agama print.docx

9
A. Secara Etimologis Agama Bahasa Sansekerta Bahasa Eropa Bahasa Arab/Semit 1. Bahasa Sansekerta ‘AGAMA’ “A” berarti tidak, dan “gama” berarti kacau atau kocar kacir. Dengan demikian agama berarti ‘tidak kacau’ atau ‘tidak kocar kacir’. “A” berarti tidak, dan “gam” berarti pergi. Jadi agama berarti tidak pergi atau diariskan secara turun temurun, artin!a agama memiliki si"at tidak pergi atau diariskan secara turun temurun. “Agama” artin!a kitab suci. #al ini mengandung makna baha a$aran agama biasan!a tersimpan dalam kitab suci. “Gam” berarti tuntunan. Artin!a baha agama mengandung a$aran%a$aran !ang dapat men$adi tuntunan hidup bagi para penganutn!a.

Transcript of agama print.docx

A. Secara Etimologis Agama Bahasa Sansekerta Bahasa Eropa Bahasa Arab/Semit 1. Bahasa SansekertaAGAMA A berarti tidak, dan gama berarti kacau atau kocar kacir. Dengan demikian agama berarti tidak kacau atau tidak kocar kacir. A berarti tidak, dan gam berarti pergi. Jadi agama berarti tidak pergi atau diwariskan secara turun temurun, artinya agama memiliki sifat tidak pergi atau diwariskan secara turun temurun. Agama artinya kitab suci. Hal ini mengandung makna bahwa ajaran agama biasanya tersimpan dalam kitab suci. Gam berarti tuntunan. Artinya bahwa agama mengandung ajaran-ajaran yang dapat menjadi tuntunan hidup bagi para penganutnya.

Bahasa Arab/ SemitAd Din Undang2; Hukum; Peraturan (Agama membawa Undang2) Menguasai; Menundukkan; Patuh

(Agama menguasai diri para penganutnya => mengandung paham kewajiban)

Utang (mengandung paham kewajiban)BalasanAdat Istiadat (membawa implikasi perbuatan2)

Nasehat

Perhitungan hari kiamat (landasan perhitungan amal)

Secara terminologi (Istilah)Agama adalah Suatu peraturan Tuhan yang mendorong jiwa seseorang yang mempunyai akal memegang peraturan Tuhan itu dengan kehendaknya sendiri untuk mencapai kebaikan hidup di dunia dan akhirat.

Ad Din adalah Hubungan ketaatan, ketundukan, kepatuhan, dan penghambaan yang melalui itu dapat mengetahui yang menciptakan, yang menghukumi dan sebagainya sehingga samapi kepada pengetahuan pada sesuatu yang maha kuasa.

Menurut Karl Mark, seorang atheis, agama didefinisikan sebagai candu masyarakat.

Tidak ada definisi agama secara istilah yang disepakati oleh ahli agama. Hal ini karena kesulitan mendefinikan agama. Beberapa alasan kesulitan dalam mendefinisikan agama, yaitu :

Pengalaman agama adalah soal batini, subjektif dan sangat individualis.Pembahasan agama selalu disertai dengan emosi.Konsep tentang agama dipengaruhi oleh orang yang mendefisikan agama.

Unsur primer yang secara substantive harus ada pada sesuatu yang disebut agama, yaitu :

Kekuatan gaib yang dibutuhkan manusia, karena manusia merasa lemah dan berhajat terhadap pertolongannya. Sehingga dilakukan hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut.

Keyakinan manusia bahwa kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat sangat tergantung pada hubungan baik dengan kekuatan gaib.

Respon yang bersifat emosional dari manusia. Hal ini dapat mengambil bentuk perasaan takut dan perasaan cinta kepada kekuatan gaib.

Paham adanya yang kudus dan suci dalam bentuk kekuatan gaib, kitab suci dan tempat-tempat tertentu.

Teori Timbulnya AgamaTeori Jiwa

Menurut teori ini agama timbul dimulai pada waktu manusia mulai menyadari akan adanya jiwa. Pendapat ini pertama kali dikemukakan oleh Edward Burnet Taylor (1832 - 1917) dalam bukunya Primitive Culture (1872) dengan teorinya Animisme yang menyatakan bahwa asal mula religi adalah kesadaran akan adanya roh atau jiwa. Dengan adanya mimpi dan mati orang primitif sampai kepada pengertian mampu memisahkan antara roh dan tubuh kasar. Bila orang meninggal, maka rohnya terus hidup. Dari sinilah asalnya kepercayaan akan adanya roh orang mati. Roh orang mati itu hidup dan dapat mengunjungi manusia, dapat menjaga manusia yang masih hidup dari kalangan anak cucunya atau teman-temannya serta keluarganya, dan bisa juga menggganggu manusia.

