BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Kualitaseprints.umm.ac.id/42843/3/BAB II.pdf · 2019-01-03 ·...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Kualitaseprints.umm.ac.id/42843/3/BAB II.pdf · 2019-01-03 ·...
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Kualitas
Kualitas adalah salah satu unsur yang dapat mempengaruhi kinerja dalam
memenuhi harapan pelanggan. Untuk menghasilkan suatu produk dan jasa yang
berkualitas di perlukan manusia, proses dan lingkungan yang baik.
Berikut defenisi kualitas dari beberapa ahli :
1) Menurut Tjiptono (2011), kualitas adalah suatu kondisi dinamis dalam
memenuhi atau melebihi harapan pelanggan yang berhubungan dengan
produk, jasa, proses dan lingkungan. Menurut konteks kemauan, persepsi,
serta kebutuhan customer, kualitas dapat didefenisikan sebagai berikut :
Kualitas bergantung pada apa yang dikehendaki dan dibutuhkan
customer
Kualitas merupakan penilaian subyektif customer. Hal yang penting
adalah bagaimana produk atau jasa dipersepsikan oleh customer dan
kapan persepsi customer berubah. Costumer akan memberikan
penilaian apabila sudah melihat dan merasakan sendiri apa yang didapat
dari produk atau jasa tersebut
Untuk mendefinisikan kualitas maka terlebih dahulu harus menentukan
sesuatu karena kualitas adalah suatu karakteristik atau atribut daripada
sesuatu. Kualitas hanya dapat didefenisikan apabila dikaitkan dengan
sebuah konteks tertentu..
2) Menurut Kotler dan Amstrong (2008), kualitas produk adalah kemampuan
dari sebuah produk untuk menjalankan fungsinya. Dalam hal ini yang
meliputi ketahanan, mudah untuk digunakan, kehandalan, diperbaiki, serta
nilai atribut lainnya.
3) Menurut Feigenbaum (1989), kualitas adalah kepuasan pelanggan
sepenuhnya (full costumer satisfaction). Suatu produk dikatakan berkualitas
apabila dapat memberi kepuasan sepenuhnya kepada konsumen, yaitu sesuai
dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk.
5
2.2 Pentingnya Kualitas Produk
Menurut Ariani (2003) ada tujuh peran pentingnya kualitas, yaitu :
1) Meningkatkan reputasi perusahaan
Suatu perusahaan atau organisasi akan dikenal oleh masyarakat dan
mendapatkan predikat atau nilai lebih sebagai organisasi yang mengutamakan
kualitas apabila telah menghasilkan suatu produk atau jasa yang berkualitas
dan telah digunakan oleh masyarakat luas.
2) Menurunkan biaya
Perusahaan atau organisasi tidak perlu mengeluarkan biaya tinggi untuk
menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas tetapi hanya perlu
berorientasi pada kepuasan pelanggan, yaitu berdasarkan waktu, jenis dan
jumlah produk yang dihasilkan sesuai dengan harapan dan kebutuhan
konsumen.
3) Meningkatkan pangsa pasar
Perusahaan dapat terus menekan harga dan bila minimasi biaya tercapai maka
kualitas tetap menjadi hal yang utama dan pangsa pasar akan meningkat.
4) Dampak internasional
Apabila suatu perusahaan atau organisasi mampu menawarkan produk atau
jasa yang berkualitas, maka selain dikenal di pasar lokal, produk atau jasa
tersebut juga akan dikenal dan diterima di pasar internasional.
5) Adanya tanggung jawab produk
Dalam menghadapi persaingan untuk menghasilkan produk atau jasa yang
berkualitas, suatu perusahaan atau organisasi dituntut untuk semakin
bertanggung jawab terhadap hal-hal dalam memenuhi kebutuhan konsumen
seperti desain, proses dan pendistribusian produk.
6) Untuk penampilan produk
Kualitas dapat membuat suatu produk atau jasa dikenal karena menghasilkan
sesuatu yang baik, dipercaya dan digunakan oleh kalangan masyarakat luas.
6
7) Mewujudkan kualitas yang dirasakan penting
Persaingan dunia industri saat ini adalah bukan hanya soal harga tetapi juga
kualitas dari produk atau jasa yang dihasilkan. Hal yang paling sering
mendorong konsumen untuk membeli suatu produk adalah kualitas dari
produk tersebut bukan karena harga. Konsumen rela mengeluarkan uang
untuk produk yang memiliki kualitas yang tinggi.
2.3 Pengertian Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas merupakan salah satu teknik yang perlu dilakukan
mulai dari sebelum suatu proses produksi berjalan, saat proses produksi, hingga
proses produksi berakhir yang menghasilkan produk akhir. Pengendalian kualitas
dilakukan agar produk atau jasa yang dihasilkan sesuai dengan standar yang
diinginkan atau ditetapkan. Selain itu juga dapat memperbaiki kualitas produk
yang belum sesuai dan sebisa mungkin mempertahankan kualitas yang telah
sesuai.
Ada beberapa pengertian tentang pengendalian kualitas antara lain :
1) Menurut Assauri (2004) pengendalian kualitas merupakan usaha untuk
mempertahankan mutu/kualitas dari barang yang dihasilkan, agar sesuai
dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan kebijaksaan
pimpinan perusahaan.
2) Menurut Gasperz (2005, hal 480), pengendalian kualitas merupakan langkah
operasional dari teknik dan aktivitas yang digunakan untuk memenuhi
permintaan.
3) Menurut Reksohadiprojo (2000, hal 245), pengendalian kualitas merupakan
alat penting bagi manajemen untuk memperbaiki kualitas produk bila
diperlukan, mengurangi jumlah barang yang cacat dan mempertahankan
kualitas yang sudah tinggi.
7
2.4 Tujuan Pengendalian Kualitas
Tujuan pengendalian kualitas adalah untuk mendapatkan jaminan bahwa
dengan mengeluarkan biaya yang ekonomis atau serendah mungkin dapat
menghasilkan suatu produk atau jasa yang sesuai dengan standar kualitas yang
telah ditetapkan.
Menurut Assauri (2004, hal 210), tujuan pengendalian kualitas adalah :
1) Produk atau jasa yang dihasilkan dapat mencapai standar kualitas yang telah
ditetapkan.
