BAB II PRINT.docx

31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Definisi / Terminologi Penyakit Deep Vein Trombosis adalah suatu pembentukan bekuan darah (trombus) pada vena dalam. Trombus dapat terjadi pada vena-vena profunda pada tungkai. Trombosis vena dalam dapat juga terjadi pada vena lainnya (sinus cerebral, vena pada lengan, retina). Trombosis vena dalam hanya menyebabkan suatu peradangan yang minimal. Peradangan yang terjadi disekitar trombus, disertai dengan lengketnya trombus terhadap dinding vena yang lama kelamaan terlepas dan menjadi embolus, berjalan melalui aliran darah dan berakhir pada suatu aliran darah yang sempit sehingga menyebabkan blockade terhadap aliran darah. Trombosis vena dalam dapat menyebabkan komplikasi embolisme paru dan kematian (9). Trombosis vena dalam (DVT) adalah gumpalan darah (juga disebut trombus) yang terbentuk pada vena dalam tubuh. Kebanyakan gumpalan vena dalam terjadi pada kaki bagian bawah atau paha tetapi dapat juga terjadi di 3

Transcript of BAB II PRINT.docx

Page 1: BAB II PRINT.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi / Terminologi Penyakit

Deep Vein Trombosis  adalah suatu pembentukan bekuan darah

(trombus) pada vena dalam. Trombus dapat terjadi pada vena-vena

profunda pada tungkai. Trombosis vena dalam dapat juga terjadi pada

vena lainnya (sinus cerebral, vena pada lengan, retina). Trombosis vena

dalam hanya menyebabkan suatu peradangan yang minimal. Peradangan

yang terjadi disekitar trombus, disertai dengan lengketnya trombus

terhadap dinding vena yang lama kelamaan terlepas dan menjadi

embolus, berjalan melalui aliran darah dan berakhir pada suatu aliran

darah yang sempit sehingga menyebabkan blockade terhadap aliran

darah. Trombosis vena dalam dapat menyebabkan komplikasi embolisme

paru dan kematian (9).

Trombosis vena dalam (DVT) adalah gumpalan darah (juga disebut

trombus) yang terbentuk pada vena dalam tubuh. Kebanyakan gumpalan

vena dalam terjadi pada kaki bagian bawah atau paha tetapi dapat juga

terjadi di bagian tubuh lainnya. Gumpalan ini mungkin mengganggu

sirkulasi dan mungkin pecah serta berjalan melalui aliran darah dan

menetap di paru-paru, menyebabkan kerusakan yang parah pada organ

tersebut. Jika gumpalan berdiam di paru-paru, disebut embolisasi paru-

paru. Ini adalah kondisi sangat serius yang dapat mengakibatkan

kematian. Gejala embolisasi paru-paru termasuk nyeri dada ketika

menarik napas panjang, nadi cepat, pingsan, napas pendek dan muntah

3

Page 2: BAB II PRINT.docx

4

darah. Gumpalan darah yang tetap menetap di kaki menyebabkan nyeri

dan bengkak (8).

Deep vein thrombosis (DVT) merupakan pembentukan bekuan darah

pada lumen vena dalam (deep vein) yang diikuti oleh reaksi inflamasi

dinding pembuluh darah dan jaringan perivena. DVT disebabkan oleh

disfungsi endotel pembuluh darah, hiperkoagulabilitas dan gangguan

aliran darah vena (stasis) yang dikenal dengan trias virchow. DVT

merupakan kelainan kardiovaskular tersering nomor tiga setelah penyakit

koroner arteri dan stroke (7).

Trombus terjadi karena perlambatan dari aliran darah, kelainan

dinding pembuluh darah, atau gangguan pembekuan darah yang sering

dinamakan dengan trias Virchow. Beberapa faktor inilah yang

menyebabkan tingginya kejadian trombus vena dalam. Trombus terbentuk

pada daerah yang aliran darahnya (arteri) cepat pada umumnya berwarna

abu-abu dan terdiri dari platelet. Trombus terjadi relatif sangat lambat pada

sistem vena biasanya berwarna merah dan terdiri dari fibrin dan sel darah

merah (9).

