Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

39
KOMUNIKASI DALAM KELUARGA UTUH Komunikasi dalam keluarga utuh dapat dengan baik dimengerti melalui pola komunikasi keluarga. Pola komunikasi keluarga berasal dari suatu proses dimana keluarga saling berbagi relitas sosial dan secara luas menetapkan empat tipe keluarga. Setiap jenis keluarga digolongkan oleh sikap komunikasi (yang terlihat/ jelas) yang memungkinkan setiap jenis pola komunikasi untuk berfungsi dengan baik, meskipun setiap tipe memiliki kelebihan dan kekurangan dalam aspek berbeda di kehidupan keluarga, seperti dalam resolusi konflik atau pembuatan kebijakan. Dikarenakan otoritas orangtua cukup kuat dalam keluarga utuh, pola pernikahan dan pola pengasuhan orangtua memiliki pengaruh yang sangat besar dalam suatu keluarga yang utuh jika dibandingkan dengan keluarga yang tidak utuh. MENDEFINISIKAN KELUARGA UTUH Secara historis, terdapat tiga perspektif yang mendefinisikan keluarga (Wamboldt & Reis, 1991). Definisi Struktural didasarkan pada kehadian atau ketidakhadiran anggota keluarga misalnya, orangtua atau anak dan membedakan antara, keluarga asal, keluarga dari ayah/ berpenghasilan, dan perluasan keluarga. Definisi Psychosocial task (tugas psikososial) didasarkan pada kelompok atau orang-orang yang menyelesaikan tugas tertentu bersama-sama, sebagai contoh memperbaiki rumah, mendidik anak, dan saling memberikan dukungan materi dan moril terhadap satu sama lain. Definisi Transactional (tanggapan) didasarkan pada sikap kelompok

description

komunikasi dalam keluarga utuh

Transcript of Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

Page 1: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

KOMUNIKASI DALAM KELUARGA UTUH

Komunikasi dalam keluarga utuh dapat dengan baik dimengerti melalui pola komunikasi

keluarga. Pola komunikasi keluarga berasal dari suatu proses dimana keluarga saling berbagi

relitas sosial dan secara luas menetapkan empat tipe keluarga. Setiap jenis keluarga digolongkan

oleh sikap komunikasi (yang terlihat/ jelas) yang memungkinkan setiap jenis pola komunikasi

untuk berfungsi dengan baik, meskipun setiap tipe memiliki kelebihan dan kekurangan dalam

aspek berbeda di kehidupan keluarga, seperti dalam resolusi konflik atau pembuatan kebijakan.

Dikarenakan otoritas orangtua cukup kuat dalam keluarga utuh, pola pernikahan dan pola

pengasuhan orangtua memiliki pengaruh yang sangat besar dalam suatu keluarga yang utuh jika

dibandingkan dengan keluarga yang tidak utuh.

MENDEFINISIKAN KELUARGA UTUH

Secara historis, terdapat tiga perspektif yang mendefinisikan keluarga (Wamboldt & Reis, 1991).

Definisi Struktural didasarkan pada kehadian atau ketidakhadiran anggota keluarga misalnya,

orangtua atau anak dan membedakan antara, keluarga asal, keluarga dari ayah/ berpenghasilan,

dan perluasan keluarga. Definisi Psychosocial task (tugas psikososial) didasarkan pada

kelompok atau orang-orang yang menyelesaikan tugas tertentu bersama-sama, sebagai contoh

memperbaiki rumah, mendidik anak, dan saling memberikan dukungan materi dan moril

terhadap satu sama lain. Definisi Transactional (tanggapan) didasarkan pada sikap kelompok

atau teman karib/ pasangan intim yang menciptakan identitas sosial dengan ikatan emosional dan

pengalaman dari suatu sejarah dan masa depan (secara lebih detail lihat Fitzpatrick dan Ritchie,

1993).

Mendefinisikan suatu keuarga sebagai utuh, member kesan, hanya berasal dari perspektif

struktural, yang berfokus pada siapa bagian dari keluarga dan dimana keutuhan bergantung pada

keluarga yang seluruh anggotanya berasal dari mereka, sebagai contoh, orangtua dan anak dalam

Keluarga yang berpenghasilan/ mengkasilkan. Dua perspektif lainnya, secara kontras, berfokus

pada apa yang dilakukan oleh suatu keluarga dan bagaimana cara mereka melakukannya, yang

sedikit memungkinkan perspektif- perspektif ini mendefinisikan keluarga sebagai utuh. Dari

perspektif-perspektif ini, keluarga dapat berasal dari sekumpulan manusia manapun yang

memenuhi fungsi masing-masing sebagai satu keluarga, tanpa menghiraukan stuktur dari

Page 2: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

kelompok tersebut. Sebagai tambahan, keutuhan merupakan atribut yang pasti (mesti ada),

mengingat keberadaan fungsi tergantung pada rangkaian kesatuan. Keutuhan adalah binominal

(utuh vs. tidak utuh) mengingat fungsi dapat dilihat/ dinilai berdasarkan kisaran nilai-nilai mulai

dari sama sekali tidak berfungsi ke berfungsi dengan sempurna. Sesuai dengan judul dalam bab

ini, pada bab ini kita akan membahas mengenai definisi struktural dalam keluarga.

Pernyataan ini lebih dari sekedar permasalahan teknis, dikarenakan ketika peneliti atau orang

awam pada umumunya memikirkan dan menulis tentang keluarga. Ketiga pandangan teoritis

seringkali tercampur (Fitzpatrick & Caughlin, 2002). Maka dari itu, kebanyakan orang akan

memperdebatkan mengenai definisi yang didasarkan pada (hanya) satu dari ketiga perspektif

yang dapat mencakup secara keseluruhan konsep teoritis mengenai keluarga. Sebagai contoh,

satu keluarga yang terdiri dari 2 orangtua dan anak biologis mereka, penjelasan tersebut bisa

dianggap memenuhi suatu definisi struktural keluarga, tetapi, jika orangtua jarang berbicara/

berkomunikasi dengan anak-anaknya, maka, keluarga tersebut dianggap tidak mengembangkan

identitas bersama dan sebagai suatu kelompok, mereka dianggap tidak memiliki atribut mendasar

sebagai satu keluarga. Sama halnya dengan dua orang tua tunggal (hidup berdekatan), yang

membesarkan anak mereka bersama-sama juga dianggap tidak memiliki beberapa dari atribut

satu keluarga, meskipun mereka memiliki persyaratan psikososial atau definisi transaksional.

Dengan kata lain, meskipun secara teoritis dianggap mungkin untuk mendefinisikan keluarga

dari hanya satu perspektif, dalam praktek keluarga biasanya didefinisikan dari keseluruhan tiga

perspektif secara bersamaan. Dampaknya, dalam konteks komunikasi keluarga, “utuh” biasanya

menyiratkan “berfungsi dengan baik,” dan “berfungsi dengan baik” sebagai “utuh.”

Menyamakan arti utuh dengan berfungsi baik, bagaimanapun, dapat menjadi permasalahan bagi

sarjana komunikasi, khususnya jika hubungan antara struktur dan fungsi hanya bersifat tersirat

dan tidak dibuat secara eksplisit. Sebagaimana dibahas sebelumnya, definisi tugas psikososial

dalam keluarga (psychosocial task) ataupun definisi transaksional tidak hanya membutuhkan

keutuhan struktural, tapi juga mempersyaratkan agar satu kelompok memenuhi fungsi tertentu.

Di saat yang sama, definisi struktural hanya didasarkan pada keanggotaan kelompok dan tidak

mempersyaratkan fungsi tertentu. Secara teoritis, secara struktur suatu keluarga secara definisi

tidak perlu berfungsi dengan baik, dan secara fungsional yang didefinisikan sebagi suatu

keluarga tidak perlu memiliki keutuhan struktural. Berasumsi bahwa struktur yang utuh adalah

Page 3: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

keluarga berfungsi dengan baik dapat menyemarkan faktor penyebab yang penting dari fungsi

keluarga. Faktanya, terdapat banyak alasan yang memberi kesan bahwa secara struktural

keluarga utuh dapat berfungsi lebih baik dibandingkan dengan keluarga tidak utuh. Dalam

keluarga utuh, ikatan antara orangtua dan anak biasanya lebih kuat dan dekat dikarenakan lebih

tahan dan tidak terganggu oleh peristiwa seperti perceraian atau kematian orangtua (Noller &

Fitzpatrick, 1993). Keluarga utuh pada umumnya menagalami lebih sedikit konflik dan stress

dibandingkan dengan keluarga dimana orangtua mengalami perceraian, tinggal terpisah, atau

menjanda (Gano-Philips & Fincham, 1995). Lebih lanjut, keluarga utuh biasanya memiliki

sumberdaya ekonomi dan sosial yang lebih dan tersedia bagi mereka (Gringlas & Weinraub,

1995; Kissman & Allen, 1993). Meski tidak ada satupun dari faktor-faktor tersebut ditujukan

untuk peran keluarga, jika digabungkan, faktor-faktor tersebut memberikan keluarga utuh

keunggulan signifikan (serta kemungkinan untuk berfungsi dengan baik) terhadap keluarga yang

tidak utuh.

