BAB II KONSEP DASAR A....

47
7 BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang disebabkan oleh kuman TB ( Mycobacterium Tuberculosis ). Kuman tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara ( pernapasan ) kedalam paru-paru, kemudian kuman tersebut menyebar dari paru-paru ke organ yang lain melalui peredaran darah, yaitu : kelenjar limfe, saluran pernapasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain ( Depkes RI, 2000 ). Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Basil Tahan Asam ( BTA ). Walaupun TBC dapat menyerang berbagai organ tubuh, namun kuman ini paling sering menyerang organ paru ( www.kompas.com ). Menurut Smeltzer ( 2001 ) Tuberkulasis ( TB ) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis dapat pula ditularkan ke bagian tubuh lainnya termasuk meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe. B. Anatomi Dan Fisiologi 1. Anatomi Secara anatomi sistem pernafasan dibagi dalam 3 bagian besar, menurut Rosa M. Sacharin ( 1999 ) yang meliputi :

Transcript of BAB II KONSEP DASAR A....

7

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang

disebabkan oleh kuman TB ( Mycobacterium Tuberculosis ). Kuman tersebut

biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara ( pernapasan ) kedalam

paru-paru, kemudian kuman tersebut menyebar dari paru-paru ke organ yang lain

melalui peredaran darah, yaitu : kelenjar limfe, saluran pernapasan atau

penyebaran langsung ke organ tubuh lain ( Depkes RI, 2000 ).

Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh Basil Tahan Asam ( BTA ).

Walaupun TBC dapat menyerang berbagai organ tubuh, namun kuman ini paling

sering menyerang organ paru ( www.kompas.com ).

Menurut Smeltzer ( 2001 ) Tuberkulasis ( TB ) adalah penyakit infeksius,

yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis dapat pula ditularkan ke

bagian tubuh lainnya termasuk meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe.

B. Anatomi Dan Fisiologi

1. Anatomi

Secara anatomi sistem pernafasan dibagi dalam 3 bagian besar, menurut

Rosa M. Sacharin ( 1999 ) yang meliputi :

8

a. Traktus Respiratorius Bagian Atas

Traktus respiratorius bagian atas terdiri dari banyak bagian dan fungsinya

yaitu :

Gambar 1.1 Traktus Respiratorius

1) Hidung

Bagian anterior dari hidung dari bagi dalam paruhan kiri dan

kanan oleh septum nasi. Setiap paruhan dibagi secara tidak lengkap

menadi empat daerah yang mengandung saluran nasal yang berjalan

kebelakang mengarah pada nasofaring. Area tepat dalam lubang

hidung dilapisi oleh kulit yang mengandung rambut yang kasar. Sisa

dari interior dilapisi oleh membrana mukosa.

Fungsi dari hidung adalah membawa udara dari dan ke paru-

paru dan menghangatkan udara saat diinspirasi. Bulu di dalam

lubang hidung dan silia yang melapisi membrana mukosa bertindak

untuk mengangkat debu dan benda asing lain dari udara.

9

Jika terjadi infeksi, efek lokal utama adalah iritasi dari sel

mulkus yang menyebabkan produksi mukus yang berlebihan,

pembengkakan dari membrana mukosa akibat edema lokal dan

kongesti dari pembuluh darah. Saluran hidung cenderung menjadi

terblokir oleh pembengkakan mukosa dan sekresi virus, sekret

jernih, tetapi jika terdapat invasi sekunder bakteri, sekret menjadi

kekuning-kuningan atau kehijauan akibat adanya pus ( neutrofil mati

dan granulose ).

2) Sinus

Sinus paranasal melengkapi suatu sistem ruang udara yang

terletak dalam berbagai tulang pada muka. Sinus dilapisi dengan

mukosa sekretoris dan memperoleh suplai darah dan saraf dari

hidung. Infeksi dari hidung mengarah pada penuhnya pembuluh

darah, peningkatan sekresi mukus dan edema.

3) Laring

Laring terletak di depan faring dan diatas permulaan trakhea.

Terutama terdiri dari tulang rawan tiroid dan tricoid dan tujuh tulang

rawan lain yang dihubungkan secara bersama oleh membrana. Suatu

struktur tulang rawan tergantung diatas tempat masuk ke laring ini

merupakan epiglotis yang mengawal glotis selama menelan,

mencegah makanan masuk laring dan trakhea. Inflamasi dari

epiglotis dapat menimbulkan obstruksi terhadap saluran pernafasan.

10

Bagian interior laring mengandung dua lipatan membrana

mukosa yang terlentang melintasi ringga dari laring dari bagian

tengah tulang rawan tiroid ke tulang rawan arytenoid. Ini merupakan

pita atau lipatan suara. Selama pernafasan biasa pita suara terletak

dalam jarak tertentu dari garis tengah dan udara respirasi melintas

secara bebas diantaranya tanpa menimbulkan keadaan vibrasi.

Selama insiprasi dalam yang dipaksaan mereka berada dalam

keadaan lebih abduksi, sementara selama berbicara atau menyanyi

mereka dalam keadaan adduksi. Perubahan ini dipengaruhi oleh otot-

otot kecil. Pada anak-anak, pita suara lebih pendek dibandingkan

dengan orang dewasa.

Laring berfungsi sebagai alat respirasi dan fonasi tetapi pada

saat yang sama ambil bagian dalam deglutisi, selama waktu mana

laring akan menutup dalam usaha mencegah makanan memasuki

traktus respiratorius makanan bagian bawah. Laring juga tertutup

selama regurgitasi makanan sehingga mencegah terjadinya aspirasi

makanan. Refleks penutupan ini tergantung pada koordinasi

neurimuskuler yang kemungkinan tidak bekerja secara penuh pada

bayi, sehingga mengarah pada spasme.

b. Traktur respiratorius bagian bawah

Struktur yang membentuk bagian dari traktur respiratorius ini adalah

trakea, bronki dan bronkiolus serta paru-paru.

