BAB II Lapak Akhir Limno

download BAB II Lapak Akhir Limno

of 13

description

limnologi DO

Transcript of BAB II Lapak Akhir Limno

II. Tinjauan Pustaka 2.1Keadaan Umum Lokasi Praktikuma.Ciparanjeb. Cekdamc.Expedca2.2Transparasi Cahaya di PerairanDitinjau dari fisiologi fitoplankton, spectrum cahaya yang terpenting untuk menunjang fotosintesis adalah cahaya yang mempunyai gelombang 400-700 nm (Wetzel, 1983). Rata-rata intensitas cahaya (400-700 nm ) yang masuk kedalam kolam kolam air suling sedalam 1 meter kurang lebih sebesar 50%, pada danau yang cerah (clear) 40%, danau yang keruh antara 5-10 % dari total intensitas cahaya yang jauh di permukaan air. Sedangkan kedalaman rata-rata zona cahaya pada umumnya danau antara 2-3 kali dari kedalaman Secchi. (Goldman dan Horne, 1983).2.3Karbondioksida PerairanDalam ekosistem perairan, karbondioksida berasal dari difusi udara, hasil dekomposisi bahan organik dan respirasi biota air, memiliki kelarutan 200 kali dari kelarutan oksigen, serta cepat larut membentuk asam karbonat ( H2CO3 ), ion bikarbonat ( HCO3- ) dan ion kabonat ( CO32- ).Senyawa CO2 yang dibutuhkan organisme autotrof untuk proses fotosintesis, adalah CO2-bebas atau CO2 pengimbang. Namun beberapa jenis tumbuhan dapat memanfaatkan HCO3- (bikarbonat) setelah terlebih dahulu dikonversi menjadi CO2-bebas dengan bantuan enzym Carbonic anhydrase yang terdapat dalam tubuh organisme (Goldman dan Horne, 1983, Wetzel, 2001)Ketersediaan karbondioksida dalam perairan sangat ditentukan oleh kapasitas penyangga (buffer capacity) yang biasanya dinyatakan dengan nilai Alkalinitas dengan satuan miligram eqivalen kalsium karbonat (meq/L CaCO3)2.4pH PerairanMenurut Goldman dan Horne (1983), rata rata pH danau di dunia berkisar antara 6 9, namun pada keadaan alkalinitas rendah, angka pH perairan dapat berkisar antara 4 5 yang sangat berpengaruh terhadap keragaman organisme perairan.2.5Alkalinitas PerairanTabel Kisaran nilai Alkalinitas ( meq CaCO3/L ) Terhadap Peruntukan Perikanan. (Sumber, Swingle, 1968 ). Alkalinitas( meq CaCO3 / l )Terhadap Peruntukan Perikanan

0 10Sangat asam, tidak dapat dimanfaatkan

10 50Tergolong rendah, kematian ikan mungkin terjadi, pH berfluktuasi, CO2 rendah, produktifitas rendah.

50 200Tergolong sedang, pH bervariasi, penyediaan CO2 sedang, produkifitas sedang.

> 500Jarang ditemukan, pH stabil, produktifitas diduga tinggi.

2.6Oksigen Terlarut (DO) PerairanOksigen terlarut (Dissolved Oxygen=DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut(SALMIN, 2000). Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut. ODUM (1971) menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik Keperluan organisme terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis, stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relative lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah. Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat menggunakan oksigen dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih terhadap perairan yang kekurangan oksigen terlarut (WARDOYO, 1978). Kandungan oksigen terlarut (DO) minimum adalah 2 ppm dalam keadaan nornal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun ( toksik). Kandungan oksigen terlarut minimum ini sudah cukup mendukung kehidupan organisme (SWINGLE, 1968). Idealnya, kandungan oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 1,7 ppm selama waktu 8 jam dengan sedikitnya pada tingkat kejenuhan sebesar 70 % (HUET, 1970). KLH menetapkan bahwa kandungan oksigen terlarut adalah 5 ppm untuk kepentingan wisata bahari dan biota laut (ANONIMOUS, 2004). Sebagaimana diketahui bahwa oksigen berperan sebagai pengoksidasi dan pereduksi bahan kimia beracun menjadi senyawa lain yang lebih sederhana dan tidak beracun. Disamping itu, oksigen juga sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk pernapasan. Organisme tertentu, seperti mikroorganisme, sangat berperan dalam menguraikan senyawa kimia beracun rnenjadi senyawa lain yang Iebih sederhana dan tidak beracun. Karena peranannya yang penting ini, air buangan industri dan limbah sebelum dibuang ke lingkungan umum terlebih dahulu diperkaya kadar oksigennya.Oksigen terlarut adalah banyaknya kadar oksigen yang terlarut dalam suatu badan perairan, dan sebanyak 50 90 % kandungan oksigen terlarut dalam ekosistem perairan berasal dari aktifitas fotosintesis organisme fitoplankton (Cloud, 1965 dalam Round, 1981). Aktifitas fotosintesis pada perairan yang memiliki tingkat kesuburan hara dan fitoplankton yang tinggi, kandungan oksigen umumnya menunjukkan kandungan lewat jenuh (supersaturasi), hingga mencapai 150 % - 250 % saturasi dengan angka pH air yang alkalis. (Goldman dan Horne, 1983, Wetzel, 2001)

