BAB II LANDASAN TEORI -...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI -...
9
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Pembelajaran
2.1.1 Pengertian Manajemen
Manajemen Secara bahasa (etimologi) manajemen
berasal dari kata kerja “to manage” yang berarti
mengurus, mengatur, mengemudikan, mengendalikan,
menangani, mengelola, menyelenggarakan,
menjalankan, melaksanakan, dan memimpin. Kata
“Management” berasal dari bahasa latin “mano” yang
berarti tangan, kemudian menjadi “manus” berarti
bekerja berkali-kali (Ara Hidayat dan Imam Machali,
2010)
Menurut George R. Terry, manajemen adalah
suatu proses khas yang terdiri atas tindakan-tindakan
perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan
pengendalian untuk menentukan serta mencapai
tujuan melalui pemanfaatan SDM dan sumber daya
lainnya (Anton Athoillah, 2010)
Manajemen diartikan sebagai proses merencana,
mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan upaya
organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan
organisasi tercapai secara efektif dan efisien (Nanang
Fatah 2013:1)
10
Dari pengertian di atas dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa manajemen merupakan sebuah
proses kegiatan yang terdiri dari perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang
telah ditetapkan dan ditentukan sebelumnya untuk
mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien.
James A.F Stoner (2009:8) mendefinisikan
manajemen sebagai proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan
usaha-usaha para organisasi dan pengunaan sumber
daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan
organisasi yang ditetapkan.
Perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan/pelaksanaan dan pengawasan merupakan
suatu sistem yang terpadu (integratif), yakni antara
satu dengan lainnya saling berkaitan secara utuh
dalam arti bahwa perencanaan harus diorganisasikan,
diarahkan dan dikendalikan. Kegiatan
pengorganisasian harus direncanakan, pada akhirnya
diarahkan/dilaksanakan dan diawasi. Pada akhirnya
kegiatan pengawasan harus direncanakan dan
diorganisasikan dan dilaksanakan. Apabila kegiatan
perencanaan tidak dapat dilaksanakan maka
perencanaan harus direncanakan kembali. Jika
kegiatan pelaksanaan tidak dapat dilaksanakan maka
perencanaan harus ditinjau ulang. Namun jika
pengawasan tidak dapat dilaksanakan maka
pengawasan harus direncanakan dan dilaksanakan
kembali. Dengan demikian, diharapkan terwujud
perencanaan yang mantap, pengorganisasian yang
11
sehat, pengarahan atau pelaksanaan yang kuat dan
pengawasan untuk pengendalian yang ketat. Hal
tersebut dikemukakan oleh Husaini Usman (2014:4-5).
Tim Dosen UPI (2011:87) menjelaskan bahwa
manajemen merupakan kemampuan dan keterampilan
khusus yang dimiliki oleh seseorang untuk
melaksanakan suatu kegiatan secara pribadi, bersama
orang lain atau melalui orang lain untuk mencapai
tujuan secara produktif, efektif dan efisien. Manajemen
dapat diterapkan untuk mencapai tujuan tertentu dari
kelompok atau organisasi yang bersangkutan. Suatu
perencanaan yang baik, pengorganisasian yang
konsisten, pelaksanaan yang tepat dan pengawasan
yang terus menerus, dilakukan agar tujuan yang
diinginkan dapat tercapai dengan efisien dan efektif.
Efisien dapat dikatakan suatu kondisi atau keadaan,
dimana suatu pekerjaan dapat terselesaikan dan
dilaksanakan dengan benar sesuai kemampuan yang
dimiliki. Sedangkan efektivitas adalah suatu kondisi
atau keadaan dimana dalam memilih tujuan yang
hendak dicapai menggunakan sarana ataupun
peralatan yang tepat, disertai dengan kemampuan yang
dimiliki, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai
dengan hasil yang memuaskan.
2.1.2 Pengertian Manajemen Pembelajaran
Stoner (dalam Ritha f. Dalimunthe, 2003: 4)
menjelaskan fungsi manajemen antara lain terdiri dari :
a. Planning (perencanaan)
12
Perencanaan adalah pemilihan dan penetapan
kegiatan, selanjutnya apa yang harus dilakukan,
kapan, bagaimana dan oleh siapa. Perencanaan adalah
suatu proses yang tidak berakhir bila rencana tersebut
telah ditetapkan; rencana haruslah diimplementasikan.
