BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian...

37
BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian Etos Kerja Guru Apa sebenarnya “etos kerja” itu? Berikut ini akan penulis jelaskan secara rinci. Kata “etos” berasal dari Yunani ethos yang berarti “ciri sifat” atau “kebiasaan, adat istiadat” atau juga “kecenderungan moral, pandangan hidup” yang dimiliki oleh seseorang, suatu golongan atau suatu bangsa. 1 Dari kata etos ini dikenal pula kata etika, etiket yang hampir mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan baik buruk (moral), sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin. 2 Karena etika berkaitan dengan nilai kejiwaan seseorang, maka hendaknya setiap pribadi harus mengisinya dengan kebiasaan-kebiasaan yang positif dan ada semacam kerinduan untuk menunjukkan kepribadiannya dalam bentuk hasil kerja serta sikap dan perilaku yang menuju atau mengarah kepada hasil yang lebih sempurna. Dengan demikian etos adalah ciri atau sifat ; sikap, kebiasaan, atau adat-istiadat; kecenderungan moral (norma) serta cara seseorang, suatu golongan atau suatu bangsa dalam memandang, menghayati, meyakini dan melaksanakan sesuatu. Kerja menurut beberapa intelektual didefinisikan dengan definisi yang berbeda-beda menurut sudut pandang masing-masing. Adapun mengenai defisini kerja tersebut dapat kita perhatikan sebagai berikut : 1 Mochtar Bukhori, Pendidikan dalam Pembangunan, Yogyakarta : Tiara Wacana, 1994, hlm. 40 2 Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta : Gema Insani Pers, 2002, hlm. 15 8

Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Etos Kerja Guru

1. Pengertian Etos Kerja Guru

Apa sebenarnya “etos kerja” itu? Berikut ini akan penulis jelaskan

secara rinci.

Kata “etos” berasal dari Yunani ethos yang berarti “ciri sifat” atau

“kebiasaan, adat istiadat” atau juga “kecenderungan moral, pandangan

hidup” yang dimiliki oleh seseorang, suatu golongan atau suatu bangsa.1

Dari kata etos ini dikenal pula kata etika, etiket yang hampir

mendekati pada pengertian akhlak atau nilai-nilai yang berkaitan dengan

baik buruk (moral), sehingga dalam etos tersebut terkandung gairah atau

semangat yang amat kuat untuk mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih

baik dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna

mungkin.2

Karena etika berkaitan dengan nilai kejiwaan seseorang, maka

hendaknya setiap pribadi harus mengisinya dengan kebiasaan-kebiasaan

yang positif dan ada semacam kerinduan untuk menunjukkan

kepribadiannya dalam bentuk hasil kerja serta sikap dan perilaku yang

menuju atau mengarah kepada hasil yang lebih sempurna. Dengan

demikian etos adalah ciri atau sifat ; sikap, kebiasaan, atau adat-istiadat;

kecenderungan moral (norma) serta cara seseorang, suatu golongan atau

suatu bangsa dalam memandang, menghayati, meyakini dan melaksanakan

sesuatu.

Kerja menurut beberapa intelektual didefinisikan dengan definisi

yang berbeda-beda menurut sudut pandang masing-masing. Adapun

mengenai defisini kerja tersebut dapat kita perhatikan sebagai berikut :

1Mochtar Bukhori, Pendidikan dalam Pembangunan, Yogyakarta : Tiara Wacana, 1994,

hlm. 40 2Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami. Jakarta : Gema Insani Pers, 2002,

hlm. 15 8

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

9

Beberapa intelektual mendefinisikan kerja sebagai berikut :

a. Abdul Aziz al-Khayyat

Kerja dalam pengertian luas adalah semua bentuk usaha yang dilakukan

manusia, baik dalam hal materi atau nonmateri, intelektual atau fisik,

maupun hal-hal yang berkaitan dengan masalah keduniaan atau

keakhiratan.3

Adapun pengertian kerja secara khusus adalah setiap potensi yang

dikeluarkan manusia untuk memenuhi tuntutan hidupnya berupa makanan,

pakaian, tempat tinggal, dan peningkatan taraf hidupnya.4

b. The Liang Gie

Yang dimaksud dengan “kerja” adalah keseluruhan pelaksanaan aktivitas

jasmaniah dan rokhaniah yang dilakukan oleh manusia untuk mencapai

tujuan tertentu atau mengandung suatu maksud tertentu.5

c. Ali Sumanto al-Khindi

Kerja adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia baik

kebutuhan fisik, psikologis, maupun sosial.6

Jadi bisa penulis simpulkan bahwa kerja merupakan keseluruhan

bentuk usaha manusia yang meliputi pelaksanaan aktivitas jasmaniah dan

rokhaniah untuk memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik yang

meliputi makanan, pakaian, dan tempat tinggal, maupun kebutuhan

psikologis yang mengarah kepada kepuasan diri, serta kebutuhan sosial

yang berbentuk penghargaan masyarakat pada dirinya atas pekerjaan yang

telah dilakukannya.

Setelah memperhatikan definisi etos dan beberapa definisi tentang

kerja yang dikemukakan oleh beberapa intelektual, juga akan dikemukakan

beberapa definisi tentang etos kerja sebagai suatu kesatuan makna yang

dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya yaitu :

3Abdul Aziz al-Khayyat, Nazrah al-Islam Lil’Amah Wa Atsaruhu Fi At Tanmiyah, atau

Etika Bekerja dalam Islam, terj. Moh. Nurhakim, Jakarta : Gema Insani Press, 1994, hlm. 13 4Ibid., hlm. 22 5The Liang Gie, Cara Bekerja Efisien, Yogyakarta : Karya Kencana, 1978, hlm. 11 6Ali Sumanto al-Khindhi, Bekerja sebagai Ibadah : Konsep Memberantas Kemiskinan,

Kebodohan, dan Keterbelakangan Umat, Solo : CV. Aneka. hlm. 41

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

10

a. Menurut Mochtar Bukhori

Etos kerja artinya ialah sikap terhadap kerja, pandangan terhadap kerja,

ciri-ciri atau sifat mengenai cara bekerja, yang dimiliki seseorang,

suatu golongan atau suatu bangsa.7

b. Menurut Abdul Razak

Etos kerja dalam Islam merupakan manifestasi kepercayaan seorang

muslim bahwa kerja memiliki kaitan dengan tujuan hidupnya, yaitu

memperoleh perkenan Allah.8

c. Menurut Toto Tasmara

Etos kerja muslim itu dapat didefinisikan sebagai cara pandang yang diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya, menampakkan kemanusiannya, tetapi juga sebagai suatu manifestasi dari amal shaleh dan oleh karenanya, mempunyai nilai ibadah yang sangat luhur.9

d. Menurut Pandji Anoraga

Etos kerja adalah suatu pandangan dan sikap bangsa atau satu umat

terhadap kerja.10

Dari beberapa definisi tentang etos kerja yang telah dikemukakan

oleh para intelektual di atas, penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa

etos kerja merupakan pandangan terhadap kerja, yaitu pandangan bahwa

bekerja tidak hanya untuk memuliakan diri atau untuk menampakkan

kemanusiaannya tetapi juga sebagai manifestasi amal saleh (karya

produktif), yang karenanya memiliki nilai ibadah yang sangat luhur yaitu

untuk memperoleh perkenan Allah. Dari pandangan inilah kemudian

muncul sikap terhadap kerja.

Etos kerja juga dapat dilihat sebagai ciri-ciri mengenai cara

bekerja yang dimiliki oleh seseorang, suatu golongan atau suatu bangsa.

7Mochtar Bukhori, op.cit., hlm. 40 8Abdul Rozak, “Etos Kerja Mendorong Produktivitas Umat” Beragama di Abad Dua

Satu, Eda, Azwar Anas, Jakarta : Zikrul Hakim, 1997, hlm. 208 9Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim, Jakarta : PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995,

hlm. 28 10 Panji Anoraga, Psikologi Kerja, Jakarta : Rineka Cipta, 1992, hlm. 29

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

11

Jika dikaitkan dengan guru maka etos kerja guru dapat diartikan

sebagai sikap terhadap kerja, pandangan terhadap kerja, dan ciri-ciri

mengenai cara bekerja yang dimiliki oleh seorang guru.

2. Dasar-dasar Etos Kerja dalam Islam

Pembahasan mengenai pandangan Islam tentang etos kerja ini

barangkali dapat dimulai dengan usaha menangkap makna sedalam-

dalamnya sabda Nabi saw yang amat terkenal bahwa nilai setiap bentuk

kerja itu bergantung pada niat-niat yang dipunyai pelakunya : jika

tujuannya tinggi (seperti tujuan mencapai ridha Allah) maka ia pun akan

mendapatkan nilai kerja yang tinggi, dan jika tujuannya rendah (seperti

hanya bertujuan memperoleh simpati sesama manusia belaka), maka

setingkat itu pulalah nilai kerjanya tersebut.

Sabda Nabi saw yang mencerminkan penjelasan di atas adalah

sebagai berikut :

11...انما األعمال بالنيات وانما لكل امرئ مانوى

Artinya :“Sesungguhnya (nilai) segala pekerjaan itu adalah (sesuai) dengan niat-niat yang ada, dan setiap orang akan memperoleh apa yang ia niatkan ...” (HR. Bukhori Muslim).

Sabda Nabi tersebut menegaskan bahwa nilai kerja manusia

tergantung pada komitmen yang mendasari kerja itu. Tinggi-rendah nilai

kerja itu diperoleh seseorang sesuai dengan tinggi-rendah nilai komitmen

yang dimiliki. Adapun komitmen atau niat adalah suatu bentuk pilihan

dan keputusan pribadi yang dikaitkan dengan sistem nilai yang dianut oleh

seseorang. Karena itu komitmen atau niat juga berfungsi sebagai sumber

dorongan batin untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu, atau

jika ia mengerjakannya, maka ia mengerjakannya dengan tingkat

kesungguhan yang tertentu.