Bekuan yang terbentuk di dalam suatu pembuluh darah disebut

trombus. Trombus dapat terjadi baik di vena superfisial (vena permukaan)

maupun di vena dalam, tetapi yang berbahaya adalah yang terbentuk di

vena dalam. Trombosis Vena Dalam adalah suatu keadaan yang ditandai

dengan ditemukannya bekuan darah di dalam vena dalam. Pada awalnya

trombus vena terdiri atas platelet dan fibrin. Kemudian sel darah merah

menyelingi fibrin dan trombus cenderung untuk menyebarkan arah aliran

Page 3: BAB II PRINT.docx

5

darah. Perubahan pada dinding pembuluh darah dapat minimal atau

sebaliknya terjadi  infiltrasi granulosit, kehilangaan endotelium dan edema

(9).

Trombosis vena dalam sangat berbahaya karena seluruh atau

sebagian dari trombus bisa pecah, mengikuti aliran darah dan tersangkut

di dalam arteri yang sempit di paru-paru sehingga terjadi penyumbatan

aliran darah. Trombus yang terlepas dan diangkut ke tempat lain dalam

pembuluh darah disebut emboli. Semakin sedikit peradangan di sekitar

suatu trombus, semakin longgar trombus melekat ke dinding vena dan

semakin mudah membentuk emboli. Emboli paru merupakan salah satu

konsekuensi utama trombosis vena dalam. Konsekuensi lainnya

adalah postphlebitic syndrome  atau insufisiensi vena dalam kronik (8).

Dapat di simpulkan bahwa Deep vein thrombosis (DVT) adalah suatu

penyakit yang berkaitan dengan terjadinya pembekuan darah pada vena

dalam yang dimana biasanya terjadi inflamasi berwarna merah karena

terdiri dari fibrin dan sel darah merah.

II.2 Anatomi dan Fisiologi (4).

Sirkulasi darah terjadi melalui satu lengkungan arteri dan vena yang

berkelanjutan serta terbagi menjadi sirkuit pulmonal dan sistemik. Sirkuit

pulmonal menghantarkan darah dari jantung ke paru, di mana darah

dioksigenasi dan kemudian dikembalikan ke jantung. Sirkulasi sistemik,

atau sistem vascular perifer, meliputi arteri, arteriol, vena, venula, dan

kapiler, dimana sistem ini membawa darah dari jantung keseluruh organ

dan jaringan lain dan kemudian membawa darah kembali ke jantung.

Page 4: BAB II PRINT.docx

6

Jantung memompa darah baru yang telah teroksigenasi melalui

arteri, arteriol, dan bantalan kapiler menuju seluruh organ dan

jaringan. Arteri tersusun atas otot polos yang tebal dan seratelastis. Serat

yang kontraktil dan elastis membantu menahan tekanan yang dihasilkan

saat jantung mendorong darah menuju sirkulasi sistemik yaitu arteri

utama/mayor dari sirkulasi.

Sistemik meliputi aorta, karotis, subklavia dan iliaka. Aorta

melengkung membentuk seperti busur di belakang jantung dan turun ke

bawah hingga pertengahan tubuh.

Arteri lain merupakan cabang dari aorta dan mengalirkan darah

menuju kepala, leher dan organ-organ utama di dalam abdomen.

Arterikarotis bergerak naik di dalam leher dan mengalirkan darah ke organ

di dalam kepala dan leher, termasuk otak. Arteri subklavia mengalirkan

darah menuju lengan, dinding dada, bahu, punggung, dan sistem saraf

pusat. Arteri iliaka mengalirkan darah menuju pelvis dan kaki.

1. Arteri-arteri di Lengan (5).

Setelah meluas melalui rongga dada/toraks, arteri subklavia

menjadi arteri aksilaris. Arteri aksilaris kemudian menyebrangi aksila

dan menjadi arteri brakhialis, yang terletak di dalam lekukan/sulkus

bisep-trisep pada lengan atas. Arteri brakhialis mengalirkan sebagian

besar darah menuju lengan. Pada fosakubiti (yaitu lipatan siku), arteri

brakhialis bercabang menjadi arteri radialis dan arteri, yang meluas ke

lengan bawah dan, selanjutnya bercabang menjadi arkuspalmaris yang

mengalirkan darah ketelapak tangan.