11

Tiga yang pertama adalah, trakea, bronki dan kronkiolus, merupakan

tuba yang mengalirkan udara kedalam dan keluar dari paru-paru. Trakea

dimulai pada batas bagian bawah dari laring dan melintas dibelakang

sternum kedalam toraks. Trakea merupakan tuba membranosa fleksibel,

kaku karena adanya cincin tidak lengkap yang berspasi secara teratur.

Tuba dilaisi oleh membana mukosa, epitelium permukaan adalah

kolumner bersilia. Segera setelah memasuki toraks trakea membagi diri

menjadi beberapa cabang yang masuk kedalam suatu substansi paru-paru.

Didalam substansi dari paru-paru bronki membagi diri menjadi

cabang yang tidak terhitung dengan ukuran yang secara progresif

berkurang hingga cabang yang mempunyai penampang yang sangat

sempit, di mana mereka di sebut sebagai bronkiolus. Tuba ini dilapisi oleh

membrana mukosa ditutupi oleh epitelium kolumner bersilia, berlanjut

dengan lapisan dari trakea. Otot polos ditemukan secara longitudinal

dalam bronki yang lebih besar dan trakea. Dalam bronki yang lebih kecil

dan bronkioles hal ini dibatasi oleh dinding posterios. Seluruh panjang dari

percabangan bronkial disuplai dengan serat elastik yang kaya, bersama

dengan semua jaringan lain yang disebutkan, dapat diubah oleh karena

penyakit, sehingga mempengaruhi fungsi normal

12

Gambar 1.2 Traktus Respiratorius Bawah

1) Paru – paru

Secara anatomi, unit dasar dari struktur paru-paru

dipertimbangkan adalah lobulus sekunder. Beratus-ratus dari lobulus

ini membentuk masing-masing paru. Setiap lobulus merupakan

miniatur dari paru-paru dengan percabangan bronkial dan suatu

sirkulasi sendiri.

Setiap bronkiolus respiratorius berterminasi kedalam suatu

alveolus. Alveolus terdiri dari sel epitel tipis datar dan disinilah

terjadi pertukaran gas antara udara dan darah.

13

Gambar 1.3 Alveoli

Apeks dari paru-paru mencapai daerah tepat diatas clavicula

dan dasarnya bertumpu pada diaphragma. Kedua paru-paru dibagi

kedalam lobus, yang kanan dibagi tiga, yang kiri dibagi dua. Nutrisi

dibawa pada jaringan paru-paru oleh darah melalui arteri bronkial;

darah kembali dari jaringan paru-paru melalui vena bronkial.

Paru-paru juga mempunyai suatu sirkulasi paru-paru yang

berkaitan dengan mengangkut darah deoksigenasi dan oksigenasi.

Paru-paru disuplai dengan darah deoksigenasi oleh arteri pulmonalis

yang datang dari ventrikel kanan. Arteri membagi diri dan membagi

diri kembali dalam cabang yang secara progresif menjadi lebih kecil,

berpenetrasi pada setiap bagian dari paru-paru hingga akhirnya

mereka membentuk anyaman kapiler yang mengelilingi dan terletak

pada dinding dari alveoli. Dinding dari alveoli maupun kapiler

sangat tipis dan disinilah terjadi pertukaran gas pernapasan. Darah

yang dioksigenasi kembali kedalam atrium dengan empat vena

pulmonalis.

14

2. Fisiologi

Fisiologi Pernafasan Menurut Aziz Alimul Hidayat ( 2006 )

meliputi tiga tahapan yaitu:

a. Ventilasi

Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen

dari atmosfer ke dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Dalam

proses ventilasi ini terdapat beberapa hal yang mempengaruhi, di

antaranya adalah perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru.

Semakin tinggi tempat maka tekanan udara semakin rendah.

Demikian sebaliknya, semakin rendah tempat tekanan udara

semakin tinggi. Hal lain yang mempengaruhi proses ventilasi

kemampuan thoraks dn paru pada alveoli dalm melaksanakan

ekspansi atau kembang kempisnya, adanya jalan napas yang

dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas berbagai otot

polos yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf otonom,

terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi

sehingga dapat terjadi vasodilatasi, kemudian kerja saraf

parasimpatis dapat menyebabkan konstriksi sehingga dapat

menyebabkan vasokonstriksi atau proses penyempitan, dan adanya

refleks batuk dan muntah juga dapat mempengaruhi adanya proses

ventilasi, adanya peran mukus siliaris yang sebagai penangkal

benda asing yang mengandung interveron dapat mengikat virus.

15

Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah komplians

(complience) dan recoil yaitu kemampuan paru untuk berkembang

yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya surfaktan

yang terdapat pada lapisan alveoli yang berfungsi untuk

menurunkan tegangan permukaan dan masih ada sisa udara

sehingga tidak terjadi kolaps dan gangguan thoraks atau keadaan

paru itu sendiri. Surfaktan diproduksi saat terjadi peregangan sel

alveoli. Surfaktan disekresi saat klien menerik napas; sedangkan

recoil adalah kemampuan untuk mengeluarkan CO2 atau kontraksi

atau menyempitnya paru. Apabila complience baik akan tetapi

recoil terganggu maka dapat menyebabkan depresi pusat

pernapasan.

b. Difusi Gas

Merupakan pertukaran antara oksigen alveoli dengan kapiler

paru dan CO2 kapiler dengan alveoli. Dalam proses pertukaran ini

terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya,

diantaranya, pertama, luasnya permukaan paru. Kedua, tebal

membran respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan

intertisial keduanya. Ini dapat mempengaruhi proses difusi apabila

terjadi proses penebalan.