Tabel Kelarutan Oksigen pada perairan tawar (salinitas 0,0 0,5), suhu ( t 0 ) dan tekanan 1 atmosfir ( 760 mm Hg ).Suhu( 0 C)DO(mg/l)Suhu( 0 C)DO(mg/l)Suhu( 0 C)DO(mg/l)Suhu( 0 C)DO(mg/l)

014,6211011,288209,092307,558

114,2161111,027218,915317,430

213,8291210,777228,743327,305

313,4601310,537238,578337,183

413,1071410,306248,418347,065

512,7701510,084258,263356,949

612,447169,870268,113366,837

712,139179,665277,968376,727

811,843189,467287,827386,620

911,559199,276297,691396,515

Sumber : Wetzel. R.G, 2001 ).

2.7Oksigen Biokimia (BOD) PerairanBOD adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses mikrobiologis yang benar-benar terjadi dalam air. Pemeriksaan BOD di perlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan dan untuk mendesain sistem pengol ahan secara biologis (G. Alerts dan SS Santika, 1987).Air digunakan untuk berbagai macam kepentingan; dan sebagian besar daya guna optimalnya akan hilang jika tingkat kelarutan oksigen yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekologi badan air tersebut tidak terpelihara. Berkenaan dengan hal itu, maka harus diusahakan/dicegah agar bahan-bahan yang masuk atau dibuang (limbah) kedalam suatu badan air, dijamin tidak akan menyebabkan penurunan oksigen terlarut yang berlebihan dalam badan air yang dimasuki. Penurunan oksigen terlarut dalam badan air yang kemasukan limbah, terjadi karena peng-gunaan oksigen terlarut oleh mikroorganisme aerobik selama berlangsungnya metabolisme, dan juga oksidasi bahan kimia lain yang ada dalam limbah. Dengan pertimbangan seperti itulah maka kekuatan pencemaran dari limbah, secara tidak langsung dapat diukur berdasarkan kemampuan maksimum limbah tersebut dalam mengkonsumsi oksigen terlarut dalam badan air. Untuk pengukuran kekuatan limbah cair yang didasarkan pada konsumsi oksigen ini biasanya dilakukan dengan uji kebutuhan oksigen bio-kimiawi (BOD) dan uji kebutuhan oksigen kimiawi (COD). Pengukuran kekuatan suatu limbah yang akan dibuang dinilai sangat penting karena dengan mengetahui kekuatan limbah yang akan dibuang, kita bisa memprediksi perubahan apa yang akan terjadi pada badan air penerima, apakah akan berdampak esaat atau terus menerus. Kebutuhan oksigen biokimiawi atau BOD adalah perkiraan jumlah maksimum oksigen yang digunakan untuk aktivitas pernafasan mikroorganisme yang menggunakan bahan organik dalam limbah untuk pertumbuhan dan metabolisme serta penyusunan sel-selnya. Besaran dari nilai BOD biasanya adalah mg/l O2, yang didapat dari selisih antara oksigen terlarut dalam limbah cair pada saat limbah tersebut terbentuk dengan oksigen terlarut dalam limbah cair yang sama pada saat semua bahan organik yang ada didalamnya terurai oleh aktifitas mikroorganisme. Dengan cara seperti itu maka dalam pelaksanaannya, nilai BOD bisa ditentukan jika dan hanya jika konsentrasi oksigen terlarut dalam limbah tersebut lebih besar daripada oksigen yang akan dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk merombak bahan organik didalamnya. Kenyataan seperti inilah yang mengharuskan dilakukannya pengenceran dan penjenuhan oksigen terhadap sampel yang hendak ditentukan BOD-nya, karena hanya pada limbah yang berkonsentrasi rendah (encer) dan mengadung oksigen terlarut tinggi sajalah proses oksidasi carbon dapat terjadi dengan sempurna.Senyawa karbon organik dalam ekosistem perairan umumnya terdiri dari karbon organik terlarut (DOC) dan karbon organik partikulat (POC), baik sebagai biota mati maupun hidup, namun bahan karbon organik partikulat dalam bentuk biota hidup merupakan bagian terkecil dari total karbon organik partikulat (Wetzel, 2001). Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah kebutuhan oksigen biokimia organisme dekomposer, untuk menguraikan sejumlah bahan organik terlarut (DOC) dalam perairan.Tingginya bahan organik dalam perairan akan meningkatkan proses dekomposisi sehingga seringkali terjadi kondisi anaerob bahkan anoxic terutama di lapisan hipolimnion danau (Anoxic Hypolimnion) yang diikuti dengan nilai pH rendah, CO2 tinggi serta timbulnya senyawa-senyawa reduksi antara lain ; amoniak (NH3-N), asam sulfida (H2S), methan (CH4) yang umumnya bersifat toksik terhadap organisme hewan air, dan pada akhirnya akan memicu kesuburan perairan (eutrofikasi).Tabel Status Kualitas Air Berdasarkan Nilai BOD5 NoNilai BOD5(mg/l)Status Kualitas Air