2) Biaya inspeksi dapat menjadi sekecil mungkin
3) Biaya desain dari produk dan proses dengan menggunakan kualitas produksi
tertentu dapat menjadi sekecil mungkin
4) Biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin
2.5 Produk Cacat (Defect)
Salah satu tujuan perusahaan dalam kegiatan pengendalian kualitas adalah
menekan jumlah produk cacat sehingga biaya yang dikeluarkan tidak terlalu besar,
tidak mengecewakan konsumen dan tidak merugikan perusahaan.
Dalam KBBI produk adalah suatu barang yang dibuat atau ditambah nilai
gunanya dalam proses produksi dan menjadi hasil akhir dari proses produksi itu,
sedangkan cacat adalah kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya suatu
produk kurang baik atau kurang sempurna. Produk cacat adalah produk yang
dihasilkan dari proses produksi yang tidak memenuhi spesifikasinya atau tidak
sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan. Menurut Halim (2000, hal
143), produk cacat dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu sulitnya pengerjaan,
produk cacat yang sifatnya normal dan kurangnya pengendalian dalam proses
produksi di perusahaan.
8
2.6 Paving Block dan Kegunaannya
Paving block atau conblock adalah batu bata beton yang mempunyai
kekuatan tergantung pada perbandingan adukan dan disesuaikan dengan
kebutuhan pekerjaan. Penggunaan yang berbeda membutuhkan kekuatan paving
block yang berbeda pula. Salah satu syarat utama dari produk paving block yang
berkualitas yaitu kekuatan tekannya. Produk paving block harus cukup kuat untuk
menahan tekanan secara aman pada setiap faktor keamanan. Tidaklah ekonomis
membuat paving block lebih kuat dari yang dibutuhkan, tetapi kekuatan minimum
harus dapat terpenuhi serta memiliki kualitas mutu beton standar SNI 03-0691-
1996. Paving block bersifat getas, sehingga mempunyai nilai kuat tekan yang
relatif sama dengan beton konvensional. Kuat tekan paving block biasanya
berhubungan dengan sifat-sifat lain, maksudnya bila kuat tekannya tinggi,
umumnya sifat-sifat lain juga baik (Rachmi dan Gufron : 2017). Paving block
dibagi dalam kelas dan mutu seperti pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Mutu Paving Block
Jenis Paving Block Kegunaan Kuat Tekan
Rata-rata Minimal
Mutu A Perkerasan jalan 40 35-40
Mutu B Tempat parkir mobil 20 17-20
Mutu C Pejalan kaki 15 12,5 – 15
Mutu D Taman kota 10 8,5 – 10
(Sumber : SNI 03-0691-1996)
Persyaratan ketebalan paving block pada umumnya adalah :
1) 6 cm, digunakan untuk beban lalu lintas ringan dengan frekuensi terbatas
misalnya : sepeda motor, pejalan kaki
2) 8 cm, digunakan untuk beban lalu lintas sedang atau berat dan pada
frekuensinya, misalnya : mobil pick up, truk dan bus
3) 10 cm, digunakan untuk beban lalu lintas super berat, misalnya tronton, loader.
9
Spesifikasi Paving Block menurut SNI 03-0691-1996 yaitu :
a. Mutunya dan standar yang diisyaratkan
Mempunyai bentuk yang sempurna
Tidak retak-retak dan cacat
Bagian sudut dan rusuknya tidak mudah direpihkan dengan kekuatan
tangan.
b. Bentuk dan ukurannya
Berdasarkan bentuknya paving block dapat dibedakan menjadi dua
yaitu bentuk segi empat dan segi banyak
Ketebalan 6cm, 8cm dan 10cm
Warna umumnya abu-abu atau sesuai dengan pesanan konsumen
Toleransi ukuran yang diisyaratkan adalah ±2 mm untuk ukuran lebar
bidang dan ±3 untuk tebalnya serta kehilangan berat bila diuji dengan
natrium sulfat maks. 1%
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu dari produk paving block yaitu (SNI 03-
0691-1996):
1) Semen
Mutu semen merupakan faktor penting yang mempengaruhi kebutuhan dasar
beton. Semen adalah tipe I, haruslah baru dan tidak bergumpal.
2) Perbandingan Air –Semen
Perbandingan jumlah minimum air dan berat semen, perlu diketahui
konsistensi dan kemampuan kerja adukan beton yang diinginkan yang disebut
perbandingan air-semen. Kekuatan beton menurun dengan meningkatnya
perbandingan air-semen. Hal ini disebabkan penambahan air setelah penguapan
akan meninggalkan kekosongan yang sangat kecil. Semakin banyak
kekosongan pada beton, maka akan semakin tidak kuat.
3) Bahan Baku
Pasir dan kerikil harus bebas dari dedaunan, rumput dan benda-benda asing.
Pasir haruslah agak kasar dengan ukuran partikel mulai dari ukuran debu
hingga 5mm.
10
4) Kehalusan kerikil halus
Kekuatan beton akan menurun dengan semakin halusnya kerikil halus. Hal ini
disebabkan kerikil halus membutuhkan lebih banyak semen yang digunakan
yang mempengaruhi seluruh adukan.
5) Mesin Cetak Produksi
Khusus untuk produksi paving block, peralatan mesin cetak produksi juga
dapat menentukan kekuatan beton yang dihasilkan. Semua bergantung pada
kemampuan mesin, tersebut memberikan tekanan pada proses pencetakan
paving-block.
2.7 Definisi Six Sigma
Sejak tahun 1986 Six Sigma telah diterapkan oleh Motorola sebagai suatu
metode pengendalian dan peningkatan kualitas. Dalam arti statistik, Six sigma
adalah tujuan kualitas yang mengidentifikasi variabilitas pada suatu proses dalam
hal spesifikasi produk, sehingga kualitas produk dan keandalan dari suatu produk
memenuhi dari persyaratan pelanggan saat ini. Six sigma merupakan sebuah
pendekatan yang berfokus pada proses untuk perbaikan atau peningkatan kualitas
suatu produk yang dihasilkan dalam suatu proses bisnis. Idealnya, nilai sigma
rendah dibandingkan dengan toleransi yang diijinkan pada suatu bagian atau
proses.
