BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan...

25
18

Transcript of BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan...

Page 1: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

18

Page 2: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

18

BAB II

Latar Belakang dan Sejarah Perkembangan Paguyuban Sumarah

A. Latar Belakang Munculnya Paguyuban Sumarah

Orang Jawa pada umumnya memiliki sifat keterbukaan emosi dan kultur

yang tinggi. Mereka bisa menerima apapun yang datang, sekaligus menyeleksi

dan meramunya sedemikian rupa hingga menghasilkan model baru yang dirasa

tepat (cocok) bagi mereka sendiri.1 Kehidupan spiritual masyarakat Jawa tidak

dapat dipisahkan dengan lingkungan alam dan lingkungan sesamanya karena

saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya dan membentuk suatu

dimensi vertikal (hubungan antara manusia dengan Tuhan) dan horizontal (antara

individu dengan individu lainnya dalam hubungan sosial di lingkungan

sekitarnya).

Secara historis, masyarakat Jawa dalam hal spiritual mengalami proses

akulturasi kebudayaan dalam hal keyakinan/ kepercayaan sebagai akibat dari

kontak budaya dengan bangsa-bangsa lain. Budaya yang dibawa oleh bangsa lain

tersebut tidak hanya berupa kesenian dan bahasa, namun juga sistem kepercayaan

yang terkandung dalam agama bangsa tersebut.

Bangsa pertama yang berpengaruh dalam proses akulturasi kepercayaan

Jawa adalah India yang menganut agama Hindu, kemudian membentuk mitos

serta perilaku mistik kejawen, contohnya adalah percaya akan adanya dewa-dewi,

1 Universitas Negeri Yogyakarta., Kejawen: Jurnal Kebudayaan Jawa Vol.

1 No. 2, (Yogyakarta: Narasi, 2006), hlm. 9.

Page 3: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

19

ritus pemujaan di tempat sakral seperti candi, dan ruwatan. Setelah masuknya

pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya

pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang

terbagi menjadi dua dinasti Sanjaya dan Syailendra. Masing-masing memiliki

keyakinan yang berbeda, Sanjaya yang berkeyakinan Hindu, sementara dinasti

Syailendra bernafaskan aliran agama Buddha.

Ketika Islam masuk dan diterima masyarakat Jawa pada sekitar abad ke-15

Masehi, terjadilah “perubahan wajah” yang ditampilkan orang Jawa. Banyak

pengamat menilai, Islam yang dianut orang Jawa adalah hasil asimilasi antara

kepercayaan Jawa asli, Hindhu-Budha, dan Islam. Asimilasi inilah yang kemudian

melahirkan dan membesarkan agama kebatinan, yaitu suatu kepercayaan kepada

Tuhan Yang Maha Esa. Kepercayaan inilah yang lebih dikenal masyarakat

sebagai Kejawen.2 Kejawen merupakan paham dan pedoman bagi masyarakat

Jawa dalam penilaiannya terhadap cara bertingkah laku dalam masyarakat dan

alam, selain itu pola pikir masyarakat Jawa pada dasarnya terbatasi pada lingkup

kewilayahan yaitu Jawa. Sementara, kebatinan itu luas tidak dibatasi oleh

pemetaan daerah, penekanannya adalah pada aspek pengahayatan/ aktivitasnya

secara batin yang berbeda dengan agama yang lebih terpaku pada doktrin-doktrin.

Pengaruh Islam di Jawa sangat kuat di daerah pesisir. Hal tersebut

dikarenakan penyebaran agama Islam di nusantara melalui perdagangan sehingga

komunikasi maupun kontak fisik dalam proses penerimaan konsep agama Islam

lebih murni di daerah ini. Sementara di daerah pedalaman Jawa sangat dominan

2 Ibid., hlm. 6.

Page 4: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

20

pengaruh agama Hindu maupun Buddha terutama di daerah sekitar kerajaan,

sehingga kadar pemahaman terhadap agama Islam kurang murni dibandingkan

daerah pesisir Jawa.

Keyakinan-keyakinan Islam di daerah pedalaman Jawa tersebut sudah

bercampur dengan mistik. Mistik merupakan ciri khas agama Jawa. Mistik

kejawen telah memiliki sejarah panjang yang mewarnai agama Jawa. Keyakinan

pra-Hindu-Jawa meyakini bahwa jiwa akan hidup kekal setelah mati di alam roh.

Keyakinan ini tidak lain merupakan agama Jawa asli.3 Secara faktual,

sebagaimana pernah ditemukan oleh peneliti bangsa Amerika, Clifford Geertz,

terdapat 2 (dua) bentuk mistisme yang terdapat dalam masyarakat Jawa pada

khususnya, yaitu sufisme, atau secara lebih tepat disebut tarekat (di kalangan

kelompok sosial santri) dan kebatinan, atau secara lebih tepat disebut

Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (setelah memperoleh pengesahan

secara legal-konstitusional). Keduanya, yakni tarekat dan kebatinan jelas

merupakan dua sayap mistisisme. Di samping itu, sekalipun kedua sayap tersebut

mempunyai nama yang berbeda, namun sebagian peneliti mengatakan bahwa

keduanya adalah sama-sama “mistik-Islam”.4

Penyebaran Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (kebatinan)

berbeda dengan tarekat. Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa lebih

banyak diterima di kalangan abangan, yaitu orang-orang atau kelompok orang

3 Suwardi Endraswara., Agama Jawa: Ajaran, Amalan, dan Asal Usul

Kejawen, (Yogyakarta: Pustaka Narasi, 2015), hlm. 39.4 Mohammad Damami, “Tarekat dan Kepercayaan pada Tuhan Yang

Maha Esa: Dua Sayap Mistisme di Indonesia” Jurnal Tasawuf, vol. 1, no. 1, Juli 2012, hlm. 125-126.

Page 5: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

21

yang kurang begitu disiplin menjalankan syariat agama Islam (kewajiban-

kewajiban peribadatan Islam) sekalipun telah menerima Islam sebagai agamanya.

