Skripsi Utuh Fella Sesye

88
HASIL PENELITIAN ANALISIS MANAJEMEN LOGISTIK DI INSTALASI FARMASI RS IBNU SINA MAKASSAR FELLA SESYE K11108529 BAGIAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

Transcript of Skripsi Utuh Fella Sesye

HASIL PENELITIAN

ANALISIS MANAJEMEN LOGISTIK DI INSTALASI FARMASI RS IBNU SINA MAKASSAR

FELLA SESYE K11108529

BAGIAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

RINGKASAN Universitas Hasanuddin Fakultas Kesehatan Masyarakat Administrasi Kesehatan Skripsi, Mei 2012 FELLA SESYE Analisis Proses Manajemen Logistik di Instalasi Farmasi RS Ibnu Sina Makassar Dibimbing oleh Irwandy Kapalawi SKM, MSc.PH, MARS dan Dr. dr. H. Noer Bahry Noor, M.Sc (xi + 77 Halaman + 4 Tabel + 8 Lampiran) Manajemen logistik adalah bagian dari instansi yang tugasnya adalah menyediakan bahan / barang yang dibutuhkan untuk kegiatan operasional instansi tersebut dalam jumlah, kualitas, dan pada waktu yang tepat (sesuai kebutuhan) dengan harga serendah mungkin dengan menjalankan fungsinya melalui proses perencanaan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan penghapusan obat. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses manajemen logistik di instalasi farmasi yang meliputi perencanaan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian dan penghapusan di Instalasi Farmasi RS Ibnu Sina Makassar. Jenis Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Informan ditentukan secara teknik purposive sampling sebanyak 5 informan. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan teknik indepth interview (wawancara mendalam) dan observasi langsung di Instalasi Farmasi RS Ibnu Sina Makassar. Analisis data di olah secara manual yaitu dengan mengelompokkan hasil sesuai dengan tujuan penelitian. Hasil Penelitian ini menunjukan bahwa untuk perencanaan obat Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar berdasarkan formularium dan kebutuhan dengan metode konsumsi. Anggaran rumah sakit bersumber dari rumah sakit. Pengadaan dilakukan sesuai perencanaan dengan metode pengadaan langsung. Penyimpanan sudah cukup baik meskipun kondisi gudang yang sempit. Pendistribusian obat juga cukup baik. Penghapusan obat belum pernah dilaksanakan di rumah sakit. Kesimpulan penelitian ini adalah enam dari jumlah variabel yang diteliti, dimana rumah sakit perlu memperhatikan proses penyimpanan dan melakukan proses penghapusan. Daftar Pustaka 30 (1992-2012)

KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas kasih, berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Proses Manajemen Logistik di Instalasi Farmasi RS Ibnu Sina Makassar sebagai sala satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Ucapan terima kasih penulis sampaikan bagi dosen pembimbing I, Bapak Irwandy Kapalawi SKM, MSc.PH, MARS dan dosen pembimbing II, Bapak Dr. Dr. H. Noer Bahry Noor, M.Sc atas waktu yang telah diluaangkan untuk membimbing, memberi motivasi dan memberi masukan dalam penyusunan skripsi ini. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. dr. Idrus A Paturusi, Sp. B, Sp. BO selaku Rektor Universitas Hasanuddin. 2. Bapak Prof. Dr. dr. H. M. Alimin Maidin, MPH selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin dan penguji yang bersedia memberikan waktu dan pemikirannya dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Ibu dr. Hj. A. Indahwaty Sidin, MHSM selaku ketua jurusan Manajemen Rumah Sakit beserta seluruh staf pengajar yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam menimba ilmu pengetahuan melalui proses belajar dan mengajar selama masa pendidikan. 4. Bapak Dr. H. Saifuddin Sirajuddin, MS selaku Penasehat Akademik yang telah memberikan motivasi, masukan dan nasehat selama mengikuti pendidikan di FKM UNHAS.

5.

Bapak Prof. Dr. H. Ridwan Amiruddin, SKM, M.Kes, MSc.PH dan Bapak Dr. Mappeaty Nyorong, MPH selaku penguji yang bersedia memberikan waktu dan pemikirannya dalam menyempurnakan skripsi ini.

6.

Seluruh dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama melaksanakan proses belajar mengejar.

7.

Direktur, Kepala Instalasi Farmasi dan staf Instalasi Farmasi RS Ibnu Sina Makassar yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan partisipasinya dalam penyusunan skripsi. Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Ayah alm. Drs. Johnny

R. Nikijuluw dan Ibu Johanna O.H. Nikijuluw/T atas doa, kasih sayang dan pengorbanannya, adik tercinta Kartini Debora Nikijuluw, keluarga besar Nikijuluw Tomasoa, sahabat-sahabat terbaikku: Frano, Venda, Jenny, Yenni, Nana, Gegy, Ita, Liana, Adhel, teman-teman seperjuangan Romusa FKM UNHAS khususnya bagian Manajemen Rumah Sakit: Agnes, Anty, Darma, Iren, Widdy, teman-teman PBL Posko Kel. Tammua Kec. Tallo Makassar dan teman-teman KKN Posko Kel. Limpomajang Kec. Marioriawa Kab. Soppeng. Terimakasih telah memberi warna dalam hidup penulis. Akhirnya dengan menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurna, diharapkan kritik dan sarannya demi menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang ditentukan dan skripsi ini dapat bermanfaat. Makassar, Mei 2012 Penulis

DAFTAR ISI Halaman Judul.................................................................................................................. i

Lembaran Persetujuan...................................................................................................... ii Ringkasan........................................................................................................................... iii Kata Pengantar................................................................................................................... iv Daftar Isi............................................................................................................................. vi Daftar Tabel....................................................................................................................... viii Daftar Lampiran............................................................................................................... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang....................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah................................................................................................... 7 C. Tujuan Penelitian.................................................................................................... 7 D. Manfaat Penelitian.................................................................................................. 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Manajemen Logistik..................................................... 10 B. Tinjauan Umum Tentang Manajemen Obat.......................................................... 12 C. Tinjauan Umum Tentang Variabel yang di Teliti.................................................. 13 D. Tinjauan Umum Tentang Rumah Sakit................................................................. 34 E. Sintesa Penelitian................................................................................................... 36 BAB III KERANGKA KONSEP A. Dasar Pemikiran Variabel yang diteliti................................................................. 39 B. Kerangka Teori...................................................................................................... 39 C. Kerangka Konsep Variabel yang diteliti............................................................... 40 D. Defenisi Konsep.................................................................................................... 40 xi

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian.................................................................................................... 42 B. Lokasi Penelitian................................................................................................. 42 C. Informan Penelitian............................................................................................. 42 D. Metode Pengumpulan Data................................................................................. 43 E. Teknik Pengolaan Data........................................................................................ 44 F. Teknik Analisa Data............................................................................................ 44 G. Teknik Pengujian Keabsahan Data...................................................................... 45 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian.................................................................................................... 47 B. Pembahasan......................................................................................................... 62 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan......................................................................................................... 76 B. Saran................................................................................................................... 77 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... xi LAMPIRAN

DAFTAR TABEL Tabel 1 Perbedaan Metode Konsumsi dan Metode Morbiditas Tabel 2 Tabel Sintesa Penelitian Pengelolaan Obat Tabel 3 Jumlah SDM Berdasarkan Tingkatan Pendidikan Tabel 4 Karakteristik Informan Menurut Umur, Jenis Kelamin, Jabatan, Pendidikan Terakhir, di Instalasi Farmasi RS Ibnu Sina Makassar

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 : Pedoman Wawancara Penelitian : Kerangka Operasional Penelitian : Analisis Data Penelitian : Surat Izin Penelitian dari Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 : Surat Izin Penelitian dari Gubernur Sulawesi Selatan : Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian : Dokumen Penelitian : Daftar Riwayat Hidup

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan suatu negara tidak terlepas dari suatu sistem yang disebut dengan sistem pelayanan kesehatan. Sistem kesehatan harus mampu memberikan manfaat kepada masyarakat dengan distribusi yang adil. Sarana kesehatan menurut Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 meliputi balai pengobatan, pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit umum, rumah sakit khusus, praktek dokter, praktek dokter gigi, praktek dokter spcsialis, prakter dokter gigi spcsialis, praktek bidan, toko obat, apotek, pedagang besar farmasi, pabrik obat dan bahan obat, laboratorium, sekolah dan akademik kesehatan, balai pelatihan kesehatan dan sarana kesehatan lainnya. Rumah sakit merupakan sala satu institusi pelayanan kesehatan masyarakat yang melayani transaksi pasien dalam kesehariannya. Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat bersama sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar, 2003). Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan (Kepmenkes 129 tahun 2008). Instalasi farmasi rumah sakit adalah suatu bagian/ unit/ devisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditunjukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Berdasarkan definisi tersebut maka Instalasi Farmasi 1

Rumah Sakit secara umum dapat diartikan sebagai suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku dan

bertanggungjawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian. Tugas utama Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah pengelolaan, pelayanan langsung kepada penderita sampai dengan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan dalam rumah sakit, baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan mau pun untuk semua unit termasuk poliklinik rumah sakit (Siregar dan Amalia, 2004). Manajemen farmasi pada dasarnya tidaklah terlepas dari prinsip prinsip manajemen logistik. Logistik dijalankan berdasarkan suatu siklus. Demikian halnya dengan logistik di Rumah sakit dimana siklus logistik adalah suatu perputaran dari seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan logistik. Didalam pengelolaan logistik, fungsi-fungsi manajemen yang merupakan suatu siklus kegiatan dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Harus dijaga agar semua unsur didalam siklus pengelolaan logistik sama kuatnya dan segala kegiatan tersebut harus selalu selaras, serasi dan seimbang (Soejono Seto,dkk, 2004). Manajemen obat di rumah sakit memiliki tahapan yang saling terkait satu sama lainnya, sehingga harus terkoordinasi dengan baik agar masing masing dapat berfungsi secara optimal. Tujuan manajemen obat adalah tersedianya obat setiap saat dibutuhkan baik mengenai jenis, jumlah maupun kualitas secara efesien, dengan demikian manajemen obat dapat dipakai sebagai proses pergerakan dan pemberdayaan semua sumber daya yang

dimiliki/potensial yang untuk dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan ketersediaan obat setiap saat dibutuhkan untuk operasional efekif dan efesien (Syair, 2008).

