BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Spiritual 1.1. Defenisi Spiritual ...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Spiritual 1.1. Defenisi Spiritual ...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Spiritual
1.1. Defenisi Spiritual
Spiritual adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertinggi seorang
manusia dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan
dasar tersebut meliputi kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan, cinta
kasih, dihargai dan aktualitas diri. Aktualitas diri merupakan sebuah tahapan
spiritual seseorang, dimana berlimpah dengan kreativitas, intuisi, keceriaan, suka
cita, kasih sayang, kedamaian, toleransi, kerendahan hati serta memiliki tujuan
hidup yang jelas (Prijosaksono, 2003).
Spiritual adalah keyakinan dalam hubungannya dengan Yang Maha Kuasa
dan Maha Pencipta (Hamid, 2000). Spiritual juga disebut sebagai sesuatu yang
dirasakan tentang diri sendiri dan hubungan dengan orang lain, yang dapat
diwujudkan dengan sikap mengasihi orang lain, baik dan ramah terhadap orang
lain, menghormati setiap orang untuk membuat perasaan senang seseorang.
Spiritual adalah kehidupan, tidak hanya do’a, mengenal dan mengakui Tuhan
(Nelson, 2002).
Menurut Mickley et al (1992) menguraikan spiritual sebagai suatu yang
multidimensi yaitu dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial
berfokus pada tujuan dan arti kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus
Universitas Sumatera Utara
pada hubungan seseorang dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. Spiritual sebagai
konsep dua dimensi, dimensi vertikal sebagai hubungan dengan Tuhan atau Yang
Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedangkan dimensi horizontal
adalah hubungan dengan diri sendiri, dengan orang lain dan lingkungan. Terdapat
hubungan terus-menerus antara dua dimensi tersebut (Kozier, Erb, Blais &
Wilkinson, 1995).
Beberapa istilah yang membantu dalam pemahaman tentang spiritual
adalah kesehatan spiritual adalah rasa keharmonisan saling kedekatan antara diri
dengan orang lain, alam, dan lingkungan yang tertinggi. Ketidakseimbangan
spiritual (Spirituality Disequilibrium) adalah sebuah kekacauan jiwa yang terjadi
ketika kepercayaan yang dipegang teguh tergoncang hebat. Kekacauan ini
seringkali muncul ketika penyakit yang mengancam hidup berhasil didiagnosis
(Taylor, 2002).
Pada tahun 1973, National Conference On Classification Of Nursing
Diagnosis Of The North American Nursing Diagnosis Asosiation (NANDA)
mengatakan area spiritual adalah dukungan spiritual, yang dicirikan dengan
kekuatan spiritual. Faktor yang turut berperan dan batasan karakteristik berasal
dari perspektif kesehatan spiritual. Beberapa faktor penunjang mencakup identitas
spiritual yang tegas, pemeliharaan, sistem keyakinan walau dalam kesengsaraan,
empati terhadap nilai-nilai dan keyakinan orang lain, rasa pemenuhan spiritual,
kemampuan menghadapi tantangan untuk melakukan ritual keagamaan, sistem
keyakinan yang dapat disesuaikan dan makna hidup, penderitaan dan kematian
(Stanley, 2006).
Universitas Sumatera Utara
1.2. Karakteristik Spiritual
Terdapat beberapa karakteristik spiritual yang meliputi :
a. Hubungan dengan diri sendiri
Merupakan kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi pengetahuan
diri yaitu siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap yang
menyangkut kepercayaan pada diri sendiri, percaya pada kehidupan atau masa
depan, ketenangan pikiran, serta keselarasan dengan diri sendiri. Kekuatan yang
timbul dari diri seseorang membantunya menyadari makna dan tujuan hidupnya,
diantaranya memandang pengalaman hidupnya sebagai pengalaman yang positif,
kepuasan hidup, optimis terhadap masa depan, dan tujuan hidup yang semakin
jelas (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).