11 Yusuf bin Ismail an-Nabhani, Mukhtashar Riyadhus Sholihin, Beirut - Lebanon : Dar

Ibnu Hazm, 1996, hlm. 10 – 11

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

12

Selain sabda Nabi di atas yang lebih menyoroti pada niat untuk

melakukan suatu pekerjaan ada juga firman Allah yang berpesan untuk

bekerja, yaitu dalam surat al-Jumu’ah ayat 10 sebagai berikut :

فإذا قضيت الصالة فانتشروا في االرض وابتغوا من فضل الله واذكروا الله )10: اجلمعة (كثريا لعلكم تفلحون

Artinya : “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah

kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”12 (QS. al-Jumu’ah : 10)

Jadi, maksud dari pesan itu ialah bahwa hendaknya kita beribadah

sebagaimana yang diwajibkan, namun disisi lain kita juga harus mencari

rizki (bekerja). Bersamaan dengan itu, kita harus senantiasa ingat kepada-

Nya, yakni memenuhi semua ketentuan etis dan akhlak dalam bekerja itu,

dengan menginsyafi pengawasan dan perhitungan Allah terhadap setiap

bentuk kerja kita.

3. Komponen Etos Kerja

Lebih jelasnya mengenai pandangan terhadap kerja, sikap terhadap

kerja, dan ciri-ciri mengenai cara bekerja akan penulis uraikan satu persatu

sebagai berikut :

a. Pandangan terhadap Kerja

Islam memiliki pandangan sangat positif terhadap kerja.

Pandangan yang sangat positif tersebut dapat kita lihat bahwa kerja

dalam Islam bukan semata-mata untuk bekerja. Kerja juga tidak murni

perkara biasa, tidak hanya perilaku duniawi, bukan sekedar mengejar

gaji, juga bukan semata untuk menepis gengsi, misalnya tudingan

sebagai penganggur, tetapi kesadaran kerja dalam Islam, berlandaskan

semangat tauhid dan tanggung jawab ke-Tuhanan. Semua aktivitas

12 Yayasan Penyelenggara Penerjemah al-Quran. Al-Quran dan Terjemahnya, Surabaya :

Mahkota, 1971, hlm. 933

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

13

keseharian seorang mukmin, termasuk kerja, diniatkan dan

diorientasikan sebagai ibadah untuk mencapai ridha Allah. Hal ini

dikarenakan masing-masing dari mereka mengetahui maksud hadits

berikut :

انما األعمال بالنيات وانما لكل امرئ مانوى

Artinya :“Sesungguhnya (nilai) segala pekerjaan itu adalah (sesuai) dengan niat-niat yang ada, dan setiap orang akan memperoleh apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhori Muslim).13

Mengenai pandangan terhadap kerja yang dimiliki oleh seorang

guru, WS Winkel mengatakan bahwa apakah seorang guru itu bekerja

terutama untuk mendapatkan penghasilan semaksimal mungkin ataukah

untuk menyumbangkan tenaga dan pikiran bagi perkembangan generasi

muda, pasti akan mewarnai tingkah laku guru itu, entah itu disadari

atau tidak.14

Lebih lanjut ia juga mengatakan bahwa : “Guru yang pertama-tama memikirkan masalah pendapatan, memandang pekerjaannya sebagai sarana melulu untuk mendapatkan uang, bahkan sekolah dipandang sebagai organisasi penjamin kesejahteraan guru. Guru itu akan cenderung supaya penerimaan siswa baru ditentukan berdasarkan kemampuan ekonomi, cenderung memberikan pelajaran tambahan sebanyak mungkin yang dihonorkan tersendiri, dan mengajar di sekolah lain sebagai tenaga tidak tetap. Akibat lebih jauh adalah bahwa guru tidak sempat mempersiapkan pelajaran dengan baik. Sedangkan guru yang pertama-tama berniat menyumbangkan keahliannya demi perkembangan siswa akan memandang pekerjaannya sebagai sumber kepuasan pribadi, biarpun tidak lepas dari tantangan. Dia akan rela mengorbankan waktu dan tenaga lebih banyak daripada yang dituntut secara formal, sikap ini akan diketahui dan dihargai oleh siswa. Dia pun akan berusaha meningkatkan profesionalitasnya tanpa disuruh mengikuti penataran, karena tidak ingin bersikap minimalis dalam menghayati tugas pendidikan yang diserahkan kepada guru. Masalah pendapatan tentu dipikirkan juga, akan tetapi hal ini tidak mewarnai pikiran dan tindakan secara dominan.15

13 Yusuf bin Ismail an-Nabhani, op.cit., hlm. 10 - 11 14 WS. Winkel, Psikologi Pengajaran, Cet. 4, Jakarta : Grasindo, 1996, hlm. 196 15 Ibid.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

14

Dari pendapat yang telah dikemukakan oleh Winkel tersebut

dapat diketahui bahwa ada dua jenis guru bila ditinjau dari cara guru

tersebut memandang pekerjaannya. Jenis yang pertama yaitu, guru

yang memandang pekerjaannya (mengajar) sebagai sarana

mendapatkan penghasilan, dan jenis yang kedua yaitu guru yang

memandang pekerjaannya sebagai sarana untuk menyumbangkan

tenaga dan pikiran bagi generasi muda. Tampak dalam pendapat

Winkel bahwa salah satu dari kedua jenis guru di atas lebih buruk dari

yang lainnya. Hal ini bisa dilihat pada akibat yang ditimbulkan oleh

pandangan masing-masing guru yang berbeda antara jenis yang

pertama dengan jenis yang kedua.

Jenis guru yang pertama yaitu guru yang memandang

pekerjaannya sebagai sarana melulu untuk mendapatkan penghasilan

membawa dampak pada beberapa tingkah laku yang kurang terpuji,

seperti : sekolah dipandang sebagai organisasi penjamin kesejahteraan

guru, pemikirannya yang lebih cenderung bahwa penerimaan siswa

baru lebih didasarkan pada kemampuan ekonomi, mengajar di beberapa

(banyak) sekolah lain sebagai tenaga tidak tetap agar memperoleh

honor yang lebih tinggi, dan sebagainya. Adapun jenis guru yang kedua

yaitu guru yang memandang pekerjaannya sebagai sarana untuk

menyumbangkan tenaga dan pikirannya demi perkembangan generasi

muda yang akhirnya membawa dampak yang baik pada perilaku guru

tersebut.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa etos kerja guru yang

memandang pekerjaannya sebagai sarana untuk menyumbangkan

tenaga dan pikirannya bagi generasi muda lebih baik/lebih tinggi

daripada guru yang memandang pekerjaannya sebagai sarana melulu

untuk mendapatkan penghasilan.

Akan tetapi, realitas yang ada sekarang ini menunjukkan bahwa

tidak selamanya pendapat Winkel itu benar. Bagaimanapun juga guru

itu manusia biasa yang juga membutuhkan materi untuk membiayai

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

15

kehidupannya. Karenanya, boleh-boleh saja jika ia berpandangan

bahwa mengajar itu untuk mendapatkan penghasilan selama itu tidak

membawa akibat yang merugikan bagi pihak-pihak yang

berkepentingan.

b. Sikap atau Kebiasaan terhadap Kerja

Kembali lagi pada pembahasan etos kerja. Etos kerja dalam arti

sempit, merupakan sikap yang positif terhadap suatu pekerjaan. Atau

adanya orientasi nilai yang memberikan semangat pada diri seseorang

untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik. Menurut Carrington

DJ sebagaimana dikutip oleh Nursyamsiyah Yusuf, Etos kerja

mengandung beberapa makna, antara lain sebagai berikut.

1. Memandang “Kerja keras” sebagai suatu nilai kebaikan. 2. Penggunaan waktu secara mangkus (efektif), dalam arti tidak

membuang-buang waktu dengan percuma 3. Memandang disiplin sebagai nilai yang baik 4. Sangat bersifat produktif 5. Memiliki rasa bangga terhadap pekerjaannya 6. Memiliki komitmen dan kesetiaan pada profesinya dan tempat

mereka bekerja. 7. Berorientasi pada prestasi dan secara ajeg berusaha mencapai

karir yang tinggi dan untuk kemajuan 8. Adanya nilai positif terhadap sikap hidup hemat (ekonomis),

jujur, dan investasi yang benar dalam memperoleh pendapatan/ kekayaan.16

Kerja keras yang dimaksud di sini, menurut penulis adalah

bekerja dengan sungguh-sungguh dan penuh ketekunan, bekerja tanpa

kenal lelah, penuh semangat, seakan hidup tak akan pernah berakhir.

Efektif berarti penggunaan waktu secara tepat sehingga tercapai

perbandingan yang terbaik antara usaha yang dilakukan dengan hasil

yang diperoleh.

Ali Imron mendefinisikan bahwa disiplin adalah suatu keadaan

di mana sesuatu itu berada dalam keadaan tertib, teratur dan

16 Nursyamsiyah Yusuf, “Motivasi Menjadi Guru dalam Kaitannya dengan Profil

Kinerjanya”, Jurnal Ilmiah Kajian Pendidikan dan Kebudayaan No. 008/II/Maret, Badan Penelitian dan Pengambangan Pendidikan dan Kebudayaan, 1997, hlm. 44- 56

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

16

semestinya, serta tiada suatu pelanggaran-pelanggaran baik secara

langsung maupun tidak langsung.17 Dari pengertian ini dapat diuraikan

bahwa guru yang mempunyai etos kerja yang tinggi akan memandang

disiplin sebagai nilai yang baik, yang karenanya, ia akan selalu

berusaha menerapkan kedisiplinan itu dalam kehidupan sehari-hari,

terutama di lingkungan sekolah demi kelancaran proses pembelajaran

yang ia lakukan, sehingga segala sesuatunya berjalan dengan tertib,

teratur, dan semestinya.

