Skenario 2 Traumatologi print.docx

60

Click here to load reader

Transcript of Skenario 2 Traumatologi print.docx

LAPORAN TUTORIALBLOK TRAUMATOLOGI SKENARIO 2NYERI PINGGANG DAN TIDAK BISA KENCING

KELOMPOK A10MAHIRA BAYU ADIFTAG0012125PRISMA PUTRA G. A.G0012165GREGORIUS YOGA PANJIG0012087NADITA GITA O.G0012145AGYA GHILMAN FAZAG0012009SHANTI PROBOSIWIG0012209NILUH AYU ANISSA H.G0012149ROSA RIRIS S.G0012193NADIA NURFAUZIAHG0012143YUNINDRA KEN S.G0012237KARTIKA YULIANA P.G0012103SALSHA AMALIAG0012203Tutor:

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTATAHUN 2015BAB IPENDAHULUAN

NYERI PINGGANG DAN TIDAK BISA KENCING

Dokter IGD menerima pasien rujukan dari puskesmas, pasien seorang laki laki, berusia 35 tahun. Sekitar 6 jam sebelumnya, pasien mengendarai sepeda motor sambil bertelepon. Saat ada becak yang menyebrang jalan, karena kaget, saat kecepatan tinggi, pasien menabrak pohon karena bermaksud menghindari becak. Pasien terbentur setang motor pada pinggang kanan, lalu jatuh ke tanah dengan panggul membentur batu besar. Pasien sadar, tampak pucat, mengeluh nyeri pada pinggang dan perut bagian bawah, dan tidak bisa kencing. Namun dokter tetap tidak melakukan kateterisasi.Dari pemeriksaan dokter IGD didapatkan kesadaran GCS 15, pupil isokhor, refleks cahaya (+/+), lateralisasi (-), jalan nafas bebas. Didapatkan vital sign: Nadi 120x/menit, tekanan darah 90/60 mmHg, suhu 36 C, akral dingin dan lembab, RR 24x/menit.Terdapat jejas pada regio lumbal dekstra, nyeri ketok costovertebral (+), keluar darah dari orificium urethra externum, serta terdapat hematom pada regio perineum. Dari pemeriksaan rectal toucher didapatkan prostat melayang. Dalam pemeriksaan stabilitas pelvis, tes kompresi (+), tes distraksi (+).Dokter melengkapi pemeriksaan penunjang kemudian mengkonsulkan pasien pada dokter spesialis yang berkaitan untuk menangani kasus ini.

BAB IIDISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Seven Jumpsa. Langkah I : Klarifikasi IstilahDalam skenario kali ini kami mengklarifikasikan istilah sebagai berikut :1. Tes kompresi dan tes distraksi : pemeriksaan pelvis dengan cara mendorong dan menarik pelvis.2. Tes Kompresi : salah satu tes stabilitas pelvis yang dilakukan dengan menekan bagian lateral pelvis pasien saat pasien tidur dalam posisi miring.3. Tes Disktraksi : salah satu tes stabilitas pelvis yang dilakukan dengan menekan pelvis pada bagian depan dalam posisi pasien terlentang.4. Prostat melayang : suatu kondisi dimana prostat tampak melayang ketika pemeriksaan.

b. Langkah II : Menentukan / mendefinisikan permasalahanPermasalahan yang ditemui dalam skenario ini adalah :1. Apa hubungan waktu penangannan pasien (6 jam) dengan kondisi pasien?2. Hubungan kejadian kecelakaan yang dialami pasien dengan keluhan nyeri pinggang, tidak bisa kencing dan nyeri perut bagian bawah?3. Mengapa dokter tidak melakukan kateterisasi?4. Mengapa puskesmas perlu melakukan rujukan ke IGD?5. Organ apa sajakah yang berpeluang mengalami trauma pada daerah yang mengalami jejas?6. Bagaimana interpretasi GCS, pupil, dan vital sign?7. Bagaimana interpretasi p(x) fisik pada pasien?8. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan dalam kasus ini?9. Apa dokter spesialis yang berkaitan untuk menangani kasus ini? Tatacara konsultasinya?10. Penatalaksanaan awal di puskesmas dan IGD dan penatalaksanaan lanjutan?11. Diagnosis kerja dan komplikasi, jelaskan!

c. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat penyataan sementara mengenai permasalahan1. Apa hubungan waktu penanganan pasien (6 jam) dengan kondisi pasien?Jawab:Derajat syokKriteriaKehilangan darahKeteranganGejala

Pre syok10 15% (750 ml)TD Sistole 90 100mmHg. Tubuh masih bisa mengkompensasi.Pusing, takikardi ringan

Syok Ringan1 1,2 literTD sistole 80 90 mmHg. Takikardi >100x/menit. Tubuh masih bisa mengkompensasi.Gelisah, keringat dingin, haus, diuresis berkurang.