Kepercayaan (Faith). Menurut Fowler dan keen (1985) kepercayaan
bersifat universal, dimana merupakan penerimaan individu terhadap kebenaran
yang tidak dapat dibuktikan dengan pikiran yang logis. Kepercayaan dapat
memberikan arti hidup dan kekuatan bagi individu ketika mengalami kesulitan
atau stress. Mempunyai kepercayaan berarti mempunyai komitmen terhadap
sesuatu atau seseorang sehingga dapat memahami kehidupan manusia dengan
wawasan yang lebih luas.
Harapan (Hope). Harapan berhubungan dengan ketidakpastian dalam
hidup dan merupakan suatu proses interpersonal yang terbina melalui hubungan
saling percaya dengan orang lain, termasuk dengan Tuhan. Harapan sangat
Universitas Sumatera Utara
penting bagi individu untuk mempertahankan hidup, tanpa harapan banyak orang
menjadi depresi dan lebih cenderung terkena penyakit.
Makna atau arti dalam hidup (Meaning of live). Perasaan mengetahui
makna hidup, yang kadang diidentikkan dengan perasaan dekat dengan Tuhan,
merasakan hidup sebagai suatu pengalaman yang positif seperti membicarakan
tentang situasi yang nyata, membuat hidup lebih terarah, penuh harapan tentang
masa depan, merasa mencintai dan dicintai oleh orang lain (Puchalski, 2004).
b. Hubungan dengan orang lain
Hubungan ini terbagi atas harmonis dan tidak harmonisnya hubungan
dengan orang lain. Keadaan harmonis meliputi pembagian waktu, pengetahuan
dan sumber secara timbal balik, mengasuh anak, mengasuh orangtua dan orang
yang sakit, serta meyakini kehidupan dan kematian. Sedangkan kondisi yang tidak
harmonis mencakup konflik dengan orang lain dan resolusi yang menimbulkan
ketidakharmonisan dan friksi, serta keterbatasan asosiasi (Kozier, Erb, Blais &
Wilkinson, 1995).
Hubungan dengan orang lain lahir dari kebutuhan akan keadilan dan
kebaikan, menghargai kelemahan dan kepekaan orang lain, rasa takut akan
kesepian, keinginan dihargai dan diperhatikan, dan lain sebagainya. Dengan
demikian apabila seseorang mengalami kekurangan ataupun mengalami stres,
maka orang lain dapat memberi bantuan psikologis dan sosial (Carm & Carm,
2000).
Universitas Sumatera Utara
Maaf dan pengampunan (forgiveness). Menyadari kemampuan untuk
menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri seperti marah,
mengingkari, rasa bersalah, malu, bingung, meyakini bahwa Tuhan sedang
menghukum serta mengembangkan arti penderitaan dan meyakini hikmah dari
suatu kejadian atau penderitaan. Dengan pengampunan, seorang individu dapat
meningkatkan koping terhadap stres, cemas, depresi dan tekanan emosional,
penyakit fisik serta meningkatkan perilaku sehat dan perasaan damai (Puchalski,
2004).
Cinta kasih dan dukungan sosial (Love and social support). Keinginan
untuk menjalin dan mengembangkan hubungan antar manusia yang positif
melalui keyakinan, rasa percaya dan cinta kasih. Teman dan keluarga dekat dapat
memberikan bantuan dan dukungan emosional untuk melawan banyak penyakit.
Seseorang yang mempunyai pengalaman cinta kasih dan dukungan sosial yang
kuat cenderung untuk menentang perilaku tidak sehat dan melindungi individu
dari penyakit jantung.
c. Hubungan dengan alam
Harmoni merupakan gambaran hubungan seseorang dengan alam yang
meliputi pengetahuan tentang tanaman, pohon, margasatwa, iklim dan
berkomunikasi dengan alam serta melindungi alam tersebut (Kozier, Erb, Blais &
Wilkinson, 1995).
Rekreasi (Joy). Rekreasi merupakan kebutuhan spiritual seseorang dalam
menumbuhkan keyakinan, rahmat, rasa terima kasih, harapan dan cinta kasih.