Arti sebenarnya dari produktif adalah menghasilkan lebih

banyak, dan berkualitas lebih baik, dengan usaha yang sama.18 Dengan

demikian, diharapkan guru yang mempunyai etos kerja yang tinggi

akan selalu berusaha kearah yang lebih baik dan lebih baik lagi, dengan

usaha yang relatif sama.

Jika seseorang merasa bangga dengan pekerjaan yang

dimilikinya, maka ia akan mempunyai rasa kesetiaan (loyalitas) pada

profesi dan tempat mereka bekerja. Demikian ini berarti jika seseorang

merasa bangga terhadap profesinya sebagai guru, maka ia akan enggan

meninggalkan profesi guru dan sekolah sebagai tempat mereka bekerja.

Akibatnya, ia akan selalu mengembangkan karir untuk mencapai

kemajuan.

c. Ciri-ciri atau Sifat mengenai Cara Bekerja

KH. Toto Tasmara dalam Membudayakan Etos Kerja Islami

mengatakan

“Ciri-ciri orang-orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja akan tampak dalam sikap dan tingkah lakunya yang dilandaskan pada suatu keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu ibadah dan berprestasi itu indah. Ada semacam panggilan dari hatinya untuk terus menerus memperbaiki diri, mencari prestasi bukan prestise, dan tampil sebagai bagian dari umat yang terbaik (khairu ummah). Secara metaforis, bahkan dapat saya katakan bahwa seorang muslim itu

17Ali Imron, Pembinaan Guru di Indonesia, Jakarta : Pustaka Jaya, 1995, hlm. 183 18 Panji Anoraga, op.cit., hlm. 52

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

17

sangat kecanduan untuk beramal saleh. Jiwanya gelisah apabila dirinya hampa, tidak segera berbuat kesalehan. Ada semacam dorongan yang sangat luar biasa untuk memenuhi hasrat memuaskan dahaga jiwanya yang hanya terpenuhi apabila dia berbuat kesalehan tersebut.19

Menurut penulis, orang-orang yang mempunyai ciri-ciri seperti

yang dimaksud oleh Toto Tasmara di atas sangatlah sedikit jumlahnya.

Bahkan boleh dikata hampir tidak ada. Kalaupun ada mungkin tidak akan

habis dibilang dengan hitungan jari tangan.

Adapun ciri-ciri orang yang mempunyai dan menghayati etos kerja

menurut Toto Tasmara dalam membudayakan etos kerja Islami akan

tampak dalam sikap dan tingkah laku berikut :

1). Mereka kecanduan terhadap waktu

Salah satu esensi dan hakikat dari etos kerja adalah cara seseorang

menghayati, memahami, dan merasakan betapa berharganya waktu.

2). Mereka memiliki moralitas yang bersih (ikhlas)

Salah satu kompetensi moral yang dimiliki oleh seseorang yang

berbudaya kerja Islami adalah nilai keikhlasan. Mereka yang

mempunyai jiwa yang ikhlas akan melaksanakan tugasnya secara

profesional tanpa motivasi lain kecuali bahwa pekerjaan itu

merupakan amanat yang harus ditunaikannya sebaik-baiknya dan

memang begitulah seharusnya. Motivasi unggul yang ada hanyalah

pamrih pada hati nuraninya sendiri (consciene). Kalaupun ada reward

atau imbalan, itu bukanlah tujuan utama, melainkan sekedar akibat

sampingan (side effect) dari pengabdian dirinya yang murni tersebut.

3). Mereka kecanduan kejujuran

Perilaku yang jujur adalah perilaku yang diikuti oleh sikap

tanggungjawab atas apa yang diperbuatnya tersebut atau integritas.

Kejujuran dan integritas ini bagaikan dua sisi mata uang. Seseorang

tidak cukup hanya memiliki keikhlasan dan kejujuran, tetapi

19 Toto Tasmara, Membudayakan op.cit., hlm. 73.

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

18

dibutuhkan nilai pendorong lainnya, yaitu integritas. Akibatnya,

mereka siap menghadapi risiko dan seluruh akibatnya dia hadapi

dengan gagah berani, kebanggaan, dan penuh suka cita, dan tidak

pernah terpikir olehnya untuk melemparkan tanggung jawabnya

kepada orang lain.

4). Mereka memiliki komitmen

Yang dimaksud dengan komitmen adalah keyakinan yang mengikat

sedemikian kukuhnya sehingga membelenggu seluruh hati nuraninya

dan kemudian menggerakkan perilaku menuju arah tertentu yang

diyakini.

Dalam komitmen tergantung sebuah tekad, keyakinan, yang

melahirkan bentuk vitalitas yang penuh gairah. Mereka yang memiliki

komitmen tidak mengenal kata menyerah, karenanya, mereka hanya

akan berhenti menapaki cita-citanya bila langit sudah runtuh. Bagi

mereka, komitmen adalah soal tindakan, keberanian, kesungguhan,

dan kesinambungan.

5). Istiqamah, kuat pendirian

Istiqamah berarti berhadapan dengan segala rintangan masih tetap

qiyam “berdiri”. Konsisten berarti tetap menapaki jalan lurus

walaupun sejuta halangan menghadang.

Seseorang yang istiqamah tidak mudah berbelok arah, betapapun

godaan untuk mengubah tujuan begitu memikatnya, dia tetap pada niat

semula.

6). Mereka kecanduan disiplin

Erat kaitannya dengan konsisten adalah sikap berdisiplin, yaitu suatu

sikap, perbuatan untuk selalu mentaati tata tertib.

Pribadi yang berdisiplin sangat berhati-hati dalam mengelola

pekerjaan serta penuh tanggung jawab memenuhi kewajibannya.

Mata hati dan profesi terarah pada hasil yang akan diraih sehingga

mampu menyesuaikan diri dalam situasi yang menantang. Mereka

pun mempunyai daya adaptabilitas atau keluwesan untuk menerima

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

19

inovasi atau gagasan baru. Daya adaptabilitasnya sangat luwes dalam

cara dirinya menangani berbagai perubahan yang menekan. Karena

sikapnya yang konsisten itu pula, mereka tidak tertutup pada gagasan-

gagasan baru yang bersifat inovatif.

7). Konsekuen dan berani menghadapi tantangan

Ciri lain dari pribadi yang memiliki budaya kerja adalah

keberaniannya menerima konsekuensi dari keputusannya. Bagi

mereka, hidup adalah pilihan, dan setiap pilihan merupakan tanggung

jawab pribadinya. Mereka tidak mungkin menyalahkan pihak

manapun, karena pada akhirnya semua pilihan ditetapkan oleh dirinya

sendiri. Rasa tanggung jawabnya mendorong perilakunya yang

bergerak dinamis, seakan-akan di dalam dadanya ada “nyala api”,

sebuah motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan dan menjaga apa

yang telah menjadi keputusan atau pilihannya.

8). Mereka memiliki sikap dan percaya diri

Percaya diri melahirkan kekuatan, keberanian, dan ketegasan dalam

bersikap. Berani mengambil keputusan yang sulit walaupun harus

membawa konsekuensi berupa tantangan atau penolakan.

9). Mereka orang yang kreatif

Pribadi muslim yang kreatif selalu ingin mencoba metode atau

gagasan baru sehingga diharapkan hasil kinerja dapat dilaksanakan

secara efektif dan efisien.

10). Mereka tipe orang yang bertanggungjawab

Tindakan bertanggungjawab dapat didefinisikan sebagai sikap dan

tindakan seseorang di dalam menerima sesuatu sebagai amanah ;

dengan penuh rasa cinta, ia ingin menunaikannya dalam bentuk

pilihan-pilihan yang melahirkan amal prestatif.

Mereka yang memiliki tanggung jawab ini mempersepsi pekerjaannya

sebagai amanah yang harus ditunaikan dengan penuh kesungguhan,

yang kemudian melahirkan keyakinan yang mendalam bahwa bekerja

itu ibadah dan berprestasi itu indah.

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

20

11). Mereka bahagia karena melayani

Mereka melayani dengan cinta, bukan karena tugas atau pengaruh dari

luar, melainkan benar-benar sebuah obsesi yang sangat mendalam

bahwa “aku bahagia karena melayani”

12). Mereka memiliki harga diri

Seseorang yang memiliki harga diri akan selalu berbinar ketika dia

ingin menyebarkan nilai manfaat. Hidupnya penuh gairah untuk

menjadikan dirinya sebagai sosok manusia yang senantiasa

memberikan pelayanan kepada orang lain dengan penuh cinta, dan itu

mahal harganya.

13). Mereka memiliki jiwa kepemimpinan

Sebagai seorang mujahid yang dituntut untuk memiliki jiwa

kepemimpinan, sudah barang tentu seluruh peranan dirinya merupakan

bayang-bayang dari hukum dan kehendak Allah, sehingga keputusan

dan kehadiran dirinya mampu mempengaruhi orang lain, lingkungan,

dan ruang serta waktu dengan butiran nilai tauhid.

Kepemimpinan berarti kemampuan untuk mengambil posisi dan

sekaligus memainkan peran (role) sehingga kehadiran dirinya mampu

memberikan pengaruh kepada lingkungannya.

