[PAPER] Pleomorphic Adenoma Print.docx

download [PAPER] Pleomorphic Adenoma Print.docx

of 24

description

lllllllllllllll

Transcript of [PAPER] Pleomorphic Adenoma Print.docx

PAPER

PLEOMORPHIC ADENOMA

Disusun oleh:

MICHAEL J.D. PURBANIM: 100100179

Supervisor:dr. Ruly Hidayat, M.Ked(Oph), Sp.M

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SUMATERA UTARARSUP H. ADAM MALIKMEDANPAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDANNAMA : MICHAEL JD PURBANIM : 100100179

PAPERDEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK MEDANNAMA : MICHAEL JD PURBANIM : 100100179

2015ii

KATA PENGANTARPuji dan syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya yang memberikan kesehatan dan ketersediaan waktu bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Ruly Hidayat, M.Ked(Oph), Sp.M, selaku supervisor yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini.Makalah ini berjudul Pleomorphic Adenoma dimana tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memberikan informasi mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan Pleomorphic Adenoma. Dengan demikian diharapkan karya tulis ini dapat memberikan kontribusi positif dalam proses pembelajaran serta diharapkan mampu berkontribusi dalam sistem pelayanan kesehatan secara optimal.Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati akan menerima segala bentuk kritikan yang bersifat membangun dan saran-saran yang akhirnya dapat memberikan manfaat bagi makalah ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, November 2015

Penulis

DAFTAR ISI

HalamanKATA PENGANTAR iDAFTAR ISI iiBAB 1 PENDAHULUAN1 1.1.Latar Belakang1 1.2.Tujuan Penulisan2BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA3 2.1.Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Lakrimal3a. Anatomi Kelenjar Lakrimal3b. Fisiologi Kelenjar Lakrimal4 2.2.Pleomorphic Adenoma7 2.3.Epidemiologi8 2.4.Patofisiologi dan Etiologi8 2.5.Diagnosis8 2.6.Diagnosis Banding14 2.7.Penatalaksanaan15 2.8.Komplikasi16 2.9.Prognosis16BAB 3 KESIMPULAN18DAFTAR PUSTAKA19LAMPIRAN

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangAir mata merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam tubuh kita. Air mata dibutuhkan untuk menjaga keadaan bola mata agar tetap dalam kondisi basah, membilas bola mata ketika adanya iritasi, hingga sebagai suatu system imun dengan sifat antimikroba. Air mata sendiri diproduksi oleh suatu kelenjar yang berada didaerah superotemporal orbita yang disebut sebagai kelenjar lakrimal.1Selain suatu infeksi kelenjar lakrimal (darcocystitis), kelainan lain yang sering menyerang kelenjar lakrimal adalah tumor, baik jinak maupun ganas. Dari berbagai jenis tumor yang sering terjadi pada kelenjar lakrimal, suatu pleomorphic adenoma merupakan suatu tumor jinak yang paling sering dijumpai. Pleomorphic sendiri memiliki arti bahwa tumor tersebut berasal dari sel epitel dan jaringan mesenkim. Walaupun terbilang cukup jarang terjadi, hanya 4-9% dari keseluruhan tumor-tumor orbita dan tumor adnexa, pleomorphic adenoma memiliki angka morbiditas yang cukup tinggi.2Selain angka morbiditas yang tinggi, angka rekurensi suatu tumor pleomorphic adenoma kelenjar lakrimal juga cukup tinggi. Tiga puluh dua persen (32%) dalam 15 tahun setelah dilakukannya tindakan eksisi inkomplit terjadi rekurensi, maka dari itu diperlukan suatu tindakan yang tepat dalam penatalaksanaan kasus ini.3Suatu penatalaksanaan yang tepat akan tercapai bila didahului oleh penegakan diagnosis secara dini dan tepat pula. Suatu pleomorphic adenoma kelenjar lakrimal dapat ditegakkan melalui runtutan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pleomorphic adenoma mempunyai klinis sebagai massa padat, tegas pada fosa lakrimalis dengan gejala yang ditimbulkan berupa proptosis yang tidak disertai nyeri, pergeseran bola mata kearah medioinferior.4 Walaupun dikatakan bahwa pemeriksaan radiologi sudah memberikan gambaran diagnosis preoperatif, diagnosis defenitif didapatkan berdasarkan suatu pemeriksaan histopatologi jaringan kelenjar lakrimal. Hingga pada akhirnya, penegakan diagnosis dan penatalakasanaan yang tepat dapat mengurangi tingkat rekurensi tumor, progresifitas menuju suatu proses malignansi, hingga menurunkan angka komplikasi.3 1.2. Tujuan PenulisanTujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang Pleomorphic adenoma. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk melengkapi persyaratan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Lakrimala. Anatomi Kelenjar LakrimalKompleks lakrimalis terdiri atas kelenjar lakrimal, kelenjar lakrimalis aksesorius, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis.Kelenjar lakrimal tersusun atas struktur-struktur berikut:1. Bagian orbita: berbentuk kenari, terletak di dalam fossa glandula lakrimalis di segmen superiorlateral anterior orbita yang dipisahkan dari bagian palpebra oleh kornu lateralis musculus levator palpebra.2. Bagian palpebra: bagian yang lebih kecil, terletak tepat di atas segmen temporal forniks konjungtiva superior. Duktus sekretorius lakrimal yang bermuara pada sekitar sepuluh lubang kecil, menghubugkan bagian orbita dengan bagian palpebra kelenjar lakrimal dengan forniks konjungtiva superior.Kelenjar lakrimal aksesorius (glandula Krause dan Wolfring) terletak di dalam substansia propia di konjungtiva palpebra.1,5,6