1< 2,9 Tidak Tercemar

23,0 5,0 Tercemar Ringan

35,1 14,9 Tercemar Sedang

4> 15,0 Tercemar Berat

Sumber : (Lee et al, 1978).Oleh karena itu, dalam beberapa penelitian masalah pencemaran perairan, parameter BOD merupakan parameter kunci untuk dapat menentukan status kualitas air terhadap pencemaran bahan organik.2.8Total Ammonia () PerairanGoldman and Horne, (1983) dan Wetzel, (2001), menyebutkan bahwa pada keadaan pH perairan yang alkalis dapat memicu terjadinya peningkatan konsentrasi ammonia bebas (undissosiated ammonia) berupa NH3N yang bersifat toksik terhadap organisme hewan air, terutama ikan, pada pH 7,0 dan suhu sebesar 250C hanya 0,55 % dari Total Ammonia Nitrogen (TAN) berada sebagai NH4OH (ammonia) hampir tidak ada sebagai NH3N (amoniak bebas) dan sisanya sebagai NH4+(ammonium).Secara stoikhiometrik, dinamika dari ammonia dalam air sehubungan dengan fluktuasi angka pH air digambarkan melalui persamaan berikut ini : AlkalisNH3 + H2O NH4OH NH4+ + OH- Asam

2.9Ammonia Undissosited () PerairanUntuk mengevaluasi amoniak bebas (NH3N) tersebut, Trussell, (1972), menjelaskan bahwa hubungan antara pH dan suhu air terhadap desosiasi ammonia dapat didekati melalui perhitungan konstanta desosiasi (Pka) sebagai berikut ; (2729,92)Pka = 0,09018 + ----------------- t ( 0 kalvin)

1% Ammonia Unionisasi = ----------------------- 10(pka pH) + 1 Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 82 tahun 2001, tentang Baku Mutu kualitas air kelas 2 dan kelas 3 (peruntukan pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, dan irigasi pertanian) untuk kadar amonia bebas (NH3N) adalah 0,02 mg/l. Oleh karena itu untuk menilai kadar amonia bebas (NH3N), perlu melakukan analisis Total Ammonia Nitrogen (TAN) perairan terlebih dahulu. 2.10Fotosintesis dan Respirasi di PerairanFotosintesis merupakan proses reduksi karbondioksida oleh energi sinar matahari, baik pada organisme tanaman tingkat tinggi maupun rendah (fitoplankton), terutama yang memiliki hijau daun (khlorofil). Tingginya tingkat pencapaian produktivitas primer suatu komunitas tumbuhan sesuai dengan tingginya pengumpulan energi cahaya dan efisiensi penyerapan oleh sistim fotosintesis serta diikuti dengan konversi dari fotosintetat hingga terjadi materi sel baru (Kirk, 1994).