Page 5: BAB II PRINT.docx

7

2. Arteri-arteri di Kaki (5).

Setelah melewati daerah pelvis, arteri iliaka selanjutnya menjadi

arteri femoralis, yang bergerak turun di sebelah anterior paha. Arteri

femoralis mengalirkan darah ke kulit dan otot paha dalam. Pada bagian

bawah paha, arteri femoralis menyilang di posterior dan menjadi arteri

poplitea. Di bawah lutut, arteri poplitea terbagi menjadi arteritibialis

anterior dan tibialis posterior. Arteri tibialis bergerak turun di sebelah

depan dari kaki bagian bawah menuju bagian dorsal/punggung telapak

kaki dan menjadi arteri dorsalis pedis. Arteri tibialis posterior bergerak

turun menyusuri betis dari kaki bagian bawah dan bercabang menjadi

arteri plantaris di dalam telapak kaki bagian bawah.

3. Vena-vena (5).

Setelah dihantarkan melalui sistem vascular arteri dan menuju

jaringan tubuh dan organ, darah dikosongkan menuju jaringan vena

yang tersusun menyebar yang dan pada akhirnya mengembalikan

darah ke atrium kanan jantung. Sistem vena berjalan berdampingan

dengan sistem arteri dan memiliki nama yang sama walaupun terdapat

perbedaan mayor antara sistem arteri dan sistem vena di leher dan

ekstremitas. Arteri di daerah ini terletak dalam di bawah kulit dan

terlindung oleh tulang dan jaringan lunak.

4. Vena-vena di Lengan (5).

Arkus vena Palmaris meluas dari tangan menuju lengan bawah,

dimana vena-vena ini menjadi vena radialis dan vena ulnaris. Saat vena

ulnaris dan radialis mencapai fosakubiti (yaitu lipatan siku), vena-vena

Page 6: BAB II PRINT.docx

8

ini bergabung untuk membentuk vena brakhialis. Saat vena brakhialis

meluas melalui lengan atas, vena ini bergabung dengan vena

superfisialis Lenan untuk membentuk vena aksilaris, yang berjalan

melalui aksila dan menjadi vena subklavia di dalam rongga toraks.

Vena subklavia membawa arau dari lengan dan area toraks/dada

menuju vena kava superior.

5. Vena-vena di Kaki (5).

Darah yang meninggalkan kapiler-kapiler di setiap jari kaki

bergabung membentuk jaringan vena plantaris. Jaringan plantar

mengalirkan darah menuju vena dalam kaki (yaitu vena tibialis anterior,

tibialis posterior, poplitea, dan femoralis). Vena safena magna dan

safena parva superfisial mengalirkan darah di telapak kaki dari arkus

vena dorsalis menuju vena poplitea dan femoralis.

6. Trombosis Vena Dalam (5).

Adanya thrombus (yaitu bekuan darah) pada vena dalam dan

disertai dengan proses inflamasi / peradangan dinding pembuluh darah

disebut dengan trombosis vena dalam (TVD) / deep venous thrombosis

(DVT), atau trombofleibitis. Stasis aliran darah, kerusakan vaskular, dan

hiperkoagulabilitas merupakan predisposisi terbentuknya thrombosis

pada pasien. Vena mayor yang biasanya terkena meliputi vena iliaka,

femoralis, dan poplitea. Risiko terjadinya DVT (Deep Vein Trombosite)

berkaitan dengan beberapa faktor yang dapat dengan mudah

diidentifikasi meliputi usia, bedah mayor, riwayat DVT (Deep Vein

Trombosite) sebelumnya, trauma, keganasan, dan status

Page 7: BAB II PRINT.docx

9

hiperkoagulabilitas Pasien dengan TDV (Deep Vein Trombosite)

umumnya mengalami pembengkakan kaki unilateral, hangat, eritema

dan rasa nyeri. Kadang-kadang obstruksi seperti lempengan dapat

teraba pada palpasi kaki yang terkena. Perubahan warna kulit

bervariasi mulai dari eritema, pucat, atau kebiruan. Perhatian utama

yang mengancam jiwa pada TDV (Deep Vein Trombosite) adalah risiko

bergeraknya thrombus ke paru, yang disebut emboli paru. Maka dari itu,

terapi utama TDV (Deep Vein Trombosite) meliputi terapi antikoagulan

(yaitu heparin yang tidak terfraksinasi, heparin dengan berat molekul

rendah, atau fondaparinux) yang diberikan tumpang tindih dengan

heparin selama 5 hari. Terapi warfarin dilanjutkan minimum selama 3

bulan. Terapi non farmakologis, seperti meninggikan kaki lebih tinggi

dari jantung dan penggunaan panas, juga umum digunakan.