Seorang pemimpin adalah seorang yang mempunyai personalitas yang

tinggi. Dia larut dalam keyakinannya, tetapi tidak segan untuk

menerima kritik, bahkan mengikuti apa yang terbaik. Seorang

pemimpin bukan tipikal pengekor, terima jadi, karena sebagai seorang

pemimpin, dia sudah dilatih untuk berpikir kritis analitis, karena dia

sadar bahwa seluruh hidupnya akan dimintai pertanggungjawaban di

hadapan Allah, sebagaimana firman-Nya.

وال تقف ما ليس لك به علم إن السمع والبصر والفؤاد )36: االسرأ (كل أولئك كان عنه مسئوال

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

21

Artinya :”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.20 (QS. al-Isra’ : 36)

Pribadi muslim yang memiliki etos kerja mempuyai pandangan jauh

ke depan. Gagasan pikirannya melampaui zamannya sehingga mereka

pantas disebut pemimpin yang memiliki pandangan atau wawasan ke

depan (Visionary Leadheship). Mereka memiliki daya aktivitas yang

sangat kuat, menghargai orang lain, dan terbuka terhadap gagasan

bahkan kritik.

14). Mereka berorientasi ke masa depan

Seorang pribadi yang memiliki etos kerja tidak akan berspekulasi

dengan masa depan dirinya. Dia selalu menetapkan segala sesuatunya

dengan jelas sehingga seluruh tindakannya diarahkan pada tujuan

yang telah ditetapkan.

15). Hidup berhemat dan efisien

Dia berhemat bukan karena ingin memupuk kekayaan sehingga

melahirkan sifat kikir individualistis, melainkan karena ada satu

reserve bahwa tidak selamanya waktu itu berjalan lurus, ada up dan

down, sehingga berhemat berarti mengestimasikan apa yang akan

terjadi di masa yang akan datang.

Efisiensi berarti melakukan segala sesuatu secara benar, tepat, dan

akurat. Efisien berarti pula mampu membandingkan antara besaran

output dan input. Adapun efektivitas berkaitan dengan tujuan atau

menetapkan hal yang benar.21 Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa

efisiensi berarti berkaitan dengan cara melaksanakan, sedangkan

efektivitas berkaitan dengan arah tujuan.

16). Memiliki jiwa wiraswasta yang tinggi

Orang yang memiliki etos kerja harus memiliki jiwa wiraswasta yang

tinggi, yaitu kesadaran dan kemampuan yang sangat mendalam untuk

20 Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur'an, op.cit., hlm. 429 21Toto Tasmara, Membudayakan, op.cit., hlm. 105 – 106

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

22

melihat segala fenomena yang ada di sekitarnya, merenung dan

kemudian bergelora semangatnya untuk mewujudkan setiap

perenungan batinnya dalam bentuk yang nyata dan realistis. Karena

itu, mereka selalu melihat setiap sudut kehidupan dunia sebagai

peluang kesempatan yang harus di coba.

17). Memiliki insting bertanding (fastabiqul khairat)

Semangat bertanding merupakan sisi lain dari seorang muslim yang

memiliki etos kerja. Panggilan untuk bertanding dalam segala

lapangan kebajikan dan meraih prestasi, dihayatinya dengan rasa

penuh tanggung jawab sebagai pembuktian ayat al-Qur'an yang telah

menggoreskan kalamnya dengan sangat motivatif, sebagaimana

firman-Nya.

)148: البقرة (ولكل وجهة هو موليها فاستبقوا الخيرات

Artinya : ”Setiap umat ada kiblatnya (sendiri), maka hendaklah kamu sekalian berlomba-lomba (dalam kebaikan).22 (al-Baqarah : 148)

Mana mungkin seseorang bisa berlomba atau bertanding apabila tidak

ada gairah untuk bekerja, bergerak, dan berjuang. Untuk itu, dia tidak

akan pernah menyerah pada kelemahan atau pengertian nasib dalam

artian sebagai seorang fatalis.

22 Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur'an, op.cit., hlm. 38

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

23

18). Keinginan untuk mandiri (independent)

Seseorang yang mempunyai etos kerja merasa bahagia bila dapat

memperoleh hasil atas usaha, karsa, dan karya yang dibuahkan dari

dirinya sendiri. Karena itu, ia mempunyai keinginan yang kuat untuk

mandiri.

19). Mereka kecanduan belajar dan haus mencari ilmu

Kecanduan belajar dan kehausan mencari ilmu ini didasari oleh

kesadaran bahwa Rasulullah mewajibkan pada setiap umatnya untuk

mencari ilmu dari buaian hingga ke liang lahat. Bahkan demi ilmu,

dia tidak peduli sejauh mana tempat yang harus ia tempuh, walau ke

negeri China. Sifat kritis dan objektivitasnya pun menyebabkan ia

tidak melihat “siapa” yang mengatakan, selama yang dikatakannya

adalah ilmu dan kebenaran, dia akan timba dan resapkan.

20). Memiliki semangat perantauan

Salah satu ciri pribadi yang memiliki etos kerja adalah suatu dorongan

untuk melakukan perantauan. Mereka ingin menjelajahi seluruh

hamparan bumi, memetik hikmah, dan mengambil pelajaran dari

berbagai peristiwa budaya manusia.

Akan tetapi, semangat perantauan tidak selamanya dibuktikan secara

fisik. Ada juga perantauan bathin yang dia peroleh dari hasil

membaca buku, menggali hikmah dan menyimak fenomena alam.

Badannya tidak pergi jauh, tetapi daya imajinasinya merantau sampai

ke luar batas langit, dan kemudian melahirkan berbagai gagasan

kreatif.

21). Memperhatikan kesehatan dan gizi

Etos kerja muslim adalah etos yang sangat erat kaitannya dengan cara

dirinya memelihara kebugaran dan kesegaran jasmaninya.

22). Tangguh dan pantang menyerah

Ketangguhan dan keuletan merupakan modal yang sangat besar dalam

menghadapi tantangan atau tekanan (pressure), sebab sejarah telah

banyak membuktikan betapa banyak bangsa yang mempunyai sejarah

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

24

pahit, namun akhirnya dapat keluar dengan berbagai inovasi,

kohesivitas kelompok, dan mampu memberikan prestasi yang tinggi

bagi lingkungannya.

Karena itulah, bisa dikatakan bahwa kerja keras, ulet, tangguh, dan

pantang menyerah merupakan ciri dan cara dari kepribadian muslim

yang memiliki etos kerja.

23). Berorientasi pada produktivitas

Seorang Muslim itu seharusnya sangat menghayati makna yang

difirmankan Allah dengan sangat tegas, yaitu larangan untuk bersikap

mubazir karena sesungguhnya orang-orang yang berbuat mubazir

adalah temannya setan.

24). Memperkaya jaringan silaturahmi

Pribadi yang memiliki etos kerja akan menjadikan silaturahmi sebagai

salah satu ruh pengembangan dirinya. Karena bukan saja memiliki

nilai ibadah, tetapi hasilnya juga dapat dipetik di dunia, yaitu

memberikan satu alur informasi yang dapat membuka peluang dan

kesempatan usaha.

25). Mereka memiliki semangat perubahan

Pribadi yang memiliki etos kerja sangat sadar bahwa tidak ada satu

makhluk pun di bumi ini yang mampu mengubah dirinya kecuali

dirinya sendiri. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :

...فسهموا ما بأنرغيى يم حتما بقو رغي11: الرعد ... (إن الله لا ي(

Artinya :”Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah keadaan diri mereka sendiri.(ar-Ra’d: 11) 23

Ayat ini mengajak kita untuk memainkan peranan, mengubah nasib,

dan menempatkan diri dalam posisi yang tentu saja menjadi lebih

baik, dan lebih baik lagi.

23 Ibid., hlm. 370

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

25

4. Etos Kerja Guru

Keadaan etos kerja seseorang setidak-tidaknya dapat dibidik dari

cara kerjanya yang memiliki 3 ciri dasar, yaitu (1) keinginan untuk

menjunjung tinggi mutu pekerjaan (job quality); (2) menjaga harga diri

dalam melaksanakan pekerjaan; dan (3) keinginan untuk memberikan

layanan kepada masyarakat melalui karya profesionalnya.24

Ketiga ciri dasar tersebut pada dasarnya terkait dengan kualifikasi

yang harus dimiliki oleh guru pada umumnya, yaitu kualifikasi

profesional, personal, dan sosial.

Dalam pola pemahaman sistem tenaga kependidikan di Indonesia,

terdapat tiga dimensi umum kompetensi yang saling menunjang

membentuk kompetensi profesional tenaga kependidikan, yaitu (1)

Kompetensi personal; (2) Kompetensi sosial, dan (3) Kompetensi

profesional. Dilihat dari sisi ini, maka ciri dasar yang pertama tersebut di

atas terkait dengan kompetensi profesional, yakni menyangkut

kemampuan dan kesediaan serta tekad seorang guru untuk mewujudkan

tujuan-tujuan pendidikan yang telah dirancang melalui proses dan produk

kerja yang bermutu. Ciri dasar yang kedua terkait dengan kompetensi

personal, yakni ciri hakiki dari kepribadian seorang guru untuk menjaga

harga diri dalam melaksanakan pekerjaannya guna mencapai tujuan

pendidikan yang telah ditetapkan. Ciri dasar ketiga terkait dengan

kompetensi sosial, yakni perilaku seorang guru yang berkeinginan dan

bersedia memberikan layanan kepada masyarakat melalui karya

profesionalnya untuk mencapai tujuan pendidikan.