Syok Sedang1,5 1,75 literTD Sistole 70 -80 mmHg. Takikardi >100x/menit. Reversibel. Gelisah, pucat, dingin, oligouria.

Syok berat.1,75 2,25 literTD Sistole 0 40 mmHg. Takikardi/tidak teraba. Irreversibel. Pembuluh darah mulai kolaps.Pucat, sudah mulai muncul sianotik, dingin, takipnea, anuria.

Tabel 01. Derajat Syok

Pada skenario :Pasien mengalami syok ringan, dikarenakan tekanan darah systole pasien hanya 90 mmHg dan takikardi yang mencapai 120x/menit. Pada pasien dengan fraktur pelvis, darah yang hilang bisa mencapai 1 6 liter, sedangkan pasien mendapat pertolongan setelah 6 jam, maka pasien tersebut berpeluang masuk menjadi pasien syok karena perdarahan oleh sebab fraktur pelvis. Golden periode untuk penanganan perdarahanya yaitu antara 6 8 jam untuk mencegah terjadinya syok akibat kehilangan banyak darah.2. Hubungan kejadian kecelakaan yang dialami pasien dengan keluhan nyeri pinggang, tidak bisa kencing dan nyeri perut bagian bawah?Jawab:Penyebab retensi urin atara lain: Supra vesikal : kerusakan pada pusat miksi di medullaspinalis. Vesikal : kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada pasien DM atau penyakit neurologis, divertikel yang besar. Intravesikal : pembesaran prostat, batu ginjal dan tumor. kecemasan, kelainan patologi uretra, trauma. obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik, preparat antidepressant antipsikotik, antihistamin dan lain lain.Penerapan pada skenario:Nyeri pinggang bisa terjadi karena berbagai macam faktor. Dalam skenario ini, nyeri pinggang dapat terjadi akibat benturan keras antara pinggang kanan pasien dengan stang motor sehingga menimbulkan trauma.Pasien mengeluh tidak bisa kencing bisa diakibatkan karena adanya trauma pada urethra pasien karena ditemukan darah yang keluar pada orificium urethra externum, atau terjadi obstruksi urethra akibat prostat yang melayang. Nyeri pada perut karena retensi urin yang terjadi pada pasien. Distensi yang berlebihan pada vesika urinaria dapat menyebabkan nyeri.3. Mengapa dokter tidak melakukan kateterisasi?Jawab:Kontraindikasi pemasangan kateter adalah urethral injury. Biasanya ditemukan pada pasien dengan trauma atau fraktur pada pelvis yang ditandai dengan adanya perdarahan pad meatus urethra, perineal hematoma, dan prostat yang melayang. Jika dicurigai ada trauma pada urethra perlu dilakukan urethroghrapy sebelum dilakukan kateterisasi. Selain itu pada pasien dengan striktur urethra, pasca pembedahan urethra atau vesica urinaria, serta pada pasien yang tidak kooperatif juga tidak disarankan untuk dilakukan pemasangan kateter.Pada skenario:Hasil pemeriksaan fisik pasien ditemukan adanya darah yang keluar dari orificium urethra externum, hematom pada regio perineum, serta dari pemeriksaan rectal toucher didapatkan prostat melayang. Dari hasil tersebut dicurigai pasien mengalami trauma pada urethra yang merupakan salah satu kontraindikasi pemasangan kateter sehingga dokter tidak melakukannya.4. Mengapa puskesmas perlu melakukan rujukan ke IGD?Berdasar yang telah kita bahas pada no.1, pasien mendapat pertolongan setelah 6 jam, sedangkan dari hasil pemeriksaan awal diperkirakan pasien mengalami fraktur pelvis disertai komplikasi perdarahan. Dalam kondisi ini pasien di khawatirkan akan terjadi syok maka rencana penatalaksanaan yang disusun termasuk resusitasi cairan atau transfusi, selain itu kondisi fraktur yang di alami (fraktur pelvis) harus segera mendapat penanganan sehingga perdarahan segera bisa teratasi.5. Organ apa sajakah yang berpeluang mengalami trauma pada daerah yang mengalami jejas?Jawab: Anatomi abdomen dan pelvisRongga abdomen dibagi menjadi sembilan regio, yaitu:RegioOrgan didalamnya

Hypochondriaca dextraHepar, esophagus, kantung empedu.

EpigastricaGaster pars pylorica, corpus pancreas, duodenum pars cranialis.

Hypochondriaca sinistraLien, cauda pancreas, gaster pars corpus dan pars fundus.

Lumbalis dextraColon ascenden, ren dextra.