Setiap saat selama proses implementasi dan
pengawasan, rencana-rencana mungkin memerlukan
perbaikan agar tetap berguna. “Perencanaan kembali”
kadang-kadang dapat menjadi faktor kunci agar
mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi
baru secepat mungkin.
Ada beberapa manfaat perencanaan antara lain:
1) Membantu manajemen dalam menyesuaikan diri
dengan perubahan-perubahan lingkungan
2) Perencanaan terkadang cenderung menunda
kegiatan
3) Perencanaan mungkin terlalu membatasi
manajemen untuk berinisiatif dan berinovasi.
Kadang-kadang hasil yang paling baik didapatkan
oleh penyelesaian situasi individu dan penanganan
setiap masalah pada saat masalah tersebut terjadi.
b. Organizing (Pengorganisasian)
Pengorganisasian merupakan proses penyusunan
struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan
organisasi, sumber daya-sumber daya yang dimilikinya,
dan lingkungan yang melingkupinya. Dua aspek utama
proses susunan struktur organisasi yaitu
13
departementalisasi dan pembagian kerja.
Departementalisasi adalah pengelompokkan kegiatan-
kegiatan kerja organisasi agar kegiatan-kegiatan sejenis
saling berhubungan dapat dikerjakan bersama. Hal ini
akan tercermin pada struktur formal suatu organisasi
dan tampak atau ditunjukkan oleh bagan suatu
organisasi. Pembagian kerja adalah perincian tugas
pekerjaan agar setiap individu pada organisasi
bertanggung jawab dalam melaksanakan sekumpulan
kegiatan. Kedua aspek ini merupakan dasar proses
pengorganisasian suatu organisasi untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif.
c. Actuating (penggerakan/pelaksanaan)
Penggerakan merupakan hubungan manusia
dalam kepemimpinan yang mengikat para bawahan
agar bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaganya
secara efektif serta efisien dalam pencapaian tujuan
suatu organisasi. Di dalam manajemen, pengarahan ini
bersifat sangat kompleks karena disamping
menyangkut manusia juga menyangkut berbagai
tingkah laku dan manusia-manusia itu sendiri.
d. Controlling (pengawasan)
Pengawasan merupakan suatu proses untuk
menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan
manajemen tercapai. Pengawasan manajemen adalah
usaha sistematik untuk menetapkan standar
pelaksanaan dengan tujuan perencanaan,
membandingkan kegiatan nyata dengan tujuan
14
perencanaan, membandingkan kegiatan nyata dengan
standard yang ditetapkan sebelumnya, menentukan
dan mengukur penyimpangan-penyipangan serta
mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk
menjamin bahwa semua sumber daya lembaga
dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisiensi
dalam pencapaian tujuan-tujuan lembaga.
Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip
dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi
yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru
mengajar supaya siswa dapat belajar dan menguasai isi
materi hingga mencapai sesuatu objektif yang
ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi
perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan
(aspek psikomotor) seorang siswa. Pengajaran memberi
kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu
pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga
menyiratkan adanya interaksi antara guru dan siswa.
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai sistem
atau proses membelajarkan subyek didik/pembelajar
yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan dan
dievaluasi secara sistematis agar subyek
didik/pembelajaran dapat mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran secara efektif dan efisien (Depdiknas,
2000:8).
Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran
yaitu kemampuan merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi siswa pada proses pembelajaran.
Menurut Sahertian (2000: 134), mengelola
15
pembelajaran meliputi: “merencanakan program belajar
mengajar, melaksanakan proses belajar mengajar,
menilai proses dan hasil, serta mengembangkan
manajemen kelas”.
Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan
sangat menentukan minat dan partisipasi siswa dalam
pembelajaran. Melalui model pembelajaran yang tepat
diharapkan siswa tidak hanya dapat pengetahuan
tentang bidang mata pelajaran yang diajarkan, namun
juga memiliki kesan yang mendalam tentang materi
pelajaran, sehingga dapat mendorong siswa untuk
mengimplementasikan konsep nilai-nilai materi
pelajaran dalam kehidupan sehari-sehari.
