Lapak Toksik
-
Upload
linda-wahyu-setyaningrum -
Category
Documents
-
view
523 -
download
1
description
Transcript of Lapak Toksik
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar utama yang diperlukan oleh
manusia untuk hidup. Makanan yang dimaksud dalam kajian ini adalah makanan yang
berasal dari produk pertanian. Berdasarkan pada kandungan gizinya (karbohidrat,
protein, vitamin, mineral fan lemak), makanan yang di butuhkan manusia berupa
tanaman pangan yang sebagian besar mengandung karbohidrat dan protein serta
tanaman hortikultura yang pada umumnya mengandung vitamin dan mineral.
Makanan dari produk pertanian tersedia dan siap untuk di santap dalam keadaan
mentah maupun sudah di olah. Produk pertanian yang disantap dalam keadan mentah
pada umumnya masing mengandung zat-zat yang digunakan dalam proses produksi,
seperti pestisida. Pestisida merupakan kontaminan atau zat toksik yang di gunakan
petani untuk menghindari kerusakan tanaman dari serangan hama dan penyakit. Akan
ntetapi, beberapa pestisida yang digunakan memiliki sifat dapatmenempel diluar
maupun di dalam jaringan bagian tanaman. Residu pestisida atau kontaminan lainya
yang masih terdapat pada produk pertanian apabila termakan oleh manusia dapat
menyebabkan efek berupa gangguan pada kesehatan manusia. Kontaminan pada makan
an dibagi kedalam beberapa kelompok, yaitu 1). Ada dalam makanan karena
konsekuensi kejadian alami; 2). Hasil dari berlebihnya penggunaan atau bentuk
penggunaan alat yang secara sengaja digunakan sebagai tambahan pada saat proses; 3)
sebagai hasil dari residu yang diketahui sebagai bahan berbahaya didalam pengolahan
yang terbawa kedalam produk untuk konsumen; 4) hasil dari penyimpanan dan
pengemasan yang digunakan atau di gunakan kembali bahan tersebut.
Produk pertanian yang telah diolah sebelum disantap pada umumnya menggunakan
zat –zat yang di tambahakan kedalam olahan makanan(food aditif) dengan tujuan –
tujuan tertentu seperti 1) mengawetkan makanan dengan menggunakan antibakteri,
anticendawwan, atau atioksidan; 2) mengubah karakteristik fisik, teruttama padaproses
pemasakan ;3) mengubah rasa ;4) mengubah warna ;5) dan untuk mengubah bau.
Apabila bahan tambahan makan an yang digunakan merupakan bahan yang aman
1
digunakan dan dosis atau konsentarasi nya sesuai dengan aturan yang biasanya
tercantum dalam label kemasan maka makanan tersebut akan aman untuk di konsumsi.
Makanan dan produk pertanian yang tercampur dengan kontaminasi atau telah
ditambahkan dengan zat tertentu memiliki ciri – ciri yang khas yang dapat dikenali, baik
dari fisik berupa warna, bau, dan tekstur maupun dari kandungan bahan kimiawi. Untuk
mengetahui apakah makanan dan produk pertanian mengandung zat-zat toksik yang
dapat membahayakan kesehatan tubuh manusia, maka dilakukan kajian mengenai
karakteristik makanan dan produk pertanian tercemar, berdasarkan sifat fisik dan
kandungan kimia.
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu agar mahasiswa dapat mengetahui serta
memahami karakteristik makanan dan produk pertanian tercemar, berdasarkan sifat fisik
dan kandungan kimia.
1.3 Rumusan Masalah
1. Berdasarkan pada pengamatan anda, adakah bahan makanan tersebut yang
bersifat toksik
2. Zat apakah yang menurut anda bersifat toksik
3. Bagaimanakah karakteristik bahan makanan yang bersifat toksik? Bandingkan
dengan bahan makanan yang dinilai tidak bersifat toksik!
4. Bagaimana efek yang akan ditimbulkan apabila bahan makanan tersebut
dikonsumsi oleh manusia?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pencemaran Makanan
Zat fisik-kimia ataupun biologis yang masuk ke dalam makanan yang dapat
mengubah secara fisik dan kimia menjadi bahan makanan yang berbeda. Zat-zat
tersebut beberapa diantaranya bersifat toksik dan dapat mengganggu kesehatan manusia.
Zat toksik tersebut dapat berasal dari alam maupun buatan manusia yang apabila
masuk ke dalam makanan secara disengaja ataupun tidak disengaja dapat menimbulkan
efek yang merugikan bagi kesehatan.
II.2 Bahan Tambahan Pangan
Bahan tambahan pangan (Food Additive) adalah bahan atau campuran bahan
yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan
kedalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk bahan pangan. Jadi bahan
tambahan pangan ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar memiliki
kualitas yang meningkat (Budiyanto,2004)
Menurut Peraturan Mentri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang
bahan tambahan pangan atau aditif adalah suatu bahan yang ditambahkan dan
dicampurkan kedalam bahan pangan sewaktu pengolahan untuk meningkatkan mutu.
Tujuan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan
Menurut Syah (2005) secara khusus tujuan penggunaannya bahan
tambahan adalah untuk :
a.Membentuk makanan menjadi lebih baik dan lebih enak di mulut.
b.Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah
selera .
c.Meningkatkan kualitas makanan.
d.Menghemat biaya.
e.Mempertahankan atau memperbaiki nilai gizi makanan.