UmbilicusJejunum, ileum, colon tranversum, omentum.

Lumbalis sinistraRen sinistra, colon descenden.

Illiaca dextraCaecum, ovarium, tuba valopi dextra (wanita), appendix vermiformis.

HypogastricaVesika urinaria, uterus (wanita), urethra, prostat (pria).

Illiaca dextraColon sigmoid, ovarium (wanita).

Tabel 02. Regio abdomen Penerapan pada skenario:Pasien terbentur setang motor pada pinggang kanan dan perut bagian bawah, yaitu regio lumbalis dextra dan hypogastrica. Organ yang kemungkinan terkena trauma jika dilihat dari regionya adalah colon ascenden dan ren dextra pada regio lumbalis dextra serta vesika urinaria, prostat dan urethra pada regio hypogastrica. Hal ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan fisik pasien yang ditemukan adanya jejas pada regio lumbal dekstra, nyeri ketok costovertebral, keluar darah dari orificium urethra externum, hematom pada regio perineum serta prostat melayang. Selain itu, benturan yang keras yang terjadi ketika pasien jatuh ke tanah dengan panggul membentur batu besar dapat mengakibatkan terjadinya fraktur pada pelvis dikarenakan dalam pemeriksaan stabilitas pelvis didapatkan hasil tes kompresi (+), tes distraksi (+).6. Bagaimana interpretasi GCS, pupil, dan vital sign?Jawab:IndikatorNormalPada skenarioInterpretasi

GCS1515Pasien dalam keadaan compos mentis. Tidak ada cedera kepala atau cedera kepala ringan.

PupilIsokhorIsokhorNormal, tidak ada cedera kepala yang mengakibatkan rusaknya jaras neural mata.

Reflek cahaya(+/+)(+/+)Normal, tidak ada cedera kepala yang mengakibatkan rusaknya jaras neural mata.

Lateralisasi (-)(-)Normal, tidak ada perdarahan intrakranial.

Tekanan Darah120 / 80 mmHg90/60 mmHgHipotensi, yang mungkin terjadi akibat pasien kehilangan banyak darah. Tanda dari pre syok hipovolemik.

Nadi70 80x/menit120 x/menitTakikardi. Merupakan mekanisme kompensasi akibat hipotensi yang dialami pasien. Tanda dari pre syok.hipovolemik.

Suhu36,6C 37,2C36CNormal. Pasien tidak mengalami demam.

RR16 20x/menit24x/menitTakipnea. Pernafasan lebih dari normal.

Tabel 03. Interpretasi GCS, pupil, dan vital sign7. Bagaimana interpretasi p(x) fisik pada pasien?Jawab:Ditemukan jejas pada regio lumbal dextra merupakan bukti bahwa terjadi benturan di area tersebut.Nyeri ketok Costovertebral pada skenario didapatkan hasil (+) / pasien merasa nyeri saat diketok, yang menandakan adanya trauma atau peradangan pada ginjal. Macam macam trauma ginjal :a. Kontusio : 80% trauma ginjal, terjadi perdarahan di parenkim ginjalnya tanpa ada kerusakan kapsul, kematian jaringan, maupun kerusakan kaliks.b. Laserasi : Ada robekan di parenkim, mulai dari kapsul sampai masuk ke pelvio kaliksnya, disertai hematuria.c. Cedera pedikal : Cedera pada arteri, vena utama ginjal, cabang segmentalnya.Keluar darah dari Orificium Urethra Externum disebabkan ada trauma di urethra. Bisa berupa trauma urethra anterior, maupun posterior. Perlu dibedakan dengan hematuria dimana hematuria adalah keluarnya urin yang tercampur dengan darah.Hematoma pada regio perineum disebabkan karena ruptur urethra anterior. Jika terjadi ruptur uretra beserta korpus spongiosum, darah yang keluar dari uretra akan tertampung pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada penis. Namun jika fascia Buck juga ikut robek, ekstravasasi darah hanya akan dibatasi oleh fasia Colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau ke dinding abdomen. Robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut Butterfly Hematoma yaitu daerah memar atau hematom pada penis dan skrotum.Perbedaan trauma urethra anterior dan posterior*:AnteriorPosterior

