Fracture Nasal
-
Upload
wadhe-omara -
Category
Documents
-
view
554 -
download
23
Transcript of Fracture Nasal
Referat :
FRAKTUR - NASALOctavianus Wasisto*, M. Sjaifuddin Noer**
PENDAHULUAN
Hidung merupakan bagian penting pembentuk wajah seseorang. Karena
letaknya yang menonjol, hidung berupa kerangka yang halus rentan dan sering
mengalami fraktur dan trauma jaringan lunak. Insiden fraktur tulang nasal
menduduki tempat ketiga setelah fraktur klavikula dan fraktur antebrachii.1.
Fraktur tulang nasal biasanya terjadi pada trauma tulang wajah, angka
kejadian sekitar 40% dari seluruh kejadian fraktur tulang wajah. Diagnosis sering
dibuat berdasarkan evaluasi klinis jika tidak terdapat edema. Hasil terapi yang
tepat tergantung dari bagian-bagian yang terlibat fraktur. Pada beberapa kasus,
reduksi (reposisi) tertutup cukup dilakukan di ruang gawat darurat. Pada kasus
yang lain, bagaimanapun edema harus diredakan sebelum terapi dilakukan, dan
beberapa pasien memerlukan reposisi terbuka, koreksi septal atau tampon nasal. 2.
Diagnosis yang tidak adekwat atau terapi yang tidak tepat dari fraktur nasal
dapat memicu berbagai keluhan dari oropharingeal dan nasal oleh karena
perubahan kondisi fisiologis. Keluhan-keluhan tersebut dapat meliputi problem
kosmetik, obstruksi jalan nafas, mendengkur (snorring), sinusitis, perlekatan
(synekia), dan peningkatan insiden infeksi tenggorokan. Pada anak-anak fraktur
nasal dapat mengakibatkan kelambatan pertumbuhan dan perkembangan dari
wajah bagian tengah. 2.
Dengan penatalaksanaan yang tepat, kebanyakan fraktur nasal dapat
dikembalikan pada posisi yang tepat sehingga komplikasi perubahan bentuk
(deformitas), tidak berfungsinya katub nasal dan obstruksi jalan nafas dapat
dicegah. Reposisi tertutup dan terbuka lebih mudah dikerjakan dalam dua minggu
pertama setelah terjadinya fraktur nasal. 3.
__________________________
* PPDS I Bedah Umum Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga** Kepala Bagian Bedah Plastik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga – Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo Surabaya.
1
Semua pukulan berat pada hidung harus dicurigai menyebabkan fraktur
nasal. Jika ada riwayat mimisan (epistaksis) yang menyertainya, kecurigaan
adanya fraktur semestinya makin meningkat. Untuk membuktikan dan
menyingkirkan adanya fraktur pada tulang nasal dan tulang rawan nasal
tergantung pada pemeriksaan dokter yang teliti. 1,3.
Pada tulisan ini kami mencoba membahas adanya batas yang kurang jelas
dalam memilih terapi yang sesuai untuk para dokter dalam menangani trauma
nasal. Dengan memahami hubungan sebab-akibat antara berat trauma dan derajat
perubahan bentuk (deformitas), ahli bedah diharapkan dapat menentukan pilihan
terapi yang tepat, dan yang lebih penting dapat menentukan pilihan yang paling
baik untuk penderita berdasarkan jenis traumanya.
Batasan :
Fraktur nasal adalah fraktur pada tulang nasal akibat adanya trauma ruda paksa.
1a. 1b.
Gambar 1a. Struktur Anatomi Nasal (Diambil dari: Corry JK.. In Management of Acute Nasal Fractures. American Family Physician 2004 Oct 1; 70(7): p.1316).Gambar 1b. Anatomi Septum Nasal. 1.tulang frontal; 2.tulang nasal; 3.lempeng perpendikular ethmoid; 4.vomer; 5.tulang palatinus; 6.nasal crest-maksila; 7.tulang rawan kuadrangular. (Diambil dari: Otolaringology-Head and Neck Surgery. 3rd ed. Mosby 1998).
2
QuickTime™ and aTIFF (Uncompressed) decompressor
are needed to see this picture.
Gambar 2. Struktur Arteri dan Nervus Regio Nasal(Diambil dari: Staubesand J. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. 19 ed. EGC 1989. gambar no.101).
ANATOMI NASAL
EKSTERNAL
Kulit
Kulit yang menutupi hidung bervariasi ketebalan dan kekenyalannya
dimana hidung bagian atas berlawanan dengan bagian bawah. Kulit hidung bagian
atas cenderung tipis, longgar yang meluas kearah orbita. Selama trauma nasal
mudah terjadi perdarahan di bawah kulit ini, dimana akan memberi warna hitam
pada kulit orbita. Kulit di atas hidung bagian bawah biasanya tebal dan lebih
melekat pada dasar. Tulang rawan alar bagian bawah melekat erat dengan kulit
ini, karena itu tulang rawan ini sering terluka atau terjadi perubahan bentuk saat
mengalami laserasi. Karena proses inflamasi atau injeksi obat anestesi lokal pada
kulit yang melekat erat dengan dasarnya, akan timbul rasa nyeri yang disebabkan
oleh ketegangan dan tekanan pada saraf dibawahnya. 1,2,4.
