BAB II - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/167/jtptunimus-gdl-rahmagikaa... ·...

22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persalinan 1. Pengertian Persalinan adalah proses pergerakan keluar janin, plasenta, dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir (Bobak, 2005). Persalinan merupakan proses pengeluaran bayi dengan presentasi belakang kepala tanpa menggunakan alat alat untuk menolong persalinan sejak dari awal inpartu sampai proses pengeluaran bayi (Manurung, 2011). Persalinan adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kelahiran cukup bulan (3742 minggu), lahir spontan dengan presentasi letak belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik ibu atau janin (Baety, 2011). Persalinan normal adalah keluarnya janin yang cukup matang untuk hidup diluar kandungan dan tidak berukuran terlalu besar sehingga terjadi proses persalinan normal (Pillieteri, 2013). Berdasarkan beberapa definisi persalinan, persalinan adalah proses pengeluaran janin cukup bulan (37-42 minggu) dan plasenta melalui jalan lahir tanpa komplikasi, tanpa menggunakan alat alat yang berlangsung dalam 18 jam yang dimulai dengan adanya suatu kontraksi rahim dan diakhiri dengan kelahiran plasenta. 2. Teori persalinan Penyebab persalinan sampai saat ini belum jelas, terdapat berbagai teori antara lain: a. Teori keregangan Otototot rahim mempunyai kemampuan untuk meregang dalam batas tertentu, setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.

Transcript of BAB II - digilib.unimus.ac.iddigilib.unimus.ac.id/files/disk1/167/jtptunimus-gdl-rahmagikaa... ·...

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Persalinan

1. Pengertian

Persalinan adalah proses pergerakan keluar janin, plasenta, dan

membran dari dalam rahim melalui jalan lahir (Bobak, 2005). Persalinan

merupakan proses pengeluaran bayi dengan presentasi belakang kepala

tanpa menggunakan alat – alat untuk menolong persalinan sejak dari awal

inpartu sampai proses pengeluaran bayi (Manurung, 2011). Persalinan

adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kelahiran cukup bulan

(37–42 minggu), lahir spontan dengan presentasi letak belakang kepala

yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik ibu atau janin

(Baety, 2011). Persalinan normal adalah keluarnya janin yang cukup

matang untuk hidup diluar kandungan dan tidak berukuran terlalu besar

sehingga terjadi proses persalinan normal (Pillieteri, 2013).

Berdasarkan beberapa definisi persalinan, persalinan adalah proses

pengeluaran janin cukup bulan (37-42 minggu) dan plasenta melalui jalan

lahir tanpa komplikasi, tanpa menggunakan alat – alat yang berlangsung

dalam 18 jam yang dimulai dengan adanya suatu kontraksi rahim dan

diakhiri dengan kelahiran plasenta.

2. Teori persalinan

Penyebab persalinan sampai saat ini belum jelas, terdapat berbagai teori

antara lain:

a. Teori keregangan

Otot–otot rahim mempunyai kemampuan untuk meregang dalam batas

tertentu, setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi

sehingga persalinan dapat dimulai.

b. Teori penurunan progesteron

1) Progesteron menimbulkan relaksasi otot – otot rahim.

2) Estrogen meninggikan ketegangan otot – otot rahim.

3) Selama kehamilan terhadap keseimbangan antara progesterone

dan estrogen dalam darah, tapi pada akhir kehamilan progesteron

menurun sehingga adanya his.

c. Teori oksitosin

1) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar Hipofisis Pars Posterior.

2) Menurunnya konsentrasi progesteron akibat tuanya kehamilan

akan oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan

dapat dimulai

3) Teori prostaglandin

Prostaglandin meningkat sejak umur kehamilan 15 minggu,

dikeluarkan oleh desidua (Baety, 2011).

3. Tahapan persalinan

Terdapat 4 tahap dalam persalinan :

a. Kala 1

Dimulai sejak awal kontraksi dengan frekuensi, intensitas dan

durasi yang cukup sehingga menyebabkan penipisan dan pembukaan

servik dan berakhir bila servik sudah membuka lengkap. Kontraksi

terdiri dari kekuatan, irama, frekuensi dan durasi. Pembukaan 4 sampai

7, kekuatan: sedang, irama: lebih teratur, frekuensi: selang waktu 3

sampai 5 menit, durasi: 30 sampai 45 detik. Pembukaan 8 sampai 10,

kekuatan: kuat untuk mendorong, irama: teratur, frekuensi: selang aktu

2 sampai 3 menit, durasi: 45 sampai 60 detik.