Dalam perkembangan selanjutnya, pikiran manusia mentranspormasikan kesadaran akan adanya jiwa menjadi kepercayaan kepada mahluk-mahluk halus. Mahluk halus tersebut tidak dapat diindra dan mereka mampu berbuat hal yang tidak dapat diperbuat oleh manusia.

Sehingga mahluk halus menjadi objek penghormatan dan penyembahan manusia dengan berbagai cara penyembahan berupa upacara, doa-doa, , sajian dan atau korban, yang dikenal dengan Manisme (pemujaan roh nenek moyang).

Kepercayaan ini oleh E.B. Taylor disebut dengan Animisme.

Pada tingkat selanjutnya, manusia percaya bahwa gerak alam ini disebabkan oleh sesuatu yang ada dibelakang peristiwa dan gejala alam. Seperti sungai-sungai yang mengalir, gunung-gunung yang meletus, hujan yang lebat, angin topan, matahari, bulan bintang, tumbuh-tumbuhan, dan semuanya yang bergerak disebabkan oleh jiwa alam ini.

Lalu jiwa tersebut dipersonifikasikan menjadi sesuatu mahluk-mahluk sebagai suatu pribadi, yang memiliki kemauan dan pikiran. Mahluk halus yang ada dibelakang gerak alam ini disebut Dewa-dewa alam.

Pada tingkat ini manusia mulai percaya kepada dewa-dewa yang disebut dengan polytheisme (poly = banyak; theos = tuhan).

Pada tingkat terakhir dari evolusi agama menurut E.B. Taylor adalah bersamaan dengan timbulnya susunan ketatanegaraan dalam masyarakat manusia, timbul juga kepercayaan bahwa alam dewa-dewa juga hidup dalam susunan ketatanegaraan yang serupa dengan ketatanegaraan manusia.

Pada kehidupan dewa pun dikenal adanya sususan pangkat dewa-dewa dimulai dari dewa yang tertinggi sebagai raja dewa sampai kepada dewa yang terendah. Susunan masyarakat dewa yang demikian lambat laun akan menimbulkan kesadaran bahwa pada semua dewa itu pada hakekatnya hanya merupakan penjelmaan dari satu dewa yang tertinggi.

Akibat dari kepercayaan itu maka berkemnbang kepercayaan kepada satu Tuhan Yang maha Esa dan timbul-lah agama-agama Monotheisme.

Teori Batas Akal

Teori batas akal ini berasal dari pendapat James G.Frazer (1854 - 1941)

Munculnya kepercayaan dalam agama, pada mulanya karena manusia mengalami gejala yang tidak dapat diterangkan oleh akal manusia.

Manusia memecahkan persoalan-persoalan kehidupannya dengan akal dan sistem pengetahuannya, akan tetapi akal dan sistem pengetahuannya memiliki keterbatasan, makin maju kebudayaan manusia makin luas batas akal tersebut.

Persoalan-persoalan yang tidak dapat dipecahkan dengan akal dipecahkan dengan magic atau ilmu gaib. Pada awalnya manusia hanya mempergunakan ilmu gaib untuk memecahkan persoalan-persoalan hidupnya yang ada di luar batas kemampuan akalnya, akan tetapi kemudian terbukti bahwa banyak dari perbuatan magicnya yang tidak berhasil.

Oleh karena itu, manusia mulai mempercayai mahluk-mahluk halus yang ada di alam ini yang lebih berkuasa dan mulailah manusia melakukan hubungan dengan mahluk-mahluk halus tersebut sehingga timbul-lah religi. Menurut Frazer terdapat perbedaan antara Magic dan Religion.

Magic adalah segala sistem perbuatan dan sikap manusia untuk mencapai suatu maksud dengan menguasai dan menggunakan kekuatan dan hukum-hukum gaib yang ada di dalam alam.

Religion adalah segala sistem perbuatan manusia untuk mencapai maksud dengan cara menyadarkan diri kepada kemauan dan kekuasaan Tuhan, mahluk halus, roh, dan dewa-dewa yang dianggap menguasai alam. Teori Masa Krisis dalam Hidup Individu Teori ini berasal dari pendapat M. Crawley dalam bukunya The tree of life dan diuraikan secara luas oleh A. Van Gennep dalam bukunya Rites de Passage.

Teori ini mengatakan bahwa perilaku beragama manusia terjadi karena untuk menghadapi krisis-krisis yang ada dalam kehidupan manusia itu sendiri.

Menurut mereka, manusia dalam jangka waktu hidupnya banyak mengalami krisis yang menjadi objek perhatiannya dan sangat menakutinya, seperti bencana, sakit dan maut yang sukar dihindarinya. Maka manusia butuh sesuatu untuk memperteguh dan menguatkan dirinya.