Bloody dischargeBloody discharge

Retensio UrineRetensio urine

Hematome/jejas peritoneal/urin infiltrateFloating Prostat

*Trias ruptur uretra (anterior/posterior)Prostat melayang pada pemeriksaan rectal toucher disebabkan oleh ligamentum puboprostaticum yang menyangganya terlepas akibat trauma yang terjadi sehingga prostat terangkat ke arah cranial dan melayang diantara hematoma yang terjadi.Tes kompresi dan tes distraksi (+) pada pemeriksaan stabilitas pelvis dapat menjadi sebuah indikasi adanya trauma pada pelvis. Tes kompresi dilakukan dengan menekan bagian lateral pelvis pasien saat pasien tidur dalam posisi miring. Tes distraksi dilakukan dengan menekan pelvis pada bagian depan dalam posisi pasien terlentang.Tidak bisa kencing pada pasien disebabkan karena ada trauma pada urethra. Produksi urin tetap ada sehingga urin tertampung di vesika urinaria dan tidak bisa keluar. Pasien mengeluh nyeri perut bagian bawah akibat distensi berlebihan dari vesika urinaria.8. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan dalam kasus ini?Berdasarkan keluhan, regio jejas, dan pemeriksaan yang telah dilakukan, pasien dicurigai mengalami trauma pelvis, ruptur ren, dan ruptur urethra. Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk mengetahui diagnosis pasti pada pasien sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat.Ruptur RenPemeriksaan laboratoriumUrinalisa, darah rutin dan kreatinin merupakan pemeriksaan laboratorium yang penting. Urinalisa merupakan pemeriksaan dasar untuk mengetahui adanya cedera pada ginjal. Hematuria mikroskopis pada pasien trauma dapat didefinisikan sebagai adanya >5 sel darah merah per-lapang pandang besar, sementara pada gross hematuria telah dapat dilihat langsung pada urin.Hematuria merupaka poin diagnostik penting untuk trauma ginjal. Namun tidak cukup sensitif dan spesifik untuk membedakan apakah suatu trauma minor ataukah mayor. Beratnya hematuria tidak berkorelasi lurus dengan beratnya trauma ginjal. Bahkan untuk trauma ginjal yang berat, seperti; robeknya ureteropelvic junction, trauma pedikel ginjal, atau trombosis arteri dapat tampil tanpa disertai dengan hematuria. Hematokrit serial merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk mengevaluasi pasien trauma. Penurunan hematokrit dan kebutuhan akan transfusi darah merupakan tanda kehilangan darah yang banyak, dan respon terhadap resusistasi akan menjadi pertimbangan dalam pengambillan keputusan. Peningkatan kreatinin dapat sebagai tanda patologis pada ginjal. Pemeriksaan radiologisIndikasi untuk dilakukannya pemeriksaan radiologis pada trauma ginjal antara lain adalah gross hematuri, hematuri mikroskopik yang disertai shok, atau adanya trauma multi organ.Ultrasonografi Abdomen USG merupakan modalitas pencitraan yang populer untuk penilaian awal suatu trauma abdomen. USG dapat dilakukan dengan cepat, tidak invasif, biaya murah, dan dapat menilai adannya cairan bebas tanpa paparan radiasi atau zat kontras. Namun penggunaan USG pada trauma ginjal cukup banyak dipertanyakan, disamping pemakaiannya sangat bergantung pada operator. USG dapat mendeteksi adanya laserasi pada ginjal, namun tidak mampu secara tepat memastikan seberapa dalam dan luas laserasi yang terjadi, dan tidak mampu menampilkan data yang mendukung untuk menilai ekskresi ginjal dan ada tidaknya kebocoran urin. USG doppler dapat digunakan untuk menilai aliran darah yang menuju ke ginjal. USG dapat digunakan untuk mengevaluasi resolusi urinoma dan hematom retroperitoneal pada kasus pasien trauma ginjal yang stabil. USG juga dapat digunakan pada pasien yang hamil dan berguna untuk follow-up rutin dalam menilai lesi parenkim atau hematom pada pasien yang dirawat di ruang intensive care unit (ICU). Kesimpulannya, USG berguna pada saat triase pasien dengan trauma tumpul abdomen dan membantu untuk menentukan modalitas diagnostik yang lebih agresif. USG abdomen tidak memberikan data yang akurat untuk menilai derajat trauma ginjal.One shot-Intraoperative Intraveous Pyelography Kontras disuntikkan selama resusitasi, dilakukan pengambilan foto 1x pada 10 menit setelah penyuntikan. Pemeriksaan akan memberikan informasi untuk tindakan laparotomi segera dan data mengenai normal atau tidaknya fungsi ginjal kontralateral. Pemeriksaan IVP dapat menghindari eksplorasi ginjal yang tidak perlu.Computed