Universitas Sumatera Utara
Dengan rekreasi seseorang dapat menyelaraskan antara jasmani dan rohani
sehingga timbul perasaan kesenangan dan kepuasaan dalam pemenuhan hal-hal
yang dianggap penting dalam hidup seperti nonton televisi, dengar musik,
olahraga dan lain-lain (Puchalski, 2004).
Kedamaian (Peace). Kedamaian merupakan keadilan, rasa kasihan dan
kesatuan. Dengan kedamaian seseorang akan merasa lebih tenang dan dapat
meningkatkan status kesehatan (Hamid, 2000).
d. Hubungan dengan Tuhan
Meliputi agama maupun tidak agamis. Keadaan ini menyangkut
sembahyang dan berdo’a, keikutsertaan dalam kegiatan ibadah, perlengkapan
keagamaan, serta bersatu dengan alam (Kozier, Erb, Blais & Wilkinson, 1995).
Dapat disimpulkan bahwa seseorang terpenuhi kebutuhan spiritual apabila
mampu merumuskan arti personal yang positif tentang tujuan keberadaannya di
dunia/kehidupan, mengembangkan arti penderitaan serta meyakini hikmah dari
satu kejadian atau penderitaan, menjalin hubungan yang positif dan dinamis,
membina integritas personal dan merasa diri berharga, merasakan kehidupan yang
terarah terlihat melalui harapan dan mengembangkan hubungan antar manusia
yang positif (Hamid, 2000).
1.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritual
Menurut Hamid (2000), faktor penting yang dapat mempengaruhi spiritual
seseorang adalah :
Universitas Sumatera Utara
a. Tahap perkembangan
Spiritual berhubungan dengan kekuasaan non material, seseorang harus
memiliki beberapa kemampuan berfikir abstrak sebelum mulai mengerti spiritual
dan menggali suatu hubungan dengan yang Maha Kuasa. Hal ini bukan berarti
bahwa spiritual tidak memiliki makna bagi seseorang.
b. Peranan keluarga penting dalam perkembangan spiritual individu.
Tidak begitu banyak yang diajarkan keluarga tentang Tuhan dan agama,
tapi individu belajar tentang Tuhan, kehidupan dan diri sendiri dari tingkah laku
keluarganya. Oleh karena itu keluarga merupakan lingkungan terdekat dan dunia
pertama dimana individu mempunyai pandangan, pengalaman terhadap dunia
yang diwarnai oleh pengalaman dengan keluarganya (Taylor, Lillis & LeMone,
1997).
c. Latar belakang etnik dan budaya
Sikap, keyakinan dan nilai dipengaruhi oleh latar belakang etnik dan sosial
budaya. Pada umumnya seseorang akan mengikuti tradisi agama dan spiritual
keluarga. Anak belajar pentingnya menjalankan kegiatan agama, termasuk nilai
moral dari hubungan keluarga dan peran serta dalam berbagai bentuk kegiatan
keagamaan.
d. Pengalaman hidup sebelumnya
Pengalaman hidup baik yang positif maupun negatif dapat mempengaruhi
spiritual seseorang dan sebaliknya juga dipengaruhi oleh bagaimana seseorang
mengartikan secara spiritual pengalaman tersebut (Taylor, Lilis & Lemon, 1997).
Universitas Sumatera Utara
Peristiwa dalam kehidupan seseorang dianggap sebagai suatu cobaan yang
diberikan Tuhan kepada manusia untuk menguji keimanannya.
e. Krisis dan perubahan
Krisis dan perubahan dapat menguatkan kedalam spiritual seseorang.
Krisis sering dialami ketika seseorang menghadi penyakit, penderitaan, proses
penuaan, kehilangan dan bahkan kematian, khususnya pada pasien dengan
penyakit terminal atau dengan prognosis yang buruk. Perubahan dalam kehidupan
dan krisis yang dihadapi tersebut merupakan pengalaman spiritual yang bersifat
fiskal dan emosional.
f. Terpisah dari ikatan spiritual
Menderita sakit terutama yang bersifat akut, sering kali membuat individu
merasa terisolasi dan kehilangan kebebasan pribadi dan sistem dukungan sosial.