Kalangan abangan ini bangunan keagamaannya merupakan sintesis antara

kepercayaan animisme, Hindu-Buddha, dan Islam.5 Sementara tarekat identik

lekat hubungannya dengan golongan santri atau kelompok Islam yang mendalami

ajaran Islam karena bersumber pada Kitab Suci (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi

Muhammad SAW.

Aliran kebatinan dibedakan dengan Agama karena memiliki sifat-sifat

yang cenderung tidak stabil (mengalami perubahan bergantung alam sekitarnya).

Kalau diamati, maka terdapat sifat-sifat yang umumnya melekat pada aliran-aliran

kebatinan tersebut. Pertama sekali, aliran-aliran kebatinan itu ajarannya tidak

universal, sebagai akibat sifatnya yang lokal. Kedua kalinya, ajaran aliran-aliran

kebatinan itu masih dapat berubah, yang dapat terjadi karena umur aliran masih

muda,juga karena megikuti perkembangan pengalaman serta alam pikiran para

penganutnya. Boleh jadi perubahan itu terjadi karena adanya kritik atau koreksi

dari pihak luar termasuk kebijakan pemerintah.6

Kronika kebatinan tidak hanya berubah dari segi ajaran, melainkan juga

keorganisasian. Pada awalnya kebatinan itu hanya satu, yaitu orang Jawa yang

mendayagunakan kebatinan demi kepentingan hidup. Lama-kelamaan yang

disebut kepentingan hidup atau pragmatika kebatinan Jawa semakin meluas.

Akibatnya, banyak bermunculan paguyuban kebatinan yang memiliki kepentingan

5 Ibid.6Abu Su’ud, Ritus-Ritus Kebatinan, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2001), hlm.13.

Page 6: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

22

bervariasi. Walaupun, ada variasi paguyuban, namun arah dan perjuangan tetap

pada satu titik yaitu menuju kesempurnaan hidup.7 Paham kebatinan ini dalam

proses perkembangannya senantiasa didukung oleh golongan priyayi, yaitu

golongan keluarga istana dan pejabat pemerintahan keraton. Mereka termasuk ke

dalam kategori Islam abangan lapisan atas. 8

Pada tahun 1900 permulaan, nampak kesatuan pergerakan antara

Pergerakan politik dengan Paguyuban Kebathinan/Kerokhanian/Kejiwaan makin

menonjol. Partai-partai politik bermunculan, demikian juga padhepokan-

padhepokan Kebathinan/Kerokhanian/Kejiwaan. Di satu pihak bergerak di bidang

politik dalam rangka membebaskan bangsa dan Tanah Airnya dari jeratan

penjajahan, di lain pihak padhepokan-padhepokan dan Paguron menjadi

Penasehatnya para tokoh Gerakan Politik seraya meningkatkan pendekatannya

kepada Tuhan.9

Lahir dan berkembangnya aliran-aliran kebatinan tidak lain bersumber dari

kondisi sosial, budaya, dan politik. Sebelum kemerdekaan, Indonesia mengalami

tekanan mental dalam mengahadapi rongrongan penjajahan. Situasi perang dan

penindasan fisik dan moral sangat dirasakan penderitaannya oleh rakyat Indonesia

bahkan setelah kemerdekaan situasi tersebut masih saja dirasakan saat terjadi

Agresi Militer Belanda I dan II. Selain hal itu, setelah Indonesia mampu menata

sistem pemerintahannya sendiri, gejala kemerosotan moral dengan adanya korupsi

7 Suwardi Endraswara., Kebatinan Jawa dan Jagad Mistik Kejawen,

(Yogyakarta: Lembu Jawa, 2011), hlm.17.8 Ibid., hlm.18.9 Toeloes Koesoemaboedaja., Sejarah dan Perananan Himpunan

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (Semarang: DPD Himpunan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 1982), hlm.12.

Page 7: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

23

serta janji-janji kosong para pemimpin bangsa pada akhirnya mendorong ke arah

kehidupan dalam ketidakpastian. Sementara itu, di kalangan agama Islam yang

merupakan agama mayoritas yang dianut penduduk di Indonesia, pemimpin

agamanya/ mubaligh kurang memberikan perhatian terhadap kehidupan

batin/rohani serta tidak cukup menyimpulkan ajaran-ajaran Islam dalam prinsip-

prinsip sederhana yang dapat dipergunakan sebagai pegangan pokok bagi manusia

dalam menentukan sikapnya terhadap Tuhan dalam menghadapi berbagai

kesulitan sehari-hari yang dijumpai dalam hidup.10

Komunitas kejawen yang amat kompleks, telah melahirkan berbagai sekte

dan tradisi kehidupan di Jawa. Bahkan di dalamnya terdapat paguyuban-

paguyuban yang selalu membahas alam hidupnya. Paguyuban tersebut lebih

bersifat mistis dan didasarkan konsep rukun. Modal dasar dari komunitas ini

hanyalah tekad dan persamaan niat untuk nguri-uri (memelihara) tradisi leluhur.

Masing-masing paguyuban memiliki “jalan hidup” yang khas kejawen.11

Pada umumnya aliran atau paguyuban mistik kejawen atau pun kebatinan

tersebut, dalam aktivitasnya ingin berusaha mencari hakikat alam semesta, intisari

kehidupan, dan hakikat Tuhan. Dalam penggolongan upaya “pencarian” yang

dilakukan oleh aliran mistik kejawen, menurut Joyodiguno dan Rasyidi ada empat

macam, yaitu (1) yang berpokok pada okultis, yaitu mengutamakan daya-daya

gaib yang melayani keperluan manusia, (2) yang berpokok pada mistik, yang

berusaha menyatukan jiwa manusia dengan Tuhan semasa masih hidup di dunia,

10 Suwardi Endraswara, Kebatinan Jawa: Laku Hidup Utama Meraih

Derajat Sempurna, (Yogyakarta: Lembu Jawa, 2011), hlm. 33.11 Kebatinan Jawa dan Jagad Mistik Kejawen, op. cit., hlm.5.