3
Penggolongan Bahan Tambahan Pangan
Pengelompokan bahan tambahan makanan yang diizinkan
penggunaannya dalam makanan menurut Permenkes RI.722/Per/IX/88 sebagai
berikut :
a. Antioksidan
Fungsinya melindungi suatu hasil produk terhadap pengaruh proses
oksidasi warna dan baunya Contoh : Asam Askorbat, digunakan sebagai
anti oksidan pada produk daging dan ikan serta sari buah kalengan, Butil
Hidroksianisol (BHA) dipakai sebagai antioksidan pada lemak, minyak
dan margarin.
b. Pengatur asam
Bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan dan
mempertahankan derajat keasaman. Contoh : Asam Asetat, Asam Sitrat,
Asam Malat, Asam Suksinat, Asam Tartrat dan Asam Laktat.
c. Pemanis Buatan adalah bahan tambahan makanan yang menyebabkan
rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai
gizi. Contoh : Sakarin, Siklamat, Aspartam
d. Pemutih, digunakan dalam produksi tepung agar warna putih yang
merupakan ciri khas tepung dapat terjaga dengan baik. Contoh : Benzoil
Peroksida
e. Pengental, bahan makanan yang merupakan cairan dapat dikentalkan
dengan menggunakan gumi dan bahan polimer sintetik. Contoh : Ekstrak
rumput laut, Gelatin
f. Pengawet adalah bahan tambahan yang digunakan untuk menghambat
fermentasi atau penguraian terhadap makanan yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Contoh : Asam Benzoat dan garamnya, Asam Sorbat
serta garam dan kaliumnya, efektif untuk menghambat pertumbuhan
bakteri, jamur dan ragi, biasaya dipake dalam keju, margarin, acar, buah
kering, jelli, pekatan sari buah dan minuman ringan mengandung CO2.
4
g. Pengeras adalah bahan tambahan yang dapat memperkeras atau mencegah
melunaknya makanan. Contoh : Aluminium Sulfat, Kalsium Klorida,
Kalsium Glukonat dan Kalsium Sulfat pada buah yang dikalengkan
misalnya apel dan tomat.
h. Penyedap rasa adalah bahan tambahan yang diberikan untuk
menambahkan atau mempertegas rasa atau aroma. Contoh : MSG (Mono
Sodium Glutamate)
i. Pewarna adalah bahan tambahan makanan/minuman yang dapat
memperbaiki atau memberikan warna pada makanan/minuman. Contoh :
Tartrazin (kuning jingga), Carmoisine (merah).
Penyimpangan Penggunaan Bahan Tambahan Makanan
Menurut Syah (2005) pengaruh bahan tambahan makanan terhadap kesehatan
umumnya tidak langsung dapat dirasakan atau dilihat, maka produsen sering kali
tidak menyadari bahaya penggunaan bahan makanan yang tidak sesuai dengan
peraturan. Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan bahan
tambahan makanan yang sering dilakukan oleh produsen makanan, yaitu :
a. Menggunakan bahan makanan yang dilarang penggunaannya untuk makanan.
Misalnya : Pengawet makanan menggunakan formalin, Pewarna makanan
menggunakan rodamin (pewarna pakaian)
b. Menggunakan bahan tambahan makanan melebihi dosis yang diizinkan.
Misalnya pada konsentrasi tinggi, sakarin akan menimbulkan rasa pahit-getir
(nimbrah) dan bisa menyebahkan mual dan pusing.
II.3 Mie Instan
Mi instan atau mi kering adalah produk makanan kering yang dibuat dari tepung
terigu dengan atau tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan berbentuk khas mi
yang siap dihidangkan, dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling lama 5 menit
(Ubaidillah, 2000). Mi Instan telah dikonsumsi sebagai makanan pokok pengganti, oleh
5
sebagian masyarakat dan merupakan jenis pangan yang luas penyebarannya
(Haryadi,1992). Hal ini disebabkan karena harganya relatif murah, nilai kalori cukup
tinggi dan dapat diproduksi dalam berbagai bentuk yang menarik dan daya tahan yang
cukup tinggi (Harper et al,1979). Serta tren gaya hidup masyarakat yang cenderung
makin praktis.
Bahan baku pembuatan mi instan adalah tepung terigu. Bahan tambahan yang
umum digunakan dalam pembuatan mi instan adalah garam alkali, yaitu Na2CO3 dan
K2CO3 yang umum disebut senyawa kansui. Berdasarkan proses pengeringan, mi
dibedakan menjadi dua yaitu mi instan dan mi kering (mi telur). Pengeringan mi instan
dengan mengunakan minyak goreng sebagai media pengeringan (instan atau fried
noodle), sedangkan mi kering pengeringannya dengan menggunakan udara panas (dried
noodle). Mi instan mampu menyerap minyak hingga 20% selama penggorengan,
sehingga mi instan memiliki keunggulan rasa dibanding mi jenis lain. Namun
demikian, mi instan disyaratkan agar pada saat perebusan tidak ada minyak yang
terlepas ke dalam air dan hasilnya mi harus cukup kompak dan permukaannya tidak
lengket (Astawan, 2006).
Tepung terigu yang digunakan untuk memproduksi mi kering adalah tepung
terigu dengan kadar gluten 10-12%. Tepung terigu ini tergolong dalam medium hard
fluor. Tepung terigu ini berfungsi membentuk struktur mi, sumber protein dan
karbohidrat. Kandungan protein utama dari tepung terigu yang berperan dalam
pembuatan mi adalah gluten. Gluten adalah suatu jenis protein yang terdiri dari dari
36% gliadin, 20% glutenin, 17% mesonin dan 7% campuran albumin dan globulin
(Darmawan, 1994). Apabila ke dalam tepung terigu ditambah air, glutenin akan
mengembang. Selama proses pengembangan, glutenin akan menyerap gliadin, mesonin
dan sebagian protein yang dapat larut dalam air sehingga membentuk suatu massa yang
kenyal dan elastis (Ridwan dan Wiriarno,1990) sehingga akan mempengaruhi sifat
elastisitas dan tekstur mi yang dihasilkan. Menurut Ruiter (1987), karakteristik
elastisitas gluten dianggap berasal dari fraksi glutenin, sedangkan karakteristik liat dan
melekat diperoleh dari fraksi prolamin.
Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01.3551-2000 mi instan
didefinisikan sebagai produk makanan ringan yang dibuat dari tepung terigu atau tepung
6
beras atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan makanan
lainnya yang diizinkan. Mi ini dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah
diperoleh mi segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan dan
pengeringan. Kadar air mi instan umumnya mencapai 5-8 % sehingga memiliki daya
simpan yang relatif lama (Astawan, 2006).
II.4 Minuman Ringan
Minuman ringan adalah minuman yang tidak mengandung alkohol, merupakan
minuman olahan dalam bentuk bubur atau cair yang mengandung bahan makanan atau
bahan tambahan lainnya, baik alami maupun sintetis yang dikemas dalam kemasan siap
saji. Bahan tambahan tersebut dapat berupa pemanis buatan.