Berikut definisi Six Sigma menurut beberapa ahli :
1) Menurut Gasperz (2002), Six Sigma sebagai metode peningkatan proses
bisnis yang bertujuan untuk menemukan dan mengurangi faktor-faktor
penyebab kecacatan dan kesalahan, meningkatkan produktivitas, mengurangi
waktu siklus dan biaya operasi, memenuhi kebutuhan pelanggan dengan
lebih baik, mencapai tingkat penyalahgunaan aset yang lebih tinggi, serta
mendapatkan imbalan hasil atas investasi yang lebih baik dari segi produksi
maupun pelayanan. Metode Six Sigma disusun berdasarkan DMAIC yaitu
sebuah metodologi penyelesaian masalah yang sederhana. DMAIC terdiri dari
langkah-langkah yang menggabungkan bermacam-macam perangkat statistik
serta pendekatan perbaikan proses lainnya. Ada lima langkah-langkah dalam
11
DMAIC yaitu Define (merumuskan), Measure (mengukur), Analyze
(menganalisis), Improve (memperbaiki/meningkatkan) dan Control
(mengendalikan).
2) Menurut Pande (2002), Six Sigma adalah sebuah cara mengukur proses dan
tujuan mendekati sempurna yang disajikan dengan 3,4 DPMO (Defect Per
Million Opportunities) serta merupakan salah satu pendekatan untuk
mengubah budaya organisasi. Six Sigma didefinisikan sebagai sebuah konteks
yang didalamnya mengintegrasikan banyak praktik terbaik serta konsep
manajemen yang berharga tetapi seringkali tidak berkaitan, mencakup
pemikiran sistem, perbaikan terus menerus, perubahan masal (mass
customization), manajemen pengetahuan (knowledge management) dan
manajemen berbasis aktivitas (activity-based management).
Menurut Stamatis (2004), ada 6 tujuan dari metode Six sigma, yaitu :
a. Mengurangi cacat
b. Meningkatkan hasil
c. Meningkatkan kepuasan pelanggan
d. Mengurangi variasi
e. Perbaikan secara terus-menerus
f. Meningkatkan nilai pemegang saham
Menurut Stamatis (2004), terdapat tingkatan tanggung jawab dalam
organisasi six sigma yaitu :
a. Executive Leaders
Pimpinan perusahaan yang mempuyai wewenang dan dapat menindaklanjuti
program yang dapat mewujudkan six sigma dengan memulai dan
memasyarakatkannya diseluruh bagian disuatu perusahaan.
b. Champions
Merupakan sekumpulan orang-orang yang ikut menjalankan proyek six
sigma. Orang-orang tersebut berasal dari kalangan direktur, manajemen dan
excecutiv leader. Mereka jugalah yang memperkasai adananya blackbelt.
12
c. Master Black Belt
Orang yang sudah berpengalaman dalam metodologi six sigma serta memiliki
tanggungjawab terhadap organisasi six sigma.
d. Black Belt
Dikatakan sebagai manajer proyek six sigma yang dapat bertindak sebagai
instruktur, mentor dan ahli green belt.
e. Green Belt
Green Belt adalah pelaksana six sigma yang membantu black belt dalam
lingkungan kerja.
2.8 Konsep Six Sigma
Menurut Gasperz (2005) ada enam aspek kunci yang perlu diperhatikan
dalam aplikasi konsep Six Sigma yaitu :
1) Mengidentifikasi pelanggan
2) Mengidentifikasi produk
3) Mengidentifikasi kebutuhan dalam memproduksi produk untuk pelanggan
4) Mendefiniskan proses
5) Hindarkan kesalahan dalam proses dan hilangkan semua pemborosan yang
ada
6) Meningkatkan proses secara terus-menerus menuju target Six Sigma
Apabila konsep Six Sigma akan diterapkan dalam bidang manufaktur maka
harus diperhatikan enam aspek sebagai berikut :
1) Mengidentifikasi karakteristik dari produk tersebut yang sesuai kebutuhan
dan ekspektasi pelanggan atau sekiranya akan memuaskan pelanggan.
2) Mengklasifikasikan karakteristik-karakteristik kualitas mana yang masuk
sebagai CTQ (Critical to Quality)
3) Menentukan apakah setiap CTQ (Critical to Quality) itu dapat dikendalikan
melalui pengendalian material, mesin, proses-proses kerja dan lain-lainnya
4) Menentukan nilai USL dan LSL dari setiap CTQ (Critical to Quality) sebagai
batas maksimum toleransi sesuai dengan yang diinginkan pelanggan.
13
5) Menentukan nilai maksimum standar deviasi untuk setiap CTQ (Critical to
Quality) atau maksimum variasi proses untuk setiap CTQ
6) Mengubah desain produk dan atau proses sedemikian rupa agar mampu
mencapai nilai target Six Sigma yang berarti memiliki indeks kemampuan
proses, Cp minimum sama dengan dua (Cp ≥ 2)
2.9 Dasar Statistik Six Sigma
Dasar statistik Six Sigma menurut pendapat beberapa ahli :
1) Menurut Hendradi (2006), dari perspektif pengukuran, Six Sigma mewakili
tingkatan kualitas dimana kesalahan paling banyak berjumlah 3,4 cacat per
satu juta kemungkinan. Pengukuran tingkat Six Sigma dapat digambarkan
sebagai penetapan apa yang diinginkan oleh pelanggan (Voice of Customer)
terhadap suatu produk. Kemungkinan keinginan pelanggan tersebut diubah
dalam suatu ukuran atau CTQ (Critical to Quality).
2) Menurut Evans dan Lindsay (2007), tingkatan kualitas Six Sigma adalah
tingkatan yang setara dengan variasi sejumlah setengah dari yang ditoleransi
oleh tahap-tahap pengukuran dan dalam waktu yang sama memberi
kesempatan produksi agar rata-rata produksi bergeser sebanyak 1,5 deviasi
standar dari target. Tingkatan kualitas dipilih karena data kegagalan di
lapangan menunjukkan bahwa rata-rata proses yang dilakukan melesat. Rata-
rata produksi bergeser sebanyak 1,5 deviasi standar dari target, karena tidak
ada proses yang bisa dipertahankan pada tahap sempurna. Pergeseran
sebanyak 1,5 deviasi standar dari target hanya untuk kualitas 6 sigma dengan
jumlah cacat 3,4 per satu juta kemungkinan.