II.3 Patofisiologi Deep Vein Trombosite (6).

Gambar II.1 Pembekuan darah pada vena dalam.

Page 8: BAB II PRINT.docx

10

Berdasarkan “Triad of Virchow”, terdapat 3 faktor yang berperan

dalam patogenesis terjadinya trombosis pada arteri atau vena yaitu

kelainan dinding pembuluh darah, perubahan aliran darah dan perubahan

daya beku darah.

Trombosis vena adalah suatu deposit  intra vaskuler yang terdiri dari

fibrin, sel darah merah dan beberapa komponen trombosit dan leukosit.

Patogenesis terjadinya trombosis vena adalah sebagai berikut :

1. Stasis vena.

2. Kerusakan pembuluh darah.

3. Aktivitas faktor pembekuan.

Faktor yang sangat berperan terhadap timbulnya suatu trombosis

vena adalah statis aliran darah dan hiperkoagulasi.

1. Statis Vena (6).

Aliran darah pada vena cenderung lambat, bahkan dapat terjadi

statis terutama pada daerah-daerah yang mengalami immobilisasi

dalam waktu yang cukup lama.

Statis vena merupakan predis posisi untuk terjadinya trombosis

lokal karena dapat menimbulkan gangguan mekanisme pembersih

terhadap aktifitas faktor pembekuan darah sehingga memudahkan

terbentuknya trombin.

2. Kerusakan pembuluh darah (9).

Kerusakan pembuluh darah dapat berperan pada pembentukan

trombosis vena, melalui :

a. Trauma langsung yang mengakibatkan faktor pembekuan.

Page 9: BAB II PRINT.docx

11

b.  Aktifitasi sel endotel yang dilepaskan sebagai  akibat kerusakan

jaringan dan proses peradangan.

Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel

endotel. Endotel yang utuh bersifat non trombo genetik karena sel

endotel menghasilkan beberapa substansi seperti prostaglandin

(PG12), proteoglikan, aktifator plasminogen dan trombo-modulin, yang

dapat mencegah terbentuknya trombin.

Apabila endotel mengalami kerusakan, maka jaringan sub endotel

akan terpapar. Keadaan ini akan menyebabkan sistem pembekuan

darah di aktifkan dan trombosir akan melekat pada jaringan sub endotel

terutama serat kolagen, membran basalis dan mikro fibril. Trombosit

yang melekat ini akan melepaskan adenosin difosfat dan tromboksan

A2 yang akan merangsang trombosit lain yang masih beredar untuk

berubah bentuk dan saling melekat.

Kerusakan sel endotel sendiri juga akan mengaktifkan sistem

pembekuan darah.

3. Perubahan daya beku darah (9).

Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem

pembekuan darah dan sistem fibrinolisis. Kecendrungan terjadinya

trombosis, apabila aktifitas pembekuan darah meningkat atau aktifitas

fibrinolisis menurun.

Trombosis vena banyak terjadi pada kasus-kasus dengan aktifitas

pembekuan darah meningkat, seperti pada hiper koagulasi, defisiensi

Page 10: BAB II PRINT.docx

12

Anti trombin III, defisiensi protein C, defisiensi protein S dan kelainan

plasminogen.

Statis atau lambatnya aliran darah merupakan predisposisi untuk

terjadinya thrombosis dan tampaknya menjadi faktor pendukung pada

keadaan imobilisasi atau saat anggota gerak tidak dapat dipakai untuk

jangka waktu lama. Imobilisasi (seperti yang timbul selama masa

perioperasi atau pada paralisis) menghilangkan pengaruh pompa vena

perifer, meningkatkan stagnasi dan pengumpulan darah di ekstremitas

bawah. Statis darah dibelakang daun katup dapat menyebabkan

penumpukan trombosit dan fibrin, yang mencetuskan perkembangan

thrombosis vena.