Al-Ghazali, seorang ulama terkenal telah memformulasikan ciri-

ciri dan sifat-sifat guru yang diharapkan berhasil dalam menjalankan

tugas-tugas kependidikannya. Berbagai sifat dan ciri-ciri tersebut sekaligus

mencerminkan etos kerja guru yang diharapkan (ideal). Adapun sifat-sifat

dan ciri-ciri tersebut adalah:

24Mochtar Bukhori, op.cit., hlm. 41

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

26

الشفقة على املتعلمني وأن جير يهم جمرى بنيه: الوظيفة اال وىل أن يقتدى بصا حب الشرع صلوات اهللا عليه وسال : الوظيفة الثا نية

مه فال يطلب على افا دة العلم أجرا وال يقصـد بـه جزاء وال شكرا بل يعلم لوجه اهللا تعاىل

يئاهو ذلك بأن مينعـه ان ال يدع من نصح املتعلم ش : الوظيفة الثالثة من التصدى لرتبة قبل استحقا قها والتشا غل بعلم

خفى قبل الفراغ من اجللىوهى من د قا ئق صنا عة التعليم ان يز جر املـتعلم : الوظيفة الرا بعة

عن سوء اال خال ق بطريق التعر يض ما أ مكـن وال يصرح وبطريق الر محة ال بطريق التو بيخ

أن املتكفل ببعض العلوم ينبغى أن ال يقبح ىف نفـس : مسة الوظيفة اخلا املعلم العلوم الىت وراءه

أن يقتصربالتعليم على قد ر فهمه: الوظيفة السادسة ان املتعلم القا صر ينبغى ان يلقى اليه اجللى الال ئـق : الوظيفة السابعة

به وال يذ كر له ان وراء هذا تد قيقا وهو يدخره عنهأن يكون املعلم عا مال بعلمه فال يكـذ ب قولـه : لوظيفة الثا منه ا

25فعله

1). Kasih sayang kepada peserta didik dan memperlakukannya sebagaimana anak sendiri.

2). Meneladani Rasulullah sehingga jangan menuntut upah, imbalan, dan penghargaan.

3). Hendaknya tidak memberi predikat/martabat kepada peserta didik sebelum ia pantas/kompeten untuk menyandangnya, dan jangan memberi ilmu yang samar (al-‘ilm al-khafy) sebelum tuntas ilmu jelas (al-‘ilm al-jaly).

25 Badawi Thobanah, Ihya’ Ulumuddin Lil Imamil Ghazali, Semarang : Maktabah Usaha

Keluarga, 1989, hlm. 55 – 58

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

27

4). Hendaknya mencegah peserta didik dari akhlak yang jelek (sedapat mungkin) dengan cara sindiran dan tidak tunjuk hidung

5). Guru yang memegang bidang studi tertentu hendaknya tidak meremehkan atau menjelek-jelekan bidang studi yang lain.

6). Menyajikan pelajaran kepada peserta didik sesuai dengan taraf kemampuan mereka.

7). Dalam menghadapi peserta didik yang kurang mampu hendaknya diberikan ilmu-ilmu yang global dan tidak perlu menyajikan detailnya

8). Guru hendaknya mengamalkan ilmunya, dan jangan sampai ucapannya bertentangan dengan perbuatannya.

Mengenai rumusan guru yang baik Dahama dan Bhatnagar dalam

Education and Comunication for Development mengatakan bahwa :

“Atributtes of a good teacher are : 1. Knowledge and understanding of his subject 2. Enthusiasm about his subject 3. Interest in students 4. Have a knowledge of teaching skills 5. Broad interests and an engaging personality 6. Demanding that each student put forth his best effort 7. Encourages and motivates”26

Dalam konteks pendidikan di sekolah, rumusan al-Ghazali serta

Dahama dan Bhatnagar tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk

memahami etos kerja seorang guru. Hanya saja, dalam konteks masa kini

dan masa depan, yang masyarakatnya memiliki tiga karakteristik, yaitu

masyarakat teknologi, masyarakat terbuka, dan masyarakat madani, etos

kerja seorang guru sudah barang tentu tidak hanya berorientasi pada

peningkatan kualitas dimensi personal dan sosial, tetapi juga perlu adanya

keseimbangan dengan peningkatan kualitas intelektual dan profesionalnya.

Karena itu, perlu adanya keseimbangan antara orientasi pendidikan yang

menuntut kesalehan individu dan sosial dengan kesalehan intelektual dan

profesional.

“Kesalehan intelektual dan profesional dari guru pada umumnya ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai berikut: (1) Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang; (2) Menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (bidang keahliannya) serta wawasan pengembangannya; (3) Menguasai ketrampilan

26 O.P. Dahama dan O.P. Bhatnagar, Education and Communication for Development,

New Delhi : Oxford & IBH Publishing Co, 1980, hlm. 82 – 83

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

28

untuk membangkitkan minat siswa kepada ilmu pengetahuan; dan (4) Siap untuk mengembang-kan profesi secara berkesinambungan, agar ilmu dan keahliannya tidak cepat tua atau out of date. Sebagai implikasinya, seorang guru akan selalu concern dan komitmen dalam peningkatan studi lanjut, mengikuti kegiatan-kegiatan diskusi, seminar, pelatihan, dan lain-lainya.”27

Berbagai uraian di atas menggambarkan keadaan etos kerja guru

yang tinggi. Sebaliknya, terdapat prototipe guru yang keadaan etos

kerjanya rendah. Hasil penelitian Wiles (1955) yang dikutip oleh Sahertian

menyebutkan sejumlah prototipe guru di sekolah, antara lain (1) Guru

yang malas; (2) Guru yang pudar; (3) Guru tua; (4) Guru yang kurang

demokratis; dan (5) Guru yang suka menentang.28

Menurut hasil penelitian Wiles tersebut, guru yang malas

kebanyakan bersumber pada gaji yang tidak cukup, kemudian ia mencari

pekerjaan tambahan di luar untuk memenuhi kebutuhan tiap bulan.

Akibatnya, etos kerjanya sebagai guru di sekolah semakin menurun. Guru

yang pudar adalah guru yang jarang tersenyum, kurang humor, kurang

ramah, sukar bergaul dengan orang lain, dan sebagainya. Guru tua adalah

guru yang sudah terlalu lama dinas, sehingga sukar diubah. Biasanya

mereka kurang percaya diri dan merasa tersaingi dengan tampilnya guru-

guru muda. Oleh karena itu, ia menunjukkan diri seolah-olah tinggi,

padahal ia sendiri tidak ingin lagi mengembangkan dirinya agar terus

bertumbuh dalam jabatannya. Guru yang kurang demokratis, yakni orang

yang sudah terlalu lama bekerja yang biasanya terlalu memusatkan

perhatian pada kepuasan dirinya sendiri. Rasa harga dirinya sendiri terlalu

tinggi sehingga memperlakukan diri melebihi batas kebebasan orang lain,

ia bersifat tidak demokratis. Guru yang suka menentang, yakni guru yang

sangat kritis, sehingga ia berfikir kritis dan selalu suka mengkritik orang

lain. Suka mengkritik sudah merupakan suatu kebiasaan (habit).

27 H.A.R. Tilaar, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional dalam Perspektif

Abad 21, Magelang : Tera Indonesia, 2000, hlm. 295 28 Piet. A, Sahertian, Profil Pendidik Profesional, Yogyakarta : Andi Offset, 1994,

hlm. 60

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

29

Kecenderungan ini tidak selalu baik bila berhadapan, baik bila dengan

guru lain maupun dengan siswa karena bisa jadi menjatuhkan mental dan

semangat belajar mereka untuk aktualisasi diri.

Sejumlah prototipe guru tersebut barangkali dapat dipakai sebagai

kerangka teoretik untuk memahami keadaan etos kerja seorang guru di

sekolah-sekolah, terutama dalam konteks etos kerja yang rendah.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja Guru

Seseorang agaknya akan sulit melaksanakan tugas/ pekerjaannya

dengan tekun dan memiliki komitmen terhadap ketiga ciri dasar yang telah

tersebut di atas, jika pekerjaan itu kurang bermakna baginya, dan tidak

bersangkutan dengan tujuan hidupnya yang lebih tinggi, langsung ataupun

tidak langsung. Cara kerja seseorang yang memandang pekerjaannya

sebagai kegiatan untuk mencari nafkah semata atau hanya untuk

memperoleh salary (gaji) dan sandang pangan demi survival fisik jangka

pendek, agaknya akan berbeda dengan cara kerja seseorang yang

memandang tugas/pekerjaanya sebagai calling professio dan amanah yang

hendak dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.

Munculnya sikap malas, santai, dan tidak disiplin waktu dalam

bekerja dapat bersumber dari pandangannya terhadap pekerjaan dan tujuan

hidupnya. Karena itu, adanya etos kerja yang kuat pada seseorang

memerlukan kesadaran mengenai kaitan suatu pekerjaan dengan

pandangan hidupnya yang lebih menyeluruh, dan yang memberinya

keinsafan akan makna dan tujuan hidupnya.29

Etos kerja juga sangat erat kaitannya dengan sistem pendidikan dan

budaya yang ada di lingkungan seseorang.30 Contoh nilai-nilai keyakinan,

budaya, dan beberapa kebiasaan yang dapat menghambat etos kerja

seseorang adalah (1) Khurafat dan takhayul, (2) Tak akan lari gunung

dikejar; alon-alon asal kelakon, (3) Gampangan, Take it easy, bagaimana

29 Muhaimin, et.all., Paradigma Pendidikan Islam : Upaya Mengefektifkan Pendidikan

Agama Islam di Sekolah, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001, hlm. 118 30 H. Toto Tasmara, Etos Kerja op.cit., hlm. 125.