Tulang
Rima piriformis dibuat oleh tulang maksila dan nasal. Pada dasar hidung,
tulang nasal berartikulasi dengan tulang frontalis, perpendicular tulang ethmoid,
dan processus frontalis tulang maksila. 1,2,4
3
Pada anak-anak saat mengalami trauma nasal dari arah frontal yang hebat,
tulang nasal dapat mengalami disartikulasi (pemisahan sendi) pada garis sutura
fronto-nasal. Fraktur tulang nasal biasa terjadi pada bagian tulang yang tipis yaitu
beberapa milimeter dibawah sutura frontonasal, oleh karena pada sutura
frontonasal sendiri mempunyai struktur tulangn yang tebal dan kuat. Terjadinya
fraktur tulang nasal isolated (hanya meliputi kedua tulang nasal) jarang terjadi,
biasanya melibatkan juga penopang sisi lateralnya (processus frontalis tulang
maksila) juga terjadi fraktur. Pada fraktur nasoorbital-ethmoid yang hebat, tulang-
tulang tersebut, tulang perpendicular ethmoid, dan septum tulang rawan juga
fraktur. 2.
Pada hidung, titik lemah (stress point) yang pertama adalah isthmus dari
tulang nasal. Hal ini merupakan keuntungan dimana fraktur cenderung terjadi di
tempat ini daripada di daerah sutura nasofrontal dimana dibawahnya terdapat
lempeng (plate) cribiformis, basis dari skull dan duramater. Stress point yang
kedua terletak pada sutura nasofrontal dan tulang lakrimalis. Oleh sebab itu
fraktur nasoorbital-ethmoid biasanya menembus lantai sinus frontalis dan teredam
oleh tulang lakrimalis. 2.
Tulang rawan
Terdapat dua kelompok tulang rawan pada hidung bagian luar. Sepasang
tulang rawan lateral bagian atas yang melekat pada sisi bawah tulang nasal
sebelah distal. Bentuk ini merupakan struktur penyangga bagian sepertiga tengah
dari hidung dan melekat erat dengan septum pada posisi tengah wajah. 1,2,4.
Tulang rawan ini sering bersatu dengan septum pada sepertiga atas. Pada
rhinoplasty terbuka, tulang rawan ini dapat dipisahkan pada sisi tengah untuk
memberikan akses bagi rekonstruksi septal bagian atas. Pada kebanyakan fraktur
nasal, tulang rawan ini terikat dengan tulang nasal, tetapi pada trauma yang hebat
dapat menyebabkan pergeseran (displace) atau telescopic tulang rawan tersebut
dari posisinya terhadap tulang nasal dan tulang rawan septal. Saat fraktur tulang
nasal di reposisi dengan baik, tulang rawan sebaiknya dikembalikan pada posisi
4
semestinya, tetapi pelepasan sendi (disartikulasi) hebat dapat memicu terjadinya
perubahan bentuk menjadi bentuk Y – terbalik. 2.
Sepasang tulang rawan lateral bagian bawah (disebut juga alar yang berarti
sayap) mempunyai medial dan lateral crura. Tulang rawan ini, sepanjang septum,
menyangga sepertiga bagian bawah dari hidung. Tulang rawan ini merupakan
rangka sisi luar nares. 1,2,4.
INTERNAL
Septum Nasal
Septum merupakan penyangga utama dari hidung. Bagian anterior adalah
berupa tulang rawan dan agak kaku. Bagian posterior kaku dan keras mirip tulang.
Tulang rawan dari septum-joint merupakan membran fleksibel di sisi kaudal-
anterior. Dibelakang ini, tulang rawan septal biasanya berada pada celah cekungan
pada maksila, suatu area yang sering mengalami kerusakan. Tulang rawan septum
berartikulasi dengan tulang septum. Tulang septum meliputi lempeng
perpendicular dari ethmoid posterior dan tulang vomer inferior. 2.
PATOFISIOLOGI TRAUMA NASAL
Dengan memahami patofisiologi trauma nasal diharapkan kegagalan terapi
trauma nasal dapat dihindari. Trauma nasal yang dihasilkan dari suatu pukulan
bervariasi tergantung pada : (1) usia pasien yang sangat berpengaruh pada
fleksibilitas jaringan dalam meredam energi dari pukulan, (2) besarnya tenaga
pukulan, (3) arah pukulan dimana akan menentukan bagian nasal yang rusak, dan
(4) kondisi dari obyek yang menyebabkan trauma nasal. 5
Trauma jaringan lunak yang umum terjadi meliputi: laserasi, ekimosis,
hematom di luar dan di dalam rongga hidung. Trauma pada kerangka hidung
meliputi fraktur (putusnya hubungan, lebih sering pada usia lanjut), dislokasi
(pada anak-anak), dan fraktur dislokasi. Trauma dislokasi dapat mengenai
artikulasi kerangka hidung luar atau pada septum nasi. 1,2,3,7
Fraktur nasal dapat terbuka, tertutup atau keduanya. Penyebabnya pada
daerah perkotaan oleh karena perkelahian, kecelakaan kendaraan dan olah raga.