Walaupun cedera endotel diketahui dapat mengawali

pembentukan thrombus, lesi yang nyata tidak selalu dapat

ditunjukkan. Tetapi, perubahan endotel yang tidak jelas, yang

disebabkan oleh perubahan kimiawi, iskemia, atau peradangan dapat

terjadi. Penyebab kerusakan endotel yang jelas adalah trauma

langsung pada pembuluh darah (seperti fraktur dan cedera jaringan

lunak) dan infus intravena atau zat-zat yang mengiritasi (seperti kalium

klorida, kemoterapi, atau antibiotik dosis tinggi.

Hiperkoagulabiitas darah bergantung pada interaksi kompleks

antara berbagai macam variable, termasuk endotel pembuluh darah,

faktor-faktor pembekuan dan trombosit, komposisi, dan sifat-sifat aliran

darah. Selain itu, sistem fibrinolitik intrinsik menyeimbangkan sistem

pembekuan melalui lisis dan disolusi bekuan untuk mempertahankan

Page 11: BAB II PRINT.docx

13

potensi vascular. Keadaan hiperkoagulasi timbul akibat perubahan

salah satu variabel ini. Kelainan hematologis, keganasan, trauma, terapi

estrogen, atau pembedahan dapat menyebabkan kelainan koagulasi.

Trombosis vena akan meningkatkan resistensi aliran vena dari

ekstremitas bawah. Dengan meningkatnya resistensi, pengosongan

vena akan terganggu, menyebabkan peningkatan volume dan tekanan

darah vena. Thrombosis dapat melibatkan kantong katup dan merusak

fungsi katup. Katup yang tidak berfungsi atau inkomptemen

mempermudah terjadinya statis dan penimbunan darah di ekstremitas.

Thrombus akan menjadi semakin terorganisir dan melekat pada

dinding pembuluh darah apabila trombus semakin matang. Sebagian

akibatnya, risiko embolisasi menjadi lebih besar pada fase-fase awal

thrombosis, namun demikian juga bekuan tetap dan dapat terlepas

menjadi emboli yang menuju sirkulasi paru. Perluasan progesif juga

meningkatkan derajat obstruksi vena dan melibatkan daerah-daerah

tambahan dari sistem vena. Pada akhirnya, patensi lumen mungkin

dapat distabilkan dalam derajat tertentu dengan retraksi bekuan dan

lisis melalui sistem fibrinolitik endogen. Sebagian besar pasien memiliki

lumen yang terbuka tapi dengan daun katup terbuka dan jaringan parut,

yang menyebabkan aliran vena dua arah.

Kerusakan lapisan intima pembuluh darah menciptakan tempat

pembentukan pembekuan darah.Trauma langsung pada pembuluh

darah, seperti pada fraktur atau dislokasi, penyakit vena dan iritasi

bahan kimia terhadap vena, semua dapat merusak vena.

Page 12: BAB II PRINT.docx

14

Kenaikan Koagubilitas terjadi paling sering pada pasien

dengan penghentian obat anti koagulan secara mendadak. Kontrasepsi

oral dan sejumlah besar diskrasia dapat menyebabkan

hiperkoagulabilitas.

Trombofelitis adalah peradangan dinding vena dan biasanya

disertai pembekuan darah. Ketika pertama kali terjadi bekuan pada

vena akibat statis atau hiperkoagulabilitas tanpa disertai peradangan,

maka proses ini dinamakan Flebotrombosit. Trombosis vena dapat

terjadi pada semua vena namun sering terjadi pada vena

ekstremitas. Gangguan ini dapat menyerang dengan baik vena

supervisial mapun vena dalam tungkai. Pada vena supervisial, vena

safena adalah yang paling sering terkena. Pada vena dalam tungkai

yang sering terkena adalah vena iliofemoralis.

Trombos vena tersusun atas agregat trombosit yang menempel

pada dinding vena, di sepanjang bangunan tambahan ekor yang

mengandug fibrin, sel darah putih dan sel darah merah. Bekuan darah

dapat membesar atau memanjang sesuai arah aliran darah akibat

terbentuknya lapisan bekuan darah. Trombosis vena yang terus tumbuh

ini sangat berbahaya karena sebagian bekuan dapat terlepas dan

mengakibatkan oklusi emboli pada pembuluh darah paru. Fragmentasi

dapat terjadi spontan karena bekuan secara alamiah bisa larut atau

dapat terjadi sehubungan dengan peningkatan tekanan vena seperti

saat berdiri tiba-tiba atau melakukan aktivitas otot setelah lama istirahat.