Ketiga, perbedaan tekanan dan konsentrasi O2. Hal ini dapat

terjadi seperti O2 dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena

tekanan O2 dalam rongga alveoli lebih tinggi dari tekanan O2 dalam

16

darah vena pulmonalis ( masuk dalam darah secara berdifusi ) dan

pCO2 dalam arteri pulmunalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli.

Keempat, afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan

saling mengikat Hb.

c. Transportasi Gas

Merupakan transportasi antara O2 kapiler ke jaringan tubuh

dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, O2

akan berikatan dengan Hb membentuk Oksihemoglobin ( 97% )

dan larut dalam plasma ( 3% ). Kemudian pada transportasi CO2

akan berkaitan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin

( 30% ), dan larut dalm plasma ( 5% ), kemudian sebagian menjadi

HCO3 berada pada darah ( 65% ).

Pada transportasi gas terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi, di antaranya curah jantung ( cardiac output ) yang

dapat dinilai melalui isi sekuncup dan frekuensi denyut jantung. Isi

sekuncup ditentukan oleh kemampuan otot jantung untuk

berkontraksi dan volume cairan. Frekuensi denyut jantung dapat

ditentukan oleh keadaan seperti over load atau beban yang dimiliki

pada akhir diastol. Pre load atau jumlah cairan pda akhir diastol,

natrium yang paling beperan dalam menentukan besarnya potensial

aksi, kalsium berperan dalma kekuatan kontraksi dan relaksasi.

Faktor lain dalam menentukan proses transportsi adalah kondisi

pembuluh darah, latihan/olahraga ( exercise ), hematokrit

17

( perbandingan antara sel darah dengan darah secara keseluruhan

atau HCT/PCV ), Eritrosit, dan Hb.

Mekanisme pertahanan paru sangat penting dalam

menjelaskan terjadinya infeksi saluran napas. Paru mempunyai

mekanisme pertahanan untuk mencegah bakteri agar tidak masuk

ke dalam paru.

Mekanisme pembersihan tersebut adalah :

1) Mekanisme pembersihan di saluran napas penghantar,

meliputi:

a) Repitelisasi saluran nafas

b) Aliran lendir pada permukaan epitel

c) Bakteri alamiah atau “epithelial cell binding site analog”

d) Faktor humoral lokal ( IgG dan IgA )

e) Kompetisi mikroba setempat

f) Sistem transpor mukosilier

g) Refleks bersin dan batuk

Saluran nafas atas ( nasofaring dan orofaring )

merupakan mekanisme pertahanan melalui barier anatomi dan

mekanis terhadap masuknya mikroorganisme yang patogen.

Silia dan mukus mendorong mikroorganisme keluar dengan

cara dibatukkan atau ditelan.

Bila terjadi disfungsi silia seperti pada sindrom

kartagener’s, pemakaian pipa nasogastrik dan pipa nasotrakeal

18

yang lama dapat menganggu aliran sekret yang telah

terkontaminasi dengan bakteri patogen. Dalam keadaan ini

dapat terjadi infeksi nosokomial atau “Hospital Acquired

Pneumonia”.

2) Mekanisme pembersihan di “Respiratory exchange airway”,

meliputi:

a) Cairan yang melapisi alveolar termasuk surfaktan.

b) Sistem kekebalan humoral lokal ( IgG )

c) Makrofag alveolar dan mediator inflamasi

d) Penarikan netrofil

Sistem kekebalan humoral sangat berperan dalam

mekanisme pertahanan paru ( saluran napas atas ). IgA

merupakan salah satu bagian dari sekret hidung ( 10% dari

total protein sekret hidung ). Penderita defisiensi IgA memiliki

risiko untuk terjadi infeksi saluran napas atas yang berulang.

Bakteri yang sering mengadakan kolonisasi pada saluran napas

atas sering mengeluarkan enzim proteolitik dan merusak IgA.

Bakteri gram negatif ( P aeroginosa, E.colli, Serratia spp,

Proteus spp dan K pneumonia ) mempunyai kemampuan untuk

merusak IgA.

Defisiensi dan kerusakan setiap komponen pertahanan

saluran napas atas menyebabkan kolonisasi bakteri patogen

sebagai faliti terjadinya infeksi saluran napas bawah.

19

3) Mekanisme pembersihan di saluran udara subglotis

Mekanisme pertahanan saluran nafas subglotis terdiri

dari anatomik, mekanik, humoral danm komponen seluler.

Mekanisme penutupan dan refleks batuk dari glotis merupakan

pertahanan utama terhadap aspirat dari orofarinmg.

Bila terjadi gangguan fungsi glotis maka hal ini

berbahaya bagi saluran napas bagian bawah yang dalam

keadaan normal steril. Tindakan pemasangan pipa nasogastrik,

alat trakeostomi memudahkan masuknya bakteri patogen

secara langsung ke saluran napas bawah. Gangguan fungsi

mukosiliar dapat memudahkan masuknya bakteri patogen ke

saluran napas bawah, bahkan infeksi akut oleh M.pneumoniae,

H. influenze dan virus dapat merusak gerakan silia.

4) Mekanisme pembersihan di respiratory gas exchange airway”

Bronkiolus dan alveoli mempunyai mekanisme

pertahanan sebagai berikut:

a) Cairan yang melapisi alveoli

1) Surfaktan

Suatu Glikoprotein yang kaya lemak, terdiri dari

beberapa komponen SP-A, SP-B. SP-C, SP-D yang

berfungsi memperkuat fagositosis dan killing terhadap

bakteri oleh makrolog.