Kebiasaan hidup sehari-hari juga berubah, antara lain tidak dapat menghadiri
acara resmi, mengikuti kegiatan keagamaan atau tidak dapat berkumpul dengan
keluarga atau teman dekat yang bisa memberikan dukungan setiap saat diinginkan
(Hamid, 2000).
g. Isu moral terkait dengan terapi
Pada kebanyakan agama, proses penyembuhan dianggap sebagai cara
Tuhan untuk menunjukan kebesaran-Nya, walaupun ada juga agama yang
menolak intervensi pengobatan (Hamid, 2000).
Universitas Sumatera Utara
1.4. Perkembangan Spiritual pada Lansia
Kelompok usia pertengahan dan lansia mempunyai lebih banyak waktu
untuk kegiatan agama dan berusaha untuk mengerti agama dan berusaha untuk
mengerti nilai-nilai agama yang diyakini oleh generasi muda. Perasaan kehilangan
karena pensiun dan tidak aktif serta menghadapi kematian orang lain (pasangan,
saudara, sahabat) menimbulkan rasa kesepian dan mawas diri. Perkembangan
filosofis agama yang lebih matang sering dapat membantu orangtua untuk
menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam kehidupan dan merasa berharga serta
lebih dapat menerima kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat ditolak atau
dihindarkan (Hamid, 2000).
2. Lanjut Usia
2.1. Pengertian Lanjut Usia
Menurut Undang-Undang No.13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut
usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun ke atas. Sementara itu WHO mengatakan bahwa lanjut usia meliputi usia
pertengahan yaitu kelompok usia 45-59 tahun (Nugroho, 2008) dan
mengidentikasikan lanjut usia sebagai kelompok masyarakat yang mudah
terserang kemunduran fisik dan mental (Watson, 2003).
2.2. Batasan-Batasan Lanjut Usia
Mengenai kapankah orang disebut lanjut usia, sulit dijawab secara
memuaskan. Dibawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan
umur.
Universitas Sumatera Utara
a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, lanjut usia meliputi :
1. Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45-59 tahun
2. Lanjut usia (elderly) adalah usia antara 60-74 tahun
3. Lanjut usia tua (old) adalah usia antara 75-90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) adalah usia diatas 90 tahun.
b. Departemen kesehatan RI membagi lansia sebagai berikut :
1. Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas
2. Kelompok lanjut usia (55-64 tahun) sebagai masa peresenium
3. Kelompok usia lanjut (kurang dari 65 tahun) sebagai masa senium
Jika dilihat dari pembagian umur dari tersebut diatas, dapat disimpulkan
bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang-orang yang telah berumur 65 tahun
keatas. Saat ini berlaku UU No 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia
yang berbunyi “ Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun
keatas” (Nugroho, 2008).
2.4. Teori-Teori Proses Menua
a. Teori Genetic Clock
Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-
spesies tertentu. Setiap spesies di dalam inti sel nya mempunyai suatu jam genetik
yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu (Nugroho, 2008).
Universitas Sumatera Utara
b. Mutasi Somatik (Teori Error Catastrophe).
Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-
faktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang
menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa
radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur, sebaliknya menghindari radiasi
dan zat kimia yang bersifat toksik dapat memperpanjang umur (Nugroho, 2008).
c. Teori menua akibat metabolisme
Perpanjangan umur karena penurunan jumlah kalori tersebut, antara lain
disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses metabolisme
(Darmodjo, 2002).
