BAB II LANDASAN TEORI -...

20
9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen Secara bahasa (etimologi) manajemen berasal dari kata kerja “to manage” yang berarti mengurus, mengatur, mengemudikan, mengendalikan, menangani, mengelola, menyelenggarakan, menjalankan, melaksanakan, dan memimpin. Kata “Management” berasal dari bahasa latin “mano” yang berarti tangan, kemudian menjadi “manus” berarti bekerja berkali-kali (Ara Hidayat dan Imam Machali, 2010) Menurut George R. Terry, manajemen adalah suatu proses khas yang terdiri atas tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian untuk menentukan serta mencapai tujuan melalui pemanfaatan SDM dan sumber daya lainnya (Anton Athoillah, 2010) Manajemen diartikan sebagai proses merencana, mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien (Nanang Fatah 2013:1)

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI -...

9

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen Pembelajaran

2.1.1 Pengertian Manajemen

Manajemen Secara bahasa (etimologi) manajemen

berasal dari kata kerja “to manage” yang berarti

mengurus, mengatur, mengemudikan, mengendalikan,

menangani, mengelola, menyelenggarakan,

menjalankan, melaksanakan, dan memimpin. Kata

“Management” berasal dari bahasa latin “mano” yang

berarti tangan, kemudian menjadi “manus” berarti

bekerja berkali-kali (Ara Hidayat dan Imam Machali,

2010)

Menurut George R. Terry, manajemen adalah

suatu proses khas yang terdiri atas tindakan-tindakan

perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan

pengendalian untuk menentukan serta mencapai

tujuan melalui pemanfaatan SDM dan sumber daya

lainnya (Anton Athoillah, 2010)

Manajemen diartikan sebagai proses merencana,

mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan upaya

organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan

organisasi tercapai secara efektif dan efisien (Nanang

Fatah 2013:1)

10

Dari pengertian di atas dapat diambil suatu

kesimpulan bahwa manajemen merupakan sebuah

proses kegiatan yang terdiri dari perencanaan,

pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang

telah ditetapkan dan ditentukan sebelumnya untuk

mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien.

James A.F Stoner (2009:8) mendefinisikan

manajemen sebagai proses perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan

usaha-usaha para organisasi dan pengunaan sumber

daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan

organisasi yang ditetapkan.

Perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan/pelaksanaan dan pengawasan merupakan

suatu sistem yang terpadu (integratif), yakni antara

satu dengan lainnya saling berkaitan secara utuh

dalam arti bahwa perencanaan harus diorganisasikan,

diarahkan dan dikendalikan. Kegiatan

pengorganisasian harus direncanakan, pada akhirnya

diarahkan/dilaksanakan dan diawasi. Pada akhirnya

kegiatan pengawasan harus direncanakan dan

diorganisasikan dan dilaksanakan. Apabila kegiatan

perencanaan tidak dapat dilaksanakan maka

perencanaan harus direncanakan kembali. Jika

kegiatan pelaksanaan tidak dapat dilaksanakan maka

perencanaan harus ditinjau ulang. Namun jika

pengawasan tidak dapat dilaksanakan maka

pengawasan harus direncanakan dan dilaksanakan

kembali. Dengan demikian, diharapkan terwujud

perencanaan yang mantap, pengorganisasian yang

11

sehat, pengarahan atau pelaksanaan yang kuat dan

pengawasan untuk pengendalian yang ketat. Hal

tersebut dikemukakan oleh Husaini Usman (2014:4-5).

Tim Dosen UPI (2011:87) menjelaskan bahwa

manajemen merupakan kemampuan dan keterampilan

khusus yang dimiliki oleh seseorang untuk

melaksanakan suatu kegiatan secara pribadi, bersama

orang lain atau melalui orang lain untuk mencapai

tujuan secara produktif, efektif dan efisien. Manajemen

dapat diterapkan untuk mencapai tujuan tertentu dari

kelompok atau organisasi yang bersangkutan. Suatu

perencanaan yang baik, pengorganisasian yang

konsisten, pelaksanaan yang tepat dan pengawasan

yang terus menerus, dilakukan agar tujuan yang

diinginkan dapat tercapai dengan efisien dan efektif.