Pada daerah pedesaan umumnya karena kecelakaan kerja atau kecelakaan
5
pertanian. Pola terjadinya fraktur nasal dibedakan menurut arah trauma, meliputi :
(1) trauma lateral (trauma dari arah samping), (2) trauma sagital (trauma dari
arah depan), dan (3) trauma inferior (trauma dari arah bawah). 7
Trauma dari arah lateral paling sering terjadi dan bervariasi beratnya mulai
dari fraktur sederhana ipsilateral (simple-fracture) sampai kerusakan lengkap
(complete-fracture) dari tulang nasal disertai trauma jaringan lunak intranasal dan
ekstranasal. 7.
Gambar 3. Menunjukkan adanya peningkatan derajat kerusakan karena peningkatan kekuatan trauma berdasar pola trauma dari: A. arah frontal, B. arah lateral.(Diambil dari:Mathog RH. In: Cummings CW [ed]: Otolaringology. Head and Neck Surgery. St. Louis, CV Mosby1986; Vol 1, p.626).
Trauma dari arah depan energi rendah biasanya memecahkan septum lebih
dahulu sebelum menyebabkan trauma piramid nasal. Pada trauma dengan energi
yang lebih besar menyebabkan pemisahan nyata dari tulang nasal yang merupakan
bagian dari fraktur nasoorbital ethmoid kompleks. 7.
Trauma dari arah inferior yang tersering terjadi hancurnya spina pre-
maksilaris – septum kompleks. Trauma seperti ini menyebabkan fragmen yang
satu masuk ke dalam fragmen yang lain menyebabkan pemendekan hidung atau
penyumbatan salah satu sisi jalan nafas. Terjadinya fraktur pada tulang nasal
jarang terjadi kecuali pada trauma energi besar yang menyebabkan avulsi tulang
nasal dan hancurnya jaringan lunak sekitarnya. Tenaga sebesar 25 – 75 pons per
meter persegi cukup untuk membuat fraktur nasal. 7.
6
Sebagian besar trauma nasal energi rendah dapat ditangani dengan reposisi
tertutup. Penanganan dapat dilakukan segera atau ditunda. Bagaimanapun
penanganan reposisi trauma nasal yang ditunda 5 – 10 hari lebih disukai dengan
pertimbangan memberi kesempatan resolusi dari edema jaringan lunak dan
memberi waktu bagi ahli bedah untuk mempelajari foto lama penderita sehingga
dapat merencanakan jenis penanganan yang sesuai. 7. Penundaan ini juga
memberikan kesempatan kedua untuk lebih teliti memeriksa adanya trauma lain
pada kepala dan leher yang mungkin terlewati pada pemeriksaan awal.7,8,9.
DIAGNOSA TRAUMA NASAL
Anamnesa
Riwayat trauma yang jelas mengenai hidung harus dicurigai kemungkinan
terjadinya trauma nasal. Jika disertai epistaksis kemungkinan besar terjadi fraktur
terbuka. Jika pasien mengeluhkan adanya perubahan bentuk hidung dan adanya
riwayat obstruksi jalan nafas, fraktur nasal selalu terjadi. Harus dicari riwayat
terjadinya trauma, menggunakan alat apa, arah pukulan dan akibatnya. 7,9,10.
Beberapa pertanyaan umum yang perlu dilontarkan saat menerima pasien yang
diduga mengalami fraktur nasal, meliputi : . (1) adakah perubahan penampakan
bentuk hidung setelah trauma ?, (2) berapa lama sejak terjadinya trauma ?, (3)
pernahkah terdapat riwayat rusaknya bentuk hidung sebelumnya ?, (4) pernahkah
menjalani operasi hidung sebelumnya ?, (5) dapatkah bernafas dengan lancar
melalui kedua lubang hidung sebelum mengalami trauma nasal ?, (6) dengan apa
hidung anda terbentur ?, (7) apakah mempunyai riwayat alergi hidung atau
sinusitis ?, (8) apakah mempunyai foto diri yang baik sebelum terjadinya trauma ?,
dan (10) apakah ada riwayat penggunaan obat intranasal, kokain, afrin sebelum
mengalami trauma nasal ? 2
Pemeriksaan Fisik
Penegakan diagnosa trauma nasal memerlukan pemeriksaan fisik yang baik,
oleh karena separuh dari pasien trauma nasal yang datang ke ruang emergensi
7
tidak terdiagnosa karena edema sering menutupi trauma pada daerah piramid
nasal. 3.
