KELOMPOK THT TUBA print.docx

79
Gangguan Fungsi Tuba Eustachius Oleh : Welci Merie Octavia 11-2012-096 Ham Miza Devina Martina Adisusilo 11-2012-044 Pembimbing : Dr. Yuswandi,Sp.THT-KL Dr. Tantri, Sp.THT-KL 1

Transcript of KELOMPOK THT TUBA print.docx

Page 1: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Gangguan Fungsi Tuba Eustachius

Oleh :

Welci

Merie Octavia 11-2012-096

Ham

Miza

Devina Martina Adisusilo 11-2012-044

Pembimbing :

Dr. Yuswandi,Sp.THT-KL

Dr. Tantri, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU THT

RS BAYUKARTA KARAWANG

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

1

Page 2: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Kata Pengantar

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat Nya, kami dapat

menyelesaikan tugas ini dengan judul “Gangguan Fungsi Tuba Eustachius”. Makalah ini

bertujuan untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi tuba eustachius

dan hubungannya dengan proses pendengaran kita.

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan masih

banyak yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang

membangun guna menambah ilmu dan pengetahuan mengenai THT khususnya organ telinga.

Tak lupa kami ucapkan terima kasih pada seluruh pembimbing atas ilmu dan

bimbingannya selama ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarta, 30 Desember 2013

Kel

2

Page 3: KELOMPOK THT TUBA print.docx

DAFTAR ISI

BAB I

STATUS PASIEN............................................................................................................1-14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 152. ANATOMI DAN FISIOLOGI JALAN NAFAS ATAS 15-173. ANESTESI UMUM 17-244. LMA 24-37

BAB III DISKUSI 38-40

DAFTAR PUSTAKA 41

3

Page 4: KELOMPOK THT TUBA print.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah merupakan suatu ruang di tulang temporal yang terisi oleh udara dan dilapisi

oleh membran mukosa. Pada bagian lateral, telinga tengah berbatasan dengan membran

timpani, sedangkan pada bagian medial berbatasan dengan dinding lateral telinga dalam.

Telinga tengah terdiri dari dua bagian, yaitu kavum timpani yang secara langsung berbatasan

langsung dengan membrane timpani dan resessus epitimpanika pada bagian superior. Telinga

tengah terhubung dengan area mastoid pada bagian posterior dan nasofaring melalui suatu

kanal yang disebut tuba Eustachius (pharyngotympanic )

Gambar 1. Anatomi Telinga Tengah

1.2 Anatomi Tuba Eustachius

Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan

nasofaring dan menyeimbangkan tekanan pada kedua sisi dari membrane timpani. Tuba

Eustachius terbuka di dinding anterior telinga tengah, dan dari sini akan berjalan ke depan,

medial, dan kebawah untuk masuk ke nasofaring, posterior dari meatus inferior kavitas nasi.

Tuba Eustachius terdiri dari pars osseus dan pars catilaginosa. Tulang rawan

(fibrokartilaginosa) pada dua pertiga medial ke arah nasofaring dan sepertiga lateralnya

terdiri atas tulang. Ujung dari pars osseus dapat terlihat pada permukaan inferior tengkorak

4

Page 5: KELOMPOK THT TUBA print.docx

pada hubungan dari pars squamosa dan petrosa tulang temporal, posterior ke arah

foramen/fenestra ovale dan foramen spinosum. Osteum pharyngeum tuba auditiva

(pharyngotympanica) Eustachii terletak di sisi lateral nasofaring setinggi meatus nasalis

inferior. Ujung dinding tulang rawan saluran ini menonjol membentuk torus tubarius. Tuba

berhubungan dengan nasofaring dengan berjalan melalui pinggir atas m. constrictor

pharynges superior

Gambar 2. Tuba Auditiva Eustachii

Gambar 3. Osteum Pharyngeum Tubae Auditiva Eustachii

5

Page 6: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Arteri yang memperdarahi tuba Auditiva Eustachius berasar dari beberapa tempat.

Cabangnya berasal dari arteri pharyngealis ascenden (cabang dari arteri carotis eksterna) dan

2 cabang dari arteri maksilaris (arteri meningea media dan arteri pada canalis pterygoideus).

Drainase vena tuba Eustachius pada pleksus pterygoideus pada fossa infratemporalis

Gambar 4. Pembuluh Darah Tuba Auditiva Eustachii

Persarafan dari Lapisan membran mukosa tuba Eustachius berawal dari pleksus timpanikus

karena ini berlanjut dengan membran mukosa yang melapisi kavitas timpani, lapisan dalam

membran timpani, dan antrum mastoid dan sel udara mastoid. Pleksus ini menerima

kontribusi mayor dari nervus timpanikus, cabang nervus glossopharyngeus (N-IX)

Gambar 5. Persarafan Tuba Auditiva Eustachii

Origo otot tensor timpani teletak di sebelah atas bagian bertulang, sementara kanalis

karotikus terletak di bagian bawahnya. Bagian kartilaginosa berjalan melintasi dasar

6

Page 7: KELOMPOK THT TUBA print.docx

tengkorak untuk masuk ke faring di atas otot konstriktor superior. Bagian ini biasanya

tertutup tapi dapat dibuka melalui kontraksi otot levator palatinum dan tensor palatinum yang

masing-masing disarafi pleksus faringealis dan saraf mandibularis.

Gambar 6. Otot Tuba Auditiva Eustachii

Tuba Eustachius bayi berbeda dengan dewasa. Pada bayi dan anak, tuba lebih pendek, lebih

lebar, dan kedudukannya lebih horizontal dari tuba orang dewasa. Panjang tuba orang dewasa

37,5 mm dan pada anak di bawah 9 bulan adalah 17,5 mm. Hal ini merupakan suatu alasan

mengapa radang tuba Eustachius begitu lazim pada bayi, terutama pada masa-masa minum

dari botol. Dengan perkembangan anak, tuba bertambah panjang, sempit, serta mengarah ke

bawah di sebelah medial. 1

Gambar 7. Perbedaan Tuba Auditiva Eustachii Dewasa dan Bayi

1.3 Fisiologi Tuba Eustachius

Tuba Eustachius berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi

membran timpani. Fungsi tuba ini adalah untuk ventilasi, drainase sekret, dan proteksi telinga

7

Page 8: KELOMPOK THT TUBA print.docx

tengah dari kontaminasi sekret nasofaring (menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke

telinga tengah). Ventilasi berguna untuk menjaga agar tekanan udara dalam telinga tengah

selalu sama dengan tekanan udara luar. Adanya fungsi ventilasi tuba ini dapat dibuktikan

dengan melakukan perasat Valsalva dan perasat Toynbee. Perasat Valsalva dilakukan dengan

cara meniupkan dengan keras dari hidung sambil hidung dipencet serta mulut ditutup. Bila

tuba terbuka maka terasa udara masuk ke dalam rongga telinga tengah yang menekan

membrane timpani ke arah lateral. Perasat ini tidak boleh dilakukan apabila ada infeksi pada

saluran pernapasan atas. Perasat Toynbee dilakukan dengan cara menelan ludah sambil

hidung dipencet serta mulut ditutup. Bila tuba terbuka maka akan terasa membrane timpani

tertarik ke medial. Perasat ini lebih fisiologis. 1

Ventilasi tuba Eustachius juga dapat dinilai dengan melihat pergeseran ke lateral dari

membrane timpani memakai otoskop, atau bila ada perforasi, dengan melakukan auskultasi

tuba sementara pasien memijit hidungnya dan menelan (maneuver Toynbee), atau pasien

memijit hidung dan menghembus kuat lewat lubang hidung yang tertutup dengan mulut

tertutup hingga telinganya “meletup” (maneuver Valsava). Telinga tengah dapat pula ditiup

dengan cara politzerisasi dimana udara dipaksa masuk lewat hidung sementara nasofaring

tertutup saat pasien menelan. Udara dimasukkan lewat hidung memakai balon Politzer

berujung bulat.

Tuba biasanya dalam keadaan tertutup dan baru terbuka apabila oksigen diperlukan

masuk ke telinga tengah atau pada saat mengunyah, menelan, dan menguap. Pembukaan tuba

dibantu oleh kontraksi aktif dari otot tensor veli palatini pada saat menelan, atau saat

menguap, atau saat membuka rahang, atau apabila perbedaan tekanan berbeda antara 20 – 40

mmHg.

Sekresi telinga tengah akan dialirkan ke nasofaring melalui tuba Eustachius yang

berfungsi normal. Jika tuba Eustachius tersumbat, maka akan tercipta keadaan vakum dalam

telinga tengah. Sumbatan yang lama dapat mengarah pada peningkatan produksi cairan yang

makin memperberat masalah. Bila tidak dapat diatasi dengan pengobatan, maka keadaan

vakum harus dihentikan dengan miringotomi. Dengan demikian cairan dapat didrainase

melalui tuba Eustachius. Tuba Eustachius dapat melindungi telinga tengah dari kontaminasi

sekresi telinga tengah dan organisme patogenik karena tuba Eustachius selalu tertutup.

Poteksi normal ini dapat terganggu akibat menghembus hidung yang terlalu kuat atau terus-

menerus mengendus-ngendus sehingga organism dapat masuk ke telinga tengah. Gangguan

fungsi tuba dapat terjadi oleh beberapa hal, seperti tuba terbuka abnormal, myoklonus palatal,

palatoskisis, dan obstruksi tuba.

8

Page 9: KELOMPOK THT TUBA print.docx

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Disfungsi Tuba Eustachius

Disfungsi Tuba Eustachius merupakan suatu keadaan terbloknya tuba eustachius atau

tidak bisa terbuka secara baik, terbuka abnormal, myoklonus palatal, palatoskisis, dan

obstruksi tuba. Udara tidak dapat masuk ke dalam telinga tengah. Padahal, tekanan udara di

luar membran timpani lebih besar dibandingkan tekanan udara di telinga tengah. Keadaan ini

mendorong membran timpani masuk ke dalam. Membran timpani menjadi tegang dan tidak

bergetar dengan baik ketika dilalui oleh gelombang suara.

Gejala utamanya yaitu pendengaran tidak tajam. Dapat juga dirasakan nyeri pada

telinga karena membran timpani menjadi tegang. Gejala lain yang bisa muncul termasuk:

terasa penuh dalam telinga, tinnitus (telinga berdenging), dan pusing. Salah satu atau kedua

telinga dapat terkena.1,4

Gejala dapat muncul dari beberapa jam hingga beberapa minggu atau lebih. Hal itu

tergantung penyebabnya. Pada kasus pilek batuk, gejala akan hilang dalam kurang lebih

seminggu. Saat gejala sudah ringan, penderita akan mendapat sensasi suara dalam telinga.

Selain itu, pendengaran berkurang akan hilang dan timbul pada beberapa waktu sebelum

kembali pulih.

Disfungsi Tuba Eustachius terjadi bila tuba eustachius ter-blok atau jika dinding tuba

membengkak atau jika tuba tidak dapat terbuka yang seharusnya untuk mengalirkan udara ke

telinga tengah.

2.2 ISPA

Hal ini merupakan penyebab tersering dari disfungsi tuba eustachius. Hidung yang

tersumbat atau mucus yang timbul saat flu atau infeksi lain merupakan factor pencetus terjadi

disfungsi tuba dalam ISPA. Akibat infeksi, baik dari virus, bakteri maupun jamur dapat

menyebabkan mukosa tuba eustachius menjadi radang dan membengkak dan akhirnya

menyebabkan terjadinya gangguan pada motilitas silia tuba di mana silia menjadi lumpuh.

Silia yang lumpuh ini mengakibatkan fungsi pencegahan invasi kuman menjadi terganggu

dan kuman dapat masuk ke dalam telinga tengah dan menyebakan peradangan telinga tengah.

Kuman penyebab terjadinya gangguan fungsi tuba akibat daripada ISPA adalah dari

golongan bakteri piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus Influenzae,

Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, Pneumococcus, Moraxella catarrhalis dan

9

Page 10: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Haemophilus influenza. Sering kali bakteri ini sering ditemukan pada anak di bawah usia

lima tahun, meskipun juga potogen pada orang dewasa.