Perbuatan serupa itu berupa upacara sakral pada masa krisis merupakan pangkal dari keberagamaan manusia.

Teori Wahyu Tuhan atau Teori Revelasi Teori ini dikemukakan oleh Andrew Lang.

Teori ini menyatakan bahwa Kelakuan religius pada manusia terjadi karena mendapat wahyu dari Tuhan.

Pada tingkat selanjutnya, manusia percaya bahwa gerak alam ini disebabkan oleh sesuatu yang ada dibelakang peristiwa dan gejala alam. Seperti sungai-sungai yang mengalir, gunung-gunung yang meletus, hujan yang lebat, angin topan, matahari, bulan bintang, tumbuh-tumbuhan, dan semuanya yang bergerak disebabkan oleh jiwa alam ini.

Lalu jiwa tersebut dipersonifikasikan menjadi sesuatu mahluk-mahluk sebagai suatu pribadi, yang memiliki kemauan dan pikiran. Mahluk halus yang ada dibelakang gerak alam ini disebut Dewa-dewa alam.

Pada tingkat ini manusia mulai percaya kepada dewa-dewa yang disebut dengan polytheisme (poly = banyak; theos = tuhan).

Pada tingkat terakhir dari evolusi agama menurut E.B. Taylor adalah bersamaan dengan timbulnya susunan ketatanegaraan dalam masyarakat manusia, timbul juga kepercayaan bahwa alam dewa-dewa juga hidup dalam susunan ketatanegaraan yang serupa dengan ketatanegaraan manusia.

Pada kehidupan dewa pun dikenal adanya sususan pangkat dewa-dewa dimulai dari dewa yang tertinggi sebagai raja dewa sampai kepada dewa yang terendah. Susunan masyarakat dewa yang demikian lambat laun akan menimbulkan kesadaran bahwa pada semua dewa itu pada hakekatnya hanya merupakan penjelmaan dari satu dewa yang tertinggi.

Akibat dari kepercayaan itu maka berkemnbang kepercayaan kepada satu Tuhan Yang maha Esa dan timbul-lah agama-agama Monotheisme.

Teori Batas Akal

Teori batas akal ini berasal dari pendapat James G.Frazer (1854 - 1941)

Munculnya kepercayaan dalam agama, pada mulanya karena manusia mengalami gejala yang tidak dapat diterangkan oleh akal manusia.

Manusia memecahkan persoalan-persoalan kehidupannya dengan akal dan sistem pengetahuannya, akan tetapi akal dan sistem pengetahuannya memiliki keterbatasan, makin maju kebudayaan manusia makin luas batas akal tersebut.

Persoalan-persoalan yang tidak dapat dipecahkan dengan akal dipecahkan dengan magic atau ilmu gaib. Pada awalnya manusia hanya mempergunakan ilmu gaib untuk memecahkan persoalan-persoalan hidupnya yang ada di luar batas kemampuan akalnya, akan tetapi kemudian terbukti bahwa banyak dari perbuatan magicnya yang tidak berhasil.

Oleh karena itu, manusia mulai mempercayai mahluk-mahluk halus yang ada di alam ini yang lebih berkuasa dan mulailah manusia melakukan hubungan dengan mahluk-mahluk halus tersebut sehingga timbul-lah religi. Menurut Frazer terdapat perbedaan antara Magic dan Religion.

Magic adalah segala sistem perbuatan dan sikap manusia untuk mencapai suatu maksud dengan menguasai dan menggunakan kekuatan dan hukum-hukum gaib yang ada di dalam alam.

Religion adalah segala sistem perbuatan manusia untuk mencapai maksud dengan cara menyadarkan diri kepada kemauan dan kekuasaan Tuhan, mahluk halus, roh, dan dewa-dewa yang dianggap menguasai alam. Teori Masa Krisis dalam Hidup Individu Teori ini berasal dari pendapat M. Crawley dalam bukunya The tree of life dan diuraikan secara luas oleh A. Van Gennep dalam bukunya Rites de Passage.

Teori ini mengatakan bahwa perilaku beragama manusia terjadi karena untuk menghadapi krisis-krisis yang ada dalam kehidupan manusia itu sendiri.

Menurut mereka, manusia dalam jangka waktu hidupnya banyak mengalami krisis yang menjadi objek perhatiannya dan sangat menakutinya, seperti bencana, sakit dan maut yang sukar dihindarinya. Maka manusia butuh sesuatu untuk memperteguh dan menguatkan dirinya.

Perbuatan serupa itu berupa upacara sakral pada masa krisis merupakan pangkal dari keberagamaan manusia.

Teori Wahyu Tuhan atau Teori Revelasi Teori ini dikemukakan oleh Andrew Lang.

Teori ini menyatakan bahwa Kelakuan religius pada manusia terjadi karena mendapat wahyu dari Tuhan.