Tomography CT scan merupakan standar baku pemeriksaan radiologi pada pasien trauma ginjal dengan hemodinamik stabil. Pada banyak penelitian CT scan lebih unggul dibandingkan pencitraan lain seperti IVP, USG atau angiografi. CT scan lebih akurat untuk menilai lokasi trauma, mendeteksi kontusio dengan jelas, memberikan gambaran retroperitoneum dan hematom, dan secara simultan memberikan gambaran abdomen dan pelvis. CT scan juga memberikan keunggulan dalam gambaran detail anatomi, yang mencakup; laserasi ginjal, ada tidaknya trauma penyerta, dan gambaran ginjal kontralateral. Luasnya hematom yang tampak pada CT scan dapat dijadikan dasar evaluasi pada kasus trauma tumpul dan penentuan terapi lebih lanjut.Magnetic Resonance Imaging Walaupun MRI tidak banyak digunakan pada sebagian besar kasus trauma ginjal, namun beberapa penelitian telah menunjukkan beberapa manfaat MRI. MRI (1,0 tesla) dapat dengan akurat mangambarkan hematom perirenal, viabilitas fragmen ginjal, dan mendeteksi kelainan ginjal sebelumnya, namun gagal memvisualisasikan ekstravasasi urin pada pemeriksaan awal. Namun demikian MRI bukan pilihan diagnostik pertama pada pasien trauma karena waktu pemeriksaannya yang lama dan biayanya yang mahal.AngiografiCT scan telah menggantikan penggunaan angiografi dalam menilai derajat trauma ginjal, hal ini dikarenakan angiografi kurang spesifik, waktu pemeriksaan yang lama, dan lebih invasif. Namun demikian, angiografi lebih spesifik dalam menentukan lokasi pasti dan derajat trauma vaskular. Angiografi dapat menentukan lacerasi ginjal, ekstravasasi, dan trauma pedicle.Indikasi utama angiografi pada trauma ginjal adalah ginjal yang nonvisual pada pemeriksaan IVP setelah trauma yang berat dan tidak memiliki fasilitas CT scan. Angiografi juga diindikasikan pada pasien dengan hemodinamik stabil, untuk menilai trauma pedicle yang tidak begitu jelas pada CT scan atau pada pasien dengan hematuri yang persisten.Ruptur UretraPemeriksaan radiologisUretrografi retrograde menjadi pilihan pemeriksaan karena akurat, sederhana, dan cepat dilakukan pada keadaan trauma. Pemeriksaan radiologik dengan uretrografi retrograde dapat memberi keterangan letak dan tipe ruptur uretra. Uretrografi retrograde akan menunjukkan gambaran ekstravasasi bila terdapat laserasi uretra, sedangkan kontusio uretra tidak tampak adanya ekstravasasi. Bila tidak tampak adanya ekstravasasi maka kateter uretra boleh dipasang.Fraktur PelvisPemeriksaan radiologisSetiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan radiologis dengan prioritas pemeriksaan rongent posisi AP. AP Axial Outlet Projection untuk tulang pelvis anterior/inferior (Taylor Method), proyeksi ini sangat bagus untuk memperlihatkan pubis bilateral, ischium pada fraktur pelvis dan displacement dan AP Axial Inlet Projection Pelvis yang akan memperlihatkan proyeksi axial dari pelvic ring ( rongga pelvis ) untuk menentukan trauma pelvis pada posterior displacement rotasi kedalam atau keluar dari pelvis anterior. Pemeriksaan rongent posisi lain yaitu oblik, rotasi interna dan eksterna bila keadaan umum memungkinkan.9. Apa dokter spesialis yang berkaitan untuk menangani kasus ini? Tatacara konsultasinya?Pada kasus skenario dokter IGD melakukan konsultasi kepada dokter spesialis untuk menangani kasus lebih lanjut. Dokter spesialis yang berkaitan untuk menangani kasus ini yaitu dokter spesialis bedah terkait dengan adanya indikasi pasien mengalami ruptur ren dan ruptur uretra, dokter spesialis urologi terkait dengan indikasi ruptur uretra dan diperlukan aspirasi suprapubik, serta dokter spesialis orthopedi dan traumatologi terkait dengan adanya indikasi fraktur pelvis pasien berkaitan dengan trauma tumpul yang dialaminya. Standar Operasional Prosedur Konsultasi Pasien ke Dokter Spesialis (secara tertulis) :a. Dokter memberi penjelasan bahwa pasien memerlukan konsultasi lebih lanjut dengan Dokter Spesialis lainnya.b. Dokter menanyakan persetujuan pasien untuk konsultasi ke Dokter Spesialis. c. Apabila pasien tidak setuju, Dokter melanjutkan perawatan tanpa konsultasi Dokter Spesialis dan pasien membuat surat pernyataan tidak setuju di status pasien.d. Apabila pasien setuju, Dokter mengisi lembar konsultasi kepada Dokter Spesialis dan memberitahu perawat agar menghubungi Dokter Spesialis tersebut.e. Perawat menghubungi