Page 8: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

24

(3) aliran theosofis, yang berniat menembus sangkan paraning dumadi, (4) aliran

yang bergerak pada etis, yaitu berhasrat pada budi luhur. Dari keempat aliran ini,

Koentjaraningrat menambahkan satu gerakan lagi (yang ke-5) yang disebut

gerakan ratu adil.12

Dengan lahirnya aliran-aliran kebatinan tersebut diharapkan mampu

mengobati ketidakpuasan individu dalam hal spiritual yang bersifat rohani. Tujuan

lain dari pembentukan aliran kebatinan adalah untuk menciptakan kehidupan yang

seimbang, selaras, dan harmonis dalam kehidupan manusia tanpa membedakan

ras, suku, agama, kedudukan karena bersifat universal.

Salah satu contoh aliran kebatinan yang lahir dan berkembang di saat

kondisi politik, sosial, dan budaya pada masa sulit memperjuangkan kemerdekaan

dan mempertahankan tanah air adalah Paguyuban Sumarah. Paguyuban ini sendiri

dapat menjadi cerminan masyarakat Jawa yang bersama-sama ingin mewujudkan

spiritualitas yang senantiasa mendekatkan diri dengan Tuhan, mengayomi sesama

dan alam sekitarnya. Dilihat dari aktivitasnya dalam upaya mencari hakikat alam

semesta, kehidupan dan Tuhan, Paguyuban ini merupakan aliran theosofis dan

bergerak pada etis. Paguyuban ini lahir dan berkembang pada mulanya di lingkup

keraton Yogyakarta dan Surakarta. Dengan kata lain Paguyuban ini membawa

konsep yang dikemas dengan ajaran budi luhur yang bercorakkan kepriyayian

yang dikenal dengan martabat kebatinannya yang tinggi.

Tuntunan Sumarah pertama kali diterima oleh Raden Ngabei

Soekinohartono (Pak Kino) di Yogyakarta pada tanggal 8 September 1935, pada

12Ibid., hlm.22-23.

Page 9: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

25

masa Bangsa Indonesia sedang mengalami tekanan lahir batin karena

penjajahan.13 Tuntunan Sumarah merupakan wahyu yang diterima oleh R. Ng.

Soekino Hartono berbentuk suatu ilmu yang disebarkan dengan tujuan untuk

mengimankan bangsa Indonesia agar selalu ingat dan pasrah total (Sumarah)

terhadap kehendak Tuhan, terlepas adanya perbedaan ras, suku, maupun agama.

Tuntunan Sumarah menghidupkan tekad pribadi untuk mencapai kebulatan iman

dan jalannya tuntunan diperlancar dengan bantuan-bantuan petugas. Warana

sebagai penegas makna tuntunan dan petugas Pamong sebagai Pembina iklim

tuntunan. Untuk seterusnya, tugas Warana dan Pamong berkembang dan diemban

oleh petugas-petugas yang dikehendaki oleh Tuntunan atas kesaksian bersama

dalam lingkungan Paguyuban.14

Tuntunan Sumarah tidak dimonopoli seseorang dan tidak pula diikat atas

dasar suatu dokumen ajaran tertulis atau bentuk simbol tertentu melainkan

berkembang semata-mata mengikuti tuntunan atas kehendak Tuhan Yang Maha

Esa yang menjabar dalam penghayatan dari waktu ke waktu dan sambung-

menyambung serta tingkat meningkat sejak tahun 1935 hingga saat ini.15

Paguyuban Sumarah timbul karena merupakan salah satu titah dari Gusti

Allah, yang bernama Raden Ngabei Soekino Hartono yang tinggal di Wirobrajan

Yogya pada waktu penjajahan Belanda, ia ingin mencari jalan tuntunan dari Allah

untuk menuju kepada iman yang bulat, yang bisa mengimamkan umat manusia.

13 AD/ART Paguyuban Sumarah 1 Agustus 1980, Koleksi Paguyuban

Sumarah cabang Wonogiri, Arsip No. 5 IX. 03. 01.14 Paguyuban Sumarah, Mengenal Sumarah (Semarang, Grasia Offset,

2007), hlm. 19-20.15 Ibid., hlm. 20

Page 10: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

26

Pak Kino pada waktu itu menerima wahyu pada bulan September tanggal 8 jam

01.00-03.00 malam. Rumahnya Pak Kino seperti orang yang mempunyai hajat,

yang melihat hal itu malah tetangga-tetangganya, Pak Sukino sendiri malah tidak

mengetahui katanya terang sekali pekarangannya. Pada bagian selatan Wirobrajan

ada sinar yang dilihat dari kejauhan seperti sedang ada hajatan besar namun bila

didekati tidak ada. Para pinisepuh yang menjadi saksi dan berminat menyatakan

kebenaran sinar tersebut diantaranya adalah Pak Suhardo.16

Wahyu yang diterima Pak Kino tidak berlangsung seketika, tetapi bertahap

dari Agustus 1935 sampai 1937. Dalam ringkasan tentang proses pewahyuannya,

ia mencantumkan tanggal, namun tidak semua dari tataran pewahyuan yang

dilewatinya. Semasa kecil, Pak Kino sudah dikenalkan dengan ilmu kebatinan,

gemar tapabrata, gemar berguru pada Kyai namun berangsur-angsur Pak Kino

sadar bahwa warisan nenek moyang dan ajaran para Guru dan para Kyai yang ia

pelajari berisi kanuragan dan kadigdayan hingga kemudian ia kenal dengan

panguden Hardapusoro. Tapi hasil dari panguden sejak kecil hingga bulan

Agustus 1935 membawa Pak Kino mengalami bermacam godaan lahir batin. Ia

kemudian dilihatkan dengan alam gaib, neraka jahanam, dan pada suatu hari ia

sujud sumarah (pasrah) pada Allah dan menerima dawuh bahwa noda-noda dalam

darahnya akan disucikan.17 Setelah suci bersih dalam bulan September 1935 Pak

Kino mendapat perintah dari Tuhan untuk menuntun iman kepada umat, karena

sebagian besar dari umat itu tidak bulat lagi imannya kepada Tuhan. Pak Kino dan

Pak Suhardo lantas mendirikan Paguyuban Sumarah.