2.10 Tahap Penerapan Siklus DMAIC (Define-Measure-Analyze-Improve-
Control)
Six sigma menetapkan suatu proses perbaikan yang dinamakan DMAIC, yang
merupakan singkatan dari Define – Measure – Analyze – Improve – Control.
Model DMAIC adalah suatu metodologi resmi untuk pendekatan penyelesaian
masalah six sigma. DMAIC digunakan untuk perbaikan terus menerus dari produk
14
atau proses yang sudah ada. Pada dasarnya, model ini membantu dalam hal
berikut : (Stamatis, 2004)
a. Mengetahui apa yang penting bagi pelanggan
b. Mengidentifikasi target
c. Meminimalkan variasi
d. Mengurangi perhatian
Model DMAIC digunakan untuk meningkatkan proses bisnis yang telah ada.
Tahapan DMAIC tersebut saling berkesinambungan membentuk suatu siklus,
dimana setiap proses saling berkaitan antara satu dengan proses selanjutnya
seperti pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Six Sigma Proses
(Sumber: Gasperz, 2002)
Gasperz (2002) mengemukakan DMAIC merupakan proses untuk
peningkatan terus menerus menuju target Six Sigma. DMAIC dilakukan secara
sistematik, berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta yang menghilangkan
langkah-langkah proses yang tidak produktif, fokus pada pengukuran-pengukuran
baru dan menetapkan teknologi untuk peningkatan kualitas menuju target Six
Sigma. Berikut penjelasan DMAIC menurut Gasperz :
15
2.10.1 Define
Define merupakan langkah operasional pertama dalam program
peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap define, dilakukan identifikasi
terhadap produk atau proses yang akan diperbaiki, kemudian menetapkan
prioritas pertama tentang masalah dan juga kesempatan peningkatan kualitas
mana yang akan ditangani. Untuk menentukan prioritas utama dapat
menggunakan tools atau alat berupa diagram Pareto. Pareto digunakan untuk
menstratifikasi data kedalam kelompok-kelompok dari yang terbesar sampai
dengan yang terkecil.
Setelah mengidentifikasi produk dan atau proses yang akan diperbaiki,
langkah selanjutnya adalah sebagai berikut :
Mendefinisikan peran orang-orang yang terlibat langsung dalam proyek
Six Sigma
Mendefinisikan proses kunci dan pelanggan, dilakukan dengan
menggambarkan diagram aliran proses dalam pengendalian kualitas suatu
produk
Mengidentifikasi semua kebutuhan spesifik dari pelanggan, kemudian
didefinisikan melalui karakteristik kualitas selanjutnya akan menjadi
Critical to Quality.
Mendefinisikan tujuan proyek Six Sigma.
2.10.2 Measurement
Measurement adalah tahap menvalidasi permasalahan, mengukur dan
menganalisis permasalahan dari data yang ada. Pada tahap ini dilakukan
pengumpulan data-data yang mendukung proses yang menjadi fokus
permasalahan. Ada tiga hal pokok yang dilakukan dalam tahap measurement
yaitu :
1) Menentukan kunci masalah atau cacat dari data yang berhubungan
langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan atau karakteristik kualitas
(CTQ).
16
2) Melakukan pengumpulan data melalui pengukuran dari sebuah proses
produksi pada tingkat process, output dan atau outcome.
3) Menetapkan garis dasar kinerja pada awal proyek Six Sigma, dengan
mengukur kinerja sekarang pada tingkat process, output dan atau
outcome untuk ditetapkan sebagai garis. Hal ini biasanya ditetapkan
dengan menggunakan satuan pengukuran DPMO dan tingkat kapabilitas
Sigma (sigma level).
2.10.3 Analyze
Analyze merupakan langkah ketiga dalam Six Sigma, pada tahap ini hal
yang dilakukan adalah pencarian akar masalah dengan mengidentifikasi
penyebab-penyebab masalah atau sumber-sumber penyebab cacat. Dalam hal
ini dapat menggunakan Tree Analyze Diagram berdasarkan prinsip 7M.
Berdasarkan prinsip 7M sumber penyebab masalah kualitas yang ditemukan,
yaitu (Gazpers, 2005) :
1) Manpower (tenaga kerja)
Berkaitan dengan kekurangan dalam pengetahuan dan keterampilan dasar
akibat yang berkaitan dengan mental dan fisik, kelelahan dan stress.
2) Machine (mesin) dan peralatan
Berkaitan dengan tidak adanya sistem perawatan preventif terhadap
mesin produksi, fasilitas dan peralatan lain yang tidak sesuai dengan
spesifikasi tugas, terlalu rumit dan terlalu panas.
3) Method (metode kerja)
Berkaitan dengan tidak adanya prosedur dan metode kerja yang benar,
tidak diketahui, tidak jelas, tidak cocok dan tidak terstandarisasi.
4) Materials (bahan baku dan bahan penolong)
Berkaitan dengan ketiadaan spesifikasi kualitas dari bahan baku dan
bahan penolong yang ditetapkan, ketiadaan penanganan yang efektif
terhadap bahan baku dan bahan penolong itu.
17
5) Media
Berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang tidak memperhatikan
aspek-aspek kebersihan, kesehatan, keselamatan kerja dan lingkungan
kerja yang konduktif.
6) Motivation (motivasi)
Berkaitan dengan tidak adanya sikap kerja yang benar dan profesional
yang kemungkinan disebabkan oleh tidak adilnya sistem balas jasa dan
penghargaan yang baik kepada tenaga kerja.
7) Money (keuangan)
Berkaitan dengan tidak adanya dukungan keuangan (financial) yang baik
guna memperlancar proyek peningkatan kualitas Six Sigma yang akan
ditetapkan.
2.10.4 Improve
Tahap improve merupakan langkah keempat dari peningkatan kualitas
Six Sigma yang dilakukan setelah sumber-sumber dan akar penyebab dari
masalah kualitas teridentifikasi. Pada tahap ini ditetapkan suatu rencana
tindakan (action plan) untuk melaksanakan peningkatan kualitas Six Sigma.