“Utuh” biasanya menyiratkan “berfungsi baik” dalam pikiran banyak peneliti dan pembaca

dikarenakan konstruksi teoritis keluarga didefinisikan berdasarkan pada kompetisi dan

pendekatan independen terhadap struktur ataupun fungsi. Sebagai tambahan, melalui sejumlah

variabel mediasi, kedekatan dan fungsi secara empiris berkorelasi. Meskipun korelasi empiris

antara keutuhan dan fungsi memberikan kesan bahma meminimalisir dampak buruk dapat

dilakukan melalui penyeragaman satu dengan lainnya, dari sudut pandang teoritis, penting untuk

mengenali definisi tersendiri dan berfokus pada variabel mediasi yang menghubungkan struktur

dan fungsi.

Agar dapat lebih berfungsi , faktor penting lainnya yang membedakan mereka dari keluarga tidak

utuh adalah kestabilan hubungan orangtua (biasanya pernikahan ). Karena biasanya, pada kondisi

normal, anak-anak tidak dapat meninggalkan orangtuanya, kestabilan dalam hubungan orangtua

lah yang menentukan keutuhan keluarga. Fakta yang tampak tidak berbahaya ini memiliki

implikasi penting dalam komunikasi keluarga, secara khusus dalam hal kekuatan ikatan orangtua

dan anak dalam keluarga.

Page 4: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

Hubungan orangtua yang kuat mengindikasikan bahwa orangtua dalam suatu keluarga utuh

memiliki hubungan keintiman yang lebih baik dibandingkan dengan keluarga tidak utuh1, yang

mana seharusnya memiliki dampk positif terhadap kepuasan pribadi mereka dan, sebagai

lanjutan, untuk hubungan mereka dengan anak mereka (Gano- Phillips & Fincham, 1995; Noller

& Fitzpatrick, 1993). Sebagai tambahan, pasangan-pasangan tersebut memiliki hubungan yang

intim dan saling memenuhi yang memiliki sejarah dan kebebasan masa depan dari anak-anak

mereka. Individu dalam pasangan ini juga mampu untuk membentuk koalisi bersama pasangan

mereka dalam kondisi konflik dengan anak mereka dan untuk mendukung satu sama lain dalam

kondisi menantang dan tertekan. Sebagai suatu konsekuensinya, orangtua dalam keluarga utuh

dapat menggantungkan diri satu sama lain untuk mendapatkan dukungan moral. Sebaliknya,

orangtua dalam keluarga tidak utuh biasanya kurang mendapatkan hubungan yang mendukung

dengan orang dewasa lainnya (Burrel, 1995). Konsekuensinya, para orangtua ini seringkali

merasa lebih bergantung dengan anak-anak mereka.

Kesimpulan, , meskipun memberikan label satu keluarga sebagai utuh pada awalnya adalah , satu

pernyataan mengenai keluarga, untuk kedua alasan teoritis dan empiris. Sebagai tambahan,

dalam keluarga utuh biasanya orangtua memiliki posisi yang lebuh kuat dalam keluarga jika

dibandingkan dengan keluarga tidak utuh dank arena itu orangtua dalam keluarga utuh memiliki

pengaruh yang lebih kuat dalam sikap komunikasi keluarga.

Keluarga Utuh dalam Masyarakat Amerika

Meskipun peningkatan kelahiran anak di Amerika Serikat terus bertambah pada pola keluarga

non-tradisional, berdasarkan sensus terakhir, sebagian besar mayoritas anak-anak (71%) tinggal

dalam keluarga yang dikepalai oleh dua orang dewasa (heteroseksual). Anak-anak dalam

keluarga ini, 78% tinggal bersama kedua orangtua biologis mereka, 19% tinggal dalam keluarga

dengan salah satu orangtua angkatnya, dan 3% tinggal dalam keluarga yang dikepalai oleh dua

orang dewasa yang tidak menikah (Fields, 2001). Keluarga utuh yang dipimpin oleh dua orang

dewasa (heteroseksual) masih merupakan bentuk keluarga yang paling dominan dalam

1 Tentu saja, tidak semua orangtua yang tetap mempertahankan pernikahannya memiliki hubungan yang memuaskan. Terdapat banyak sekali jumlah orangtua yang berada dalam kondisi pernikahan yang kurang memuaskan tetapi tetap bersama karena beberapa alasan, mencakup ekonomi, agama, dan untuk kepentingan anak. Dalam waktu yang besamaan, beberapa orangtua tunggal ataupun yang mengalami perceraian mendapatkan hubungan keintiman yang dianggap memuaskan dari pasangan yang tidak mereka nikahi.

Page 5: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

masyarakat Amerika, dan memahami komunikasi dalam keluarga utuh merupakan hal yang

sangat penting bagi para saejana dan orang awam yang tertarik mengenai permasalahan

komunikasi keluarga.

Meskipun keluarga utuh seringkali dianggap sebagai cara yang paling alami dan sangat normatif

untuk membesarkan anak-anak, tetapi peneliti memberi perhatian lebih dalam melakukan

investigasi terhadapa keluarga yang tidak utuh (liat bab 10-13), komunikasi dalam keluarga utuh

dianggap tidak memiliki masalah dan juga menantang. Padahal sebaliknya, jauh dari kesan

sebagai kelompok homogeny yang menghasilkan sikap serupa dan mengarah hanya pada hasil

positif bagi keluarga, individu anggota keluarga, dan masyarakat secara luas, keluarga utuh

menunjukkan rentang yang luas dalam sikap komunikasi yang berhubungan dengan dampak

positif dan negatif bagi keluarga dan anggotanya. Sebagai tambahan, tidak ada satu pola dalam

komunikasi keluarga yang bisa digunakan untuk seluruh keluarga. Faktanya, sebagaimana dalam

penelitian kami mengenai tipe kelurga dalam beberapa dekade, telah menunjukkan tipe-tipe yang

berbeda dari fungsi keluarga yang menghasilkan pola komunikasi yang sangat berbeda.

Oleh karena itu, tidak ada cara yang mudah untuk menggambarkan komunikasi keluarga dalam

keluraga utuh. Lebih baik lagi, pemahaman mengenai komunikasi dalam keluarga utuh

membutuhkan pertimbangan dari tipe-tipe keluarga utuh yang berbeda, setiap dari mereka

memiliki pola komunikasinya sendiri dan kekurangan serta kelebihan dari setiap pola. Sampai

disini, kita akan membahas akar dari pola komunikasi dan bagaimana pola komunikasi

menetapkan berbagai tipe yang berbeda dalam keluarga. Kemudian, kita akan melihat dampak

yang sangat besar yang pola komunikasi keluarga yang memiliki hasil berbeda terhadap keluarga

dan menyimpulkan dengan satu ringkasan faktor-faktor yang mempengaruhi pola komunikasi

keluarga.

POLA KOMUNIKASI KELUARGA DALAM KELUARGA UTUH

Akar dari Pola Komunikasi Keluarga

Pola komunikasikeluarga menggambarkan kecenderungan keluarga untuk mengembangkan cara

yang stabil dan dapat dimengerti untuk berkomunikasi antara satu dengan lainnya. Pola

komunikasi ini tidak hanya memungkinkan peneliti untuk menentukan perbedaan antara berbagai

tipe dalam keluarga, tetapi, sebagaimana ringkasan selanjutnya akan ditunjukkan, mereka juga

Page 6: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

memprediksikan sejumlah proses keluarga yang penting dan hasil psikososial dari keluarga dan

individu anggota keluarga.

Pola komunikasi keluarga bukannlah sestuatu yang tidak disengaja. Tetapi, pola komunikasi

keluarga berasal dari suatu proses dimana keluarga menciptakan dan membagi realitas sosial

mereka. Karena itu, mereka sangat terhubung dengan fungsi dasar sosial dalam keluarga. Secara

spesifik, pola komunikasi keluarga dihasilkan dari proses co-orientasi dimana interaksi manusia

secara umum, dan komunikasi keluarga secara khusus, tidak memungkingkinkan. Proses dari co-

oreintasi dan perannya dalam menciptakan realitas sosial digambarkan secara detail oleh <cLeod

dan Chaffee dan rekan-rekannya (1972, 1973; Kim, 1981). Karena penting untuk memehami

pola komunikasi keluarga, untuk itu, kami akan mengulas argument utama disini.