Kala 1 dibagi menjadi 2 fase yaitu fase aktif dan fase laten. Fase

aktif dibagi menjadi fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan

3cm sampai 4cm, fase dilatasi maksimal (sekitar 2), dan fase deselerasi

(sekitar 2 jam), pembukaan 9cm sampai lengkap (Trihendradi & Indrato,

2010).

b. Kala 2

Dimulai ketika pembukaan servik sudah lengkap (10cm) dan

berakhir dengan lahirnya bayi. Karakteristik lain pada kala 2 adalah

dorongan meneran, tekanan pada anus, perenium menonjol, peningkatan

lendir darah.

c. Kala 3

Kala 3 berlangsung setelah bayi lahir dan berakhir setelah

keluarnya plasenta dan selaput ketuban. Kala 3 terdiri dari 2 fase yaitu

fase pelepasan dan fase pengeluaran.

d. Kala 4

Kala 4 dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama

post partum. Pemantauan yang harus dilakukan adalah kontraksi uterus

harus baik, tidak ada perdarahan dari vagina, kandung seni kosong, tidak

ada rasa mual, muntah dan sakit kepala (Manurung, 2011).

4. Mekanisme Persalinan

Berdasarkan jenis panggul yang tidak teratur dan dimensi kepala

janin matur yang relatif lebih besar, sehingga tidak semua diameter kepala

janin dapat memasuki dasar panggul. Janin memerlukan suatu proses

adaptasi atau akomodasi bagian kepala yang bersangkutan terhadap segmen

panggul untuk menyelesaikan persalinan. Perubahan posisi pada presentasi

ini merupakan mekanisme persalinan. Mekanisme persalinan dengan

gerakan cardinal. Gerakan cardinal pada persalinan adalah enggement,

penurunan, fleksi, rotasi interna, ekstensi, rotasi eksterna dan ekspulsi.

a. Enggagement

Mekanisme saat kepala janin dalam presentasi kepala melewati

pintu atas panggul (PAP). Terdapat 2 posisi kepala janin yaitu kepala

janin memasuki pintu atas panggul dalam posisi diameter lintang

(sinklitismus) dan sumbu kepala membuat sudut lancip ke depan denan

pintu atas panggul (asinklitismus anterior) sedangkan arah sumbu kepala

membuat sudut lancip kebelakang dengan pintu atas panggul

(asinklitismus poserior).

b. Penurunan

Penurunan merupakan penurunan presentasi yang dapat terjadi

sebelum persalinan. Penurunan presentasi disebabkan oleh: tekanan

cairan amnion, tekanan langsung fundus pada bokong melalui

mekanisme kontraksi, tekanan langsung otot abdomen disaat kontraksi,

ekstensi dan pelurusan badan janin. Faktor yang dapat menghambat

penurunan kepala yaitu nurliparitas, epidural analgesia, hidramnion,

hipertensi, diabetes mellitus gravida, bayi dengan berat badan lebih dari

4 kg, ketuban pecah dini, dan persalinan yang diinduksi.

c. Fleksi

Kepala memasuki rongga panggul dengan posisi fleksi dan ukuran

yang paling kecil. Kepala berada didasar panggul dalam keadaan fleksi

maksimal.

d. Putaran fleksi dalam

Pemutaran kepala yang menggerakkan oksiput dari posisi asalnya

ke anterior menuju simfisis pubis, selalu dihubungkan dengan turunnya

bagian kepala mencapai spina (engaged). Kepala yang turun menempati

diagrafma pelvis didukung oleh elastisitas diafragma pelvis dan tekanan

intra uterin oleh his yang berulang – ulang.

e. Defleksi

Setelah kepala berada didasar panggul dengan ubun–ubun kecil

berada dibawah simpisis. Kepala akan mengadakan fleksi penuh

mencapai vulva, kepala menekan lorong panggul. Kekuatan yang

berperan dalam terjadinya fleksi penuh yakni berasal dari uterus bekerja

lebih posterior dan tahanan dasar panggul yang bekerja dibagian anterior.