Karbohidrat atau molekul organik (C6H12O6) merupakan produktivitas primer kotor (gross primary productivity) yang dibentuk selama priode waktu (t), sedangkan produktivitas primer bersih (net primary productivity) adalah produktivitas kotor setelah dikurangi dengan kehilangan energi proses respirasi dan eksresi organisme produsen. Proses respirasi pada fitoplankton (produsen) merupakan oksidasi atau pembakaran dari karbohidrat (piruvat, glukosa atau sukrosa) untuk memperoleh energi, dengan hasil sampingan berupa karbondioksida (CO2) sebagai sisa metabolit. 2.11Produktivitas Primer Perairan (Net Primary productivity)Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya dan antara makhluk hidup dengan lingkungan abiotik (habitat). Interaksi dalam ekosistem didasari adanya hubungan saling membutuhkan antara sesama makhluk hidup dan adanya eksploitasi lingkungan abiotik untuk kebutuhan dasar hidup bagi makhluk hidup. Jika dilihat dari aspek kebutuhannya, sesungguhnya interaksi bagi makhluk hidup umumnya merupakan upaya mendapatkan energi bagi kelangsungan hidupnya yang meliputi pertumbuhan, pemeliharaan, reproduksi dan pergerakan. Keberlangsungan tersebut membuat setiap individu berjuang untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya, sehingga mereka memproduksi segala hal yang mereka butuhkan dalam melangsungkan hidupnya. Produktivitas primer ialah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik.Jumlah seluruh bahan organik (biomassa) yang terbentuk dalam proses produktivitas dinamakan produktivitas primer kotor, atau produksi total. Produksi primer bersih adalah istilah yang digunakan bagi jumlah sisa produksi primer kotor setelah sebagian digunakan untuk respirasi. Produksi primer inilah yang tersedia bagi tingkatan-tingkatan trofik lain. Produksi primer kotor maupun bersih pada umumnya dinyatakan dalam jumlah gram karbon (C) yang terikat per satuan luas atau volume air per interval waktu. Jadi, produksi dapat dilaporkan sebagai jumlah gram karbon per m2per hari (g C/m2/hari), atau satuan-satuan lain yang lebih tepat. Hasil tetap (standing crop) yang diterapkan pada tumbuhan ialah jumlah biomassa tumbuhan yang terdapat dalam suatu volume air tertentu pada suatu saat tertentu. Di perairan terbuka khususnya waduk, fitoplankton merupakan organisme autotrof utama yang menentukan produktivitas primer perairan. Produktivitas jumlah karbon yang terdapat di dalam matenal hidup dan secara umum dinyatakan sebagai jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter kuadrat kolom air per hari (g C/m2/hari) atau jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter kubik per hari (g C/m3/hari). Selain jumlah karbon yang dihasilkan, tinggi rendahnya produktivitas primer perairan dapat diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap biomassa fitoplankton dan konsentrasi klorofil-a, dimana kedua metode ini dapat diukur secara langsung di lapangan. Sumber energi primer bagi ekosistem adalah cahaya matahari. Energi cahaya matahari hanya dapat diserap oleh organisme tumbuhan hijau dan organisme fotosintetik. Energi cahaya digunakan untuk mensintesis molekul anorganik menjadi molekul organik yang kaya energi. Molekul tersebut selanjutnya disimpan dalam bentuk makanan dalam tubuhnya dan menjadi sumber bahan organik bagi organisme lain yang heterotrof. Organisme yang memiliki kemampuan untuk mengikat energi dari lingkungan disebut produsen. Di lingkungan perairan Indonesia, produksi bagi ekosistem merupakan proses pemasukan dan penyimpanan energi dalam ekosistem. Pemasukan energi dalam ekosistem yang dimaksud adalah pemindahan energi cahaya menjadi energi kimia oleh produsen, sedangkan penyimpanan energi yang dimaksudkan adalah penggunaan energi oleh konsumen dan mikroorganisme. Laju produksi makhluk hidup dalam ekosistem disebut sebagai produktivitas. Dalam sebuah ekosistem, produktivitas primer menunjukkan simpanan energy kimia yang tersedia bagi konsumen. Pada sebagian besar produsen primer, produktivitas primer bersih dapat mencapai 50% 90% dari produktivitas primer kotor. Menurut Campbell et al (2002), Rasio NPP (net primary productivity) terhadap GPP (gross primary productivity) umumnya lebih kecil bagi produsen besar dengan struktur nonfotosintetik yang rumit, seperti pohon yang mendukung sistem batang dan akar yang besar dan secara metabolik aktif. Produktivitas primer menunjukkan laju