Proses Co-orientasi. Konsep co-orientasi merupakan salah satu konsep dasar dari kesadaran

sosial dan dipopulerkan oleh, diantaranya, Newcomb (1953) dan Heider (1946, 1958). Co-

orientasi merujuk pada dua atau lebih orang yang berfokus, dan mengevaliasi, objek yang sama

dalam lingkungan pernikahan dan sosial mereka. Dalam kelompok yang lebih besar, proses co-

orientasi menghasilkan dua pengertian untuk setiap orang yang terlibat. Pengertian pertama

merupakan sikap dari objek yang diobservasi, dan pengertian kedua adalah persepsi dari sikap

orang lain mengenai objek. Pengertian yang berbeda ini menentukan 3 atribut dari kelompok

yang di co-orientasi: persetujuan, akurasi, dan kesesuaian. Persetujuan merujuk pada kemieripan

anatara sikap orang terhadap objek. Akurasi merujuk pada kemiripan antara persepsi seseorang

terhadap sikap orang lain dan sikap aktual orang lain. Terakhir, Kesesuaian merujuk pada

kemiripan antara sikapnya sendiri terhadap objek dan persepsi orang lain terhadap sikap orang

lain terhadap objek. Ketiga atribut dalam kelompok ini secara linear bergantung satu sama lain.

Karena itu, pernyataan dari salah satu atau dua atribut ini akan menentukan atribut ketiganya.

Sebagai contoh, persetujuan dan kesesuaian berarti terdapat akurasi (+ * + = +), kesesuaian dan

ketidak akuratan berarti ketidaksetujuan (+ * ─ =), dan ketidakakuratan dan ketidaksetujuan

berarti tidak terdapat kesesuaian (─ * ─ = +).

Co-orientasi dan Berbagi Realitas Sosial. Keluarga dan kelompok sejenisnya yang mengalam

co-orientasi tidak perlu berbagi realitas sosial. Realitas sosial dibagi hanya jika sistem keluarga

memiliki persetujuan, akurasi, dan kesesuaian (McLeod @ Chaffee, 1972). Terdapat faktor

psikologis dan pragmatis, tetapi, yang lebih mementingkan kesesuaian dan akurasi, juga di

Page 7: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

hargai, dan dikarenakan ketergantungan linear antara kesesuaian, akurasi, dan persetujuan

sebagaimana yang digambarkan sebelumnya, maka hal tersebut dapat diterima. Sebagaimana

akan kita bahas selanjutnya, dikarenakan faktor-faktor ini, co-orientasi dalam keluarga biasanya

berujung pada berbagi realitas sosial.

Faktor psikologis yang lebih mengutamakan kesesuaian digambarkan dalam Teori

Keseimbangan Heider (1946, 1958). Teori Keseimbangan didasarkan pada asumsi umum yang

mereka perjuangkan untuk konsistensi diantara berbagai pengertian, termasuk sikap mereka

terhadap objek dalam lingkungan dan sikap mereka terhadap orang lain. Sebagai contoh, jika

orang “A” memiliki sikap positif terhadap orang “B” dan sikap positif terhadap objek “X.”

pengertian orang “A” akan seimbang jika orang “A” merasa orang “B” unutk juga memiliki

sikap positif terhadap objek “X.” Jika, dilain pihak, orang “A” merasa orang “B” memiliki sikap

buruk terhadap objek “X,” pengertian orang “A” akan tidak seimbang. Karena itu, dalam kasus

dimana orang-orang memiliki sikap positif terhadap orang lain yang mereka saling berhubungan

(contoh, anggota keluarga), pengertian yang seimbang didapatkan ketika seseorang memiliki

kesesuaian, dimana dalam kasus hubungan interpersonal negatif, pengertian seimbang

didapatkan ketika orang-orang yang memiliki sikap yang sama menyangkut objek di lingkungan

mereka. Dengan kata lain, hubungan interpersonal yang positif mendukung kesesuaian.

Alasan mengapa akurasi diutamakan diantara anggota keluarga adalah sangat pragmatis. Untuk

menopang diri mereka sebagai fungsi dari sistem sosial, keluarga harus mengkoordinasikan

banyak kegiatan dan kebiasaan mereka. Hal ini menuntut mereka untuk prediksi yang akurat

mengenai satu sama lain dengan memandang bagaimana mereka berperilaku dan berkomunikasi

(Fitzpatrick & Ritchie, 1993; Koerner & Fitzpatrick, 2002b). Tanpa kemampuan anggota

keluarga untuk memprediksi perilaku orang lain dan reaksi mereka terhadap perilaku seseorang,

maka secara sederhana keluarga tidak berfungsi. Oleh karena itu, kebutuhan untuk

mengkordinasikan perilaku berujung pada akurasi.

Sebagai kesimpulan, dalam hubungan interpersonal tertutup seperti hubungan keluarga,

kebutuhan psikologis untuk pengertian konsisten (kesesuaian) dan kebutuhan pragmatis untuk

memprediksi perilaku orang lain dengan benar (akurasi) menciptakan kondisi sosial yang juga

mengarah kepada persetujuan. Kesesuaian yang tinggi, akurasi yang tinggi, dan persetujuan yang

Page 8: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

tinggi , merupakan, karakteristik dari kelompok sosial yang saling berbagi realitas sosial. Dengan

kata lain, alasan psikologis dan pragmatis menjadikan keluarga saling berbagi realita sosial.

Strategi Co-orientasi dalam Keluarga

Anggota keluarga bisa berbagi realita sosial bersama dalam dua cara yang berbeda. Satu cara

diperuntukkan bagi individu untuk melihat dengan jelas sikap anggota keluarga lainnya. Karena

proses ini menekankan hubungan antara anggota keluarga terhadap hubungan mereka dengan

konsep, McLeod dan Chaffee (1972) menyebut proses ini sebagai socioorientation (orientasi

sosial). Cara lain untuk dapat berbagi realitas sosial dalam keluarga adalah dengan

menpercakapanakan objek co-orientasi dan perannya dalam realitas sosial masyarakat dan

sampai pada persepsi yang sama mengenai objek. Dikarenakan proses ini menekankan

bagaimana anggota keluarga mengonseptualisasikan objek dari hubungan interpersonal mereka,

Mcleod dan Chaffee menyebut proses ini sebagai concept orientation (orientasi konsep).

Concept orientation dan Socioorientation, tidak hanya penting karena dapat menggambarkan

proses dimana keluarga samapai pada berbagai realitas sosial bersama. Tetapi lebih penting lagi

karena dapat menentukan perilaku komunikasi dan prakteknya dalam keluarga dankaarena itu

dihubungkan dengan sejumlah besar hasil penting untuk keluarga tidak memiliki kaitan dengan

realitas sosial bersama. Concept orientation dan Socioorientation memiliki dampak pada

komunikasi dan fungsi keluarga, karena proses untuk menciptakan realitas sosial bersama bagi

keluarga biasanya bukanlah proses yang terjadi secara disadari atau sengaja dilakukan karena

tujuan tertentu. Setiap interaksi keluarga turut berkontribusi dalam konstruksi realita keluarga,

meskipun alasan setiap individu anggota keluarga terikat dalam interaksi ini berbeda-beda.

Keluarga dalam roses menciptakan realita sosial bersama berimplikasi penting untuk pemahaman

kita terhadap komunikasi keluarga. Sebagai contoh, seseorang dapat mengira bahwa sejumlah

kesalahpahaman dalam keluarga dan masalah yang berasal dari kesalahpahamann tersebut,

adalah konsekuensi langsung dari seberapa baik keluarga berbagi realita sosial mereka (Koerner

& Fitzpatrick, 2002b). Hal serupa, pada tahap dimana keluarga berbagi realita sosial sangatlah

berbeda dari realita sosial orang lain dalam lingkungan sosial keluarga., keluarga dapat

mengalami sosiopatologis atau berkontribusi dalam sikopatologis anggota individu (Reiss,

1981). Lebih penting lagi untuk mempelajari fungsi normal keluarga, merupakan suatu fakta

Page 9: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

bahwa keluarga mengembangkan pilihannya untuk bagaimana mereka dapat berbagi realita

sosial. Karena itu, beberapa keluarga lebih memilih socioorientation, sedang beberapa lainnya

memilih concept orientation.

Pola Komunikasi Keluarga

Meskipun kedua proses dalam co-orientasi secara khusus terjadi dalam pikiran individu anggota

keluarga, hal itu juga mempunya dampak besar terhadap perilaku anggota keluarga. Mengenali

pilihan keluarga pada berbagai strategi yang berbeda untuk dapat berbagi realita sosial memiliki

dampak besar bagi perilaku berkomunikasi mereka, Fitzpatrick dan Ritchie (1994; Ritchie, 1991,

1997; Ritchie & Fitzpatrick, 1990) merekonseptualisasi orientasi konsep milik McLeod dan

Chaffee dengan cara menempatkan tekanan yang lebih besar pada perilaku komunikasi yang

memiliki ciri-ciri dari kedua orientasi tersebut. Mereka merekonseptualisasi Socioorientation

sebagai orientasi yang sesuai karena perilaku komunikasi yang khas dari Socioorientation

merupakan salah satu yang menekankan kesesuaian dalam keluarga. Concept orientation

direkoseptualisasi menjadi Conversation orientation (orientasi percakapan/percakapan),

dikarenakan perilaku komunikasi yang khas dari Concept orientation merupakan salah satu yang

menekankan percakapan keluarga.