Sukses atau gagalnya pengelolaan logistik ini ditentukan oleh kegiatan didalam siklus tersebut yang paling lemah. Apabila lemah didalam perencanaan, misalnya dalam penentuan suatu item barang yang seharusnya kebutuhannya didalam satu periode unit (1 tahun) sebesar kurang lebih 1.000 unit, tetapi direncanakan sebesar 10.000 unit. Akibatnya akan mengacaukan suatu siklus manajemen logistik secara keseluruhan mulai dari pemborosan dalam penganggaran, membengkaknya biaya pengadaan dan penyimpanan, tidak tersalurkannya obat/barang tersebut sehingga barang bisa rusak, kadarluasa yang bagaimanapun baiknya pemeliharaan digudang, tidak akan membantu. Karena itu perlu dilakukan penghapusan (terutama untuk obat) yang berarti kerugian. Apabila barang tidak rusak, akan menumpuk digudang yang merupakan oppurtunity cost (S.Seto, dkk). Semua unsur di dalam siklus pengelolaan logistik harus dijaga agar sama kuatnya dan segala kegiatan tersebut harus selalu selaras, serasi dan seimbang (S.Seto, dkk). Hasil penelitian yang dilakukan Amin Yohanes di Gudang Farmasi Kabupaten Kendari menyatakan bahwa perencanaan akan kebutuhan obat tidak dilakukan dengan menggunakan data rill yang diperoleh dari hasil evaluasi obat tahun sebelumnya melainkan dengan cara metode konsumsi kenaikan 10-20 % dari data sebelumnya sehingga menimbulkan ada beberapa jenis obat yang tingkat pemakaiannya rendah sehingga terjadi penumpukan obat. Penelitian di Gudang Farmasi Kabupaten Pangkep didapatkan hasil bahwa pengadaan obat tidak dilakukan dengan memperhatikan lead time yaitu lama waktu persediaan obat dapat menjamin penggunaan dipelayanan kesehatan, sehingga menimbulkan terjadinya kekosongan obat di tempat pelayanan kesehatan (Ilyas, 2003). Hasil penelitian yang dilakukan Mangindara (2011) di Puskesmas Kampala Kecamatan Sinjai Timur, menyatakan bahwa penyimpanan masih ada yang tidak memenuhi standar gudang yyang baik seperti

tidak adanya fentilasi maupun jendela digudang yang akan memperburuk sirkulasi udara sehingga udara didalam ruangan menjadi lembab dan akan membahayakan mutu obat. Penelitian yang dilakukan Prawitasari (2002) yang menyatakan obat di Gudang Farmasi Kabupaten/Kota berstatus ketersediaan berlebih karena kapasitas dan kekuatiran akan terjadinya penumpukan yang berlebihan yang berakibat pada kadarluasa obat, maka obat-obatan tersebut didistribusikan ke pelayanan kesehatan/puskesmas lebih banyak dari permintaan puskesmas. Hasil penelitian Syahrir, 2008 menyatakan bahwa penghapusan obat di puskesmas Ahuhu sudah sesuai prosedur. Hal ini dilihat dengan penhapusan obat rusak/kadarluasa oleh puskesmas dengan mengirim berita acara obat rusak/kadarluasa ke Dinas Kesehatan melalui Gudang Farmasi Kabupaten sesuai dengan pedoman pengelolaan obat di puskesmas. Rumah Sakit IBNU SINA UMI merupakan rumah sakit umum swasta yaitu eks Rumah Sakit 45 yang didirikan pada tahun 1988 berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan No.6783/DK-I/SK/TV.I/X/88, tanggal 05 Oktober 1988. Dan pada hari senin tanggal 16 Juni 2003 telah dilakukan penyerahan kepemilikan dari Yayasan Andi Sose kepada Yayasan Wakaf UMI, yang ditanda tangani oleh ketua yayasan Andi Sose yaitu Dr.He.Andi Sose dan Ketua Yayasan Wakaf UMI Bapak alm Prof.Dr.H.Abdurahman, A.Basalamah SE,Msi. Beradasarkan atas hak kepemilikan baru ini, maka nama Rumah Sakit 45 oleh Yayasan Wakaf UMI diubah menjadi Rumah Sakit Ibnu Sina UMI. Berdasarkan hasil pencatatan dan pelaporan di RS Ibnu Sina Makassar, mengalami ketersediaan obat yang berlebihan sehingga obat tidak terpakai bahkan menjadi kadarluasa. Pada pencatatan obat Kadarluasa tahun 2010 terdapat jumlah obat sebanyak 7.837 obat

dengan total kerugian Rp. 10.783.012 dan tahun 2011 sebanyak 3.216 obat dengan total kerugian Rp.10.209.425. Selain obat kadarluasa, tidak dilakukannya penghapusan obat juga menjadi salah satu masalah di RS Ibnu Sina Makassar. Ketersediaan obat yang berlebihan yang mengakibatkan kadarluasa obat dipengaruhi oleh ketidaktelitian didalam melaksanakan perencanaan obat. Perencanaan kebutuhan obat yang berlebihan tanpa melihat dengan teliti metode yang ada menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan kerugian yang dialami rumah sakit. Kerugian RS Ibnu Sina dari obat kadarluasa umumnya terjadi karena adanya obat yang disediakan tetapi tidak ada penyakit yang memerlukan untuk penggunaan obat tersebut. Penghapusan obat kadarluasa tidak pernah dilakukan RS Ibnu Sina, tanpa adanya alasan yang jelas. Akibatnya obat-obataan tersebut hanya menumpuk di tempat penyimpanan yang disediakan/gudang. Kadarluasa obat adalah berakhirnya batas aktif dari obat yang memungkinkan obat menjadi kurang aktif atau toksik (beracun). Kadarluasa obat juga diartikan sebagai batas waktu dimana produsen obat menyatakan bahwa suatu produk dijamin stabil dan mengandung kadar zat sesuai dengan yang tercantum dalam kemasannya pada penyimpanan sesuai dengan anjuran (http://somelus.wordpress.com). Obat kadarluasa merupakan polemik tersendiri bagi tenaga kefarmasian dalam melaksanakan tugas kefarmasian baik di rumah sakit, puskesmas, apotek atau tempat pelayanan kesehatan lainnya. Hal ini bisa menimbulkan dampak moril dan materil yang luarbiasa bagi kita untuk dapat menjalankan tugas kefarmasian dengan baik. Dampak moril adalah tenaga farmasi dianggap tidak dapat mengelola manajemennya dengan baik dan dampak material adalah nilai kerugian yang semestinya tidak terjadi. Kadarluasa obat bukan saja berdampak bagi tenaga farmasi, tetapi juga bagi pengguna obat tersebut.

Berdasarkan permasalahan tersebut, makan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di RS Ibnu Sina Makassar, mengenai Analisis Proses Manajemen Logistik di Instalasi Farmasi RS Ibnu Sina Makassar. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana proses manajemen didalam melaksanaan perencanaan obat diRS Ibnu Sina Makassar 2. Bagaimana proses manajemen didalam melaksanakan penganggaran obat diRS Ibnu Sina Makassar 3. Bagaimana proses manajemen didalam melaksanakan pengadaan obat diRS Ibnu Sina Makassar 4. Bagaimana proses manajemen didalam melaksanakan penyimpanan obat diRS Ibnu Sina Makassar 5. Bagaimana proses manajemen didalam melaksanakan pendistribusian obat diRS Ibnu Sina Makassar 6. Bagaimana proses manajemen didalam melaksanakan penghapusan obat diRS Ibnu Sina Makassar C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui proses manajemen logistik di Instalasi farmasi yang meliputi perencanaan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan penghapusan diRS Ibnu Sina Kota Makassar.

2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui proses manajemen logistik didalam melaksanakan perencanaan obat yang dilakukan diRS Ibnu Sina Makassar b. Untuk mengetahui proses manajemen logistik didalam melaksanakan penganggaran obat yang dilakukan diRS Ibnu Sina Makassar c. Untuk mengetahui proses manajemen logistik didalam melaksanakan pengadaan obat yang dilakukan diRS Ibnu Sina Makassar d. Untuk mengetahui proses manajemen logistik didalam melaksanakan penyimpanan obat yang dilakukan diRS Ibnu Sina Makassar e. Untuk mengetahui proses manajemen logistik didalam melaksanakan pendistribusian obat yang dilakukan diRS Ibnu Sina Makassar f. Untuk mengetahui proses manajemen logistik didalam melaksanakan penghapusan obat yang dilakukan diRS Ibnu Sina Makassar.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Ilmiah Dapat menambah ilmu pengetahuan tentang Manajemen logistik di instalasi farmasi RS Ibnu Sina Makassar. 2. Manfaat Praktis Sebagai salah satu sumber Informasi bagi Pemerintah Kota Makassar dan sebagai masukan bagi rumah sakit dalam rangka meningkatkan manajemen logistik di instalasi farmasi.

3. Manfaat pada peneliti a. Pengalaman yang berharga bagi penulis dalam memperluas wawasan tentang manajemen logistik di instalasi farmasi b. Sebagai sumber bacaan yang dapat dijadikan bahan acuan bagi peneliti selanjutnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Manajemen Logistik Manajemen merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang di inginkan (Hasibuan,2001). Menurut Terry dalam Seto (2004), mengemukakan bahwa manajemen adalah suatu proses kegiatan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan memadukan penggunaan ilmu dan seni untuk mencapai tujuan organisasi. Konsep ini dikenal dengan POAC yaitu Plainning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian), Actuating (pengarahan) dan Controling (pengendalian). Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan dan seni serta proses mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran serta penghapusan material/ alat-alat (Tjandra Yoga Aditama, 2003). Logistik dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengelolaan yang stategi terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan barang jadi dari pada supplier, diantara fasilitas- fasilitas perusahaan dan kepada para supplier dan kepada para pelanggan (Bowersox, 2002). Manajemen logistik adalah bagian dari instansi yang tugasnya adalah menyediakan bahan / barang yang dibutuhkan untuk kegiatan operasional instansi tersebut dalam jumlah, kualitas, dan pada waktu yang tepat (sesuai kebutuhan) dengan harga serendah mungkin. Kegiatan logistik secara umum mempunyai tiga tujuan. Tujuan operasional adalah agar tersedia barang, serta bahan dalam jumlah yang tepat dan mutu yang memadai. Tujuan keuangan meliputi pengertian bahwa tujuan operasional dapat terlaksana dengan biaya yang serendah-rendahnya. Sementara itu, tujuan pengamanan bermaksud agar persediaan tidak 10 terganggu oleh kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian dan penyusutan