Konsep dasar pembelajaran dituangkan dalam
Pasal 1 butir 20 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas, yakni “Pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar”. Dengan demikian
pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan
untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan
intensitas dan kualitas belajar pada diri peserta didik
sehingga proses pembelajaran merupakan jantungnya
dari pendidikan untuk mengembangkan kemampuan,
membangun watak dan peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka pencerdasan kehidupan
bangsa (Udin S Winataputra 2008:1.21). Pelaksanaan
pembelajaran memerlukan pengelolaan pembelajaran
secara efektif. Pembelajaran yang dikelola dengan
manajemen yang efektif diharapkan dapat
16
mengembangkan potensi siswa, sehingga memiliki
pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang
mengakar pada individu siswa.
Berdasarkan pengertian pembelajaran dan
manajemen pembelajaran diatas dapat disimpulkan
bahwa manajemen pembelajaran adalah segala usaha
pengaturan proses belajar mengajar, dalam rangka
tercapainya proses belajar mengajar yang efektif dan
efisien. Konsep manajemen pembelajaran sebagai
proses mengelola yang meliputi kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pengendalian (pengarahan) dan
pengevaluasian kegiatan yang berkaitan dengan proses
membelajarkan siswa (orang yang belajar) dengan
mengikutsertakan berbagai faktor di dalamnya guna
mencapai tujuan.
2.2. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Berbasis
Pendidikan Karakter
2.2.1 Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 37
mengemukakan bahwa mata pelajaran IPS merupakan
muatan wajib yang harus ada dalam kurikulum
pendidikan dasar. Pendidikan IPS adalah
penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu
sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia
yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan
pedagogis /psikologis untuk tujuan pendidikan
(Soemantri 2001 dalam Sapriya 2015:11)
17
Mata pelajaran IPS dalam sistem pendidikan di
Indonesia diberikan untuk peserta didik mulai jenjang
Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI),
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs), sampai Sekolah Menengah Atas
(SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) serta Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK). Hal ini termuat dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia (Permendiknas RI) Nomor 22 tahun 2006.
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) untuk
tingkat sekolah sangat erat kaitannya dengan disiplin
ilmu-ilmu sosial yang terintegrasi dengan humaniora
dan ilmu pengetahuan alam yang dikemas secara
ilmiah dan pedagogis untuk kepentingan pembelajaran
disekolah. Oleh karena itu IPS di tingkat sekolah dasar
pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan para
peserta didik sebagai warga negara yang menguasai
pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap
dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan
sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah
pribadi atau masalah sosial serta kemampuan
mengambil keputusan dan berpartisispasi dalam
berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga
negara yang baik.
2.2.2 Pendidikan Karakter Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha
manusia untuk membina kepribadiannya sesuai
dengan nilai-nilai masyarakat dan kebudayaannya.
Pendidikan telah ada sepanjang peradaban manusia
18
sebab peradaban masyarakat berlangsung dari proses
pendidikan yang telah berkembang sepanjang hidup
(Anas S dan Irwanto A 2013:94).
Character isn’t inherited. One build it’s daily by
the way one thinks and acts, thought, action by action
(Helen G Houglas dalam Muchlas Samani 2014:41).
Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang
dibangun secara berkesinambungan hari demi hari
melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran,
tindakan demi tindakan. Karakter dimaknai sebagai
cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu
untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Karakter
sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang,
terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun
pengaruh lingkungan, yang membedakan dengan orang
lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya
dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan karakter, menurut Ratna Megawangi
(2004 dalam Dharma Kesuma 2013:5), “sebuah usaha
untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil
keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat
memberikan kontribusi yang positif kepada
lingkungannya.
Definisi lain dikemukakan oleh Cepi Triatna dan
Johar Permana (2013:5), pendidikan karakter dalam
seting sekolah sebagai “pembelajaran yang mengarah
pada penguatan dan pengembangan perilaku anak
secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai tertentu
yang dirujuk oleh sekolah”.
19
Proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari
proses dan hasil belajar. Proses pembelajaran harus
dengan sengaja diorganisasikan dengan baik agar dapat
menumbuhkan proses belajar yang baik sehingga dapat
mencapai hasil belajar yang optimal. Belajar IPS dapat
memberdayakan siswa sehingga segala potensi dan
kemampuannya, baik pengetahuan, sikap maupun
keterampilan dapat berkembang. Semua
kemampuannya ini dapat diwujudkan dalam proses
pembelajaran melalui aktivitas pelatihan berpartisipasi
dalam kehidupan kemasyarakatan.
