Jumlah kebutuhan besi 3

Zat besi diserap di dalam duodenum dan jejunum bagian atas melalui proses

yang kompleks. Proses ini meliputi tahap – tahap utama sebagai berikut: 3

1. Besi yang terdapat di dalam bahan pangan, baik dalam bentuk Fe3+ atau Fe2+

mula – mula mengalami proses pencernaan.

2. Di dalam lambung Fe3+ larut dalam asam lambung, kemudian diikat oleh

gastroferin dan direduksi menjadi Fe2+

3

Page 4: Karateristik Dan Evalusi Diagnosis Defisiensi Fe

3. Di dalam usus Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+. Fe3+ selanjutnya berikatan dengan

apoferitin yang kemudian ditransformasi menjadi feritin, membebaskan Fe2+ ke

dalam plasma darah.

4. Di dalam plasma, Fe2+ dioksidasi menjadi Fe3+ dan berikatan dengan transferitin

Transferitin mengangkut Fe2+ ke dalam sumsum tulang untuk bergabung

membentuk hemoglobin. Besi dalam plasma ada dalam keseimbangan.

5. Transferrin mengangkut Fe2+ ke dalam tempat penyimpanan besi di dalam tubuh

(hati, sumsum tulang, limpa, sistem retikuloendotelial), kemudian dioksidasi

menjadi Fe3+. Fe3+ ini bergabung dengan apoferritin membentuk ferritin yang

kemudian disimpan, besi yang terdapat pada plasma seimbang dengan bentuk

yang disimpan

Setelah diserap usus, besi akan berikatan dengan transferrin yaitu suatu

protein pembewa besi menuju jaringan yang dibutuhkan. Sedikitnya dibutuhkan 3

mg besi dalam sirkulasi darah yang berikatan dengan transferrin. Kegiatan ini

berulang 10 kali perhari dan dibutuhkan lebih kurang 25-30 mg besi per hari untuk

dibawa ke sumsum eritroid melalui reseptor eritroid yang matang disebut

transferrin receptor (Tfr). Bentuk agregat besi-Tfr akan melepas besi dalam vakuola

intrasitoplasma dalam sel eritroid. Setelah besi yang dilepas dibawa ke dalam

mitokondria untuk keperluan sintesis heme atau disimpan sebagai ferritin.1

Gambar 1. Transpor besi 1

4

Page 5: Karateristik Dan Evalusi Diagnosis Defisiensi Fe

Pada tahap akhir biosintesis heme, besi akan berikatan dengan protoporfirin.

Jika terjadi defisiensi besi, salah satu rantai protoporfirin yaitu protoporfirin-IX

tidak dapat berikatan dengan besi untuk membentuk heme pada tahap akhir

biosintesis heme, dan menyebabkan protoporfirin bergabung dengan seng untuk

membentuk molekul yang lebih stabil ikatannya yaitu free erythrocyte zinc

protoporfirin (ZPP) selama siklus hidup eritrosit. ZPP ini juga dapat digunakan

sebagai salah satu pemeriksaan status besi seseorang.1

B. Kriteria Diagnosis

Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan anemia

defisiensi besi. Kriteria diagnosis anemia menurut WHO: 1

1. Kadar hemoglobin kurang dari normal sesuai usia

Nilai normal Hb:

Bayi (usia 1-3 hari) : 14,5-22,5 g/dl

Bayi (usia 2 bulan) : 9,0 -14,0 g/dl

Anak (6-12 tahun) : 11,5-15,5 g/dl

Anak (12-18 tahun) : laki – laki : 13,0-16,0 g/dl

perempuan : 12,0-16,0 g/dl

Dewasa : laki-laki : 13,5 – 17,5 g/dl

perempuan : 12,0 -16,0 g/dl

2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata (MCHC) < 31% (N: 32-35%)