16 Wawancara dengan pak Sunardo tanggal 28 November 2014.17 Wawancara dengan Pak Saryanto tanggal 26 Juni 2015.

Page 11: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

27

Pada akhir tahun 1937 Paguyuban Sumarah telah mempunyai kurang lebih

25 anggota, termasuk Pak Soetadi dari kota Sala. Pada waktu itu Pak Suhardo

diberi tugas bagian Pendidikan dan Pembinaan. Pamong pertama ialah Pak

Hardjogoeno dari Yogyakarta, tetapi caranya momong pada permulaan masih

diawasi oleh Pak Suhardo. Pada awal tahun 1938 Pak Suhardo menerima petunjuk

dari Tuhan yang diterimanya sendiri. Petunjuk itu berisi perintah supaya Pak

Suhardo meluaskan ilmu Sumarah di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.18 Hal

tersebut kemudian menjadi awal mula tersebarnya ilmu Sumarah hingga seluruh

pelosok Jawa dimulai dari Jawa Tengah yaitu daerah Solo atau Surakarta. Sejarah

awal Sumarah banyak terlihat di Surakarta antara lain mengenai rancangan

organisasi dengan disusunnya AD/ART, adanya Sesanggeman, serta pengaturan

korespondensi/ hubungan dengan wilayah lain dan jadwal latihan yang teratur.

B. Perkembangan Paguyuban Sumarah Surakarta

Masa awal kepemimpinan Paguyuban Sumarah dipegang oleh 3

Pinisepuh, ialah Pak Kino, Pak Soehardo, dan Pak H. Soetadi. Pak H. Soetadi

berkewajiban dalam Bidang Organisasi dan Praja, Pak Soehardo bertugas dalam

Bidang Pendidikan Panggulawentah dan Pengembangan dan Pak Kino bertugas

dalam Bidang Kerohanian berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pada pertengahan tahun 1936 Pak Kino bertugas sebagai Pembe’at,

penerangan, penjelasan dan pengalaman-pengalaman, sedang Pak Suhardo

sebagai Pamong, pendidikan dan panggulawantah. Be’atan pada pertengahan

18 Wawancara dengan Pak Saryanto tanggal 26 Juni 2015

Page 12: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

28

hingga akhir tahun 1936 ialah: Pak Hardjoguno, Pak Sastrosoedjono, Pak Nirman-

Rogoatmodjo, Pak Prawiroatmodjo, Pak Dwidjowijoto, Pak Djojosoedarmo, Pak

H. Soetadi, Pak Kismodidjoyo, Pak Kartosoedarmo dan seterusnya menarik

anggota hingga bertambahnya jumlah anggota. Setelah anggota sudah termasuk

banyak, kemudian perlu menunjuk siapa yang menjadi pamong, penunjukan itu

didasarkan atas persaksian kepareng (diperkenankan) oleh Allah. Pamong pertama

ialah Pak Hardjogoeno, tetapi dalam pelaksanaan tugasnya masih harus diawasi

oleh Pak Kino sendiri dan Pak Soehardo.19

Masing-masing wilayah di Jawa memang kaya akan tradisi lokal, bahkan

antara Yogya dan Solo sedari awal sudah memiliki perbedaan kendati sama-sama

daerah kraton. Selama akhir periode kolonial, Solo merupakan pusat

perekonomian yang jauh lebih dinamis daripada Yogya sehingga tidak

mengherankan bila gaya personal Sukino yang bersenyawa dengan kekhasan kota

Yogya itu berkaitan erat dengan kebudayaan kraton. Hal tersebut tercermin pula

dalam segi keanggotaan dan gaya sujud. Sutadi ternyata juga punya gaya latihan

Sumarah-nya sendiri. Jika bimbingan spiritual yang dilakukan Sukino disertai

senandung tembang Jawa, gaya Sutadi justru banyak diam yang lama dan hanya

sesekali disertai beberapa seruan verbal yang pendek.20

Pada fase pertama, sebagian besar anggota Paguyuban Sumarah terdiri dari

orang-orang yang sebelum menjadi anggota menderita kesusahan/bingung/sakit.

Kedatangan mereka dengan maksud untuk berobat dan mendapatkan ketenangan

19 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan., Sumarah V: Sejarah

Paguyuban Sumarah 1935-1970, (Jakarta: Direktorat PPK, 1980), hlm.22.20 Paul Stange, Kejawen Modern: Hakikat dalam Penghayatan Sumarah,

(Yogyakarta: LKiS, 2009), hlm. 75-76.

Page 13: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

29

batin. Sehingga hanya ketika keinginan mereka tercapai barulah ingin masuk

menjadi anggota. Ada pula yang ingin masuk menjadi anggota dengan tujuan

menyelidiki kemudian lama-lama tertarik dan mempelajari dengan sungguh-

sungguh.

Pada fase ini, tuntunan Ilmu Sumarah dibagi menjadi dua bagian yaitu:

bukaan/be’atan bagian Kanoman dan be’atan Kasepuhan. Kalau atas perkenan

Tuhan seseorang harus dibuka Kanoman dulu, ia dibuka Kanoman. Kemudian bila

menurut peninjauan batinnya warga itu sudah meningkat rasa sujudnya, ia baru

dapat dibuka Kasepuhan dan dapat mengikuti latihan sujud Sumarah bagian

Kasepuhan. Ada juga calon warga yang menurut peninjauan batinnya sudah

dewasa, hingga boleh langsung dibuka/ dibe’at Kasepuhan dan mengikuti latihan-

latihan sujud Sumarah bagian Kasepuhan.21 Dalam fase pertama, praktik ilmu

sihir terkadang masih diperbolehkan dan karaga (gerakan otomatis) dipakai

sebagai propaganda guna menarik para anggota baru. Dalam fase kedua, pamong

lebih menitikberatkan pada sujud mereka sendiri ketimbang kemajuan sujud para

murid; seringkali pertemuan diadakan hanya untuk tujuh level yang diakui; dan

alih-alih menerangkan tujuan, para pamong hanya sibuk mengomentari makna

sujud. Dalam fase ketiga, selain tingkatan tadi, juga ada aspek kesadaran yang

berderajat, seperti tingkat pemahaman (martabating ilmu), tingkat sujud

(martabating sujud), dan kesucian (martabating kasucian).22

Pada masa pendudukan Jepang kemajuan panguden Sumarah bertambah.