Gambar2.1 Anatomi Kelenjar Lakrimalis (American Academy Ophthalmology, 2014)

Pembuluh darah dan limfePerdarahan kelenjar air mata berasal dari arteri lakrimalis. Vena dan kelenjar bergabung dengan vena opthalmica. Drainase limfe bersatu dengan pembuluh limfe konjungtiva dan mengalir ke kelenjar getah bening periaurikular.PersarafanKelenjar air mata dipersarafi oleh (1) nervus lakrimalis (sensoris), suatu cabang dari divisi pertama trigeminus; (2) nervus petrosus superfisialis magna (sekretoris), yang datang dari nukleus salivarius superior, dan (3) saraf simpatis yang menyertai arteria dan nervus lakrimalis.1

b. Fisiologis Kelenjar LakrimalSistem Sekresi Air MataVolume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimal yang terletak di fossa glandula lakrimalis di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar yang berbentuk kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil, masing-masing dengan sistem duktusnya yang bermuara ke forniks temporal superior. Lobus palpebra kadang-kadang dapat dilihat dengan membalikkan palpebra superior.Kelenjar lakrimalis aksesorius, meskipun hanya sepersepuluh dari massa kelenjar utama, mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan kelenjar utama, tapi tidak mempuyai duktus. Kelenjar-kelenjar ini terletak dalam konjungtiva, terutama di forniks superior. Sel-sel goblet uniseluler, yang juga tersebar di konjungtiva, mensekresi glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea meibom dan zeis di tepian palpebra memberi lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut membentuk film air mata.Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata mengalir melewati tepian palpebra. Kelenjar lakrimal aksesorius dikenal sebagai pensekresi dasar. Sekret yang dihasilkan normalnya cukup untuk memelihara kesehatan kornea. Hilangnya sel goblet berakibat mengeringnya kornea meskipun banyak air mata dari kelenjar lakrimal. 1,7

Gambar2.2 Fisiologis Kelenjar Lakrimal (Basic Ophthalmology 4th edition, 2009)

Sistem Ekskresi Air MataSistem ekskresi terdiri atas pungtum, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan ductus nasolakrimalis. Setiap kali berkedip, palpebra menutup seperti resleting- mulai dari lateral, menyebabkan airmata secara merata di kornea dan menyalurkannya ke dalam sistem ekskresi pada aspek media palpebra. Pada kondisi normal, airmata dihasilkan dengan kecepatan kira-kira sesuai dengan kecepatan penguapannya. Dengan demikian, hanya sedikit yang sampai ke system ekskresi. Bila sudah memenuhi sakus konjungtiva, air mata akan memasuki pungta sebagian karena sedotan kapiler. Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pratarsal yang mengelilingi ampula akan mengencang dan mencegahnya keluar. Bersamaan dengan itu, palpebra ditarik kearah krista lakrimalis posterior, dan traksi fascia yang mengelilingi sakus lakrimalis berakibat memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif dalam sakus. Kerja pompa dinamik menarik air ke dalam sakus, yang kemudian berjalan melalui duktus nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan elastisitas jaringan, ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan serupa katup milik epitel pelapis saccus cenderung menghambat aliran balik udara dan air mata. Yang paling berkembang diantara lipatan ini adalah katup Hasner, diujung distal duktus nasolakrimalis. Struktur ini penting karena bila tidak berlubang pada bayi, menjadi penyebab obstruksi kongenital dan dakriosistitis menahun.1,6