Page 13: BAB II PRINT.docx

15

II.4 Etiologi Deep Vein Trombosite (10).

1. Kerusakan sel endotel

a. Lupus eritematous.

b. Penyakit Burger’s.

c. Giant cell arteritis.

d. Penyakit Takayasu.

2. Hiperkoagulasi

a. Resistensi aktif protein C.

b. Sindrom antifosfolipid.

c. Defisiensi Antitrombin III.

d. Defisiensi Protein C dan S.

e. Disfibrogenemia.

3. Stasis

a. Gagal jantung kongestif.

b. Hiperviskositas.

c. Tirah baring yang terlalu lama.

d. Gangguan neurologik dengan hilangnya mekanisme pompa

otot.

Selain itu ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya

trombosis vena dalam seperti pada umur lanjut, obesitas, infeksi,

immobilisasi, penggunaan kontrasepsi, tembakau, dan perjalanan dengan

pesawat terbang serta riwayat trauma.

Page 14: BAB II PRINT.docx

16

II.5 Epidemologi (7).

DVT (Deep Vein Trombosite) menyerang jutaan orang di seluruh

dunia dan menyebabkan beberapa ratus ribu kematian setiap tahun di

Amerika Serikat. Insiden DVT (Deep Vein Trombosite) di Amerika Serikat

adalah 159 per 100 ribu atau sekitar 398 ribu per tahun. Tingkat fatalitas

kasus deep vein thrombosis, terutama karena kasus pulmonari embolism

yang fatal, berkisar dari 1% pada pasien-pasien muda sampai 10% pada

pasien yang lebih tua, dan tertinggi pada mereka dengan penyakit

keganasan. Tanpa tromboprofilaksis, insidensi DVT (Deep Vein

Trombosite) yang diperoleh di rumah sakit secara objektif adalah 10-40%

pada seluruh pasien medical dan surgical serta 40-60% pada operasi

ortopedik mayor. Dari sekitar 7 juta pasien yang selesai dirawat di 944

rumah sakit di Amerika, tromboemboli vena adalah komplikasi medis

kedua terbanyak, penyebab peningkatan lama rawatan, dan penyebab

kematian ketiga terbanyak. Oleh karena itulah strategi pencegahan DVT

(Deep Vein Trombosite) harus direncanakan sejak awal dan didukung

penuh mengingat risiko yang mungkin terjadi.

II.6 Klasifikasi (7)

Deep Vein Trombosite akan mempunyai keluhan dan gejala apabila

menimbulkan:

1. Bendungan Aliran Vena.

2. Peradangan dinding vena dan jaringan perivaskuler.

3. Emboli pada sirkulasi pulmoner.

Keluhan dan gejala Deep Vein Trombosite dapat berupa :

Page 15: BAB II PRINT.docx

17

1. Nyeri

Nyeri dibagian betis dan bisa menjalar ke bagian medial dan

anterior paha.

2. Pembengkakan

Pembengkakan terjadi karena adanya edema. Timbulnya edema

disebabkan oleh sumbatan vena dibagian proksimal dan peradangan

jaringan perivaskuler.

3. Perubahan warna kulit,yaitu :

a. Tidak spesifik dan tidak banyak pada Deep Vein Trombosite

disbanding thrombosis arteri.

b. Hanya 17%-20% kasus warna kulit bisa berubah pucat dan

kadang kadang warna ungu.

4. Sindrom post-trombosit.

Sumbatan vena dalam meningkatnya tekanan dinding vena

terjadinya inkompoten katub vena dan perforasi vena dalam sehingga

aliran darah kembali ke vena superfililasis jika otot berkontraksi dan

terjadi edema, kerusakan jaringan subkutan, bisa terjadi ulkus pada

vena yang di kenai.

II.2.7 Penatalaksanaan (7).

Diagnosis trombosis vena dalam ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis

didapatkan adanya keluhan nyeri pada kaki dan edema dan adanya

beberapa faktor resiko terjadinya trombosis vena dalam seperti pada umur

Page 16: BAB II PRINT.docx

18

lanjut, obesitas, infeksi, immobilisasi, penggunaan kontrasepsi, tembakau,

dan perjalanan dengan pesawat terbang serta adanya riwayat trauma.