f. Putaran paksi luar

Suatu gerakan yang sesuai dengan rotasi badan janin, yang bekerja

membawa diameter biakromial berhimpitan dengan anterior posterior

pintu bawah panggul. Gerakan ini untuk menyesuaikan kedudukan

kepala dengan punggung anak.

g. Ekspulsi

Bahu melintasi pintu panggul dalam keadaan miring untuk

menyesuaikan dengan bentuk panggul, saat didasar panggul. Apabila

kepala telah lahir, bahu berada dalam posisi depan – belakang dengan

demikian bahu depan lahir lebih dahulu, baru diikuti oleh bahu

(Manurung, 2011).

5. Faktor yang mempengaruhi persalinan

Terdapat 5 faktor yang mempengaruhi persalinan:

a. Power

Power adalah kekuatan yang ada pada ibu. His yaitu kontraksi

otot-otot rahim. Sifat his yang baik adaah teratur, paling kuat di fundus

dekat kornu, semakin sering, semakin kuat, durasi makin lama,

menghasilkan pembukaan dan penurunan kepala. Tenaga meneran yaitu

tenaga yang disadari oleh ibu yang berfungsi untuk mengeluarkan janin

dan dilakukan pada saat pebukaan sudah lengkap dan pada saat ada his

(Baety, 2011).

b. Passage

Passage adalah jalan lahir, jalan lahir mempunyai kedudukan

penting untuk menentukan bagaimana proses persalinan akan

berlangsung. Panggul dibagi menjadi 2 bagian yaitu pelvis mayor untuk

mendukung isi perut dan pelvis minor untuk mendukung alat

reproduksi.

c. Passanger

Passanger adalah janin, bagian yang mempengaruhi persalinan

pada janin adalah kepala janin, posisi dan besar kepala pada janin.

d. Psikis

Psikis adalah keadaan kejiwaan ibu, keadaan emosional ibu sangat

berpengaruh terhadap proses persalinan. Pengaruh psikis dapat

menghambat dan memperlambat proses persalinan atau bisa untuk

mempercepat kelahiran.

e. Position

Posisi sangatlah berpengaruh terhadap proses persalinan, postur ibu

dan posisi fisik untuk memfasilitasi persalinan (Durham & Chapman,

2014).

B. Nyeri Persalinan

1. Pengertian

Nyeri persalinan adalah bagian proses persalinan normal, dapat

diprediksi munculnya nyeri yakni sekitar hamil aterm sehingga ada waktu

untuk mempersiapakan diri dalam menghadapi, nyeri yang muncul adalah

bersifat akut memiliki tenggang waktu yang singkat, munculnya nyeri

secara intermitten dan berhenti jika proses persalinan sudah berakhir

(Manurung, 2011). Nyeri persalinan adalah nyeri yang menyertai

kontraksi uterus yang berasal dari gerakan rahim yang berusahan

mengeluarkan bayi (Mander R. , 2012).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri

persalinan adalah nyeri yang menyertai kontraksi uterus yang berasal dari

gerakan rahim yang bersifat akut dengan tenggang waktu yang singkat,

muncul secara intermitten dan berhenti jika persalinan berakhir.

2. Penyebab dan intensitas nyeri persalinan

Penyebab nyeri persalinan dan intensitasnya berbeda di setiap tahapan

persalinan:

a. Kala I

Nyeri persalinan kala 1 merupakan nyeri viseral. Nyeri viseral

berasal dari organ internal yang berada dalam rongga throrak, abdomen

dan cranium. Kala 1 diawali dengan adanya kontraksi uterus yang

menyebar dan membuat abdomen kram.

Nyeri yang timbul pada kala I disebabkan oleh meregangnya uterus

dan terjadinya effacement (pendataran) dan dilatasi serviks. Stimulus

tersebut yang dihantarkan ke medulla spinalis di torakal 10 – 12 samapi

lumbal 1. Intensitas nyeri kala 1 bervariasi sesuai kemajuan dari dilatasi

serviks.

Kala 1 fase laten : pembukaan 0-3 cm nyeri dirasakan sakit dan

tidak nyaman

Kala I fase aktif : pembukaan 4 – 7cm nyeri agak menusuk.