Pada banyak kasus, Disfungsi Tuba Eustachius yang terjadi ringan atau tidak

berlangsung lama, oleh itu kadangkala tidak diberikan pengobatan khusus karena gejala akan

segera hilang seiringan dengan penyembuhan, namun di anjurakan untuk melakukan perasat

valsava yaitu dengan menarik napas dalam-dalam lalu mencoba membuang napas dengan

menutup mulut atau menjepit hidung.

Pemberian dekongestan nasal spray/ tetes diberikan jika pasien mengalami batuk pilek

atau hal lain yang menyebabkan hidung tersumbat. Walau bagaimanapun tidak dianjurkan

menggunakan lebih dari 7 hari karena akan memperburuk kongesti di nasal.

2.3 Rhinitis alergi

Rhinitis alergi merupakan suatu penyakit peradangan yang di mulai dengan tahap

sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi dapat berlangsung menjadi 2 tahap,

yaitu tahap lambat dan cepat. Pada tahap lambat, reaksi alergi berlangsung sekitar 2- 4 jam

dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dengan allergen (baik debu, pollen, atau suhu

dingin) dan menetap sehingga sampai 1-2 hari. Hal ini berhubungan dengan berkumpulnya

sel-sel peradangan (eosinofil, basofil, neutrofil, monosit dan limfosit), pada tempat

berkumpulnya sel-sel ini akan menyebabkan terjadinya pembengkakkan dan keluarnya lender

kental. Pada tahap cepat pula, reaksi alergi berlangsung sejak kontak dengan allergen sekita

5- 30 menit sampai kurang lebih 1 jam setelahnya. Gejalanya bisa bersin-bersin dan hidung

meler akibat hambatan didalam hidung, hal ini berhubungan dengan perlepasan zat yang

bernama histamin

Rhinitis menyebabkan mukosa hidung teriritasi, membengkak dam menyempitkan

saluran tuba eustachius akhirnya menyebabkan terjadinya gangguan pada motilitas silia tuba

di mana silia menjadi lumpuh dan gangguan fungsi tuba terganggu.

Pemberian antihistamin disarankan apabila memang ternyata penyebabgangguan tuba

eustachius adalah dari alergi, pada situasi ini antihistamin membantu untuk meringankan

kongesti nasal dan peradangan dan sekaligus diharapkan mengembalikan fungsi tuba

eustachius.

10

Page 11: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Selain itu boleh juga diberikan steroid nasal spray ada alergi atau penyebab

peradangan yang persisten di hidung, pemberian steroid nasal spray membutuhkan beberapa

hari untuk efek yang penuh, oleh itu penderita tidak akan merasakan perubahan atau

pembaukan saat awal mula pemakaian.

2.4 Tumor

KARSINOMA NASOFARING

Anatomi Nasofaring

Nasofaring merupakan rongga dengan dinding kaku di atas, belakang, dan lateral. Di

sebelah atas nasofaring dibentuk oleh korpus sfenoid dan prosesus basilar os. Oksipital,

sebelah anterior oleh koana dan palatum mole, sebelah posterior oleh vertebra servikalis, dan

di sebelah inferior nasofaring berlanjut menjadi orofaring. Orifisium tuba Eustachius terletak

pada dinding lateral nasofaring, di belakang ujung posterior konka inferior. Di sebelah atas

belakang orifisium tuba Eustachius terdapat satu penonjolan yang dibentuk oleh kartilago

Eustachius.

Ruang nasofaring memiliki hubungan dengan beberapa organ penting:

♣ Pada dinding posterior terdapat jaringan adenoid yang meluas ke arah kubah.

♣ Pada dinding lateral dan pada resesus faringeus terdapat jaringan limfoid yang dikenal

sebagai fossa Rosenmuller.

♣ Torus tubarius merupakan refleksi mukosa faringeal di atas bagian kartilago tuba

Eustachius, berbentuk lonjong, tampak seperti penonjolan ibu jari ke dinding lateral

nasofaring di atas perlekatan palatum mole.

♣ Koana posterior rongga hidung.

♣ Foramen kranial yang terletak berdekatan dan dapat terkena akibat perluasan penyakit

nasofaring, termasuk foramen jugularis yang dilalui nervus glosofaringeus, vagus, dan

asesorius spinalis, dan foramen hipoglosus yang dilalui nervus hipoglosus.

♣ Struktur pembuluh darah yang penting dan terletak berdekatan adalah sinus petrosus

inferior, vena jugularis interna, cabang-cabang meningeal dari oksipital dan arteri

faringeal asenden.

♣ Tulang temporalis bagian petrosa dan foramen laserum yang letaknya dekat dengan

bagian lateral atap nasofaring.

♣ Ostium dari sinus-sinus sfenoid.

11

Page 12: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Gambar 8. Struktur Anatomi Nasofaring

Batas-batas nasofaring :

♣ Superior : basis cranii, diliputi oleh mukosa dan fascia.

♣ Inferior : bidang horizontal yang ditarik dari palatum durum ke posterior, batas ini

bersifat subyektif karena tergantung dari palatum durum.

♣ Anterior : koana, yang dipisahkan menjadi koana dextra dan sinistra oleh os vomer.

♣ Posterior : vertebra cervicalis I dan II, fascia space, mukosa lanjutan dari mukosa

bagian atas.

♣ Lateral : mukosa lanjutan dari mukosa di bagian superior dan posterior, muara tuba

Eustachii, fossa Rosenmuller.

Gejala-gejala dan tanda klinis :

Gejala yang timbul oleh tumor nasofaring beraneka ragam, tidak ada gejala pasti yang

khusus untuk tumor nasofaring karena tumor primer itu sendiri dalam nasofaring kadang

tidak menimbulkan gejala. Tumor nasofaring dapat menimbulkan gejala-gejala hingga

penderita datang berobat keberbagai ahli.4

Tumor ini menimbulkan gejala bila sudah ada penyebaran.

1. Gejala nasofaring (tumor primer )

Asimptomatik.

Hidung tumpat

Epistaksis ringan

12

Page 13: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Untuk itu nasofaring harus diperiksa dengan cermat, kalau perlu dengan

nasofaringoskop. Karena sering gejala belum ada sedangkan tumor sudah bertumbuh

atau tumor tidak nampak karena masih terdapat dibawah mukosa ( creeping

tumor ).1,2,3,4

2. Gangguan pada telinga/pendengaran.

Merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor dekat muara tuba

eustachius ( fossa Rossen-Muller ) hingga tuba tertutup. Gangguan dapat berupa :

Tinitus

Tuli (deafness ) akibat timbulnya otitis media serosa

Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri ( otalgia )

Tidak jarang penderita dengan gangguan pendengaran ini baru kemudian disadari

bahwa penyebabnya adalah karsinoma nasofaring.1,2,4

3. Gejala mata dan syaraf

Infiltrasi dasar tengkorak

Merupakan gejala karsinoma. Penjelasan melalui fenomena laserum akan

mengenai syaraf otak N.III, N.VI, dapat pula ke N.V dapat menimbulkan gejala :

Diplopia

Juling

Neuralgia terminal.1,2,4

Penderita datang dengan keluhan juling bila melirik kekanan bengkak leher

sebelah kanan sejak dua bulan, tidak nyeri. Tidak ada keluhan lain. Pada pemeriksaan

terdapat masssa kelenjar limfe-3 dan paralysis N.VI kanan. Biopsy nasofaring

memastikan diagnosis karsinoma dengan penyebaran kelenjar limfe (N3) dan

penyusupan ke dasar tengkorak ( petrosfenoidal ).2,4

a. Pada pandangan lurus kedepan tampak normal

b. Penderita melirik kekanan, mata kanan tidak bergerak ke kanan

c. Penderita melirik kekiri tidak ada gangguan gerakan bola mata.2

Infiltrasi para faring

Yaitu tengkorak lateral dan belakang tumor masuk menjalar, sepanjang dasar

tengkorak dapat merusak syaraf-syaraf yang melalui foramen jugularis yaitu N.IX,

13

Page 14: KELOMPOK THT TUBA print.docx

X, XI dan XII sehingga menimbulkan paralise motorik atau sensorik pada faring

dan laring.2

Pembengkakkan leher

Tiga dari empat penderita tumor nasofaring mengalami pembengkakkan pada

leher, ini merupakan gejala utama hampir 50% penderita. Oleh tumor dalam

nasofaring tidak menimbulkan gejala, satu-satunya keluhan penderita ialah

pembengkakkan pada leher. Menghadapi penderita demikian maka nasofaring

penderita harus di periksa. Sebelum dilakukan biopsy kelenjar leher yang

membesar pada daerah nasofaring yang mencurigakan harus dilakukan biopsy

lebih dahulu.2

2.5. Adenoid

Adenoid merupakan massa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid

yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun

teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong

diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah,

dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus.

Adenoid terletak pada dinding posterior nasofaring, berbatasan dengan kavum

nasi dan sinus paranasalis pada bagian anterior, serta kompleks tuba Eustachius –

telinga tengah – kavum mastoid pada bagain lateral. Jaringan adenoid di nasofaring

terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fossa

Rosenmuller dan orifisium tuba Eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-

masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7

tahun kemudian akan mengalami regresi.

Vaskularisasi adenoid diperoleh melalui cabang faringeal a.carotis eksternal,

beberapa cabang minor berasal dari a.maxilaris interna dan a.fasialis. Innervasi sensible

merupakan cabang dari n.glosofaringeus dan n.vagus. Anatomi mikro dan makroskopik

dari adenoid menggambarkan fungsinya dan perbedaannya dengan tonsila palatina.

Adenoid adalah organ limfoid yang mengalami invaginasi dalam bentuk lipatan yang

dalam, hanya terdiri beberapa kripte berbeda dengan tonsila palatine yang memiliki

jumlah kripte lebih banyak.2,3

14

Page 15: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Gambar 9. Tonsilla Pharingeal (Adenoid)

Fungsi adenoid adalah bagian dari imunitas tubuh. Adenoid merupakan jaringan

limfoid bersama dengan struktur lain dalam cincin Waldeyer. Adenoid memproduksi

IgA sebagai bagian penting sistem pertahanan tubuh lini terdepan dalam memproteksi

tubuh dari invasi mikroorganisme dan molekul asing

Proses imunologi pada adenoid dimulai ketika bakteri, virus, atau antigen

makanan memasuki nasofaring mengenai epitel kripte yang merupakan kompartemen

adenoid pertama sebagai barrier imunologis. Kemudian terjadi absorbsi secara selektif

oleh makrofag, sel HLA dan sel M dari tepi adenoid. Antigen selanjutnya diangkut dan

dipresentasikan ke sel T pada area ekstra-folikuler dan ke sel B pada sentrum

germinativum oleh follicular dendritic cells – FDC.

Hipertrofi Adenoid

Adenoid merupakan massa yang terdiri dari jaringan limfoid pada dinding posterior

nasofaring di atas batas palatum molle dan termasuk dalam cincin Waldeyer. Secara

fisiologik pada anak-anak, adenoid dan tonsil mengalami hipertrofi. Adenoid ini membesar

pada anak usia 3 tahun dan kemudian mengecil dan menghilang sama sekali pada usia 14

tahun. Apabila sering terjadi infeksi pada saluran napas bagian atas, maka dapat terjadi

hipertrofi adenoid yang akan mengakibatkan sumbatan pada koana dan tuba Eustachius.

15

Page 16: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Akibat sumbatan koana pasien akan bernapas melalui mulut sehingga terjadi (1) fasies

adenoid, yaitu tampak hidung kecil, gigi insisivus ke depan (prominen), arkus faring tinggi

yang menyebabkan kesan wajah pasien tampak seperti orang bodoh; (2) faringitis dan

bronkitis; serta (3) gangguan ventilasi dan drainase sinus paranasal sehingga menimbulkan

sinusitis kronik. Obstruksi dapat mengganggu pernapasan hidung dan menyebabkan

perbedaan dalam kualitas suara. Akibat sumbatan tuba Eustachius akan terjadi otitis media

akut berulang dan akhirnya dapat terjadi otitis media supuratif kronik. Akibat hipertrofi

adenoid juga dapat menimbulkan retardasi mental, pertumbuhan fisik berkurang, gangguan

tidur dan tidur ngorok. Hipertrofi adenoid juga dapat menyebabkan beberapa perubahan

dalam struktur gigi dan maloklusi.2

Gambar 10. Gambaran Obstructive Sleep Apnea

Etiologi

Etiologi pembesaran adenoid dapat diringkas menjadi 2, yaitu secara fisiologis dan

faktor infeksi. Secara fisiologis, adenoid akan mengalami hipertrofi pada masa puncaknya,

yaitu 3-7 tahun. Biasanya asimptomatik, namun jika cukup membesar akan menimbulkan

gejala. Hipertrofi adenoid juga didapatkan pada anak yang mengalami infeksi kronik atau

rekuren pada saluran pernapasan atas (ISPA). Hipertrofi adenoid terjadi akibat adenoiditis

yang berulang kali antara usia 4-14 tahun.