Setelah Indonesia merdeka perkembangannya bertambah cepat dan pesat, hingga

21 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan., op. cit., hlm. 26.22 Ibid., hlm. 194-195.

Page 14: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

30

dirasakan kekurangan pamong. Kemudian atas perintah Tuhan, Pak Soehardo

dipindahkan ke Sala dan dapat momong Pak H. Soetadi. Beliau berada di Sala

satu setengah tahun dan berhasil melebarkan wilayah Sumarah. Dari Sala Pak

Soehardo pindah ke Cepu. Dari Cepu dipindahkan ke Madiun. Dari Madiun

dipindahkan ke Bojonegoro. Atas kehendak Tuhan dalam kesempatan, beliau di

tiap Kota sampai ke pelosok-pelosok dapat mengembangkan Sumarah dengan

sangat memuaskan.23

Oleh karena wilayah Sumarah bertambah luas dan terpencar jauh, sedang

pada waktu itu belum diperkenankan dibentuk organisasi, maka untuk menjaga

agar jalannya panguden Sumarah serasi dan sesuai dengan jaman pada waktu itu

dan agar seragam pelaksanaan tuntunan panguden, oleh Tuhan Yang Maha Esa

dengan sabda Hakiki dikaruniai Pepacak/ Angger-Angger, yang sekarang dikenal

dengan nama Sesanggeman, isi pedoman pelaksananaannya Paguyuban Sumarah

yang terdiri dari 9 pasal.24 Pepacak/Sesanggeman tersebut turun pada akhir tahun

1938, hari Minggu jam 2 sampai 3 malam di Pendapa tempat kediaman Pak H.

Soetadi kampung Nirbitan-Kawahan No. 51 Surakarta dengan melibatkan:

Warana : Pak Soekinoharto

Saksi : Pak Soehardo

Penulis : Pak H. Soetadi

Berhubung kalimat-kalimat yang tercantum dimengerti sepenuhnya oleh

para Anggota Paguyuban Sumarah umumnya, maka susunan kalimat-kalimat itu

diserahkan sepenuhnya kepada H. Soetadi. Sesanggeman tersebut disahkan dalam

23 Ibid.24 Ibid., hlm.23.

Page 15: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

31

suatu konferensi di Sala pada tanggal 22 April 1940. Hadir pada konferensi itu

para pinisepuh dan para Sesepuh dari wilayah Karesidenan: Magelang,

Yogyakarta, Sala, dan Cepu.25

Peninjauan-peninjauan ke daerah seluruh Jawa, yang mengatur dan

merencanakan adalah Pak Soetadi, karena kedudukannya dalam Paguyuban

sebagai Pinisepuh Bidang Organisasi dan Praja. Untuk daerah Surakarta sendiri

Pak Soetadi selalu mengumpulkan para terpelajar yang diberi keterangan-

keterangan dan contoh-contoh pengalaman yang dapat ditangkap oleh rasio.

Waktu berkumpul pada siang hari sesudah jam kantor, dua minggu sekali.

Olehnya ditekankan, bahwa Paguyuban Sumarah menganjurkan kepada warganya

untuk meluaskan pengetahuannya lahir dan batin setinggi-tingginya menurut

kemampuannya masing-masing. Ceramah-ceramah Santapan Rohani Pak Soetadi

dimuka corong radio R.R.I Surakarta dengan izin R.R.I Pusat telah dihimpun

dalam suatu buku yang berjudul “Warisan Adi” oleh panitia yang diketuai oleh

Pak Sri Sampurna.26

“Pak Sutadi pada waktu zaman Belanda merupakan anggota Volkstraad,

pada zaman kemerdekaan menjadi anggota konstituante di PNI. Kemudian Pak

Sutadi menyebarkan ilmu Sumarah pertama adalah membina para priyayi di

Surakarta seperti Pak Bei Sastro Handoyo, Pak Bei Bantolo, Pak Bei Ismo

Martoyo dan lainnya yang kebanyakan adalah pegawai keraton Kasunanan dan

Mangkunegaran.27 Setelah dibina, Pak Bei-Bei tersebut meluaskan penyebaran

25 Ibid.26 Ibid., hlm.46.27 Wawancara Pak Sugiyono tanggal 27 Februari 2015

Page 16: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

32

ilmu Sumarah ke wilayah-wilayah sekitar Surakarta yang biasanya dibarengi

dengan urusan kerja seperti mantri pengairan dalam membangun irigasi di daerah

luar praja”.

Pada waktu-waktu tertentu yang dianggap baik oleh Pak Soetadi untuk

mengadakan mawas diri (retreat), maka Sesepuh, Kamisepuh dan wakil

Kamisepuh diasramakan selama satu minggu, tiap tahun bergiliran tempatnya.

Dalam asrama itu para Pamong di Surakarta digembleng hingga betul-betul tahu

bagaimana sikap seorang Pamong sebagai contoh, sebagai penuntun yang

bertanggung jawab atas jiwa yang diemong terhadap Tuhan. Karena gemblengan

yang demikian itu dirasakan berat oleh kebanyakan calon Pamong, maka

Surakarta hanya mempunyai sedikit Pamong saja, sebab jarang yang mau

menerima angkatan menjadi Pamong. Pak Soetadi selalu mengatakan, bahwa

Surakarta harus menjadi sumber kader. Yang dipentingkan adalah kualitasnya

janganlah terlalu terpengaruh oleh kuantitas. 28

Di rumah Pak Soetadi diadakan latihan 3 kali seminggu: Untuk para

pamong sendiri, untuk be’atan Kasepuhan dan untuk magangan (calon). Latihan-

latihan di rumah Pak Soetadi ini berjalan sampai tahun 1964. Karena latihan-

latihan selalu pada malam hari dan Ibu Soetadi sendirian, maka tidak ada yang

menjaga pintu masuk pekarangan. Dari sebab itu para warga Sumarah yang

berada di Surakarta memutuskan untuk memindahkan tempat latihan di tempat

kediaman salah seorang Pamong.29

28 Ibid.29 Ibid.

Page 17: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

33

Setelah Kongresnya yang pertama Paguyuban Sumarah, wilayah Surakarta

memisahkan diri dan tidak bersedia mengikuti organisasi yang dipimpin oleh Dr.