20

2) Aktiviti anti bakteri ( non spesifik ) : FFA, lisozim, iron

binding protein.

b) IgG ( IgG1 dan IgG2 subset yang berfungsi sebagai opsonin)

c) Makrofag alveolar yang berperan sebagai mekanisme

pertahanan pertama.

d) Berfungsi untuk menarik PMN leukosit ke alveolus ( ada

infeksi GNB, P.aeruginosa )

e) Mediator biologi

Kemampuan untuk menarik PMN ke saluran napas

termasuk C5a, produksi dari makrofag alveolar, sitokin,

leukotrien.

C. Etiologi

Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Kuman lain yang

dapat menyebabkan TBC adalah Mycobacterium Bovis dan M. Africanus

(www.tempointeraktif.com). Kuman Mycobacterium tuberculosis adalah kuman

berbentuk batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive

terhadap panas dan sinar ultraviolet ( Smeltzer, 2001:584 )

Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak ( lipid ). Lipid inilah yang

membentuk kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan

kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup dalam udara kering maupun dalam

keadaan dingin ( dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es ). Hal ini teradi

21

karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat

bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif lagi ( Bahar,1999:715 ).

Sifat lain kuman ini adalah aerob, sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih

menyenangi jaringan yang lebih tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini

tekanan oksigen pada daerah apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain,

sehingga bagian apikal ini merupakan tempat prediksi penyakit tuberkulosis.

Kuman TBC menyebar melalui udara ( batuk, tertawa, dan bersin ) dan

melepaskan droplet. Sinar matahari langsung dapat mematikan kuman, akan tetapi

kuman dapat hidup beberapa jam dalam keadaan gelap

( www.tempointeraktif.com ).

1. Tanda dan gejala

a. Sistemik

1) Malaise

2) Anoreksia

3) Berat badan menurun

4) Keringat malam

5) Akut :

1). Demam tinggi seperti flu

2). Menggiggil

6) Kronis

1). Demam akut

2). Sesak nafas

3). Sianosis

22

b. Respiratorik

1) Batuk lebih dari 2 minggu

1) Riak mukoid / mukopurulen

2) Nyeri dada

3) Batuk darah

5) Nyeri pleuritik

2. Cara penularan

a. Langsung

Kontak dengan penderita

b. Tidak langsung

Bakteri yang ada diudara menginfeksi host baru yang daya tahan

tubuhnya rendah sehingga mudah terinfeksi

D. Pathofisiologi

1. Tuberkulosis Primer

Tuberkulosis primer ialah penyakit TB yang timbul dalam lima

tahun pertama setelah terjadi infeksi basil TB untuk pertama kalinya

( infeksi primer ) ( STYBLO,1978 dikutip oleh Danusantoso,2000:102 ).

Penularan tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau

dibersinkan keluar menjadi droplet dalam udara. Partikel infeksi ini dapat

menetap dalam udara bebas selama 1- 2 jam. Dalam suasana lembab dan

gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel

infeksi ini dapat terhisap oleh orang sehat ia akan menempel pada jalan

23

napas atau paru-paru. Bila menetap di jarigan paru, akan tumbuh dan

berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Kuman yang bersarang di

jaringan paru-paru akan membentuk sarang tuberkulosa pneumonia kecil

dan disebut sarang primer atau afek primer dan dapat terjadi di semua

bagian jaringan paru.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening

menuju hilus ( limfangitis lokal ) dan juga diikuti pembesaran kelenjar

getah bening hilus ( limfangitis regional ) yang menyebabkan terjadinya

kompleks primer.

Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :

a. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.

b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas ( kerusakan jaringan

paru ).

c. Berkomplikasi dan menyebar secara :

1) Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.

2) Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru

di sebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama sputum dan

ludah sehingga menyebar ke usus.

3) Secara linfogen, ke organ tubuh lainnya.

4) Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya ( Bahar, 1999:716 )

2. Tuberkulosis Post-Primer ( Sekunder )

Adalah kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan

muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi

24

tuberkulosis dewasa ( tuberkulosis post-primer ). Hal ini dipengaruhi

penurunan daya tahan tubuh atau status gizi yang buruk. Tuberkulosis

pasca primer ditandai dengan adanya kerusakan paru yang luas dengan

terjadinya kavitas atau efusi pleura. Tuberkulosis post-primer ini dimulai

dengan sarang dini di regio atas paru-paru. Sarang dini ini awalnya juga

berbentuk sarang pneumonia kecil. Tergantung dari jenis kuman,

virulensinya dan imunitas penderita, sarang dini ini dapat menjadi :

a. Diresorbsi kembali tanpa menimbulkan cacat

b. Sarang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan sembuhan

jaringan fibrosis

c. Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang

menghancurkan jaringan sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami

nekrosis dan menjadi lembek membentuk jaringan keju

d. Bila tidak mendapat pengobatan yang tepat penyakit ini dapat

berkembang biak dan merusak jaringan paru lain atau menyebar ke

organ tubuh lain ( Bahar, 1999:716 )

E. Manifestasi klinik

Tanda dan gejala yang sering ditemui pada tuberkulosis adalah batuk yang

tidak spesifik tetapi progresif. Biasanya tiga minggu atau lebih dan tidak ada

dahak. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, sifat batuk dimulai dari

batuk kering ( non produktif ) kemudian setelah timbul peradangan menjadi

25

produktif ( menghasilkan sputum ). Selain gejala batuk disertai dengan gejala dan

tanda lain seperti tersebut di bawah ini :

1. Demam. Terjadi lebih dari sebulan, biasanya pada pagi hari.

2. Hilangnya nafsu makan dan penurunan berat badan.

3. Keringat malam hari tanpa kegiatan.

4. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah berlanjut, dimana

infiltrasinya sudah setengah bagian paru.