Pemanis merupakan bahan tambahan makanan yang berfungsi untuk
memberikan rasa manis dan membantu mempertajam terhadap rasamanis tersebut,
biasanya memiliki nilai kalori yang lebih rendah dari gula biasa dan hampir tidak
mempunyai nilaigizi(Winarno,1997).
Berdasarkan proses produksi bahan pemanis dapat dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu pemanis alami dan pemanis buatan (sintetis). Pemanis alami biasanya berasal dari
tanaman. Tanaman penghasil pemanis yang utama adalah tebu (Saccharum officinarum
L.) dan bit (Beta vulgaris L.). Bahan pemanis yang dihasilkan oleh kedua tanaman
tersebut dikenal sebagai gula alam atau sukrosa. Pemanis sintetis merupakan bahan
tambahan yang dapat menyebabkan rasa manis pada pangan, tetapi tidak memiliki nilai
gizi. Beberapa pemanis sintetis yang telah dikenal dan banyak digunakan adalah
sakarin, siklamat dan aspartam (Cahyadi,2008).
Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Badan POM RI No: HK.00.05.5.1.4547
tahun 2004, siklamat merupakan pemanis sintetis non-kalori yang diperbolehkan untuk
dikonsumsi di Indonesia. Dalam perdagangan dikenal sebagai assugrin atau sucaryl.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, penggunaannya hanya
diperbolehkan untuk pasien diabetes ataupun orang yang membutuhkan makanan
berkalori rendah (BPOM,2004; Winarno, 1984). Tetapi pada kenyataannya penggunaan
siklamat semakin meluas pada berbagai kalangan dan beragam produk. Hal ini
dikarenakan harganya yang jauh lebih murah, menimbulkan rasa manis tanpa rasa
7
ikutan (tidak ada after taste-nya) dan memiliki tingkat kemanisan 30 kali gula
(Sudarmaji, 1982; Winarno dan Birowo,1988).
World Health Organization (WHO) menyatakan adanya batas maksimum yang
boleh dikomsumsikan per hari atau Acceptable Daily Intake (ADI) yakni banyaknya
milligram suatu bahan atau zat yang boleh dikomsumsi per kilogram bobot badan per
hari. Batas maksimun yang ditetapkan oleh WHO adalah 11 mg/kg BB. Di Indonesia
penggunaan bahan pemanis sintetis ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.208/MenKes/Per/IV/85 tentang Bahan Tambahan
Makanan, yaitu 1 g/kg bahan.(BPOMRI,2004;Windholz,1976)
Walaupun penggunaannya diperbolehkan dan telah dibatasi, pemakaian siklamat
dilaporkan sering disalahgunakan dan penggunaannya melebihi batas yang diizinkan.
Riset BPOM pada November-Desember 2002 sudah menunjukkan bahwa konsumsi
siklamat sudah mencapai 240 % Accaptable Daily Intake (ADI) (Badan POM, 2004).
Pemanis buatan siklamat hingga saat ini penggunaannya masih banyak menimbulkan
kontroversi karena aspek keamanan jangka panjangnya yang berpotensi karsinogenik
jika terkonversi menjadi cyclohexylamine di dalam saluran pencernaan (Cahyadi,
2008). Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa pada
penambahan 10 % natrium siklamat dapat merangsang terjadinya tumor kandung kemih
(Frank, 1995).
Mengingat adanya bahaya yang dapat ditimbulkan oleh siklamat terhadap
kesehatan, maka diperlukan pemeriksaan terhadap bahan pemanis sintetis ini pada
makanan dan minuman, khususnya pada minuman ringan kemasan gelas. Penetapan
kadar pemanis sintetis ini akan dilakukan dengan metode gravimetri. Hasil pemeriksaan
ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan tambahan informasi bagi yang
berwenang dalam pengawasan terhadap kesehatan masyarakat(SNI, 1992).
II.5 Buncis
Kacang Buncis (Phaseolus vulgaris L.) berasal dari Amerika, sedangkan kacang buncis
tipe tegak (kidney bean) atau kacang jogo adalah tanaman asli lembah Tahuacan-
Meksiko. Penyebarluasan tanaman buncis dari Amerika ke Eropa dilakukan sejak abad
16. Daerah pusat penyebaran dimulai di Inggris (1594), menyebar ke negara-negara
8
Eropa, Afrika, sampai ke Indonesia. Pembudidayaan tanaman buncis di Indonesia telah
meluas ke berbagai daerah. Tahun 1961-1967 luas areal penanaman buncis di Indonesia
sekitar 3.200 hektar, tahun 1969-1970 seluas 20.000 hektar dan tahun 1991 mencapai
79.254 hektar dengan produksi 168.829 ton.
Taksonomi tanaman buncis diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plant Kingdom
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiosspermae
Kelas : Dicotyledonae
Sub kelas : Calyciflorae
Ordo : Rosales (Leguminales)
Famili : Leguminosae (Papilionaceae)
Sub famili : Papilionoideae
Genus : Phaseolus
Spesies : Phaseolus vulgaris L.
Kacang buncis mempunyai potensi penting dalam rangka pemenuhan gizi,
perolehan devisa, peningkatan kesejahteraan masyarakat, dan perbaikan pendapatan
petani. Dengan demikian, usaha tani sayuran mempunyai peluang dan prospek yang
baik untuk dikembangkan (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2002).
Kacang buncis merupakan penghasil sumber protein nabati dan dalam 100 g buncis
segar mengandung 32 kalori, 2.40 protein, 0.20 g lemak, 7.10 g karbohidrat, dan bahan
lain seperti fosfor dan beberapa macam vitamin (Sumartini, 1998) dan banyak
mengandung lysine dan trytophane (Ashari, 1995), zat β-sitosterol, dan stigmasterol
untuk mengobati penyakit diabetes mellitus (Rockman, 2008) serta mudah
dikembangkan budidayanya (Bangun dkk., 2001) sehingga dapat menambah pendapatan
petani dan perluasan kesempatan kerja (Rukmana, 1994).
9
BAB III
METODOLOGI
III.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Gedung Hama dan Penyakit
Tumbuhan Universitas Padjadjaran Jatinangor pada hari Senin tanggal 15 April 2013.