Inspeksi sisi luar dan dalam dicari adanya perubahan bentuk, pergeseran
(deviasi) atau bentuk yang tidak normal. Adanya hematom, laserasi dan robekan
mukosa sangat mencurigakan adanya fraktur. Edema kelopak mata, ekimosis
periorbita, ekimosis sklera, dan perdarahan subkonjungtiva, trauma lakrimal
merupakan tanda-tanda klinis tambahan. Intranasal didapatkan adanya dekongesti
mukosa dan terdapatnya bekuan darah yang perlu diangkat dengan hati-hati.
kebocoran cairan serebrospinal, penyimpangan atau tonjolan septum nasal. 7,8
Palpasi dilakukan secara sistematik untuk menilai adanya nyeri dan
gangguan stabilitas. Adanya depresi tulang nasal, perubahan posisi tulang
(displacement), pergerakan palsu tulang (false movement), krepitasi, dapat
didiagnosa adanya fraktur nasal. Dengan meletakkan elevator di dalam hidung
dan ujung jari di sisi luar dapat mengetahui mobilitas tulang hidung.. Tulang
rawan nasal dan septal harus diperiksa terhadap terjadinya dislokasi dari
perlekatannya. Ujung hidung harus didorong ke arah occiput untuk memeriksa
integritas penyokong septal. Adanya nyeri pada palpasi bimanual dan adanya
pukulan dari arah lateral spina maksilaris dicurigai adanya trauma septal. 7.
Pemeriksaan Penunjang Radiografis
Diperkirakan 10 - 47% penderita dengan diagnosa fraktur nasal yang sudah
cukup jelas ditetapkan secara klinis, ternyata pada gambaran radiologisnya sulit
ditentukan adanya gambaran fraktur. Garis sutura dan pola vaskuler menyulitkan
diagnosis dan menghasilkan banyak positif-palsu dan negatif-palsu kecuali
dihubungkan dengan informasi klinis. Banyak keputusan terapi fraktur nasal tidak
dipengaruhi oleh presentasi radiografi, adapun pemeriksaan radiografi sebaiknya
juga jangan dianggap tidak bermanfaat. Beberapa kasus bermanfaat, dimana
kalaupun hidung tampak lurus tetapi pemeriksaan radiografi tampak displace,
hidung sebaiknya dimanipulasi untuk mencegah hasil yang buruk akibat
terlambatnya diagnosa. 7,11
8
Pemeriksaan radiografi yang dipilih adalah foto nasal lateral (memakai film
oklusi gigi), frontal, dan Water’s. Foto lateral dipakai untuk melihat separasi dan
depresi. Gambaran frontal dapat memperlihatkan problem alignment dari tulang
septum dan bentuk dari rima piriformis. Foto Water’s dapat memperlihatkan
simetris atau tidak simetrisnya tulang wajah, pergeseran prosessus frontalis
maksila, pergeseran tulang rawan septal, dan fraktur orbita.7.
QuickTime™ and aTIFF (Uncompressed) decompressor
are needed to see this picture.
Gambar 4. Tampak fraktur depresi pada tulang nasal kiri dan tepi anterior dari procesus frontalis tulang
maksila (anak panah).
(Diambil dari: Bowerman JE, Fordyce G, Levant B. Nasal Injuries. In: Rowe NL, Williams JL, editors.
Maxillofacial Injuries. New York: Churchill Livingstone; 1985.p.369).
KLASIFIKASI PATOLOGI TRAUMA NASAL
Beberapa klasifikasi dari trauma nasal mempunyai tujuan dalam membantu
pengertian yang mendetail dari fraktur nasal sehingga dapat melakukan terapi
yang rasional. Klasifikasi Trauma Nasal berdasarkan kerusakan fisik yang terjadi
pada regio nasal dan sekitarnya, meliputi : 7.
FRAKTUR USIA DEWASA
Unilateral
Fraktur nasal unilateral pada orang dewasa terjadi dari arah lateral dengan
kekuatan sedang. Tulang nasal dan processus frontalis dari maksila fraktur,
sementara bagian tengah dari hidung tetap utuh dan septum tidak rusak. Variasi
dari fraktur ini, adalah fraktur maksilaris medial yang meliputi bagian medial dari
rima orbita. 1,2,3,7.
9
Gambar 5. Patofisiologi trauma nasal. A. Trauma nasal lateral dengan fraktur tulang nasal isolated; B. Fraktur tulang nasal bilateral dengan dislokasi septum; C. Trauma frontal dengan perluasan dorsal; D. Fraktur nasal komunitif. (Diambil dari: Head and Neck Surgery-Otolaringology. Lippin cott William & Wilkins 1993).
Bilateral : Simpel
Fraktur nasal bilateral terjadi oleh karena kekuatan yang cukup besar dan
meliputi kedua tulang nasal dan kedua processus frontalis maksila. Septum yang
mirip tenda bergeser kearah lateral dari tulang nasal. Pergeseran tulang ini
biasanya tidak besar (kurang dari separuh lebar tengah nasal), dan dimana septum
biasanya hanya melengkung. Fraktur ini menyebabkan kondisi tulang yang saling
menumpuk mirip teleskop (telescoping) dengan gradasi minimal, sehingga jarang
menyebabkan pergeseran tulang nasal. 2,
Bilateral : Kompleks
Fraktur nasal bilateral dengan kondisi telescoping (mirip teleskop) atau
depresi dari segmen tulang, terjadi jika kekuatan trauma melampaui kapasitas
kekuatan tulang rawan septum. Septum dapat dislokasi atau fraktur, kondisi mirip
teleskop tersebut dapat terjadi pada tulang nasal terhadap processus frontalis. 2.