Efisien dapat dikatakan suatu kondisi atau keadaan,

dimana suatu pekerjaan dapat terselesaikan dan

dilaksanakan dengan benar sesuai kemampuan yang

dimiliki. Sedangkan efektivitas adalah suatu kondisi

atau keadaan dimana dalam memilih tujuan yang

hendak dicapai menggunakan sarana ataupun

peralatan yang tepat, disertai dengan kemampuan yang

dimiliki, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai

dengan hasil yang memuaskan.

2.1.2 Pengertian Manajemen Pembelajaran

Stoner (dalam Ritha f. Dalimunthe, 2003: 4)

menjelaskan fungsi manajemen antara lain terdiri dari :

a. Planning (perencanaan)

12

Perencanaan adalah pemilihan dan penetapan

kegiatan, selanjutnya apa yang harus dilakukan,

kapan, bagaimana dan oleh siapa. Perencanaan adalah

suatu proses yang tidak berakhir bila rencana tersebut

telah ditetapkan; rencana haruslah diimplementasikan.

Setiap saat selama proses implementasi dan

pengawasan, rencana-rencana mungkin memerlukan

perbaikan agar tetap berguna. “Perencanaan kembali”

kadang-kadang dapat menjadi faktor kunci agar

mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi

baru secepat mungkin.

Ada beberapa manfaat perencanaan antara lain:

1) Membantu manajemen dalam menyesuaikan diri

dengan perubahan-perubahan lingkungan

2) Perencanaan terkadang cenderung menunda

kegiatan

3) Perencanaan mungkin terlalu membatasi

manajemen untuk berinisiatif dan berinovasi.

Kadang-kadang hasil yang paling baik didapatkan

oleh penyelesaian situasi individu dan penanganan

setiap masalah pada saat masalah tersebut terjadi.

b. Organizing (Pengorganisasian)

Pengorganisasian merupakan proses penyusunan

struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan

organisasi, sumber daya-sumber daya yang dimilikinya,

dan lingkungan yang melingkupinya. Dua aspek utama

proses susunan struktur organisasi yaitu

13

departementalisasi dan pembagian kerja.

Departementalisasi adalah pengelompokkan kegiatan-

kegiatan kerja organisasi agar kegiatan-kegiatan sejenis

saling berhubungan dapat dikerjakan bersama. Hal ini

akan tercermin pada struktur formal suatu organisasi

dan tampak atau ditunjukkan oleh bagan suatu

organisasi. Pembagian kerja adalah perincian tugas

pekerjaan agar setiap individu pada organisasi

bertanggung jawab dalam melaksanakan sekumpulan

kegiatan. Kedua aspek ini merupakan dasar proses

pengorganisasian suatu organisasi untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif.

c. Actuating (penggerakan/pelaksanaan)

Penggerakan merupakan hubungan manusia

dalam kepemimpinan yang mengikat para bawahan

agar bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaganya

secara efektif serta efisien dalam pencapaian tujuan

suatu organisasi. Di dalam manajemen, pengarahan ini

bersifat sangat kompleks karena disamping

menyangkut manusia juga menyangkut berbagai

tingkah laku dan manusia-manusia itu sendiri.

d. Controlling (pengawasan)

Pengawasan merupakan suatu proses untuk

menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan

manajemen tercapai. Pengawasan manajemen adalah

usaha sistematik untuk menetapkan standar

pelaksanaan dengan tujuan perencanaan,

membandingkan kegiatan nyata dengan tujuan

14

perencanaan, membandingkan kegiatan nyata dengan

standard yang ditetapkan sebelumnya, menentukan

dan mengukur penyimpangan-penyipangan serta

mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk

menjamin bahwa semua sumber daya lembaga

dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisiensi

dalam pencapaian tujuan-tujuan lembaga.

Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip

dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi

yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru

mengajar supaya siswa dapat belajar dan menguasai isi

materi hingga mencapai sesuatu objektif yang

ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi

perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan

(aspek psikomotor) seorang siswa. Pengajaran memberi

kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu

pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga

menyiratkan adanya interaksi antara guru dan siswa.

Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai sistem

atau proses membelajarkan subyek didik/pembelajar

yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan dan

dievaluasi secara sistematis agar subyek

didik/pembelajaran dapat mencapai tujuan-tujuan

pembelajaran secara efektif dan efisien (Depdiknas,

2000:8).

Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran

yaitu kemampuan merencanakan, melaksanakan dan

mengevaluasi siswa pada proses pembelajaran.

Menurut Sahertian (2000: 134), mengelola

15

pembelajaran meliputi: “merencanakan program belajar

mengajar, melaksanakan proses belajar mengajar,

menilai proses dan hasil, serta mengembangkan

manajemen kelas”.

Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan

sangat menentukan minat dan partisipasi siswa dalam

pembelajaran. Melalui model pembelajaran yang tepat

diharapkan siswa tidak hanya dapat pengetahuan

tentang bidang mata pelajaran yang diajarkan, namun

juga memiliki kesan yang mendalam tentang materi

pelajaran, sehingga dapat mendorong siswa untuk

mengimplementasikan konsep nilai-nilai materi

pelajaran dalam kehidupan sehari-sehari.

Konsep dasar pembelajaran dituangkan dalam

Pasal 1 butir 20 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang

Sisdiknas, yakni “Pembelajaran adalah proses interaksi

peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada

suatu lingkungan belajar”. Dengan demikian

pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan

untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan

intensitas dan kualitas belajar pada diri peserta didik

sehingga proses pembelajaran merupakan jantungnya

dari pendidikan untuk mengembangkan kemampuan,

membangun watak dan peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka pencerdasan kehidupan

bangsa (Udin S Winataputra 2008:1.21). Pelaksanaan

pembelajaran memerlukan pengelolaan pembelajaran

secara efektif. Pembelajaran yang dikelola dengan

manajemen yang efektif diharapkan dapat

16

mengembangkan potensi siswa, sehingga memiliki

pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang

mengakar pada individu siswa.

Berdasarkan pengertian pembelajaran dan

manajemen pembelajaran diatas dapat disimpulkan

bahwa manajemen pembelajaran adalah segala usaha

pengaturan proses belajar mengajar, dalam rangka

tercapainya proses belajar mengajar yang efektif dan

efisien. Konsep manajemen pembelajaran sebagai

proses mengelola yang meliputi kegiatan perencanaan,

pengorganisasian, pengendalian (pengarahan) dan

pengevaluasian kegiatan yang berkaitan dengan proses

membelajarkan siswa (orang yang belajar) dengan

mengikutsertakan berbagai faktor di dalamnya guna

mencapai tujuan.

2.2. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Berbasis

Pendidikan Karakter

2.2.1 Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 37

mengemukakan bahwa mata pelajaran IPS merupakan

muatan wajib yang harus ada dalam kurikulum

pendidikan dasar. Pendidikan IPS adalah

penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu

sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia

yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan

pedagogis /psikologis untuk tujuan pendidikan

(Soemantri 2001 dalam Sapriya 2015:11)

17

Mata pelajaran IPS dalam sistem pendidikan di

Indonesia diberikan untuk peserta didik mulai jenjang

Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI),

Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah

Tsanawiyah (MTs), sampai Sekolah Menengah Atas

(SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) serta Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK). Hal ini termuat dalam

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik

Indonesia (Permendiknas RI) Nomor 22 tahun 2006.