III.2 Alat dan Bahan
Beberapa bahan makanan yang berasal dari produk pertanian dalam keadaan
mentah maupun yang telah mengalami pengolahan
Mie Instan merk ABC Selera Pedas Mie Goreng, rasa Ayam Pedas Limau
Minuman Ringan Ale-ale berperisa stroberi (dari Wingsfood)
Buncis organik dan buncis anorganik
III.3 Prosedur praktikum
Disediakan beberapa bahana makanan yang mentah maupun yang telah diolah.
Mahasiswa mengamati karakteristik fisik dari makanan tersebut, sedangkan sifat
kimianya di analisis melalui kandungan zat yang tercantum di dalam kemasan produk
(komposisi). Berdasarkan pada sifat fisik dan kandungan kimiawinya mahasiswa
memilah makanan yang termasuk pada kategori aman, dapat dikonsumsi dalam jumlah
tertentu, maupun berbahaya (berdasarkan pada ADI Acceptable Daily intake maupun
BMR/batas maksimum residu).
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
Mie Instan merk ABC Selera Pedas Mie Goreng, rasa Ayam Pedas Limau
Komposisi:
- Mie : tepung terigu, minyak nabati, garam, pengatur keasaman,
penstabil, pengental nabati, dan pewarna (Tartrazin C.I. 19140)
- Bumbu : Garam, gula, penguat rasa (Monoratrium glutaman), bubuk
bawang merah, bubuk bawang putih, pewarna (karamel), perisa ayam, dan perisa
jeruk nipis.
- Minyak : Minyak nabati, mnyak cabai, bawang merah, bawang putih,
dan rauan bumbu ayam pedas limau
- Bumbu pedas : Bumbu cabai dan rempah-rempah
- Kecap manis : Gula, garam, air, kedelai, gandum, dan pengawet (Natrium
benzoat)
- Saus cabai : Cabai, gula, garam rempah-rempah, pengental nabati, dan
pengawet (Natrium benzoat)
- Bawang goreng
Minuman Ringan Ale-ale berperisa stroberi (dari Wingsfood)
Komposisi:
Air, gula, pengatur keasaman asam sitrat, konsentrat stroberi, perisa sroberi,
pengawet natrium benzoat, pemanis buatan (Aspartam 13 mg/kemasa), Asesulfam k 12
mg/kemasan, vitamin C, pewarna makanan ( Karmoisin Cl 14720, kuning FCF Cl
15985), mengandung fenilalanin (tidak cocok untuk penderita Fenilkatonuria).
Buncis organik dan buncis anorganik
Organik:
- Pendek, berisi
- Masih terdapat bekas gigitan hama (kulit kurang mulus)
- Tidak berbau pestisida (berbau khas tanaman)
- Berwarna hijau pekat
11
Anorganik:
- Panjang, kurang berisi
- Warna lebih cerah
- Kulit mulus
- Berbau pestisida (tidak berbau khas tanaman)
4.2 Pembahasan
Mie Instan merk ABC Selera Pedas Mie Goreng, rasa Ayam Pedas Limau
Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 01.3551-2000 mi instan
didefinisikan sebagai produk makanan ringan yang dibuat dari tepung terigu atau
tepung beras atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan
makanan lainnya yang diizinkan. Mi ini dibuat dengan penambahan beberapa proses
setelah diperoleh mi segar. Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan dan
pengeringan. Kadar air mi instan umumnya mencapai 5-8 % sehingga memiliki daya
simpan yang relatif lama (Astawan, 2006). Dalam melindungi masyarakat dari mi instan
yang tidak memenuhi persyaratan cemaran mikroba, pemerintah menetapkan SNI
01.3551- 2000, revisi SNI 01-3551-1996 "Mi Instan" seperti terlihat pada Tabel 1.
12
Cemaran pada produk mi instan kemungkinan dapat berupa cemaran
mikrobiologis, cemaran kimia dan cemaran fisik. Cemaran-cemaran tersebut dapat
berasal dari bahan baku utama, bahan baku pembantu lain dan bahan tambahan pangan
(BTP), udara, karyawan, mesin dan peralatan.
- Cemaran Mikrobiologis
Mi instan merupakan produk mi yang telah dikukus dan dikeringkan terlebih
dahulu dan memiliki kadar air sekitar 8-10%. Mi instan memiliki aw sekitar 0,80 dan
pH sebesar 8,7 (Yustiareni, 2000). Menurut Fardiaz (1992) dan Buckle et. al.
(2007), pangan dengan kadar air yang rendah dan pH relatif tinggi (pH > 8,5)
dikelompokkan sebagai pangan yang tidak mudah rusak. Dengan demikian, kadar air
yang rendah dan aw yang rendah menyebabkan mi instan tidak riskan jika disimpan
pada suhu ruang. Namun demikian, bukan berarti produk mi instan tersebut tidak bebas
dari adanya kemungkinan pencemaran atau kontaminasi baik adanya cemaran
mikroba/biologis, kimia maupun fisik.
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 01.3551-2000 untuk produk mi
instan, cemaran mikroba yang mungkin terdapat pada mi instan dapat berupa bakteri E.
coli, Salmonella, kapang dan angka lempeng total. Oleh karena itu, cemaran mikroba
tersebut di dalam SNI ditetapkan batasnya. Menurut Jay (2000), mikroba perusak yang
mungkin tumbuh pada produk olahan terigu adalah bakteri genus Bacillus dan beberapa
jenis kapang. Fardiaz (1992) menyatakan bahwa jika tumbuh pada bahan pangan,
bakteri dapat menyebabkan berbagai perubahan pada penampakan maupun komposisi
kimia dan cita rasa bahan pangan tersebut. Adanya aktivitas mikroorganisme
pembentuk asam misalnya, ditandai dengan terdeteksinya bau asam pada mi basah yang
telah rusak. Pada bakteri aerobik pembentuk spora yang dapat memproduksi amilase
mungkin tumbuh pada kadar air yang tinggi dengan memanfaatkan terigu dan hasil
olahannya sebagai sumber energi. Pada kondisi kadar air lebih rendah, kapang
berpotensi untuk tumbuh yang ditandai dengan pembentukan miselia dan spora. Kapang
yang tumbuh umumnya berasal dari genus Rhizopus yang dapat dikenali dengan adanya
spora berwarna hitam (Jay, 2000).