Pembukaan 7–10cm nyeri menjadi lebih

hebat, menusuk dan kaku.

b. Kala II

Nyeri kala II merupakan nyeri somatik. Nyeri somatik berasal dari

lapisan dinding tubuh. Reseptor nyeri somatik meliputi reseptor nyeri

yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan

penyangga lainnya. Stuktur reseptor sangatlah komplek. Penyebab nyeri

kala II oleh tekanan kepala janin pada pelvis, distensi, struktur pelvis,

regangan pada organ dasar panggul (kandung kencing, uretra, rectum,

vagina, perineum) dan tekanan pada pleksus lumbal sakralis. Implus-

implus nyeri tersebut dibawa dari perieum ke sacrum 2, 3, 4 melalui saraf

pundendal. Nyeri pada kala II seperti menyengat, tajam, tarikan, tekanan,

rasa terbakar, seperti diplintir serta kram. Nyeri dirasakan di regio lumbal

2, bagian bawah punggung, paha, tungkai dan area vagina dan perineum.

Ibu biasanya mempunyai keinginan untuk mengejan (Manurung, 2011).

2. Fisiologi nyeri

Proses terjadinya persalinan terdiri dari 3 komponen fisiologis berikut:

a. Resepsi : proses perjalanan nyeri.

Proses perjalanan nyeri selam persalinan berlangsung sesuai

dengan fase persalinan. Nyeri dikala 1 disebabkan oleh kontraksi

uterus sehingga menyebabkan uterus tertarik dan serviks mendatar dan

berdilatasi. Nyeri di kala II disebabkan oleh penurunan kepala ke

rongga pelvis dan menyebabkan peregangan struktur jalan lahir bagian

bawah. Stimulus merangsang pengeluaran zat kimia: histamin,

bradikinin, dan kalium. Pengaruh dari zat tersebut non reseptor aktif

mentransmisi implus nyeri. Implus nyeri dihantarkan kearah atas

menuju subtansi gelatinosa di dalam kornu dorsalis medula spinalis di

torakal 10-12 sampai lumbal 1 pada kala 1 sedangkan implus nyeri

dikala II ditrasmisikan melalui syaraf pudendal ke nervus sakralis ke 4

ke thalamus. Thalamus berfungsi untuk memproyeksikan nyeri ke

korteks serebri yang selanjutnya dipersebsikan.

b. Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri.

Hasil persepsi implus nyeri ditransmisikan kembali oleh efektor

sebagai persepsi nyeri. Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang

terhadap nyeri, pada saat individu menjadi sadar akan nyeri maka

akan terjadi reaksi yang komples. Persepsi menyadarkan individu dan

mengartikan nyeri itu sebagai respon yang tidak menyenangkan

kemudian individu pada dapat bereaksi.

c. Reaksi : respon fisiologis dan perilaku setelah mempersepsikan

nyeri.

Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisiologis dan perilaku

yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri. Hasil persepsi di korteks

cerebri ditransmisikan ke thalamus lalu ke sistem saraf otonom

menghasilkan respon fisiologis dan perilaku. Nyeri berlangsung

secara terus menerus maka sistem parasimpatis akan bereaksi

(Manurung, 2011).

4. Respon tehadap nyeri persalinan

Respon terhadap nyeri adalah respon fisiologis dari stimulasi syaraf

simpatik, respon fisiologis terhadap stimulus syaraf parasimpatik, respon

psikologis, respon perilaku.

a. Respon fisiologis dari stimulasi syaraf simpatik (nyeri ringan, sedang):

dilatasi saluran bronkial dan peningkatan respirasi rate, peningkatan

heart rate, vasokonstriksi perifer, peningkatan tekanan darah,

peningkatan nilai gula darah, diaphoresis, penurunan motilitas

gastrointestinal.

b. Respon fisiologis terhadap stimulus syaraf parasimpatik (nyeri berat

dan dalam): muka pucat, otot mengeras, penurunan heart rate dan

tekanan darah, nafas cepat dan irreguler, nause dan vomitus, kelelahan

dan keletihan.

c. Respon psikologis

Respon perilaku yang ditampilkan pengaruh nyeri antara lain: diam

tidak berdaya, menolak, depresi, marah, takut, tidak punya harapan,

tidak punya kekuatan.

d. Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup: pernyataan verbal

(mengaduh, menangis, sesak nafas), ekspresi wajah (meringis,

menggeletukkan gigi, menggigir bibir), gerakan tubuh (gelisah,

imobilisasi, keteganagn otot, peningkatan gerakan jari dan tangan),

kontak dengan orang lain atau interaksi sosial (menghindari

percakapan, menghindari kontak sosial, penurunan rentang perhatian,

fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri (Manurung, 2011).

5. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri

Banyak faktor dapat yang mempengaruhi respon nyeri :

a. Usia

Faktor usia sangat mempengaruhi respon seseorang terhadap

sensasi nyeri. Ibu yang melahirkan di usia muda akan mengungkapkan

nyeri sebagai sensasi yang sangat menyakitkan. Ibu yang melahirkan di

usia dewasa mengungkapkan bahwa nyeri sudah merupakan patologis

dari persalinan.

b. Kultur

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka

berespon terhadap nyeri misalnya suatu daerah menganut kepercayaan

bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima sebagai seorang wanita.

c. Makna nyeri

Makna nyeri berhubungan dengan pengalaman seseorang

terhadap nyeri dan bagaimana mengatasinya. Mudah tidaknya

seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman dimasa lalu dalam

mengatasi nyeri.

d. Perhatian

Klien yang memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan

dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan

dengan respon nyeri yang menurun.

e. Ansietas

Dampak cemas terhadap implus syaraf parasimpati yang

merangsang kelenjar adrenal bagian medulla mensekresiskan hormon

katekolamin. Ketekolamin menyebabkan vasokontriksi vaskuler.

Sehingga sirkulasi menjadi terganggu dan asupan oksigen ke jaringan

berkurang menimbulkan sensasi nyeri semakin kuat.

f. Pola koping

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi

nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan menyulitkan

sesorang mengatasi nyeri.

g. Support keluarga dan social

Perhatian khusus dibutuhkan oleh seorang ibu disaat melahirkan

untuk menurunkan tingkat kecemasannya dan memenuhi kebutuhan

fisik ibu (Potter & Perry, 2006).

6. Pengukuran skala nyeri

Pengukuran nyeri dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ada 3 tipe

pengukuran skala nyeri yaitu pengukuran nyeri berdasarkan catatan klien

(self-report measure), pengukuran nyeri dengan observasi (observational

measure) dan pengukuran fisiologis.

a. Pengukuran nyeri berdasarkan catatan klien (self report measure)

Self report measure dianggap sebagai standar yang baik untuk

pengukuran nyeri, karena konsistensi terhadap definisi atau makna

nyeri itu sendiri. Pengukuran ini dilakukan dengan meminta klien untuk

mengukur sendiri rasa nyeri yang dirasakan apakah nyeri yang berat,

nyeri sedang dan ringan. Pengukuran dapat menggunakan alat ukur

penilaian nyeri pada beberapa jenis skala metric, menggunakan buku

harian untuk memperoleh informasi tentang nyeri. Alat skal metrik

dalam self report measure adalah verbal rating scale (VRS), verbal

descriptor scale (VDS), verbal analog scale (VAS), dan alat ukur nyeri

lainnya : pain drawing, Mc Gill Pain Quesioner, diary. Gambaran skala

pengukuran mertik:

1) Verbal Rating Scale (VRS)

VRS merupakan alat ukur yang menggunakan kata sifatuntuk

menggambarkan level intensitas nyeri yang berbeda, dengan

rentang dari tidak nyeri sampai nyeri hebat (extreme pain). VRS

merupakan alat pemeriksaan yang VRS biasanya diskore dengan

menggunakan skal 0-4. Skala 0 adalah tidak ada nyeri, skala 1

nyeri ringan, skala 2 nyeri sedang, skala 3 nyeri kuat, skala 4 nyeri

sangat kuat. Angka tersebut berkaitan dengan kata sifat dalam

VRS, cara ini mempunyai keterbatasan di dalam

mengaplikasikannya. Kelemahan VRS adalah adanya

ketidakmampuan pasien untuk menghubungkan kata sifat yang

cocok untuk level intensitas nyeri dan ketidak mampuan pasien

yang buta huruf untuk memehami kata sifat yang dipergunakan.