Menurut Jarolimek dan Parker (1993 dalam
Sapriya 2015:184) bahwa ujian yang sesungguhnya
dalam belajar IPS terjadi ketika siswa berada diluar
sekolah, yakni hidup di masyarakat. Dengan kata lain,
tujuan pembelajaran IPS hendaknya diuji dengan cara
peserta didik menerapkan konsep yang diperoleh di
kelas untuk dipraktikkan dalam realitas kehidupan di
masyarakat. Siswa hendaknya dapat mempraktikkan
keterampilan dan menerapkan pengetahuannya serta
mempersiapkan agar siswa menjadi orang yang cerdas
dan bertindak secara bertanggungjawab dalam urusan
kemasyarakatan dimana mereka berada dan menjadi
bagian dari kehidupan masyarakat.
2.3 Pembelajaran IPS Berbasis Pendidikan
Karakter di Sekolah Dasar (SD)Sapriya (2015:194) menganalisis bahwa “secara
konseptual , melalui mata pelajaran IPS, peserta didik
diarahkan untuk menjadi warga negara yang
20
demokratis dan bertanggungjawab, serta menjadi warga
dunia yang cinta damai”. Arah mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS) dilatarbelakangi oleh
pertimbangan bahwa dimasa yang akan datang peserta
didik akan menghadapi tantangan berat karena
kehidupan masyarakat global selalu mengalami
perubahan setiap saat. Oleh karena itu, mata pelajaran
IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan,
pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap
kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan
bermasyarakat yang dinamis.
Bertolak dari pendapat diatas dalam
pembelajaran IPS dapat pula dimasukkan nilai-nilai
yang dalam pendidikan karakter, karena sesuai dengan
tujuan dari pembelajaran IPS yakni peserta didik dapat
bertanggungjawab terhadap masyarakat berbangsa
dan bernegara.
Nilai pendidikan karakter bangsa dalam mata
pelajaran IPS pada pendidikan dasar kelas tinggi (kelas
4, 5 dan 6) yakni religius, toleransi, disiplin, kreatif,
demokrasi, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan,
menghargai prestasi, bersahabat, senang membaca dan
peduli lingkungan (Puskur 2010 dalam Jurnal
Pedagogia 2011:96). Nilai-nilai dalam pembelajaran IPS
sangat sesuai dengan nilai yang terkandung dalam
pendidikan karakter, sehingga melalui pembelajaran
IPS tertanam unsur nilai pendidikan karakter.
Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan
nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu
Pancasila, meliputi : (1) mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia berhati baik,
21
berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) membangun
bangsa yang berkarakter Pancasila; (3)
mengembangkan potensi warganegara agar memiliki
sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya
serta mencintai umat manusia. Pendidikan karakter
berfungsi (1) membangun kehidupan kebangsaan yang
multikultural; (2) membangun peradaban bangsa yang
cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi
terhadap pengembangan kehidupan ummat manusia;
mengembangkan potensi dasar agar berhati baik,
berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan
baik; (3) membangun sikap warganegara yang cinta
damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup
berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu
harmoni (Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter,
Puskur 2011:7).
Pada hakekatnya perilaku seseorang yang
berkarakter merupakan perwujudan fungsi totalitas
psikologis yang mencakup seluruh potensi individu
manusia (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan fungsi
totalitas sosial-kultural dalam konteks interaksi (dalam
keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan
berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter
dalam kontek totalitas proses psikologis dan sosial-
kultural dapat dikelompokkan dalam: (1) olah hati ; (2)
olah pikir; (3) olah raga/kinestetik; dan (4) olah rasa
dan karsa. Proses itu secara holistik dan koheren
memiliki saling keterkaitan dan saling melengkapi,
serta masing-masingnya secara konseptual merupakan
gugus nilai luhur yang di dalamnya terkandung
sejumlah nilai sebagaimana dapat di lihat pada gam
di bawah:
Bagan: konfigurasi Pendidikan Karakter
Sumber: Panduan Pelaksanaan Pendidikan
Karakter, Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011
2.4 Penelitian yang Relevan Estikasari Tanti (2014), melakukan penelitian
berjudul Manajemen Pembelajaran Berbasis Pendidikan
Karakter di SDN Kedungmundu Tembalang Semarang,
hasilnya adalah guru telah berhasil menyusun dan
melaksanakan silabus dan RPP dalam pembelajaran
yang memuat nilai-nilai karakter yang akan
dikembangkan. Guru juga melaksanakan penilaian
cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, berpikir terbuka,
produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif
bersih dan sehat, disiplin, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria,
dan gigih
22
sejumlah nilai sebagaimana dapat di lihat pada gambar
Bagan: konfigurasi Pendidikan Karakter
Panduan Pelaksanaan Pendidikan
Karakter, Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011
2.4 Penelitian yang Relevan Estikasari Tanti (2014), melakukan penelitian
berjudul Manajemen Pembelajaran Berbasis Pendidikan
Karakter di SDN Kedungmundu Tembalang Semarang,
hasilnya adalah guru telah berhasil menyusun dan
melaksanakan silabus dan RPP dalam pembelajaran
nilai karakter yang akan
dikembangkan. Guru juga melaksanakan penilaian
OLAH RASA/ KARSA
beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, bertanggung jawab,
berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela
berkorban, dan berjiwa patriotik
ramah, saling menghargai, toleran, peduli, suka menolong, gotong royong, nasionalis, kosmopolit ,
mengutamakan kepentingan umum, bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja
keras, dan beretos kerja
23
pembelajaran pendidikan karakter dengan dua tahap
yakni tahap proses dan tahap hasil.