- Cemaran Kimia
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 01.3551-2000 (Tabel 1) untuk
produk mi instan, ditetapkan bahwa cemaran kimia yang perlu dibatasi keberadaannya
pada mi instan berupa logam-logam berat seperti timbal (Pb), raksa/merkuri (Hg) dan
arsen (As). Cemaran kimia logam- logam berat ini diduga berasal dari bahan baku
tepung terigu, garam dan air yang digunakan dalam proses produksi mi instan. Sumber
13
cemaran kimia logam-logam berat seperti Pb, Hg, dan As dapat berasal dari lingkungan
dan tanah tempat tumbuh asal tanaman terigu yang terkontaminasi oleh polusi asap
kendaraaan bermotor dan hasil buangan limbah industri yang mengandung logam-
logam berat; selain itu dari bahan baku garam yang tercemar oleh logam-logam berat di
tempat asalnya.
- Cemaran Fisik
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 01.3551-2000 untuk produk mi
instan, ditetapkan bahwa cemaran fisik yang mungkin terdapat pada produk mi instan
berupa benda-benda asing lainnya. Cemaran fisik benda-benda asing ini dapat berupa
rambut, kotoran (pasir, tanah), kelupasan cat, karat, debu, potongan kertas dan tali
plastik. Sumber cemaran fisik tersebut dapat berasal dari pekerja/karyawan yang
menangani produk, pallet kayu, peralatan dan tali plastik yang digunakan untuk
pengemasan. Oleh karena itu, cemaran fisik benda-benda asing pada produk mi instan
tersebut oleh SNI 01.3551-2000 ditetapkan harus negatif.
Dari hasil pengamatan pada produk makanan Mie Instan merk ABC Selera
Pedas Mie Goreng, rasa Ayam Pedas Limau,dari segi cemaran fisik maupun cemaran
mikrobiologis produk tersebut bebas dari cemaran tersebut. Namun dari segi cemaran
kimiawi produk ini mengandung bahan atau zat kimia yang apabila dikonsumsi
melebihi ambang batas akan membahayakan kesehatan tubuh manusia. Bahan kimia
tersebut diantaranya:
a. Pewarna (Tartrazin C.I. 19140)
Pewarna sintetis pada umumnya terbuat dari bahan-bahan kimia. Misalnya tartrazin
untuk warna kuning, allura red untuk warna merah, dan seterusnya. Kadang-kadang
pengusaha yang nakal juga menggunakan pewarna bukan makanan untuk
memberikan warna pada makanan. Pewarna buatan/sintetis adalah pewarna yang
biasanya dibuat di pabrik-pabrik dan berasal dari suatu zat kimia. Pewarna ini
digolongkan kepada zat berbahaya apabila dicampurkan ke dalam makanan.
Pewarna sintetis dapat menyebabkan gangguan kesehatan terutama pada fungsi hati
dalam tubuh. Jenis pewarna yang masuk dalam komposisi soda sebagaimana yang
sudah geDoor Lab lihat adalah Pewarna Kuning FCF 15985, Karmoisin CI 14720,
Karamel, dan Allura. Sesuai izin dari Kementerian Kesehatan, pewarna yang
diperbolehkan adalah pewarna alami seperti Anato CI 75120, Beta Apo-8,
Karotenal CI 80820, Kanta santin CI 40850, Karmin CI 75470, Beta Karoten CI
14
75130, Karamel, dan lain sebagainya. Sementara pewarna sintetis yang
diperbolehkan adalah Biru Berlian CI 42090, Coklat HT CI 20285, Hijau FCF CI
42053, Hijau S CI 44090, Karmoisin CI 14720, Kuning FCF CI 15985, Kuning
kuinolin CI 47005, Merah Allura CI 16035, Tartrazine CI 19140, dan lain-lain. Dan
penggunaan pewarna sintetis yang tidak proporsional bisa mengganggu kesehatan.
Bahan pewarna sintetis yang boleh digunakan untuk makanan pun harus dibatasi
jumlahnya. Karena pada dasarnya, setiap benda sintetis yang masuk ke dalam tubuh
akan menimbulkan efek. Beberapa negara maju, seperti Eropa dan Jepang bahkan
telah melarang penggunaan pewarna sintetis tersebut. Misalnya saja pewarna
tartrazine, telah mulai ditinggalkan oleh negara tertentu. Mereka lebih
merekomendasikan pewarna alami, seperti beta karoten.
b. Penguat rasa (Monoratrium glutamat)
Terdapat dua jenis MSG, yaitu alami dan buatan. MSG buatan berpotensi
membuat gangguan kesehatan dan justru paling banyak beredar di pasaran.
Penggunaan MSG kadang tersembunyi dengan beberapa nama di balik label
makanan. Meski ada tulisan 'protein hidrolisat' atau 'rempah-rempah', belum
tentu makanan tersebut tidak mengandung MSG dalam komposisinya.
Menurut WHO, batas aman konsumsi MSG bagi orang dewasa adalah 0-
120 mg per kg berat badan. Atau sekitar dua sendok teh untuk orang dengan
berat badan 50 kg. WHO sendiri tidak merekomendasikan bayi di bawah
umur 12 minggu untuk mengonsumsi MSG. Anak-anak yang kebanyakan
mengonsumsi MSG atau vetsin, akan kekurangan hormon thyroxin dan
parathyroid yang berdampak negatif ke pertumbuhan tulang dan
perkembangan tubuh. Hal tersebut karena tubuh kehilangan kalsium dan
fosfor.
c. Pengawet (Natrium benzoat)
Benzoat (acidum benzoicum atau flores benzoes atau benzoic acid). Benzoat
yang biasa diperdagangkan adalah garam natrium benzoate. Ciri-ciri berbentuk
serbuk atau kristal putih, halus, sedikit berbau, berasa payau, dan pada pemanasan
yang tinggi akan meleleh lalu terbakar (Sediadi, A dan Esti, 2000).
Natrium benzoat merupakan zat tambahan (eksipien) yang digunakan sebagai
pengawet. Natrium benzoat memiliki ambang batas penggunaan 600 mg/l.