yang tidak wajar lainnya, serta nilai persediaan yang sesungguhnya dapat tercermin di dalam sistem akuntansi ( Tandra Yoga Aditama, 2003). Fungsi-fungsi manajemen logistik, dimana logistik merupakan suatu proses yang terdiri dari: 1. Fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan. Fungsi perencanaan mencakup aktivitas dalam menetapkan sasaran, pedoman, dan pengukuran penyelenggaraan bidang logistik. Penentuan kebutuhan merupakan perincian dari fungsi perencanaan, bilamana perlu semua faktor yang mempengaruhi kebutuhan harus dipertimbangkan. 2. Fungsi penganggaran, merupakan usaha untuk merumuskan perincian penentuan kebutuhan dalam suatu skala standar, yakni skala mata uang serta jumlah biaya dengan memperhatikan pengarahan dan pembatasan yang berlaku terhadapnya. 3. Fungsi pengadaan, merupakan usaha dan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah digariskan dalam fungsi perencanaan, penentuan kepada instansiinstansi pelaksana. 4. Fungsi penyimpanan dan penyaluran perlengkapan yang telah diadakan melalui fungsifungsi terdahulu untuk kemudian disalurkan kepada instansi-instansi pelaksana. 5. Fungsi pemeliharaan adalah usaha atau proses kegiatan untuk mempertahankan kondisi teknis, daya guna, dan daya hasil barang inventaris. 6. Fungsi penghapusan, yaitu berupa kegiatan dan usaha pembebasan barang dari pertanggungjawaban yang berlaku. Dengan perkataan lain, fungsi penghapusan adalah usaha untuk menghapus barang karena kerusakan yang tidak dapat diperbaiki lagi, dinyatakan sudah tua dari segi ekonomis maupun teknis, kelebihan, hilang, susut dan karena hal-hal lain menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Fungsi pengendalian, merupakan fungsi inti dari pengelolaan perlengkapan yang meliputi usaha untuk mengawasi dan mengamankan keseluruhan pengelola logistik. Dalam fungsi ini diantaranya terdapat kegiatan pengendalian inventarisasi (inventory control) dan expediting yang merupakan unsur-unsur utamanya. B. Tinjauan Umum Tentang Manajemen Obat Manajemen obat di rumah sakit adalah bagaimana cara mengelola tahap tahap dan kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi sehingga dapat tercapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efesien agar obat yang diperlukan oleh dokter selalu tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup dan mutu terjamin untuk pelayanan yang bermutu. Manajemen obat di rumah sakit dilakukan oleh instalasi farmasi rumah sakit. Berkaitan dengan pengelolaan obat di rumah sakit, depertemen kesehatan RI melalui SK No. 85/Menkes/Per/1989, menetapkan bahwa untuk membantu pengelolaan obat di rumah sakit perlu adanya panitia farmasi dan terapi, formularium dan pedoman pengobatan. Pengelolaan obat berkaitan erat dengan anggaran dan belanja rumah sakit. Menurut Andayaningsih, biaya obat sebesar 40 % dari total biaya kesehatan. Secara nasional biaya obat sebesar 40% - 50% dari jumlah operasional biaya kesehatan (Depkes RI). Mengingat begitu pentingnya dana dan kedudukan obat bagi rumah sakit, maka pengelolaannya harus dilakukan secara efektif dan efisien sehingga dapat memberikan manfaat yang sebesar besarnya bagi pasien dan rumah sakit. Obat merupakan komponen dasar suatu pelayanan kesehatan. Dengan pemberian obat, penyakit yang diderita oleh pasien dapat diukur tingkat kesembuhannya. Selain itu obat merupakan sediaan atauu paduan bahan-bahan yang digunakan umtuk memengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,

pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi (Rancangan Kebijakan Obat Nasional, 2005 dalam Wiku Adisasmito). Obat dalam arti luas adalah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang sangat luas cakupannya. C. Tinjauan Umum Tentang Perencanaan Perencanaan merupakan inti dari kegiatan manajemen, karena semua kegiatan manajemen diatur dan diarahkan oleh perencanaan. Perencanaan adalah suatu kegiatan atau proses penganalisaan dan pemahaman sistem, penyusunan konsep dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan untuk masa depan yang baik (Soekidjo Notoadmojo, 2003). Perencanaan merupakan suatu proses menetapkan jenis dan jumlah obat yang dibutuhkan sesuai dengan pola penyakit serta kebutuhan pelayanan (Depkes, 2003).

Penentuan kebutuhan merupakan rincian dari fungsi perencanaan, bilamana perlu semua faktor yang mempengaruhi penentuan kebutuhan harus diperhitungkan terutama menyangkut keterbatasan organisasi. Dalam penentuan kebutuhan adalah menyangkut proses memilih jenis dan menetapkan dengan prediksi jumlah kebutuhan persediaan barang/obat perjenisnya di apotek ataupun rumah sakit. Penentuan kebutuhan dapat dikatakan adalah merupakan perincian yang kongkrit dan detail dari perencanaan logistik. Dalam penentuan kebutuhan obat di RS, harus berpedoman kepada daftar obat essensial, formularium RS, standar terapi dan jenis-jenis penyakit di rumah sakit yang bersangkutan, dengan mengutamakan obat-obat generik (Soerjono Seto, dkk, 2004). Beberapa tahap dalam perencanaan Kebutuhan Obat: a. Tahap pemilihan obat.

Tahap pemilihan obat adalah untuk menentukan jenis obat yang benar-benar dibutuhkan sesuai dengan pola penyakit yang ada. Dasar-dasar pemilihan kebutuhan obat meliputi: 1) Obat dipilih berdasarkan seleksi ilmiah, medis dan statistik yang memberikan efek terapi jauh lebih baik dibandingkan dengan resiko efek samping yang ditimbulkan. 2) Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin untuk menghindari duplikasi dan kesamaan jenis. Apabila jenis obat dengan indikasi sama dalam jumlah banyak, maka kita memilih berdasarkan drug of choice dari penyakit yang prevalensinya tinggi. 3) Jenis obat baru, harus ada bukti yang spesifik untuk terapi yang lebih baik. 4) Menghindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi tersebut mempunyai efek yang lebih baik dibanding obat tunggal. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan obat antara lain: 1) Obat yang dipilih sesuai standar mutu yang terjamin 2) Dosis obat sesuai dengan kebutuhan terapi 3) Obat mudah disimpan 4) Obat mudah didistribusikan 5) Obat mudah didapatkan/ diperoleh 6) Biaya pengadaan dapat terjangkau 7) Dampak administrasi mudah diatasi b. Tahap kompilasi pemakaian obat Kompilasi pemakaian obat berfungsi untuk mengetahui pemakaian setiap bulan dari masing-masing jenis obat di Unit Pelayanan Kesehatan selama setahun, serta untuk menentukan stok optimum. Data pemakaian obat diperoleh dari LPLPO.

c. Tahap pehitungan kebutuhan obat Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan berat yang senantiasa dihadapkan oleh apoteker dan tenaga farmasi. Tahap perhitungan kebutuhan obat untuk menentukan kebutuhan obat dilakukan pendekatan perhitungan melalui metode konsumsi dan atau metode morbiditas. 1. Metode konsumsi Didasarkan pada analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya. Untuk mengitung jumlah obat yang dibutuhkan berdasarkan metode konsumsi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Pengumpulan dan pengolahan data awal b. Analisa data untuk informasi dan evaluasi c. Perhitungan perkiraan kebutuhan obat d. Penyesuaian jumlah kebutuhan dengan alokasi dana Untuk memperoleh data kebutuhan obat yang mendekati ketepatan, perlu dilakukan analisa trend pemakaian obat tiga tahun sebelumnya atau lebih. Data yang perlu dipersiapkan untuk perhitungan metode konsumsi yaitu: 1) Daftar obat 2) Stok awal 3) Penerimaan 4) Pengeluaran 5) Sisa stok 6) Obat hilang / rusak, kadaluarsa 7) Kekosongan obat

8) Pemakaian rata-rata / pergerakan obat pertahun 9) Lead time 10) Stok pengaman 11) Perkembangan pola kunjungan 2. Metode Morbiditas Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit. Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah perkembangan pola penyakit dan lead time. Langkah-langkah dalam metode ini adalah: a. b. c. d. e. Menentukan jumlah penduduk yang akan dilayani Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan frekuensi penyakit Menyediakan standar / pedoman pengobatan yang digunakan Menghitung perkiraan kebutuhan obat Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia Data yang perlu disiapkan untuk perhitungan metode morbiditas adalah: 1) Perkiraan jumlah populasi penduduk yang diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin dan umur antara 0-4 th, 5-14 th, 15-44 th dan > 45 th 2) Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok umur 3) Kejadian masing masing penyakit per tahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada 4) Menghitung perkiraan jenis dan jumlah obat untuk setiap diagnose yang sesuai dengan pedoman pengobatan 5) Frekuensi kejadian masing masing penyakit per tahun untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada

6) Menghitung perkiraan jumlah obat X jenis obat untuk setiap diagnosa yang dibandingkan dengan standar pengobatan 7) Untuk menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian obat dapat dipergunakan pedoman pengobatan yang ada 8) Menghitung jumlah kebutuhan obat yang akan datang dengan memperhitungkan faktor perkembangan pola kunjungan, lead time dan stok pengaman 9) Menghitung jumlah yang harus diadakan tahun anggaran yang akan datang. Tabel.1 Perbedaan Metode Konsumsi dan Metode Morbiditas Konsumsi 1 Pilihan pertama dalam perencanaan dan pengadaan 2 Lebih muda dan cepat dalam perhitungan 3 Kurang tepat dalam penentuan jenis dan jumlah mendukung ketidak rasionalan dalam penggunaan Morbiditas 1 Lebih akurat dan mendekati kebutuhan yang sebenarnya 2 pengobatan rasional 3 perhitungan lebih rumit 4 Tidak dapat digunakan untuk semua penyakit 5 Data yang digunakan : a. kunjungan pasien b. 10 penyakit terbesar c. Presentase dewasa dan anak

Sumber : DepKes RI 2010

d. Tahap proyeksi kebutuhan obat Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah: a. Menetapkan rancangan stok akhir periode yang akan datang. Rancangan stok akhir diperkirakan sama dengan hasil perkalian antara waktu tunggu dengan estimasi pemakaian rata-rata / bulan ditambah stok penyangga. b. Menghitung rancangan pengadaan obat periode tahun yang akan datang. c. Menghitung rancangan anggaran untuk total kebutuhan obat d. Penyesuaian rencana pengadaan obat e. Tahap penyusunan rencana pengadaan obat Dengan melaksanakan penyesuaian rencana pengadaan obat dengan jumlah dana yang tersedia, maka informasi yang didapat adalah jumlah rencana pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang. Beberapa teknik manajemen untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi adalah dengan cara: 1. Analisa ABC. Analisa ABC mengelompokkan item obat berdasarkan kebutuhan dananya yaitu: a. Kelompok A adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari jumlah dana obat keseluruhan. b. Kelompok B adalah kelompok jenis obat yang nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana 20%.

c. Kelompok C adalah kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari jumlah dana obat secara keseluruhan. 1. Analisa VEN 1. Kelompok V adalah kelompok obat-obatan yang sangat esensial (vital), yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah obat-obat penyelamat, obat-obatan untuk pelayanan kesehatan pokok (vaksin), dan obat-obatan untuk mengatsi penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar. 2. Kelompok E adalah kelompok obat yang bekerja kausal yaitu obat yang bekerja pada sumber penyebab penyakit. 3. Kelompok N adalah obat-obatan penunjang yaitu obat yang kerjanya ringan dan biasa dipergunakan untuk mengatasi keluhan ringan. D. Tinjauan Umum Tentang Penganggaran Penganggaran adalah semua kegiatan dan usaha untuk merumuskan perincian penentuan kebutuhan dalam suatu standar tertentu, yaitu skala mata uang dan jumlah biaya dengan memperhatikan pengarahan dan pembatasan yang berlaku baginya (Subagya, 1994 dalam Nurillahidayati, 2009). Fungsi penganggaran adalah menyangkut kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha untuk merumuskan perincian penentuan kebutuhan dalam suatu skala standar yaitu dengan skala mata uang (Soerjono Seto, 2001). Menurut Henry L. Tosi dalam Sabardi (1992) ada empat reaksi penting terhadap kekuatiran penyusunan anggaran, yaitu: 1. Perilaku politik. Aktivitas politik mungkin menaikkan secara tajam perilaku para manajer untuk mempengaruhi alokasi sumber daya. Para manajer mungkin menunggu informasi

sampai detik terakhir dalam rangka memperbesar kepentingan mengambil muka atasannya atau mencoba memperoleh pengaruh dengan cara lainnya. 2. Reaksi peran-peran terhadap satuan anggaran. Para atasan yang tidak senang dengan alokasi-alokasi sumber daya tidak benar-benar dalam posisi untuk melepaskan kemarahannya terhadap para atasannya. Malahan mereka biasanya akan memusuhi staf personalia yang mengumpulkan data anggaran dan menyusun anggaran akhir. 3. Perkiraan kebutuhan yang berlebihan. Untuk menanggulangi keadaan yang tidak terduga dan inflasi, anggaran sering dibuat lebih besar. Beberapa manajer, bagaimanapun juga menambah estimasi anggaran mereka untuk melindungi diri dalam perjuangan mendapat sumber daya-sumber daya dan adanya pengurangan dari atasan pada saat anggaran tersebut dimintakan pengesahan. 4. Sistem informasi tersembunyi. Ketika anggaran-anggaran masih dirahasiakan, para manajer akan selalu mencoba untuk mengetahui alokasi mereka bila dibandingkan dengan alokasi yang lain, dengan cara sembunyi-sembunyi atau melalui sumber yang informal. Bahayanya apabila informasi yang tidak benar akan beredar melalui komunikasi informal, sehingga terjadi ketegangan yang tidak perlu diantara satuan organisasional. Anggaran-anggaran organisasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 1. Anggaran Operasional Tipe-tipe paling umum dari anggaran operasional sama dengan tiga pusat tanggung jawab, yaitu anggaran biaya, penghasilan, dan laba. a. Anggaran Biaya. Anggaran ini terdiri dari dua tipe, yaitu engineered cost budgets dan discretionary cost budgetsi.