Soerono. Mereka dalam asuhan dan di bawah pimpinan Pak Soetadi. Pak

Soehardo, karena tidak mempunyai wilayah, merasa netral dan menyatakan diri

non-aktif. Dengan kejadian itu, maka dari tiga orang Pinisepuh hanya Pak Kino

sendirilah yang mengikuti jejak perkembangan Paguyuban Sumarah yang

terorganisir sejak 27 Maret 1950 di bawah Pengurus Besar yang diketuai oleh dr.

Soerono Prodjohoesodo. Pada Kongresnya yang pertama itu telah tersusun 12

cabang, yaitu: Sala, Madiun, Pacitan, Ponorogo, Jombang, Kertosono, Surabaya,

Nganjuk, Kediri, Magelang, Bantul, Yogyakarta, Semarang, dan Jakarta,

meskipun sesudah Kongres itu Sala tidak langsung mengikuti organisasi

keputusan Kongres yang pertama itu. Namun demikian di Sala ada juga

Cabangnya, cabang yang kecil jumlah anggotanya di bawah pimpinan Sarjono

bertempat di Kestalan Sala. 30 Selanjutnya, organisasi berkembang terus hingga

pada Kongres ke-V di Yogyakarta, tercatat ada 42 cabang, 40 yang mengirimkan

utusannya dan 2 cabang ada di luar Jawa. Setelah wafatnya Pak Soetadi,

Paguyuban Sumarah wilayah Surakarta disepuhi oleh Pak Suhardo dan Pak Kino,

tetapi pengurus-pengurus dan anggotanya masih terpisah dari Pengurus Besarnya

yang ada di Yogyakarta.

Sumarah, walaupun berada di urutan kedua sesudah Budi Setia yang

merupakan kelompok yang didominasi priyayi, namun dalam waktunya ia sangat

berbeda dengan Budi Setia, yang dianggapnya terlalu teoritis. Pertama-tama

30 Ibid., hlm.52.

Page 18: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

34

pertemuan Sumarah hampir seluruhnya terdiri dari meditasi. Mereka biasanya

mulai dengan periode singkat untuk mengheningkan cipta secara mutlak. Sesudah

istirahat, ada lagi periode yang sedikit lebih lama, dan akhirnya meditasi yang

sangat lama, seringkali lebih dari satu jam, dan kadang-kadang dilakukan dengan

berdiri. Menurut mereka, kalau orang berhasil meditasinya, ia akan mendengar

Tuhan menyanyikan, dengan gaya tembang Jawa, berbagai perintah dan larangan

yang merupakan isi Kitab Suci sekte itu. Dalam hal ini ada beberapa yang tidak

berhasil dalam mencapainya, maka guru membaca buku itu sendiri seperti yang

telah ditulisnya menurut dikte pendiri dan guru kepala Sumarah. Kitab itu

berbahasa Jawa rendah, dan anggota-anggotanya yang lebih tinggi di antara

hadirin mengikuti ujung setiap kalimat, hingga efeknya menyerupai pengajian

Islam versi Jawa. Kecuali selingan selama dua puluh menit ketika guru dan para

asistennya meninggalkan ruangan untuk “melatih” anggota-anggota yang muda

bermeditasi di ruangan lain maka pertemuan itu hanya terdiri dari meditasi itu saja

karena tidak ada laporan atau diskusi dalam pertemuan Sumarah.31 Kitab yang

dimaksud oleh Clifford Geertz dalam hal ini adalah Sesanggeman dan bukan

merupakan kitab suci bagi warga Sumarah hanya merupakan alat pengarah

menuju sikap mental penghayat dan merupakan identitas diri anggota Sumarah,

atau bisa pula Himpunan Wewarah yang merupakan kumpulan salinan wewarah/

tuntunan Soekino yang menjabar dalam sejarah Paguyuban Sumarah.

31 Clifford Geertz., Abangan, Santri, Priyayi: dalam Masyarakat Jawa,

(Jakarta: Pustaka Jaya, 1983), hlm.458.

Page 19: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

35

C. Pengaruh Politik terhadap Perkembangan

Paguyuban Sumarah

Pada tahun-tahun sebelum pemilihan umum yang pertama (1955), politik

dan agama cenderung disatukan. Pada tahun 1951, mistikawan Jawa dan

politikawan Mr. Wongsonegoro telah aktif mengorganisasi kebatinan dalam

Panitia Penyelenggara Pertemuan Filsafat dan Kebatinan; dan parpolnya,

Persatuan Indonesia Raya (PIR), telah mulai mendatangi pelbagai sekte mistik

sambil mengajak mereka untuk berorganisasi di bawah pengayomannya. Pada

tahun 1952, Departemen Agama yang didominasi orang-orang Islam mengajukan

suatu definisi minimum tentang agama yang memuat unsur-unsur penting berikut

ini: ada nabi, ada kitab suci, dan ada pengakuan internasional. Kemudian tahun

1953, Departemen Agama melaporkan adanya tiga ratus enam puluh agama baru

atau kelompok kebatinan dan tahun 1954 Departemen Agama mendirikan Pakem

(Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat) sebagai badan yang berwenang

mengawasi agama-agama baru, kelompok-kelompok kebatinan, beserta kegiatan

mereka. Di tangan Departemen Agama, Pakem menjadi semacam anjing penjaga

melawan gerakan-gerakan spiritual yang sangat anti-Islam.32 Sementara itu, pada

tahun 1955 berdirilah Badan Kongres Kebatinan seluruh Indonesia (BKKI) yang

menampung aspirasi kaum penghayat kebatinan di bawah pimpinan Mr.