(Anonim, 2006). Benzoat merupakan unsur alami yang terdapat dalam beberapa
15
tumbuhan. Dan sering digunakan sebagai anti bakteri atau anti jamur untuk
mengawetkan makanan. Penambahan ini menghasilkan dalam penurunan kapasitas
buffer diet, dan setelah itu akan meningkatkan keasaman dari urin (Mroz et al.,
2000). Batas atas benzoat yang diizinkan dalam makanan adalah 0,1% untuk
Amerika Serikat. Sedangkan di negara-negara lain berkisar antara 0,15-0,25%. Pada
negara-negara Eropa, batas benzoat berkisar antara 0,015-0,5% (Ibekwe et al.,
2007).
Natrium benzoat digunakan secara luas dalam industri minuman. Di Inggris
natrium benzoat digunakan oleh minuman bermerek Britvic, termasuk Britvic 55
rasa apel dan jeruk, Pennine Spring, dan Shandy Bass. Belum diketahui apakah
produk-produk ini juga merupakan produk yang dites. Manfaat lain dari Natrium
Benzoat adalah sebagai bahan pengawet agar tidak berbau tengik, tidak cepat rusak,
menjaga rasa makanan, dan sebagainya. Efek yang terjadi bila melebihi dosis
adalah iritasi terhadap lambung.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/88 terdapat 26 jenis
pengawet yang diizinkan untuk digunakan dalam makanan. Kelompok pengawet
tersebut adalah asam benzoat, asam propionat, asam sorbat, belerang dioksida, etil
p-hidroksi benzoat, kaloum benzoat, kalium bisulfit, kalium nitrat, kalium nitrit,
kalium propionat, kalium sorbat, kalium sulfit, kalsium benzoat, kalsium propionat,
kalsium sorbat, natrium benzoat, metil-p-hidroksi benzoat, natrium bisulfit, natrium
metabisulfit, natrium nitrat, natrium nitrit, natrium propionat, natrium sulfit, nisin,
propil-p-hidroksi benzoat. Dengan kata lain, penggunaan pengawet tersebut harus
mengikuti takaran yang dibenarkan. Meski kandungan bahan pengawet umumnya
tidak terlalu besar, akan tetapi jika dikonsumsi secara terus-menerus tentu akan
berakumulasi dan menimbulkan efek terhadap kesehatan. Dampak lain dari bahan
pengawet minuman adalah kanker. Bila dikonsumsi secara berlebihan dapat timbul
efek samping berupa edema (bengkak) yang dapat terjadi karena retensi atau
tertahannya cairan di dalam tubuh. Dapat pula naiknya tekanan darah sebagai akibat
bertambahnya volume plasma lantaran pengikatan air oleh natrium. (Fadliwdt,
2007)
Penambahan pengawet Natrium Benzoat dan Kalium Sorbat pada bahan pangan
memang tidak dilarang pemerintah. Namun, hendaknya tidak menambahkan dua
jenis makanan sesuka hati, karena bahan pengawet ini akan menjadi berbahaya jika
dikonsumsi secara berlebihan. Asosiasi Konsumen Penang pada 1988 silam telah
menyatakan bahwa berdasarkan penelitian Badan Pangan Dunia (FAO), konsumsi
16
benzoat yang berlebihan pada tikus akan menyebabkan kematian dengan gejala-
gejala hiperaktif, sawan, kencing terus-menerus dan penurunan berat badan.
Natrium Benzoat dikenal juga dengan nama Sodium Benzoat atau Soda Benzoat.
Bahan pengawet ini merupakan garam asam Sodium Benzoic, yaitu lemak tidak
jenuh ganda yang telah disetujui penggunaannya oleh FDA (Badan Administrasi
Pangan dan Obat di Amerika Serikat) dan telah digunakan oleh para produsen
makanan dan minuman selama lebih dari 80 tahun untuk menekan pertumbuhan
mikro organisme (jamur). Menurut sebuah studi WHO, Sodium Benzoat adalah
bahan pengawet yang digunakan untuk makanan dan minuman serta sangat cocok
buat jus buah maupun minuman ringan. Itu sebabnya, Sodium Benzoat banyak
digunakan dalam berbagai produk makanan dan minuman seperti jus buah, kecap,
margarin, mentega, minuman ringan, mustard, sambal, saus salad, saus tomat, selai,
sirop buah, dan lainnya.
Sodium Benzoat yang secara alami terdapat pada apel, cengkeh, cranberry
(sejenis buah berry yang digunakan untuk membuat agar-agar dan saus), kayu
manis, prem (yang dikeringkan) dan lain- lain. Sebuah riset yang dilakukan oleh
Sheffield University di Inggris terhadap bahan pengawet makanan dan minuman
yang umum digunakan, menyatakan bahwa sodium benzoate diperkirakan dapat
merusak DNA.
Minuman Ringan Ale-ale berperisa stroberi (dari Wingsfood)
Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan dan minuman
saat ini sering ditemui. Bahan tambahan atau yang dikenal dengan zat aditif pada
makanan atau minuman dapat berupa pewarna, penyedap rasa, dan aroma, pemantap,
antioksidan, pengawet, pengemulsi, pemucat, pengental dan pemanis.
Pada Minuman Ringan Ale-ale berperisa stroberi (dari Wingsfood) ini dari hasil
pengamatan tercantum bahan-bahan kimia diantaranya:
- Pengatur keasaman asam sitrat
Pengaturan keasaman, yang terdiri dari pengasaman, penetral, dan pendapar.
Pengasaman digunakan untuk penegas rasa dan aroma serta dapat mencegah sisa
rasa asam yang tidak disukai atau mempertahankan derajad keasaman pada bahan
makanan, contohnya adalah asam sitrat,asam fosfat pada minuman .Penetral
digunakan untuk menurunkan derajat keasaman makanan.Pendapar digunakan
17
untuk membuat makanan supaya tidak terlalu asam atau basa,contohnya adalah
kalsium glukonat.
- pengawet natrium benzoat
Natrium benzoat merupakan zat tambahan (eksipien) yang digunakan sebagai
pengawet. Natrium benzoat memiliki ambang batas penggunaan 600 mg/l.