Dokter Spesialis yang dimaksud untuk menentukan waktu konsultasi pasien (kedatangan Dokter Spesialis untuk memeriksa pasien).f. Dokter Spesialis yang dimaksud melakukan pemeriksaan dan memberikan penjelasan pada pasien serta tindakan bila diperlukan.Yang perlu diperhatikan pada pengisian lembar konsultasi adalah identitas pasien, keterangan klinik, diagnosis awal dan tatalaksana awal yang sudah diberikan, yang diisi oleh pihak yang meminta konsultasi. Kemudian dari pihak Dokter Spesialis yang dimintai konsultasi menjawab pada lembar konsul tersebut apa yang didapatkan dari pemeriksaan pada pasien tersebut dan apa saran tindakan medik/pengobatan selanjutnya.10. Penatalaksanaan awal di puskesmas dan IGD dan penatalaksanaan lanjutan? a. PuskesmasSebelum melakukan penatalaksanaan awal di puskesmas hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah pemeriksaan awal (Primary Survey dan Adjunct Primary Survey) untuk mengambil langkah penatalaksanaan yang paling perlu segera dilakukan. Dari hasil pemeriksaan yang akan di bahas lebih lanjut pada no. 1 langkah VII, hal yang perlu dilakukan dalam penatalaksanaan adalah,A (Airway): Pastikan bahwa jalan nafas tidak terganggu., dalam skenario kesadaran pasien compos mentis tampak dari skor GCS 15. Maka airway tidak terdapat masalah.B (Breathing): Pada skenario didapatkan dari pemeriksaan fisik bahwa breathing sedikit meningkat sebagai kompensasi terhadap kondisi pasien (Presyok hipovolemik distribusi oksigen yang menurun). RR 24x/menit.C (Circulation): Dari pemeriksaan didapatkan hasil bahwa pasien dalam keadaan takikardia dengan denyut nadi 120x/menit (memberikan gambaran behwa kondisi pasien adalah presyok) jika dikaitkan dengan hasil yang lain seperti, tekanan darah 90/60 mmHg.D (Disability): Dari pemeriksaan kesadaran didapatkan GCS 15, dan pasien dapat berkomunikasi dengan baik. Maka hal yang perlu diatasi fokus pada hal yang lain serta menjaga pasien dalam kodisi sadar stabil dengan mengontrol masalah lain yang bisa menjadi penyebab berkurangnya kesadaran.E (Exposure): Dengan cara membuka pakaian yang mengganggu tatalaksana atau memperburuk kondisi pasien. Serta diperlukan untuk identifikasi jejas yang ada pada bagian tubuh yang tertutup pakaian.Dari pemeriksaan yang dilakukan di puskesmas, dapat dilaporkan hasil bahwa masalah yang didapat adalah: Terdapat masalah terkait kemampuan berkemih pada pasien.Keluhan tidak bisa kencing perlu dikonfirmasi dengan anamnesis yang adekuat sehingga didapatkan data yang adekuat untuk menentukan apakah masalah yang dialami adalah gagal produksi urin atau gangguan pada pengeluaran urin. Dari hasil pemeriksaan dan anamnesis didapatkan bahwa jejas hanya terjadi pada regio illiaca dextra (pinggang) dan juga pelvis (panggul ) disertai nyeri perut bagian bawah. Maka dapat diperkirakan jejas hanya terjadi pada ren dextra, dari keluhan nyeri pada perut bawah diperkirakan karena vesica urinaria yang penuh sehingga distensi karena di perkirakan ren sinistra masih baik. Berdasar hal tersebut dapat kita ambil sebuah kesimpulan awal bahwa pasien mengalami gangguan pengeluaran urin dari VU, hal ini bisa terjadi oleh sebab ruptur uretra atau striktur uretra. Penatalaksanaan yang harus diberikan adalah pengeluaran urin dengan cara kateterisasi suprapubik (sistostomi) karena dicurigai adanya striktur uertra atau ruptur uretra (kontra indikasi kateterisasi melalui uretra). Karena sistostomi bukan merupakan kompetensi dokter umum (puskesmas), maka rujukan dengan segera adalah langkah yang palik tepat dalam menyelamatkan pasien dalam kondisi ini. Fraktur pelvisDari pemeriksaan awal yang dilakukan, pasien suspek fraktur pelvis yang nanti dibuktikan dengan radiologis, maka sebelum hasil radiologis didapatkan pasien dicurigai mengalami fraktur pelvis. Penatalaksanaan awal yang bisa dilakukan di pusksemas untuk menolong fraktur pelvis adalah imobilisasi pelvis (sheet pelvis).Gambar Sheet pelvis.Setelah fraktur pelvis imobilisasi, segera lakukan rujukan kepada dokter spesialis orthopedi. Perdarahan dan PresyokUntuk mengatasi perdarahan dengan kondisi pasien presyok dan sangat mungkin menjadi syok, maka penatalaksanaan yang bisa dilakukan dan harus segera adalah resusitasi cairan. Dengan cara memasang i.v line kristaloid dengan dosis awal pemberian adalah 1000-2000 ml pada dewasa.