Sebagai tambahan, terhadap tekanan yang lebih besar pada perilaku komunikasi, Revisi Pola

Komunikasi Keluarga / Revised Family Communication Patterns (RFCP) menemukan

pengukuran yang lebih baik dari kedua orientasi (Ritchie & Fitzpatrick, 1990). Akhirnya,

Fitzpatrick dan koleganya melanjutkan menyaring teori dari pola komunikasi keluarga. Dalam

formulasi terbaru, teori dari pola komunikasi keluarga menagatakan bahwa kedua dimensi dari

orientasi kesesuaian dan percakapan (conformity dan conversation) merupakan bagian dari dasar

struktur kepercayaan keluarga mengenai perilaku komunikasi keluarga yang menentukan skema

komunikasi keluarga (Koerner & Fitzpatrick, 2002a). hasil kerja terbaru dari Fizpatrick dan

koleganya menunjukkan pengaruh pola komunikasi keluarga pada berbagai outcome bagi

keluarga, termasuk konflik dan resolusi konflik (Koerner & Fitzpatrick, 1997), kegembiraan

anak-anak (Koerner & Fitzpatrick, 1996), masa depan hubungan percintaan anak-anak (Koerner

& Fitzpatrick, 2002c), kepandaian komunikasi anak-anak (Elwood & Schrader, 1998),

pemanfaatan dari pengendalian diri dan perilaku menarik diri dari lingkungan sosial (Fitzpatrick,

Page 10: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

Marshall, Leutwiler, & Kremar, 1996), pembuatan ritual keluarga (Baxter & Clark, 1996), dan

dampak dari lingkungan kerja orangtua pada komunikasi keluarga (Ritchie, 1997).

Conversation Orientation. Dimensi pertama dalam komunikasi keluarga, Orientasi Percakapan,

didesinisikan sebagai kadar yang mana keluarga menciptakan suatu iklim diamana seluruh

anggota keluarga mendukung untuk berpartisipasi dalam interaksi terbuka mengenai berbagai

topik. Dalam keluarga dalam dimensi yang paling tinggi, anggota keluarga secara bebas, sering,

dan spontan berinteraksi dengan satu sama lain tanpa batasan-batasan yang terlalu banyak

dengan tujuan untuk meluangkan waktu dalam interaksi dan percakapan. Keluarga tersebut

menggunakan banyak waktu untuk berinteraksi dengan yang lainnya. Dalam keluarga ini,

tindakan atau aktivitas yang direncanakan keluarga untuk turut terlibat di dalamnya, merupakan

keputusan keluarga. Sebaliknya, pada dimensi paling rendah dari orientasi percakapan, intensitas

interaksi para anggota menjadi berkurang dan hanya terdapat beberapa topik yang

dipercakapankan secara terbuka dengan seluruh anggota keluarga. Terjadi sedikit sekali

pertukaran pemikiran, perasaan, dan aktivitas. Dalam keluarga ini, aktivitas yang dilakukan oleh

keluarga sebagai satu kesatuan, tidak selalu dipercakapankan secara detail, dan juga tidak ada

input pandangan untuk keputusan keluarga.

Berhubungan dengan orientasi percakapan yang tinggi, adalah keyakinan bahwa komunikasi

yang sering dan terbuka merupakan hal yang penting untuk kehidupan yang baik. Keluarga yang

memegang nila-nilai ini akan menghargai pertukaran ide, dan orangtua yang memegang

keyakinan ini melihat frekuensi komunikasi dengan anaknya sebagai bahan utama untuk

mendidik dan mensosialisasikan mereka. Sebaliknya keluarga yang rendah dalam orientasi

percakapan meyakini bahwa frekuensi pertukaran ide, opini, dan nilai-nilai tidaklah penting

untuk fungsi keluarga secara umum dan untuk pendidikan dan sosialisasi anak secara khusus.

Conformity Orientation. Dimansi lain dari komunikasi keluarga adalah orientasi kesesuaian.

Orientasi kesesuaian merujuk pada tingkatan yang mana komunikasi keluarga berfokus

mengenai homogenitas perilaku, nilai-nilai, dan kpercayaan. Keluarga pada dimensi yang tinggi

digolongkan oleh interaksi yang menekankan keseragaman kepercayaan dan sikap. Interaksi

mereka secara khusus berfokus pada harmoni, menghindari konflik, dan kesaling bergantungan

antar anggota keluarga. Dalam pertukaran generasi, komunikasi dalam keluarga ini

Page 11: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

mencerminkan kepatuhan terhadap orangtua dan orang dewasa lainnya. Keluarga pada dimensi

yang lebih rendah dari orientasi kesesuaian digolongkan oleh interaksi yang berfokus pada sikap

dan kepercayaan yang beragam sama halnya pada individualitas anggota keluarga dan

kemerdekaan mereka dari keluarganya. Dalam pertukaran antar generasi, komunikasi

menggambarkan kualitas dari seluruh anggota keluarga; sebagai contoh, anak-anak biasanya ikut

masuk dalam pembuatan keputusan.

Berhubungan dengan orientasi kesesuaian yang tinggi merupakan keyakinan yang disebut

sebagai struktur keluarga tradisional. Dalam pandangan ini, keluarga bersifat kohesif dan hirarki.

Karena itu, anggota keluarga lebih memilih hubungan antar mereka dibandingkan dengan

hubungan eksternal terhadap keluarga dan mereka mengharapkan bahwa sumber – sumber

seperti ruang dan uang dibagikan diantara anggota keluarga, Keluarga yang memiliki otientasi

kesesuaian tinggi meyakini bahwa perencanaan individu harus dikoordinasikan diantara anggota

keluarga dengan tujuan untuk memaksimalkan waktu bagi keluarga, dan mereka mengharapakan

anggota keluarga untuk mendahulukan kepentingan keluarga diatas kepentinga pribadi. Orangtua

diharapkan untuk dapat membuat keputusan dalam keluarga, dan anak-anak diharapkan untuk

bertindak sesuai dengan harapan orangtua mereka. Sebaliknya, keluarga yang rendah dalam

orientasi kesesuian tidak menganut struktur kelluarga tradisional. Sebaliknya, mereka meyakini

pengaturan keluarga yang tidak bersifat kohesif dan hirarki. Kelluarga dengan akhir rendah pada

dimensi kesesuaian, meyakini bahwa hubungan diluar keluarga sama pentingnya dengan

hubungan dalam keluarga dan bahwa keluarga sebaiknya mendukung pertumbuhan individu

anggota keluarga, meskipun hal tersebut dapat berujung pada melemahnya struktur keluarga.

Mereka percaya pada kebebasan anggota keluarga, mereka menghargai ruang pribadi, dan

mendahulukan kepentingan pribadi diatas kepentingan keluarga.

Dampak yang didapat dari kedua dimensi utama dalam komunikasi keluarga terhadap

komunikasi keluarga aktual, biasanya bergantung satu sama lain. Karena itu, lebih dari sekedar

dampak sderhana pada komunikasi keluarga, kedua dimensi ini sering berinteraksi satu sama

lain, seperti dampak dari orientasi percakapan pada hasil/ outcome keluarga dilunakkan oleh

tingkat orientasi kesesuaian dalam keluarga, dan begitupunsebaliknya. Oleh karena itu, untuk

memprediksikan pengaruh pola komunikasi keluarga pada outcome keluarga , cukup jarang

meneliti hanya satu dimensi tanpa memasukkan dimensi lainnya (Koerner & Fitzpatrick, 2002b).

Page 12: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

Karena dua dimensi dari orientasi kesesuaian dan orientasi percakapan berinteraksi secara

berkesinambungan satu sama lain, sebagai dampaknya, mereka menciptakan 4 tipe keluarga

yang berbeda satu sama lain dari sudut pandang kualitatif. Untuk membedakan tipe-tipe tersebut

dalam arti teoritis dan bukan saja cara yang konvensional untuk menggambarkan keempat tipe

keluarga yang diciptakan dengan menyilangkan kedua dimensi tersebut.

Komunikasi dan Tipe Keluarga

Consensual Families (keluarga konsensual). Keluarga yang tinggi dalam orientasi kesesuaian

dan percakapan desebut sebagai konsensual. Komunikasi mereka ditandai oleh ketegangan

diantara tekanan untuk setuju dan untuk menjaga hirarki yang ada dalam keluarga di satu pihak,

dan ketertarikan terhadap eksplorasi ide-ide baru dan dalam komunikasi terbuka, di pihak

lainnya. Karena itu, orangtua dalam keluarga ini sangat tertarik dengan anak mereka dan

terhadap apa yang anak mereka katakan, tetapi pada saat yang bersamaan juga meyakini bahwa

mereka, sebagai orangtua, harus membuat keputusan untuk keluarga dan anak-anak mereka.