Patofisiologi

Pada balita jaringan limfoid dalam cincin Waldeyer sangat kecil. Pada anak berumur 4

tahun bertambah besar karena aktivitas imun, karena tonsil dan adenoid (pharyngeal tonsil)

16

Page 17: KELOMPOK THT TUBA print.docx

merupakan organ limfoid pertama di dalam tubuh yang memfagosit kuman-kuman patogen.

Jaringan tonsil dan adenoid mempunyai peranan penting sebagai organ yang khusus dalam

respon imun humoral maupun selular, seperti pada bagian epithelium kripte, folikel limfoid

dan bagian ekstrafolikuler. Oleh karena itu, hipertrofi dari jaringan merupakan respon

terhadap kolonisasi dari flora normal itu sendiri dan mikroorganisme patogen .

Adenoid dapat membesar seukuran bola ping-pong, yang mengakibatkan tersumbatnya

jalan udara yang melalui hidung sehingga dibutuhkan adanya usaha yang keras untuk

bernapas, sebagai akibatnya terjadi ventilasi melalui mulut yang terbuka. Adenoid juga dapat

menyebabkan obstruksi pada jalan udara pada nasal sehingga mempengaruhi suara.

Pembesaran adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada tuba Eustachius yang akhirnya

menjadi tuli konduktif karena adanya cairan dalam telinga tengah akibat tuba Eustachius

yang tidak bekerja efisien karena adanya sumbatan .1,4

Penyebab utama hipertrofi jaringan adenoid adalah infeksi saluran napas atas yang

berulang. Infeksi dari bakteri-bakteri yang memproduksi beta-lactamase, seperti

Streptoccocus Beta Hemolytic Group A (SBHGA), Staphylococcus aureus, Moraxella

catarrhalis, Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenzae, apabila mengenai

jaringan adenoid akan menyebabkan inflamasi dan hipertrofi. Jaringan adenoid yang

seharusnya mengecil secara fisiologis sejalan dengan pertambahan usia, menjadi membesar

dan pada akhirnya menutupi saluran pernapasan atas. Hambatan pada saluran pernapasan atas

akan mengakibatkan pernapasan melalui mulut dan pola perkembangan sindrom wajah.

Menurut Linder-Arosson (2000), sindrom wajah adenoid diakibatkan oleh penyumbatan

saluran napas atas kronis oleh karena hipertrofi jaringan adenoid. Penyumbatan saluran napas

atas kronis menyebabkan kuantitas pernapasan atas menjadi menurun, sebagai penyesuaian

fisiologis penderita akan bernapas melalui mulut. Pernapasan melalui mulut menyebabkan

perubahan struktur dentofasial yang dapat mengakibatkan maloklusi, yaitu posisi rahang

bawah yang turun dan elongasi, posisi tulang hyoid yang turun sehingga lidah akan

cenderung ke bawah dan ke depan, serta meningginya dimensi vertical.

Faktor etiologi lainnya dari sindroma wajah adenoid adalah inflamasi mukosa hidung,

deviasi septum nasalis, anomali kogenital dan penyempitan lengkung maksila.

Gejala Klinis

♣ Obstruksi Nasi

Pembesaran adenoid dapat menyumbat parsial atau total respirasi hidung sehingga

terjadi ngorok, percakapan hiponasal, dan membuat anak akan terus bernapas melalui

17

Page 18: KELOMPOK THT TUBA print.docx

mulut. Beberapa peneliti menunjukkan korelasi statistik antara pembesaran adenoid dan

kongesti hidung dengan rinoskopi anterior.1,2

♣ Sleep Apnea

Sleep apnea pada anak berupa adanya episode apnea saat tidur dan hipersomnolen pada

siang hari. Sering juga disertai dengan hipoksemia dan bradikardi. Episode apnea dapat

terjadi akibat adanya obstruksi, sentral atau campuran.

Gambar 11. Gejala Obstruksi Saluran Napas Atas

♣ Facies Adenoid

Secara umum telah diketahui bahwa anak dengan pembesaran adenoid mempunyai

tampak muka yang karakteristik. Tampakan klasik tersebut meliputi :

Mulut yang terbuka, gigi atas yang prominen dan bibir atas yang pendek. Namun sering

juga muncul pada anak-anak yang minum susu dengan menghisap dari botol dalam

jangka panjang. Hidung yang kecil, maksila tidak berkembang/hipoplastik, sudut

alveolar atas lebih sempit, dan arkus palatum lebih tinggi.

♣ Efek Pembesaran Adenoid Pada Telinga

Hubungan pembesaran adenoid atau adenoiditis rekuren dengan otitis media efusi telah

dibuktikan baik secara radiologis maupun berdasarkan penelitian tentang tekanan oleh

Bluestone. Otitis media efusi merupakan keadaan dimana terdapat efusi cairan di

telinga tengah dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda radang. Hal ini dapat

terjadi akibat adanya sumbatan pada tuba Eustachius. Keadaan alergik juga sering

berperan sebagai faktor tambahan dalam timbulnya efusi cairan di telinga tengah .2

Penegakkan Diagnosis

1) Tanda dan gejala klinik

18

Page 19: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Bila hipertrofi adenoid berlangsung lama, akan timbul wajah adenoid, yaitu pandangan

kosong dengan mulut terbuka. Biasanya langit-langit cekung dan tinggi. Karena

pernapasan melalui hidung terganggu akibat sumbatan adenoid pada koana, terjadi

gangguan pendengaran dan penderita sering beringus.

2) Pemeriksaan rinoskopi anterior dengan melihat tertahannya gerakan velum palatum

mole pada  waktu fonasi. Pada pemeriksaan tepi anterior adenoid yang hipertrofi terlihat

melalui lubang hidung bila sekat hidung lurus dan konka mengerut. Dengan meletakkan

ganjal di antara deretan gigi atas dan bawah, adenoid yang membesar dapat diraba.

3) Pemeriksaan rinoskopi posterior (pada anak biasanya sulit).

4) Pemeriksaan nasoendoskopi dapat membantu untuk melihat ukuran adenoid secara

langsung.

5) Pemeriksaan radiologi dengan membuat foto polos lateral kepala agar dapat melihat

pembesaran adenoid. Prosedur pemeriksaan radiologi :

♣ Posisi pasien : Pemeriksaan dilakukan pada pasien dengan posisi berdiri tegak pada

film sejauh 180 cm.

♣ Pengukuran adenoid (A) : A’ adalah titik konveks maksimal sepanjang tepi inferior

bayangan adenoid. Garis B adalah garis yang ditarik lurus dari tepi anterior basis

oksiput. Jarak A diukur dari titik A’ ke perpotongannya pada garis B.

♣ Pengukuran ruang nasofaring : Ruang nasofaring diukur sebagai jarak antara titik

C’, sudut posterior-superior dari palatum durum dan D’ (sudut anterior-inferior

sincondrosis sfenobasioksipital.

♣ Jika sinkondrosis tidak jelas, maka titik D’ ditentukan sebagai titik yang melewati

tepi posterior-inferior pterigoidea lateralis dan lantai tulang nasofaring.

♣ Rasio adenoid nasofaring diperoleh dengan membagi ukuran adenoid dengan

ukuran ruang nasofaring, yaitu Rasio AN = A/N.

♣ Dengan kriteria sebagai berikut :

- Rasio adenoid – nasofaring 0 – 0,52 : tidak ada pembesaran

- Rasio adenoid – nasofaring 0,52 – 0,72 : pembesaran sedang – non obstruksi

- Rasio adenoid – nasofaring  > 0,72 : pembesaran dengan obstruksi

19

Page 20: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Gambar 12. Gambaran Hipertrofi Adenoid Pada Rontgen Lateral Kepala

1) CT scan merupakan modalitas yang lebih sensitif daripada foto polos untuk identifikasi

patologi jaringan lunak, tapi kekurangannya karena biaya yang mahal

Tatalaksana

Terapinya terdiri atas adenoidektomi untuk adenoid hipertrofi yang menyebabkan

obstruksi hidung, obstruksi tuba Eustachius, atau yang menimbulkan penyulit lain. Operasi

dilakukan dengan alat khusus (adenotom). Kontraindikasi operasi adalah celah palatum atau

insufisiensi palatum karena operasi ini dapat mengakibatkan rinolalia aperta. Kontraindikasi

relatif berupa gangguan perdarahan, anemia, infeksi akut yang berat, dan adanya penyakit

berat lain yang mendasari

Indikasi adenoidektomi :

1) Sumbatan : sumbatan hidung yang menyebabkan bernapas melalui mulut, sleep apnea,

gangguan menelan, gangguan berbicara, kelainan bentuk wajah muka dan gigi (adenoid

face).

2) Infeksi : adenoiditis berulang/kronik, otitis media efusi berulang/kronik, otitis media

akut berulang.

3) Kecurigaan neoplasma jinak/ganas

2.6 Barotrauma

Merupakan keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang tiba- tiba di luar telinga

tengah sewaktu di pesawat terbang atau menyelam, yang menyebabkan tuba gagal untuk

membuka.Otitis barotrauma merupakan tipe paling sering barotrauma.Ia disebabkan oleh

perbedaan tekanan antara telinga tengah dengan tekanan atmosfir. Pasien dengan perforasi

20

Page 21: KELOMPOK THT TUBA print.docx

membrane timpani tidak akan mengenai barotrauma, melainkan telinga tengahnya terlokulasi.

Ia memerlukan perubahan tekanan yang nyata untuk mengakibatkan kondisi ini.1

Membrane timpani mempunyai 2 bagian; bagian media yang bisa kolaps dan bagian lateral

yang rigid, jadi udara dapat melewatinya tetapi tidak dapat disedot keluar.Maka perbedaan

tekanan tidak berlaku sewaktu pesawat naik karena tekanan telinga tengah cenderung lebih

tinggi dari tekanan atmosfir, tetapi berlaku sewaktu pesawat turun karena tekanan telinga

tengah menurun secara progresif berbanding tekanan atmosfir, maka udara seperti ditarik ke

dalam tuba. Hal ini tidak akan berlaku sekiranya tuba terbuka secara normal oleh gerakan

otot.

Gambar 13. Ketidakseimbangan tekanan pada barotrauma

Gambar 14. Keadaan tuba eustachius pada barotrauma

21

Page 22: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Apabila perbedaan tekanan melebihi 90cmHg, maka otot yang normal aktivitasnya tidak

mampu membuka tuba.Pada keadaan ini terjadi tekanan negative di rongga telinga tengah,

membrane timpani tertarik ke dalam yang menyebabkan rasa nyeri. Membrane mukosa

teregang, tersumbat dan menjadi edema, sehingga cairan keluar dari pembuluh darah kapiler

mukosa dan kadang- kadang disertai dengan rupture pembuluh darah, sehingga cairan di

telinga tengah dan rongga mastoid tercampur darah. Membrane timpani menjadi kurang

elastis, menyebabkan hantaran getaran suara berkurang, maka mengganggu pendengaran.1

Apabila fungsi tuba terganggu akibat inflamasi mukosa karena ISPA, alergi atau trauma, pada

peringkat awal pergerakan udara aktif ke telinga tengah terganggu, kemudian diikuti dengan

ventilasi pasif terganggu pada kasus yang lebih berat. Maka pasien dengan ISPA biasanya

mendapati bahwa telinga mampu beradaptasi sewaktu pesawat naik, tetapi nyeri bertambah

sewaktu pesawat mahu mendarat sekiranya menelan dan perasat gagal.