Berdasarkan pemeriksaan fisis didapatkan.

1. Edema yang biasanya unilateral.

2. Nyeri dan nyeri tekan pada kaki.

3. Tanda Homan’s.

4. Distensi vena.

5. Demam.

6. Flegmasia cerulean dolens.

7. Flegmasia alba dolens.

Secara klinik trombosis vena dalam dapat dinilai dengan

menggunakan beberapa parameter. Berdasarkan skor klinik Scarvelis dan

Wells sebagai berikut :

a. Kanker yang aktif +1.

b. Paralisis atau pemasangan gips pada +1Ekstremitas bawah.

c. Bedrest > 3 hari atau operasi besar < 4 minggu +1.

d. Nyeri tekan yang terlokalisir +1.

e. Pembengkakan seluruh kaki +1.

f. Pembengkakan tungkai >3cm dibanding +1dengan kaki yang

Sebelahnya.

g. Pitting edema +1.

h. Sebelumnya pernah menderita DVT +1.

i. Kolateral vena superficial +1.

j. Alternatif diagnosis -2 Interpretasi.

Page 17: BAB II PRINT.docx

19

Pasien dengan DVT (Deep Vein Thrombosis) dapat asimptomatik.Gejala

yang sering timbul, antara lain rasa tidak nyaman pada betis atau paha

terutama saat berdiri dan berjalan yaitu edema, eritem, dan rasa nyeri

pada kaki yang terkena. Pemeriksaaan penunjang yang paling sering

digunakan untuk mendiagnsois DVT (Deep Vein Thrombosis)  adalah

pengukuran kadar D-dimer serum, dan venous compression duplex

ultrasonography. D-dimer merupakan hasil degradasi dari cross-linked

fibrin, yang dapat diukur kadarnya dari daraf perifer dan sensitif terhadap

adanya DVT (Deep Vein Thrombosis)  atau emboli paru akut. Meskipun

demikian, D-dimer kadarnya dapat juga meningkat pada beberapa kondisi

seperti kanker, inflamasi, infeksi, dan nekrosis sehingga hasil positif tidak

bersifat spesifik terhadap DVT (Deep Vein Thrombosis) . Selain itu, dari

literatur dikatakan bahwa D-dimer tidak begitu sensitif apabila hanya

terdapat trombosis vena di betis, dan juga hasilnya sering tidak bisa

digunakan untuk pasien dengan risiko tinggi mengalami DVT (Deep Vein

Thrombosis) . Jadi, kadar D-dimer normal dapat digunakan untuk

menyingkirkan diagnosis DVT (Deep Vein Thrombosis)  namun kadar

yang meningkat tidak bisa untuk menegakkan diagnosis dan tetap butuh

pemeriksaan lanjutan.

Venous compression duplex ultrasonography adalah teknik non-

invasif yang sering digunakan untuk mendiagnosis DVT (Deep Vein

Thrombosis) . Sensitivitas dan spesifisitas dalam mendiagnosis proksimal

DVT (Deep Vein Thrombosis)  yang simptomatik adalah 97% dan 94%,

dan untuk trombosis vena betis yang simptomatik hanya 75%. Instrumen

Page 18: BAB II PRINT.docx

20

ini dapat melihat apakah vena dapat terkompresi atau tidak, visualisasi

thrombus secara langsung, dan aliran darah pada vena. Teknik diagnostik 

yang masih menjadi  baku standarsampai sekarang  adalah venografi,

baik itu magnetic esonance venograph ataupun contrast venography.

Meskipun demikian, teknik ini bersifat invasif sering jarang digunakan

sehari-hari. Impedance Plethysmography kadang juga digunakan, dan

mempunyai sensitivitas sekitar 65% dalam mendiagnosis proksimal DVT

(Deep Vein Thrombosis) .

Gambar II.2 Alat Duplex Utrasonography

Adapun beberapa pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosa

trombosis vena dalam seperti :

DVT (Deep Vein Thrombosis) dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe sentral

(iliac DVT dan femoral DVT) dan tipe perifer (DVT pada vena poplitea dan

daerah distal). Berdasarkan gejala dan tanda klinis serta derajat

keparahan drainase vena DVT (Deep Vein Thrombosis) dibagi menjadi

Page 19: BAB II PRINT.docx

21

DVT (Deep Vein Thrombosis) akut dan kronis. Diagnosis DVT (Deep Vein

Thrombosis) ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan tanda yang

ditemukan pada pemeriksaan fisik serta ditemukannya faktor

resiko. Tanda dan gejala DVT (Deep Vein Thrombosis) antara lain edema,

nyeri dan perubahan warna kulit (phlegmasia alba dolens/milk leg,

phlegmasia cerulea dolens/blue leg).