3. Kadar Fe serum < 50 µg/dl ( N: 80-180 µg/dl)

4. Saturasi transferrin < 15% (N: 20-50%)

5. Serum ferritin < 10-12 µg/l

6. Eritrosit protoporfirin (EP) > 2,5 ng/g hemoglobin

Untuk menentukan adanya anemia dan adanya defisiensi besi maka

pemeriksaan laboratorium memegang peranan penting. Diagnosis defisiensi besi

untuk keperluan klinik dan untuk keperluan penelitian lapangan berbeda dalam

beberapa hal. Penelitian lapangan memerlukan cara diagnosis yang praktis, lebih

sederhana dan tidak terlalu invasif. Sedangkan di klinik memerlukan pemeriksaan

yang akurasinya baik meskipun bersifat invasif. Pemeriksaan yang umum dipakai

adalah: (1) pemeriksaan morfologi eritrosit (baik dengan hapusan darah tepi 5

Page 6: Karateristik Dan Evalusi Diagnosis Defisiensi Fe

maupun dengan alat hitung elektronik); (2) pemeriksaan kadar besi serum dan total

iron binding capacity (TIBC); (3) pemeriksaan kadar feritin serum; (4) pengecatan

besi sumsum tulang. Pengecatan besi sumsum tulang bersifat semikualitatif dan

invasif sehingga tidak praktis dipakai di lapangan. Pemeriksaan morfologi eritrosit

sangat tidak spesifik, karena hasil hipokromik mikrositer dapat disebabkan oleh

berbagai macam etiologi di luar defisiensi besi. Sedangkan pemeriksaan besi serum,

TIBC, dan feritin serum sangat dipengaruhi oleh adanya infeksi dan peradangan.

Oleh karena frekuensi dan pola infeksi di negeri Barat berbeda dengan di Indonesia,

maka akurasi parameter ini sebagai alat diagnosis anemia defisiensi besi di

Indonesia perlu diperiksa kembali. Juga yang tidak kalah pentingnya adalah untuk

mencari nilai batas (cut off point) dari besi serum, TIBC dan feritin serum dalam

diagnosis defisiensi besi dengan pengecatan besi sumsum tulang sebagai baku emas

(gold standard).4

C. Pemeriksaan Status Besi

Belum ada pemeriksaan tunggal yang terbaik untuk menegakkan diagnosis

defisiensi besi sebelum timbul anemia. Selain itu klinisi sering dihadapkan dengan

kasus anemia mikrositer pada populasi dimana prevalensi talasemia yang tinggi.

Baku emas pemeriksaan untuk defisiensi besi adalah dengan pemeriksaan direk

dengan melakukan biopsi sumsum tulang dan pewarnaan Prussian Blue.

Pemeriksaan ini sangat invasif dan tidak efisien sehingga pemeriksaan indirek

masih lebih banyak digunakan. 1,5,6

Pemeriksaan indirek untuk menegakkan diagnosis defisiensi besi dapat

berdasarkan eritrosit (red blood cell indices) dan pemeriksaan biokimia berdasarkan

metabolisme besi yaitu pemeriksaan serum feritin, konsentrasi Serum Iron (SI),

Total Iron-Binding Capacity (TIBC), Saturasi Transferrin, Serun Transferrin

Receptor, Erythrocyte Protoporphyrin (EP), dan Zinc Protoporfirin (ZPP).

Pemeriksaan hematologik lebih sering digunakan dan murah dibandingkan dengan

pemeriksaan biokimia. Pemeriksaan biokimia bisa mendeteksi adanya defisiensi

besi sebelum onset anemia, sedangkan pemeriksaan hematologik reticulocyte

hemoglobin content (CHr) dapat membantu diagnsosis defisiensi besi sebelum

terjadinya anemia. 1,5,6

6

Page 7: Karateristik Dan Evalusi Diagnosis Defisiensi Fe

I. Pemeriksaan Eritrosit

a. Hemoglobin

Secara umum anemia didefinisikan sebagai kadar hemoglobin dibawah

persentil kelima menurut referensi populasi yang sehat. Menurut WHO

konsentrasi Hb normal adalah 11 g/dl untuk bayi sampai umur 6 tahun, 12

g/dl untuk bayi sampai umur 6 tahun, 12 g/dl untuk anak 6 tahun sampai 14

tahun.1,6

Hb merupakan petanda lambat untuk mendeteksi defisiensi besi karena

perubahan lanjut nilai Hb timbul sesudah terjadi defisiensi besi dan

sensifitasnya rendah karena anemia dengan defisiensi besi biasanya ringan.