1) Engineered cost budgets digunakan khusus dalam pabrik industry tetapi dapat digunakan juga oleh setiap satuan organisasional dimana pengeluaran dapat diukur secara tepat. Anggaran-anggaran tersebut biasanya menggambarkan biaya bahan mentah dan tenaga kerja yang ada dalam setiap pos produksi, seperti juga estimasi biaya-biaya overhead. Anggaran ini dirancang untuk mengukur efisiensi, anggaran yang melebihi akan berarti bahwa biaya-biaya operasi lebih tinggi dari pada yang seharusnya. 2) Discretionary cost budgets khususnya digunakan untuk administrasi, akuntansi, penelitian, dan macam departemen lainnya dimana keluaran dapat diukur secara tepat. Anggaran ini tidak digunakan untuk mengukur efisiensi, karena standar pelaksanaan untuk biaya-biaya discretionary sulit untuk dilaksanakan. b. Anggaran Penghasilan. Anggaran ini dimaksudkan untuk mengukur efektivitas pemasaran dan penjualan, yang terdiri dari kuantitas penjualan yang diharapkan dikalikan dengan harga jual perunit untuk setiap produk. Anggaran penghasilan ini merupakan bagian paling kritis dari anggaran laba, malahan juga merupakan salah satu dari yang paling tidak pasti, karena didasarkan pada proyeksi penjualan yang akan datang. c. Anggaran laba. Anggaran ini memuat anggaran biaya dan penghasilan dalam satu laporan. Para manajer yang punya tanggung jawab baik biaya-biaya maupun penghasilan satuan kerja, selalu menggunakan anggaran tersebut. Anggaran laba ini kadang-kadang disebut anggaran induk, terdiri dari seperangkat proyeksi laporan keuangan dan jadwal-jadwal untuk tahun yang akan datang. Anggaran laba punya tiga kegunaan pokok, yaitu:

1) Merencanakan dan mengkoordinasi seluruh kegiatan perusahaan. 2) Menyediakan tanda sebagai ukuran yang berguna dalam pertimbangan kelayakan dari anggaran-anggaran biaya. Sebagai contoh, apabila anggaran ini menunjukkan bahwa laba akan rendah, maka anggaran biaya dapat disesuaikan menurun (diturunkan). 3) Membantu pemberian tanggung jawab kepada setiap manajer dalam pembagian seluruh pelaksanaan kerja organisasi. 2. Anggaran Finansial Anggaran pembelanjaan modal, kas, pembelanjaan dan neraca mengintegrasikan perencanaan keuangan organisasi dengan perencanaan operasionalnya. Anggarananggaran tersebut disiapkan dengan informasi yang dikembangkan dari anggaran penghasilan, biaya dan anggaran operasional yang mempunyai tiga tujuan utama, yaitu : 1. Menguji kelangsungan dari anggaran-anggaran operasional. 2. Persiapannya menunjukkan atau menampakan tindakan-tindakan keuangan yang harus dilakukan organisasi agar pelaksanaan anggaran operasional dapat

dimungkinkan. 3. Menunjukkan bagaimana rencana-rencana operasional organisasi akan mempengaruhi tindakan-tindakan keuangannya pada masa yang akan datang. a. Anggaran Pembelanjaan Modal. Anggaran ini menunjukkan rencana investasi dalam gedung baru, tanah, peralatan dan asset organisasi lainnyapada masa yang akan datang dalam rangka memperbaharui dan memperluas kapasitas

produktivitasnya. Formulasi anggaran pembelanjaan modal ini menunjukkan

proyek-proyek penting organisasi yang akan dikerjakan dan keperluan kas yang dibutuhkan organisasi di waktu yang akan datang. b. Anggaran Kas. Anggaran kas menyatukan estimasi-estimasi organisasi

dianggarkan tentang penghasilan, biaya dan pembelanjaan modal baru. Penyusunan anggaran kas sering kali menampakkan informasi mengenai tingkat aliran dana melalui organisasi tersebut dan mengenai pola dari penerimaan dan pengeluaran kas. c. Anggaran Pembelanjaan. Anggaran ini disusun untuk meyakinkan adanya danadana organisasi untuk memenuhi kebutuhan biaya diatas penghasilan di dalam jangka pendek dan mengatur pinjaman atau pembelanjaan jangka menengah dan panjang. d. Anggaran Neraca. Anggaran ini menyatukan semua anggaran lainnya untuk memroyeksikan bagaiman neraca tersebut akan tampak pada akhir periode jika hasil-hasil nyata sesuai dengan hasil-hasil yang direncanakan. Anggaran ini disebut juga Neraca Pro Forma, dapat dimaksudkan sebagai pedoman akhir pada program-program organisasi yang dibuat dan kegiatan-kegiatan organisai.

E. Tinjauan Umum Tentang Pengadaan Pengadaan merupakan proses untuk penyediaan obat yang dibutuhkan di unit pelayanan kesehatan. Pengadaan obat publik dan kesehatan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/ Kota sesuai dengan ketentuan ketentuan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah dan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara. Tujuan pengadaan obat adalah:

1. Tersedianyan obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan 2. Mutu obat terjamin 3. Obat dapat diperoleh pada saat dibutuhkan. Beberapa hal yang diperlu diperhatikan dalam pengadaan obat antara lain: 1. Persyaratan Pemasok Pemilihan pemasok secara hati hati adalah penting karena dapat mempengaruhi baik kualitas maupun biaya obat yang dibutuhkan. 2. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat Waktu pengadaan dan kedatangan obat dari berbagai sumber anggaran perlu ditetapkan atau disusul oleh Unit Pengelola Obat/ Gudang Farmasi Kabupaten/ Kota kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota berdasarkan hasil analisis data sisa stok, jumlah obat yang akan diterima sampai dengan akhir tahun anggaran, frekuensi pemakaian/ indeks musiman dan waktu tunggu. 3. Penerimaan dan pemeriksaan obat Penerimaan dan pemeriksaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan pada penerimaan obat baik dari pemasok maupun dari unit pengelola obat/ Gudang farmasi Kabupaten/ Kota atau dari suatu unit pelayanan kesehatan kepada unit pelayanan kesehatan lainnya dalam rangka memenuhi permintaan obat dari bersangkutan. Selanjutnya perlakuan terhadap obat yang akan diterima. Ada beberapa metode pemelanjaan obat yang dilaksanakan dan pemilihan metodenya yang disesuaikan dengan kondisi setempat serta peraturan dan mekanisme birokrasi yang

ada. Pada dasarnya empat metode ini dapat diadopsikan oleh pengelolaan suplai obat dalam melaksanakan proses pengadaan yaitu: 1. Tender terbuka (open tender) adalah sistem yang memungkin melibatkan berbagai pemasok obat atau melalui asosiasi dimana harus dipersiapkan jadwal tender, seleksi dan penetapan peserta tender. 2. Tender terbatas (restricted tender) adalah tender tertutup yang dilakukan setelah beberapa tahun dilakukan tender terbuka, dan hanya beberapa pemasokan saja yang secara kualitas dapat memenuhi kriteria yang ditetapkan. 3. Pengadaan secara negosiasi (negotiated procurement) adalah metode pengadaan yang relatif sederhana dan dapat dilaksanakan dalam waktu singkat. Pengadaan dengan cara ini memungkinkan pengelola obat melakukan penawaran secara rinci kepada pemasok baik meliputi jenis, jumlah maupuun harga obat sehingga keuntungan dapat diperoleh pengelolaan untuk meningkatkan mutu manajemen obat kerena dengan kemampuan penawarannya dapat memperoleh obat dengan kualifikasi yang telah ditentukan. Sedangkan keuntungan yang diperoleh oleh pemasok adalah bahwa pemasok dapat lebih mengkonsentrasikan diri untuk menyediakan obat sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pengelola tanpa harus memikirkan obat laiinnya yang diluar pesanan lain. Keuntungan lain yang diperoleh dengan metode ini meliputi harga obat yang lebih murah, lead time (tenggang waktu) juga bisa lebih pendek karena setiap permintaan baru akan dapat segera terpenuhi tanpa harus melewati proses tender yang berkepanjangan. 4. Pengadaan secara langsung (direct procurement) adalah cara yang paling sederhana dibanding yang lainnya oleh karena pengelolah obat melakukan perbelanjaan sesuai

dengan yang dibutuhkan langsung kepada pemasok. Cara ini umumnya dilakukan bila misalnya untuk beberapa jenis obat hanya dapat disuplay oleh satu jenis industri yang ada atau dengan kata lain perbelanjaan hanya dapat dilakukan pada satu pemasok krena memang tidak ada kompetitor lain. Cara ini sering tidak menguntungkan bagi pengelola obat karena bergaining power yang rendah akibat tidak adanya pilihan lain. Oleh karena itu cara pengadaan langsung sebaiknya dilakukan pada keadaan tertentu saja seperti emergency, dimana item yang akan dibeli sangat kecil atau jika kondisi tidak memungkinkan lagi dilakukan negosiasi. G. Tinjauan Umum Tentang Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan obat obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat (Depkes, 2003). Tujuan penyimpanan obat obatan adalah untuk: 1. Memelihara mutu obat 2. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab 3. Menjaga kelangsungan persediaan 4. Memudahkan pencarian dan pengawasan Hal-hal yang perlu diperhatiakan dalam penyimpanan obat yaitu: 1. Penerimaan Obat dikirim dari gudang farmasi atau langsung dari PBF sekaligus dengan dokumen pengiriman obat lengkap. Petugas memeriksa dan meneliti jumlah kemasan, jenis dan jumlah obat serta bentuk obat yang tertera dalam dokumen. Petugas dapat mengajukan keberatan atau jika pengiriman obat-obatan yang tidak memenuhi syarat dari

segi mutu, tanggal obat-obatan yang tidak memenuhi syarat baik dari segi mutu, tanggal kadarluasa, jumlah isi dalam satuan kemasan maupun jumlah suatu kemasan. Penyusunan dilakukan dengan sistem first in first out (FIFO) yaitu sistem penyusunan dan pengeluaran obat dari gudang. Obat yang masuk pertama lebih dahulu dibandingkan obat yang datang kemudian. 2. Penyimpanan i. Pengaturan, persyaratan gudang dan persyaratan penyimpanan gudang yang akan dipakai untuk penyimpanan haruslah menjaga agar obat tidak rusak secara fisik dan kimia.