Gambar2.3 Sistem Ekskresi Air Mata (American Academy of Ophthalmology, 2014)

Air mataVolume air mata normal diperkirakan 72 L di setiap mata. Albumin mencakup 60% dari protein total air mata; sisanya globulin dan lisozim yang berjumlah sama banyak. Terdapat imunoglobulin IgA, IgG, dan IgE. Pada keadaan alergi tertentu, seperti konjungtivitis vernal, konsentrasi IgE dalam cairan air mata meningkat. Enzim air mata lain juga dapat berperan dalam diagnosis berbagai kondisi klinis tertentu, misalnya hexoseaminidase pada panyakit Tay-Sachs. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5mg/dL) dan urea (0,004 mg/dL), pH air mata adalah 7,35 dan dalam keadaan normal air mata bersifat isotonik.1,5 Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 mikrometer yang menutupi epitel kornea dan konjungtiva. Fungsi lapisan ultra-tipis ini adalah :1. Membuat kornea menjadi permukaan optik yang licin dengan meniadakan ketidakteraturan minimal di permukaan epitel2. Membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva yang lembut3. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik dan efek antimikroba4. Menyediakan kornea sebagai substansi nutrien yang diperlukan1,5

2.2. Pleomorphic AdenomaTumor kelenjar lakrimal merupakan suatu keadaan klinis yang jarang ditemukan. Diantara semuanya, tumor epitel yang paling sering dijumpai adalah lacrimal gland pleomorphic adenoma (LGPA), yang merupakan suatu tumor jinak kelenjar lakrimal. Dari keseluruhan lesi kelenjar lakrimal, 50% diantaranya berasal dari sel epitel. Tumor sel epitel ini sendiri bisa bersifat jinak dengan kejadian pleomorphic adenoma dengan angka tertinggi, bisa juga bersifat ganas, yaitu adenoid cystic carcinoma dengan prevalensi tertinggi. Secara terminology pleomorphic pertama sekali dikemukakan oleh Wilis, pleomorphic merupakan suatu tumor campuran berisi sel epitel dan komponen mesenkimal.2 Pleomorphic adenoma sendiri merupakan tumor jinak dari sel epitel pada kelenjar lakrimal yang paling sering dijumpai. Sebagaimana tumor-tumor jinak lainnya, pleomorphic adenoma mempunyai onset dengan sifat progresifitas yang lambat, yaitu 6-12 bulan. Pleomorphic adenoma mempunyai klinis sebagai massa padat, tegas pada fosa lakrimalis dengan gejala yang ditimbulkan berupa proptosis yang tidak disertai nyeri, pergeseran bola mata kearah medioinferior. Pertumbuhan tumor pada pleomorphic adenoma juga mampu menstimulasi periosteum untuk membentuk suatu lapisan tipis berisi tulang-tulang baru (kortikasi).2,4,8

2.3. EpidemiologiData mengenai prevalensi tumor kelenjar lakrimal dalam beberapa literature masih belum terlalu jelas diakibatkan oleh angka kejadian tumor kelenjar lakrimal yang tidak terlalu banyak. Angka kejadian tumor epitel ganas pada kelenjar lakrimal mencapai 2% dari seluruh tumor-tumor orbita. Hampir sama dengan itu, angka kejadian tumor epitel jinak kelenjar lakrimal mencapai 4-9% dari seluruh kejadian tumor orbita dengan lebih dari setengah tumor epitel kelenjar lakrimal tersebut adalah pleomorphic adenoma.2,6,9

2.4. Patofisiologi dan EtiologiTranslokasi kromosom yang terlihat pada kasus pleomorphic adenoma kelenjar saliva diduga terjadi juga pada LGPA. Secara spesifik, translokasi genetik terjadi pada PLGA1 (kromosom 8q12) atau gen HMGA2 yang dicurigai. Gen ini terlibat dalam proses pengiriman sinyal faktor pertumbuhan dan regulasi siklus sel. Kejadian pleomorphic adenoma, salah satunya adalah terpaut oleh umur penderita, dimana tumor kelenjer lakrimal paling banyak menyerang pada usia dekade ke tiga kehidupan (sekitar usia 30-an tahun) dan angka kejadian terbanyak terjadi pada usia remaja. Namun beberapa sumber juga menyebutkan bahwa pleomorphic adenoma paling sering terjadi pada dekade ke-4 dan ke-5 masa kehidupan. 6,9