Spesifitas pemeriksaan Hb juga rendah karena karena hasil yang rendah juga

ditemukan pada infeksi kronis, inflamasi, malnutrisi, talasemia minor dan

sebagainya. 1,6

b. Hematokrit (Ht)

Dalam keadaan defisiensi besi, nilai Ht akan menurun setelah formasi Hb

terganggu. Pada awal defisiensi besi, konsentrasi Hb yang sedikit menurun

akan menunjukkan nilai Ht yang normal. Hanya pada keadaan anemia

defisisiensi besi berat yang akan menurunkan nilai Ht. Pemeriksaan

hematokrit memiliki sensitivitas dan spesifitas yang rendah untuk

mendeteksi defisiensi besi. 1,6

c. Indeks eritrosit

Pemeriksaan indeks eritrosit dihitung dari hasil pemeriksaan

hemoglobin, hematokrit, dan juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan

lanjut untuk mengetahui jenis anemia. Nilai Mean Corpuscular Volume

(MCV) adalah pemeriksaan yang cukup akurat dan merupakan parameter

sensitif terhadap perubahan eritrosit bila dibandingkan Mean Corpuscular

Hemoglobin Concentration (MCHC) dan Mean Corpucular Hemoglobin

(MCH) untuk mengetahui terjadinya defisiensi besi.1

Meurut Wright CM dkk (2004), anak dengan kadar hemoglobin dan

MCH yang rendah, menunjukkan hasil yang spesifik terhadap defisiensi besi

dan respons yang baik terhadap preparat besi.1 Penelitian yang dilakukan

7

Page 8: Karateristik Dan Evalusi Diagnosis Defisiensi Fe

Ketut dkk, penggunaan indeks eritrosit MCH dibanding gold standar

pengecetan sumsum tulang, dengan cut off point 27 pg memiliki sensitivitas

96,9%, spesifitas 28,1% dalam menegakkan defisiensi besi. Sedangkan

indeks eritrosit MCV dengan cut off point 80 fl memiliki sensitivitas 90,6 %

dan spesifitas 48,4%. Indeks eritrosit MCHC dengan cut off point 31 gr/dl

memiliki sensitivitas 78,1 % dan spesifitas 46,9%.4

Penggabungan MCH, MCV dan atau MCHC ternyata tidak dapat

meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas indek eritrosit tersebut dalam

mendiagnosis defisiensi besi. Derajat perubahan kadar indeks sel eritrosit ini

sangat berhubungan dengan defisiensi besi dan anemia. Defisiensi besi yang

ringan dan berlangsung singkat nilai indeks sel eritrosit ini mungkin normal.

Kadar MCV juga dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan dan umur. Ukuran

sel darah merah lebih kecil sewaktu bayi dan meningkat pelan-pelan selama

masa kanak-kanak. Nilai rata-rata MCV pada wanita sedikit lebih besar

daripada laki-laki setelah umur 7 tahun. Kadar MCV dan MCHC kadang

tidak banyak bisa memberikan informasi diagnostik ADB karena pada

keadaan anemia mikrositik akibat penyebab yang lain seperti thalasemia dan

penyakit hemoglobin E, kadarnya juga akan menurun hanya RDW normal.

Thompson, pada penelitian terhadap 609 penderita dengan memakai kadar

MCV < 80 fL mendapatkan sensitivitas 53% dan spesifisitas 84% dari MCV

untuk deteksi anemia defisiensi besi.4

d. Retikulosit

Retikulosit adalah eritrosit imatur yang berada dalam aliran darah dan

jumlahnya akan berkurang pada keadaan defisiensi besi. Pemeriksaan kadar

retikulosit dapat membantu membedakan anemia yang hipoprodukstif

(penurunan produksi eritrosit) dari proses destruksi (peningkatan

penghancuran eritrosit). Jumlah retikulosit yang rendah menunjukkan

gangguan pada sumsum tulang, sedangkan jumlah yang meningkat

menunjukkan suatu proses hemolitik atau kehilangan darah yang aktif.1,6

e. Indeks Red Blood Cell Distribution Width (RDW)