ii. Tata cara menyimpan dan menyusun obat digudang, yaitu: 1. Pisahkan semua obat yang berbahaya (narkotika dan bahan berbahaya) dari obat lain yang ada dalam ruangan. 2. Obat-obatan yang termasuk dalam kategori vital (v) misalnya live saving drug, antidote, sebaiknya ditempatkan ditempat terpisah dari obat lainnya untuk pemantauan keadaan stoknya sehingga diharapkan tidak terjadi kekosongan obat. 3. Obat lainnya dapat disusun dirak tersendiri. Berikan nomor kode atau disussun secara alphabet atau angka. Bila obat disimpan terlalu besar maka cantumkan informasinya dimana obat tersebut disimpan. 4. Obat dan alat dalam gudang dibagi beberapa jenis dan masing-masing diberi kode khusus, seperti obat vital, obat berbahaya, obat lainnya, alat kesehatan, instrument, alat laboratorium, bahan toksis dan bahan yang mudah terbakar. 5. Menyusun stoke dalam rak atau lemari menggunakan sistem first in first out (FIFO) yaitu stok lama diletakkan dibagain belakang. 6. Obat yang sudah mulai kadarluasa tidak boleh dipakai. 7. Sistem dua rak bila ruangan untuk menyimpan kecil, yaitu bagi obat menjadi dua bagian. Obat yang siap dipakai diletakkan dirak A sedangkan sisanya dibagian rak B. Pengaturan tata ruang untuk penyimpanan obat meliputi: Untuk mendapatkan kemudahan dalam penyimpanan , penyusunan, pencarian dan pengawasan obat, maka diperlukan pengaturan tata ruang gudang dengan baik. Adapun faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam merancang gudang adalah sebagai berikut: 1. Kemudahan Bergerak

Untuk kemudahan bergerak, maka gudang perlu ditata sebagai berikut: a. Gudang menggunakan sistem satu lantai, jangan menggunakan sekat-sekat karena akan membartasi pengaturan ruangan. Jika digunakan sekat, perhatikan posisi dinding dan pintu untuk mempermudah gerakan. b. Berdasarkan arah arus pengiriman dan pengeluaran obat, ruang obat dapat ditata berdasarkan sistem arus garis lurus, arus U, arus L. 2. Sirkulasi Udara Yang Baik Salah satu faktor penting dalam merancang gudang adalah adanya sirkulasi udara yang cukup di dalam ruangan gudang. Sirkulasi yang baik akan memaksimalkan umur hidup dari obat sekaligus bermanfaat dalam memperpanjang dan memperbaiki kondisi kerja. Idealnya dalam gudang terdapat AC, namun biayanya akan menjadi mahal untuk gudang yang luas. Alternatif lain adalah menggunakan kipas angin Apabila kipas angin belum cukup maka perlu ventilasi melalui atap.

3. Rak dan Pallet Penempatan rak yang tepat dan penggunaan pallet akan dapat meningkatkan sirkulasi udara dan gerakan stok obat. 4. Kondisi Penyimpanan Khusus A. Vaksin memerlukan Cold Chain khusus dan harus dilindungi dari kemungkinan putusnya aliran listrik B. Narkotika dan bahan berbahaya harus disimpan dalam lemari khusus dan selalu terkunci C. Bahan-bahan mudah terbakar seperti alkohol dan eter harus disimpan dalam ruangan khusus, sebaiknya disimpan di bangunan khusus terpisah dari gudang induk 5. Pencegahan Kebakaran Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti dus, karton dan lain-lain. Alat pemadam kebakaran harus dipasang pada tempat yang mudah dijangkau dan dalam jumlah yang cukup. H. Tinjauan Umum Tentang Pendistribusian Distribusi adalah suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta tepat jenis dan jumlah dari gudang obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit unit pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2003). Tujuan distribusi obat yaitu : 1. Terlaksananya pengiriman obat secara merata dan teratur sehingga dapat diperoleh pada saat yang dibutuhkan.

2. 3.

Terjaminnya kecukupan dan terpeliharanya penggunaan obat di unit pelayanan kesehatan. Terlaksananya pemerataan kecukupan obat sesuai kebuthan pelayanan dan program kesehatan. Sistem pendistribusian obat di rumah sakit digolongkan berdasarkan ada tidaknya

satelit atau depo farmasi dan pemberian obat ke pasien rawat inap. Berdasarkan ada tidaknya satelit farmasi, sistem distribusi obat dibagi dua sistem, yaitu: 1. Sistem pelayanan terpusat (Sentralisasi) Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang dipusatkan pada satu tempat yaitu instalasi farmasi. Pada sentralisasi, seluruh kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai baik untuk kebutuhan individu maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut. Resep orisinil oleh perawat dikirim ke IFRS, kemudian resep itu diproses sesuai dengan kaidah cara dispensing yang baik dan obat disiapkan untuk didistribusikan kepada penderita tertentu. 2. Sistem pelayanan terbagi (Desentralisasi) Desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang mempunyai cabang di dekat unit perawatan/pelayanan. Cabang ini dikenal dengan istilah depo farmasi/satelit farmasi. Pada desentralisasi, penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan tidak lagi dilayani oleh pusat pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam hal ini bertanggung jawab terhadap efektivitas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi. I. Tinjauan Umum Tentang Penghapusan Penghapusan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka pemebasan obat-obatan milik/ negara dari tanggung jawab berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku.

Penghapusan obat bertujuan sebagai pertanggungjawabaan petugas terhadap obat-obatan yang diurusinya yang sudah ditetapkan untuk dihapus sesuai ketentuan yang berlaku, menghindari pembiayaan (biaya penyimpanan, pemeliharaan, penjagaan dan lain lain) atau barang yang sudah tidak layak untuk dipelihara, menjaga keselamatan dan menghindari diri dari pengotoran lingkungan. Kegiatan penghapusan obat dilakukan untuk: a. Menyusun daftar obat-obatan yang akan dihapuskan beserta alasan-alasannya. b. Melaporkan kepada atasan mengenai obat-obatan yang akan dihapus c. Membentuk panitia pemeriksaan obat d. Membentuk berita acara hasil pemeriksaan obat-obatan oleh panitia pemeriksaan obatobatan oleh panitia pemeriksaan obat e. Melaporkan hasil pemeriksaan kepada yang berwenang/ pemilik obat f. Melaksanakan pengghapusan setelah ada keputusan dari yang berwenang. J. Tinjauan Umum Tentang Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit harus mempunyai kemampuan pelayanan sekurang kurangnya pelayanan medik umum, gawat darurat, pelayanan keperawatan, rawat jalan, rawat inap, operasi/bedah, pelayanan medik spesialis dasar, penunjang medik, farmasi, gizi, sterilisasi, rekam medik, pelayanan administrasi dan manajemen, penyuluhan kesehatan masyarakat, pemulasaran jenazah, laundry, dan ambulance, pemeliharaan sarana rumah sakit, serta pengolahan limbah (PMK No.340).

Rumah sakit adalah bagian integral organisasi sosial dan medik, yang bertugas memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sekitar beserta lingkungannya. Sebagai Institusi publik rumah sakit memberikan pelayanan yang ekstra efektif dan efisien. Untuk mencapai tujuan tersebut setidaknya pihak rumah sakit harus meningkatkan pelayanannya baik dari segi medis maupun non medis. Sistem pelaporan rekam medis yang akurat dan efisien merupakan satu dari bagian yang terpenting dari mutu pelayanan rumah sakit. Tugas rumah sakit pada umumnya menyediakan keperluan untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :

983/Menkes/SK/XI/1992 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit, tugas rumah sakit adalah sebagai berikut : melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan. Dalam pelaksanaan tugasnya rumah sakit mempunyai fungsi : menyelenggarakan pelayanan medis, penunjang medis dan non medis pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta administrasi dan keuangan (MsairmanSahadian). Menurut PKM No.340 tentang klasifikasi rumah sakit, bahwa berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi : a. Rumah Sakit Umum Kelas A b. Rumah Sakit Umum Kelas B c. Rumah Sakit Umum Kelas C d. Rumah Sakit Umum Kelas D

K. Sintesa Penelitian Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan pengelolaan obat yang dijadikan sebagai pembanding dalam penelitian ini, seperti yang tercantum dalam Tabel. 2 sebagai berikut :

Tabel 2 Tabel Sintesa Penelitian Pengelolaan Obat No Nama Judul peneliti penelitian 1 Muhammad Analisis zulkifli pengelolaanobat di IFRSUD propinsi sultar kendari.2004 Metode Mix metode Variabel Perencanaan Pendistribusian Penyimpanan 1. Proses obat Hasil pengelolaan yang terdiri

perencanaan dilakukan menggunakan metode konsumsi, dengan

berdasarkan pemakaian,jenis penyakit yang di

susun dalam suatu formularium 2. Proses pengadaan

dilakukan secara fifo dan fefo sehinggah dapat adanya menghindari obat yang dan

kadaluarsa kelebihan stock 2 Joko puji hartono Analisis perencanaankeb utuhan obat wilayah dinas kesehatan kota tasikmalaya 2007 observa sional Perencanaan pemilihan Kompilasi Perhituingan kebutuhan 1. Dasar digunakan merencanakan kebutuhan terdiri konsumsi sebelumnya dari

yang untuk

obat data tahun

2. Beberapa factor yang berpengaruh terhadap

perencanaan yaitu : alokasi dana 3 Nurillahida yati Analisis pengelolaan obat di IFRS RSAL Dr.Mintohardjo tahun 1998 deskript Perencanaan if Pengadaan Penyimpanan Pendistribusia n Pemeliharaan Penghapusan Keberhasilan pengelolaan logistik di pengaruhi oleh kemampuan manajerial didalam mengelola logistik yang efektif dan efesien

BAB III KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel yang Diteliti Manajemen obat dilakukan pada beberapa tingkat yaitu Kabupate/Kota dan puskesmas, sehingga untuk pengukuran tingkat kinerja juga menggunakan indikator yang berbeda tergantung tingkat unit tersebut. Berdasarkan 6 fungsi dasar manajemen obat yaitu seleksi dari perencanaan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan dan distribusi,

pemeliharaan, penghapusan. Manajemen obat didukung oleh faktor faktor pendukung manajemen yaitu meliputi organisasi, keuangan atau finansial, sumber daya manusia (SDM), dan sistem informasi manajemen (SIM). Setiap tahap manajemen obat yang baik harus didukung oleh keempat faktor tersebut sehingga pengelolaan obat dapat berlangsung secara efektif an efisien. B. Kerangka Teori

Perencanaan Penghapusan Pengendalian Pemeliharaan Pengadaan Penganggaran

Penyimpanan & Pendistribusian

Siklus Logistik (Subagya, 1994) 39

C. Kerangka Konsep Variabel yang Diteliti Berdasarkan siklus logistik Subagya, maka dapat digambarkan kerangka konsep variabel sebagai berikut:

Perencanaan

Penganggara Pengadaan Obat Manajemen Logistik dan Farmasi

Penyimpanan & Pendistribusian

Penghapusan

D. Definisi Konsep Dalam penelitian ini akan melakukan analisis proses manajemen logistik di instalasi farmasi di RS Ibnu Sina Makassar dengan suatu pendekatan sistem yaitu ketersediaan obat dengan jumlah dan jenis yang cukup dapat dipengaruhi oleh perencanaan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian,penghapusan. 1. Perencanaan Perencanaan adalah Proses pemilihan, metode dan evaluasi untuk merumuskan sasaran dan menentukan langka yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. 2. Penganggaran

Penganggaran adalah merupakan suatu kegiatan atau usaha untuk mengetahui sumber anggaran dan perincian dalam biaya penentuan kebutuhan. 3. Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan obat berdasarkan metode, waktu pengadaan dan obat dirumah sakit yang telah direncanakan dan disetujui. 4. Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu kegiatan dan usaha untuk melakukan pengaturan tata ruang, penyusunan stok obat, dan mekanisme penyimpanan obat yang dilakukan. 5. Pendistribusian Pendistribusian adalah suatu kegiatan untuk mengelola pemindahan obat dari satu tempat ketempat lainnya. 6. Penghapusan Penghapusan adalah mekanisme pembebasan obat dari pertanggungjawaban sesuai peraturan.