Gejala klinik adalah kurang dengar, rasa nyeri dalam telinga, perasaan ada air dalam telinga

dan kadang- kadang tinnitus dan vertigo.

Table 1. Gred barotrauma telinga tengah pada pemeriksaan auriskopik

G membrane timpani

0 Gejala tanpa tanda- tanda kelainan

membrane timpani

1 Injeksi membrane timpani

2 Injeksi dengan perdarahan ringan dalam

membrane timpani

3 Perdarahan jelas pada membrane timpani

4 Darah bebas di telinga tengah, gegendang

kebiruan dan bulging.

5 Perforasi membrane timpani

22

Page 23: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Gambar 15. Kondisi membrane timpani pada otoskopi menurut gred barotrauma

Penatalaksanaan biasanya konservatif saja, yaitu dengan dekongestan local atau dengan

melakukan perasat Valsalva selama tidak terdapat infeksi di jalan napas atas. Perasat

Valsalva dilakukan dengan cara meniupkan dengan keras dari hidung sambil hidung dipencet

serta mulut ditutup. Bila tuba terbuka maka terasa ada udara masuk ke dalam rongga telinga

tengah yang menekan membrane timpani ke arah lateral. Perasat ini tidak boleh dilakukan

apabila ada infeksi jalan napas atas.4,5

Apabila cairan atau cairan yang bercampur darah menetap di telinga tengah sampai beberapa

minggu, maka dianjurkan untuk miringotomi dan bila perlu memasang pipa ventilasi

(Grommet).

Gambar 16. Pemasangan Pipa Grommet

Antara pengobatan dan pencegahan barotrauma adalah:

Antihistamin:dapat membataskan jumlah produksi mucus yang dihasilkan.

Contoh: Loratadine tablet 10 mg.

23

Page 24: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Dekongestan: mengeringkan mucus pada hidung.

Contoh: semprot xylometazoline- disemprotkan satu jam sebelum waktu pesawat

mendarat, kemudian disemprot lagi 5 menit kemudiannya. Setelah itu disemprot

setiap 20 menit hingga mendarat.

Antibiotic: dapat mencegah infeksi telinga sekiranya barotrauma berat.

Pencegahan baraotrauma dapat dilakukan dengan mengunyah permen karet atau melakukan

perasat Valsalva, terutama sewaktu pesawat terbang mulai turun untuk mendarat.Jangan tidur

sewaktu pesawat mahu mendarat.Sebaliknya, lakukan aktivitas yang dapat membantu

pembukaan tuba (minum, menguap, makan permen, dsb). Hindari aktivitas menyelam atau

menaiki pesawat sekiranya lagi sedang infeksi saluran napas atas.4,5

Antara komplikasi yang berlanjutan adalah nyeri telinga bisa memburuk, namun jarang

menyebabkan kerusakan serius pada telinga.Kadangkala menyebabkan perforasi membrane

timpani, namun biasanya dapat menutup sendiri dalam beberapa minggu. Yang lain adalah

mudahnya terkena infeksi akut telinga,gangguan pendengaran atau vertigo. Prognosis

biasanya baik karena gangguan pendengaran biasanya bersifat sementara. Namun,sekiranya

aktivitas terkait perubahan tekanan dilakukan lagi, barotrauma dapat terjadi lagi. Oleh itu,

pencegahan adalah penting untuk mengatasi hal ini.

2.7 Tuba terbuka abnormal

Tuba terbuka abnormal ialah tuba terus menerus terbuka, sehingga udara masuk ke telinga

tengah waktu respirasi.Umumnya idiopatik tetapi dapat juga disebabkan oleh hilangnya

jaringan lemak di sekitar mulut tuba sebagai akibat turunnya berat badan yang hebat dan

kehamilan terutama pada trimester ketiga diidentifikasi sebagai faktor predisposisi

penting.Selain itu, faktor lain yang mungkin adalah penyakit kronis tertentu seperti rinitis

atrofi dan faringitis, gangguan fungsi otot seperti myasthenia gravis, penggunaan obat anti

hamil pada wanita dan penggunaan estrogen pada laki-laki.1,2

Gangguan neurologis yang dapat menyebabkan atrofi otot (misalnya, stroke, multiple

sclerosis, penyakit motor neuron) jugamungkin terlibat.Pembentukan adhesi dalam

nasofaring setelah adenoidectomy atau radioterapi juga dapat mempengaruhi untuk terjadinya

kelainan ini.. Faktor predisposisi lainnya termasuk kelelahan, stres, kecemasan, latihan, dan

sindrom sendi temporomandibular.2,3

24

Page 25: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Insiden tuba terbuka abnormal adalah sebanyak 0,3-6,6%, dan 10-20% dari orang yang

mengalaminya mencari bantuan medis karena merasa begitu terganggu dengan gejalanya.

Kondisi ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria dan biasanya terjadi pada

remaja dan orang dewasa, jarang ditemukan pada anak-anak.2

Keluhan pasien biasanya berupa rasa penuh dalam telinga atau autofoni (gema suara sendiri

terdengar lebih keras), sampai bisa terdengar bunyi napas sendiri dan bisa mengganggu

pertuturan.Keluhan ini kadang-kadang sangat mengganggu, sehingga pasien mengalami

stress berat.Vertigo dan gangguan pendengaran juga dapat terjadi karena tuba terbuka

abnormal memungkinkan perubahan tekanan yang berlebihan terjadi di telinga tengah,

perubahan tekanan kemudian dikirim ke telinga bagian dalam melalui gerakan tulang

pendengaran.Beberapa pasien mungkin mengalami kesulitan makan karena suara mengunyah

ditransmisikan ke telinga.Gejala mungkin berhubungan dengan perubahan siklus yang terjadi

dalam mukosa tuba eustachius.Beberapa pasien merasa lega dengan peningkatan kongesti

mukosa yang terkait dengan cara berbaring, menempatkan kepala di antara lutut, atau selama

infeksi saluran pernapasan atas.1,2

Kompresi vena jugularis menghasilkan kongesti vena peritubular dan bisa meringankan

gejala.Pasien kadang-kadang mengendus berulang-ulang untuk menutup tabung eustachius,

dan ini dapat mengakibatkan tekanan negatif telinga tengah jangka panjang.Dekongestan atau

tabung ventilasi dalam membran timpani dapat memperburuk gejala.

Pada pemeriksaan klinis dapat dilihat membran timpani yang atrofi, tipis dan bergerak pada

respirasi (a telltale diagnostic sign). Membran timpani dapat menjadi atrofi sekunder akibat

gerakan membran timpani yang konstan dari bernapas atau mengendus..Disebabkan tuba

yang terbuka abnormal, perubahan tekanan dalam nasofaring sangat mudah dipindahkan ke

telinga tengah sehinggakan pergerakan membran timpani bisa dilihat pada waktu inspirasi

dan ekpirasi.Pergerakan ini lebih jelas jika pasien bernapas setelah menutup lobang hidung

yang bersebelahan.Membran timpani bergerak ke medial pada waktu inspirasi dan ke lateral

pada waktu ekspirasi. Jika pasien duduk tegak, gerakan kecil pars flaccida terjadi, yang

menghilang ketika pasien terlentang.3

CT scan dalam bidang aksial telah digunakan untuk menunjukkan adanya tuba

terbuka abnormal.CT scan mungkin berguna dalam membuat diagnosis pada beberapa

pasien.Radiologi hanya membantu dalam diagnosis patensi anatomi.Timpanometri dapat

mendeteksi gerakan dari membran timpani dengan respirasi hidung, terutama dengan pasien

25

Page 26: KELOMPOK THT TUBA print.docx

dalam posisi tegak.Suara distorsi dari respirasi hidung dan pertuturan dapat didengar dengan

mikrofon ditempatkan di meatus eksternal. Dengan sonotubometry, suara uji dimasukkan ke

ruang depan hidung dan mikrofon dipasang ke dalam meatus auditori eksternal. Dengan tuba

terbuka abnormal, tingkat tekanan suara di kanalis eksternal berada pada tingkat maksimum,

karena tabung tidak menutup, tidak ada penurunan mendadak dalam suara yang

ditransmisikan.2

Dalam kondisi normal, tabung eustachius ditutup dan hanya dibuka pada waktu

menelan atau autoinflation. Biasanya, penutupan tabung eustachius dikelola oleh faktor

luminal dan ekstraluminal, yang meliputi elastisitas intrinsik tabung, tegangan permukaan

lembab luminal, dan tekanan jaringan ekstraluminal.Tonus otot tensor veli palatini

melebarkan lumen jadinya kerusakan pada tensor veli palatini setelah operasi bibir sumbing

dapat mengakibatkan tuba terbuka abnormal. Berat badan juga dapat menyebabkan

pembukaan abnormal yang disebabkan oleh berkurangnya tekanan jaringan dan hilangnya

deposit lemak di daerah tabung eustachius. Kehamilan mengubah tekanan pembukaan tabung

eustachius karena perubahan tegangan permukaan, estrogen yang bekerja pada prostaglandin

E mempengaruhi produksi surfaktan. Jaringan parut di ruang postnasal akibat adenoidectomy

dapat menyebabkan traksi tuba dalam posisi terbuka.2

Kondisi akut dari penyakit ini adalah self-limiting dan tidak memerlukan pengobatan.Pasien

dengan tuba terbuka abnormal yang sedang hamil dan mereka dengan gejala ringan

(kebanyakan pasien) perlu diinformasi saja.Pasien yang memiliki gejala selama kehamilan

bebas gejala setelah melahirkan. Pasien disarankan untuk melakukan hal berikut:

Menambah atau mendapatkan kembali berat badan yang hilang

Hindari diuretik

Berbaring atau meletakkan kepala lebih rendah ketika gejala terjadi

Pemberian obat topikal (obat nasal) dengan antikolinergik mungkin efektif untuk beberapa

pasien.Estrogen (Premarin) tetes hidung (25 mg dalam 30 mL normal saline, 3 tetes tid) atau

obat oral larutan jenuh kalium iodida (10 tetes dalam segelas jus buah tid) telah digunakan

untuk menginduksi pembengkakan pembukaan tuba eustachius.Obat hidung yang

mengandung asam klorida encer, chlorobutanol, dan benzil alkohol telah dibuktikan efektif

pada beberapa pasien.Hal ini telah dilaporkan dapat ditoleransi dengan baik dengan sedikit

atau tidak ada efek samping.Persetujuan oleh Food and Drug Administration (FDA) masih

26

Page 27: KELOMPOK THT TUBA print.docx

tertunda. Bila tidak berhasil dapat dipertimbangkan untuk memasang pipa ventilasi

(Grommet).1,2,3

2.8 OMA

Definisi.

Otitis Media Akut (OMA),otitis media akut adalah peradangan pada telinga tengah yang

bersifat akut atau tiba-tiba. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang

biasanya dalam keadaan steril. Tetapi pada suatu keadaan jika terdapat infeksi bakteri pada

nasofariong  dan faring, secara alamiah teradapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri

memasuki telinga tengah oleh enzim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba

eustachii.

Otitis media akut ini terjadi akibat tidak berfungsingnya sistem pelindung tadi, sumbatan atau

peradangan pada tuba eustachii merupakan faktor utama terjadinya otitis media, pada anak-

anak semakin seringnya terserang infeksi saluran pernafasan atas, kemungkinan terjadi otitis

media akut juga semakin sering.

Etiologi

Penyebab otitis media akut (OMA) dapat merupakan virus maupun bakteri.

Pada 25% pasien, tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya.

Virus ditemukan pada 25% kasus dan kadang menginfeksi telinga tengah bersama

bakteri.

Bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus pneumoniae, diikuti

oleh Haemophilus influenzae dan Moraxella cattarhalis. Yang perlu diingat pada

OMA, walaupun sebagian besar kasus disebabkan oleh bakteri, hanya sedikit kasus

yang membutuhkan antibiotik. Hal ini dimungkinkan karena tanpa antibiotik pun

saluran Eustachius akan terbuka kembali sehingga bakteri akan tersingkir bersama

aliran lendir.1,2

Patofisiologi

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti radang tenggorokan

atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran Eustachius.Saat bakteri melalui

27

Page 28: KELOMPOK THT TUBA print.docx

saluran Eustachius, mereka dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi

pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya sel-sel darah putih

untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan membunuh bakteri dengan mengorbankan

diri mereka sendiri. Sebagai hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah.Selain itu

pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir yang dihasilkan sel-

sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang telinga.

Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat terganggu karena gendang

telinga dan tulang-tulang kecil penghubung gendang telinga dengan organ pendengaran di

telinga dalam tidak dapat bergerak bebas.Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya

sekitar 24 desibel (bisikan halus).

 Namun cairan yang lebih banyak dapat menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45

desibel (kisaran pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri.1 Dan yang

paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek gendang telinga

karena tekanannya.Sebagaimana halnya dengan kejadian infeksi saluran pernapasan atas

(ISPA), otitis media juga merupakan salah satu penyakit langganan anak.

Anak lebih mudah terserang otitis media dibanding orang dewasa karena beberapa hal yaitu:

Sistem kekebalan tubuh anak masih dalam perkembangan.

Saluran Eustachius pada anak lebih lurus secara horizontal dan lebih pendek sehingga

ISPA lebih mudah menyebar ke telinga tengah.

Adenoid (adenoid: salah satu organ di tenggorokan bagian atas yang berperan dalam

kekebalan tubuh) pada anak relatif lebih besar dibanding orang dewasa. Posisi

adenoid berdekatan dengan muara saluran Eustachius sehingga adenoid yang besar

dapat mengganggu terbukanya saluran Eustachius. Selain itu adenoid sendiri dapat

terinfeksi di mana infeksi tersebut kemudian menyebar ke telinga tengah lewat

saluran Eustachius.1

Manifestasi Klinis

Gejala yang timbul bervariasi bergantung pada stadium dan usia pasien, pada usia anak –

anak umumnya keluhan berupa:

rasa nyeri di telinga dan demam.

28

Page 29: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Biasanya ada riwayat infeksi saluran pernafasan atas sebelumnya.

Pada remaja atau orang dewasa biasanya selain nyeri terdapat gangguan pendengaran

dan telinga terasa perih.

Pada bayi gejala khas Otitis Media akut adalah panas yang tinggi, anak gelisah dan

sukar tidur, diare, kejang-kejang dan sering memegang telinga yang sakit.

Terdapat lima stadium pada OMA yaitu stadium oklusi tuba, stadium hiperemis, stadium

supurasi, stadium perforasi, stadium resolusi.1

Diagnosis

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut:

Penyakitnya muncul mendadak (akut)

Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di

telinga tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:

o menggembungnya gendang telinga

o terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga

o adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga

o cairan yang keluar dari telinga

Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah

satu di antara tanda berikut:

o kemerahan pada gendang telinga

o nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal 

Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun telinga

pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan,

mual dan muntah, serta rewel.Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya cairan dari telinga)

tidak spesifik untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat

semata.

Efusi telinga tengah diperiksa dengan otoskop (alat untuk memeriksa liang dan gendang

telinga dengan jelas). Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang

menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan

suram, serta cairan di liang telinga.Jika konfirmasi diperlukan, umumnya dilakukan dengan

29

Page 30: KELOMPOK THT TUBA print.docx

otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat gendang telinga

yang dilengkapi dengan pompa udara kecil untuk menilai respon gendang telinga terhadap

perubahan tekanan udara). Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada sama

sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas

diagnosis OMA.Namun umumnya diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa.

Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis (penusukan terhadap

gendang telinga).Namun timpanosentesis tidak dilakukan pada sembarang anak. Indikasi

perlunya timpanosentesis antara lain adalah OMA pada bayi di bawah usia enam minggu

dengan riwayat perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan tubuh,

anak yang tidak memberi respon pada beberapa pemberian antibiotik, atau dengan gejala

sangat berat dan komplikasi.

OMA harus dibedakan dari otitis media dengan efusi yang dapat menyerupai OMA. Untuk

membedakannya dapat diperhatikan hal-hal berikut.1,4

Tabel 2.Perbedaan OMA dan otitis media dengan efusi.

Gejala dan tanda OMA Otitis media dengan efusi

Nyeri telinga, demam, rewel + -

Efusi telinga tengah + +

Gendang telinga suram + +/-

Gendang yang menggembung +/- -

Gerakan gendang berkurang + +

Berkurangnya pendengaran + +

Penatalaksanaan

Berdasarkan American association of Pediatric (AAP) terdapat strategi penanganan terbaru

tahun 2013 dengan beberapa penambahan spesifik pada strategi yang sedia ada yaitu :

Otitis media akut harus didiagnosis apabila terdapat bulging yang sedang atau berat

pada membrane timpani, atau otore onset baru bukan disebabkan oleh otitis eksterna

akut.

30

Page 31: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Otitis media akut dapat didiagnosis apabila ada bulging yang ringan pada membrane

timpani dan nyeri telinga kurang dari 48 jam atau pada membrane timpani yang

hiperemis hebat. Pada anak yang belum berbicara, nyeri telinga ditandakan apabila

mereka memegang atau menggosok telinga.

Otitis media akut tidak boleh didiagnosis apabila otoskopi pneumatik dan atau

tympanometri tidak menunjukkan tanda efusi telinga tengah.

Penanganan harus melibatkan evaluasi nyeri telingan dan pengobatannya.

Antibiotik diresepkan untuk otitis media akut bilateral atau unilateral pada anak

berusia minimal 6 bulan dengan gejala ( otalgia sedang, berat atau otalgia 48 jam dan

lebih, atau suhu tubuh 39oC dan ke atas ) dan untuk OMA yang tidak berat bilateral

pada anak berusia 6 hingga 23 bulan.

Berdasarkan keputusan dan pertimbangan dokter dan persetujuan orang tua, pada

anak OMA tidak berat berusia 6 hingga 23 bulan atau pada anak yang lebih tua, dapat

ditangani sama ada dengan antibiotic atau follow-up ketat dan tidak menggunakan

antibiotic kecuali gejala tidak membaik atau memburuk dalam waktu 48 hingga 72

jam dari permulaan timbul gejala.

Amoksisillin merupakan antibiotik pilihan kecuali anak itu telah pernah mendapat

antibiotic tersebut dalam masa 30 hari, atau mempunyai konjungtivitis purulen

konkuren, atau alergi terhadap penicillin. Pada keadaan tersebut, dokter harus

meresepkan obat tambahan B-laktamase.

Dokter harus reevaluasi anak dengan gejala yang memburuk atau tidak berespon

dengan antibiotic yang telah diberikan dalam waktu 48 hingga 72 jam dan mengubah

pengibatan jika ada indikasi.

Pada anak dengan OMA rekuren, tuba tympanostomy, dapat menjadi indikasi untuk

mengurangi frekuensi episode OMA, bukan pemberian anibiotik profilaksis.

Dokter patut merekomendasikan pemberian vaksin konjugasi pneumococcal dan

influenza tahunan pada anak berdasarkan jadwal imunisasi.

Pemberian ASI ekslusif untuk 6 bulan atau lebih harus digalakkan.

Tujuan terapi adalah meghilangkan gejala dan mengurangi rekurensi.Kebanyakan anak

dengan OMA 70 – 90 persen mengalami resolusi sendiri dalam masa 7 hingga 14 hari.Oleh

sebab itu, antibiotik tidak selalu harus diresepkan. Ini dapat mengurangi biaya dan juga

mencegah terjadinya resistensi antibiotik.

31

Page 32: KELOMPOK THT TUBA print.docx

2.9. OMSK

Definisi OMSK

Otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba

Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas Otitis Media

Supuratif dan Otitis Media non Supuratif/Efusi, masing-masing mempunyai bentuk akut dan

kronis.

Otitis Media Supuratif Kronis ( OMSK ) adalah infeksi kronis telinga tengah dengan

perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau

hilang timbul. Masyarakat mengenal OMSK sebagai penyakit congek, kopok, toher atau

curek. OMSK terdiri atas OMSK tipe aman ( benigna ) dan tipe bahaya ( maligna ). Kedua

tipe ini dapat bersifat aktif ( keluar cairan ) atau tidak aktif ( kering ). Otitis Media Akut

dengan perforasi membran timpani menjadi Otitis Media Supuratif Kronis apabila prosesnya

sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan, disebut Otitis Media

Supuratif Subakut.7,8

Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe atau jenis OMSK.

Perforasi membran timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal, atau atik. Oleh

karena itu disebut perforasi sentral, marginal, atau atik. Pada perforasi sentral, perforasi

terdapat pada pars tensa, sedangkan di seluruh tepi perforasi masih ada sisa membran

timpani. Pada perforasi marginal sebagian tepi perforasi langsung berhubungan dengan

anulus atau sulkus timpanikum. Perforasi atik adalah perforasi yang terletak di pars flaksida.

Gambar dibawah merupakan gambar dari perforasi sentral dan atik :

Membran timpani utuh Membran timpani perforasi

32

Page 33: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Perforasi Sentral Perforasi Atik

OMSK dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu OMSK tipe benign dan OMSK tipe maligna.

Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK aktif dan OMSK tenang.

OMSK aktif ialah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif,

sedangkan OMSK tenang yaitu OMSK dengan kavum timpani terlihat basah atau kering.

Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak

mengenai tulang. Perforasi terletak sentral. Umumnya OMSK tipe benign jarang

menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe benign tidak terdapat

kolesteatoma.7,8,9

Gambar 18. OMSK fase aktif

33

Page 34: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Gambar 19. Perbedaan OMSK Benigna dan Maligna

OMSK tipe maligna ialah OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. OMSK ini juga dikenal

sebagai OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe tulang. Perforasi pada OMSK tipe bahaya

letaknya marginal atau di atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatoma pada OMSK

dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada

OMSK tipe bahaya.

Manifestasi Klinis

Gejala OMSK diantaranya keluar sekret dari telinga ( otore ), dapat berupa encer atau kental,

bening atau berupa nanah. Sekret yang keluar dari telinga akibat OMSK dapat terus menerus

atau hilang timbul. Pasien mengeluh telinga berdenging (tinitus), rasa penuh di telinga, dan

gangguan pendengaran. Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah

terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan

tubuh pasien rendah dan hygiene yang buruk.9

Etiologi

Otitis Media Supuratif Kronik dapat terjadi karena adanya perforasi membran timpani.

Perforasi ini dapat terjadi akibat trauma, iatrogenik dengan kelainan pada tuba, atau setelah

terkena Otitis Media Akut yang menyebabkan tekanan udara berkurang melalui perforasi

membran timpani. Mekanisme infeksi telinga tengah diperkirakan terjadi karena perpindahan

bakteri dari Meatus Akustikus Eksternus (MAE) melalui perforasi membran timpani yang

selanjutnya akan mengenai telinga tengah.. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa organisme

patogen dapat masuk karena refluks dari tuba eustachius. Namun tidak ada data yang

meyakinkan mengenai teori tersebut karena beberapa bakteri patogen yang ditemukan sama

dengan bakteri yang ada di MAE. Beberapa bakteri penyebab OMSK diantaranya adalah

34

Page 35: KELOMPOK THT TUBA print.docx

bakteri aerob seperti Pseudomonas aeruginosa, Eschericia coli, Staphylococcus aureus,

Streptococcus pyogenes, Proteus mirabilis, dan Klebsiella. Sedangkan bakteri anaerobnya

adalah Bacteroides, Peptostreptococcus, dan Proprionibacterium.7,9

Patogenesis OMSK

Otitis Media Supuratif Kronis dimulai dari sebuah episode infeksi akut atau merupakan

kelanjutan dari Otitis Media Supuratif Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani yang

sudah terjadi lebih dari 2 bulan. Oleh karena OMSK didahului oleh OMA, maka penjelasan

dimulai dengan patofisiologi terjadinya OMA. OMA biasanya disebabkan oleh Infeksi di

Saluran Nafas Atas (ISPA), umumnya terjadi pada anak karena keadaan tuba eustakius, yang

sangat berperan penting dalam patofiologi OMA pada anak berbeda dengan orang dewasa.