Mereka menyelesaikan ketegangan dengan cara mendengarkan anak-anak mereka dan

meluangkan waktu dan tenaga untuk menjelaskan keputusan mereka terhadap anak-anak, dengan

harapan anak mereka akan mengerti, meyakini, dan menghargai alasan dibalik keputusan

orangtua. Anak-anak dalam keluarga ini biasanya belajar mengahrgai percakapan keluarga dan

cenderung mengadopsi nilai-nilai dan kepercayaan orangtua mereka. Dalam keluarga ini, konflik

pada umumnya dilihat sebagai suatu hal yang negative dan berbahaya bagi keluarga, tetapi

karena konflik yang tidak terselesaikan dianggap sebagai potensi ancaman bagi hubungan dalam

keluarga, keluarga ini juga menghargai dan terikat dalam resolusi konflik (Koerner &

Fitzpatrick, 1997).

Pluralistic Families (keluarga pluralistik). Keluarga yang tinggi dalam orientasi percakapan

tetapi rendah dalam orientasi keseesuaian, disebut sebagai Pluralistik. Komunikasi dalam

keluarga pluralistik ditandai dengan percakapan terbuka, tidak terbatas yang mencakup seluruh

anggota keluarga. Oranngtua dalam keluarga ini tidak merasa harus untuk mengendalikan anak-

anak atau membuat seluruh kebijakan bagi mereka. Perilaku orangtua ini berujung pada

percakapan keluarga dimana evaluasi opini didasarkan pada manfaat dari argumen dibandingkan

pada yang mana didukung oleh anggota keluarga. Karena itu, orangtua bersedia menerima opini

Page 13: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

anak-anak mereka dan mebiarkan mereka ilut berpatisipasi secara adil dalam pembuatan

keputusan keluarga, Dikarenakan perhatian mereka terhadap pertukaran ide secara bebas dan

ketidakhadiran tekanan untuk menyesuaikan atau mematuhi, keluarga ini secara terbuka

membicarakan konflik diantara mereka, mereka juga jarang sekali melakukan usaha menghindari

konflik, terikat pada strategi resolusi konflik yang positif, dan selalu menyelesaikan

permasalahan mereka. Anak-anak dalam keluarga ini belajar untuk menghargai percakapan

keluarga dan, pada saat yang bersamaan, belajar untuk mandiri dan berotonomi, yang mana

membantu perkembangan kompetensi komunikasi dan percaya diri terhadap kemampuan mereka

untuk membuat keputusan sendiri.

Protective Families (keluarga protektif). Keluarga yang rendah dalam orientasi percakapan taoi

tinggi pada orientasi kesesuaian disebut sebagai Protektif. Komunikasi dalam keluarga protektif

dicirikan dengan menekankan kepatuhan kepada otoritas orangtua dan memiliki seditkit

perhatian terhap permasalahan konseptual atau untuk komunikasi terbuka dalam keluarga.

Orangtua dalam keluarga ini merasa bahwa mereka harus menentukan kebijakan bagi keluarga

dan anak-anaknya, dan menilai tidak begitu penting untuk menjelaskan kepada anak-anak alasan

dibalik keputusan yang diambil. Konflik dalam keluarga ini ditanggappi secara negatif karena

kelurga ini menekankan pada persesuaian dan tidak menganggap penting komunikasi terbuka

(Koerner @ Fitzpatrick, 1997). Anggota keluarga diharapkan untuk tidak berkonflik satu sama

lain dan untuk berperilaku sesuai dengan kepentingan dan norma-norma dalam keluarga.

Dikarenakan kemampuan berkomunikasi tidak begitu dihargai dan tidak banyak dilatih, keluarga

ini biasanya kurang memiliki kemampuan tertentu untuk dapat bertindak produktif dalam

resolusi konflik. Anak-anak dalam keluarga ini belajar bahwa terdapat sedikit sekali penghargaan

dalam percakapan keluarga dan mereka juga belahjar untuk tidak mempercayai bahwa mereka

memiliki kemampuan untuk pengambilan keputusan.

Laissez – Faire Families. Keluarga yang rendah pada kedua aspek orientasi disebut sebagai

Laissez – Faire. Komunikasi mereka dicirikan dengan beberapa dan biasanya tidak menyertakan

interaksi diantara keluarga yang dibatasi hanya kepada sejumlah kecil topik. Orangtua dalam

kelaurga ini meyakini bahwa selurh angora keluarga dapat menentukan keputusan mereka

sendiri, tetapi tidak seperti dalam kelaurga prularistik , mereka memiliki sedikit ketertarikan pada

keputusan anak-anak mereka. Sebagian besar anggota dari keluarga ini secara emosional

Page 14: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

diceraikan oleh keluarganya. Keluarga Laissez – Faire tidak terlalu menghargai persesuaian

ataupun komunikasi. Hasilnya, mereka tidak merasakan keluarga mereka sebagai satu hal yang

memaksa kepentingan individu; Karenea itu, konflik merupakan satu hal yang langkah (Koerner

& Fitzpatrick, 1997). Keluarga ini tidak banyak melakukan percakapan dan karenanya cenderung

untuk menghindari konflik. Anak-anak dari keluarga ini akan belajar bahwa terdapat sedikit

sekali nilai-nilai dalam percakapan keluarga dan sehingga itu mereka harus membuat keputusan

sendiri. Karena mereka tidak menerima banyak dukungan dari keluarga, bagaimanapun, mereka

kemudian mempertanyakan kemapuan untuk membuat keputusan.

Pola Komunikasi Keluarga dan Tipologi Keluarga lainnya

Tipologi keluarga yang berasal dari pola komunikasi keluarga berbeda dari tipologi keluarga

lainnya dalam sejumlah cara penting. Pertama, tidak seperti tipologi lainnya, tipologi ini tidak

didasarkan pada perbedaan antara fungsi tinggi dan rendah keluarga. Karena itu, tipologi ini

melihat bahwa keluarga dapat berfungsi baik berdasarkan tipe-tipe perilaku yang sangat berbeda.

Apa yang berfungsi dalam konteks salah satu tipe keluarga mungkin saja tidak berfungsi dalam

konteks tipe keluarga lainnya. Jadi, tidak ada tipe keluarga yang dianggap ideal dan tidak ada

cara yang ideal dalam berkomunikasi dalam keluarga. Kedua, tipologi bukan saja sekedar cara

yang tepat untuk menggambarkan berbagai tipe dari perilaku yang bisa diteliti, tetapi ini

didasarkan pada satu model teoritis yang menjelaskan bagaimana keluarga menciptakan relaitas

sosial. Demikian, hal itu membutuhkan jawaban yang memuaskan dari pertanyaan etiologi

mengenai perbedaan tipe keluarga dibandingkan dengan hanya merujuk kembali sebagai satu

cara memverifikasi keberadaannya. Terakhir, tipologi ini, tidak seperti yang lainnya,

dihubungkan dengan pengukuran yang kuat dan dapat dipercaya, yaitu instrumen Revised Family

Communication Pattern (RFCP) (Ritchie & Fitzpatrick, 1990).

Banyak tipologi keluarga dikembangkan oleh para sarjana yang tertarik pada pertanyaan: apa

yang membedakan keluarga yang berfungsi dengan baik dengan keluarga yang tidak berfungsi

dengan baik? Jadi, bukanlah suatu hal yang mengejutkan bahwa mereka akan sering

membedakan keluarga yang berfungsi dan tidak berfungsi dengan baik. Sebagai contoh, Kantor

dan Lehr (1975) membedakan antara keluarga terbuka, tertutup, dan random/ berganti-ganti,

yang didasarkan pada perilaku komunikasi dan pada seberapa baik keluaga ini berfungsi untuk

Page 15: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

menjauhi organisasi. Keluarga terbuka memiliki perilaku yang paling fungsional, keluarga

tertutup cukup fungsional, dan keluarga random merupakan keluarga yang paling tidak

fungsional dalam tipologi ini. Serupa dengan ini, Olson (Olson, Sprenkle, & Russel, 1979;

Olson, Sprenkle, & Russel, 1983) Model Cilcumplex dari fungsi keluarga, yang merupakan

tambahan utnuk perilaku komunikasi didasarkan pada kesatuan dan kemampian adaptasi

keluarga, membedakan antara tipe keluarga yang berfungsi baik (keluarga seimbang), moderat

(keluarga pertengahan), dan kurang baik (keluarga ekstrim).

Tidak seperti tipologi tersebut, tipologi yang berdasarkan pada pola komunikasi keluarga tidak

berasumsi bahwa hanya karena keluarga berkomunikasi dengan cara yang berbeda, maka bereka

juga berfungsi dengan berberda. Lebih dari itu, seperti halnya tipologi pernikahan Fitzpatrick

(1988) dan tipologi dari jenis konflik milik Gottman (1994), tipologi ini melihat bahwa keluarga

yang berbeda berfuungsi dengan baik dengan menganut perilaku yang berbeda. Pada model ini,

perilaku tertentu ikut berkontribusi atau dialihkan dari fungsi keluarga, bukan dikarenakan

mereka merupakan fungsi yang melekat/ menjadi bawaan ataupun kaena diangap tidak berfungsi,

tetapi lebih dikarenakan cara mereka berinteraksi dengan konteks komunikasi yang berbeda

diciptakan oleh tipe-tipe keluarga. Jadi, tipologi ini mengarahkan para peneliti untuk berfokus

pada vagaimana perilaku berinteraksi dengan lingkungan komunikasi tertentu untuk menjelaskan

dampak yang diterima pada fumgsi keluarga.