Page 23: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

30

nanti sajalah, (4) Mangan ora mangan pokoke kumpul, (5) Nrima-

Fatalistis, (6) Salah persepsi, bahwa kerja kasar itu hina, dan (7)

Keyakinan akan keampuhan suatu jimat atau mascot.31

Paham fatalisme (menyerahkan semuanya kepada Tuhan) juga

telah mempengaruhi etos kerja umat Islam. bahkan, muncul pula faham

tasawuf yang dipinggirkan pengertiannya dari makna zuhud yang

sebenarnya. Zuhud menjadi: “meninggalkan dunia dengan segala

keindahan dan kelezatannya, lalu mengkonsentrasikan beribadah. Dalam

kondisi yang demikian, terjadi kemerosotan etos kerja.32

Jadi jika seseorang menganut faham fatalisme (menyerahkan

semuanya kepada Tuhan) dapat menyebabkan etos kerjanya menjadi

lemah. Demikian juga jika seseorang menganut faham tasawuf yang

memandang zuhud menjadi meninggalkan dunia dengan segala keindahan

dan kelezatannya demi mengkonsentrasikan beribadah tentu etos kerja

seseorang itu jadi lemah.

Uraian di atas menggarisbawahi adanya faktor internal, antara lain

sistem kepercayaan yang menjadi pandangan hidup seseorang, yang sering

kali mempengaruhi dan ikut membentuk etos kerja seseorang, sehingga

latar belakang terbentuknya etos kerja seorang guru, antara lain dapat

dipantau dari sudut pandang tersebut. Hanya saja, suatu kenyataan empiris

biasanya tidak selalu berdiri sendiri dan bersifat linier, akan tetapi

merupakan akibat dari beberapa faktor. Penjelasan tentang terbentuknya

etos kerja seseorang (termasuk guru) juga tidak dapat hanya dilihat dari

satu sudut pandang, seperti sistem kepercayaan sebagaimana uraian

tersebut di atas, karena bisa jadi faktor tersebut tidak mendukungnya,

justru terdapat faktor-faktor lain yang lebih dominan.

Patutlah disimak beberapa pendapat para pakar berikut ini, antara

lain A. Mukti Ali yang meyatakan bahwa ada tiga hal yang ikut

membentuk watak karakter dan tindak laku seseorang, yaitu sistem budaya

31 Ibid, hlm. 125-132 32 Rusydi AM., “Étos Kerja dan Etika Usaha: Perspektif Al-Qur’an” dalam Firdaus

Effendi, dkk (ed), Nilai dan Makna Kerja dalam Islam, Jakarta: Nuansa Madani, 199, hlm. 98.

Page 24: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

31

dan agama; sistem sosial; dan lingkungan alam dimana orang itu hidup.33

Lain lagi dengan pendapat M. Dawam Rahardjo yang menyatakan bahwa

etos kerja tidak semata-mata bergantung pada nilai-nilai agama dalam arti

sempit, tetapi dewasa ini sangat dipengaruhi oleh pendidikan, informasi,

dan komunikasi. Oleh sebab itu, yang perlu dikembangkan adalah etos

kerja ilmu pengetahuan dan komunikasi.34

Dari kedua pendapat tersebut tampaknya terdapat titik temu dalam

menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi etos kerja seseorang. Jika

dikaitkan dengan etos kerja guru di sekolah, maka ada dua aspek esensial

dalam menjelaskan faktor-faktor tersebut, yaitu (1) faktor pertimbangan

internal, yang menyangkut ajaran yang diyakini atau sistem budaya,

agama, dan kepercayaan, serta semangat untuk menggali informasi dan

menjalin komunikasi; dan (2) faktor pertimbangan eksternal, yang

menyangkut latar belakang pendidikan, sistem sosial dimana seseorang itu

hidup, dan lingkungan alam yang lainnya, seperti lingkungan kerja

seseorang.

Dalam konteks pertimbangan eksternal, terutama yang menyangkut

lingkungan kerja, secara lebih terinci HM. Arifin menyatakan bahwa ada

beberapa hal yang mempengaruhi semangat kerja, yaitu:

(1). Volume upah kerja yang dapat memenuhi kebutuhan seseorang,

(2). Suasana kerja yang menggairahkan atau iklim yang ditunjang

dengan komunikasi demokrasi yang sesuai dan manusiawi antara

pimpinan dan bawahan,

(3). Penanaman sikap dan pengertian di kalangan pekerja,

(4). Sikap jujur dan dapat dipercaya dari kalangan pimpinan harus benar-

benar dapat diwujudkan dalam kenyataan,

(5). Penghargaan terhadap need for achievement (hasrat dan kebutuhan

untuk maju) atau penghargaan terhadap yang berprestasi,

33 A. Mukti Ali, Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini, Jakarta: Rajawali Press, 1987,

hlm. 172 34 M. Dawam Rahardjo, Intelektual, Intelegensia, dan Perilaku Politik Bangsa : Risalah

Cendikiawan Muslim, Bandung: Mizan, 1996, hlm. 463

Page 25: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

32

(6). Sarana yang menunjang bagi kesejahteraan mental dan fisik, seperti

tempat olah raga, Masjid, rekreasi, hiburan, dan lain-lain.35

Made Wahyu Sutedja juga berpendapat bahwa usaha untuk

membangun etos kerja staf pengajar (guru) dapat dilakukan melalui :

(1). Terpeliharanya rasa hidup aman dan menyenangkan;

(2). Terpeliharanya kondisi kerja yang menyenangkan;

(3). Terpeliharanya rasa tergolong;

(4). Terpeliharanya rasa mendapatkan perlakuan yang fair ; dan

(5). Terpeliharanya rasa mencapai :

(a) Terpeliharanya rasa mampu mengerjakan tugas.

(b) Terpeliharanya rasa dapat memberikan sumbangan yang nyata.

(c) Terpeliharanya rasa maju dalam pekerjaan

(d) Terpeliharanya rasa bertumbuh, dan lain-lain.36

Guru-guru menghendaki kehidupan yang aman dan

menyenangkan. Hidup menyenangkan bukan berarti mewah (lux)

melainkan mendekati standar hidup. Orang sebetulnya ingin mampu

memiliki makanan, pakaian, keteduhan bagi keluarganya, merasa bebas

dari ketakutan finansial, juga ingin makan enak, walaupun itu terjadi

hanya untuk sekali waktu. Untuk itulah seorang pemimpin dibidang

pendidikan hendaknya memikirkan bagaimana dapat menggaji guru secara

memadai agar mereka dapat hidup dalam kondisi aman dan

menyenangkan.

Disamping itu, guru-guru juga menghendaki pekerjaan dengan

kondisi yang menyenangkan. Bagi kebanyakan orang, faktor-faktor yang

dituntut untuk menjadikan suatu pekerjaan jadi menyenangkan berbeda

dan bervariasi, tetapi secara umum dapat disebutkan beberapa, antara lain

: lingkungan yang menarik, bersih, lengkap dengan peralatan yang

35 HM. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum), Jakarta : Bumi Aksara,

2000, hlm. 283-284 36 Made Wahyu Suthedja, Bagaimana Membangun Semangat Staf Pengajar, Semarang :

Satya Wacana, 1988, hlm. 14-15

Page 26: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

33

modern, kesejahteraan pegawai yang diperhatikan, dan berjalan atas hal-

hal yang manajerial, juga yang diingini.37

Terpeliharanya rasa tergolong juga penting untuk membangun etos

kerja staf pengajar. Rasa tergolong yang dimaksud adalah rasa tergolong

dalam suatu kelompok dimana mereka melaksanakan tugasnya.

Keinginan untuk diterima kelompok serta tetap tinggal didalamnya

merupakan sesuatu hal yang dapat mendorong kegairahan kerja,

dibandingkan dengan jika mereka berada di luar kelompok. Setiap orang

normal tetap ingin diterima oleh kelompoknya. Bagaimana hal ini dapat

diwujudkan dalam rangka membangun etos kerja staf pengajar (guru)?.

Untuk mewujudkan hal ini, misalnya :

1. Menciptakan dan mengikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan sosial di

sekolah, misalnya menjadi panitia ini dan itu, dan sebagainya.

2. Mengikutsertakan dalam mengerjakan buku-buku personalia

3. Mengikutsertakan dalam proyek-proyek, misalnya dalam proyek uji

coba, proyek memperindah halaman dan sebagainya.

Semua hal yang disebut di atas dapat membantu guru-guru untuk

menumbuhkan rasa tergolong (feeling of belonging).

Hal yang tidak kalah penting dalam usaha membangun etos kerja

guru adalah terpeliharanya rasa mendapatkan perlakuan yang fair : Jujur,

sehat, adil, dan sebagainya.

Satu hal lagi yang tidak boleh dilupakan dalam membangun etos

kerja guru adalah terpeliharanya rasa mencapai. Guru-guru tersebut

menghendaki memiliki rasa mencapai karena mereka ingin tahu bahwa

mereka adalah orang-orang yang kompeten, ini berarti bahwa mereka

merasa membuat sumbangan yang besar bagi suatu kegiatan, misalnya

berkat melalui mereka terjadi kemajuan-kemajuan besar sehingga mereka

merasa bertumbuh dalam pekerjaannya. Untuk ini dapat diperinci sebagai

berikut :

a. Mereka ingin merasa mampu mengerjakan tugas-tugasnya

37 Ibid., hlm. 11

Page 27: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

34

b. Guru-guru menghendaki untuk merasakan bahwa mereka membuat

suatu sumbangan yang nyata bagi masyarakat melalui pekerjaannya.

c. Guru-guru menginginkan untuk merasa maju dalam pekerjaannya.

d. Guru-guru menghendaki adanya rasa bertumbuh.