8

Page 9: Karateristik Dan Evalusi Diagnosis Defisiensi Fe

Indeks RDW dapat menunjukkan variabilitas bentuk eritrosit

(anisositosis) yang juga merupakan menifestasi awal terjadinya defisiensi

besi. Indeks RDW (MCV/RBC x RBW) dengan hasil >220 merupakan

indikasi untuk anemia defisiensi besi dan bila indeks < 220 merupakan

indikasi untuk talasemia trait dengan spesifitas 92%. Indeks RDW dapat

membantu menentukan pilihan antara terapi besi empiris dan melakukan

elektroforesis hemoglobin untuk konfirmasi talasemia trait.1

Indeksi RDW yang tinggi menunjukkan 71-100 % sensitif dan 50 %

spesifik terhadap anemia defisiensi besi pada orang dewasa. Pada bayi umur

12 bulan indeks RDW yang tinggi menunjukkan 100% sensitif dan 82%

spesifik, karena spesifitas yang rendah maka indeks RDW tidak digunakan

uji tapis tunggal tetapi biasanya digabung dengan MCV. Nilai indeks RDW

yang meningkat dan MCV yang menurun mengarah kepada diagnosis

defisiensi besi.1

Penelitian yang dilakukan Roosy dkk, Indeks RDW yang digunakan

memiliki sensitivitas 81,0% dan spesifitas 53,4% dalam mendeteksi

defisiensi besi pada anemia mikrositik hipokromik. Berikut tabel sensitivitas

dan spesifitas berdasarkan penelitian yang dilakukan: 7

Tabel 2. Sensitivitas dan spesifitas indeks RDW dalam beberapa penelitian 7

f. Indeks Mentzer

Klinisi sering dihadapkan dengan kasus anemia mikrositik pada populasi

dimana prevalensi talasemia yang tinggi. Indeks Mentzer dapat membantu

9

Page 10: Karateristik Dan Evalusi Diagnosis Defisiensi Fe

membedakan defisiensi besi dengan talasemia dimana pemeriksaan ini

merupakan hasil perhitungan MCV/RBC. Jika perhitungan nilai indeks

Mentzer >13 mengindikasikan adanya anemia defisiensi besi, sedangkan

nilai < 13 merupakan indikasi untuk talasemia minor dengan spesifisitas

82%.1

g. Hemoglobin Content of Reticulocytes (CHr)

CHr merupakan konsentrasi besi yang mengandung protein dalam

retikulosit dan diukur dengan menggunakan flow cytometer. CHr juga

merupakan indikator awal terhadap defisiensi besi pada subyek sehat yang

diberikan human erythropoitein. Brugnara C, dkk (1999) melakukan suatu

penelitian retrospektif terhadap 210 anak. Peneitian ini menunjukkan kadar

CHr yang rendah merupakan prediktor terbaik terhadap defisiensi besi

dibandingkan dengan Hb, MCV, serum iron, RDW, dan saturasi

transferrin.5,6

Penelitian yang dilakukan Torbjorn, CHr memiliki nilai sensitifitas 93%

dan spesifitas 69% dalam mendeteksi defisiensi besi dengan cut off point

30,5 pg dengan gold standar pengecatan sumsum tulang pada pasien usia

lanjut. Penurunan hemoglobin retikulosit konten (CHr) tidak terpengaruh

oleh respon fase akut merupakan indikator awal kekurangan zat besi. CHr

juga diidentifikasi sebagai indikator awal dari respon terhadap

terapi besi parenteral.8,9

II. Pemeriksaan Biokimia

a. Serum ferritin

Ferritin adalah cadangan besi yang nilainya berkurang selama defisiensi

besi sebelum nilai serum iron dan total iron binding capacity berubah.