Terdapat beberapa item pada tahap improve meliputi Design of eksperimen
(DOE) dan analisa statistik menggunakan uji hipotesa ANOVA.
2.10.5 Control
Tahap control adalah tahap operasional terakhir dimana hasil-hasil
peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan, prosedur-
prosedur didokumentasikan, praktek-praktek terbaik yang sukses dalam
meningkatkan proses distandarisasikan dan dijadikan sebagai pedoman kerja
standar. Standarisasi dimaksudkan agar mencegah masalah yang sama atau
praktek-praktek lama terulang kembali. Ada dua alasan kenapa harus
melakukan standarisasi yaitu :
18
1) Terdapat kemungkinan bahwa setelah periode waktu tertentu, manajemen
dan karyawan menggunakan kembali cara lama sehingga memunculkan
kembali masalah yang sama yang sudah diselesaikan sebelumnya.
2) Terdapat kemungkinan setelah periode waktu tertentu apabila terjadi
pergantian manajemen dan karyawan, orang baru akan menggunakan
cara kerja yang lama dan akan timbul kembali masalah karena tidak ada
aturan atau solusi yang didokumentasikan dan distandarisasi. Hal ini
tentu saja dapat memunculkan praktik kerja lama dan masalah-masalah
lama akan timbul lagi.
2.11 Tools yang digunakan dalam tahap DMAIC
1) Pareto Chart
Menurut Pande (2002), Pareto digunakan untuk menstratifikasi data
kedalam kelompok-kelompok dari yang paling besar sampai yang paling
kecil atau grafik yang merangking data dengan mengklasifikasikan secara
menurun dari kanan ke kiri. Data yang diklasifikasi dapat berupa:
masalah, penyebab, jenis ketidaksesuaian, atau kerusakan dan lain
sebagainya dengan bentuknya berupa diagram batang. Analisis Pareto
didasarkan pada hukum 80/20, yaitu 80% kerugian didalam sebuah
organisasi dibuat oleh hanya 20 persen masalah. Angkanya tidak selalu
tetap 80 dan 20, tetapi efeknya seringkali sama. Kegunaan diagram Pareto
sebagai berikut :
Menunjukkan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan yang
perlu ditangani
Dalam upaya perbaikan akan membantu memusatkan perhatian pada
persoalan utama yang harus ditangani
Menunjukkan hasil upaya perbaikan. Setelah dilakukan tindakan
koreksi berdasarkan prioritas, kita dapat mengadakan pengukuran
ulang dan membuat diagram Pareto.
Menyusun data menjadi informasi yang berguna, data yang besar
dapat menjadi informasi yang signifikan.
19
2) Diagram SIPOC (Supplier, Input, Process, Output, Customer)
SIPOC adalah diagram yang digunakan untuk menyajikan sekilas dari
aliran kerja. SIPOC harus ada pada awal proyek untuk memastikan
bahwa semua orang akan melihat proses dalam cara pandang yang sama.
Menurut Pande (2000), diagram SIPOC adalah peta proses tingkat tinggi
yang mengidentifikasi elemen-elemen utama suatu proses yang berisikan
daftar proses, orang, organisasi, sumber bahan dan informasi yang
dipergunakan dalam suatu proses. SIPOC berasal dari kelima elemen
yanng ada dalam diagram yaitu :
1) Supplier (pemasok) yaitu orang atau kelompok yang menyediakan
informasi, material atau sumber-sumber lain yang dibutuhkan oleh
proses.
2) Input (masukan) yaitu sesuatu seperti material, modal, tenaga kerja,
energi dan informasi yang diberikan untuk diproses.
3) Process (proses) yaitu langkah-langkah yang mengubah atau
menambah nilai dari masukan (input)
4) Output (keluaran) yaitu produk atau hasil akhir dari proses yang
dilakukan
5) Customer (pelanggan) yaitu orang, kelompok atau proses selanjutnya
yang membutuhkan produk akhir.
3) DPMO dan Nilai Sigma/Level Sigma
DPMO berkolerasi langsung dengan cacat, biaya dan waktu pemborosan
sehingga merupakan ukuran yang baik bagi kualitas produk ataupun
proses. Perhitungan DPO, DPMO, nilai kapabilitas Sigma, Yield
dilakukan untuk melihat kemampuan proses produksi telah mencapai
berapa Sigma dan mengetahui kemampuan proses untuk menghasilkan
produksi yang bebas cacat. Perhitungan ini dilakukan berdasarkan hasil
produksi dan jumlah cacat saat produksi berlangsung dan banyaknya CTQ
potensial penyebab kecacatan pada produk.
20
a) Menghitung nilai DPO (Defect per Oppurtunity)
DPO =
(1)
b) Menghitung nilai DPMO (Defect per Million Oppurtunity)
DPMO = DPO x 1.000.000 (2) (2)
c) Menghitung nilai kapabilitas proses Sigma
Nilai kapabilitas sigma diperoleh melalui tabel konversi DPMO ke
Six Sigma.
Tabel 2.2 Cara Memperkirakan Kapabilitas Proses Untuk Data Atribut
Langkah Tindakan Hasil Perhitungan
1 Proses apa yang ingin diketahui ......
2 Berapa jumlah unit transaksi yang
dikerjakan melalui proses ......
3 Berapa jumlah unit transaksi yang gagal ......
4 Tingkat cacat (kesalahan) (langkah 3)/(langkah 2)
5 Jumlah CTQ potensial yang dapat
menyebabkan cacat Banyak karakteristik CTQ
6 Peluang banyaknya atau tingkat cacat per
karakteristik CTQ (langkah 4) / (langkah 5)
7 Kemungkinan cacat yang timbul atau yang
ada per satu juta kesempatan (DPMO) (langkah 6) x 1.000.000
8 Konversi nilai DPMO ke dalam nilai
Sigma
9 Kesimpulan
(Sumber : Gasperz , 2002)
Kolerasi antara DPMO dan Level Sigma dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.3 Konversi Sigma
Yield (Probabilitas
tanpa cacat)
DPMO (Defect per Million
Opportunities) Sigma (σ) Keterangan
30,9% 690.000 1 Sangat tidak
kompetitif
69,2% 308.000 2 Rata-rata industri
Indonesia 93,3% 66.800 3
99,4 6.210 4 Rata-rata industri
USA 99,98 320 5
99,9997 3,4 6 Industri kelas
dunia
(Sumber : Gasperz, 2002)
21
4) Tree Diagram
Tree Diagram digunakan untuk memetakan tugas-tugas yang perlu
dilakukan agar mencapai tujuan utama. Tree diagram ini dimulai dengan
satu item utama yang bercabang menjadi 2 atau lebih, lalu cabang-cabang
tersebut akan membentuk cabang baru dan seterusnya hingga membentuk
sebuah pohon. Demikian juga dengan suatu permasalahan yang ingin
dibahas menggunakan diagram pohon, yaitu terdiri dari satu kategori atau
item besar yang kemudian dibagikan menjadi dua cabang atau lebih yang
lebih terperinci. Hal ini dapat membantu menyederhanakan permasalahan
yang kompleks.