2.5. DiagnosisPada penegakan diagnosis, presentasi klinis kejadian tumor-tumor kelenjar lakrimal sangatlah bervariasi pada tiap-tiap pasien. Tumor kelenjar lakrimal bisa saja didapati sebagai suatu penyakit yang asimptomatis, namun terkadang dapat dirasakan bengkak pada daerah superiolateral orbita, dengan diikuti adanya gejala proptosis, diplopia dan adanya massa yang teraba jelas. Keadaan ini biasanya dirasakan cukup lama (sekitar 1-2 tahun), pada lesi kelenjar lakrimal yang bersifat tidak menginfiltrasi (tumor jinak), misalnya pada pleomorphic adenoma. Sedangkan pada keluhan yang dirasakan pada waktu singkat, kita bisa curiga dengan suatu proses keganasan pada kelenjar lakrimal.Pada kasus kasus lesi jinak, termasuk didalamnya pleomorphic adenoma, manifestasi klinis didapati rasa penuh pada daerah superotemporal orbita dan pergerseran bola mata (globe displacement) ke daerah inferonasal yang tidak disertai dengan rasa nyeri (painless).

Gambar2.4 Manifestasi Klinis Pleomorfic Adenoma (American Academy of Ophthalmology, 2014)

Sedangkan pada kasus-kasus keganasan, nyeri terasa amat sangat disertai dengan adanya tanda-tanda inflamasi. Nyeri juga dapat dirasakan seperti nyeri pada daerah persarafan, serta adanya keterlibatan nyeri pada tulang. Pada tumor ganas kelenjar lakrimal juga didapati keadaan proptosis yang terjadi dalam jangka waktu singkat, dan diikuti oleh gangguan sensoris pada daerah temporal yang dilalui oleh persarafan lakrimal pada sepertiga pasien tumor ganas. Diplopia dan gangguan penglihatan dapat terjadi juga pada lesi progresif. 6,9

Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik dapat digunakan untuk alat bantu diagnosis kejadian tumor kelenjar lakrimal. Pada inspeksi dapat terlihat pergesaran bola mata dengan atau tanpa proptosis, yang merupakan manifestasi klinis utama pada kasus tumor kelenjar lakrimal (terjadi pada 75% kasus). Presentasi klinis ini secara karakteristik berupa pergeseran bola mata non-axial kearah inferomedial (nonaxial with inferomedial globe displacement). Suatu kontur berbentuk huruf S pada bagian atas kelopak mata juga sering dijumpai pada lesi kelenjar lakrimal, tapi relatif non-spesifik untuk jenis tumor.

Gambar2.5 Manifestasi Klinis dan pemeriksaan Fisik Pleomorfic Adenoma (American Academy of Ophthalmology, 2014)

Pada palpasi, massa dapat teraba ataupun tidak teraba pada fosa lakrimalis. Massa yang padat, berbatas tegas, konsistensi lunak, non-tender didapati pada tumor jinak ataupun tumor limphoproliferative. Penurunan tes Schrimer untuk menilai lesi inflamasi curiga keganasan. Temuan lain yang mungkin saja didapatkan berupa keterbatasan gerakan bola mata, peningkatan tekanan intra okuli dan gangguan chorioretinal. Temuan non-okular dapat berupa preauricular lymphadenopathy yang berasal dari metastasis lesi maligna.6,9,10