Anemia defisiensi besi dengan gambaran anemia mikrositik hipokrom, akan

menunjukkan serum ferritin yang sangat rendah dan menurunnya cadangan

besi. Konsentrasi serum ferritin yang rendah merupakan karakteristik hanya

dijumpai pada keadaan defisiensi besi.1,10

Spesifisitas pemeriksaan serum ferritin akan meningkat jika dikombinasi

dengan pemeriksaan lain seperti hemoglobin untuk defisiensi besi, tetapi

10

Page 11: Karateristik Dan Evalusi Diagnosis Defisiensi Fe

penggunaannya masih terbatas karena harga pemeriksaan yang mahal dan

belum banyak tempat yang dapat melakukannya. Penggunaan indeks

hematologi dengan hitung darah lengkap akan lebih efisien dan lebih murah

daripada pemeriksaan feritin serum.1,11,12

Sherif A dkk (1998) menyatakan bahwa pada bayi antara umur 12 dan 18

bulan tidak terjadi perubahan yang bermakna pada kadar Hb tetapi terjadi

perubahan kadar serum ferritin menurut umur sehingga bila ferritin

digunakan sebagai alat tapis defisiensi besi maka faktor umur juga harus

diperhatikan. Serum feritin merupakan reaktan fase akut yang

konsentrasinya akan meningkat pada keadaan inflamasi, infeksi kronik, atau

penyakit lain sehingga dapat menunjukkan hasil dalam batas normal pada

keadaan defisiensi besi.1

Penelitian Ketut dkk, pemeriksaan serum ferritin dengan cut off point 20

ug/l memiliki sensitivitas 75% dan spesifitas 95,3% dengan gold standar

besi sumsum tulang dan titik pemilah (cut off point) yang paling baik untuk

feritin serum dalam mendiagnosis defisiensi besi adalah 35,4 ug/l dengan

sensitivitas 90,6% dan spesifisitas 90,6%.4

Burns dkk, pada penelitiannya terhadap 301 penderita mendapatkan

sensitivitas sebesar 52,5% dan spesifisitas 95% dari feritin serum untuk

diagnosis anemia defisiensi besi dengan memakai titik pemilah feritin < 13

ug/l. Sedangkan Zanella dkk, mendapatkan sensitivitas 95% dengan

spesifisitas sebesar 82% dari feritin serum pada diagnosis 272 penderita

defisiensi besi tanpa komplikasi. Van Zeben dkk, dengan memakai titik

pemilah feritin < 30 ug/l bahkan mendapatkan spesifisitas sebesar 90%

dengan sensitivitas 100% dari feritin serum untuk diagnosis defisiensi besi

pada evaluasi terhadap 104 penderita dengan mikrositosis. Pada orang tua,

feritin serum juga merupakan pilihan terbaik untuk diagnosis anemia

defisiensi besi. Penelitian di RSUP Sanglah dilakukan oleh Somayana dkk,

dengan jumlah sampel 72 orang mendapatkan kadar feritin serum 40 ug/l

sebagai titik pemilah terbaik untuk diagnosis anemia defisiensi besi dengan

sensitivitas 89,47% dan spesifisitas 92,45%.4

11

Page 12: Karateristik Dan Evalusi Diagnosis Defisiensi Fe

Feritin serum merupakan indikator yang baik terhadap cadangan besi. Di

daerah pedesaan tropis kadar feritin umumnya lebih tinggi, karena di daerah

tropis banyak terdapat penyakit inflamasi. Beberapa keadaan patologis akan

menyebabkan peningkatan kadar feritin serum yaitu seperti pada penyakit

inflamasi akut maupun kronis, penyakit hati seperti hepatitis, keganasan

darah dan neuroblastoma, pemberian preparat besi parenteral atau peroral

dalam jangka panjang. Kadar feritin serum juga meningkat pada penderita

dengan infeksi akut, penderita dengan infeksi kronik dimana besi dari

kompartemen sel darah merah akan pindah ke sel retikuloendotelial sebagai

cadangan besi yang dicerminkan oleh feritin serum yang meningkat. Kadar

feritin serum menunjukan korelasi yang baik dengan kandungan besi dalam

sumsum tulang.4

b. Serum iron

Konsentrasi serum iron akan menurun bila cadangan besi berkurang,

tetapi tidak menggambarkan keadaan cadangan besi yang akurat karena

adanya faktor tambahan seperti absorbsi besi dari makanan, infeksi,

inflamasi, dan variasi diurnal dimana nilainya lebih tinggi pada siang hari.

Kadar besi serum mengikuti perubahan ritme sirkadian dan berfluktuasi

sampai 100 mg/dL selama 1 hari 1,4

Penelitian Ketut dkk, serum iron memiliki sensitivitas 100% dan

spesifitas 21,9% dengan gold standar besi sumsum tulang dengan cut off oint

50 ug/dl. Titik pemilah yang paling baik untuk besi serum adalah 17 ug/dl

dengan sensitivitas 75,0% dan spesifisitas 68,7%.4

c. Total iron-binding capacity (TIBC)

Pada saat defisiensi besi, terjadi deplesi cadangan besi diikuti dengan

menurunnya serum iron dan peningkatan kadar TIBC. Berkurangnya jumlah

eritrosit dan penurunan nilai hemoglobin berdampak eritrosit mikrositik

hipokrom. Hampir semua besi dalam serum berikatan dengan protein, yaitu

transferrin sehingga TIBC secara tidak langsung juga menunjukkan kadar

transferrin yang akan meningkat bila konsentrasi dan cadangan besi dalam

serum menurun.1

12

Page 13: Karateristik Dan Evalusi Diagnosis Defisiensi Fe

Pemeriksaan ini juga dipengaruhi oleh faktor lain selain status besi besi,

TIBC akan rendah pada keadaan malnutrisi, inflamasi, infeksi kronis dan

keganasan. Ketut dkk, sensitivitas dan spesifisitas dengan nilai TIBC di atas

350 ug/dl adalah 68,8% dan 90,6%.4

d. Pemeriksaan Saturasi Transferrin

Hasil pemeriksaan saturasi transferrin menunjukkan jumlah iron-binding

sites dan besi yang dibawa cadangan besi dengan menghitung perbandingan

antara konsentrasi serum iron dengan TIBC yang dinyatakan dalam persen.