5. Nyeri dada. Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga

menimbulkan pleuritis. Gejala ii jarang ditemukan.

6. Kelelahan.

7. Batuk darah atau dahak bercampur darah ( Bahar,1999:719 )

F. Komplikasi

1. Pneumonia

2. Pneumokoniosis

3. Bronkhiektasis

4. Abses paru

5. Tumor paru

6. Jamur

7. Sarkoidosis

26

G. Klasifikasi / Penatalaksanaan

1. Klasifikasi Kesehatan Masyarakat

a. Kategori 0 : - Tidak pernah terpapar / terinfeksi

- Riwayat kontak negative

- Tes tuberkulin

b. Kategori I : - Terpapar TB tapi tidak terbukti ada infeksi

- Riwayat / kontak negatif

- Tes tuberkulin negatif

c. Kategori II : - Terinfeksi TB tapi tidak sakit

- Tes tuberkulin positif

- Radiologis dan sputum negatif

d. Kategori III : - Terinfeksi dan sputum sakit

2. Di Indonesia Klasifikasi yang dipakai berdasarkan DEPKES 2000, adalah :

a. Kategori I :

- Paduan obat 2HRZE/4H3R3 atau 2HRZE/4HR atau 2HRZE/6HE

Obat tersebut diberikan pada penderita baru Y+TB Paru BTA

Positif, penderita TB Paru BTA Negatif Roentgen Positif yang

“sakit berat” dan Penderita TB ekstra Paru Berat.

b. Kategori II :

- Paduan obat 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

Obat ini diberikan untuk : penderita kambuh ( relaps ), pendrita

gagal ( failure ) dan penderita dengan pengobatan setelah lalai

( after default )

27

c. Kategori III :

- Paduan obat 2HRZ/4H3R3

Obat ini diberikan untuk penderita BTA negatif fan roentgen positif

sakit ringan, penderita ekstra paru ringan yaitu TB Kelenjar Limfe

(limfadenitis), pleuritis eksudativa uiteral, TB Kulit, TB tulang

(kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

Adapun tambahan dari pengobatan pasien TB obat sisipan yaitu

diberikan bila pada akhir tahab intensif dari suatu pengobatan

dengan kategori 1 atua 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA

positif, diberikan obat sisipan ( HRZE ) setiap hari selama satu

bulan.

H. Pengakajian

Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang dilakukan yaitu:

1. Identitas klien

Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin,

tempat tinggal ( alamat ), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi

menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan

padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB

patu yang lain.

2. Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien

mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien

28

dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat

pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan

terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non

produktif.

3. Riwayat penyakit sekarang

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit

yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada,

keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat

mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.

Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya

tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada

dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai

kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk

menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.

4. Riwayat penyakit dahulu

Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh

penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain

ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.

5. Riwayat penyakit keluarga

Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang

menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.

29

6. Riwayat psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara

mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang

dilakukan terhadap dirinya.

Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi

kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah

punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain .

7. Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit

mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang

juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan

kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum

alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi

timbulnya penyakit.

Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang

berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara

dan tinggal dirumah yang sumpek.

b. Pola nutrisi dan metabolik

Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu

melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk

mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan

kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan

30

effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari

sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan

metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi

pleura keadaan umumnya lemah.

Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu

makan meurun.

c. Pola eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai

kebiasaan ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena

keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest

sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada

struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus

degestivus.

Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam

miksi maupun defekasi.

d. Pola aktivitas dan latihan

Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang

terpenuhi dan Px akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas

minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya

akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya

sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.

Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan

menganggu aktivitas.

31

e. Pola tidur dan istirahat

Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh

akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat,

selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah

yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang

mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya.

Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB

paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.

f. Pola hubungan dan peran

Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami

perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien

tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus

mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien

di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu

mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.

Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena

penyakit menular.

g. Pola sensori dan kognitif

Daya panca indera ( penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan

pendengaran ) tidak ada gangguan.

h. Pola persepsi dan konsep diri

Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang

tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada.

32

Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa

penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini

pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.

Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan

emosi dan rasa khawatir klien tentang penyakitnya.

i. Pola reproduksi dan seksual

Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks

intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien

berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.

Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan

berubah karena kelemahan dan nyeri dada.

j. Pola penanggulangan stress

Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan

mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada

perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin

dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.

Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan

mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan

penolakan terhadap pengobatan.

k. Pola tata nilai dan kepercayaan

Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan

dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah

suatu cobaan dari Tuhan.

33

Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan

terganggunya aktifitas ibadah klien.

8. Pemeriksaan fisik

Berdasarkan sistem – sistem tubuh

a. Sistem pernapasan

Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :

Inspeksi: Adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan

napas yang tertinggal, suara napas melemah. ( Purnawan Junadi DKK,

th 1982, hal 213 )

- Palpasi : Fremitus suara meningkat.

- Perkusi : Suara ketok redup.

- Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,

kasar dan yang nyaring. Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk

hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar

iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan

mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui

dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan

Px biasanya dyspneu.

Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah

cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan

pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.

Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya.

Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan

34

terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung

lateral atas ke medial penderita dalam posisi duduk. Garis ini

disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian

depan dada, kurang jelas di punggung.

Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi

duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada

kompresi atelektasis dari parenkim paru, mungkin saja akan

ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di

sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya

bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan

terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni .

b. Sistem kordiovaskuler

Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada

pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm.

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran

jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung ( health rate )

dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut

jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis.

Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung

terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah

pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan

suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III

35

yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang

menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.

Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras.

c. Sistem neurologi

Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga

diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen

atau comma. refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks

fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti

pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.

Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : E4 – V5 – M6.

d. Sistem gastrointestinal

Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau

datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak,

selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau

massa.

Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai

normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan,

adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa ( tumor, feces ), turgor

kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar

teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik,

adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak

( hepar, asites, vesika urinarta, tumor ).

Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.

36

e. Sistem muskuloskeletal

Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada

kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta

dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi

dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara

kiri dan kanan.

Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan

keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan. ( Hood Al Sagaff,

1995. Hal 87 ).

f. Sistem intergumen

Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya

lesi pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis

akibat adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu

diperiksa mengenai kehangatan kulit ( dingin, hangat, demam ).

Kemudian texture kulit ( halus-lunak-kasar ) serta turgor kulit untuk

mengetahui derajat hidrasi seseorang.

Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.

g. Sistem pengindraan

Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.

h. Sistem genetalia

Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia.

37

9. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan Radiologi

Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi

dini berupa suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi

TB biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas paru –

paru atau pada segmen superior lobus bawah.

Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang

dari 300 cc tidak bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya

berupa penumpukkan kostofrenikus. Pada effusi pleura sub pulmonal,

meski cairan pleura lebih dari 300 cc, frenicocostalis tampak tumpul,

diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan dilakukan dengan

foto thorax lateral dari sisi yang sakit ( lateral dekubitus ) ini akan

memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit

b. Pemeriksaan laboratorium

a) Darah

Adanya kurang darah, ada sel – sel darah putih yang

meningkatkan serta laju endap darah meningkat terjadi pada

proses aktif.

b) Sputum

Ditemukan adanya Basil tahan Asam ( BTA ) pada sputum yang

terdapat pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil

pada pagi hari.

38

c) Test Tuberkulosis

Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites

telah mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis

bahan yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis ( OT ) dan

Purifled Protein Derivative ( PPD ) yang diberikan dengan

sebuah jarum pendek ( 1/2 inci ) no 24 – 26, dengan cara

mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang mempunyai

kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit ( 5 TU

). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih

reaksi antara 5 – 9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang

lagi. Hasil akan diketahui selama 48 – 72 jam tuberkulosis

disuntikkan. ( DR. Dr. Soeparman, 1998, hal 721, Sylvia. A.

price, 1995, hal 755, Barbara. C. long, 1996, hal 446 ).

Dalam pemeriksaan cairan pleura terdapat beberapa pemeriksaan

antara lain :

a. Pemeriksaan Biokimia

Secara biokimia TBC terbagi atas transudat dan eksudat yang

perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut :

Transudat Eksudat

Kadar protein dalam effusi g/dl < 3 > 3

Kadar protein dalam effusi < 0,5 > 0,5

Kadar protein dalam serum

Kadar LDH dalam effusi (1 –U) < 200 > 200

39

Kadar LDH dalam effusi < 0,6 > 0,6

Kadar LDH dalam serum

Berat jenis cairan effusi < 1,016 > 1,016

Rivalta Negatif Positif

Disamping pemeriksaan tersebut diatas, secara biokimia diperiksakan

juga cairan pleura :

- Kadar pH dan glukosa. Biasanya merendah pada penyakit-penyakit

infeksi, arthritis reumatoid dan neoplasma

- Kadar amilase. Biasanya meningkat pada paulercatilis dan

metastasis adenocarcinona ( Soeparman, 1990, 787 ).

b. Analisa cairan pleura

- Transudat : jernih, kekuningan

- Eksudat : kuning, kuning-kehijauan

- Hilothorax : putih seperti susu

- Empiema : kental dan keruh

- Empiema anaerob : berbau busuk

- Mesotelioma : sangat kental dan berdarah

c. Perhitungan sel dan sitologi

Leukosit 25.000 ( mm3 ) : empiema

Banyak Netrofi : Pneumonia, infark paru, pankreatilis, TB

paru

Banyak Limfosit : Tuberculosis, limfoma, keganasan.

40

Eosinofil meningkat : Emboli paru, poliatritis nodosa, parasit dan

jamur

Eritrosit :Mengalami peningkatan 1000-10000/ mm3

cairan tampak kemorogis, sering dijumpai

pada pankreatitis atau pneumoni. Bila

erytrosit > 100000 (mm3 menunjukkan

infark paru, trauma dada dan keganasan.

Misotel banyak : Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa

disingkirkan.

Sitologi : Hanya 50 - 60 % kasus- kasus keganasan

dapat ditemukan sel ganas. Sisanya kurang

lebih terdeteksi karena akumulasi cairan

pleura lewat mekanisme obstruksi,

preamonitas atau atelektasis ( Alsagaff

Hood, 1995 : 147,148 )

d. Bakteriologis

Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneamo

cocclis, E-coli, klebsiecla, pseudomonas, enterobacter. Pada pleuritis

TB kultur cairan terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan

yang positif sampai 20 % ( Soeparman, 1998: 788 )

41

I. Pathways Keperawatan

( Bahar , 1999 : 716 )

Batuk terus menerus

Akumulasi sekret

Terhirup orang sehat

Bersihan jalan nafas

tidak efektif

Resiko penyebaran

infeksi

Gangguan pola istirahat tidur

Sekret keluar saat

batuk

Sekret sulit dikeluarkan

Keletihan

Perubahan nutrisi

kurang dari kebutuhan

Intoleransi aktifitas

Gangguan pertukaran

gas

Peningkatan suhu tubuh

Peningkatan produksi sekret

Efektif Tidak Efektif Anoreksiamalaese,

mual, muntah

Paru-paru

Saluran pernafasan bawah Saluran pernafasan atas

Mycobacterium tuberculosis

Airbone / inhalasi droplet

Saluran pernafasan

Peradangan bronkus alveolus

Penyebaran infeksi secara limfa hematogen

Alveolus mengalami konsolidasi dan

eksudasi

42

J. Diagnosa Keperawatan

1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret

yang berlebihan

2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek

paru, kerusakan membran di alveolar, kapiler, sekret kental dan tebal.