di mana organisme-organisme mensintesis biomassa baru. Meskipun sebuah hutan memiliki biomassa tanaman tegakan yang sangat besar, produktivitas primernya mungkin sesungguhnya kurang dari produktivitas primer beberapa padang rumput yang tidak mengakumulasi vegetasi. Produktivitas primer menggambarkan jumlah pembentukan bahan organik baru per satuan waktu. Senyawa organik yang baru akan terbentuk melalui proses fotosintesis. Kegiatan fotosintesis di perairan waduk dilakukan oleh fitoplankton dan tanaman air (Boyd 1979). Produktivitas primer ini sering dinyatakan dalam mg C/m3/jam atau mg C/m3/hari untuk satuan volume air dan mg C/m2/jam atau mg C/m2/hari satuan luas kolom air. Menurut Suwigyo (1983) produktivitas primer dapat dipakai untuk menentukan keseburan suatu perairan. Klasifikasi tingkat kesuburan tersebut adalah: 0-200 mg C/m3/hari termasuk oligotrofik, 200-750 mg C/m3/hari termasuk mesotrofik dan lebih dari 750 mg C/m3/hari termasuk eutrofik (Triyatmo dkk 1997).Produktivitas primer dapat diartikan sebagai kandungan bahan-bahan organik yang dihasilkan dari proses fotosintesis oleh organisme berklorofil dan mampu mendukung aktivitas biologi di perairan tersebut. Produktivitas primer dapat diketahui nilainya dengan cara mengukur perubahan kandungan DO yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Produksi oksigen dapat menjadi dasar pengukuran adanya kesetaraan yang kuat antara O2 dan pangan yang dihasilkan (Odum 1970). Produktivitas primer dalam bentuk plankton dianggap salah satu unsur yang penting pada salah satu mata rantai perairan. Plankton-plankton yang ada dalam perairan akan sangat berguna dalam menunjang sumberdaya ikan, terutama dari golongan konsumen primer. Densitas dan diversitas fitoplankton dalam perairan sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tersebut. Densitas fitoplankton akan tinggi apabila perairan yang didiami subur (Boyd 1982).Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas primer perairan. Faktor-faktor tersebut bisa dibagi menjadi 3 yaitu faktor kimia, fisika, dan biologi. Faktor kimia seperti kandungan fosfat dan nitrat adalah merupakan hara yang pentong untuk pertumbuhan dan reproduksi phytoplankton. Bila dikaitkan dengan faktor fisika dan level air maka pada level air yang rendah dengan tersedianya sinar matahari menghasilkan produktivitas primer yang tinggi. Disamping faktor kimia dan fisika, faktor biologi seperti perbandingan komposisi biomassa phytoplankton dan zooplankton, memperlihatkan bahwa jumlah individu dalam populasi phytoplankton jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah individu dalam populasi zooplankton, dan karena yang melakukan fotosintesa didalam ekosistem perairan adalah phytoplankton, ini berakibat langsung terhadap tingginya produktivitas primer Komposisi dalam suatu perairan dipengaruhi oleh proses-proses fisika, kimia, dan biologi yang terjadi. Air tawar berasal dari hujan atmosfer yang mengandung bervariasi zat organik dan anorganik. Partikel-partikel tersebut berasal dari garam-garam lautan, debu, atau emisi industri sebagai inti dari uap air yang mengalami kondensasi menjadi awan. Hujan jatuh ke daratan menyebabkan aliran permukaan diatas tanah dan batuan yang melarutkan bermacam-macam zat sehingga kandungan mineral air hujan meningkat. Air mengalir mencapai kolam, danau atau waduk, bahan partikel yang lebih besar mengendap karena gerakan turbulensi kurang cukup untuk mensuspensi kembali (Boyd 1979).Produktivitas primer dapat didefenisikan sebagai kandungan bahan-bahan organik yang dihasilkan dari proses fotosintesis oleh organisme dan mampu mendukung aktivitas biologi di perairan baik perairan tawar maupun lautan lepas. Produktifitas primer fitoplankton merupakan suatu kondisi perairan dimana kandungan zat-zat organik yang dapat dihasilkan oleh fitoplankton dari zat anorganik melalui proses fotosintesis (Nybakken 1992).

DAFTAR PUSTAKAGoldman, C.R. & Horne , A.J. 1983. Limnology. McGraw-Hill Book Company Tokyo. New York, Toronto.Wetzel, R.G, 1983. Limnology. W.B. Saunders College Company. Philladelphia.Yudhi, Phd, 2000. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol.1, No. 1. Jakarta.G, Alaerts dan S.S.Santika. 1987 .Metoda Penelitian Air. Surabaya:Usaha Nasional.Umaly, R.C & M.A.L.A. Cuvin. 1993. Limnology Laboratory and Field Guide Physiocochemical - Biological Factors. National Book Store, Manila.