Tuba eustakius pada anak lebih pendek, lebih horizontal dan relatif lebih lebar daripada

dewasa. Infeksi pada saluran nafas atas akan menyebabkan edema pada mukosa saluran nafas

termasuk mukosa tuba eustakius dan nasofaring tempat muara tuba eustakius. Edema ini akan

menyebabkan oklusi tuba yang berakibat gangguan fungsi tuba eustakius yaitu fungsi

ventilasi, drainase dan proteksi terhadap telinga tengah. Normalnya tuba akan berusaha

menjaga tekanan di telinga tengah dan udara luar stabil, ketika terdapat oklusi tuba, maka

udara tidak akan dapat masuk ke telinga tengah, sedangkan secara fisiologis udara akan

diabsorbsi di telinga tengah 1 ml tiap hari pada orang dewasa. Keadaan ini kan menyebabkan

tekanan negatif pada telinga tengah, keadaan vacum di telinga tengah menyebabkan

transudasi cairan di telinga tengah. Dalam keadaan normal mukosa telinga tengah akan

menghasilkan sekret yang akan di dorong oleh gerakan silia ke arah nasofaring, ketika terjadi

oklusi tuba fungsi ini akan terganggu, sehingga terjadi penumpukan sekret di telinga tengah.

Akumulasi cairan di telinga tengah akan lebih banyak dengan adanya transudasi akibat

tekanan negatif. Sekret ini merupakan media yang baik untuk tumbuhnya kuman. Tuba

berperan dalam proteksi kuman dan sekret dari nasofaring masuk ke telinga tengah,

diantaranya melalui kerja silia. Ketika terjadi oklusi tuba, fungsi silia tidak efektif untuk

mencegah kuman dan sekret dari nasofaring ke kavum timpani dengan akumulasi sekret yang

baik untuk pertumbuhan kuman. Sehingga terjadi proses supurasi di telinga tengah. Proses

supurasi akan berlanjut dengan peningkatan jumlah sekret purulen, penekanan pada membran

timpani oleh akumulasi sekret ini kan menyebabkan membran timpani (bagian sentral)

mengalami iskemi dan akhirnya nekrosis, dengan adnya tekanan akan menyebabkan perforasi

dan secret mukopurulen akan keluar dari telinga tengah ke liang telinga. OMSK dimulai dari

iritasi dan peradangan dari mukosa telinga tengah. Respon inflamasi membuat mukosa

35

Page 36: KELOMPOK THT TUBA print.docx

menjadi edema. Peradangan berkelanjutan pada akhirnya menyebabkan ulserasi mukosa dan

kerusakan lapisan epitel mukosa. Usaha tubuh mengadakan resolusi akibat infeksi atau

inflamasi menyebabkan terjadinya granulasi pada jaringan yang dapat berkembang menjadi

polip dalam ruang telinga tengah. Siklus peradangan, ulserasi, infeksi dan pembentukan

granulasi pada jaringan yang terus menerus akhirnya menghancurkan margin/batas tulang

sekitarnya dan menyebabkan berbagai gejala dari OMSK.10,11,12

Diagnosa OMSK

Diagnosa OMSK dibuat berdasarkan gejala klinik dan pemeriksaan THT terutama

pemeriksaan otoskopi. Diagnosis OMSK dapat ditegakkan dengan:

a. Anamnesis

Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali datang

dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah

telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih

banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak berbau busuk dan intermiten, sedangkan pada

tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai pembentukan

jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya

penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga keluar darah.

b. Pemeriksaan otoskopi

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat

dinilai kondisi mukosa telinga tengah.8

c. Pemeriksaan audiologi

Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang dan

udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan

gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’

pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.

d. Pemeriksaan radiologi

Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna untuk menilai kasus

kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif menunjukkan anatomi

tulang temporal dan kolesteatoma.

36

Page 37: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Gambar 20. Foto mastoid posisi Schuller

Penatalaksanaan OMSK

Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu yang lama dan berulang-ulang. Sekret yang

keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini diantaranya disebabkan oleh

satu atau beberapa keadaan, yaitu :

a. Adanya perforasi membran timpani yang permanen sehingga telinga tengah berhubungan

dengan dunia luar

b. Terdapat sumber infeksi di faring, nasofaring, hidung, dan sinus paranasal

c. Sudah terbentuk jaringan patologis yang irreversibel dalam rongga mastoid

d. Gizi dan higiene yang kurang

Prinsip terapi OMSK tipe benigna adalah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila

sekret yang keluar terus menerus, maka diberi obat pencuci telinga berupa larutan H2O2 3%

selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat

tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. Banyak ahli berpendapat

bahwa semua obat tetes yang dijual di pasaran saat ini mengandung antibiotika yang bersifat

ototoksik. Oleh karena itu, obat tetes telinga jangan diberikan terus-menerus selama lebih dari

1 atau 2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral diberikan antibiotik dari

golongan ampisillin atau eritromicyn, sebelum hasil resistensi diterima. Pada infeksi yang

dicurigai karena penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin

asam klavulanat. 11

37

Page 38: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan

dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang

mengandung antibiotik dan kortikosteroid.Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan

agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya

neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik

dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistesni. Bubuk telinga yang digunakan

seperti:

a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine

b. Terramycin

c. Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg

Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif yang

dikombinasi dengan pembersihan telinga. Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis

media kronik adalah :

a. Polimiksin B atau polimiksin E

Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla,

Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal

dan susunan saraf.

b. Neomisin

Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus

sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga.

c. Kloramfenikol

Obat ini bersifat bakterisid

Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus.

Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada

pada penderita tersebut. Antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama

daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman

terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah

antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis

tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.

Terapi antibiotik sistemik

yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah:

- Pseudomonas : Aminoglikosida ± karbenisilin

38

Page 39: KELOMPOK THT TUBA print.docx

- P. mirabilis : Ampisilin atau sefalosforin

- P. morganii, P. vulgaris : Aminoglikosida ± Karbenisilin

- Klebsiella : Sefalosforin atau aminoglikosida

- E. coli : Ampisilin atau sefalosforin

- S. Aureus : Penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida

- Streptokokus : Penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida

- B. fragilis : Klindamisin

Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat asam

nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi

tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi

III (sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus

diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK

belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek

bakterisid untuk kuman anaerob. Metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik

(sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu

atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.11,12

Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan, maka

idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk

menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi,

mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta

memperbaiki pendengaran. Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada,

atau terjadinya infeksi berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu,

mungkin juga perlu dilakukan pembedahan, misalnya adenoidektomi dan tonsilektomi.

Prinsip terapi OMSK tipe maligna adalah pembedahan yaitu mastoidektomi. Jadi, bila

terdapat OMSK tipe maligna, maka terapi yang tepat adalah dengan melakukan

mastoidektomi dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medikamentosa

hanyalah terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal

aurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi. Ada

beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada

OMSK dengan mastoiditis kronik, baik tipe benigna maupun maligna, diantaranya:

1. Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy )

39

Page 40: KELOMPOK THT TUBA print.docx

2. Mastoidektomi radikal

3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi

4. Miringoplasti

5. Timpanoplasti

6. Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach timpanoplasty)

Jenis operasi mastoid yang dilakukan tergantung pada luasnya infeksi atau kolesteatoma,

sarana yang tersedia serta pengalaman operator. Sesuai dengan luasnya infeksi atau luas

kerusakan yang sudah terjadi, kadang-kadang dilakukan kombinasi dari jenis operasi itu atau

modifikasinya.13

Komplikasi OMSK

Di masa awal penggunaan antibiotik, komplikasi OMSK jarang ditemukan karena intervensi

antibiotik yang lebih dini ketika OMSK sudah di diagnosa. Namun, pembedahan mempunyai

peranan yang penting dalam menangani OMSK dengan atau tanpa kolesteatoma. OMSK

dengan terapi yang tidak memadai dapat berkembang menjadi komplikasi derajat sedang

hingga mengancam nyawa, yang dapat digolongkan menjadi dua sub-golongan yaitu

intratemporal dan intrakranial. Komplikasi intratemporal diantaranya petrositis, facial

paralysis, dan labyrinitis. Sedangkan komplikasi intrakranial diantaranya lateral sinus

thrombophlebitis, meningitis, dan abses intrakranial. Komplikasi lainnya yaitu gangguan

pendengaran ( tuli ), kolesteatoma yang didapat, dan tympanosclerosis.

Prognosis OMSK

Pasien dengan OMSK mempunyai prognosis yang baik apabila infeksinya dapat ditangani

dengan baik. Penyembuhan yang berkaitan dengan gangguan pendengaran bervariasi

tergantung penyebabnya. Setengah kasus dari gangguan pendengaran sering dikoreksi dengan

pembedahan. Tingkat kematian akibat OMSK meningkat apabila terdapat komplikasi

intrakranial, tapi OMSK sendiri bukanlah suatu penyakit yang mematikan. Meskipun

beberapa penelitian melaporkan bahwa gangguan pendengaran neurosensori merupakan salah

satu morbiditas dari OMSK, beberapa bukti yang lain tidak melaporkan demikian.11,13

2.10. Otitis Media Non Supuratif (Otitis Media Serosa)

Pendahuluan

Sinonim : otitis media serosa, otitis media musinosa, otitis media efusi, otitis media

sekretoria, otitis media mukoid (glue ear)

40

Page 41: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Otitis media serosa adalah keadaan terdapatnya sekret nonpurulen di telinga tengah,

sedangkan membran timpani utuh.

Adanya cairan di telinga tengah dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda

infeksi disebut juga otitis media dengan efusi. Apabila efusi tersebut encer disebut

otitis media serosa dan apabila efusi tersebut kental seperti lem disebut otitis media

mukoid (glue ear).

Otitis media serosa terjadi terutama akibat adanya transudat atau plasma yang

mengalir dari pembuluh darah ke telinga tengah yang sebagian besar terjadi akibat

adanya perbedaan tekanan hidrostatik.

Pada Otitis media mukoid, cairan yang ada di telinga tengah timbul akibat sekresi

aktif dari kelenjar dan kista yang terdapat di dalam mukosa telinga tengah, tuba

eustachius, dan rongga mastoid.11

Otitis media serosa / otitis media sekretoria / otitis media mukoid / otitis media efusi

terbatas pada keadaan dimana terdapat efusi dalam kavum timpani dengan membran

timpani utuh tanpa tanda-tanda radang. Bila efusi tersebut berbentuk pus, disertai

tanda-tanda radang maka disebut otitis media akut (OMA).

Otitis media serosa dibagi 2 jenis : otitis media serosa akut dan otitis media serosa kronik

(glue ear).

1. Otitis Media Serosa Akut

Otitis media serosa akut adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara

tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba.

Keadaan ini dapat disebabkan antara lain :

Sumbatan tuba, dimana terbentuk cairan di telinga tengah disebabkan oleh

tersumbatnya tuba secara tiba-tiba seperti pada barotrauma

Virus, terbentuknya cairan di telinga tengah yang berhubungan dengan infeksi virus

pada jalan napas atas.

Alergi, terbentuknya cairan di telinga tengah yang berhubungan dengan keadaan

alergi pada jalan napas atas.

Idiopatik.

Gejala Klinis

Gejala yang menonjol pada otitis media serosa akut biasanya pendengaran berkurang.

Rasa tersumbat pada telinga atau suara sendiri terdengar lebih nyaring atau berbeda

pada telinga yang sakit (diplacusis binauralis).7,8

41

Page 42: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Kadang terasa seperti ada cairan yang bergerak dalam telinga pada saat posisi kepala

berubah.

Rasa sedikit nyeri dalam telinga dapat terjadi pada saat awal tuba terganggu, yang

menyebabkan timbul tekanan negatif pada telinga tengah (misalnya pada barotrauma),

tetapi setelah sekret terbentuk tekanan negatif ini pelan-pelan hilang.

Rasa nyeri dalam telinga tidak pernah ada bila penyebab timbulnya sekret adalah

virus atau alergi.

Tinitus, vertigo, atau pusing kadang-kadang ada dalam bentuk yang ringan.

Pengobatan

Pengobatan dapat secara medikamentosa dan pembedahan.