Mengenai rasa bertumbuh ini ada tiga macam, yaitu :

- Adanya perasaan dipentingkan

- Adanya rasa mendapat kesempatan untuk ikut merumuskan

kebijaksanaan.

- Adanya kesempatan untuk memelihara kehormatan diri sendiri.

B. Status Kepegawaian Guru

1. Pengertian Status Kepegawaian Guru

Status kepegawaian guru merupakan paduan kata status,

kepegawaian, dan guru yang masing-masing mempunyai arti sendiri-

sendiri. Untuk memperoleh pengertian status kepegawaian guru terlebih

dahulu perlu dimengerti apa arti status, apa arti kepegawaian, dan apa arti

guru.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia status merupakan noun atau

kata benda yang mempunyai arti keadaan atau kedudukan (orang, badan,

dan sebagainya) dalam hubungannya dengan masyarakat di

sekelilingnya.38

Kata kepegawaian yang dalam bahasa Inggris diterjemahkan

dengan personnel, sering juga disebut dengan personalia. Kata

kepegawaian sendiri berasal dari kata dasar pegawai yang berarti

karyawan atau pekerja.39 Sekalipun demikian, penggunaan kata-kata

tersebut cenderung berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, karena

banyak dipengaruhi oleh tempat, sifat, dan lingkungan kerja dimana

seseorang dipekerjakan. Seseorang yang dipekerjakan di lingkungan

badan-badan pemerintah cenderung disebut pegawai atau karyawan,

38 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1999, hlm. 962 39 Slamet Saksono, Administrasi Kepegawaian, Yogyakarta : Kanisius, 1988, hlm. 12

Page 28: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

35

sedangkan apabila ia dipekerjakan di lingkungan badan-badan swasta ia

cenderung disebut karyawan atau pekerja.

Di dalam peraturan perundangan yang ada selama ini tidak terdapat

kata karyawan melainkan kata pegawai dan pekerja. Masing-masing

terdapat di dalam peraturan perundangan kepegawaian dan peraturan

perundangan ketenagakerjaan. Peraturan perundangan ketenagakerjaan

banyak berlaku di perusahaan atau badan-badan swasta, sedangkan

peraturan perundangan kepegawaian hanya berlaku di lingkungan badan-

badan pemerintah.40

Setelah membahas arti status dan arti kepegawaian ini marilah kita

membahas arti guru. Dalam pandangan masyarakat Jawa, guru bisa dilacak

melalui akronim “gu” dan “ru”. “Gu” diartikan dapat digugu (dianut) dan

“ru” berarti bisa ditiru (dijadikan teladan). Dengan demikian guru adalah

orang yang dalam tutur kata, gerak-gerik dan perbuatannya bisa dianut dan

dicontoh, tidak hanya oleh murid-muridnya tetapi juga oleh masyarakat

umum.

Hadi Supeno menyatakan bahwa guru adalah seorang yang karena

panggilan jiwanya sebagian besar waktu, tenaga dan pikirannya

digunakan untuk mengajarkan ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan sikap

kepada orang lain di sekolah atau lembaga pendidikan formal.41

Penulis sendiri berkesimpulan bahwa guru adalah orang yang

pekerjaannya mengajar di sekolah formal yang perilakunya pantas dianut

dan dicontoh.

Setelah membahas pengertian status, kepegawaian, dan guru

sampailah kita pada pertanyaan apa yang disebut status kepegawaian guru.

Untuk menjawab pertanyaan ini penulis memberikan pengertian bahwa

status kepegawaian guru merupakan kedudukan guru dalam mengajar di

sekolah formal, baik ia dipekerjakan oleh negara (pemerintah) atau bukan

(swasta).

40 Ibid 41 Hadi Supeno, op.cit., hlm. 27

Page 29: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

36

Mengenai status kepegawaian penulis berpedoman pada badan

yang mempekerjakan pegawai tersebut, apakah negara (pemerintah) atau

bukan (swasta). Karena itulah status kepegawaianpun digolongkan

kedalam pegawai negeri dan bukan pegawai negeri (pegawai swasta).

Definisi pegawai negeri ditetapkan dalam pasal 1 No. 1 dalam UU

No. 43 Tahun 1999, dengan perumusan sebagai berikut :

“Pegawai negeri adalah setiap warga negara Rapublik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.42

Definisi ini tidak banyak berbeda dari definisi yang lama, yang

ditetapkan dalam UU No. 8 Tahun 1974. Hanya beberapa kata dan

susunan bagian-bagian kalimat yang dirubah, tetapi pokok-pokoknya tetap

sama.

Definisi ini berlaku dalam pelaksanaan semua peraturan-peraturan

kepegawaian dan pada umumnya dalam pelaksanaan semua peraturan

perundang-undangan lain, kecuali jika diberikan suatu definisi yang lain.

Supaya jelas, maka definisi di atas dapat diperinci dalam lima

pokok sebagai berikut :

a. Warga Negara Republik Indonesia

b. Memenuhi syarat-syarat yang ditentukan

c. Diangkat oleh pejabat yang berwenang

d. Diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, dan

e. Digaji menurut peraturan-peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Mereka yang memenuhi syarat-syarat dalam kelima pokok tersebut

termasuk pegawai negeri. Yang tidak memenuhi syarat-syarat itu tidak

termasuk pegawai negeri. Perlu diketahui bahwa tidak semua orang yang

42 UU No. 43 Tahun 1999, Kumpulan Peraturan Kepegawaian, Jakarta: CV. Eka Jaya,

1999, hlm. 13

Page 30: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

37

bekerja dalam jabatan negeri atau menurut istilah umum pada “kantor

pemerintah” adalah pegawai negeri.

Orang-orang (warga Negara Republik Indonesia), yang termasuk

pegawai negeri adalah

a. Pegawai negeri yang duduk dalam lembaga tinggi negara

b. Pegawai negeri yang memangku jabatan tertentu dalam bidang

pemerintahan

c. Pegawai negeri sipil :

− Yang menjabat sebagai guru

− Yang bertugas di bidang (intelegen/pengamanan, sandi, kepolisian

khusus)

d. Pejabat Eselon V ke atas yang bertugas di bidang imigrasi, bea dan

cukai, pajak, kepegawaian, pengawasan, perbendaharaan, penerangan

dan hubungan masyarakat, pemeriksa keuangan dan kekayaan

negara.43

2. Penggolongan Status Kepegawaian Guru

a. Guru Negeri

Sebagian dari guru-guru di Indonesia adalah pegawai negeri

sipil. Pegawai negeri sipil menurut pasal 2 (1). Merupakan penjabaran

dari pegawai negeri, sedangkan pengertian dari pegawai negeri menurut

UU No. 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas UU No. 8 Tahun 1974

tentang pokok-pokok kepegawaian Bab I Pasal 1 (1) adalah setiap

warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang

ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas

dalam suatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.44

Guru yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah sebagaimana

pengertian yang diungkapkan oleh Hadi Supeno, yaitu seseorang yang

43 Sastra Djatnika, dan Marsono, Hukum Kepegawaian di Indonesia, Jakarta : Djambatan,

1990, hlm. 232-234 44 Ibid., hlm. 14.

Page 31: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

38

karena panggilan jiwannya, sebagian besar waktu, tenaga dan

pikirannya digunakan untuk mengajarkan ilmu pengetahuan,

ketrampilan, dan sikap kepada orang lain di sekolah atau lembaga

pendidikan formal.45

Jadi, guru negeri adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-

syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang

berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas

dalam sesuatu jabatan di bidang pendidikan di sekolah-sekolah formal

dan digaji menurut perundang-undangan yang berlaku.

UU No 43 Tahun 1999 juga mengemukakan kewajiban-

kewajiban yang harus dipatuhi oleh setiap pegawai negeri, yaitu :

a. Kewajiban-kewajiban yang ada hubungannya dengan tugas dalam

jabatan.

Dalam keputusan Presiden No. 44 tahun 1974 ditetapkan tugas

pokok dan fungsi-fungsi dari kesatuan-kesatuan organisasi dari

departemen-departemen, seperti sekretariat jenderal, direktorat

jenderal, inspektorat jenderal, badan atau pusat, dan satuan

organisasi lain.

Tugas-tugas pokok dan fungsi-fungsi kesatuan-kesatuan

organisasi sudah barang tentu merupakan kewajiban dari para

pimpinan kesatuan itu, yaitu sekretaris jenderal, direktur jenderal,

inspektur jenderal, kepala badan atau pusat, dan pimpinan satuan

organisasi lain untuk dilaksanakannya.

Perumusan tugas pokok (dan susunan organisasi) departemen

sampai dengan tingkat biro, inspektur, direktorat dan pusat, diatur

dengan keputusan Presiden No. 45 Tahun 1974, sedang perumusan

tugas dan fungsi biro, inspektorat dan direktorat jenderal, dan

sekretariat badan, ditetapkan oleh masing-masing menteri setelah

45 Hadi Supeno, Potret Guru, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995, hlm. 27

Page 32: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

39

mendapat persetujuan dari menteri penertiban dan penyempurnaan

aparatur negara.46

Tugas-tugas pokok dan fungsi-fungsi yang dimaksud di atas

yang ditetapkan secara terinci oleh masing-masing menteri

merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para pegawai

negeri. Sehubungan dengan guru negeri yang berkecimpung dalam

dunia pendidikan, maka kewajiban-kewajiban mereka secara terinci

ditetapkan oleh menteri pendidikan.

b. Kewajiban-kewajiban yang berhubungan dengan pegawai pada

umumnya.