Fraktur nasal bilateral dengan dislokasi atau fraktur septal, terjadi saat
hidung bergeser lebih dari setengah lebar nasal, sehingga dapat menyebabkan
kondisi yang lebih dari sekedar melengkung. Dislokasi atau fraktur septal dapat
terjadi pada puncak nasal dari maksila, tampak dengan jelas tonjolan tulang
menuju dasar dari hidung. Dislokasi septal dapat juga terjadi pada sambungan dari
10
vomer dan lempeng perpendicular ethmoid. Kegagalan untuk mengenali adanya
trauma septal umumnya menjadi alasan utama buruknya hasil terapi. 2.
Fraktur nasal bilateral dengan dislokasi septal dapat terjadi vertikal, dan
juga horizontal, serta dapat meninggalkan penumpukan tulang rawan, yang
dihubungkan dengan deviasi hidung. Segmen fraktur dapat tumpang tindih dan
menyebabkan penebalan serta distorsi septal. Hidung mungkin dapat memendek
dan kolumela tertarik sebagai hasil dari kondisi saling menumpuk mirip teleskop
(overlaping-telescopic). Adanya problem ini merupakan indikasi dilakukannya
terapi khusus. Sekitar 90% dari fraktur nasal arah trauma dari sisi lateral. Trauma
frontal dan fraktur depresi meski jarang merupakan penyebab trauma septal. 1,2,9.
Bilateral dengan Fraktur Maksila Medial
Fraktur maksila medial dapat terjadi bersama dengan fraktur nasal
unilateral atau bilateral, saat terjadinya trauma tulang wajah. Pemeriksaan klinis
dapat mengungkap adanya trauma sakus lakrimalis, dan juga beberapa gejala yang
dihubungkan dengan terjadinya fraktur tulang orbita. Gejala meliputi parestesia
labialis dan infraorbita, hipestesia gigi sisi anterior, dan perselubungan sinus pada
foto Water’s. Pasien dapat mengeluh obstruksi nasal setelah edema hidung reda. 2.
Fraktur Septum
Trauma langsung pada dua-pertiga bagian bawah hidung dapat
menghasilkan trauma septal tunggal (isolated) sementara tulang nasal tetap utuh.
Pada anak-anak dimana tulang nasal yang masih lunak (elastis), trauma langsung
pada sepertiga atas hidung, menyebabkan perubahan bentuk tulang tanpa
terjadinya fraktur. 2,12,13.
FRAKTUR PADA USIA ANAK-ANAK
Fraktur nasal dengan tipe yang sama dapat terjadi pada dewasa maupun
anak-anak. Pada anak-anak dapat terjadi fraktur nasal tipe open-book oleh karena
belum bersatunya tulang nasal di posisi tengah wajah sampai setelah usia remaja.
Tulang rawan lateral atas dapat terlepas dari tulang nasal. 1,2,14.
11
Tulang wajah anak-anak bagian tengah mempunyai ukuran yang kecil
dibandingkan dengan besarnya tulang kepalanya dan lebih elastis daripada orang
dewasa. Sehingga angka kejadian trauma wajah bagian tengah lebih rendah
persentasenya dibandingkan trauma intrakranial. 2,
Trauma nasal pada anak sering berupa fraktur greenstick, sementara pada
masa remaja umumnya berupa fraktur linear, dan pada usia lanjut sering terjadi
fraktur komunitif. 2,14.