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) untuk

tingkat sekolah sangat erat kaitannya dengan disiplin

ilmu-ilmu sosial yang terintegrasi dengan humaniora

dan ilmu pengetahuan alam yang dikemas secara

ilmiah dan pedagogis untuk kepentingan pembelajaran

disekolah. Oleh karena itu IPS di tingkat sekolah dasar

pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan para

peserta didik sebagai warga negara yang menguasai

pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap

dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan

sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah

pribadi atau masalah sosial serta kemampuan

mengambil keputusan dan berpartisispasi dalam

berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga

negara yang baik.

2.2.2 Pendidikan Karakter Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha

manusia untuk membina kepribadiannya sesuai

dengan nilai-nilai masyarakat dan kebudayaannya.

Pendidikan telah ada sepanjang peradaban manusia

18

sebab peradaban masyarakat berlangsung dari proses

pendidikan yang telah berkembang sepanjang hidup

(Anas S dan Irwanto A 2013:94).

Character isn’t inherited. One build it’s daily by

the way one thinks and acts, thought, action by action

(Helen G Houglas dalam Muchlas Samani 2014:41).

Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang

dibangun secara berkesinambungan hari demi hari

melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran,

tindakan demi tindakan. Karakter dimaknai sebagai

cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu

untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup

keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Karakter

sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang,

terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun

pengaruh lingkungan, yang membedakan dengan orang

lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya

dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan karakter, menurut Ratna Megawangi

(2004 dalam Dharma Kesuma 2013:5), “sebuah usaha

untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil

keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam

kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat

memberikan kontribusi yang positif kepada

lingkungannya.

Definisi lain dikemukakan oleh Cepi Triatna dan

Johar Permana (2013:5), pendidikan karakter dalam

seting sekolah sebagai “pembelajaran yang mengarah

pada penguatan dan pengembangan perilaku anak

secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai tertentu

yang dirujuk oleh sekolah”.

19

Proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari

proses dan hasil belajar. Proses pembelajaran harus

dengan sengaja diorganisasikan dengan baik agar dapat

menumbuhkan proses belajar yang baik sehingga dapat

mencapai hasil belajar yang optimal. Belajar IPS dapat

memberdayakan siswa sehingga segala potensi dan

kemampuannya, baik pengetahuan, sikap maupun

keterampilan dapat berkembang. Semua

kemampuannya ini dapat diwujudkan dalam proses

pembelajaran melalui aktivitas pelatihan berpartisipasi

dalam kehidupan kemasyarakatan.

Menurut Jarolimek dan Parker (1993 dalam

Sapriya 2015:184) bahwa ujian yang sesungguhnya

dalam belajar IPS terjadi ketika siswa berada diluar

sekolah, yakni hidup di masyarakat. Dengan kata lain,

tujuan pembelajaran IPS hendaknya diuji dengan cara

peserta didik menerapkan konsep yang diperoleh di

kelas untuk dipraktikkan dalam realitas kehidupan di

masyarakat. Siswa hendaknya dapat mempraktikkan

keterampilan dan menerapkan pengetahuannya serta

mempersiapkan agar siswa menjadi orang yang cerdas

dan bertindak secara bertanggungjawab dalam urusan

kemasyarakatan dimana mereka berada dan menjadi

bagian dari kehidupan masyarakat.

2.3 Pembelajaran IPS Berbasis Pendidikan

Karakter di Sekolah Dasar (SD)Sapriya (2015:194) menganalisis bahwa “secara

konseptual , melalui mata pelajaran IPS, peserta didik

diarahkan untuk menjadi warga negara yang

20

demokratis dan bertanggungjawab, serta menjadi warga

dunia yang cinta damai”. Arah mata pelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS) dilatarbelakangi oleh

pertimbangan bahwa dimasa yang akan datang peserta

didik akan menghadapi tantangan berat karena

kehidupan masyarakat global selalu mengalami

perubahan setiap saat. Oleh karena itu, mata pelajaran

IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan,

pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap

kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan

bermasyarakat yang dinamis.