1. Kewajiban yang ditetapkan dalam UU No. 43 Tahun 1999

- Taat pada Pancasila, UUD 1945, Negara dan pemerintah

(pasal 4 UU No. 43 Tahun 1999)

- Mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku

dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan

kepadanya dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab

(pasal 5 UU No. 43 Tahun 1999)

- Menyimpan rahasia jabatan (pasal 6 UU No. 8 Tahun 1974)

- Mengucapkan sumpah/janji ketika diangkat menjadi pegawai

negeri (pasal 26 UU No. 43 Tahun 1999)

2. Kewajiban yang ditetapkan dalam peraturan-peraturan diluar UU

No. 43 Tahun 1999.

- Kewajiban untuk melaksanakan disiplin pegawai negeri (PP.

Nomor 30 Tahun 1980)

- Pemberitahuan jika tidak masuk kerja (surat edaran wakil

perdana menteri II, tanggal 12 Juli 1954 No. 18599/54, seri

No. 10/RI/1954)

- Kewajiban menjaga keamanan rahasia negara (Surat edaran

wakil perdana menteri I, tanggal 28 Agustus 1957, No.

24091/57, seri nomor 16/RI/1957

46 Sastra Djatnika, dan Marsono, op. cit., hlm. 93

Page 33: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

40

- Kewajiban menyimpan surat-surat rahasia

- Tidak boleh melalaikan kewajiban, baik selama atau diluar

jam kerja

- Berpola hidup sederhana (keputusan Presiden No. 10, Tahun

1974)

- Larangan menerima atau memberi hadiah (Keputusan

Presiden No. 10, Tahun 1974)

- Larangan bekerja dalam lapangan swasta (PP No. 6 Tahun

1974)

- Larangan melakukan hal-hal yang dilarang oleh kitab-kitab

Undang-undang Hukum Pidana

- Larangan korupsi (UU No. 3, Tahun 1971)

- Larangan berjudi (Instruksi No. 13 Tahun 1973).47

Disamping kewajiban, UU No 43 Tahun 1999 juga mengatur

hak pegawai negeri yaitu

1. Setiap pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan

layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya.

{ pasal 7 (1) }

2. Setiap pegawai negeri berhak atas cuti. (pasal 8)

3. Setiap pegawai negeri yang ditimpa oleh suatu kecelakaan

dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya, berhak

memperoleh perawatan. {pasal 9 (1)}

4. Setiap pegawai negeri yang menderita cacat jasmani atau

cacat rohani dalam dan karena menjalankan tugas

kewajibannya yang mengakibat-kannya tidak dapat bekerja

lagi dalam jabatan apapun juga, berhak memperoleh

tunjangan. {pasal 9 (2)}

5. Setiap pegawai negeri yang tewas, keluarganya berhak

memperoleh uang duka. {pasal 9 (3)}

47 Disarikan dari Sastra Djatnika dan Marsono, Ibid., hlm. 124-144

Page 34: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

41

6. Setiap pegawai negeri yang telah memenuhi syarat-syarat

yang ditentukan, berhak atas pensiun. (pasal 10).48

b. Guru Swasta

Sebagaimana telah diungkapkan oleh Hadi Supeno, guru

adalah seseorang yang karena panggilan jiwanya sebagian besar waktu

tenaga dan pikirannya digunakan untuk mengajarkan ilmu

pengetahuan, ketrampilan dan sikap kepada orang lain di sekolah atau

lembaga pendidikan formal lainnya.49

Guru swasta adalah mereka yang tersebut sebagaimana di

atas, tetapi tidak berstatus negeri, jadi mereka tidak termasuk pegawai

negeri sipil.

Melihat isi Anggaran Rumah Tangga Yayasan Pendidikan

Islam As-Salafiyah Rembang pasal 1 ayat (5) yang mengatakan bahwa

:”Untuk melaksanakan tertib administrasi organisasi dan pendidikan,

pengurus harian berhak mengangkat atau memberhen-tikan seorang

wakamad/guru/ karyawan atas usul kepala madrasah baik Tsanawiyah

atau Aliyah”; pasal 7 ayat (2) yang berbunyi :”Setiap orang yang

memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, sesuai dengan

kebutuhan, mempunyai kesempatan untuk melamar menjadi guru atau

karyawan pada madrasah ini lewat kepala madrasah”; juga pasal 9 ayat

(2) yang mengemukakan bahwa : ”Pengangkatan seseorang menjadi

guru/karyawan pada madrasah ini dilakukan oleh Yayasan atas usul

Kepala Madrasah”.50, penulis menyimpulkan bahwa guru swasta

adalah mereka yang telah memenuhi persyaratan yang telah di

tentukan, sesuai dengan kebutuhan madrasah, diangkat oleh pengurus

harian Yayasan atas usul kepala madrasah dan diserahi tugas

48 Marsono, Pembahasan Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1974 tentang

Pokok-pokok Kepegawaian, Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1974; hlm. 49 Ibid., hlm. 27 50 AD/ART Yayasan Pendidikan Islam, As-Salafiyah MTs, MA, M3R, Rembang :

YAPIS, 1998, hlm. 1- 4

Page 35: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

42

kependidikan di sekolah-sekolah formal yang bestatus swasta,

termasuk madrasah swasta.

Adapun persyaratan menjadi guru yang dimaksud adalah

sebagai berikut :

a. Rela Membantu peserta didik untuk berkembang

b. Memahami tujuan umum pendidikan

c. Dapat menggunakan alat-alat pendidikan dan pengajaran dengan

baik dan benar.

d. Dengan suka rela dan atas kemauannya sendiri bersedia

mengabdikan diri pada madrasah ini.

e. Rela melakukan tugas yang didelegasikan kepadanya dengan baik.

f. Sanggup mentaati segala peraturan dan tata tertib madrasah ini

g. Sanggup menjadi teladan yang baik bagi peserta didik

h. Sanggup bekerja sama dengan guru lain dan karyawan madrasah.

i. Sanggup berlaku adil dan jujur secara terbuka hanya karena

Allah.51

Sebagaimana guru negeri, guru swasta juga mempunyai

beberapa kewajiban dan hak. Kewajiban-kewajibannya sebagai

berikut :

1. Setiap Guru dan karyawan madrasah ini wajib setia dan taat kepada

segala peraturan yang telah ditetapkan oleh yayasan

2. Setiap guru dan karyawan berkewajiban melaksanakan tugas yang

didelegasikan padanya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan

tanggung jawab

3. Setiap guru dan karyawan berkewajiban menyimpan rahasia

jabatannya dan hanya mengungkapkan rahasia itu kepada dan atas

petunjuk pimpinan.

51 Ibid., hlm. 2

Page 36: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

43

4. Setiap guru dan karyawan harus berbusana muslim/muslimah,

rapi dan sopan. Bagi pria berpeci hitam dan bagi wanita berjilbab

dan bawahan berupa maxi (tidak berbentuk celana)

5. Setiap guru dan karyawan yang berhalangan hadir harus

mengajukan surat idzin, bagi guru wajib memberikan tugas pada

kelas yang ditinggalkan.52

Adapun hak-hak yang dimiliki oleh guru swasta sebagai berikut :

1. Setiap guru dan karyawan berhak menerima bisyaroh yang layak

sesuai dengan kondisi keuangan yayasan.

2. Bagi ibu guru dan karyawati berhak atas cuti hamil sebulan

sebelum melahirkan dan dua bulan sesudahnya.

3. Setiap guru dan karyawan yang ditimpa musibah dalam

menjalankan tugas berhak memperoleh bantuan perawatan.

4. Setiap guru dan karyawan yang tertimpa musibah dalam

menjalankan tugas yang berakibat cacat jasmani atau rokhani

sehingga tidak dapat meneruskan pekerjaannya berhak

mendapatkan santunan. Adapun besarnya santunan disesuaikan

dengan kondisi keuangan yayasan.

5. Setiap guru atau karyawan yang meninggal dunia, keluarganya

berhak mendapatkan uang duka sebesar tiga kali bisyarohnya.

6. Setiap guru dan karyawan berhak hadir dalam musyawarah/rapat

dan mempunyai hak berbicara/berpendapat.

7. Setiap guru dan karyawan yang menjalankan tugas ke luar kota

berhak memperoleh ongkos jalan.53 C. Hubungan Status Kepegawaian dan Etos Kerja Guru

Dari paparan tentang kewajiban-kewajiban dan hak-hak guru negeri dan

guru swasta ada hal menarik yang patut untuk disimak yaitu tentang hak

pegawai negeri, termasuk guru negeri yang berhak mengajukan pensiun

sebagai jaminan di hari tua, sedangkan guru swasta tidaklah demikian. Hal ini

52 Ibid., hlm. 3 53 Ibid.

Page 37: BAB II LANDASAN TEORI A. Etos Kerja Guru 1. Pengertian ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/31/jtptiain-gdl-s1... · diyakini seorang muslim bahwa bekerja itu bukan saja

44

tentu saja berakibat bahwa guru negeri lebih konsentrasi dalam bekerja

(mengajar) dan melaksanakan tugas kependidikan lainnya karena adanya

jaminan di hari tuanya, sedangkan guru swasta harus menghasilkan uang lebih

banyak lagi untuk dapat ditabung sebagai jaminan hari tuanya. Untuk tujuan

ini guru swasta harus mengajar di banyak sekolah atau harus banyak memiliki

pekerjaan sambilan lainnya. Akibatnya, etos kerja guru swasta menjadi kurang

maksimal jika dibandingkan dengan guru negeri.

D. Hipotesis

Berdasarkan hal tersebut di atas, sampailah pada dugaan sementara

(hipotesis) yang akan diuji kebenarannya melalui analisis statistik pada bab

IV, yaitu “etos kerja guru negeri lebih tinggi daripada etos kerja guru swasta

di Madrasah Aliyah se Kabupaten Rembang”.