b. UGD/ Rumah SakitPada tahap selanjutnya ketika pasien sudah di kirim ke UGD/ RS beberapa hal yang perlu dilakukan adalah: Adjunct Primary SurveyDalam hal ini yang perlu dilakukan di UGD adalah melihat data diri pasien serta keterangan dari surat pengantar puskesmas, tekait diagnosis awal serta tindakan yang sudah di berikan. Selanjutnya dilakukan : Pemeriksaan Radiologis, pemeriksaan ini di tujukan untuk menegakkan diagnosis fraktur pelvis yang dicurigai terjadi pada pasien. Pemeriksaan darah untuk persiapan transfusi jika diperlukan transfusi darah pada tatalaksana lanjutan. Single shoot IVP, untuk menilai gangguan pada saluran kemih pasien yang diduga ada masalah pada uretra, dan dilanjutkan kateterisasi suprapubic (sistostomi). Sistostomi dilakukan karena dalam pemeriksaan didapatkan neyri perut bawah yang diperkirakan karena pengisian vesica urinaria yang telah penuh serta kontra indikasi dilakukannya kateterisasi melalui uretra. Secondary Survey dan tatalaksaana lanjutan.Dalam secondary survey hal yang perlu dilakukan adalah anamnesis terkait kejadian (kecelakaan) dan keluhan lain untuk menilai ada tidaknya risiko cidera pada regio yang belum di periksa dengan seksama.. Setelah semua penatalaksanaan UGD dilakukan selanjutnya konsul kepada dokter spesialis terkait masalah yang di alami pasien.11. Diagnosis kerja dan komplikasi, jelaskan!a. Fraktur PelvisFraktur pelvis merupakan 5% dari seluruh fraktur, 2/3 fraktur pelvis terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. 10% diantaranya disertai trauma pada alatalat dalam rongga panggul seperti uretra, buli buli, rektum serta pembuluh darah.Mekanisme traumaTrauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang besar atau karena jatuh dari ketinggian. Mekanisme trauma pada cincin panggul terdiri atas:1. Kompresi anteroposteriorHal ini biasanya akibat tabrakan antara seorang pejalan kaki dengan kendaraan. Ramus pubis mengalami fraktur, tulang inominata terbelah dan mengalami rotasi eksterna disertai robekan simfisis. Keadaan ini disebut sebagai open book injury.2. Kompresi lateralKompresi dari samping akan menyebabkan cincin mengalami keretakan. Hal ini terjadi apabila ada trauma samping karena kecalakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Pada keadaan ini ramus pubis bagian depan pada kedua sisinya mengalami fraktur dan bagian belakang terdapat strain dari sendi sakroiliaka atau fraktur ilium atau dapat pula fraktur ramus pubis pada sisi yang sama.3. Trauma vertikalTulang inominata pada satu sisi mengalami pergerakan secara vertikal disertai fraktur ramus pubis dan disrupsi sendi sakroiliaka pada sisi yang sama. Hal ini terjadi apabila seseorang jatuh dari ketinggian pada satu tungkai4. Trauma kombinasiPada trauma yang lebih hebat dapat terjadi kombinasi kelainan diatas. Gambaran klinisFraktur pelvis harus dicurigai apabila ada riwayat trauma yang menekan tubuh bagian bawah atau apabila terdapat luka serut (degloving), memar, atau hematom di daerah pinggang, sacrum, pubis, atau perineum. Diagnosis ditegakkan bila ditemukan nyeri subjektif dan objektif, serta gerakan abnormal pada gelang panggul. Untuk itu, pelvis ditekan ke belakang dan ke medial secara hati-hati pada kedua spina illiaca anterior superior, ke medial pada kedua trochanter mayor, ke belakang pada simphisis pubis, dan ke medial pada kedua crista illiaca. Apabila pemeriksaan ini menyebabkan nyeri, patut dicurigai adanya fraktur pelvis. Kemudian dicari adanya gangguan penyerta lain seperti retensi urine atau hematuria, dan dilakukan pemeriksaan rectal toucher untuk menilai tulang sacrum dan tulang pubis. Fraktur pelvis sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel yang dapat mengenai organ-organ lain dalam panggul. Komplikasi Komplikasi Segera Trombosis vena ilio-femoral, komplikasi ini sering ditemukan dan sangat berbahaya. Robekan kandung kemih, robekan dapat terjadi apabila ada trauma simfisis pubis atau tusukan dari tulang panggul yang tajam. Robekan uretra, robekan ini terjadi karena ada trauma simfisis pubis pada daerah uretra pars membranosa. Trauma rektum dan vagina. Trauma pembuluh darah besar akan menyebabkan perdarahan masif sampai syok. Trauma pada syaraf : a. Lesi saraf skiatik dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat operasi. Apabila dalam jangka waktu enam minggu tidak ada perbaikan, sebaiknya lakukan eksplorasi. b. Lesi pleksus lumbosakralis, biasanya terjadi pada fraktur sakrum yang bersifat vertikal disertai pergeseran. Selain itu, dapat terjadi gangguan fungsi seksual apabila mengenai pusat saraf. Komplikasi Lanjut Pembentukan tulang heterotrofik, biasanya terjadi setelah trauma jaringan lunak yang hebat atau setelah operasi. Dalam keadaan ini pasien dapat diberikan indometasin untuk profilaksis. Nekrosis avaskular, dapat terjadi pada caput femur beberapa waktu setelah trauma. Gangguan pergerakan sendi serta osteoatritis sekunder, apabila terjadi fraktur pada daerah asetabulum dan tidak dilakukan reduksi yang akurat, sedangkan sendi ini menopang berat badan, ketidaksesuaian sendi sehingga terjadi gangguan pergerakan serta osteoatritis di kemudian hari. Skoliosiskompensatoar.b. Trauma GinjalGinjal terletak di rongga retroperitonium dan terlindung oleh otot-otot punggung di sebelah posterior dan oleh organ-organ intraperitoneal di sebelah anteriornya. Karena itu trauma ginjal tidak jarang diikuti oleh trauma organ-organ yang mengitarinya. Trauma ginjal merupakan trauma terbanyak pada sistem urogenital, lebih kurang 10% dari trauma pada abdomen mencederai ginjal. Trauma ginjal dapat menjadi problem akut yang mengancam nyawa, namun sebagian besar trauma ginjal bersifat ringan dan dapat dirawat secara konservatif.Cedera ginjal dapat terjadi secara langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang atau tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitonium. Goncangan ginjal di dalam rongga retroperitonium menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis. Robekan ini akan memacu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan trombosis arteri renalis beserta cabang-cabangnya.KlasifikasiMenurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal dibedakan menjadi cedera minor, cedera mayor, dan cedera pada pedikel atau pembuluh darah ginjal. Sebagian besar (85%) trauma ginjal merupakan cedera minor (derajat I dan II), 15% termasuk cedera mayor (derajat III dan IV), dan 1% termasuk cedera pedikel ginjal.Klasifikasi trauma ginjal : Grade I, kontusio ginjal; terdapat perdarahan di ginjal tanpa adanya kerusakan jaringan, kematian jaringan, maupun kerusakan kaliks. Hematuria dapat mikroskopik atau makroskopik. Pencitraan normal. Grade II, hematom subkapsular atau perineal yang tidak meluas, tanpa adanya kelainan parenkim. Grade III, laserasi ginjal tidak melebihi 1 cm, tidak mengenai pelviokaliks, dan tidak terjadi ekstravasasi. Grade IV, laserasi lebih dari 1 cm dan tidak mengenai pelviokaliks atau ekstravasasi urine. Laserasi yang mengenai korteks, medulla, dan pelviokaliks. Grade V, cedera pembuluh darah utama, avulsi pembuluh darah yang mengakibatkan gangguan perdarahan ginjal, laserasi luas pada beberapa tempat/ginjal yang terbelah.Gambar: klasifikasi trauma ginjalDiagnosisKecurigaan terhadap adanya trauma ginjal jika terdapat: Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut bagian atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah itu. Hematuria. Fraktur costa sebelah bawah (T8-T12) atau fraktur prosesus spinosus vertebra. Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang. Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan lalu lintas.Gambaran klinis yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangat bervariasi tergantung pada derajat trauma dan ada atau tidaknya trauma pada organ lain yang menyertainya. Perlu ditanyakan mekanisme cedera untuk memperkirakan luas kerusakan yang terjadi.Pada trauma derajat ringan mungkin hanya didapatkan nyeri di daerah pinggang, terlihat jejas berupa ekimosis, dan terdapat hematuria makroskopik ataupun mikroskopik. Pada trauma mayor atau ruptur pedikel seringkali pasien datang dalam keadaan syok berat dan terdapat hematom di daerah pinggang yang makin lama makin membesar. KomplikasiKomplikasi awal yang dapat terjadi pada satu bulan pertama berupa perdarahan, fistula arteri-vena renalis, hipertensi, ekstravasasi urin, dan urinoma. Komplikasi lambat yang terjadi hidronefrosis, pembentukan batu, pyelonefritis akut, hipertensi, fistula arteri-vena, dan pseudoaneurisma. Kejadian hipertensi post-trauma sebesar