Gambar 2.2 Tree Diagram
(Sumber: Permatasari, 2013)
5) 5W + 1H
Terdapat 3 hal utama dalam menggunakan metode 5W + 1H yaitu :
a. Selesaikan permasalahan secara akurat
b. Selesaikan permasalahan dengan jawaban yang sebenar-benarnya
c. Kebulatan tekat untuk mengetahui akar penyebab dari permasalahan
dan memperbaikinya
Metode 5W-1H merupakan suatu metode untuk mengetahui masalah apa
yang terjadi (what), sumber terjadinya masalah (where), penanggung
jawab terjadinya masalah (who), alasan dari timbulnya masalah (why)
dan kapan masalah itu terjadi (when). Berdasarkan alasan dari 5W
tersebut maka dilakukan suatu saran perbaikan (how).
22
2.12 Manfaat Six Sigma
Menurut Pande (2002), ada beberapa manfaat Six Sigma bagi perusahaan
yaitu :
1) Menghasilkan sukses yang berkelanjutan. Terus menerus berinovasi adalah
salah satu cara untuk melanjutkan dan tetap menguasai pertumbuhan sebuah
pasar yang aman. Six Sigma menciptakan keahlian dan budaya untuk terus
menerus bangkit kembali.
2) Mengatur tujuan kinerja untuk setiap orang. Dalam sebuah perusahaan,
masing-masing fungsi, unit bisnis dan individu mempunyai sasaran dan target
yang berbeda-beda maka perlu membuat setiap orang bekerja dalam arah
yang sama dan berfokus satu tujuan bersama. Meskipun demikian, Six Sigma
menggunakan hal yang dimiliki oleh semua orang didalam maupun diluar
perusahaan untuk menciptakan sebuah tujuan yang konsisten.
3) Memperkuat nilai pada pelanggan. Dengan persaingan yang ketat disetiap
industri, biaya pengiriman produk dan jasa yang bermutu ataupun bebas cacat
tidaklah menjamin sukses tetapi fokus pada pelanggan dan merencanakan
bagaimana mengirimkannya kepada mereka secara menguntungkan.
4) Mempercepat tingkat perbaikan. Dengan teknologi informasi yang
menentukan kecepatan langkah, maka harapan pelanggan terhadap
perbaikannya semakin nyata. Perusahaan yang cepat melakukan perbaikan
dengan menjamin alat-alat dan ide-ide dari banyak disiplin ilmu,
kemungkinan besar akan memenangkan persaingan. Six Sigma membantu
pekerjaan untuk tidak hanya meningkatkan kinerja tetapi meningkatkan juga
perbaikan.
5) Mempromosikan pembelanjaan
Six Sigma merupakan suatu pendekatan yang meningkatkan dan mempercepat
perkembangan dan penyebaran ide-ide baru di sebuah organisasi keseluruhan.
Orang-orang yang terlatih dengan keahlian dalam banyak proses serta
bagaimana mengelola dan memperbaiki proses, dapat dipindah ke divisi lain
dengan kemampuan untuk menerapkan proses dengan kemampuan untuk
menerapkan proses dengan lebih cepat.
23
6) Melakukan perubahan strategi. Memperkenalkan produk baru, memasuki
pasar baru, meluncurkan kerja sama baru, merupakan aktivitas-aktivitas
bisnis sehari-hari yang biasa dilakukan oleh perusahaan, dengan lebih
memahami proses dan prosedur perusahaan, akan memberikan kemampuan
yang lebih besar untuk melakukan penyesuaian kecil maupun penyesuaian
besar.
2.13 Analisis Ragam (ANOVA)
Analisis ragam atau ANOVA adalah suatu teknik untuk menguji kesamaan
beberapa rata-rata secara sekaligus. Anova ditemukan dan diperkenalkan oleh
seorang ahli statistik bernama Ronald Fisher. Uji yang digunakan dalam ANOVA
adalah uji F karena dipakai untuk pengujian dan 2 sampel. Tujuan dari pengujian
ANOVA adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh dari berbagai kriteria
yang diuji terhadap hasil yang diinginkan. ANOVA dibagi dalam 2 kriteria yaitu
klasifikasi 1 faktor (One Way ANOVA) yang didasarkan pada pengamatan satu
kriteria dan klasifikasi 2 faktor (Two Way ANOVA) yang didasarkan pada 2
pengamatan kriteria.
ANOVA digunakan sebagai alat analisis untuk menguji hipotesis penelitian
yang mana menilai adakah perbedaan rerata antara kelompok. Hasil akhir dari
analisis ANOVA adalah nilai Fhitung. Nilai Fhitung ini yang nantinya akan
dibandingkan dengan nilai pada Ftabel. Jika nilai Fhitung lebih dari Ftabel, maka dapat
disimpulkan bahwa menerima H1 dan menolak H0 atau yang berarti ada perbedaan
bermakna rerata pada semua kelompok.
Ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi dalam pengujian ANOVA yaitu
(Ghozali, 2009) :
1) Data yang dihasilkan bersalah dari satu sampel acak (random) dan
populasi yang saling bebas (independen). Sampel penelitian harus berasal
dari sampel acak (random) untuk memperoleh kondisi yang sealamiah atau
senatural mungkin. Dalam hal ini suatu nilai yang diperoleh dari suatu
pengamatan tidak berhubungan dengan pengamatan lainnya. Artinya,
salah satu kejadian yang timbul tidak tergantung pada kejadian lainnya.