(Anonim, 2006). Benzoat merupakan unsur alami yang terdapat dalam beberapa
tumbuhan. Dan sering digunakan sebagai anti bakteri atau anti jamur untuk
mengawetkan makanan.
Penggunaan pengawet tersebut harus mengikuti takaran yang dibenarkan.
Meski kandungan bahan pengawet umumnya tidak terlalu besar, akan tetapi jika
dikonsumsi secara terus-menerus tentu akan berakumulasi dan menimbulkan efek
terhadap kesehatan. Dampak lain dari bahan pengawet minuman adalah kanker.
Bila dikonsumsi secara berlebihan dapat timbul efek samping berupa edema
(bengkak) yang dapat terjadi karena retensi atau tertahannya cairan di dalam tubuh.
Dapat pula naiknya tekanan darah sebagai akibat bertambahnya volume plasma
lantaran pengikatan air oleh natrium. (Fadliwdt, 2007)
- pemanis buatan (Aspartam 13 mg/kemasan)
Aspartam merupakan salah satu pemanis, yang merupakan golongan
protein (asam amino fenilalanin & asam aspartat). Asam amino ini secara
alami juga terdapat dalam makanan yang mengandung protein, seperti
daging, ikan, ayam, biji bijian dan produk susu. Aspartam aman dan telah
banyak dibuktikan melalui lebih dari 200 studi ilmiah. Penggunaan
aspartame pada produk pangan pun telah disetujui oleh Regulatory
Authorities di lebih dari 100 negara di dunia termasuk Indonesia (Badan
Pengawasan Obat dan Makanan), FDA, The Center For Disease Control,
The European Commision’s scientific Committee on Foods dan ahli-ahli dari
United Nation of Food and Agriculture Organization dan WHO.
Aspartam telah dinyatakan aman digunakan baik untuk penderita kencing
manis, wanita hamil, wanita menyusui bahkan anak-anak. Pengecualiannya
hanya satu, penderita fenilketonuria. Menurut US Food and Drug
Administration (FDA), The Joint Expert Committee on Food Additives
(JECFA), Americam Medical association (AMA), The American Council
18
On Sience and Health (ACSH) aspartam merupakan bahan makanan yang
aman bagi kesehatan, hanya berpengaruh pada rasa manis.
Penelitian yang menggunakan aspartam secara bolus sebesar 34 mg/kg
berat badan memperlihatkan bahwa walaupun hasil metabolisme aspartam
dapat melewati sawar darah plasenta, jumlahnya tidak bermakna untuk
sampai dapat menimbulkan gangguan saraf pada janin. Penelitian besar yang
dilakukan terhadap manusia, bukan hewan tikus menjelaskan bahwa tidak
ada bukti yang menunjukkan bahwa minuman soda yang mengandung
pemanis aspartam dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker. Aspartam
dapat diurai oleh tubuh menjadi kedua asam amino tersebut dan termasuk
pemanis nutritif. Hanya, aspartam tidak tahan suhu tinggi, karena pada suhu
tinggi aspartam terurai menjadi senyawa yang disebut diketopiperazin yang
meskipun tidak berbahaya bagi tubuh, tetapi tidak lagi manis. Karena itu,
aspartam tidak dipakai dalam produk pembuat kue dan dipakai hanya untuk
minuman, es krim, dan yoghurt. Jika dicerna secara normal oleh tubuh,
aspartam akan menghasilkan asam aspartat dan fenilalanina. Dengan
demikian, aman untuk dikonsumsi.
- Asesulfam k 12 mg/kemasan
Asesulfam K adalah senyawa 6- metil-1,2,3-oksatiazin-4(3H)-on-2,2-dioksida
atau merupakan asam asetoasetat dan asam sulfamat yang berada dalam bentuk
garam kalsiumnya. Tingkat kemanisan asesulfam adalah 200 kali lebih manis
daripada sukrosa dan mutu kemanisannya berada di antara sakarin dan siklamat.
Pengujian yang lama dan teliti telah membuktikan bahwa asesulfam K tidak
berbahaya bagi manusia dan stabilitasnya selama pengolahan sangat baik.
Asesulfam K dapat disintesis dengan harga yang relatif murah dan dengan
perolehan yang sangat murni. Meskipun demikian, senyawa- senyawa tersebut
masih harus melalui serangkaian pengujian yang panjang terutama dalam aspek
keamanannya bagi manusia.
- pewarna makanan ( Karmoisin Cl 14720, kuning FCF Cl 15985)
Karmoisin atau dikenal juga dengan azorubine merupakan pewarna azo dengan
rumus kimia C20H12N2Na2O7S2 (Gambar 1). Senyawa ini memiliki berat
19
molekul 502.44 g/mol dengan nama kimia disodium 4-hydroxy-3- (4-sulphonato-1-
naphthylazo) naphthalene-1-sulphonate (EFSA 2009). Karmoisin bersifat larut air
dan sedikit larut pada etanol. Senyawa ini biasanya berbentuk bubuk garam
disodium dengan warna merah hingga maroon. Karmoisin umum digunakan pada
makanan yang mengalami proses pemanasan setelah difermentasi (Amin et al.
2010).