Pasien dengan DVT (Deep Vein Thrombosis)dapat memiliki gejala

dan tanda yang minimal dan tidak khas karenanya pemeriksaan tambahan

seringkali diperlukan untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan D-dimer

<0,5 mg/ml dapat menyingkirkan diagnosis DVT (Deep Vein Thrombosis).

Nilai prediktif negatif pemeriksaan D-dimer pada DVT (Deep Vein

Thrombosis) lebih dari 95%, pemeriksaan ini bersifat sensitif tapi tidak

spesifik, sehingga tidak dapat dipakai sebagai tes tunggal untuk diagnosis

DVT (Deep Vein Thrombosis). Angiografi (venografi atau flebografi)

merupakan pemeriksaan baku yang paling bermakna (gold standard),

namun pemeriksaan non invasive ultrasound (USG Doppler) dapat

menggantikan peran angiografi pada kondisi tertentu. USG Doppler

memberikan sensitivitas 95% dan spesifisitas 96% untuk mendiagnosa

DVT yang simptomatis dan terletak pada bagian proksimal akan tetapi

pada isolated calf vein thrombosis sensitivitasnya hanya 60% dan

spesifisitasnya kurang lebih 70%. Jika dengan metode pemeriksaan USG

doppler dan D-dimer diagnosis DVT belum dapat ditegakkan

maka magnetic resonance venography (MRV) harus dilakukan.

Page 20: BAB II PRINT.docx

22

1. Tes Darah

Tes D-dimer

Plasma D-dimer adalah spesifik turunan dari fibrin, yang dihasilkan

ketika fibrin terdegradasi oleh plasmin, jadi konsentrasinya meningkat

pada pasien dengan tromboembolisme vena. Walaupun sensitif untuk

tromboembolisme vena, konsentrasi yang tinggi D-dimer tidak cukup

spesifik untuk membuat suatu diagnosis karena d-dimer juga dapat

meninggi pada kelainan seperti keganasan, kehamilan dan setelah

operasi.

2. Imaging (pencitraan)

a). Venografi

Merupakan suatu pemeriksaan “gold standard” untuk

menegakkan diagnosa trombosis vena dalam dengan

menggunakan kontras. Prosedur ini invasif tetapi resikonya kecil

terhadap suatu reaksi alergi atau trombosis vena. Berikut gambaran

trombosis vena dalam pada poplitea.

b). Ultrasonografi

Merupakan suatu pemeriksaan yang non invasif, tetapi

ultrasonografi bukan suatu pemeriksaan yang memuaskan untuk

menegakkan diagnosis trombosis vena pada tungkai. Ultrasonografi

mempunyai tiga teknik dalam penggunaannya sebagai berikut:

1. Kompresi ultrasound yaitu dengan memberikan tekanan pada

lumen pembuluh darah jika tidak ada sisa lumen saat dilakukan

Page 21: BAB II PRINT.docx

23

tekanan ini mengindikasikan bahwa tidak adanya trombosis pada

vena.

2. Dupleks ultrasonografi yaitu karakteristik aliran darah dinilai

dengan menggunakan pulsasi signal Doppler. Aliran darah yang

normal terjadi secara spontan dan fasik dengan pernapasan.

Ketika pola fasik tidak ada, ini mengindikasikan adanya obstruksi

dari aliran vena.

3. Colour flow duplex yaitu menggunakan teknik dupleks

ultrasonografi tetapi dengan tambahan warna pada Doppler

sehingga dengan mudah mengidentifikasi pembuluh darah.

c).  CT-Scan dan MRI

Dengan Ct-Scan dapat menunjukkan adanya trombosis vena

dalam dan jaringan lunak sekitar tungkai yang membengkak. Seda-

ngkan MRI sangat sensitif dan dapat mendiagnostik kecurigaan

adanya trombosis pada vena iliaka atau vena cava inferior.