Nilai saturasi transferrin yang rendah menunjukkan rendahnya kadar serum

iron relative terhadap jumlah iron-binding sites, yang juga menandakan

rendahnya cadangan besi. Nilai saturasi transferrin yang menurun selama

anemia, belum cukup untuk menunjukkan deplesi besi. Pemeriksaan ini

dipengaruhi oleh faktor lain yang sama seperti pemeriksaan TIBC dan

konsentrasi serum iron, dan kurang sensitif terhadap perubahan cadangan

besi bila dibandingkan dengan serum ferritin. Saturasi transferrin lebih

sensitif terhadap perubahan status besi dalam tubuh bila dibandingkan

dengan indeks eritrosit, nilainya yang rendah bila dihubungkan dengan TIBC

yang meningkat akan mengarah kepada diagnosis defisiensi besi.1

Tabel 3. Sensitivitas dan spesifitas pemeriksaan biokimia dengan gold standar besi sumsum tulang 4

Ketut dkk, sensitivitas dan spesifisitas dengan nilai saturasi transferin di

bawah 15% adalah 96,9% dan 42,4%. Besi serum dan saturasi transferin

merupakan indikator dari kebutuhan dan penyediaan besi plasma dan tidak

menggambarkan keadaan cadangan besi. Saturasi transferin < 16%

13

Page 14: Karateristik Dan Evalusi Diagnosis Defisiensi Fe

merupakan kreteria diagnostik untuk defisiensi besi uncomplicated. Saturasi

transferin ini lebih sensitif sebagai indeks status besi dibadingkan besi

serum. Saturasi transferin lebih akurat mencerminkan kemampuan besi

untuk proses hematopoesis namun saturasi transferin ini mempunyai

keterbatasan karena sangat tergantung pada kadar besi serum yang

mempunyai sifat sangat labil. 4

e. Serum transferrin receptor (sTfR)

Serum transferrin receptor merupakan protein transmembran dengan dua

rantai polipeptida. Besi dibawa ke eritroblas melalui interaksi antara

transferrim plasma dengan permukaan sel reseptor transferrin. Ketika terjadi

defisiensi besi maka terjadi peningkatan jumlah transferrin receptor.

Pemeriksaan ini baik digunakan pada bayi dan pada daerah prevalensi

infeksi yang tinggi karena serum transferrin receptor tidak dipengaruhi oleh

inflamasi akut dan kronik.4

Tingkat sTfR tidak meningkat pada anemia penyakit kronis dan dapat

digunakan untuk menunjukkan keberadaan besi dalam sumsum tulang untuk

mengidentifikasi defisiensi zat besi dalam kasus anemia defisiensi besi dan

anemia penyakit kronis.13 Tingkat sTfR dilaporkan pula sebagai marker

yang memiliki sensitivitas dan spesifitas untuk deteksi defisiensi besi selama

kehamilan. Nilai cut off point yang digunakan 28,1 nmol/l memiliki

sensitivitas 45,9% dan spesifitas 68,1% untuk deteksi defisiensi besi pada

wanita hamil. 14

Chang dkk, membandingkan pemeriksaan tingkat sTfR dengan gold

standar besi sumsum tulang untuk mengidentifikasi defisiensi besi. Kenaikan

tingkat sTfR merupakan marker yang paling sensitif untuk absennya besi di

sumsum tulang dengan tingkat sensitivitas 100%.9

f. Erythrocyte protoporphyrin (EP)