Pada pengobatan medikal diberikan obat vasokonstriktor lokal (tetes hidung),

antihistamin, serta perasat valsava, bila tidak ada tanda-tanda infeksi di jalan napas

atas.

Setelah satu atau dua minggu, bila gejala masih menetap, dilakukan miringotomi.

Bila masih belum sembuh dilakukan miringotomi dengan pemasangan pipa ventilasi

(Grommet tube). 8

Gambar 21. Otitis Media Serosa Akut

2. Otitis Media Serosa Kronik (Glue Ear)

Batasan antara kondisi otitis media serosa akut dengan otitis media serosa kronik

hanya pada cara terbentuknya sekret.

Pada otitis media serosa akut, sekret terbentuk secara tiba-tiba di telinga tengah

dengan disertai rasa nyeri pada telinga.

42

Page 43: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Pada otitis media serosa kronis, sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri

dengan gejala-gejala pada telinga yang berlangsung lama.

Otitis media serosa kronik lebih sering terjadi pada anak-anak, sedangkan otitis media

serosa akut lebih sering terjadi pada orang dewasa.

Sekret pada otitis media serosa kronik dapat kental seperti lem, maka disebut glue

ear.

Otitis media serosa kronik dapat juga terjadi sebagai gejala sisa dari otitis media akut

(OMA) yang tidak sembuh sempurna.

Penyebab lain diperkirakan adanya hubungan infeksi virus, keadaan alergi, atau

gangguan mekanis pada tuba.

Gejala klinik:

Perasaan tuli pada otitis media serosa kronik lebih menonjol (40-50 dB), oleh karena

sekret kental atau glue ear.

Pada otoskopi terlihat membran timpani utuh, retraksi, suram, kuning kemerahan, atau

keabu-abuan. 10

Gambar 22. Otitis Media Serosa Kronik (Glue Ear)

Pengobatan:

Pengobatan yang harus dilakukan adalah mengeluarkan sekret dengan miringotomi

dan pemasangan pipa ventilasi (Grommet-tube).

Pada kasus yang masih baru pemberian dekongestan tetes hidung serta kombinasi

antihistamin-dekongestan peroral kadang-kadang bisa berhasil.

Sebagian ahli menganjurkan pengobatan medikamentosa selama 3 bulan, bila tidak

berhasil baru dilakukan tindakan operasi.

43

Page 44: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Disamping itu harus pula dinilai serta diobati faktor-faktor penyebab seperti alergi,

pembesaran adenoid atau tonsil, infeksi hidung dan sinus.

2.11. Mioklonus Palatum

Merupakan suatu kondisi yang jarang dijumpai. Otot-otot palatum mengalami

kontraksi ritmik secara berkala (periodik).

Penyebab belum diketahui, tetapi dikaitkan dengan lesi vaskular, sklerosis multipel,

aneurisma arteri vertebralis, tumor dan berbagai lesi lain di batang otak atau

serebelum.

Pengobatan biasanya tidak diperlukan, namun dapat dipertimbangkan insisi otot

tensor timpani telinga tengah

2.12. Palatoschisis

Cleft Lips / labioschisis) Celah Bibir dan (Cleft Palate / Palatoschisis) Celah Langit-langit

adalah suatu kelainan bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta langit-langit lunak dan

langit-langit keras mulut.

Cleft Lips / Labioschisis atau bibir sumbing) adalah suatu ketidaksempurnaan pada

penyambungan bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah hidung.

Cleft palate atau palatoschisis merupakan kelainan kongenital pada wajah dimana

atap/langitan dari mulut yaitu palatum tidak berkembang secara normal selama masa

kehamilan, mengakibatkan terbukanya (cleft) palatum yang tidak menyatu sampai ke daerah

cavitas nasalis, sehingga terdapat hubungan antara rongga hidung dan mulut.

Cleft palate mempunyai banyak sekali implikasi fungsional dan estetika bagi pasien dalam

interaksi social mereka terutama kemampuan mereka untuk berkomunikasi secara efektif dan

penampilan wajah mereka. Koreksi sebaiknya sebelum anak mulai bicara untuk mencegah

terganggunya perkembangan bicara. Penyuluhan bagi ibu si anak sangat penting, terutama

tentang cara memberikan minum agar gizi anak memadai saat anak akan menjalani bedah

rekonstruksi. Kelainan bawaan ini sebaiknya ditangani oleh tim ahli yang antara lain terdiri

atas ahli bedah, dokter spesialis anak, ahli ortodonsi yang akan mengikuti perkembangan

rahang dengan giginya, dan ahli logopedi yang mengawasi dan membimbing kemampuan

bicara.14

44

Page 45: KELOMPOK THT TUBA print.docx

ETIOLOGI

Pada tahun 1963, Falconer mengemukakan suatu teori bahwa etiologi palatoschisis bersifat

multifaktorial dimana pembentukan celah pada palatum berhubungan dengan faktor herediter

dan faktor lingkungan yang terlibat dalam pertumbuhan dan perkembangan processus.4,14

1. Faktor herediter

Sekitar 25% pasien yang menderita palatoschisis memiliki riwayat keluarga yang menderita

penyakit yang sama. Orang tua dengan palatoschisis mempunyai resiko lebih tinggi untuk

memiliki anak dengan palatoschisis. Jika hanya salah satu orang tua yang menderita

palatoschisis, maka kemungkinan anaknya menderita palatoschisis adalah sekitar 4%. Jika

kedua orangtuanya tidak menderita palatoschisis, tetapi memiliki anak tunggal dengan

palatoschisis maka resiko generasi berikutnya menderita penyakit yang sama juga sekitar 4%.

Dugaan mengenai hal ini ditunjang kenyataan, telah berhasil diisolasi suatu X-linked gen,

yaitu Xq13-21 pada lokus 6p24.3 pada pasien sumbing bibir dan langitan. Kenyataan lain

yang menunjang, bahwa demikian banyak kelainan / sindrom disertai celah bibir dan langitan

(khususnya jenis bilateral), melibatkan anomali skeletal, maupun defek lahir lainnya.

2. Faktor lingkungan

Obat-obatan yang dikonsumsi selama kehamilan, seperti fenitoin, retinoid (golongan vitamin

A), dan steroid beresiko menimbulkan palatoschisis pada bayi. Infeksi selama kehamilan

semester pertama seperti infeksi rubella dan cytomegalovirus, dihubungkan dengan

terbentuknya celah. Alkohol, keadaan yang menyebabkan hipoksia, merokok, dan defisiensi

makanan (seperti defisiensi asam folat) dapat menyebabkan palatoschisis.

PATOFISIOLOGI

Pasien dengan palatoschisis mengalami gangguan perkembangan wajah, inkompetensi

velopharyngeal, perkembangan bicara yang abnormal, dan gangguan fungsi tuba eustachi.

45

Page 46: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Kesemuanya memberikan gejala patologis mencakup kesulitan dalam intake makanan dan

nutrisi, infeksi telinga tengah yang rekuren, ketulian, perkembangan bicara yang abnormal,

dan gangguan pada pertumbuhan wajah. Adanya hubungan antara rongga mulut dan hidung

menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk mengisap pada bayi.3

Insersi yang abnormal dari m.tensor veli palatine menyebabkan tidak sempurnanya

pengosongan pada telinga tengah. Infeksi telinga yang rekuren telah dihubungkan dengan

timbulnya ketulian yang memperburuk cara bicara pada pasien dengan palatoschisis.

Mekanisme velopharyngeal yang utuh penting dalam menghasilkan suara non nasal dan

sebagai modulator aliran udara dalam pembentukan fonem lainnya yang membutuhkan nasal

coupling. (Manipulasi anatomi yang kompleks dan sulit dari mekanisme ini, jika tidak sukses

dilakukan pada awal perkembangan bicara, dapat menyebabkan berkurangnya pengucapan

normal).3,14

KLASIFIKASI

Palatoschisis dapat berbentuk sebagai palatoschisis tanpa labioschisis atau disertai dengan

labioschisis. Palatoschisis sendiri dapat diklasifikasikan lebih jauh sebagai celah hanya pada

palatum molle, atau hanya berupa celah pada submukosa. Celah pada keseluruhan palatum

terbagi atas dua yaitu komplit (total), yang mencakup palatum durum dan palatum molle,

dimulai dari foramen insisivum ke posterior, dan inkomplit (subtotal). Palatoschisis jugadapat

bersifat unilateral atau bilateral.

Veau membagi cleft menjadi 4 kategori yaitu :

1. Cleft palatum molle

2. Cleft palatum molle dan palatum durum

3. Cleft lip dan palatum unilateral komplit

4. Cleft lip dan palatum bilateral komplit

46

Page 47: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Klasifikasi Jalur-Y untuk cleft lip dan palate berdasarkan modifikasi Millard dari Kernohan.

Lingkaran kecil mengindikasikan foramen insisivum; segitiga mengidikasikan ujung nasal

dan dasar nasal.

PENATALAKSANAAN

Penanganan kecacatan pada celah bibir dan celah langit-langit tidaklah sederhana, melibatkan

berbagai unsur antara lain, ahli Bedah Plastik, ahli ortodonti, ahli THT untuk mencegah

menangani timbulnya otitis media dan kontrol pendengaran, dan anestesiologis. Speech

therapist untuk fungsi bicara. Setiap spesialisasi punya peran yang tidak tumpang-tindih tapi

saling saling melengkapi dalam menangani penderita CLP secara paripurna. 14

1. Terapi Non-bedah

Palatoschisis merupakan suatu masalah pembedahan, sehingga tidak ada terapi medis khusus

untuk keadaan ini. Akan tetapi, komplikasi dari palatoschisis yakni permasalahan dari intake

makanan, obstruksi jalan nafas, dan otitis media membutuhkan penanganan medis terlebih

dahulu sebelum diperbaiki.

Perawatan Umum Pada Cleft Palatum

Pada periode neonatal beberapa hal yang ditekankan dalam pengobatan pada bayi dengan

cleft palate yakni:

a. Intake makanan

Intake makanan pada anak-anak dengan cleft palate biasanya mengalami kesulitan karena

ketidakmampuan untuk menghisap, meskipun bayi tersebut dapat melakukan gerakan

menghisap. Kemampuan menelan seharusnya tidak berpengaruh, nutrisi yang adekuat

mungkin bisa diberikan bila susu dan makanan lunak jika lewat bagian posterior dari cavum

oris. pada bayi yang masih disusui, sebaiknya susu diberikan melalui alat lain/ dot khusus

yang tidak perlu dihisap oleh bayi, dimana ketika dibalik susu dapat memancar keluar sendiri

dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat pasien menjadi

tersedak atau terlalu kecil sehingga membuat asupan nutrisi menjadi tidak cukup. Botol susu

dibuatkan lubang yang besar sehingga susu dapat mengalir ke dalam bagian belakang mulut

dan mencegah regurgitasi ke hidung. Pada usia 1-2 minggu dapat dipasangkan obturator

untuk menutup celah pada palatum, agar dapat menghisap susu, atau dengan sendok dengan

posisi setengah duduk untuk mencegah susu melewati langit-langit yang terbelah atau

memakai dot lubang kearah bawah ataupun dengan memakai dot yang memiliki selang yang

panjang untuk mencegah aspirasi. 5,14

b. Pemeliharaan jalan nafas

47

Page 48: KELOMPOK THT TUBA print.docx

Pernafasan dapat menjadi masalah anak dengan cleft, terutama jika dagu dengan retroposisi

(dagu pendek, mikrognatik, rahang rendah (undershot jaw), fungsi muskulus genioglossus

hilang dan lidah jatuh kebelakang, sehingga menyebabkan obstruksi parsial atau total saat

inspirasi (The Pierre Robin Sindrom)

c. Gangguan telinga tengah

Otitis media merupakan komplikasi yang biasa terjadi pada cleft palate dan sering terjadi

pada anak-anak yang tidak dioperasi, sehingga otitis supuratif rekuren sering menjadi

masalah. Komplikasi primer dari efusi telinga tengah yang menetap adalah hilangnya

pendengaran. Masalah ini harus mendapat perhatian yang serius sehingga komplikasi

hilangnya pendengaran tidak terjadi, terutama pada anak yang mempunyai resiko mengalami

gangguan bicara karena cleft palatum. Pengobatan yang paling utama adalah insisi untuk

ventilasi dari telinga tengah sehingga masalah gangguan bicara karena tuli konduktif dapat

dicegah.