2) Verbal Descriptor Scale (VDS)

Skala deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan

nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsian secara verbal

sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima diskripsi yang

tersusun dengan jarak yang sama sepanjang garis. Mendeskripsi ini

di ranking dari tidak ada nyeri sampai nyeri yang tak tertahankan.

Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk

mendeskripskan nyeri. Skala ini paling efektif dignakan saat

mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah intervensi

terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka

direkomendasikan patokan 10 cm.

Gambar 2.1 Skala Nyeri Desciptor

Sumber : Manurung (2011)

3) Visual analog scale (VAS)

VAS adalah alat ukur lainnya yang digunakan untuk lainnya

yang digunakan untuk memeriksa intensitas nyeri dan secara

khusus meliputi 10-15 cm garis, dengan setiap ujungnya ditandai

dengan level intensitas nyeri, ujung kiri diberi tanda tidak ada nyeri

dan ujung kanan diberi tanda nyeri hebat. Skala ini memberi klien

kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS

merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena

klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada

dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter & Perry, 2006).

Pasien diminta untuk menandai disepanjanag garis tersebut sesui

dengan level intensitas nyeri yang dirasakan oleh diri pasien. Jarak

diukur dari batas kiri samapi pada tanda yang diberi oleh pasien

(ukuran mm), dan itulah skore yang menunjukkan level intensitas

nyeri. Batasan dari alat ukur skala nyeri ini adalah pada beberapa

pasien pada beberapa pasien khususnya orang tua akan mengalami

kesulitan merespon grafis VAS dari pada verbal ratting scale

(VRS).

b. Pengukuran nyeri dengan observasi (observational measure)

Pengukuran ini biasanya berkaitan dengan tingkah laku penderita

selama mengalami nyeri. Pengukuran biasanya berkaitan dengan

tingkah laku penderita selama mengalami nyeri. Beberapa pengamatan

yang dilakukan seperti pengamatan tingkah laku terhadap respon nyeri

selama persalinan misalnya menangis, meringis, menghindari

percakapan. Pengamatan dilakukan sepanjang ibu mengalami nyeri.

Perubahan respon tingkah laku ibu dicatat kemudian dikelompokkan

nyeri yang dialami berada dalam rentang nyeri yang lama, maka perlu

waktu yang lama dalam pengukuran ini. Perubahan tingkah laku dapat

dilihat dari pengamatan menggunakan pengukuran face pain scale

(pengukuran skala nyeri dengan melihat perubahan respon wajah).

c. Pengukuran fisiologis

Bentuk respon yang ditampilkan ibu selama proses persalinan

bervariasi sesuai dari efek rangsagan syaraf simpatis dan parasimpatis.

Respon nyeri akibat perubahan biologis dapat digunakan sebagai

pengukuran tidak langsung pada nyeri akut. Sebagai contoh, pernapasan

atau tekanan darah akan menunjukkan beberapa perubahan sebagai

respon dari kontraksi uterus dan peregangan daerah perineum dan

vagina. Skala pengukuran ini diterapkan skala ringan, sedang, berat.

Perubahan respon biologis yang terjadi pada nyeri akut selama proses

persalinan dapat distabilkan dalam beberapa waktu karena tubuh dapat

berusaha memulihkan homeostatisnya setelah proses persalinan

berakhir. Pengukuran ini berguna dalam keadaan dimana pengukuran

secara obsevasil lebih sulit dilakukan (Manurung, 2011).

7. Managemen nyeri persalinan

Managemen nyeri persalinan farmakologi dan non farmakologi

a. Penanganan farmakologi merupakan suatu cara yang digunakan untuk

menghilangkan nyeri saat persalinan menggunakan obat :

1) Analgetik non opioid- obat anti inflamasi non steroid

Efektif untuk menghilangkan nyeri ringan sampai sedang. Terapi ini

menghasilkan analgetik dengan bekerja di tempat cedera melalui

inhibisi sintesis prostaglandin dari prekorsor asam arokdonat.

2) Analgesia opioid

Mereka tidak memiliki efek amnesia tetapi menciptakan perasaan

kesejahtaraan dan meningkatkan kemampuan untuk beristirahat

diantara kontraksi. Terapi ini digunakan untuk yang berkepanjangan.