24
2) Sampel data terdistribusi secara normal. Asumsi ini menyiratkan bahwa
variabel dependen terdistribusi secara normal (persyaratan teoritis yang
mendasari distribusi F) di masing-masing kelompok populasi/perlakuan.
3) Varians dari distribusi populasi adalah sama atau homogen (homogenitas
varians). Artinya varians pada variabel dependen adalah sama diseluruh
kelompok perlakuan.
2.13.1 Uji ANOVA Satu Arah (One Way ANOVA)
ANOVA satu arah adalah teknik statistik parametrik yang digunakan
untuk pengujian perbedaan beberapa kelompok rata-rata, dimana hanya
terdapat satu variabel bebas atau independen yang dibagi dalam beberapa
kelompok dan satu variabel atau dependen. Dalam teknik ANOVA satu arah
biasanya digunakan dalam eksperimen (Widiyanto, 2013).
Hipotesis dalam ANOVA akan membandingkan rata-rata dari
beberapa populasi yang diwakili oleh beberapa kelompok sampel secara
bersama, sehingga hipotesis matematikanya adalah :
H0 : µ1 = µ2 = µ3. . . = µk
Seluruh mean populasi adalah sama
Tidak ada kesamaan atau keragaman mean dalam group
H1 : µ1 ≠ µ2 ≠ µ3. . . ≠ µk
Tidak seluruh mean populasi adalah sama
Minimal ada 1 mean populasi yang berbeda
Terdapat sebuah efek perlakukan yang berbeda
Tidak semua mean populasi berbeda (beberapa pasang mungkin sama)
Dari hipotesis alternatif diatas dapat dilihat bahwa hipotesis tersebut
fleksibel karena tidak menyebutkan secara pasti µ mana yang berbeda dengan
yang lainnya. Hal ini mempunyai arti bahwa µ mana yang tidak sama bukan
merupakan masalah dalam penolakan hipotesis nol.
25
H0 pada One Way ANOVA adalah tidak ada perbedaan signifikan rata-rata
sampel yang ada. Bila H0 ditolak maka analisisnya belum selesai sehingga
perlu analisis lanjutan.
Langkah-langkah dalam analisis ANOVA satu arah sebagai berikut :
1) Menghitung jumlah kuadrat total (JKT), jumlah kuadrat perlakuan (JKA),
jumlah kuadrat galat (JKG), rataan kuadrat perlakuan (RKA) dan rataan
kuadrat galat (RKD). Untuk menghitung masing-masing nilai digunakan
rumus sebagai berikut :
a. JKT = ∑ik=1 ∑j
n=1 (yij - ̅)
2
b. JKA = n ∑ik
=1 ( ̅ - ̅)2
c. JKG = ∑ik
=1 ∑jn
=1 (yij - ̅)2
d. RKA =
e. RKD =
2) Menghitung derajat kebebasan total (dbT), derajat kebebabsan rerata (dbR),
derajat kebebasan direduksi/dikoreksi (dbTR), derajat kebebasam antar
kelompok (dbA) dan derajat kebebasan dalam kelompok (dbD) dengan
rumus sebagai berikut :
a. dbT = n
b. dbR = 1
c. dbTR = n – 1
d. dbA = k – 1
e. dbD = n -k
3) Menghitung nilai F dengan rumus seperti berikut :
F =
4) Melakukan interpretasi apabila nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel maka H0
ditolakdan H1 yang berarti signifikan yaitu terdapat perbedaan rata-rata
dari kelompok yang dibandingkan. Sebaliknya jika Fhitung lebih kecil dari
Ftabel maka H0 diterimadan H1 ditolak yang berarti tidak signifikan yaitu
26
tidak terdapat perbedaan rata-rata dari kelompok yang dibandingkan. Ftabel
bisa dihitung pada tabel F :
Tingkat signifikasi (α) adalah 5%
Numerator (k – 1) atau (dk2)
Denumerator (n – k) atau (dk1)
Jadi untuk melihat nilai Ftabel yaitu : (0,05; dk2; dk1)
5) Apabila adanya perbedaan yang signifikan, maka dilakukan uji lanjut.
Analisis lanjutan setelah ANOVA sering disebut Post Hoc atau pasca
ANOVA adalah sebagai berikut :
1) LSD
Fisher Least Significant Difference (LSD) atau Beda Nyata Terkecil
(BNT) digunakan untuk mengetahui dari pasangan rata-rata mana yang
paling berbeda di antara pasangan yang ada. Uji LSD menggunakan
perbandingan berbagai rata-rata dengan uji t untuk mengetahui perbedaan
dari pasangan rata-rata. Uji ini sangat baik apabila pengujiannya mean
yang akan dibandingkan sebelumnya telah direncanakan.
2) Benferoni
Uji Benferoni adalah metode perbandingan dua pasangan rata-rata yang
didasarkan pada statistik t dengan melakukan penyesuaian terhadap tingkat
signifikansi untuk setiap perbandingan yang dilakukan.Uji ini biasanya
digunakan untuk sampel kecil.
3) Scheffe
Uji Scheffe adalah pengujian dengan melakukan perbandingan
berpasangan antar kelompok rata-rata dan pengujian range dari kelompok
rata-rata. Uji ini memberikan panduan yang lebih konservatif
dibandingkan dengan pengujian yang lain dengan persyaratan yang lebih
tinggi untuk setiap perbedaan rata-rata
27
4) SNK
Uji Student-Newman-Keuls (SNK) adalah pengujian rata-rata dengan
menggunakan rata-rata kelompok perlakuan yang didasarkan pada uji
range untuk kelompok homogen. Kelompok perlakuan ini akan homogen
dalam hal mereka tidak berbeda dalam kelompoknya tetapi berbeda dari
kelompok lain.