BAB IV METODE PENELITIAN

A.

Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif melalui teknik in-depth interview (wawancara mendalam) dan observasi. Pendekatan kualitatif sebagai sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah, berdasarkan pada penciptaan gambar holistik yang dibentuk kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci dan disusun dalam sebuah latar ilmiah

(Creswell,1994). Peneliti menggunakan desain penelitian ini dengan maksud untuk mendeskripsikan peristiwa atau pengalaman informan dengan mengutamakan pandangan dan informasi yang diberikan. Dalam hal ini, peneliti dapat menjabarkan informasi yang diperoleh dari informan dan memberikan makna dibaliknya melalui analisis. B. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di RS Ibnu Sina Makassar. C. Informan Penelitian Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Informan yang dipilih adalah yang mengetahui permasalahan dengan jelas, dapat dipercaya untuk dapat menjadi sumber data yang baik serta mampu mengemukakan pendapat secara baik dan benar (Notoatmodjo, 2005). Informan dalam penelitian ini adalah kepala Instalasi Farmasi, kepala ruangan bagian 42 administrasi, kepala pengadaan, kepala gudang, kepala pengelolaan. D. Metode Pengumpulan Data 1. Data Primer a. Wawancara

Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan. b. Dokumentasi Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen dapat berupa foto atau rekaman hasil wawancara peneliti terhadap responden.

2.

Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari laporan Pengelola Obat di Instalasi Farmasi RS Ibnu Sina Makassar.

A. Teknik Pengolahan Data Untuk memudahkan pengolahan data digunakan matriks hasil penyataan informan menurut Bogdan dan Biklen, dengan variabel sebagai berikut: 1. Data emik merupakan hasil pernyataan informan 2. Reduksi data emik berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya 3. Konsep emik mengacu pada pandangan informan yang dikaji berdasarkan hasil wawancara mendalam 4. Konsep etik adalah deskripsi dan analisis yang dilakukan dalam konteks skema dan kategori yang dianggap bermakna dalam komunitas penganut yang mengacu pada pandangan peneliti.

B. Teknik Analisis Data Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan dalam periode tertentu. Miles dan Huberman mengemukakan bahwa dalam analisis data meliputi 3 aktivitas utama, yaitu : 1. Data reduction (reduksi data) Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. 2. Data display (penyajian data) Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif yang sering digunakan untuk menyajikan data adalah dengan teks yang bersifat naratif. 3. Conclusion drawing (verifikasi) Langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali mengumpulkan data di lapangan, maka kesimpulan yang dikemukakan adalah kesimpulan yang kredibel. C. Teknik Pengujian Keabsahan Data Untuk menjamin dan mencerminkan akurasi informasi yang dikumpulkan, digunakan beberapa teknik pengujian keabsahan data, yaitu :

1. Triangulasi yang meliputi : a. Dengan membandingkan (cross check) antara informasi yang satu dengan yang lain. Hal ini untuk melihat akurasi informasi yang diperoleh. b. Dengan membandingkan antara informasi dengan data sekunder. c. Dengan membandingkan antara informasi informan dengan hasil observasi.

2. Meningkatkan ketekunan Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Mengecek kembali data-data yang ditemukan, ada yang salah atau tidak. Untuk meningkatkan ketekunan peneliti membaca berbagai referensi buku, jurnal, hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi yang terkait dengan temuan yang diteliti. Dengan membaca berarti meningkatkan wawasan peneliti, sehingga dapat digunakan untuk memeriksa data yang ditemukan itu benar, dipercaya atau tidak.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Rumah Sakit

RS Ibnu Sina merupakan Rumah Sakit Umum Swasta, sebelumnya bernama Rumah Sakit 45. Pada tgl. 16 Juni 2003 telah dilakukan penyerahan kepemilikan dari Yayasan Andi Sose kepada Yayasan Wakaf UMI, yang ditanda tangani oleh Ketua Yayasan Andi Sose yaitu Bapak Dr. Hc. Andi Sose dan Ketua Yayasan Wakaf UMI Bapak Almarhum Prof. Dr. H. Abdurahman A. Basalamah,SE.MSi. Berdasarkan hak atas kepemilikan baru ini Yayasan Wakaf UMI diubah menjadi Rumah Sakit Ibnu Sina YW-UMI.

Rumah sakit ini berdiri diatas tanah 18.008 M2 dengan luas bangunan 12.025 M2, beralamat jalan Urip Sumoharjo Km5 Makassar,dan telah memiliki Sertifikat Akreditasi Rumah Sakit No. YM.01.10/III/1879/09, sertifikat tersebut diberikan sebagai pengakuan bahwa rumah sakit telah memenuhi standar pelayanan rumah sakit yang meliputi : Adminstrasi Manajemen, Pelayanan Medis, Pelayanan Gawat Darurat, Pelayanan Keperawatan, Rekan Medis dan status Akreditasi Penuh tingkat Dasar.

Dan sekarang telah ditetapkan Tipe Rumah Sakit Ibnu Sina berdasarkan Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 993/MENKES/SK/XI/2009 Tentang Penetapan Kelas Rumah Sakit Ibnu Sina YW-UMI Makassar, ditetapkan sebagai rumah 47 sakit umum swasta dengan Klasifikasi Kelas B ( Tipe B ).

Bidang-bidang yang ada di RS Ibnu Sina adalah :

1.Bidang Umum dan Operasional

2.Bidang Pelayanan Medik

3.Bidang Pendidikan

Visi, Misi, Nilai dan Motto Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar

Visi: Menjadi Rumah Sakit Pendidikan dengan Pelayanan Kesehatan yang Islami Ekselen dan Terkemuka di Indonesia

Misi:

1. Melaksanakan dan mengembangkan pelayanan kesehatan unggu yang menjunjung tinggi moral dan etika (Misi Pelayanan Kesehatan) 2. Melaksanakan dan mengembangkan pendidikan kedokteran dan profesional kesehatan (Misi Pendidikan) 3. Melangsungkan pelayanan dakwah dan bimbingan spiritual kepada penderita dan pengelola rumah sakit (Misi Dakwah)

4. Mengupayahkan perolehan finansial dari berbagai kegiatan rumah sakit (Misi Finansial) 5. Meningkatkan kesejahteraan pegawai (Misi Kesejahteraan)

Nilai:

1. Amanah (Jujur, Berdedikasi, dan Bertanggungjawab)

2. Profesional (Kompetensi dan Etika) 3. Akhlakqulqarimah (Menjaga silahturami,Saling Menghargai dan Kepedulian yang Tinggi)

Motto: Hati Tulus Melayani

2. Gambaran Umum Instalasi Farmasi Instalasi farmasi merupakan salah satu unit pelayanan yang ada di RS Ibnu Sina Makassar. Instalasi farmasi terletak di lantai dasar RS Ibnu Sina. Adapun visi, misi dan falsafah instalasi farmasi sebagai berikut: Visi: Menjadikan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Ibnu Sina sebagai unit penyelenggara pelayanan farmasi yang islami dan unggul, pendidikan farmasi yang diakui oleh semua konsumen langsung baik secara internal maupun eksternal yang berorientasi kepada pasien.

Misi: 1. Melaksanakan kepedulian farmasi yaitu penyediaan pelayanan langsung yang berkaitan dengan obat untuk mencapai hasil yang pasti dan meningkatkan mutu kehidupan pasien 2. Melaksanakan pendidikan farmasi yang menunjang tinggi etika moral islam 3. Menyelenggarakan pelayanan farmasi secara optimal mulai dan aspek manajemen dan aspek klinik 4. Memberikan pelayanan unggulan kepada pasien. Falsafah: Bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu serta terjangkau bagi setiap lapisan masyarakat. Tabel 3 Jumlah SDM menurut tingkat pendidikan di Instalasi Farmasi RS Ibnu Sina Makassar NO 1 2 3 4 5 PENDIDIKAN Apoteker AMDF S.Far S.Si SMF JUMLAH JUMLAH 3 Orang 2 Orang 5 Orang 1 Orang 4 Orang 15 Orang

3. Karakteristik Informan dan Variabel yang diTeliti

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar, yang berlangsung mulai tanggal 30 Maret sampai tanggal 13 April tahun 2012. Penelitian ini beriorintasi pada proses pengelolaan obat yang ada di rumah sakit ibnu sina makassar yang menyangkut gambaran tentang proses perencanaan obat, penganggaran obat, pengadaan obat, penyimpanan obat, pendistribusian obat dan penghapusan obat. Informan yang terlibat dalam penelitian ini yaitu kepala insatalasi farmasi, kepala ruangan bagian administrasi, kepala bagian pengelolaan, kepala bagian pengadaan dan kepala gudang. Adapun karakteristik informan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4 Karakteristik informan menurut Umur, Jenis Kelamin, Jabatan, Pendidikan Terakhir, di Instalasi Farmasi RS Ibnu Sina Makassar No 1 2 Kode Informan HA JS Umur (tahun) 25 31 Jenis Kelamin Pr Pr Lk Pr Lk Jabatan Kepala Instalasi Kepala ruang bagian administrasi Kepala bagian pengelolaan Kepala bagian pengadaan Kepala gudang Pendidikan Terakhir Apoteker S1 Farmasi S1 Farmasi D3 Farmasi SMK Farmasi

3 MYA 27 4 S 30 5 H 21 Sumber: Data Primer 2012

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan manajerial didalam pengelolaan logistik di instalasi farmasi yang meliputi perencanaan obat, penganggaran obat, pengadaan obat, penyimpanan obat, pendistribusian obat dan penghapusan obat di Instalasi Farmasi RS Ibnu Sina Makassar.