3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

intake yang tidak adekuat sekunder terhadap mual.

4 Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk

5 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat

oksigenasi untuk aktivitas.

6 Resiko tinggi penyebaran infeksi pada diri sendiri maupun orang lain

berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan

pathogen.

43

K. Fokus intervensi dan rasional

NO Diagnosa

Keperawatan

Rencana Keperawatan

Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional

1.

Bersihan jalan

nafas tidak efektif

berhubungan

dengan akumulasi

sekret yang

berlebih

Tujuan : bersihan jalan nafas

efektif

KH : pasien dapat

mempertahankan jalan nafas

dan mengeluarkan sekret

tanpa bantuan.

a. Kaji fungsi pernafasan contoh

bunyi nafas, kecepatan, irama,

dan kelemahan dan penggunaan

otot bantu.

b. Catat kemampuan untuk

mengeluarkan sekret batuk

efektif, catat karakter, jumlah

sputum, adanya hemoptisis

Peningkatan bunyi nafas dapat

menunjukkan atelektasis,

ronchi, mengi menunjukkan

akumulasi sekret /

ketidakmampuan untuk

membersihkan jalan nafas yang

dapat menimbulkan

penggunaan otot akseseri

pernafasan dan peningkatan

kerja pernafasan.

Pengeluaran sulit bila sekret

sangat tebal sputum berdarah

kental / darah cerah ( misal

efek infeksi, atau tidak kuatnya

44

2.

Gangguan

pertukaran gas

berhubungan

Tujuan : tidak ada tanda-

tanda dispnea

KH : melaporkan tidak

c. Berikan klien posisi semi atau

fowler tinggi

d. Bersihkan sekret dari mulut dan

trakea, penghisapan sesuai

keperluan

1. Pertahankan masukan cairan

sedikitnya 2500 ml / hari kecuali

kontra indikasi

a. Kaji dispnea, takipnea, tidak

normal atau menurunnya bunyi

nafas, peningkatan upaya

hidrasi ).

Posisi membantu

memaksimalkan ekspansi paru

dan mekan upaya pernafasan.

Mencegah obstruksi respirasi,

penghisapan dapat diperlukan

bila pasien tidak mampu

mengeluarkan sekret

Pemasukan tinggi cairan

membantu untuk

mengencerkan sekret,

membantu untuk mudah

dikeluarkan.

TB paru menyebabkan efek

luas pada paru dari bagian kecil

bronkopneumonia sampai

45

dengan penurunan

permukaan efek

paru, kerusakan

membran alveolar,

kapiler, sekret

kental dan tebal

adanya penurunan dispnea,

menunjukkan perbaikan

ventilasi dan O2 jaringan

adekuat dengan AGD dalam

rentang normal, bebes dari

gejala, distres pernafasan.

pernafasan, terbatasnya ekspansi

dinding dada dan kelemahan.

b. Evaluasi tingkat kesadaran, catat

sianosis dan perubahan pada warna

kulit, termasuk membran mukosa

dan kuku

c. Tunjukkan/dorong bernafas

dengan bibir selama endikasi,

khususnya untuk pasien dengan

fibrosis atau kerusakan parenkim

d. Tingkatkan tirah baring/batasi

aktivitas dan bantu aktivitas

pasien sesuai keperluan

inflamasi difus luas nekrosis

effure pleural untuk fibrosis

luas.

Akumulasi sekret/pengaruh

jalan nafas dapat mengganggu

O2 organ vital dan jaringan.

Membuat tahanan melawan

udara luar untuk mencegah

kolaps atau penyempitan jalan

nafas, sehingga membantu

menyebarkan udara melalui

paru dan menghilangkan atau

menurunkan nafas pendek.

Menurunkan konsumsi

oksigen/kebutuhan

selama periode penurunan

46

3.

Perubahan nutrisi

kurang dari

kebutuhan tubuh

berhubungan

dengan intake yang

tidak adekuat

sekunder terhadap

mual.

Tujuan : kebutuhan nutrisi

terpenuhi (tidak terjadi

perubahan nutrisi)

Kriteria hasil : pasien

menunjukkan peningkatan

berat badan dan

melakukan perilaku atau

perubahan pola hidup.

e. Kolaborasi medis dengan

pemberian oksigen

a. Catat status nutrisi pasien dari

penerimaan, catat turgor kulit,

berat badan dan derajat

kekurangannya berat badan,

riwayat mual atau muntah, diare.

b. Pastikan pada diet biasa pasien

yang disukai atau tidak disukai.

pernafasan dapat

menurunkan beratnya gejala.

Mencegah pengeringan

membran mukosa, membantu

pengenceran sekret.

Berguna dalam mendefinisikan

derajat/ luasnya masalah dan

pilihan intervensi yang tepat.

Membantu dalam

mengidentifikasi kebutuhan

pertimbangan keinginan

individu dapat memperbaiki

masukan diet.

47

c. kaji anoreksia, mual dan muntah

dan catat kemungkinan hubungan

dengan obat, awasi frekuensi,

volume konsistensi feces.

d. Dorong dan berikan periode

istirahat sering.

e. Berikan perawatan mulut sebelum

dan sesudah tindakan pernafasan.

f. Dorong makan sedikit dan sering

dengan makanan tinggi protein.

Dapat mempengaruhi pilihan

diet dan mengidentifikasi area

pemecahan masalah untuk

meningkatkan pemasukan atau

penggunaan nutrien.