2.5. Penyesuaian- Penyesuaian pada Lanjut Usia
Beberapa penyesuaian yang dihadapi para lanjut usia yang sangat
mempengaruhi kesehatan jiwanya diantaranya :
a. Penyesuaian terhadap masalah kesehatan
Setelah orang memasuki lanjut usia umumnya mulai dihinggapi adanya
kondisi fisik yang bersifat patologis berganda, misalnya tenaga berkurang, kulit
makin keriput, gigi mulai rontok, tulang makin rapuh, dan lain-lain (Kuntjoro,
2002). Adapun perubahan fisik yang dialami meliputi seluruh sistem tubuh yakni
sistem pendengaran, penglihatan, persarafan, dan sistem tubuh lainya (Nugroho,
2008).
Universitas Sumatera Utara
b. Penyesuaian pekerjan dan masa pensiun
Sikap kerja sangat penting bagi semua tingkat usia terutama usia lanjut
karena sikap kerja ini tidak hanya kualitas kerja yang mereka lakukan tetapi juga
sikapnya terhadap masa pensiun yang akan datang (Hurlock, 1999).
c. Penyesuaian terhadap berbagai perubahan dalam keluarga
Penyesuaian yang dihadapi lanjut usia diantaranya hubungan dengan
pasangan, perubahan perilaku, seksual dan sikap sosialnya, dan status ekonomi.
Khususnya aspek sosial pada lanjut usia yang pada umumnya mengalami
penurunan fungsi tubuh sering menimbulkan keterasingan (Hurlock, 1999).
d. Penyesuaian terhadap hilangnya pasangan dan orang yang dicintai
Penyesuaian utama yang harus dilakukan oleh lanjut usia adalah
penyesuaian yang dilakukan karena kehilangan pasangan hidup. Kehilangan
tersebut dapat disebabkan oleh kematian atau penceraian (Hurlock, 1999). Kondisi
ini mengakibatkan gangguan emosional dimana lanjut usia akan merasa sedih
akibat kehilangan orang yang dicintainya (Hidayat, 2004).
3. Keluarga
3.1. Pengertian keluarga
Menurut Ferry Effendi (2009) yang dikutip dari Duval dan Logan.
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan
adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari setiap
anggota keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah
suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1998).
Menurut Ferry Effendi (2009) yang dikutip dari Salvicion G Bailon dan
Aracelis Maglaya. Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang
tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan
mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam
perannya masing-masing menciptakan dan mempertahankan kebudayaan.
3.2. Tipe keluarga
Menurut konteks keilmuan dan pengelompokan orang, terdiri dari :
1. Traditional nuclear. Keluarga inti (ayah, ibu, dan anak) tinggal dalam satu
rumah ditetapkan oleh saksi-saksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu
atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.
2. Reconstituted nuclear. Pembentukan baru dari keluarga inti melalui
perkawinan kembali suami atau istri, tinggal dalam pembentukan suatu rumah
dengan anak-anaknya, baik itu dari perkawinan lama maupun hasil
perkawinan yang baru. Satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.
3. Middle age atau aging couple. Suami sebagai pencari uang, istri di rumah,
atau keduanya bekerja di luar rumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah
karena sudah sekolah, perkawinan, atau meniti karir.
4. Dyadic nuclear. Pasangan suami istri yang sudah berumur dan tidak
mempunyai anak. Keduanya atau salah satu bekerja di luar rumah.
Universitas Sumatera Utara
5. Single parent. Keluarga dengan satu orangtua sebagai akibat perceraian atau
akibat kematian pasangannya, anak-anaknya dapat tinggal di dalam rumah
atau di luar rumah.
6. Commuter married. Pasangan suami istri atau keduanya sama-sama bekerja
dan tinggal terpisah pada jarak tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-
waktu tertentu.
7. Single adult. Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak
adanya keinginan untuk menikah.
8. Three generation. Tiga generasi atau lebih yang tinggal dalam satu rumah.
9. Institusional. Anak-anak atau orang dewasa tinggal dalam satu panti.
10. Communal. Satu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang monogami
dengan anak-anaknya dan sama-sama berbagi fasilitas.
11. Group marriage. Satu rumah terdiri dari orangtua dan satu kesatuan keluarga.
12. Unmarried parent and child. Ibu dan anak pernikahannya tidak dikehendaki
dan kemudian anaknya diadopsi.