Wongsonegoro.

32 Niels Mulder., Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa:

Kelangsungan dan Perubahan Kulturil, (Jakarta: PT. Gramedia, 1983), hlm. 4-5.

Page 20: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

36

Sekitar tahun 1960, Pakem yang semula didirikan oleh Departemen

Agama dipindahkan ke dalam kekuasaan Kejaksaan Agung, titik beratnya

bertumpu pada pengawasan terhadap aliran kepercayaan dalam masyarakat.

Kedudukan BKKI semakin berat, karena ternyata senjata Pakem ini sangat ampuh

dimana sering terjadi tindakan pembubaran suatu organisasi Kebatinan dengan

dalih menodai agama.33 Dengan cara tersebut, Islam (dalam hal ini yang menjabat

Departemen Agama yang didominasi oleh orang-orang Islam) mempertahankan

posisinya dalam pengaruhnya di politik pemerintahan, kedudukan Islam masih

berjaya namun kemudian setelah adanya wacana keterlibatan kaum

penghayat/organisasi kebatinan dengan PKI pada peristiwa Gerakan 30 September

1965, menjadi bumerang tersendiri bagi posisi Islam.

Pertama kali lahirnya polemik sekitar aliran kepercayaan (di tingkat

nasional) pada tahun 1967, saat opini politik negara diarahkan kepada

pemberantasan PKI. Baik kaum muslimin maupun kaum gerejani sepakat untuk

melarang dianutnya aliran kepercayaan, karena ia dicurigai sebagai tempat

persembunyiannya para pengikut partai PKI. Mereka, oleh negara, diwajibkan

memilih salah satu diantara lima agama resmi yang telah diakui di Indonesia. Dari

dekrit ini, lahir polemik baru yang hingga kini masih kita rasakan dampaknya:

semangat kompetitif kaum agamawan untuk menarik sebanyak mungkin pengikut

aliran kepercayaan ke dalam agamanya masing-masing. Kaum muslimin kalah

bersaing dengan kaum Nasrani, karena kaum Muslimin terlalu ekstrem dalam

33 Toeloes Koesoemaboedaja., Sejarah dan Perananan Himpunan

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (Semarang: DPD Himpunan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 1982), hlm. 16.

Page 21: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

37

memerangi aliran kepercayaan.34 Setelah PKI melakukan rongrongan ke dalam

tubuh organisasi-organisasi kebatinan dan setelah timbulnya gerakan 30

September, golongan kebathinan kelihatan mundur, tetapi sesungguhnya semakin

maju, karena semakin banyak cendekiawan, sarjana, angkatan muda, karyawan,

anggota ABRI yang memasuki organisasi kebathinan.

Hal serupa juga menunjukkan adanya tanda-tanda kemunduran pengaruh

kaum muslimin dalam masa awal pemerintahan Orde Baru. “Mengapa Pemerintah

mendorong agama untuk berkembang, karena sebelum tahun 1965, sewaktu

Pemerintah belum mendorong agama, yang menang itu PKI, apalagi Penghayat

Kepercayaan waktu itu berpedoman, Penghayat tidak boleh mendahului seseorang

untuk ikut dalam penghayatan; kecuali atas permintaan. Ini adalah pedoman, jadi

harus datang sendiri baru kita boleh mengajak sujud, sifatnya menunggu. Padahal

PKI ofensif, akhirnya sekian juta bangsa kita ikut PKI yang tidak percaya adanya

Tuhan. Orang Penghayat nunggu, siapa yang kepengen silahkan. Namun tahun

1966, salah satu wewarah Pak Kino mengatakan: “Sumarah sekarang boleh

dipropagandakan”. Bukan dalam arti lewat siaran radio dengan mbayar di iklan,

namun dalam arti apabila seseorang ingin tahu, semua warga Sumarah kami

harapkan bisa menjelaskan dengan pendekatan yang sama.”35 Dengan

kemunduran partai Islam, organisasi Penghayat Kepercayaan/ aliran kebatinan

34 De Maryono Dwiharjo, Supana, Hartini., Laporan Hasil Penelitian:

Konsep Harmoni dalam Aliran Kepercayaan Masyarakat Dieng, (Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS, 2008), hlm.27.

35 Sambutan Ketua Umum DPP Paguyuban Sumarah pada Pembukaan Raker Paguyuban Sumarah tanggal 4 September 1993 di Yogyakarta, Koleksi Paguyuban Sumarah DPD IX Surakarta, Arsip Bulletin Paguyuban Sumarah No. 03 tahun 1994.

Page 22: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

38

mulai berani untuk mempropagandakan misinya baik dalam menarik anggota

maupun dalam kancah perpolitikan seperti yang telah dilakukan oleh Paguyuban

Sumarah pada Orde Baru yang memunculkan tokoh-tokoh besar kebatinan seperti

Arymurthy dan Zahid Hussein yang pada waktu itu dekat hubungannya dengan

Presiden Soeharto.

Pada awal perjuangan orde baru (1966-1970) Paguyuban Sumarah mulai

menggeliat organisasinya dengan melakukan pendekatan diri kepada para

penguasa. Kepengurusan waktu itu dipindahkan ke Jakarta dengan sebutan Dewan

Pimpinan Pusat Sumarah (organisasi memasuki ranah politik di bawah kendali

Arymurthy, seorang tokoh intelektual, birokrat sekaligus tokoh politik. Ia ingin

menghimpun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia dalam kekaryaan yang

disebut Badan Koordinasi Karyawan Kerohanian/ Ketabiban/ Kejiwaan Indonesia

(BK5I). Secara kelembagaan kelompok ini di bawah kendali Paguyuban Sumarah

yang secara politis melekat pada Golongan Karya. Ketika itu Sumarah menjadi

besar dan dibesarkan pengaruhnya sampai ke daerah-daerah lebih besar lagi

tatkala Zahid Hussein masuk ke Pengurusan Sumarah pada 1970-1974. Ia menjadi

ketua yang membidangi organisasi dan pengembangan,dan dikenal sebagai

kepercayaan presiden Soeharto. 36

Adanya peningkatan anggota penghayat kepercayaan menimbulkan

kerisauan tersendiri terutama dari kaum muslimin terutama pasca gerakan G/ 30

S. Adanya wacana bahwa penganut kebatinan adalah sama dengan PKI yang

atheis menjadikan pemerintah turun tangan dalam mengorganisasikan aliran-

36 Kementerian Agama RI, Perkembangan Paham Keagamaan Lokal di

Indonesia, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2011), hlm. 137.