Berdasarkan hasil wawancara, telaah dokumen, dan observasi tentan dimensi dan indikator penelitian maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut : 1. Perencanaan Obat Proses perencanaan obat adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan jenis dan jumlah obat yang dibutuhkan oleh rumah sakit yang disesuaikan dengan pola penyakit yang ada dan kebutuhan dalam proses pelayanan serta menghindari terjadinya kekosongan obat. Dalam perencanaan obat penyusunan item obat dapat dilakukan berdasarkan metode konsumsi, morbiditas, ataupun kombinasi dari keduanya. Berdasarkan wawancara mendalam (indept interview) tentang kepemilikan formularium dan perencanaan obat yang sesuai dengan formularium di instalasi farmasi RS Ibnu Sina, didapatkan informasi dari kepala instalasi (HA, 25 tahun) yaitu: ada formularium ya, disesuaikan dengan formularium tapi kadang tidak Informasi juga didapatkan dari informan (S, 30 tahun): ada formularium tapi belum berjalan dengan baik ya tapi kadang tidak, lebih disesuaikan kebutuhan saja

Dari hasil wawancara diatas diketahui bahwa insatalasi farmasi memiliki formularium tetapi tidak semua perencanaan disesuaikan dengan formularium, ada juga yang hanya berdasarkan kebutuhan.

Adapun pertanyaan mengenai perencanaan sesuai kebutuhan, metode yang digunakan diperoleh informasi dari (S, 30 tahun) yaitu: ya metode konsumsi Adapun pertanyaan mengenai pertimbangan dalam penentuan kebutuhan diperoleh informasi dari (JS, 31 tahun) yaitu: epidemiologi dan stok akhir bulan Informasi juga didapatkan dari informan (S, 30 tahun): berdasarkan penggunaan obat di bulan sebelumnya dan berdasarkan jumlah pasien Informasi juga didapatkan dari informan (MYA, 27 tahun): meihat obat yang paling sering keluar, obat yang menyelamatkan jiwa Dari hasil wawancara diatas diketahui bahwa rumah sakit ibnu sina menggunakan metode konsumsi. Metode konsumsi digunakan dengan

pertimbangan penggunaan obat bulan sebulumnya atau melihat sisa stok akhir bulan. Pertimbangan lain juga yang dilihat saat penentuan kebutuhan obat yaitu berdasarkan jumlah pasien dan epidemiologi. Adapun pertanyaan mengenai evaluasi perencanaan kebutuhan obat diperoleh informasi dari informan (HA, 25 tahun) yaitu: dengan melihat stok obat yang disesuaikan dengan kebutuhan Adapun pertanyaan tentang kendala yang dihadapi saat perencanaan kebutuhan obat, diperoleh informasi dari (S, 30 tahun) yaitu: jumlah pasien tiba-tiba meningkat

Informasi juga didapatkan dari informan (MYA, 27 tahun): pola penyakit berubah-ubah dan jumlah pasien meningkat Informasi juga didapatkan dari informan (JS, 31 tahun): sistem IT yang tidak real, sehingga data stok akhir bulan dihitung secara manual Dari hasil wawancara diatas diketahui bahwa dalam proses evaluasi perencanaan hanya disesuaikan dengan stok akhir bulan yang disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan di rumah sakit. Namun evaluasi perencanaan mengalami kendala jika sewaktu-waktu jumlaha pasien meningkat dan pola penyakit yang berubah-ubah. Kendala lain yaitu sistem IT komputer yang tidak real yang mengakibatkan petugas harus menghitung stok akhir bulan secara manual. 2. Penganggaran Obat Penganggaran adalah semua kegiatan dan usaha untuk merumuskan perincian penentuan kebutuhan dalam suatu standar tertentu, yaitu skala mata uang dan jumlah biaya dengan memperhatikan pengarahan dan pembatasan yang berlaku baginya (Subagya, 1994 dalam Nurillahidayati, 2009). Fungsi penganggaran adalah menyangkut kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha untuk merumuskan perincian penentuan kebutuhan dalam suatu skala standar yaitu dengan skala mata uang (Soerjono Seto, 2001). Berdasarkan wawancara mendalam (indept interview) tentang darimana sumber pengganggaran untuk pengadaan obat, didapatkan informasi dari kepala instalasi (JS, 31 tahun) yaitu: sumber anggaran dari rumah sakit

Adapun pertanyaan mengenai prosedur pengganggaran diperoleh informasi dari (HA, 25 tahun): diusulkan berdasarkan surat pesanan yang telah desetujui oleh wadir pelayanan medis, wadir keuangan dan kepala instalasi farmasi Adapun pertanyaan mengenai kecukupan alokasi dana diperoleh informasi dari (S, 30 tahun): ya, cukup Adapun pertanyaan mengenai efisiensi anggaran untuk penyediaan obat diperoleh informasi dari (MYA, 27 tahun): di pesan berdasarkan kebutuhan agar obat tidak banyak menumpuk Adapun pertanyaan mengenai kendala dalam penganggaran diperoleh informasi dari (H, 21 tahun): kalau dari keuangan belum bayar PBF itu saja kendalanya. Kalau nda dibayar PBF nda ada lagi pengorderan, nda melayani lagi PBF Dari hasil wawancara diatas diketahui bahwa anggaran untuk pengadaan obat bersumber dari rumah sakit, dimana rumah sakit memenuhi alokasi dana untuk pengadaan obat yang telah direncanakan. Penganggaran tersebut disetujui oleh kepala instalasi farmasi, wadir pelayanan medis dan wadir keuangan. Beberapa informan menyatakan bahwa tidak ada masalah dalam penganggaran, namun masalah dihadapi jika bagian keuangan belum membayar ke PDF yang menyebabkan PDF tidak melakukan pengorderan ke instalasi farmasi rumah sakit. 3. Pengadaan Obat

Proses pengadaan obat didasarkan pada usulan perencanaan obat yang melalui tahap pembiayaan, pemilihan pemasokan dan pembelanjaan/ pembelian. Dalam pengadaan obat yang perlu diperhatikana yaitu kesesuaian pengadaan obat yang sesuai perencanaan, metode yang digunakan dalam pengadaan serta ketepatan waktu kedatangan obat. Berdasarkan wawancara mendalam (indept interview) tentang pengadaan obat di rumah sakit apakah sesuai dengan perencanaan, didapatkan informasi dari kepala instalasi (HA, 25 tahun) yaitu: ada yang sesuai ada yang tidak Informasi juga didapatkan dari informan (MYA, 27 tahun): sudah sesuai, karena dilihat dari surat pesanan Adapun pertanyaan mengenai metode yang digunakan dalam pengadaan obat diperoleh informasi dari (HA, 25 tahun): pengadaan langsung, artinya pihak atau bagian pengadaan langsung menghubungi pihak distribusi untuk memesan obat Informasi juga didapatkan dari informan (S, 30 tahun): pembelian langsung, tidak pake tender Adapun pertanyaan mengenai ketersediaan obat dalam proses pengadaan, apakah tepat waktu diperoleh informasi dari (MYA, 27 tahun): masih kurang, dikarenakan ada juga pesanan obat yang datang terlambat Adapun pertanyaan mengenai kendala yang dihadapi dalam pengadaan obat diperoleh informasi dari (JS, 31 tahun):

pengantaran pesanan obat yang kadang terlambat Informasi juga didapatkan dari informan (MYA, 27 tahun): barang obat/ alkes kosong, pengataran barang lama datang Informasi juga didapatkan dari informan (H, 21 tahun): biasa PBF yang tidak melayani kalo faktur belum dibayar Dari hasil wawancara diatas diketahui bahwa instalasi farmasi rumah sakit ibnu sina makassar melakukan pengadaan sesuai perencanaan. Namun kadang pengadaan tidak sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat juka sewaktu-waktu terjadi permintaan mendadak karena pola penyakit dan jumlah pasien yang tiba-tiba meningkat. Proses pengadaan menggunakan metode pengadaa atau pembelian langsung, dimana petugas langsung menghubungi distributor untuk memesan dan mendistribusikan pesanan. Waktu kedatangan obat kadang sesuai dan tidak dengan kesepakan awal. PDF kadang terlambat mendistribusikan pesanan ke rumah sakit yang mengakibatkan masalah bagi rumah sakit karena obat datang tidak tepat waktu sesuai dengan kebutuhan obat untuk digunakan. 4. Penyimpanan Obat Penyimpanan obat adalah kegiatan penyimpanan obat dengan

memperhatikan proses penyimpanan obat, metode yang digunakan dalam penyimpanan obat, sarana dan prasarana untuk penyimpanan obat, dan pengaturan tata ruang dalam penyimpanan obat. Berdasarkan wawancara mendalam (indept interview) tentang proses penyimpanan obat diperoleh informasi dari (JS, 31 tahun):

obat diterima kemudian digudang, dipisahkan antara obat reguler dan askes Informasi juga didapatkan dari informan (H, 21 tahun): pas datang diterima dulu, diperiksa faktur, ditanda tangan, sudah proses penyimpanan Adapun pertanyaan mengenai metode yang digunakan dalam penyimpanan obat diperoleh informasi dari (MYA, 27 tahun): digudang berdasarkan abjad, bentuk dan bahan berbahaya, di apotek berdasarkan farmakologi Informasi juga didapatkan dari informan (H, 21 tahun): FIFO, yang dulu masuk itu yang dulu keluar Adapun pertanyaan mengenai sarana dan prasarana dalam penyimpanan obat diperoleh informasi dari (HA, 25 tahun): belum memadai Adapun pertanyaan mengenai kendala dalam penyimpanan obat diperoleh informasi dari (MYA, 27 tahun): ruangan yang tidak memadai Informasi juga didapatkan dari informan (S, 30 tahun): tempat sempit tapi obatnya banyak Dari hasil wawancara diatasdiketahui bahwa proses penyimpanan obat dilihat dari awal obat itu datang, diterima oleh petuga, disimpan digudang dan dipisahkan antara reguler dan askes. Penyimpanan juga dilakukan secara alfabet, suhu, bentuk maupun farmakologi, dimana kemudian obat di distribusikan dengan

metode FIFO yaitu obat yang pertama datang itu yang pertama keluar. Sarana dan prasarana dalam penyimpanan belum begitu memadai diakibatkan kondisi gudang yang sempit dengan banyaknya obat yang menyebabkan petugas tidak leluasa dalam bergerak di gudang. 5. Pendistribusian Obat Pendistribusian obat merupakan suatu rangkaian kegiatan pengiriman obat yang sesuai jenis dan jumlah yang dibutuhkan, dan tepat waktu sampai ke unit pelayanan yang membutuhkan obat tersebut. Berdasarkan wawancara mendalam (indept interview) tentang proses pendistribusian obat diperoleh informasi dari (HA, 25 tahun): gudang farmasi ke apotek rawat inap, apotek rawat jalan dan unit perawatan Adapun pertanyaan mengenai syarat tertentu didalam pendistribusian obat diperoleh informasi dari (MYA, 27 tahun): berdasarkan ampra pesanan yang ditanda tangani kepala instalasi Informasi juga didapatkan dari informan (HA, 25 tahun): ada, untuk unit perawatan hanya cairan dasar dan alat kesehatan Adapun pertanyaan mengenai sarana dan prasarana memadai pada saat pendistribusian diperoleh informasi dari (JS, 31 tahun): tidak, belum memadai Adapun pertanyaan mengenai kendala yang didapatkan saat pendistribusian obat diperoleh informasi dari (HA, 25 tahun): tidak ada troli

Informasi juga didapatkan dari informan (S, 30 tahun): kalau ada resep tidak ada obatnya dan tidak mencatat kalau ada kekosongan obat di apotik Dari hasil wawancara diatas diketahui bahwa pendistribusian dilakukan dari gudang farmasi ke apotek (rawat jalan dan rawat inap) dan unit perawatan. Pendistribusian dapat dilakukan dengan adanya ampra. Khusus unuk unit perawatan, pendistribusian hanya dilakukan untuk pesanan cairan dasar dan alat kesehatan. Sarana dan prasarana dalam pendistribusian belum memadai dikarenakan rumah sakit tidak memiliki troli yang biasa digunakan untuk mendistribusikan pesanan ke apotek dan unit perawatan. Selain tidak adanya troli, kendala lain yang dihadapi jika terjadi kekosongan obat di gudang.