Klasifikasi trauma nasal dapat juga dikelompokkan berdasarkan konsep
transfer energi antar obyek yang saling bertumbukan, meliputi :
Trauma Energi Rendah
Biasanya disebutkan sebagai trauma simpel atau sederhana yang
disebabkan oleh trauma berkecepatan rendah. Pola trauma tulang berupa
fragmen-fragmen tulang yang tidak kominutif, penyebab tersering karena pukulan
tangan saat perkelahian, trauma olahraga, jatuh tersandung, atau kecelakaan
kendaraan kecepatan rendah. 7,15
Trauma Energi Tinggi
Pada trauma ini sejumlah energi yang besar diabsorbsi oleh kerangka nasal
dan wajah, menyebabkan putusnya fragmen tulang, rusaknya jaringan lunak regio
nasal dan rusaknya kerangka orbital wajah. Penyebabnya biasanya pukulan keras
tongkat atau pipa, jatuh dari ketinggian, kecelakaan olahraga dengan proyektil
(bola) yang bergerak cepat, atau kecelakaan kendaraan kecepatan tinggi. 7
PENANGANAN FRAKTUR NASAL
Penanganan di Ruang Emergensi
Banyak ahli bedah percaya bahwa fraktur nasal tipe tertentu cukup
mendapatkan terapi di ruang emergensi. Kasus tersebut meliputi fraktur unilateral
dan bilateral, yang mengakibatkan tanpa atau minimal teleskopik dan trauma
septal minimal. Fraktur lama, fraktur pada anak, oleh karena kondisinya
memerlukan reposisi terbuka yang memerlukan kondisi ruang operasi yang ideal
12
baik meliputi intrumentasi maupun pencahayaannya. Pada pasien yang sedikit
edema, manipulasi segera mungkin menguntungkan, tetapi penundaan merupakan
pilihan yang juga dapat diterima. 2
Waktu Penanganan :
Reposisi nasal yang dikerjakan di ruang emergensi, sebaiknya dilakukan
sebelum mulai timbulnya kelainan bentuk dan pembengkakan, sehingga reposisi
dapat dilakukan dengan akurasi hasil yang baik secara anatomis. Hal ini dapat
dilakukan dalam 4 – 6 jam setelah kejadian trauma nasal. Jika edema menjadi
permasalahan, penanganan ditunda 4–6 hari untuk orang dewasa dan 3-5 hari
untuk anak-anak, serta jika terdapat hematom septum nasal, dan adanya
kebocoran cairan serebrospinal. 2,16,17.
Oleh karena suatu sebab trauma yang lain, sering diperlukan waktu lebih
dari dua minggu setelah kejadian trauma, penanganan trauma nasal baru dapat
dilakukan. Pada kasus ini ahli bedah harus siap melakukan refrakturasi
(pematahan ulang tulang nasal) atau osteotomi untuk memobilisasi hidung. Pada
anak-anak fibrosis terjadi setelah 3 – 5 hari tergantung pada usia anak tersebut.
Bagaimanapun fraktur ini harus tetap direposisi. 2,16
Penanganan fraktur nasal harus berdasarkan diagnosis yang spesifik dan
akurat. Setiap ahli bedah menyetujui akan pentingnya pencahayaan, anestesi,
suction dan vasokonstriksi mukosa. Setiap ahli bedah sebaiknya dapat memilih
instrumen yang tepat untuk penanganan fraktur tersebut. Seorang ahli bedah dapat
memilih untuk mengangkat semua fraktur nasal dengan punggung handle pisau,
sementara ahli lain menggunakan Walsham, Boise, atau elevator dental berlapis
karet. Bagaimanapun forcep Ash banyak dipakai untuk manipulasi dan elevasi
septal. 2,6,18.
Laserasi dari hidung sebaiknya ditangani definitif setelah trauma tulang
direposisi. Penutupan primer dari luka nasal dapat mungkin dilakukan dengan
aman dalam 36 jam. Penatalaksanaan fraktur nasal dapat berdasarkan klasifikasi
trauma maupun jenis frakturnya, reposisi nasal dapat dilakukan secara tertutup
ataupun terbuka. Tujuan akhir dari terapi fraktur nasal, meliputi : (1) pengembalian
13
kelancaran jalan nafas, (2) pengembalian septum nasi pada posisi di garis tengah,
(3) dapat mempertahankan keutuhan katup nasal, (4) mencegah stenosis setelah
operasi, perforasi septal, retraksi kolumela, (5) mencegah gangguan pertumbuhan,
pengembalian penampilan wajah penderita sebaik mungkin, dan (6) dapat
mencegah gangguan pertumbuhan. 4.
REPOSISI TERTUTUP 6,8,9.
Reposisi tertutup dikerjakan bila : (1) fraktur tulang hidung yang terjadi tipe
unilateral atau bilateral, dan (2) terjadinya fraktur kompleks nasal – septal yang
disertai deviasi nasal kurang dari setengah lebar nasal – bridge.
QuickTime™ and aTIFF (Uncompressed) decompressor
are needed to see this picture.
Gambar 6. Menunjukkan gulungan kapas yang mengandung obat anestesi diletakkan: 1. Atap nasal; 2.
dinding lateral nasal bagian tengah; 3. dasar hidung; 4. mukosa septum bagian tengah.
(Diambil dari: Bailey BJ, Johnson JT. Nasal Fractures. Head and Neck Surgery Otolaryngology. 1993.p.991-
1007).
Pada tindakan reposisi tertutup, dapat diberikan anestesi kokain 4% dalam
bentuk spray intranasal, kemudian diletakkan 4 buah tampon kapas dalam hidung.
Mathog merekomendasikan penggunaan phenylephrine 0,25% dan cetacaine di
tambah 5 tetes epinephrine 1 : 10.000 dalam kokain 4% pada tampon kapas,
penggunaan kokain tidak boleh melebihi 8 ml. Dapat juga menambahkan anestesi
topikal menggunakan lidokain 2% ditambah epinephrine 1 : 100.000, disuntikan
pada dorsum nasi, piramid nasal lateral, dan dasar septum sisi anterior.