3) Agonist dan antagonis analgesics

Terapi ini memberikan efek analgesia tanpa menyebabkan depresi

pernapasan pada ibu maupun pada janin.

b. Penangan non farmakologi dapat menggunakan berbagai cara:

1) Teknik relaksasi

Teknik relaksasi bermanfaat untuk pengurangan

ketegangan tubuh dan meningkatkan pengelolaan nyeri persalinan.

Relaksasi idealnya dikombinasikan dengan aktivitas seperti berjalan

(Bobak, 2005).

2) Teknik pernafasan

Teknik pernafasan ini dapat meningkatkan relaksasi dan

oksigenasi. Selain itu dapat menurunkan intensitas nyeri saat

persalinan karena proses menarik nafas lambat melalui hidung dan

menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan lahan (Ismail,

2011).

3) Back effeurage

Pukulan ringan yang dilakukan dari bagian perut seirama

dengan pernafasan selama terjadi kontrasi. Digunakan untuk

mengurang nyeri dengan mengalihkan perhatian dari rasa sakit

terhadap adanya kontraksi.

4) Counter pressure

Tekanan stabil yang dilakukan pada daerah sacral dengan

benda keras tumit tangan dengan bantuan orang lain. Teknik ini

sangat membantu untuk mengatasi sensasi tekanan internal dan nyeri

di punggung bawah.

5) Kompres hangat

Kompres hangat merupakan relaksasi dan mengurangi ras

sakit saat persalianan. Panas mengurangi iskemia otot dan

meningkatkan aliran darh ke daerah yang tidak nyaman.

6) Kompres dingin

Kompres dingin merupakan suatu tindakan mengurangi rasa

sakit dengan mengurangi suhu otot dan menghilangkan kejang.

Namun, budaya wanita dapat membuat penggunaan dingin

persalinan tidak diterima.

7) Musik

Musik dapat membantu menciptakan suasana yang lebih

santai diruang melahirkan, yang mengarahkan pendekatan yang lebih

santai dengan pelayanan kesehatan (Ward & Hisley, 2009).

C. Managemen nyeri non farmakologi: kompres hangat dan

counter pressure

1. Kompres hangat

a. Pengertian

Merupakan tindakan dengan menggunakan air hangat atau alat

penghangat yang bertujuan untuk mengurangi nyeri saat proses

persalinan. Kompres yang diberikan pada punggung bawah di area

tempat kepala menekan tulang belakang akan mengurang nyeri, panas

yang dihasilkan akan meningkatkan sirkulasi ke area tersebut sehingga

membuka sirkulasi yang disebabkan adanya tekanan (Ratnaningsih,

2010).

b. Manfaat kompres hangat

Teknik kompres hangat pada proses persalinan dapat

mempertahankan komponen sistem vaskuler dalam keadaan

vasodilatasi sehingga sirkulasi yang terjadi ke otot panggul menjadi

homeostasis (Manurung, 2011). Panas juga dapat merangsang serat

saraf yang menutup gerbang nyeri sehingga transmisi implus nyeri

kemedula spinalis dan otak dapat dihambat. Kompres hangat juga

mampu untuk meredakan nyeri dan membuat rasa nyaman pada ibu

yang ingin melahirkan (Potter & Perry, 2006).

c. Teknik kompres hangat:

Bahan yang perlu disiapkan adalah buli-buli, termometer air,

kain bersih atau handuk. Persiapan untuk melakukan tindakan ini: cuci

tangan, persiapkan alat, siapakan buli-buli dan isi buli-buli

menggunakan air panas yang bersuhu (45℃), isi buli tersebut

menggunakan air panas sebanyak setengah bagian buli-buli. Keluarkan

udara yang berada pada buli tersebut dengan cara meletakkan atau

menidurkan buli-buli dilipat sampai kelihatan permukaan air di leher

buli-buli,kemudian tutup buli-buli kembali dengan rapat dan benar.

Periksa apakah buli-buli bocor atau tidak, keringkan buli

menggunakan kain yang bersih dan masukkan buli kedalam kantung

buli-buli. Letakkan buli pada area punggung bagian bawah. Kaji

kondisi klien untuk mengetahui adanya kelainan yang mungkin muncul

karena pemberian kompres hangat. Alihkan buli-buli selama 10 menit.

Mengganti buli selama 20 menit dipasang dengan air panas kembali

atau sesuai yang dikehendaki klien.