Tipologi yang berdasarkan pada pola komunikasi keluarga memiliki keunggulan diantara

tipologi lainnya, karena didasarkan pada model penjelasan yang dikembangkan dengan baik,

menjelaskan bagaimana keluarga menciptakan realitas sosial bersama melalui proses orientasi.

Hasilnya, itu tidak hanya didasarkan pada perbedaan penelitian perilaku dari tipe keluarga yang

berbeda tetapi juga menjelaskan sumber dari perbedaan tersebut. Tipologi lainnya yang berdasar

pada observasi perbedaan dalam perilaku tipe-tipe berbeda yang mereka gambarkan hanya

mendapatkan kritik, karena mereka hanya mengulang-ulang pernyataan mereka dengan

berargumen bahwa keluarga berbeda-beda dikarenakan mereka berperilaku berbeda dan mereka

berperilaku berbeda karena mereka berbeda. Sesungguhnya, tipologi yang berdasar pada

pernyataan yang kurang tautolois, secara teoritis kuat.

Page 16: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

Kekuatan akhir dari tipologi keluarga yang berdasarkan pada pola komunikasi adalah bahwa

tipologi ini berhubungan dengan pengukuran empiris yang kuat dari dimensi yang digarisbawahi

dan hasil tipe keluarga (Koerner & Fitzpatrick, 2002b). 26 jenis RFCP merupakan kuesioner

yang sangat mudah diadministrasikan dengan properti psikometris. FCP milik McLeod dan

Chaffe (1972) , telah digunakan dalam studi yang tidak terhitung jumlahnya dan telah terbukti

valid dan dapat dipercaya. Jadi, RFCP menawarkan kepada peneliti yang tertarik pada

komunikasi keluarga suatu yang tepat untuk mengukur perilaku komunikasi keluarga.

FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI POLA KOMUNIKASI KELUARGA

PADA KELUARGA UTUH

Pola Komunikasi Keluarga dan Tipe Pernikahan

Keluarga berbagooi kepercayaan mengenai komunikasi keluarga,adalah, bukan satu-satunya

keyakinan yang mempengaruhi bagaiaman keluarga berkomunikasi. Pada keluarga utuh secara

khusus, hubungan antara orangtua sangatlah penting, dikarenakan hal itu biasanya berdampak

pada hubungan antara orangtua dan anak dan antara saudara. Sebagai tambahan, anak-anak akan

cenderung meniru model perilaku orangtuanya. Jadi, kepercayaan yang dimiliki oleh orangtua

mengenai hubungan pernikahannya dan mengenai bagaimana mereka berkomunikasi satu sama

lain, memiliki pengaruh yang besar terhadap bagimana satu keluarga sebagai kesatuan

berkomunikasi. Lebih jauh, orangtua mengambil peran aktif untuk mensosialisasikan anak-anak

mereka dan memandang ini sebagai suatu perilaku komunikasi, memberikan hadiah untuk

beberapa perilaku dan menghukum untuk perilaku yang lain. Konsekuensinya, disana

seharusnnya terdapat korelasi positif antara pernikahan dan skema keluarga dan, sebagai

kelanjutannya, antara pernikahan dan komunikasi keluarga. Melakukan investigasi terhadap

koneksi ini, Fitzpatrick dan Ritchie (1994) telah menghubungkan tipologi keluarga RFCP dengan

tipologi pernikahan milik Fitzpatrick (1988).

Berdasarkan pada penelitian teoritis dan empiris dari kepercayaan dalam pernikahan dan

perilaku, Fitzpatrick (1988) mengidentifikasikan tiga jenis yang berbeda dari orang yang

menikah, yang disebut dengan tradisional, independen (mandiri), dan berpisah. Ketiga tipe

pernikahan ini berdasarkan pada tiga dimensi dari hubungan pernikahan yang diukur dengan

Relation Dimension Inventory (RDI) : ideology (konvensional vs nonkonvensional),

Page 17: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

interdependence (saling bergantung vs mandiri), dan communication (menghindari vs terlibat

dalam konflik). Ketiga dimemensi tersebut secara teoritis menghasilkan delapan tipe pernikahan

(2 × 2 × 2 = 8), dalam penelitiannya Fitzpatrick (1988) menunjukkan bahwa sebagian besar

orang masuk kedalam 3 tipe pernikahan, yang dia kategorikan sebagai tradisional, independen,

dan berpisah. Penelitian Fitzpatrick selanjutnya menemukan bahwa sekitar 2/3 dari seluruh

pernikahan kedua pasangan berasal dari tipe pernikahan yang sama, yang dihasilkan dari

pernikahan dari tipe murni. 1/3 dari seluruh pernikahan, pasangan adalah tipe pernikahan yang

berbeda, yang menghasilkan tipe pernikahan campuran. Diantara tipe pernikahan campuran, tipe

yang menggabungkan suami yang berpisah dengan istri tradisional merupakan yang paling

sering ditemukan (Fitzpatrick, 1988).

Pasangan tradisional memegang nilai-nilai ideologi konvensional dalam hubungan pernikahan

(contoh, istri memakai nama belakang suaminya; ketidaksetiaan tidak dapat diterima), saling

bergantung (contoh, berbagi waktu, ruang, dan persahabatan), dan menggambarkan komunikasi

mereka sebagai sesuatu yang tidak melambangkan ketegasan tetapi tetap ikut serta,dibandingkan

menghindari, konflik pernikahan mengenai isu-isu penting. Pasangan independen memegang

nilai-nilai nonkonvensional dalam hubungan pernikahan (sebagai contoh, pernikahan tidak harus

menekan prestasi individu; istri tetap menggunakan nama belakang mereka), memperlihatkan

kadar yang tinggi dari kebersamaan dan persahabatan sementara tetap menghargai pemisahan

jadwan dan ruang pribadi (contoh, pasangan memiliki kamar mansi pribadi dan ruang kerja

pribadi), dan juga cenderung untuk ikut serta , dibandingkan menghindari konflik pernikahan.

Pasangan yang berpisah memegang nilai-nilai konvensional dalam hubungan dan keluarga, tetapi

disaat yang sama menghargai kebebasan melalui pemeliharaan hubungan, secara signifikan

kurang dalam hal berbagi dan perkawanan, dan menggambarkan komunikasi mereka secara

persuasif, menghindari dibandingkan ikut serta dalam konflik pernikahan.

Untuk mengenali kemiripan antara kepercayaan dalam pernikahan dan kepercayaan yang

berhubungan dengan pola komunikasi keluarga, Fitzpatrick dan Ritchie (1994) meneliti

hubungan antara tipe pernikahan tipe keluarga dalam keluarga utuh, Berdasarkan pada kuesioner

dari 196 keluarga yang berisikan FRCP untuk seluruh anggota keluarga dan menggunakan RDI

milik Fitzpatrick khusus untuk orangtua, Fitzpatrick dan Ritchie mampu untuk menemukan

hubungan antara tipe pernikahan dan tipe keluarga. Anggota dari keluarga yang dipimpin oleh

Page 18: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

orangtua tradisional ataupun orangtua yang berpisah menggambarkan keluaraga mereka tinggi

dalam orientasi kesesuaian dan anggota keluarga yang dipimpin oleh orangtua tradisisonal dan

independen menggambarkan keluarganya tinggi dalam orieantasi percakapan . Dengan kata lain,

keluarga konsensual sebagian besar dipimpin oleh orangtua yang masuk kedalam kategori

tradisional milik Fitzpatrick. Orangtua yang memimiliki keluarga pluralistis biasanya masuk

kedalam tipe independen milik Fitzpatrick. Keluarga protektif biasanya dipimpin oleh orangtua

dari tipe berpisah Fitzpatrick, dan Orangtua yang memimpin keluarga laissez-faires biasanya

berpisah/ independen atau dikatehorikan sebagai jenis campuran dari tipologi Fitzpatrick. Suami

istri dari pasangan campuran mengartikan pernikahan mereka secara berbeda, yang membuat

mereka sulit untuk menyetujui bahkan pada nilai-nilai fundamental dan kepercayaan yang

berhubungan dengan keluarga mereka dan untuk membentuk unit keluarga yang bersatu.

Pola Komunikasi Keluarga dan Gaya Mengasuh Orangtua

Sebagaimana ditunjukkan sebelumnya, orangtua memiliki pengaruh besar terhadap abagaimana

keluarga berkomunikasi tidak hanya karena anak-anak mengikuti perilaku mereka tetapi juga

karena mereka mensosialisasikan anak mereka dengan secara aktif mengajarkan mereka cara

berkomunikasi. Burleson, Delia, dan Applegate (1995) menpercakapankan pengaruh sosialisasi

orangtua pada aya berkomunikasi anak mereka dan mengidentifikasi dua strategi komunikasi

yang kontras utnuk mengatur perilaku anak-anak: pendekatan berpusat pada orang atau berpuat

pada posisi. Pada pendekatan person-centered (berpusat orang), orangtua menyampaikan displin

kepada anak mereka dengan perhatian orang lain yang dipengaruhi oleh perilaku anaknya.