Pemeriksaan PenunjangBeberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis glaukoma tekanan normal:1. Penilaian tekanan intraokularTonometri adalah pengukuran terhadap tekanan intraokular. Tekanan intraokular pada populasi adalah sekitar 15-20mmHg. Instrumen yang paling sering digunakan adalah tonometer aplanasi Goldman, yang dilekatkan ke slitlamp dan mengukur gaya yang diperlukan untuk meratakan daerah kornea tertentu. Ketebalan kornea berpengaruh terhadap keakuratan pengukuran. Pengukuran IOP dengan Tonometri Goldman terbatas pada keadaan korneal astigmatisme dengan dioptri lebih dari 3 dioptri. Tonometer aplanasi lainnya, yaitu tonometer Perkins dan TonoPen, keduanya portabel; pneumatotonometer, yang dapat digunakan walaupun terdapat lensa kontak lunak di permukaan kornea yang ireguler. Tekanan intraokular dapat ditemukan pada kasus-kasus tumor kelenjar lakrimal. Tonometer Schiotz, sekarang sudah jarang digunakan, mengukur besarnya indentasi kornea yang dihasilkan oleh beban yang telah ditentukan. Dengan makin meningkatnya tekanan intraokular, makin sedikit indentasi kornea yang terjadi. 10,11,12 2. Hertel ExophtalmometryMerupakan metode untuk mengukur lokasi anteroposterior bola mata terhadap tepian tulang orbita. Eksoftalmometer adalah suatu instrument manual dengan 2 alat pengukur yang identik, yang dihubungkan dengan balok horizontal. Jarak antar ke 2 alat dapat diubah dengan menggeser salah satunya agar mendekat atau menjauh, dan masing-masing memiliki takik yang pas untuk menahan tepian orbita lateral yang sesuai. Bila diposisikan dengan tepat, 1 set cermin yang terpasang akan memantulkan bayangan samping masing-masing mata di sisi sebuah skala pengukur, yang terkalibrasi dalam millimeter. Ujung bayangan kornea yang sejajar dengan bacaan skala menunjukkan jaraknya dari tepian orbita. Jarak dari kornea ke tepian orbita biasanya berkisar dari 12-20mm, dan ukuran kedua mata biasanya berselisih tidak lebih dari 2mm. Jarak yang lebih besar terdapat pada eksoftalmos, bisa uni atau bilateral. Penonjolan mata yang abnormal ini dapat disebabkan oleh penambahan massa orbita apapun, mengingat ukuran rongga orbita tulang tetap. Penyebabnya antara lain perdarahan orbita, neoplasma, radang, atau edema.1Kondisi yang diperhatikan adalah apakah pergeseran posisi bola mata axial globe displacement ataupun non axial globe displacement. Axial (anteroposterior protruding globe): tanpa pergeseran secara horizontal ataupun vertical. Terjadi pada orbitopati yang general seperti thyroid eye disease ataupun massa intraconal.

Non-axial : terdapat pergeseran bola mata secara vertical ataupun horizontal akibat pendorongan massa ke arah samping. Sebagai contohnya, terjadi pada tumor kelenjar lakrimal pada region superolateral mendorong bola mata kearah inferomedial.13

Gambar2.6 Pengukuran Proptosis dengan menggunakan Exopthalmometer (Kanski Clinical Ophthalmology, 2015)3. Tes SchrimerDilakukan dengan mengeringkan film air mata dan memasukkan strip schrimer (kertas saring Whatman No. 41) kedalam cul-de-sac konjungtiva inferior. Bagian basah yang terpajan diukur 5 menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10mm tanpa anestesi dianggap abnormal. Bila dilakukan tanpa anestesi, uji ini mengukur kelenjar lakrimal yang utama, yang aktivitas sekresinya oleh iritasi kertas saring. Uji Schrimer adalah uji penyaring untuk menilai produksi air mata.14. Pemeriksaan Pencitraan CT scan : merupakan pemeriksaan radiologi yang paling sering digunakan dalam penegakan diagnosis pleomorphic adenoma. Bersama dengan MRI, CT scan dapat memberikan gambaran anatomi secara luas, konfigurasi, batas tumor, dan angulasi yang ditimbulkan oleh massa pada fossa glandula. Namun, yang menjadi kelebihan CT scan adalah adanya gambaran yang detail mengenai keterlibatan tulang dan adanya kalsifikasi.

Gambar2.7 Gambaran CT Scan Potongan Coronal (American Academy of Ophthalmology, 2014)