6. Penghapusan Obat Penghapusan merupakan rangkaian pembebasan obat-obatan milik negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan wawancara mendalam (indept-interview) dengan semua informan, diperoleh informasi bahwa selama ini rumah sakit tidak pernah melakukan penghapusan obat. Adapun pertanyaan mengenai penghapusan obat diperoleh informasi dari (HA, 25 tahun): tidak pernah dilakukan penghapusan di rumah sakit Informasi juga didapatkan dari informan (MYA, 27 tahun): tidak pernah ada, mungkin juga karna terlalu ribet kalau mau penghapusan, jadi obat di tumpuk saja

B. Pembahasan Pengelolaan obat di rumah sakit merupakan aspek penting dalam manajemen rumah sakit. Ketersediaan obat sangat tergantung pada bagaimana proses pengelolaan obat yang ada di instalasi farmasi rumah sakit. Pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang di mulai dari perencanaan, penganggaran, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, pemeliharaan dan penghapusan (Subagya, 1994).

1. Perencanaan Obat Perencanaan merupakan dasar tindakan manajer untuk dapat menyelesaikan tugas pekerjaannya dengan baik. Sebelum perencanaan ditetapkan, umumnya didahului oleh prediksi atau ramalan tentang peristiwa yang akan datang (Seto dkk, 2004). Tahap pemilihan obat untuk menentukan obat yang benar-benar dibutuhkan sesuai dengan populasi penduduk berdasarkan pola penyakit yang ada. Perencanaan obat di instalasi farmasi RS Ibnu Sina dilakukan berdasarkan formularium yang dimiliki rumah sakit. Tetapi tidak semua perencanaan

berdasarkan formularium, instalasi farmasi rumah sakit ibnu sina melakukan perencanaan lebih didasarkan pada kebutuhan pelayanan. Proses perencanaan obat di instalasi farmasi disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan rumah sakit, seperti dengan melihat kebutuhan obat bulan sebelumnya yang menjadi dasar penentuan kebutuhan obat untuk bulan berikutnya. Formularium rumah sakit merupakan penerapan konsep obat esensial di rumah sakit yang berisi daftar obat dan informasi penggunaannya. Obat yang termasuk dalam daftar formularium merupakan obat pilihan utama (drug of choice) dan obat-obat alternatifnya. Seleksi obat yang tepat melalui system formularium rumah sakit, banyak keuntungan yang didapat antara lain meningkatkan mutu terapi obat, dan menurunkan kejadian efek samping obat. Formularium juga meningkatkan efisiensi pengadaan, pengelolaan obat serta meningkatkan efisiensi pengadaan, pengelolaan obat serta meningkatkan efisiensi

dalam manajemen persediaan, sehingga pada akhirnya akan menurunkan biaya pelayanan kesehatan secara keseluruhan (Anonim, 2002a dalam sesil). Penentuan kebutuhan obat harus dilaksanakan dengan baik oleh apoteker maupun tenaga farmasi untuk menghindari terjadinya kekosongan maupun kelebihan jenis obat. Perhitungan kebutuhan obat untuk menentukan kebutuhan obat dilakukan pendekatan perhitungan konsumsi, morbiditas maupun kombinasi keduanya. Penentuan obat di RS Ibnu Sina disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan dan pola penyakit. Metode yang digunakan dalam penentuan kebutuhan obat di RS Ibnu Sina Makassar adalah metode konsumsi. Pemilihan metode ini didasarkan pada penggunaan obat oleh pasien bulan sebelumnya atau didasarkan pada usulan atau permintaan obat dari tiap depo dan dokter. Metode konsumsi digunakan atas dasar konsumsi obat bulan sebelumnya. Keunggulan metode konsumsi adalah data yang dperoleh akurat, metode paling mudah, tidak memerlukan data penyakit maupun standar pengobatan. Jika data konsumsi lengkap pola penulisan tidak berubah dan kebutuhan relatif konstan maka kemungkinan kekurangan maupun kelebihan obat sangat kecil.

Kekurangannya antara lain tidak dapat untuk mengkaji penggunaan obat dalam perbaikan penulisan resep, kekurangan dan kelebihan obat sulit diandalkan, tidak memerlukan pencatatan data morbiditas yang baik. Sejalan dengan penelitian di puskesmas kampala sinjai (Mangindara, 2011) yang menyatakan perencanaan obat di puskesmas kampala kebutuhan obat tahun sebelumnya (metode konsumsi). didasarkan pada

Pertimbangan dalam penentuan kebutuhan obat di instalasi farmasi dilihat dari berbagai hal, seperti penggunaan obat dibulan sebelumnya, epidemiologi dan jumlah pasien. Pertimbangan tersebut menjadi dasar perencanaan sehingga kebutuhan obat terpenuhi dalam periode pelayanan farmasi dan diharapkan dengan adanya pertimbangan tersebut tidak terjadi kelebihan obat di gudang farmasi yang menyebabkan kadarluasa obat dan tidak dapat digunakan. Untuk mengatasi kelebihan obat yang dapat menyebabkan kadarluasa obat, maka dalam perencanaan untuk proses pengadaan, obat tidak dipesan langsung untuk kebutuhan satu bulan, tetapi dipesan secara bertahap untuk memenuhi kebutuhan obat dalam satu atau dua minngu kedepan. Seperti jika rumah sakit memerlukan 100 biji ampisilin untuk satu bulan, pengadaan awal hanya 30 atau 40 biji, jika dilihat kembali dan obat tersebut hampir habis, makan dipesan kembali ke PBF untuk memenuhi sisa kebutuhan bulan tersebut. Dalam penerapannya rumah sakit menggunakan metode konsumsi dalam perencanaan, namun pertimbangan perencanaan juga melihat dari epidemiologi dikarenakan pola penyakit yang kadang berubah-ubah dan meningkat yang menyebabkan rumah sakit harus melihat kenyataan ini dan menyiapkan obatobatan sesuai penyakit yang ada saat itu. Tahap evaluasi merupakan langkah akhir dari proses perencanaan obat. Teknik manajemen dalam meningkatkan efektifitas dan efesiensi dilakukan dengan analisa ABC dan analisa VEN. Perencanaan yang telah dibuat harus dilakukan koreksi dengan menggunakan analisa nilai ABC untuk koreksi terhadap aspek ekonomi, karena suatu jenis obat dapat memakan anggaran besar

disebabkan pemakaiannya banyak atau harganya mahal. Dengan analisis nilai ABC ini, dapat diidentifikasi jenis-jenis obat yang dimulai dari golongan obat yang membutuhkan biaya terbanyak. Analisa juga dapat dilakukan dengan metode VEN (Vital, Esensial dan Non Esensial) untuk koreksi terhadap aspek terapi, yaitu denganmenggolongkan obat kedalam tiga kategori. Kategori V atau vital yaitu obat yang harus ada yang diperlukan untuk menyelamatkan kehidupan, kategori E atau essensial yaitu obat yang tergolong efektif untuk menyembuhkan penyait, dan kategori N atau non essensial yaitu meliputi berbagai bacam obat yang digunakan untuk penyakit yang dapat sembuh sendiri, obat yang diragukan manfaatnya dibandigkan obat lain yang sejenis. Proses evaluasi perencanaan kebutuhan obat di instalasi farmasi RS Ibnu Sina hanya didasarkan pada stok obat bulan sebelumnya yang juga disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan. Selain melihat stok akhir bulan, instalasi farmasi juga memperhatikan faktur pesanan dan resep dari dokter. Instalasi farmasi RS Ibnu Sina juga menghadapi beberapa kendala dalam proses perencanaan, seperti sistem informasi dari data komputer yang tidak real sehingga mengakibatkan penghitungan kebutuhan obat secara manual. Data komputeer yang tidak real dikarenakan gangguan teknis dari komputer dan keterbatasan tenaga farmasi dalam menggunakan komputer. Jumlah pasien yang meningkat dan pola penyakit yang berubah juga merupakan kendala dalam perencanaan. Dengan jumlah pasien yang meningkat dan pola penyakit yang berubah maka apoteker dan tenaga farmasi rumah sakit

ibnu sina menangani masalah tersebut dengan segera menghubungi PBF untuk melakukan pendistribusian obat agar dapat tetap melayani kebutuhan pelayanan. 2. Penganggaran Obat Penganggaran merupakan perencanaan keuangan perusahaan yang dipakai sebagai dasar pengendalian (pengawasan) keuangan perusahaan untuk periode yang akan datang. Anggaran merupakan suatu rencana jangka pendek yang disusun berdasarkan rencana kegiatan jangka panjang yang telah ditetapkan dalam proses penyusunan program. Dimana anggaran disusun oleh manajemen untuk jangka waktu satu tahun, yang nantinya akan membawa perusahaan kepada kondisi tertentu yang diinginkan dengan sumber daya yang ditentukan (Supriyono, 1990). Penganggaran untuk pengadaan obat di rumah sakit ibnu sina semuanya bersumber dari rumah sakit. Meskipun rumah sakit bekerjasama dengan yayasan, namun penganggaran obat hanya bersumber dari rumah sakit. Tahapan penganggaran dalam pengadaan obat melalui prosedur yang ditetapkan melalui surat pesanan (SP) yang telah disetujui oleh wakil direktur pelayanan medis, wakil direktur keuangan dan kepala instalasi farmasi. Kemudian diserahkan kepada PBF. Alokasi dana dalam pengadaan obat di rumah sakit ibnu sina selalu tercukupkan dikarenakan tidak adanya patokan harga atau biaya yang ditetapkan rumah sakit. Tetapi rumah sakit menyediakan dana sesuai dengan banyaknya permintaan pengadaan obat untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan. Penganggaran dalam pengadaan obat biasanya mencapai Rp.800.000.000,00 dan

penganggaran paling tinggi mencapai RP.1.000.000.000,00 untuk satu bulan pengadaan obat. Tidak ada kendala yang signifikan dalam penganggaran obat dikarenakan rumah sakit selalu menyediakan anggaran untuk pengadaan obat. Namun menurut salah seorang informan kendala yang dihadapi jika bagian keuangan belum membayar ke PBF maka tidak dilakukan pengorderan atau PBF tidak melayani pengadaan obat. 3. Pengadaan Obat Pengadaan merupakan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan (dengan peramalan yang baik), maupun penganggaran. Didalam pengadaan dilakukan proses pelaksanaan rencana pengadaan dari fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan, serta rencana pembiayaan dari fungsi penganggaran (Seto, dkk, 2004). Pengadaan obat di instalasi farmasi rumah sakit ibnu sina disesuaikan dengan perencanaan, tetapi ada