13. Cohabitating couple. Dua orangtua atau satu pasangan yang bersama tanpa
menikah.
14. Extended family. Nuclear family dan anggota keluaraga yang lain tinggal
dalam satu rumah dan berorientasi pada satu kepala keluarga (Effendi, 2009).
3.3. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut Marilyn M. Friedman (1998) yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Fungsi Afektif
Berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis
kekuatan keluarga. Fungsi apektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan
psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi apektif tampak pada kebahagiaan
dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Setiap anggota keluarga saling
mempertahankan iklim yang positif, perasaan memiliki, perasaan yang berarti,
dan merupakan sumber kasih sayang. Hal tersebut dipelajari dan dikembangkan
melalui interaksi dan berhubungan dalam keluarga.
2. Fungsi Sosialisasi dan Tempat Bersosialisasi
Fungsi ini sebagai tempat untuk melatih anak dan mengembangkan
kemampuannya untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah. Keluarga
merupakan tempat individu untuk bersosialisasi. Keberhasilan perkembangan
individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan anggota keluarga
yang ditujukan dalam sosialisasi. Anggota keluarga belajar tentang disiplin,
norma-norma, budaya, dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam
keluarga.
3. Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan dan menambah
sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga berencana, maka fungsi
ini sedikit terkontrol. Disisi lain, banyak kelahiran yang tidak diharapkan atau di
luar ikatan perkawinan sehingga lahirlah keluarga baru dengan satu orangtua.
Universitas Sumatera Utara
4. Fungsi Ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan tempat
mengembangkan kemampuan individu untuk meningkatkan penghasilan dan
memenuhi kebutuhan keluarga seperti makan, pakaian, dan rumah, dan lain-lain.
5. Fungsi pemeliharaan kesehatan
Fungsi ini untuk mempertahankan keadaan kesehatan keluarga agar tetap
memiliki produktifitas yang tinggi, kemampuan keluarga dalam memberikan
perawatan kesehatan dapat mempengaruhi status kesehatan keluarga. Untuk
menempatkannya dalam perspektif, fungsi ini merupakan salah satu fungsi
keluarga dalam pemenuhan kebutuhan-kebutuhan fisik seperti makan, pakaian,
tempat tinggal, dan perawatan kesehatan. Keluarga mampu merawat anggota
keluarga yang mengalami gangguan kesehatan, dan keluarga mampu memberikan
asuhan keperawatan yang mempengaruhi tingkat kesehatan keluarga dan individu.
Pengetahuan keluarga juga tentang sehat-sakit juga mempengaruhi perilaku
keluarga dalam menyelesaikan masalah kesehatan keluarga. Fungsi religius tugas
keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan mengajak anak dan
anggota keluarga lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga
untuk menanamkan keyakinan bahwa ada kekuatan yang lain yang mengatur
kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini (Effendi, 2009).
3.4. Tugas Kesehatan Keluarga
Tugas kesehatan keluarga menurut Bailon dan Maglaya (1998) yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Mengenal masalah kesehatan
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan
karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena
kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana kesehatan habis.
Orangtua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang
dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota
keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian keluarga atau orangtua.
Apabila menyadari adanya perubahan keluarga perlu dicatat kapan terjadinya,
perubahan yang akan terjadi, dan berapa besar perubahannya. Sejauh mana
keluarga mengetahui dan mengenal fakta-fakta masalah kesehatan yang meliputi
pengertian, faktor penyebab dan yang mempengaruhi, serta persepsi keluarga
terhadap masalah.
2. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
Keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah, keluarga
merasakan adanya masalah kesehatan, dan membawa anggota keluarga yang
sakit ke rumah sakit terdekat atau pos pelayanan kesehatan terdekat.