Sebaliknya, pendekatan pisistion-centered (berpusat pada posisi) menekankan pada norma dan

aturan-aturan yang diberlakukan berdasarkan pada pertanyaan apakan atau bagaimana orang lain

dipengaruhi oleh perilaku, Dengan kata lain, perndekatan yang berpusat pada orang membantu

anak-anak untuk mengembangkan kemampuan komunikasi yang meningkatkan kemapuan

mereka agar memiliki empati dan untuk mengambil pandangan orang lain sebagai perilaku

mereka. Secara kontras, pendekatan berpusat pada posisi mendukung anak-anak untuk

mengembangkan kemampuan komunikasi yang meningkatkan kemampuan mereka untuk

mengidentifikasi aturan hubungan yang bersangkutan tetapi tidak mengharuskan mereka untuk

secara sadar mengambil sudut pandang seseorang.

Page 19: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

Penemuan dalam konteks keluarga mengatakan baghwa orientasi kesesuaian dihubungkan

dengan pernggunaan strategi yang berfokus pada posisi. Ritchie (1991) menemukan bahwa

kekuatan ornangtua untuk memaksakan penyesuaian dicerminkan melalui kemampuan orangtua

untuk meyakinkan anak menerima keputusan dan informasi dengan sedikit atau tidak

membutuhkan sama sekali penjelasan. Karena itu, dalam keluarga yang memiliki keseuaian

tinggi, anak-anak disosialisasikan untuk mengikuti aturan dibandingkan dengan turut serta dalam

pemilihan pandangandenagn tujuan utnuk mengatur perilaku. Sama halnya dengan Baxter dan

Clark (1996) menemukam korelasi positif antara orientasi kesesuaian dan meningkat menjadi

patokan normatif. Terakhir, Koerner dan Cvancara (2002) menemukan bahwa orientasi

kesesuaian berhubungan dengan empati yang lebih sedikit dalam komunikasi keluarga.

Digabungkannya, studi ini mengatakan bahwa gaya pengasuhan yang berfokus pada posisi

dihubungkan dengan oriantasi kesesuaian keluarga.

Sejauh ini, kita telah menpercakapankan 4 tipe yang bebeda dalam keluarga yang berdasarkan

pada pola komunikasi yang secara khusus berasal dari perbedaan dalam orintasi kesesuaian dan

percakapan. Kita juga membahas mengenai bagaiamana tipe keluarga yang berbeda berhubungan

dengan perbedaan signifikan tidak hanya dalam pola komunikasi mereka tetapi juga dengan

bagaiaman pola komunikasi keluaraga berkaitan dengan tipe pernikahan dan pengasuhan.

Selama percakapan ini, kita telah memperlakukan pola komunikasi keluarga sebagai suatu

variabel sementarayang berubah-ubah diantara keluarga, tetapi tidak didalam, dan hal tersbut

secara luas ditentukan oleh orangtua.

Pengaruh Anak-anak pada Pola Komunikasi Keluarga

Meskipun tiper pernikahan orangtua memiliki pengaruh yang luas padapola komunikas keluarga,

khususnya dalam keluarga utuh, kita sudah bisa menebak bahwa pola komunikasi keluarga

secara eksklusif ditentukan oleh orangtua. Tentu saja, anak-anak memiliki pengaruh terhadap

pola komunikasi keluarga, meskipun kemungkinan kecil pada keluarga utuuh dimana terdapat

hubungan yang lebih kuat diantara orangtua dibandingkan dalam keluarga tidak utuh, dimana

orangtua tunggal biasanya lebih bergantung pada anak mereka. Anak-anak mempengaruhi

komunikasi orangtua sejak usia dini. Bahkan bayi diketahui telah menunjukkan memiliki

pengaruh yang besar terhadap bagaimana orang dewasa bekomunikasi dengan mereka, dan

Page 20: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

orangtua mengadaptasi perilaku meraka terhadap anak-anak mereka. Ketika anak-anak tumbuh

makin dewasa, pengaruh mereka bertambah. Dengan tujuan untuk pola komunikasi keluarga ,

Saphir dan Chaffee (2002) menemukan dalam studi longitudinal pengaruh pelajaran

kewarganegaraan di sekolah pada remaja yang memulai percakapan keluarga tentang politik

yang anak remaja kemungkinan gunakan unuk mempengaruhi pola komunikasi keluarga.

Pengaruh ini mengalami kemunduran seiring bertambahnya waktu, tetapi bertahan bahkan 6

bulan setelah evaluasi terhadap pola komunikasi keluarga oleh kedua orangtua dan anak mereka.

Variabel lainnya yang berhubungan dengan anak-anak yang sejauh ini belum pernah

diinvestigasi secara empiris, memiliki dampak sama terhadap pola komunikasi keluarga. Secara

umum, kita akan mengharapkan anak-anak yang ekstrovert, mempercayai, dan merasa dekat

dengan orangtua dan saudaranya agar dapat lebih sering melakukan percakapan dengan orangtua

mereka, dan saudar-saudaranya dan berkontribusi pada orientasi percakapan keluaraga yang

lebih besar. Sebaliknya, Kita akan mengharapkan anak-anak yang introvert, kurang

mempercayai, dan lebih jauh dari orangtua dan saudanya agar dapat menghindari mengindari

percakapan keluarga dan berpartisipasi dalam orientasi percakapan keluarga yang lebih rendah.

Sama halnya, anak-anak yang percaya diri, memiliki kepercayaan, dan memiliki pengalaman

sebagai sebagai satu komponen dalam perjanjian diluar keluarga (contoh, sekolah dan pers) agar

dapat menolak tekanan orangtua untuk menyesuaikan diri dan berkontribusi pada orientasi

kesesuaian yang lebih rendah pada keluarga. Sebaliknya, anak-anak dengan keberanian dan

percaya diri yang rendah yang menrasakan dirinnya kurang kompeten dalam hubungan diluar.

Perbedaan Persepsi pada Pola Komunikasi Keluarga oleh Anggota Keluarga

Bahkan dalam keluarga yang sangat dekat, setiap individu keluaraga memiliki sejarah dan

pengalaman per individu yang tidak mereka bagi satu sama lain, sangat masuk akal jika anggota

keluarga memiliki persepsi yang berbeda terhadap keluarga dan perilaku komunikasi keluarga.

Tentu saja, terdapat bukti empiris dimana persepsi seseorang dari keluarganya tergantung

setidaknya pada peran mereka dalam keluarha (Ritchie & Fitzpatrick, 1990). Ritchie dan

Fitzpatrick mendapatkan data dari sampel acak 169 keluarga yang terindikasi, sebagai contoh,

ibu mengatakan bahwa keluarga mereka lebih tinggi dalam orientasi percakapan dibandingkan

dengan keluarga lain dan anak laki-lakinya melaporkan bahwa keluarga mereka lebih tinggi

Page 21: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

dalam orientasi kesesuaian debandingkan dengan keluarga lain. Alasan yang memungkinkan

untuk temuan ini adalah ibu lebih perhatian terhadap komunikasi dengan anggota keluarga

lainnyadan lebih menghargai komunikasi antar keluarga. Hasilnya, baik kedua perilaku

komunikasi mereka juga sebagai standar individual untuk komunikasi keluarga membiaskan

persepsi mereka. Hal serupa, anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan lebih peduli

mengenai kemandirian dari keluarga mereka dank arena itu mengalami tekanan yang lebih besar

untuk melakukan penyesuaian terhadap keluarga dibandingkan dengan anggota keluarga lainnya.

Richie dan Fitzpatrick (1990) juga menemukan perbedaan persepsi diantara keluarga yang tidak

berkaitan dengan peran keluarga mereka. Karena itu, Meskipun persepsi anggota keluarga

terhadap orientasi kesesuaian dan percakapan, secara positif berhubungan satu sama lain,

korelasinya tidak begitu besar. Dengan kata lain, terdapat beberpa perbedaan dalam keluarga

mengenai bagaimana individu anggota keluarag menampilkan pola komunikasi keluarganya.