MRI : baik digunakan untuk menilai jaringan lunak namun tidak untuk jaringan tulang. Berbeda dengan CT scan, MRI memberikan tampilan yang lebih baik pada tampilan jaringan lunak dan ekstensi intrakranial. Pleomorphic adenoma memberikan tampilan lesi isointense dengan batas yang teratur, ketika dibandingkan dengan gambaran otot ekstraokuler dan serebral gray matter pada gambaran T1 dan gambaran hiperintense pada gambaran T2 dengan bantuan iv contrast.3,6,136. Pemeriksaan HistopatologiWalaupun gambaran radiologi sudah mampu memberikan diagnosis preoperatif, namun diagnosis definitif yang menjadi gold standard adalah berdasarkan pemeriksaan histopatologi.Gambaran HistopatologiLacrimal gland pleomorphic adenoma merupakan suatu tumor jinak dengan massa yang berbatas tegas, sering mengakibatkan kompresi atropi pada kelenjar normal, pergeseran jaringan lakrimal normal, dan tumor ini diselubungi oleh suatu pseudocapsule yang memungkinkan pertumbuhan suatu adenoma. Pada gambaran histopatologi ditemukan suatu susunan epitel tubulus yang berdiferensiasi baik yang berasal dari duktus kelenjar lakrimal dengan myxomatous jaringan ikat longgar. Perlu diketahui bahwa gambaran ini sering terdiagnosa dengan suatu keganasan, perlu dilakukan pemeriksaan apakah terdapat tanda keganasan yang ditemukan, untuk mengkonfirmasi diagnosis suatu LGPA (lacrimal gland pleomorphic adenoma).3,6,14

Gambar 2.8 : Histology of benign mixed tumor (pleomorphic adenoma) menunjukkan pola diphasic: gambaran pucat, stroma myxomatous dan relatif amorphous; dan area seluler yang berisi sel-sel epitel.

2.6. Diagnosis BandingDiagnosis banding untuk kasus ini antara lain beberapa tumor, baik itu tumor jinak ataupun tumor ganas, yang menyerang kelenjar lakrimal ataupun tumor didaerah lain yang mengakibatkan pendorongan kearah orbita, misalnya:1. adenoid cystic carcinoma, 2. granulomatous dacryoadenitis (sarcoidosis), 3. benign lymphoid hyperplasia,4. intracranial schwannomaPada tumor-tumor ganas kelenjar lakrimal, dijumpai sifat progresifitas tumor yang tinggi dan cepat. Keluhan utama selain benjolan, dijumpai nyeri proptosis. Pada gambaran histopatologi dijumpai gambaran mirip tumor jinak campuran, namun terlihat gambaran focus-fokus malignansi.5. lymphoma, ditandai dengan benjolan. Menyerang kelenjar limfe. Limfoma merupakan penyebab limfadenopati servikal dibandingkan tumor-tumor metastasis6. Sjogrens Syndrome, merupakan suatu inflamasi kronik yang ditandai dengan infiltrasi limfositik pada organ eksokrin. Pasien-pasien dengan sjorgen syndrome datang dengan keluhan mata kering, mulut kering, pembesaran kalenjar parotis.7. cavernous hemangioma, merupakan suatu tumor intraorbital yang paling sering terjadi pada orang dewasa. Lesi jinak yang menyerang sistem pembuluh darah ini berkembang secara lambat dangan manifestasi klinis tidak disertai nyeri, dan proptosis yang progresif.3

2.7. PenatalaksanaanTatalaksana yang dianjurkan pada kasus-kasus pleomorphic adenoma adalah eksisi total pada tumor dan pada jaringan-jaringan sekitar, biasanya dilakukan lateral orbitotomy.

Gambar2.9 Lateral Orbitotomy (JSCR,2013)Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan, biopsi preoperatif ataupun reseksi dapat meningkatkan resiko rekurensi tumor (bahkan dalam beberapa tahun berikutnya), ataupun perubahan sisa tumor menuju suatu proses malignansi.Setiap defek pada kapsul dapat mengakibatkan bagian mixoid berefusi dan relaps, yang dapat meningkatkan kejadian transformasi kearah suatu malignansi.2,3,10,15

2.8. KomplikasiKomplikasi dapat berupa perdarahan orbital, edema, kompresi nervus optikus, infeksi orbital, dry eye syndrome, ptosis, retraksi palpebra dan diplopia yang bersifat sementara.3

2.9. PrognosisPrognosis pada kasus ini terbilang baik pada lesi-lesi yang telah dilakukan eksisi total dengan kapsul yang intak. Rekurensi rasio dalam 5 tahun setelah dilakukan eksisi hanya terjadi pada 3% kasus dengan eksisi total dan 32% dalam 15 tahun pada kasus dengan eksisi inklompit. Dikatakan juga 10% pleomorphic adenoma akan berubah menjadi sel ganas dalam 20 tahun setelah pengobatan pertama dan 20% pada 30 tahun setelahnya dengan gambaran perubahan pleomorphic adenoma menjadi suatu squamous cell carcinoma dalam 19 tahun setelah dilakukannya tindakan operasi.3,15,16