3. Memberi perawatan kepada anggota keluarga yang sakit
Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit,
keluarga harus mengetahui hal-hal antara lain keadaaan penyakit (sifat,
penyebaran, komplikasi dan perawatannya), sifat dan perkembangan perawatan
yang dibutuhkan, keberadaan fasilitas yang diperlukan untuk perawatan,
sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang bertanggung
Universitas Sumatera Utara
jawab, sumber keuangan atau finansial, fasilitas fisik, psikososial), dan sikap
keluarga terhadap penyakit.
4. Memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat
Ketika memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang
sehat, keluarga harus memperhatikan hal-hal antara lain sumber-sumber keluarga
yang dimiliki, keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan, pentingnya
hygiene dan sanitasi, upaya pencegahan penyakit, sikap dan pandangan keluarga
terhadap hygiene dan sanitasi, dan kekompakan antar anggota keluarga.
5. Merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat
Ketika merujuk anggota keluarga ke fasilitas kesehatan, keluarga harus
mengetahui hal-hal yang terkait antara lain keberadaan fasilitas keluarga,
keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari fasilitas kesehatan, tingkat
kepercayaan petugas dan fasilitas kesehatan, pengalaman yang kurang baik
terhadap petugas kesehatan, dan fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh
anggota keluarga (Effendi, 2009).
3.5. Tugas perkembangan keluarga dengan lansia
Tugas perkembangan keluarga merupakan tanggung jawab yang harus
dicapai oleh keluarga dalam setiap tahap perkembangannya. Keluarga diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan biologis, imperatif (saling menguatkan), budaya dan
aspirasi, serta nilai-nilai keluarga. Menurut Carter dan Mc Goldrick (1988), tugas
perkembangan keluarga dengan lansia adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
Pengaturan hidup bagi lansia merupakan suatu faktor yang sangat penting
dalam mendukung kesejahteraan lansia. Perpindahan tempat tinggal bagi lansia
merupakan suatu pengalaman traumatis, karena pindah tempat tinggal berarti akan
mengubah kebiasaan-kebiasaan yang selama ini dilakukan oleh lansia di
lingkungan tempat tinggalnya. Selain itu, dengan pindah tempat tinggal berarti
lansia akan kehilangan teman dan tetangga yang selama ini berinteraksi serta telah
memberikan rasa aman pada lansia.
2. Penyesuaian terhadap pendapatan yang menurun
Ketika lansia memasuki pensiun, maka terjadi penurunan pendapatan
secara tajam dan semakin tidak memadai, karena biaya hidup terus meningkat,
sementara tabungan/pendapatan berkurang. Dengan sering munculnya masalah
kesehatan, pengeluaran untuk biaya kesehatan merupakan masalah fungsional
yang utama. Adanya harapan hidup yang meningkat memungkinkan lansia untuk
dapat hidup lebih lama dengan masalah kesehatan yang ada.
3. Mempertahankan hubungan perkawinan
Hal ini menjadi lebih penting dalam mewujudkan kebahagiaan keluarga.
Perkawinan mempunyai kontribusi yang besar bagi moral dan aktivitas yang
berlangsung dari pasangan lansia. Salah satu mitos tentang lansia adalah dorongan
seks dan aktivitas sosialnya yang tidak ada lagi. Mitos ini tidak benar, karena
menurut hasil penelitian memperlihatkan keadaan yang sebaliknya. Salah satu
penyebab yang dapat menurunkan aktivitas seksual adalah masalah psikologis.
Universitas Sumatera Utara
4. Penyesuaian diri terhadap kehilangan pasangan
Tugas perkembangan ini secara umum merupakan tugas perkembangan
yang paling traumatis. Lansia biasanya telah menyadari bahwa kematian adalah
bagian dari kehidupan normal, tetapi kesadaran akan kematian tidak berarti bahwa
pasangan yang ditinggalkan akan menemukan penyesuaian kematian dengan
mudah. Hilangnya pasangan menuntut reorganisasi fungsi keluarga secara total,
karena kehilangan pasangan akan mengurangi sumber-sumber emosional dan
ekonomi serta diperlukan penyesuaian untuk menghadapi perubahan tersebut
(Maryam, 2008).