14
QuickTime™ and aTIFF (Uncompressed) decompressor
are needed to see this picture.
Gambar 7. Lokasi injeksi obat anestesi lidokain.
(Diambil dari: Bailey BJ, Johnson JT. Nasal Fractures. Head and Neck Surgery Otolaryngology. 1993.p.991-
1007).
Injeksi tersebut akan menghambat persarafan nyeri area infratroklear,
infraorbital, palatina mayor, dan nervus alveolaris superior. Ditunggu 15 – 20
menit sampai anestesi bekerja efektif. Injeksi diazepam 5 – 10 mg dapat
ditambahkan sebagai sedasi.
Alternatif pemberian anestesi untuk reposisi fraktur nasal sederhana dapat
diberikan krim EMLA (krim anestesi lokal) yang mudah mencair yang
mengandung prilokain 25mg dan lignokain 25mg dalam suatu emulsi, dioleskan
pada kulit hidung dan pada mukosa hidung dapat diberikan kokain, fraktur dapat
direposisi tanpa tambahan anestesi lagi.
Beberapa ahli bedah lebih memilih memakai anestesi umum, tetapi pada
beberapa penelitian menunjukkan hasil yang sama baiknya pada reposisi tertutup
yang menggunakan anestesi lokal. Waldron dkk. melakukan evaluasi selama 3
bulan setelah reposisi menemukan hasil terjadinya obstruksi dan perubahan
bentuk sisi luar paska reposisi serupa hasilnya, baik menggunakan anestesi umum
maupun lokal.
Teknik Operasi (Reposisi Tertutup) : 6,8,19.
Terapi fraktur dan depresi tulang nasal meskipun ringan paling baik
dikerjakan di ruang operasi. Instrumen yang biasa digunakan untuk reposisi
tertutup adalah elevator Boise atau Ballenger, forcep Asch atau Walsham. Jarak
15
antara tepi rongga hidung ke sudut nasofrontal diukur, kemudian instrumen
dimasukkan sampai batas kurang 1 cm dari pengukuran tadi. Fragmen yang
depresi diangkat dengan kuat ke arah berlawanan dari tenaga yang menyebabkan
fraktur, biasanya kearah antero-lateral. Forcep Asch atau Walsham digunakan
dengan memasukkan masing-masing ujung instrumen pada masing-masing
lubang hidung, atau hanya menempatkan satu ujung forcep pada lubang hidung di
bawah tulang hidung dan ujung lainnya di atas kulit. Jangan terlalu ditekan
khususnya daerah tulang hidung yang tebal dekat sutura nasofrontal karena daerah
ini jarang terjadi fraktur dan dapat menyebabkan robekan mukosa dan perdarahan.
Gambar 8. Forcep Ash, Walsham, dan elevator Boise.(Diambil dari: Corry JK. Management of Acute Nasal Fracture. Am Fam Physic 2004; 70:1318-19).
Reposisi disempurnakan dengan melakukan pembentukan (molding)
fragmen yang tersisa dengan menggunakan jari. Pada kasus dislokasi tulang
piramid bilateral, reposisi septum nasal yang tidak adekwat dapat menyebabkan
reposisi hidung dari sisi luar yang tidak memuaskan.
Terdapat kasus fraktur dislokasi septal sesudah dilakukan reposisi tertutup
tidak menghasilkan respon yang baik, hal ini diperlukan pengangkatan
mukoperikondrium dan reseksi segmental, sehingga fraktur tulang rawan yang
saling mengait dapat terlihat. Setiap fragmen tulang dan tulang rawan yang mati
dibuang. Stabilisasi septum dengan splints Silastic, pasang tampon pada tiap
lubang hidung. Penutupan bagian luar dengan plester dan gips. Splints diangkat
pada hari ke-10. Dekongestan spray nasal dapat digunakan selama masa
16
penyembuhan. Sebagai tampon dapat digunakan sufratulle, tampon sendiri
dicabut 3 – 5 hari paska reposisi. Splints dengan memakai gips kupu-kupu. 7.18.
QuickTime™ and aTIFF (Uncompressed) decompressor
are needed to see this picture.
A B C
QuickTime™ and aTIFF (Uncompressed) decompressor
are needed to see this picture.
QuickTime™ and aTIFF (Uncompressed) decompressor
are needed to see this picture.
D E F
Gambar 9A,B,C. Menunjukkan teknik penggunaan forcepWalsham. D. Menunjukkan teknik penggunaan forcep Ash. E dan F. Menunjukkan teknik pemasangan tampon nasal.(Diambil dari : Bowerman JE, Fordyce G, Levant B. Nasal Injuries. In: Rowe NL, Williams JL, editors. Maxillofacial Injuries. New York: Churchill Livingstone; 1985.p.371-2).