Penelitian lain dari Purwanti Ayu (2014), berjudul
Pelaksanaan Pendidikan Karakter Bangsa SDN
Bergaskidul 03 Kabupaten Semarang, menyatakan
bahwa tahapan planning (perencanaan) dan tahapan
organizing (pengorganisasian) pembelajaran
mendukung tahap actuating (pelaksanaan)
pembelajaran agar pembelajaran terarah dan tepat
pada sasaran, sehingga pemahaman siswa terhadap
materi pelajaran bertambah.
Implementasi Pendidikan Karakter dalam
Manajemen Kepemimpinan Kepala Madrasah dan
Manajemen Pembelajaran Guru MI se Kecamatan
Pabelan Kabupaten Semarang adalah judul penelitian
dari Siddiqoh ( 2014) yang menjelaskan bahwa
Pendidikan karakter dipahami dan diimplementasikan
dalam manajemen kepemimpinan oleh Kepala MI
Kecamatan Pabelan dengan baik dikarenakan adanya
beberapa faktor yang mendukung di antaranya terjalin
kerja sama yang baik antara kepala sekolah, guru,
orang tua/wali peserta didik, pengurus dan komite
madrasah, serta lingkungan fisik dan sosial madrasah.
Dea Shero Anjani (2012) dengan penelitian yang
berjudul Manajemen Pembelajaran Berbasis Karakter di
Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT). Hasil penelitian
menunjukkan: 1) SDIT Luqman Al Hakim sudah
menerapkan manajemen pembelajaran berbasis
karakter secara optimal, berdasarkan dari tahap
pelaksanaan POAC (planning, organizing, actuating, dan
24
controlling) yang berkesinambungan dan komprehensif
dalam mewujudkan pembelajaran berbasis karakter.
Pembelajaran IPS dan Pendidikan Karakter di
Sekolah Dasar oleh Soebijantoro (2011), IPS
merupakan rumpun yang diharapkan secara efektif
dapat memberikan muatan besar pendidikan karakter
sebab IPS mampu memfasilitasi peserta didik untuk
membangun pengetahuan, beradaptasi dengan
lingkungan, membudayakan dirinya dengan lingkungan
yang kesemuanya dapat dikembangkan melalui
pembelajaran yang power full sosial studies atau
dengan melalui pendekatan berbagai disiplin ilmu-ilmu
sosial.
Chelsea E. Graff (2012) dari State University of
New York melakukan penelitian dengan judul The
Effectiveness of Character Education Programs in Middle
and High Schools, mengemukakan bahwa,
“......character education has resurfaced as an effective
solution to an ongoing problem ”. pendidikan karakter
telah muncul kembali sebagai solusi efektif untuk
masalah yang sedang berlangsung.
Kelli Larson (University of Wisconsin-Stout
American, 2009) dengan judul penelitian
Understanding the Importance of Character Education,
menyatakan, “......the effective schools will continue to do
research to include character education to determine the
correlation between success and one's character” bahwa
sekolah yang efektif akan terus melakukan penelitian
untuk memasukkan pendidikan karakter untuk
25
mengetahui korelasi antara keberhasilan dan karakter
seseorang.