Bertolak dari pendapat diatas dalam

pembelajaran IPS dapat pula dimasukkan nilai-nilai

yang dalam pendidikan karakter, karena sesuai dengan

tujuan dari pembelajaran IPS yakni peserta didik dapat

bertanggungjawab terhadap masyarakat berbangsa

dan bernegara.

Nilai pendidikan karakter bangsa dalam mata

pelajaran IPS pada pendidikan dasar kelas tinggi (kelas

4, 5 dan 6) yakni religius, toleransi, disiplin, kreatif,

demokrasi, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan,

menghargai prestasi, bersahabat, senang membaca dan

peduli lingkungan (Puskur 2010 dalam Jurnal

Pedagogia 2011:96). Nilai-nilai dalam pembelajaran IPS

sangat sesuai dengan nilai yang terkandung dalam

pendidikan karakter, sehingga melalui pembelajaran

IPS tertanam unsur nilai pendidikan karakter.

Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan

nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu

Pancasila, meliputi : (1) mengembangkan potensi

peserta didik agar menjadi manusia berhati baik,

21

berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) membangun

bangsa yang berkarakter Pancasila; (3)

mengembangkan potensi warganegara agar memiliki

sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya

serta mencintai umat manusia. Pendidikan karakter

berfungsi (1) membangun kehidupan kebangsaan yang

multikultural; (2) membangun peradaban bangsa yang

cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi

terhadap pengembangan kehidupan ummat manusia;

mengembangkan potensi dasar agar berhati baik,

berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan

baik; (3) membangun sikap warganegara yang cinta

damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup

berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu

harmoni (Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter,

Puskur 2011:7).

Pada hakekatnya perilaku seseorang yang

berkarakter merupakan perwujudan fungsi totalitas

psikologis yang mencakup seluruh potensi individu

manusia (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan fungsi

totalitas sosial-kultural dalam konteks interaksi (dalam

keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan

berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter

dalam kontek totalitas proses psikologis dan sosial-

kultural dapat dikelompokkan dalam: (1) olah hati ; (2)

olah pikir; (3) olah raga/kinestetik; dan (4) olah rasa

dan karsa. Proses itu secara holistik dan koheren

memiliki saling keterkaitan dan saling melengkapi,

serta masing-masingnya secara konseptual merupakan

gugus nilai luhur yang di dalamnya terkandung

sejumlah nilai sebagaimana dapat di lihat pada gam

di bawah:

Bagan: konfigurasi Pendidikan Karakter

Sumber: Panduan Pelaksanaan Pendidikan

Karakter, Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011

2.4 Penelitian yang Relevan Estikasari Tanti (2014), melakukan penelitian

berjudul Manajemen Pembelajaran Berbasis Pendidikan

Karakter di SDN Kedungmundu Tembalang Semarang,

hasilnya adalah guru telah berhasil menyusun dan

melaksanakan silabus dan RPP dalam pembelajaran

yang memuat nilai-nilai karakter yang akan

dikembangkan. Guru juga melaksanakan penilaian

cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, berpikir terbuka,

produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif

bersih dan sehat, disiplin, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria,

dan gigih

22

sejumlah nilai sebagaimana dapat di lihat pada gambar

Bagan: konfigurasi Pendidikan Karakter

Panduan Pelaksanaan Pendidikan

Karakter, Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011

2.4 Penelitian yang Relevan Estikasari Tanti (2014), melakukan penelitian

berjudul Manajemen Pembelajaran Berbasis Pendidikan

Karakter di SDN Kedungmundu Tembalang Semarang,

hasilnya adalah guru telah berhasil menyusun dan

melaksanakan silabus dan RPP dalam pembelajaran

nilai karakter yang akan

dikembangkan. Guru juga melaksanakan penilaian

OLAH RASA/ KARSA

beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, bertanggung jawab,

berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela

berkorban, dan berjiwa patriotik

ramah, saling menghargai, toleran, peduli, suka menolong, gotong royong, nasionalis, kosmopolit ,

mengutamakan kepentingan umum, bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja

keras, dan beretos kerja

23

pembelajaran pendidikan karakter dengan dua tahap

yakni tahap proses dan tahap hasil.