5) Tukey’s b
Uji Tukey’s b atau Tukey Wholly Significant Difference (WSD) dilakukan
dengan menguji range dari kelompok rata-rata dan kemudian menghitung
nilai dari range tersebut.Output dari uji Tukey’s b berupa kelompok
homogen yang merupakan pengelompokan dari rata-rata yang sama dalam
satu kelompok
6) Tukey
Uji Tukey atau disebut juga dengan Tukey Honestly Significant Difference
(HSD) atau uji Beda Nyata Jujur (BNJ) merupakan pengujian
perbandingan berbagai kelompok rata-rata. Uji ini biasanya digunakan
pada sampel besar dan menggunakan statistik range studentized untuk
membuat semua perbandingan berpasangan antar goup dan menentukan
tingkat kesalahan kelompok percobaan untuk membuat perbandingan
berpasangan
2.14 Studi Literatur
Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan yang berhubungan
dengan metode six sigma yang dapat dijadikan referensi dalam penelitian ini yaitu
:
1) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nailah, Ambar H dan Gita
P.L (2014) dengan judul “Usulan Perbaikan Untuk Mengurangi Jumlah
Cacat pada produk Sandal Eiger S-101 Lightspeed dengan
Menggunakan Metode Si Sigma.” Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk membuat usulan perbaikan untuk mengurangi jumlah cacat pada
produk sandal dengan menggunakan metode six sigma melalui tahapan
28
DMAIC. Pada tahap define ditemukan jenis cacat yang paling sering
terjadi yaitu spreading glue is not even. Pada tahap measure didapatkan
nilai DPMO sebeasar 59,21 dengan nilai sigma sebesar 3,055. Dari hasil
analisis menggunakan tree diagram ditemukan faktor-faktor penyebab
cacat pada produk diantaranya cara pengelemen yang kurang efektif,
kurangnya pemeriksaan terhadap proses, faktor operator dan faktor
lingkungan kerja. Pada tahap improve dilakukan perbaikan terhadap
proses dan didapatkan nilai DPMO sebesar 11,501 dengan nilai sigma
sbeesar 3,789. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara penggunaan
chek sheet dan adanya pemeriksaan pada setiap prosesnya agar jumlah
cacat dapat terus berkurang.
2) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sahat S dan Abdul H.L
(2014) dengan judul “ Usulan Penggunaan Six Sigma Untuk
Peningkatan Kualitas Proses Produksi di PT. A O.” Tujuan penelitian ini
adalah melakukan perbaikan secara terus menerus karena tuntutan
kepuasan pelanggan yang terus meningkat dan tidak kompetitifnya
harga akibat biaya reject yang besar menggunakan netode six sigma.
Dari hasil hasil penelitian didapatkan bahwa pada tahap define diketahui
komponen kepala handel melengkung sebanyak 11,53%, lubang karet
terlalu besar sebanyak 11,45%, Handel retak sebnayak 10,94%. Pada
tahap measure didapat besarnya nilai kapabilitas sigma keseluruhan
untuk komponen sebesar 3,86 dengan nilai DPMO sebesar 9,114.87.
Hasil dari penelitian ini adalah memberikan usulan perbaikan kapabilitas
proses untuk komponen YNA.
3) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indra G, Harsono T dan
Gita P.L (2014) dengan judul “Usulan Perbaikan Kualitas Produk Milk
Cup Untuk Mengurangi Jumlah Cacat Menggunakan Metode Six
Sigma.” Pada penelitian ini tahap improve dilakukan dengan
perancangan eksperimen yang bertujuan menghasilkan setting optimal
dari faktor mesin yang menjadi penyebab paling potensial terjadinya
cacat berdasarkan nilai Risk Priority Number (RPN). Bocor lid dan
29
pecah cup merupakan cacat yang paling sering terjadi. Berdasarkan hasil
perancangan eksperimen dihasilkan bahwa temperatur sealing 2550C
dan kecepatan konveyor 75rpm menghasilkan jumlah cacat yang
minimum. Peningkatan kualitas terjadi dengan menurunkan DPMO
sebesar 1,892 dan sigma 4,4020. Perusahaan harus terus melakukan
pengendalian secara berkesinambungan agar jumlah cacat dapat terus
berkurang.
4) Berdasarkan penelitian yang dilakukan Annisa E, Hari A dan Emsosfi Z
(2015) dengan judul “Usulan Perbaikan Kualitas Kuat Tekan Produk
Bata Beton Paving Block Dengan Tambahan Trass Menggunakan
Metode Taguchi di Balai Besar Keramik.” Pada penelitian ini
mengembangkan kombinasi dan teknik pembuatan paving block dengan
tambahan trass yang didapat oleh Balai Besar Keramik menggunakan
metode Taguchi. Dari metode taguchi, matriks orthogonal terpilih L27
dengan 3 faktor terkendalai masing-masing 3 level dan 1 faktor tidak
terkendali dengan 2 level. Faktor terkendali terpilih adalah komposisi
bahan, kehalusan butir dan lama perawatan, sedangkan faktor tidak
terkendali adalah kadar lumpur didalam pasir. Hasil kuat tekan yang
optimal dari level dan faktor terpilih adalah sebesar 34,780 MPa, pada
Standar Nasional Indonesia meningkat masuk kedalam mutu B, dari
hasil uji kuat tekan sebelumnya sebesar 15,624 Mpa termasuk kedalam
mutu C. Hasil tersebut menunjukkan kombinasi hasil dari metode
taguchi dapat memberikan kuat tekan lebih baik dari sebelumnya.
5) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sri L. P (2013) dengan
judul “Desain Eksperimen Taguchi Untuk Meningkatkan Kualitas
Paving Block.” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan
komposisi bahan baku yang tepat agar diperoleh paving block yang
memenuhi spesfikasi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas paving
block dan menentukan komposisi yang tepat adalah dengan
menggunakan eksperimen taguchi. Dari hasil peneltian ini didapat
30
bahwa berdasarkan eksperimen konfirmasi yang telah dilakukan
menunjukan nilai rata-rata dan variablitas (S/N) pada kondisi
eksperimen taguchi mengalami peningkatan pada eksperimen
konfirmasi, hal ini sesuai dengan karakteristik kualitas yang dituju yaitu
large the better. Nilai rata-rata pada eksperimen taguchi menunjukan
nilai sebesar 24,10±2,21 sedangkan pada kondisi eksperimen konfirmasi
menunjukan nilai rata-rata sebesar 28,88± 2,46. Nilai variabilitas pada
eksperimen taguchi ke eksperimen konfirmasi juga menunjukan
peningkatan. Hal ini membuktikan bahwa kombinasi optimal faktor-
faktor tersebut terbukti dapat meningkatkan kekuatan tekan paving
block.