Penelitian-penelitian diatas memperjelas
pelaksanaan manajemen pembelajaran IPS yang
mempunyai fungsi cukup penting dalam keberhasilan
sistem pembelajaran, khususnya dalam meningkatkan
karakter siswa untuk menjadi manusia yang
bermartabat. Manajemen pendidikan melalui
pelaksanaan empat fungsi dasar planning, organizing,
actuating dan controlling yang sudah tertata dengan
baik akan dapat mendukung pendidikan karakter
sebagai dasar pembentuk siswa yang berakhlak.
2.5 Kerangka Pikir
Manajemen pembelajaran merupakan proses
mengelola yang meliputi kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pengendalian (pengarahan) dan
pengevaluasian kegiatan yang berkaitan dengan proses
membelajarkan siswa dengan mengikutsertakan
berbagai faktor di dalamnya guna mencapai tujuan.
Dalam mengelola pembelajaran, guru sebagai manajer
MODEL MANAJEMEN
PEMBELAJARAN LAMA
PENGEMBANGAN MODEL
MANAJEMEN PEMBELAJARAN
IPS BERBASIS PENDIDIKAN
KARAKTER DI KELAS TINGGI
MODEL MANAJEMEN
PEMBELAJARAN IPS BERBASIS PENDIDIKAN
KARAKTER DI KELAS TINGGI
26
melaksanakan berbagai langkah kegiatan mulai dari
merencanakan pembelajaran, mengorganisasikan
pembelajaran, mengarahkan dan mengevaluasi
pembelajaran yang dilakukan.
Model manajemen pembelajaran IPS berbasis
pendidikan karakter di kelas tinggi yang selama ini
dilaksanakan di SDN Rejosari 1 belum mampu
memberikan hasil belajar siswa secara baik. Sistem
perencanaan yang kurang baik menjadikan
pengorganisasian kurang padu, sehingga pelaksanaan
tidak konsisten meskipun pengarahan dan pengawasan
sudah dilaksanakan secara kontinyu dampaknya
tujuan pembelajaran belum tercapai secara efektif dan
efisien.
Pada kegiatan perencanaan pembelajaran,
pendidik belum mampu menentukan tujuan
pembelajaran dengan baik melalui pembuatan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) IPS berbasis
pendidikan karakter, yakni tujuan yang ingin dicapai
setelah terjadinya proses kegiatan pembelajaran IPS
berbasis pendidikan karakter. Padahal pembelajaran
merupakan suatu proses yang terdiri dari aspek, yaitu
apa yang dilakukan peserta didik dan apa yang
dilakukan pendidik, sehingga untuk mendapatkan
proses pembelajaran yang berkualitas dan maksimal,
maka dibutuhkan adanya perencanaan yang baik.
Pada kegiatan pengorganisasian pembelajaran
IPS berbasis pendidikan karakter, pendidik belum
mampu mengumpulkan dan menyatukan berbagai
macam sumber daya dalam proses pembelajaran IPS
27
berbasis pendidikan karakter. Pendidik masih
menggunakan model pengajaran berbasis teacher
centered bukan student centered. Pendidik juga belum
mau menggunakan media belajar dalam upaya
mengembangkan ilmu pengetahuannya. Sehingga
kemampuan mensinergikan antara berbagai
sumberdaya yang ada dengan tujuan yang akan dicapai
belum terwujud.
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran ini tidak
terlepas dari proses perencanaan, karena perencanaan
pembelajaran dalam proses penentuan tujuan
pembelajaran pada RPP IPS berbasis pendidikan
karakter belum sempurna maka pelaksanaan
pembelajaran tidak bisa berjalan dengan konsisten.
Meskipun pada kegiatan mengarahkan
(mengendalikan) pembelajaran, pendidik telah mampu
mengendalikan pembelajaran melalui pengawasan
secara kontinyu tetapi karena perangkat pembelajaran
IPS berbasis pendidikan karakter yang telah awal di
buat belum menentukan tujuan yang benar maka
pembelajaran IPS berbasis pendidikan karakter belum
tercapai secara maksimal.
Perbaikan sistem perencanaan yang mantap akan
menjadikan penggorganisasian yang sehat, pengarahan
dan pengawasan secara kontinyu menjadikan tujuan
tercapai dengan hasil yang maksimal.
Produk yang dihasilkan dari pengembangan
model manajemen pembelajaran IPS berbasis
pendidikan karakter di kelas tinggi adalah pedoman
yang dapat menjadi petunjuk praktis bagi guru dalam