Beberapa perbedaan tersebut dapat dijelaskan oleh umur anak-anak. Dalam studi mereka, Ritche

dan Fitzpatrick (1990) membandingkan orangtua orientasi kesesuaian dan percakapan terhadap

cucu mereka yang berada di kelas 7, 9, dan 11. Mereka menemukan bahwa ketika kelas 7,

persepsi dari orientasi percakapan keluarga mereka secara lebih dekat berhubungan dengan ibu

dibandingkan dengan bapak, setelah kelas 11 pola telah berubah dan persepsi anak-anak akan

lebih cenderung terhadap bapak dibandingkan ibu. Anak yang lebih muda lebih setuju terhadap

persepsi ayahnya dan anak yang lebih tua setuju terhadap persepsi ibunya. Meskipun alasan tepat

untuk perubahan menarik dalam perjanjian antara ayah dan anak, ibu dan anak tidaklah jelas ,

mereka menemukan bahwa orangtua dari waktu ke waktu akan lebih memperhatikan opini

anaknya dala pola komunikasi keluarga. Dikarenakan orientasi kesesuaian menjadi lebih penting

ketika terdapat konflik, penemuan ini mengatakan bahawa anak yang lebih muda mengalami

lebih banyak konflik dengan ayahnya, sedangkan anak yang lebih tua mengalami lebih banyak

konflik dengan ibunya. Hal serupa, dikarenakan orientasi percakapan menjadi lebih penting

ketika orangtua berkomunikasi dengan anak-anak, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa

ibu lebih banyak berkomunikasi dengan anak yang lebih muda, sedangkan ayah lebih banyak

berkomunikasi dengan anak yang lebih tua.

Page 22: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

Meskipun bagian besar dari keyakinan dan perilaku yang membentuk skema komunikasi

keluarga telah lengkap, maka hal itu lebih banyak dilakukan keetimbang dibicarakan, beberapa

keyakinan dan perilaku juga menjadi topik dalam pembicaraan keluarga. Hasilnya, keluarga

yang tinggi dalam orientasi percakapan, yang menghargai dan mendukung diskusi seperti itu,

biasa akan menyetujui norma komunikasi keluarganya dibandingkan dengan keluarga yang

rendah dalam orientasi percakapan. Dalam studi yang dilakukan Fitzpatrick dan Ritchie (1990),

sebagai contoh, keluarga yang tinggi dalam orientasi percakapan akan dua kali lebih mudah

sepakat dalam persepsi mereka terhadap tipe keluarga dibandingkan dengan keluarga yang

rendah dalam orientasi percakapan. Hal yang menarik, Pola ini secara garis besar menjadi hak

ayah dalam perjanjian dengan istri dan anak-anak yang dilakukan hanya pada keluarga yang

memiliki orientasi percakapan tinggi. bagi ibu, tingkat orientasi percakapan tampak tidak

mempengaruhi perjanjian mereka dengan anggota keluarga lainnya terkait pola komunikasi

keluarga mereka. Penjelasan yang masuk akal untuk perbedaan gender diantara orangtua adalah,

ibu berkomunikasi lebih sering dengan seluruh keluarga tanpa memandang orientasi percakapan

keluarga, sedangkan ayah sering berkomunikasi dengan anak-anak merekahanya pada orientasi

percakapan tinggi keluarga. Hasilnya, hanya pengalaman ayah terhadap komunikasi keluarganya

yang dipengaruhi oleh orientasi percakapan.

KESIMPULAN

Keluarga utuh berhak mendapatkan perhatian dari peneliti keluarga untuk setidaknya dua alasan.

Pertama, mereka sejauh ini merupakan tipe keluarga yang paling seing ditemukan pada

masyarakat Amerika, dan sebagian besar anak-anak Amerika tumbuh dalam keluarga utuh.

Kedua, perilaku komunikasi keluarga dari keluarga utuh mengalami perubahan dengan cepat,

sebagai suatu konsekuensi yang dimiliki oleh pola komunikasi keluarga untuk keluarga dan

individu anggota keluarga. Meskipun label utuh biasanya mengindikasikan pandangan bahwa

keluarga ini sangat fungsional, normatif, dan tidak menarik, pada realitasnya komunikasi pada

keluarga utuh berbeda-beda, kadang mengejutkan, dan cukup menarik.

Selain alasan-alasan baik untuk percaya bahwa keluarga utuh cuga berfungsi lebih baik

dibandingkan keluarga tidak utuh, juga memiliki bukti empiris yang menopang asumsi ini, kita

harus berhati-hati utnutk tidak menyamakan anatar menjadi utuh dengan menjadi sangat

Page 23: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

fungsional. Sebagaimana diargumentasikan sebelumnya, istilah tersebut berakar dari pendekatan

teoritis yang berbeda untuk mendefinisikan keluarga dan secara teori tidak bergantung satu sama

lain. Peneliti hasur fokus terhadap variabel yang membedakan antara keluarga utuh dan yang

tidak utuh dan yang secara khusus bertanggungjawab untuk fungsi keluarga, seperti kualitas

hubungan antar orangtua, kemampuan dari anak-anak untuk terikat pada orangtua, dan kekuatan

dinamika antara orangtua dan anak-anak.

Pendekatan teoritis yang ditawarkan untuk meneliti komunikasi keluarga adalaha salah satu yang

berfokus pada pola komunikasi keluarga. Pola komunikasi keluarga berasala dari proses dasar

psokologis dari anggota keluarga tersebut dan melalui perilaku komunikasi mereka menciptakan

realitas sosial bersama. Pola komunikasi keluarga tidak hanya berpijak pada satu model teoritis

tetapi juga memiliki validitas empiris. Selanjutnya, pola komunikasi keluarga memiliki validitas

ekologis yang lebih besar dibandingkan tipologi keluarga yang secara dasar hanya memisahkan

keluarga yang berfungsi baik dan tidak berfungsi baik, hal tersebut dikarenakan mereka

menyadaribahwa perilaku tidak terpisahkan dari penilaian ‘hanya posistif’ atau ‘hanya negatif’.

Perilaku yang sama dapat menghasilkan sesuatu yang berbeda, tergantung dari konteks

komunikasi dimana itu terjadi. Terakhir, pola komunikasi keluarga berdasarkann pada dua

dimensi yang berkelanjutan tetapi juaga menciptakan tipologi keluarga dengan empat tipe

berbeda yang menarik. Jadi, pendekatan cukup fleksibel untuk mengakomodasi perbedaan besar

dalam metode penelitian, dari perbandingan singkat pada kelompok yang diajukan sebagai

pemodelan kausal. Karena pola komunikasi keluarga memasukkan pola komunikasi dan proses

kognitif, mereka juga memungkinkan peneliti untuk menggunakan mereka untuk meneliti

pertanyaan menarik termasuk fenomena psikologis dan perilaku.

Meskipun didasarkan pada proses kognnitif dari individual, pola komunikasi keluarga dan skema

komunikasi keluarga yang dihubungkan dengannya secara khusus merupakan proses sosial. Jadi,

mereka merupakan subjek untuk mempengaruhi seluruh anggota keluarga, meskipun orangtua

dari keluarga utuh memiliki pengaruh yang lebih besar pada pola komunikasi keluarga

dibandingkan dengan keluarga tidak utuh. Sebagai konsekuensinya, tipe dari pernikahan yang

dimiliki orangtua dan gaya gaya pengasuhan orangtua memiliki pengaruh besar terhadap pola

komunikasi keluarga dari keluarga utuh. Pola komunikasi keluarga, juga dipengaruhi oleh

beberapa faktor, seperti sifat anak, hubungan antara orangtua dan saudara, usia, dan bahkan

Page 24: Komunikasi Dalam Keluarga Utuh

bagaimana mereka merespon terhadap pengaruh eksternal yang kecil, seperti pelajaran

kewarganegaraan. Karena itu, pola komunikasi keluarga pada keuluarga utuh dapat dikatakan

stabil, hal ini karena berdasaarkan pada hubungan orangtua yang kuat, mereka juga dapat dengan

mudah menerima perubahan dan menjadi cukup dinamis dalam merespon perubahan sekitar.

Dinamika ini tidak membuat pola komunikasi keluarga kurang berguna untuk paneliti,

sebaliknyam dikarenakan sebagian besar dari dinamika ini bersifat sistematis dan terprediksi, hal

itu justru meningkatkan kekuatan penjelasan dari pola komunikasi keluarga. Sebagai contoh,

mengetahui bahwa anggota keluarga yang berbeda memiliki orientasi percakapan dan kesesuaian

yang juga berbeda, memungkinkan prediksi mengenai pola komunikasi keluarga dapat berubah

ketika anggota keluarga tertentu tidak hadir dalam diskusi keluarga. Jadi, pada keluarga yang

ayah lebih berorientasi kesesuaian debandingkan dengan ibu, interaksi keluarga yang hanya

memasukkan ayah atau ibu mungkin saja lebih berorientasi kesesuaian, sedangkan interaksi yang

memasukkan anak dan ibu saja kemungkinan dapat dikatan lebih berorientasi percakapan.

Pada bab ini, kita hanya menggambarkan ;amdasan dari substansial badan penelitian komunikasi

keluarga yang berdasarkan pada model teoritis dari pola komunikasi keluarga. Penelitian yang

berdasarkan pada pola komunikasi keluarga digunakan lebih dari 30 tahun setelah McLeod dan

Chaffee (1972, 1973) pertamakali memperkenalkan model tersebut dan lebih dari 10 tahun

setelah Fitzpatrick dan Ritchie (1993, 1994) merekonseptualisasikannya sebagai teori yang lebih

didasarkan pada perilaku yang menjadi bukti untuk terus melanjutkan sautu model yang dapat

menjelaskan dengan baik perilaku keluarga.