Penelitian lain dari Purwanti Ayu (2014), berjudul

Pelaksanaan Pendidikan Karakter Bangsa SDN

Bergaskidul 03 Kabupaten Semarang, menyatakan

bahwa tahapan planning (perencanaan) dan tahapan

organizing (pengorganisasian) pembelajaran

mendukung tahap actuating (pelaksanaan)

pembelajaran agar pembelajaran terarah dan tepat

pada sasaran, sehingga pemahaman siswa terhadap

materi pelajaran bertambah.

Implementasi Pendidikan Karakter dalam

Manajemen Kepemimpinan Kepala Madrasah dan

Manajemen Pembelajaran Guru MI se Kecamatan

Pabelan Kabupaten Semarang adalah judul penelitian

dari Siddiqoh ( 2014) yang menjelaskan bahwa

Pendidikan karakter dipahami dan diimplementasikan

dalam manajemen kepemimpinan oleh Kepala MI

Kecamatan Pabelan dengan baik dikarenakan adanya

beberapa faktor yang mendukung di antaranya terjalin

kerja sama yang baik antara kepala sekolah, guru,

orang tua/wali peserta didik, pengurus dan komite

madrasah, serta lingkungan fisik dan sosial madrasah.

Dea Shero Anjani (2012) dengan penelitian yang

berjudul Manajemen Pembelajaran Berbasis Karakter di

Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT). Hasil penelitian

menunjukkan: 1) SDIT Luqman Al Hakim sudah

menerapkan manajemen pembelajaran berbasis

karakter secara optimal, berdasarkan dari tahap

pelaksanaan POAC (planning, organizing, actuating, dan

24

controlling) yang berkesinambungan dan komprehensif

dalam mewujudkan pembelajaran berbasis karakter.

Pembelajaran IPS dan Pendidikan Karakter di

Sekolah Dasar oleh Soebijantoro (2011), IPS

merupakan rumpun yang diharapkan secara efektif

dapat memberikan muatan besar pendidikan karakter

sebab IPS mampu memfasilitasi peserta didik untuk

membangun pengetahuan, beradaptasi dengan

lingkungan, membudayakan dirinya dengan lingkungan

yang kesemuanya dapat dikembangkan melalui

pembelajaran yang power full sosial studies atau

dengan melalui pendekatan berbagai disiplin ilmu-ilmu

sosial.

Chelsea E. Graff (2012) dari State University of

New York melakukan penelitian dengan judul The

Effectiveness of Character Education Programs in Middle

and High Schools, mengemukakan bahwa,

“......character education has resurfaced as an effective

solution to an ongoing problem ”. pendidikan karakter

telah muncul kembali sebagai solusi efektif untuk

masalah yang sedang berlangsung.

Kelli Larson (University of Wisconsin-Stout

American, 2009) dengan judul penelitian

Understanding the Importance of Character Education,

menyatakan, “......the effective schools will continue to do

research to include character education to determine the

correlation between success and one's character” bahwa

sekolah yang efektif akan terus melakukan penelitian

untuk memasukkan pendidikan karakter untuk

25

mengetahui korelasi antara keberhasilan dan karakter

seseorang.

Penelitian-penelitian diatas memperjelas

pelaksanaan manajemen pembelajaran IPS yang

mempunyai fungsi cukup penting dalam keberhasilan

sistem pembelajaran, khususnya dalam meningkatkan

karakter siswa untuk menjadi manusia yang

bermartabat. Manajemen pendidikan melalui

pelaksanaan empat fungsi dasar planning, organizing,

actuating dan controlling yang sudah tertata dengan

baik akan dapat mendukung pendidikan karakter

sebagai dasar pembentuk siswa yang berakhlak.

2.5 Kerangka Pikir

Manajemen pembelajaran merupakan proses

mengelola yang meliputi kegiatan perencanaan,

pengorganisasian, pengendalian (pengarahan) dan

pengevaluasian kegiatan yang berkaitan dengan proses

membelajarkan siswa dengan mengikutsertakan

berbagai faktor di dalamnya guna mencapai tujuan.