Pada saat kekurangan besi dalam tubuh, terjadi akumulasi protoporfirin,

karena tidak ada besi yang bergabung dengan protoporfirin untuk

membentuk heme. Menurut Serdar dkk (2000), dalam suatu penelitian

dengan 72 anak defisiensi besi, terdapat hubungan yang signifikan antara EP 14

Page 15: Karateristik Dan Evalusi Diagnosis Defisiensi Fe

dan hemoglobin. Hasil pemeriksaan EP lebih sensitif tetapi kurang spesifik

dibandingkan pemeriksaan kadar ferritin, dan dapat digunakan sebagai

pemeriksaan diagnostik terhadap defisiensi besi dan untuk diagnosis anemia

defisiensi besi pada bayi.1

g. Zinc protoporfirin (ZPP)

ZPP adalah metabolit normal dalam biosintesis heme. Walaupun

jumlahnya sedikit, tetapi masih dibutuhkan dalam proses tersebut. Reaksi

akhir dari jalur biosintesis heme adalah ikatan besi dengan protoporfirin.

Bila terjadi kekurangan atau gangguan penggunaan besi maka seng

merupakan logam alternatif yang berikatan dengan heme. Hal ini

menunjukkan suatu respon biokimia pertama terhadap kekurangan besi

untuk eritropoesis, yang mengakibatkan peningkatan ZPP dalam ertrosit di

sirkulasi.1

Pada saat anemia defisiensi ditemukan kadar hemoglobin yang berkurang

dan menunjukkan adanya deplesi besi. Kekurangan besi pada masa

eritropoesis diperlukan pemeriksaan ZPP yang konsentrasinya akan

meningkat karena seng akan menggantikan posisi besi dalam proses

pembentukan heme. Hasta dkk (1994) berdasarkan penelitiannya

menyarankan pemeriksaan hemoglobin, ferritin, dan ZPP untuk

mempermudah melihat setiap tahap defisiensi besi. ZPP juga dapat

digunakan sebagai pemeriksaan tapis terhadap defisiensi besi.1,9

h. Hepcidin

Hepcidin dianggap sebagai tombol pengatur metabolisme besi dimana

mengatur konsentrasi besi dan distribusi besi jaringan melalui penghambatan

penyerapan zat besi usus, reklamasi besi oleh makrofag dan mobilisasi zat

besi dari penyimpanan di hati. Produksinya menurun saat terjadi defisiensi

besi meningkat selama peradangan dan kelebihan besi. Untuk memprediksi

level hepcidin, Kemma dkk mengembangkan algoritma [transferrin

saturation (%) – sTfR (mg/l) + CRP (mg/l)=hepcidin].9

Penelitian yang dilakukan Sant-Rayn dkk, pada wanita pre menopause

untuk diagnosis defisiensi besi dengan cut off point hepcidin kurang dari 8

15

Page 16: Karateristik Dan Evalusi Diagnosis Defisiensi Fe

ng/mL memiliki sensitivitas 41,5% dan spesifisitas 97,6%, sementara

hepcidin kurang dari 18 ng /mL memiliki sensitivitas 79,2% dan spesifisitas

85,6%. Dari penelitian ini, konsentrasi hepcidin kurang dari 8 ng/mL muncul

memiliki sensitivitas yang memuaskan dengan spesifisitas yang sangat baik,

sementara konsentrasi hepcidin dengan cut off point kurang dari 18 ng/mL

mencapai sensitivitas dan spesifisitas tertinggi.15

III. Pemeriksaan Sumsum Tulang

Pemeriksaan besi sumsum tulang merupakan gold standard dari

pemeriksaan status besi dengan pengecatan Prussian Blue. Dari pemeriksaan

Bone Marrow Puncture yang perlu dilihat adalah cadangan Fe, dimana pada

penderita defisiensi besi cadangan Fe nya negatif. Pada hapusan di bawah bisa

kita lihat tidak ada warna kebiruan atau kehijauan yang menandakan cadangan

Fe.6

Gambar 2. Gambar sumsum tulang dengan Fe negatif

16

Page 17: Karateristik Dan Evalusi Diagnosis Defisiensi Fe

Gambar 3. Gambar sumsum tulang dengan Fe positif

BAB III

KESIMPULAN

Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit bukan merupakan tes diagnostik

pilihan karena kadar hemoglobin dan hematokrit tidak sensitif dan spesifik terhadap

defisiensi besi. Namun kedua pemeriksaan ini relatif murah, mudah didapat dan

merupakan pemeriksaan yang paling sering digunakan untuk uji tapis defisiensi besi.