Membantu menghemat

energi khususnya

bila kebutuhan meningkat saat

demam.

Menurunkan rasa tidak enak

karena sisa Sputum atau obat

untuk pengobatan respirasi

yang merangsang pusat

muntah.

Masukan nutrisi tanpa

48

4.

Gangguan pola

istirahat tidur

berhubungan

dengan sesak nafas

dan batuk.

Tujuan : agar pola tidur

terpenuhi.

Kriteria hasil : pasien dapat

istirahat tidur tanpa

terbangun.

g. Kolaborasi, rujuk ke ahli diet

untuk menentukan komposisi

diet.

a. Diskusikan perbedaan individual

dalam kebutuhan tidur

berdasarkan hal usia, tingkat

aktivitas, gaya hidup tingkat

stress.

b. Tingkatkan relaksasi, berikan

lingkungan yang gelap dan

terang, berikan kesempatan untuk

memilih penggunaan bantal, linen

kelemahan yang tidak perlu

atau kebutuhan energi dari

makan makanan banyak dari

menurunkan iritasi gaster.

Bantuan dalam perencanaan

diet dengan nutrisi adekuat

untuk kebutuhan metabolik

dan diet.

Rekomendasi yang umum

untuk tidur 8 jam tiap malam

nyatanya tidak mempunyai

fungsi dasar ilmiah individu

yang dapat rileks dan istirahat

dengan mudah memerlukan

sedikit tidur untuk merasa segar

kembali dengan bertambahnya

usia, waktu tidur. Total secara

49

5.

Intoleransi

aktivitas yang

berhubungan

dengan keletihan

dan inadekuat

oksigen untuk

aktivitas.

Tujuan : agar aktivitas

kembali efektif.

Kriteria hasil : pasien

mampu melakukan ADLnya

secara mandiri dan tidak

kelelahan setelah

beraktivitas.

dan selimut, berikan ritual waktu

tidur yang menyenangkan bila

perlu pastikan ventilasi ruangan

baik, tutup pintu ruangan bila

klien menginginkan.

a. Jelaskan aktivitas dan faktor yang

meningkatkan kebutuhan oksigen

seperti merokok. suhu sangat

ekstrim, berat badan kelebihan,

stress.

umum menurun, khususnya

tidur tahap IV dan waktu tahap

meningkat.

Tidur akan sulit dicapai sampai

tercapai relaksasi, lingkungan

rumah sakit dapat mengganggu

relaksas

Merokok, suhu ekstrim dan

stress menyebabkan

vasokastriksi yang

meningkatkan beban kerja

jantung dan kebutuhan oksigen,

berat badan berlebihan,

meningkatkan tahapan perifer

yang juga meningkatkan beban

kerja jantung.

50

6.

Risiko penyebaran

infeksi pada diri

sendiri maupun

orang lain

berhubungan

dengan kurang

Tujuan : tidak

terjadi infeksi terhadap

penyebaran.

Kriteria hasil : pasien

mengidentifikasi intervensi

untuk mencegah atau

b.Secara bertahap tingkatan aktivitas

harian klien sesuai peningkatan

toleransi.

c. Memberikan dukungan emosional

dan semangat

d. Setelah aktivitas kaji respon

abnormal untuk meningkatkan

aktivitas.

a. Kaji patologi penyakit dan

potensial penyebaran infeksi

melalui droplet udara selama

batuk, bersin, meludah, bicara,

tertawa.

Mempertahankan pernafasan

lambat, sedang dan latihan

yang diawasi memperbaiki

kekuatan otot asesori dan

fungsi pernafasan.

Rasa takut terhadap kesulitan

bernafas dapat menghambat

peningkatan aktivitas.

Intoleransi aktivitas dapat

dikaji dengan mengevaluasi

jantung sirkulasi dan status

pernafasan setelah beraktivitas.

Membantu pasien menyadari/

menerima perlunya mematuhi

program pengobatan untuk

mencegah pengaktifan berulang

atau komplikasi serta

membantu pasien atau orang

51

pengetahuan untuk

menghindari

pemajanan

pathogen

menurunkan resiko

penyebaran infeksi,

melakukan perubahan pola

hidup.

b. Identifikasi orang lain yang

beresiko, missal: anggota

keluarga, sahabat karib/ teman.

c. Kaji tindakan kontrol infeksi

sementara, missal: masker atau

isolasi pernafasan.

d. Anjurkan pasien untuk batuk/

bersin dan mengeluarkan pada

tisu dan menghindari meludah.

Kaji pembuangan tisu sekali pakai

dan teknik mencuci tangan yang

tepat, dorong untuk mengulangi

terdekat untuk mengambil

langkah untuk mencegah

infeksi ke orang lain.

Orang-orang yang terpejan ini

perlu program terapi obat untuk

mencegah penyebaran/

terjadinya infeksi.

Dapat membantu menurunkan

rasa terisolasi pasien dan

membuang stigma sosial

sehubungan dengan penyakit

menular.

Perilaku yang diperlukan untuk

mencegah penyebaran

52

demonstrasi.

e. Tekanan pentingnya tidak

menghentikan terapi obat.

f. Dorong memilih mencerna

makanan seimbang, berikan

makan sering, makanan kecil pada

jumlah, makanan besar yang

tepat.

Periode singkat berakhir 2-3

hari setelah kemoterapi awal,

tetapi pada adanya rongga atau

penyakit luas, sedang resiko

penyebaran infeksi dapat

berlanjut sampai 3 bulan.

Adanya anoreksia (mal nutrisi

sebelumnya, merendahkan

tahapan terhadap proses

infeksi dan mengganggu

penyembuhan, makanan

kecil dapat meningkatkan

pemasukan semua.

53