Hingga saat ini, Karmoisin merupakan pewarna makanan sintetis yang
diizinkan di Uni Eropa dengan level maksimal penggunaan yang diizinkan sebesar
50-500 mg/kg pangan untuk berbagai jenis bahan pangan dengan nilai Acceptable
Daily Intake (ADI) sebesar 0-4 mg/kg BB/hari. Sebagian dari karmoisin yang
dicerna mengalami reduksi azo dalam usus. Selain itu, karmoisin yang tidak
termodifikasi dan 5 metabolit tidak dikenal juga ditemukan pada feses (EFSA
2009). Menurut Amin et al. (2010), karmoisin dapat tereduksi dalam organisme
menjadi sebuah amine aromatik yang sangat sensitif. Beberapa penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan efek negatif dari karmoisin. Studi yang dilakukan oleh
Amin et al. (2010) menyimpulkan bahwa pewarna makanan seperti tartrazin dan
karmoisin dapat memberikan pengaruh negatif dan mengubah beberapa penanda
biokimia pada organ- organ penting seperti hati dan ginjal, baik pada dosis tinggi
ataupun rendah. Lebih jauh lagi, tartrazin dan karmoisin juga memberikan efek
yang lebih beresiko pada dosis yang lebih tinggi karena dapat menginduksi stress
oksidatif melalui pembentukan radikal bebas. Sharma et al. (2006) menemukan
bahwa dua dosis Tomato Red (campuran karmoisin dan ponceau 4R) menunjukkan
peningkatan yang signifikan pada aktivitas alkaline phospatase (ALP). Pada
keadaan normal, ALP yang berada di dalam hati akan diekskresikan ke dalam
empedu. Jika terjadi kerusakan atau obstruksi pada hati dan saluran empedu, seperti
kolestasis, maka kadar ALP darah akan meningkat. Selain itu, Sharma et al. (2005)
juga mengamati adanya peningkatan yang signifikan pada serum transaminase, total
protein serum dan globulin tikus yang dietnya ditambahkan pewarna cokelat A dan
B (Sunset Yellow, tartrazin, karmoisin dan Brilliant Blue pada berbagai
konsentrasi). Peningkatan spesifik pada fraksi globulin akan menuju kepada
peningkatan sintesis immunoglobulin, mekanisme pertahanan yang bertujuan untuk
melindungi tubuh dari efek toksik pewarna sintesis tersebut.
- fenilalanin (tidak cocok untuk penderita Fenilketonuria).
20
Fenil alanin pada aspartam tidak berbahaya. Fenil alanin justru
merupakan salah satu dari dari delapan asam amino esensial yang diperlukan
tubuh untuk pertumbuhan, regenerasi, dan untuk fungsi faal tubuh. Fenil
alanin tidak menumpuk di tubuh. Pada proses penyerapan makanan, fenil
alanin diserap dan melalui metebolisme tubuh secara normal sama seperti
makanan pada umumnya yang juga mengandung fenil alanin seperti daging,
gandum, dan kacang-kacangan.
Fenilketonuria adalah penyakit di mana penderita tidak dapat
memetabolisme fenilalanina secara baik karena tubuh tidak mempunyai
enzim yang mengoksida fenilalanina menjadi tirosina dan bisa terjadi
kerusakan pada otak anak. Dan karena itu perlu untuk mengontrol asupan
fenilalanina yang didapatnya. Penyakit ini tidak pernah ditemukan di
Indonesia, tetapi pada orang kulit putih, itupun kejadiannya hanya satu per
15.000 orang. Bukan hanya aspartam, tapi juga segala macam makanan yang
mengandung fenilalanina termasuk nasi, daging dan produk susu. Karena itu,
pada setiap produk yang mengandung aspartam ada tanda peringatan untuk
penderita fenilketonuria bahwa produk yang dikonsumsi tersebut
mengandung fenilalanina.
Buncis organik dan buncis anorganik
Kontaminasi bahan kimia pada sayuran ada yang disebabkan oleh
penggunaan pestisida dan yang ditimbulakan dari pengaruh lingkungan (air,
tanah dan udara), sedangakan penggunaan bahan tambahan biasanya banyak
ditemukan pada produk makanan olahan (Winarno, 2004). Penggunaan pestisida
pada sayuran bertujuan untuk mengendalikan populasi hama penyakit sampai
tidak menimbulkan kerugian secara ekonomi. Namun pada kenyataanya dengan
kemajuan teknologi, agak sulit untuk dapat mingkatkkan produksi hasil tanpa
penggunaan pestisida, sehingga penggunaannya jadi berlebihan. Beberapa hasil
penelitian melaporkan bahwa residu pestisida pada sayuran sudah sampai pada
tingkat membahayakan. Hal ini terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain ; frekwensi penyemprotan, dosis, jenis pestisida yang digunakan serta
21
penyemprotan yang tidak mengikuti aturan semestinya; seperti dilakukannya
penyemprotan pada saat akan panen (Histifarina dkk, 2003).
Penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama tanaman memberikan
pengaruh yang positif, tetapi pestisida memiliki efek samping terhadap
kesehatan manusia, apalagi bila penggunaannya tidak sesuai aturan dan
dilakukan dalam jangka waktu yang lama. Efek samping dari penggunaan
pestisida dalam jangka panjang tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan
manusia tetapi juga lingkungan, keseimbangan ekosistem serta dapat
mengurangi populasi predator alami (Histifarina dkk, 2003). Selanjutnya dari
hasil penelitian terdahulu juga dilaporkan bahwa di negara yang sedang
berkembang residu pestisida DDT (rata – rata mencapai 5 – 10 ppm) merupakan
residu tertinggi setelah itu diikuti oleh aldrin dan dieldrin. Namun sejak tahun
1992 Deptan telah melarang penggunaan DDT baik untuk pertanian maupun
pemberantasan nyamuk malaria (Wianrno, 2004). Kontaminasi lain yang
berbahaya ditemukan pada sayuran adalah logam berat seperti HG, PB, Cd dan
Cr. Sumber kontaminasi ini biasanya berasal dari tanah, air dan udara yang
sudah tercemar. Dilaporkan bahwa kandungan timah hitam (Pb) pada sayuran
yang ditanam di Jakarta ternyata lebih tinggi dari pada yang ditanam di luar
Jakarta. Hal ini karena petani sayuran dan juga air yang digunakan untuk
menyiram.Sayuran yang mengandung Pb bila dikonsumsi dalam jangka panjang
akan terakumulasi dalam tubuh (100 – 120 mg/dl darah) menyebabkan
keracunan (Khomsan, 2002).
22
BAB V
PENUTUP
V.I Kesimpulan
V.II Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/files/2013/02/BUNCIS.pdf
repository.usu.ac.id/bitstream/.../5/Chapter%20I. pdf
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/40793/Bab
%202%202006zno.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._KESEJAHTERAAN_KELUARGA/
197807162006042-AI_MAHMUDATUSSA'ADAH/
BAHAN_TAMBAHAN_PANGAN.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20187/4/Chapter%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18774/5/Chapter%20I.pdf
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/125438-S-5674-Rancangan%20sistem-
Pendahuluan.pdf
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55764/BAB%20II.
%20TINJAUAN%20PUSTAKA.pdf?sequence=3
24