2. Terapi bedah

Terapi pembedahan pada palatoschisis bukanlah merupakan suatu kasus emergensi,

dilakukan pada usia antara 12-18 bulan. Pada usia tersebut akan memberikan hasil fungsi

bicara yang optimal karena memberi kesempatan jaringan pasca operasi sampai matang pada

proses penyembuhan luka sehingga sebelum penderita mulai bicara dengan demikian soft

palate dapat berfungsi dengan baik.

Ada beberapa teknik dasar pembedahan yang bisa digunakan untuk memperbaiki celah

palatum, yaitu:

1. Teknik von Langenbeck

2. Teknik V-Y push-back

3. Teknik double opposing Z-plasty

4. Teknik Schweckendiek

5. Teknik palatoplasty two-flap

KOMPLIKASI

Anak dengan palatoschisis berpotensi untuk menderita flu, otitis media, tuli, gangguan bicara,

dan kelainan pertumbuhan gigi. Selain itu dapat menyebabkan gangguan psikososial. 

Komplikasi post operatif yang biasa timbul yakni:

a. Obstruksi jalan nafas

Seperti disebutkan sebelumnya, obstruksi jalan nafas post operatif merupakan komplikasi

yang paling penting pada periode segera setelah dilakukan operasi. Keadaan ini timbul

48

Page 49: KELOMPOK THT TUBA print.docx

sebagai hasil dari prolaps dari lidah ke orofaring saat pasien masih ditidurkan oleh ahli

anastesi. Penempatan Intraoperatif dari traksi sutura lidah membantu dalam menangani

kondisi ini. Obstruksi jalan nafas bisa juga menjadi masalah yang berlarut-larut karena

perubahan pada dinamika jalan nafas, terutama pada anak-anak dengan madibula yang kecil.

Pada beberapa instansi, pembuatan dan pemliharaan dari trakeotomi perlu sampai perbaikan

palatum telah sempurna.14

b. Perdarahan

Perdarahan intraoperatif merupakan komplikasi yang potensil terjadi. Karena kayanya darah

yang diberikan pada paltum, Intraoperative hemorrhage is a potential complication. Because

of the rich blood supply to the palate, perdarahan yang berarti mengharukan untuk

dilakukannya transfuse. Hal ini bisa berbahaya pada bayi, yakni pada meraka yang total

volume darahnya rendah. Penilaian preoperative dari jumlah hemoglobin dan hitung

trombosit sangat penting. Injeksi epinefrin sebelum di lakukan insisi dan penggunaa

intraoperatif dari oxymetazoline hydrochloride capat mengurangi kehilangan darah yang bisa

terjadi. Untuk menjaga dari kehilangan darah post operatif, area palatum yang mengandung

mucosa seharusnya diberikan avitene atau agen hemostatik lainnya.

c. Fistel palatum

Fistel palatum bisa timbul sebagai komplikasi pada periode segera setelah dilakukan operasi,

atau hal tersebut dapat menjadi permasalahan yang tertunda. Suatu fistel pada palatum dapat

timbul dimanapun sepanjang sisi cleft. Insidennya telah dilapornya cukup tinggi yakni

sebanyak 34%, dan berat-ringannya cleft telah dikemukanan bahwa hal tersebut berhubungan

dengan resiko timbulnya fistula. Fistel cleft palate post operatif bisa ditangani dengan dua

cara. Pada pasien yang tanpa disertai dengan gejala, prosthesis gigi bisa digunakan untuk

menutup defek yang ada dengan hasil yang baik. Pasien dengan gejala diharuskan untuk

terapi pembedahan. Sedikitnya supply darah, terutama supply ke anterior merupakan alasan

utama gagalnya penutupan dari fistula. Oleh karena itu, penutupan fistula anterior maupun

posterior yang persisten seharusnya di coba tidak lebih dari 6-12 bulan setelah operasi, ketika

supply darah telah memiliki kesempatan untuk mengstabilkan dirinya. Saat ini, banyak centre

menunggu sampai pasien menjadi lebih tua (paling tidak 10 tahun) sebelum mencoba untuk

memperbaiki fistula. Jika metode penutupan sederhana gagal, flap jaringan seperti flap lidah

anterior bisa dibutuhkan untuk melakukan penutupan.

d. Midface abnormalities

Penanganan Cleft palate pada beberapa instansi telah fokus pada intervensi pembedahan

terlebih dahulu. Salah satu efek negatifnya adalah retriksi dari pertumbuhan maksilla pada

49

Page 50: KELOMPOK THT TUBA print.docx

beberapa persen pasien. Palatum yang diperbaiki pada usia dini bisa menyebabkan

berkurangnya demensi anterior dan posteriornya, yakni penyempitan batang gigi, atau

tingginya yang abnormal. Kontrofersi yang cukup besar ada pada topik ini karena penyebab

dari hipoplasia, apakah hal tersebut merupakan perbaikan ataupun efek dari cleft tersebut

pada pertumbuhan primer dan sekunder pada wajah, ini tidak jelas. Sebanyak 25% pasien

dengan cleft palate unilateral yang telah dilakukan perbaikan bisa membutuhkan bedah

orthognathic. LeFort I osteotomies dapat digunakan untuk memperbaiki hipoplasia midface

yang menghasilkan suatu maloklusi dan deformitas dagu.14

e. Wound expansion

Wound expansion juga merupakan akibat dari ketegangan yang berlebih. Bila hal ini terjadi,

anak dibiarkan berkembang hingga tahap akhir dari rekonstruksi langitan, dimana pada saat

tersebut perbaikan jaringan parut dapat dilakukan tanpa membutuhkan anestesi yang terpisah.

f. Wound infection

Wound infection merupakan komplikasi yang cukup jarang terjadi karena wajah memiliki

pasokan darah yang cukup besar. Hal ini dapat terjadi akibat kontaminasi pascaoperasi,

trauma yang tak disengaja dari anak yang aktif dimana sensasi pada bibirnya dapat berkurang

pascaoperasi, dan inflamasi lokal yang dapat terjadi akibat simpul yang terbenam.

g. Malposisi Premaksilar

Malposisi Premaksilar seperti kemiringan atau retrusion, yang dapat terjadi setelah operasi.

h. Whistle deformity

Whistle deformity merupakan defisiensi vermilion dan mungkin berhubungan dengan retraksi

sepanjang garis koreksi bibir. Hal ini dapat dihindari dengan penggunaan total dari segmen

lateral otot orbikularis.

i. Abnormalitas atau asimetri tebal bibir

Hal ini dapat dihindari dengan pengukuran intraoperatif yang tepat dari jarak anatomis yang

penting lengkung.

PROGNOSIS

Meskipun telah dilakukan koreksi anatomis, anak tetap menderita gangguan bicara sehingga

diperlukan terapi bicara yang bisa diperoleh disekolah, tetapi jika anak berbicara lambat atau

hati-hati maka akan terdengar seperti anak normal.

50

Page 51: KELOMPOK THT TUBA print.docx

BAB III

KESIMPULAN

Tuba Eustachius adalah bagian dari telinga tengah yang berupa saluran yang menghubungkan

cavum tympani dan nasofaring. Dari muara tuba pada cavum tympani menuju ke muara tuba

di nasofaring berjalan ke arah inferomedial. Tuba eustachius ini dibagi menjadi: pars osseus

dan pars cartilaginea.

Fungsi dari tuba eustachius adalah menjaga agar tekanan pada cavum tympani sama dengan

tekanan pada dunia luar dan menjamin ventilasi udara dari cavum tympani. Tuba biasanya

dalam keadaan tertutup dan baru terbuka apabila oksigen diperlukan masuk ke telinga tengah

atau pada saat mengunyah, menelan dan menguap. Pembukaan tuba dibantu oleh otot tenso

veli palatini apabila terdapat perbedaan tekanan.

Disfungsi Tuba Eustachius merupakan suatu keadaan terbloknya tuba eustachius atau tidak

bisa terbuka secara baik, terbuka abnormal, myoklonus palatal, palatoskisis, dan obstruksi

tuba. Saat udara tidak dapat masuk ke dalam telinga tengah, tekanan udara di luar membran

timpani lebih besar dibandingkan tekanan udara di telinga tengah sehingga mendorong

membran timpani masuk ke dalam. Membran timpani menjadi tegang dan tidak bergetar

dengan baik ketika dilalui oleh gelombang suara.

Gejalanya yaitu pendengaran tidak tajam, dapat juga dirasakan nyeri, terasa penuh dalam

telinga, tinnitus (telinga berdenging), dan pusing. Salah satu atau kedua telinga dapat terkena.

Gejala dapat muncul dari beberapa jam hingga beberapa minggu atau lebih, tergantung

penyebabnya.

Untuk mendiagnosa dilakukan anamnesa, endoskopi, autoskop dengan valsava, dan

tympanometri. Kadangkala pada pengobatan disfungsi tuba eustachius tidak ada pengobatan

khusus yaitu cukup dengan menelan, mengunyah, menguap, atau dengan perasat valsava.

Namun pada keadaan tertentu seperti batuk, pilek, alergi, dan otitis media dapat diberikan

dekongestan nasal spray, antihistamine, steroid nasal spray, hingga operasi.

51

Page 52: KELOMPOK THT TUBA print.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganong, William. Pendengaran dan keseimbangan. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 22nd

ed. Jakarta: EGC; 2008.p. 79-85.

2. Djaafar, Zainul, Helmi, Ratna R. Gangguan fungsi tuba eustachius. Kelainan telinga

tengah. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. 6 th ed.

Jakarta: Balai Penerbit FK-UI; 2007.p. 64-5.

3. Jane NZ. Middle ear barotrauma. In Principles and practice of travel medicine. 2nd ed.

UK: John Wiley & Sons Ltd; 2013. p.370-1.

4. Mohammad M,Suhail M. Nonsuppurative otitis media and otitic barotrauma. In Textbook

of ear, nose and throat diseases.12thed. New Delhi: JP Medical Ltd; 2013.p.58-60.

5. Alpen A.Patel. patology of eustachian tube treatment and management. e-medicine (serial

online) 2013 Mei 29 (cited 2013 Oct 30). Available from:

URL:http://emedicine.medscape.com/article/858909-treatment#a1128

6. Dhingra. Disorder of middle ear. In:Diseases of ear, nose and throat. 4 th Edition. Reed

Elsevier; India : 2007.p. 59-65.

7. Djaafar, Zainul, Helmi, Ratna R. Otitis media supuratif kronis. Kelainan telinga tengah,

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. 6 th ed. Jakarta:

Balai Penerbit FK-UI; 2007.p. 69-74.

8. Acuin J. Chronic suppurative otitis media: Burden of illness and management options.

Geneva: World Health Organization; 2004

9. Vikram BK, Khaja N, Udayashankar SG, Venkatesha BK, Manjunath D. Clinico-

epidemiological study of complicated and uncomplicated chronic suppurative otitis

media. J Laryngol Otol. May 2008;122(5):442-6.

10. Kenna MA. Etiology and pathogenesis of chronic suppurative otitis media. Ann Otol

Rhinol Laryngol. 1988;97(Suppl 131):16-17.

52

Page 53: KELOMPOK THT TUBA print.docx

11. Wright D, Safranek S. Treatment of otitis media with perforated tympanic membrane. Am

Fam Physician. Apr 15 2009;79(8):650- 4.

12. Djaafar, Zainul, Helmi, Ratna R. Komplikasi otitis media supuratif. Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. Edisi 6. Jakarta:Balai Penerbit

FK-UI; 2007:78 -85.

13. Smith JA, Danner CJ. Complications of chronic otitis media and

cholesteatoma.Otolaryngol Clin North Am. Dec 2006;39(6):1237-55.

14. Kim EK, Khang SK, Lee TJ, Kim TG. 2010. “Clinical features of the microform cleft lip

and the ultrastructural characteristics of the orbicularis oris muscle”. Cleft Palate

Craniofac. J. 47 (3): 297–302.

53