Memberian kompres selesai bereskan alat-alat yang sudah

dipergunakan. Mencuci tangan dan mendokumentasikan berapa skala

nyeri setelah pemberian kompres hangat.

2. Counter pressure

a. Pengertian

Counter pressure merupakan tindakan yang dilkukan untuk

mengurangi nyeri punggung saat persalinan (Simkin & Ancheta, 2011).

Tekanan memutar tekan ibu jari diatas tulang pinggul dan gerakan

lembut pada pinggul pasangan sebagai penumpang. Tekan dalam ibu

jari pantat dorong pasangan memusatkan perhatian pada pernafasan

untuk membantunya rileks (Miriam, 2009).

b. Manfaat counter pressure

Teknik counter pressure melakukan pemblokiran implus nyeri

yang akan ditanmisikan ke otak, selain itu tekanan yang diberikan dapat

mengaktifkan senyawa endhorpine yang berada di sinaps sel –sel saraf

tulang belakang dan otak, sehingga dihambat dan menyebabkan status

penurunan sensasi nyeri (Rejeki, 2013).

c. Teknik counter pressure:

Lakukan tindakan saat pembukaan aktif 4-7 cm. Memberitahu

ibu tentang langkah dan fungsi counter pressure. Menganjurkan ibu

untuk mencari posisi yang nyaman seperti berbaring miring ke kanan

dan duduk di kursi. Mencuci tangan sebelum melakukan tindakan.

Gosokkan kedua telapak tangan supaya ibu tidak merasa kedinginan

saat pemberian tindakan. Buka baju ibu saat melakukan tindakan.

Tekanan memutar tekan ibu jari diatas tulang pinggul dan gerakan

lembut pada pinggul pasangan sebagai penumpang. Tekan dalam ibu

jari pantat dorong pasangan memusatkan perhatian pada pernafasan

setiap terjadi kontraksi. Mengevaluasi tindakan tersebut dan melakukan

dokumentasi.

d. Pengaruh teknik ini terhadap nyeri persalinan :

Terapi counter pressure adalah salah satu metode yang

memberikan rasa nyaman pada wanita selama proses persalinan. Teori

gate control mengemukakan bahwa teknik ini dapat meredakan nyeri,

mengemukakan bahwa implus nyeri dapat dihambat oleh mekanisme

pertahanan disepanjang sistem syaraf pusat.

Mekanisme pertahanan dapat ditemukan di sel-sel gelatin

substansia di dalam kornu dorsalin pada medula spinalis, thalamus dan

sistem limbic. Teori ini mengatakan bahwa implus nyeri dhantarkan

saat sebuah pertahanan dibuka dan implus dihambat saat sebuah

pertahanan tertutup. Uapaya menutup pertahanan tersebut merupakan

dasar terapi untuk penghilang nyeri. Terapi ini mampu untuk menutup

dan menghambat sensasi nyeri saat adanya kontraksi menuju saraf pusat

(Rusnaningsih, 2010).

D. Kerangka teori

Gambar 2.2 Kerangka Teori

Sumber : Manurung (2011) dan Bobak (2005)

Persalinan kala 1

Faktor yang mem

pengaruhi nyeri :

a. Usia

b. Kultur

c. Makna

nyeri

d. Perhatian

e. Ansietas

f. Pola

koping

g. Dukunan

keluarga

Meregangnya uterus dan terjadinya

effacement (pendataran) dan dilatasi

serviks.

Nyeri

persalinan

Managemen nyeri :

Farmakologi : Analgetik non opioid

Analgesia opioid

Agonist dan antagonis

analgesics

Non farmakologi : relaksasi, pernafasan, back

effleurage, counter

pressure, kompres

hangat, kompres dingin,

musik

E. Kerangka konsep

Gambar 2. 3 Kerangka Konsep

F. Variabel penelitian

Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah variabel independen

(bebas) dan variabel dependen (terikat). Variabel dependen dalam

penelitian ini adalah tingkat nyeri persalinan.

G. Hipotesis penelitian

Hipotesis merupakan jawaban atas pernyataan penelitian yang telah

dirumuskan dalam perencanaan.

Ha= ada perbedaan tingkat nyeri persalinan kala I sebelum dan sesudah

diberikan kompres hangat dan counter pressure.

Tingkat nyeri

persalinan

kompres hangat dan

counter pressure