3.6. Peran keluarga
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem (Kozier, Barbara,
1995). Peranan keluarga menggambarkan seperangkat hubungan interpersonal,
sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam situasi dan kondisi
tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola prilaku
dari keluarga, kelompok, dan masyarakat. Peran keluarga terhadap lansia adalah:
1. Sistem keluarga besar yaitu:
a. Lansia adalah sesepuh yang harus dihargai, dihormati dan diminta nasehat
atau do’a restu
b. Usaha menyediakan fasilitas-fasilitas kebutuhan harian
2. Sikap Keluarga dan Masyarakat Terhadap Lansia yaitu:
a. Adanya kecenderungan berpersepsi negatif
Universitas Sumatera Utara
b. Diharapkan mempunyai persepsi positif pada lansia karena merupakan
peristiwa alamiah dimana tiap-tiap individu akan mengalaminya
3. Membangun kebutuhan untuk dicintai, aktualisasi dari lanjut usia
4. Menciptakan suasana yang menyenangkan yaitu hubungan yang harmonis
(saling pengertian antara generasi muda dan generasi lansia) (Mubarak, 2006).
3.7. Peran keluarga dalam perawatan lansia
Keluarga merupakan supportsystem utama bagi lansia dalam
mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia antara
lain menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan meningkatkan status
mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi, serta memberikan motivasi dan
memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi lansia (Maryam, 2008).
Dalam melakukan perawatan terhadap lansia, setiap anggota keluarga
memiliki peranan yang sangat penting. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan
oleh anggota keluarga dalam melaksanakan peranannya terhadap lansia, yaitu :
1. Menjaga dan merawat kondisi fisik anggota keluarga yang lanjut usia, tetap
dalam keadaan optimal dan produktif
2. Mempertahankan dan meningkatkan status mental pada lansia
3. Mengantisipasi adanya perubahan sosial dan ekonomi pada lansia
4. Memotifasi dan memfasilitasi lansia untuk memenuhi kebutuhan spiritual,
dengan demikian dapat meningkatkan ketakwaan lansia kepada Tuhan Yang
Maha Esa (Mubarak, 2006).
3.8. Peran keluarga dalam kebutuhan spiritualiti lansia
Universitas Sumatera Utara
1. Peran keluarga dalam hubungan dengan diri lansia sendiri
Kebutuhan spiritual yang terpenuhi pada masa ini akan membuat lansia
mampu merumuskan arti personal yang positip tentang tujuan keberadaannya di
dunia mengembangkan arti penderitaan dan meyakini suatu hikmah dari suatu
kejadian/penderitaan, menjalin hubungan yang positif dan dinamis melalui
keyakinan, rasa percaya diri dan cinta. Peran keluarga membantu mengenal
masalah kesehatan lansia. Mendukung lansia untuk selalu optimis dalam
menghadapi masa depan (Hamid, 2000).
2. Peran keluarga dalam hubungan lansia dengan orang lain
Lansia juga akan mampu membina integritas personal dan merasa dirinya
berharga, merasakan kehidupan yang terarah terlihat melalui harapan, serta
mampu mengembangkan hubungan antar manusia yang positif. Peran keluarga
dalam mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan pada
lansia dan merawat anggota keluarga yaitu lansia.
3. Peran keluarga dalam hubungan lansia dengan alam
Peran keluarga memodifikasi lingkungan fisik dan psikologis sehingga
lansia dapat beradaptasi terhadap proses penuaan. Menggunakan fasilitas
pelayanan kesehatan, rekreasi dan sosial sesuai dengan kebutuhan lansia.
4. Peran keluarga dalam hubungan lansia dengan Tuhan Yang maha Esa
Meliputi agama maupun tidak agamis. Memotifasi lansia untuk melakukan
ibadah. Memfasilitasi lansia dalm menjalankan ibadah (Mubarak, 2006).
Universitas Sumatera Utara