Dalam mengelola pembelajaran, guru sebagai manajer

MODEL MANAJEMEN

PEMBELAJARAN LAMA

PENGEMBANGAN MODEL

MANAJEMEN PEMBELAJARAN

IPS BERBASIS PENDIDIKAN

KARAKTER DI KELAS TINGGI

MODEL MANAJEMEN

PEMBELAJARAN IPS BERBASIS PENDIDIKAN

KARAKTER DI KELAS TINGGI

26

melaksanakan berbagai langkah kegiatan mulai dari

merencanakan pembelajaran, mengorganisasikan

pembelajaran, mengarahkan dan mengevaluasi

pembelajaran yang dilakukan.

Model manajemen pembelajaran IPS berbasis

pendidikan karakter di kelas tinggi yang selama ini

dilaksanakan di SDN Rejosari 1 belum mampu

memberikan hasil belajar siswa secara baik. Sistem

perencanaan yang kurang baik menjadikan

pengorganisasian kurang padu, sehingga pelaksanaan

tidak konsisten meskipun pengarahan dan pengawasan

sudah dilaksanakan secara kontinyu dampaknya

tujuan pembelajaran belum tercapai secara efektif dan

efisien.

Pada kegiatan perencanaan pembelajaran,

pendidik belum mampu menentukan tujuan

pembelajaran dengan baik melalui pembuatan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) IPS berbasis

pendidikan karakter, yakni tujuan yang ingin dicapai

setelah terjadinya proses kegiatan pembelajaran IPS

berbasis pendidikan karakter. Padahal pembelajaran

merupakan suatu proses yang terdiri dari aspek, yaitu

apa yang dilakukan peserta didik dan apa yang

dilakukan pendidik, sehingga untuk mendapatkan

proses pembelajaran yang berkualitas dan maksimal,

maka dibutuhkan adanya perencanaan yang baik.

Pada kegiatan pengorganisasian pembelajaran

IPS berbasis pendidikan karakter, pendidik belum

mampu mengumpulkan dan menyatukan berbagai

macam sumber daya dalam proses pembelajaran IPS

27

berbasis pendidikan karakter. Pendidik masih

menggunakan model pengajaran berbasis teacher

centered bukan student centered. Pendidik juga belum

mau menggunakan media belajar dalam upaya

mengembangkan ilmu pengetahuannya. Sehingga

kemampuan mensinergikan antara berbagai

sumberdaya yang ada dengan tujuan yang akan dicapai

belum terwujud.

Pelaksanaan kegiatan pembelajaran ini tidak

terlepas dari proses perencanaan, karena perencanaan

pembelajaran dalam proses penentuan tujuan

pembelajaran pada RPP IPS berbasis pendidikan

karakter belum sempurna maka pelaksanaan

pembelajaran tidak bisa berjalan dengan konsisten.

Meskipun pada kegiatan mengarahkan

(mengendalikan) pembelajaran, pendidik telah mampu

mengendalikan pembelajaran melalui pengawasan

secara kontinyu tetapi karena perangkat pembelajaran

IPS berbasis pendidikan karakter yang telah awal di

buat belum menentukan tujuan yang benar maka

pembelajaran IPS berbasis pendidikan karakter belum

tercapai secara maksimal.

Perbaikan sistem perencanaan yang mantap akan

menjadikan penggorganisasian yang sehat, pengarahan

dan pengawasan secara kontinyu menjadikan tujuan

tercapai dengan hasil yang maksimal.

Produk yang dihasilkan dari pengembangan

model manajemen pembelajaran IPS berbasis

pendidikan karakter di kelas tinggi adalah pedoman

yang dapat menjadi petunjuk praktis bagi guru dalam

28

implikasi model manajemen pembelajaran IPS berbasis

pendidikan karakter di kelas tinggi SDN Rejosari 1