BAB 3KESIMPULAN

1. LGPA (lacrimal gland pleomorphic adenoma) atau pleomorphic adenoma kelenjar lakrimal merupakan suatu tumor jinak kelenjar air mata. 2. Prevalensi kejadian suatu LGPA tidak mempunyai suatu angka yang pasti, namun dikatakan dari seluruh tumor orbita, 4-9% diantaranya merupakan suatu pleomorphic adenoma. Pleomorphic adenoma kelenjar lakrimal sama halnya tumor-tumor jinak lainnya memiliki tingkat progesifitas yang lambat dengan gejala yang tidak terlalu spesifik, namun memiliki angka morbiditas yang cukup tinggi.3. Serangkaian pemeriksaan diperlukan untuk menegakkan diagnosis Pleomorphic adenoma kelenjar lakrimal. Pada kasus kasus pleomorphic adenoma, manifestasi klinis didapati rasa penuh pada daerah superotemporal orbita dan pergerseran bola mata (globe displacement) ke daerah inferonasal yang tidak disertai dengan rasa nyeri (painless). Pada inspeksi ditemui pergeseran bola mata non-axial kearah inferomedial (nonaxial with inferomedial globe displacement). Pada palpasi, massa dapat teraba ataupun tidak teraba pada fosa lakrimalis. Massa yang padat, berbatas tegas, konsistensi lunak, dan tidak nyeri.4. Pemeriksaan histopatologi kelenjar lakrimal dijadikan sebagai gold standart penegakan diagnosis dengan gambaran. Pada gambaran histopatologi ditemukan suatu susunan epitel tubulus yang berdiferensiasi baik yang berasal dari duktus kelenjar lakrimal dengan myxomatous jaringan ikat longgar. 5. Eksisi komplit pada kelenjar lakrimal dan pengangkatan jaringan sekitar dengan lateral orbitotomy dijadikan ajuran sebagai tatalaksana definitif mengingat angka rekurensi cukup tinggi pada kasus-kasus dengan eksisi inkomplit. .

DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P, Whitcher JP. 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.2. Binatli O, Yaman O, Ozdemir N, Erdogan IG. Pleomorphic Adenoma of Lacrimal Gland, a case report. JSCR. 2013;10: 1-4. 3. Iyeyasu JN, Reis F, Altemani AM, Carvalho KM. An Unususal Presentation of Lacrimal Gland Pleomorphic Adenoma. Rev Bras Oftalmol.2013;72 (5):339-340 4. Galloway NR, Amoaku WMK, Galloway PH, Browning AC. 2006.Common Eye Diseases and Their Management. 3rd ed. London: Springer. 127-1285. Ilyas S. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ke-3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.6. American Academy of Ophthalmology. 2014.Opthalmic Pathology and Intraocular Tumor, Section 4, Orbit, Eyelids and Lacrimal System, section 7. San Francisco: AAO7. Jogi R. 2009. Basic Ophthalmology. 4th Ed. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher. 424-4278. Trattler W, Kaiser PK, Friedman NJ. 2012. Review of Ophthalmology. 2nd Ed. San Francisco: Elsevier.166-1689. DeAngelis DD. 2015. Lacrimal Gland Tumor. Available at: http://reference.medscape.com/article/1210619-overview.com [accessed in 14th November 2015] 10. Kanski J. 2015. Kanskis Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 8th Ed. Australia: Elsevier. 103-10611. Riordan-Eva P, Whitcher JP. 2008. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17th Ed. USA: The McGraww-Hill Companies.12. Yanoff M, Duker JS. 2014. Ophthalmology. 4th Ed. USA: Elsevier,1297-129913. Olver J, Cassidy L. 2005. Ophthalmology at a Glance. USA: Blackwell Science. 58-6014. Said MS. 2013. Pathology of Carcinoma Ex Pleomorphic Adenoma. http://emedicine.medscape.com/article/1652374-overview.com [accessed in: 14th November 2015]15. Vander JF, Gault JA. Ophthalmology Secrets in Colour, 3rd edition. USA: Molby Elsevier,432-43316. Tsai JC, Denniston AKO, Murray PI, Huang JJ, Aldad TS. 2011. Oxford American Handbook of Ophthalmology. China: Oxford University Press, 487-488

20