Beberapa pemeriksaan diagnostik yang baik untuk defisiensi besi adalah kadar feritin

serum dan pemeriksaan hepcidin namun kurang lazim dipakai sebagai uji tapis karena

relatif mahal. Pemeriksaan besi sumsum tulang merupakan gold standar untuk defisiensi

besi, namun jarang dilakukan karena bersifat invansif.

17

Page 18: Karateristik Dan Evalusi Diagnosis Defisiensi Fe

DAFTAR PUSTAKA

1. Budi A.F. Pengaruh Pemberian Terapi Besi terhadap Perubahan Nilai Indeks

Mentzer dan Indeks RDW (Red Cell Distribution Width) pada Anak Sekolah Dasar

Usia 9-12 Tahun yang Menderita Anemia Defisiensi Besi. Thesis. Universitas

Sumatera Utara: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran. 2008; 1-

40.

2. Siti Z. Efek Suplementasi Besi, Vitamin C dan Pendidikan Gizi terhadap Perubahan

Kadar Hemoglobin Anak Sekolah Dasar yang Anemia di Kecamatan Kartasura

Kabupaten Sukoharjo. Thesis. Semarang: Universitas Diponegoro. 2007: 1-30.

3. Arlinda S.W. Anemia Defisiensi Besi pada Balita. Fakultas Kedoteran Universitas

Sumatera Utara: Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat/Ilmu Kedokteran

Pencegahan/Ilmu Kedokteran Komunitas. 2004: 1-13.

4. Ketut S, I Made B, Losen A, Tjok D. Perbandingan Beberapa Metode Diagnosis

Anemia Defisiensi Besi: Usaha Mencari Cara Diagnosis Yang Tepat Untuk

Penggunaan Klinik. J Peny Dalam. 2007: 8 (1); 1-12.

5. Carlo B. A Hematologic “Gold Standard” for Iron-deficient States?. Clinical

Chemistry. 2002: 48(7); 981-2.

6. Ann C.W, Leann L, Henry B. Screening for Iron Deficiency. Pediatrics in Review.

2002: 23(5); 171 -8.

7. Roosy A, Inderpreet S, Tejinder S, Naveen K. Red Cell Distribution Width (RDW)

in the Diagnosis of Iron Deficiency with Microcytic Hypochromic Anemia.Indian

Journal of Pediatrics. 2009:76; 265-7.

18

Page 19: Karateristik Dan Evalusi Diagnosis Defisiensi Fe

8. Torbjörn Karlsson. Comparative Evaluation of the Reticulocyte Hemoglobin

Content Assay When Screening for Iron Deficiency in Elderly Anemic Patients.

2011. Sweden: Department of Hematology Uppsala University Hospital.

9. Susan F.C. Iron Deficiency Anemia: Diagnosis and Management. Curr Opin

Gastroenterol. 2009: 25; 122–8.

10. Martti A.S, Joseph E.A, Peter R.D. Ferritin in Serum: Diagnosis of Iron Deficiency

and Iron Overload in Infants and Children. Blood Journal. 1974: 43(4); 581-9.

11. Brian S.A, Roger K, Anurdha K.R. Using Ferritin Levels To Determine Iron-

Deficiency Anemia in Pregnancy. The Journal of Family Practice. 2000: 49 (9).

12. Gordon H.G, Andrew D.O, Mahmoud A, Andrew W, William M, Christopher P.

Laboratory Diagnosis of Iron-Deficiency Anemia. Journal Of General Internal

Medicine. 1992: 7; 145-53.

13. Osman Y, Bilal Y, Murat A, Ozlem S.B, Mehmet R.H, Engin S. The Significance

of Serum Transferrin Receptor Levels in the Diagnosis of the Coexistence of

Anemia of Chronic Disease and Iron Deficiency Anemia. 2011: 43 (1); 9-12.

14. R.D Semba, N. Kumwenda, D.R Hoover, T.E Taha, L. Mtimavalye, R. Broadhead,

et al. Assessment of Iron Status Using Plasma Transferrin Receptor in Pregnant

Women with and Without Human Immunodeficiency Virus Infection in Malawi.

European Journal of Clinical Nutrition. 2000: 54; 872-7.

15. Sant-Rayn P, Zoe M, Mark W, Anthony K, Elizabeta N, Tomas G, et al. Serum

hepcidin as a diagnostic test of iron deficiency in premenopausal female blood

donors. The Hematology Journal. 2011: 96 (8); 1099-105.

19