Page 23: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

39

aliran kebatinan yang kemunculannya semakin tak terkendali. Pada tahun 1950

terhitung ada 78 aliran Penghayat Kepercayaan (secara umum lebih popular

disebut kebatinan) di seluruh Indonesia. Jumlah itu naik menjadi 300 lebih pada

tahun 1964. Antara 1964 s.d 1971 sejumlah besar dilarang, dibekukan, atau

membubarkan diri. Jaksa agung melaporkan bahwa pada 15 November 1971

sebanyak 167 aliran telah dilarang. Tetapi pada april 1972 ada 664 aliran yang

terdaftar pada Sekretariat Kerjasama Kepercayaan, pada tingkat pusat atau

cabang. Mereka banyak muncul di daerah-daerah yang tidak aman karena terror

laskar, di pelosok-pelosok yang berekonomi rendah, dan di kota-kota besar tempat

berlangsungnya detradisionalisasi yang berjalan cepat.37

Salah seorang penganut Aliran Kebatinan Sumarah, Laura Romano

mengatakan bahwa:

Kalau zaman orde baru lebih dari 5 orang berkumpul itu harus lapor polisi,

bayangkan padahal mungkin teman bicara. Jadi itu yang menyebabkan pada

tahun-tahun itu banyak sekali aliran kebatinan. Banyak sekali aliran kebatinan

yang tiba-tiba bertumbuh dimana-mana, lalu orang bilang ini kesadaran spiritual

namun nyatanya bukan karena kesadaran spiritual tapi karena harus. Kalau tidak

berorganisasi tidak bisa ketemu. Makanya pada waktu itu ada beberapa organisasi

yang tumbuh karena hal itu.38

Walaupun gerakan-gerakan kebatinan ada di seluruh daerah orang Jawa,

namun Surakarta sebagai pusat kebudayaan Jawa agaknya masih merupakan

37 Djoko Dwiyanto., Bangkitnya Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan

YME, Yogyakarta: Ampera Utama, 2011, hlm.77-78.38 Wawancara dengan Laura Romano tanggal 20 Juni 2015

Page 24: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

40

tempat dimana terdapat paling banyak organisasi kebatinan yang terpenting.

Dalam tahun 1970 ada 13 organisasi kebatinan disana, lima diantaranya dengan

anggota sebanyak 30-70 orang, tetapi ada satu yang anggotanya sekitar 500 orang

dalam tahun 1970. Sepuluh lainnya adalah organisasi-organisasi yang besar, yang

berpusat di kota-kota lain, seperti Jakarta, Yogyakarta, Madiun, Kediri, dan

sebagainya.39

Dari data Dinas Urusan Agama Kotamadya Surakarta yang tercantum

dalam Badan Statistik Pusat Surakarta tahun 1969 ditemukan data mengenai

jumlah Pemeluk agama dan aliran kerohanian di Kotamadya Surakarta sebagai

berikut:

Tabel.1.

Jumlah Pemeluk Agama

No. Agama Jumlah (jiwa)1. Islam 286. 9282. Kristen 40. 3053. Katholik 38. 6864. Hindu Bali/ Buddha 12.3075. Kong Hu Tju dll. 70.902

Sumber: Badan Statistik Pusat Surakarta tahun 1969

Data diatas menunjukkan bahwa, Islam adalah agama mayoritas yang

dipeluk oleh masyarakat Surakarta, yaitu sebesar 286. 928 jiwa. Walaupun Islam

adalah agama mayoritas di Surakarta, namun yang menjadi pengikut Aliran

Kepercayaan Sumarah bukan hanya dari agama Islam, namun juga ada yang dari

Kristen, Katholik, Hindu dan Budha.

39 Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984),

hlm. 402.

Page 25: BAB II - abstrak.uns.ac.id · pengaruh Hindu pada zaman kerajaan di Jawa, kemudian disusul dengan adanya pengaruh agama Buddha. Hal ini terlihat pada masa Kerajaan Mataram yang terbagi

41

Tabel.2.

Jumlah Aliran Kerohanian

No. Aliran Kepercayaan Pengikut (jiwa)1. Sapta Darma 5.0002. Mahajana Pusat 503. Ilmu Sedjati 2494. Pangestu 3.5825. Sumarah 3006. Perawatan 1027. Panunggalan 588. Perukunan Kawula Manembah Gusti 679. Perdjalanan 269

10. Djiwa Haju 5.00011. Susilo Budi Dharmo 24112. Perhimpunan Perikemanusiaan 12013. Pagujuban Pantjasila Handajaningratan 30

Sumber: Badan Statistik Pusat Surakarta tahun 1969

Data diatas menunjukkan bahwa banyak aliran kepercayaan yang tumbuh

di Surakarta. Ada 13 aliran kepercayaan yang tercatat di kantor Badan Statistik

Pusat Surakarta tahun 1969. Sapta Darma merupakan aliran kpercayaan dengan

jumlah pengikut terbanyak di Surakarta yaitu 5000 jiwa. Walaupun Sumarah

bukan menjadi aliran kepercayaan mayoritas penduduk, namun keberadaannya

tidak bisa diragukan karena Sumarah menduduki posisi keempat terbanyak setelah

Sapta Darma, Djiwa Haju dan Pangestu.