REPOSISI TERBUKA 6,8,
Reposisi terbuka dipertimbangkan untuk dikerjakan bila : (1) telah terjadi
fraktur septal terbuka, (2) fraktur dislokasi luas tulang hidung dan septum nasal,
(3) terjadinya dislokasi fraktur septum kaudal, (4) deviasi piramid lebih dari
setengah lebar nasal bridge, (5) perubahan bentuk menetap setelah dilakukan
reposisi tertutup, (6) karena reposisi perubahan bentuk septal yang tidak adekwat,
(7) terjadinya hematoma septal, (8) kombinasi perubahan bentuk septal dan
17
tulang rawan alar, serta (9) terjadinya fraktur displace spina nasi anterior dan
adanya riwayat operasi intranasal. 6
Gambar 10. Bentuk incisi tindakan reduksi terbuka pada fraktur nasal. A. Incisi transeptal (hemitransfixion) dapat diperluas sampai dengan interkartilago, B. Variasi incisi kulit untuk mencapai tulang nasal, C. Teknik rhinoplasti terbuka, D. Incisi intraoral transbuccal, bilateral maupun unilateral.(Diambil dari: Converse, J.M. ; Approach for reduction of nasal fractures. Case report. Plast. Reconstr. Surg. 46:396. 1970)
Reposisi terbuka dikerjakan jika harus melakukan reposisi bagian piramid
nasal akibat terjadinya fraktur tulang nasal dan tulang rawan septal nasal yang
saling mengait. Septum dapat dicapai melalui incisi hemitranfixion pada sisi yang
mengalami dislokasi, berikutnya garis fraktur nasal dapat dicapai melalui incisi
interkartilago bilateral. Kulit dorsal diangkat di atas tulang rawan lateral atas dan
periosteum tulang nasal diangkat. 8
Incisi apertura piriformis memudahkan mencapai garis fraktur lateral. Paling
sering ditemukan dislokasi tulang rawan kuadrangular crest maxila atau fraktur
bentuk “C” dari tulang dan tulang rawan septum, segmen tulang rawan dibuka dan
direposisi. Kadang segmen kecil tulang rawan harus direseksi dekat fraktur,
memakai elevator Cottle. Reseksi radikal tulang rawan dan tulang nasal harus
dihindari karena berfungsi sebagai penyokong, selain itu juga mengurangi fibrosis
dan kontraktur. Dengan melakukan prosedur operasi septal seperti ini reposisi
yang maksimal akan selalu didapatkan. 20,21.
18
ALGORITMA PENANGANAN FRAKTUR NASAL
.
.
Tampon dan Splinting dilakukan seperti pada reposisi tertutup. Antibiotik
perlu diberikan, kompres dingin dalam 24 – 48 jam untuk mengurangi edema dan
mencegah berkembangnya edema atau dapat diberikan hyaluronidase. 2
KOMPLIKASI FRAKTUR NASAL
Komplikasi fraktur nasal dibagi menjadi komplikasi segera (early
complication) dan komplikasi lambat (late complication).
Komplikasi Segera
Komplikasi segera bersifat sementara, meliputi edema, ekimosis, epistaksis,
hematoma, infeksi dan kebocoran liquor. Umumnya sembuh spontan tapi
hematom membutuhkan drainase. Hematom septal pada setiap kasus trauma
19
1. Dislokasi fraktur tulang hidung/septum, berat2. Deviasi piramid >50% lebar 'nasal bridge'3. Fraktur septal terbuka4. Deformitas meneLap setelah reposisi tertutup5. Dislokasi septum kaudal6. Fraktur spina anterior
1. Tulang hidung depresi, unilateral Hematom septal atau bilateral
2. Deviasi piramid <50% lebar ‘nasal bridge’bridge'
Radiografi nasal (keakuratan 50%) Foto nasal Singkirkan trauma lain, terutama pada anak-anak
Riwayat : Riwayat trauma Epistaksis Perubahan penampilan
Gejala : Sakit Obstruksi jalan nalas
Pemeriksaan Edema, ekimosis Nyeri mudah bergerak Hematom septal. Dislokasi
Reposisi tertutup dan Splinting Reposisi terbuka , eksisi tulang rawan, splinting
1. Pertimbangkan penggunaan splints Silastic septal, 3-7 hari2. Pertimbangkan tampon nasal, 24-48 jam3. Profilaksis antibiotik untuk semua fraktur terbuka4. Perban luka - paper tape strips, gips 2 inch, angkat 7-14 hari5. Pertimbangkan injeksi hyaluronidase jika edema6. Kompres salin dingin, 12-24 jam setelah operasi untuk mengurangi edema dan hematom7. Pengangkatan balutan dalam 48 jam jika pembengkakan jelas.
Insisi dan drainaseSplints septal
Hematom Septal
septal harus dievakuasi, karena dapat menyebabkan timbulnya infeksi sehingga
terjadi nekrosis tulang rawan septal dan akhirnya terbentuk deformitas pelana.
Hematom septal harus dicurigai jika didapat nyeri dan pembengkakan yang
menetap, komplikasi ini perlu diperhatikan pada anak-anak. Splint-silastic dapat
dipakai untuk mencegah akumulasi ulang darah pada tempat hematom. 12,20,
Adanya epistaksis dapat sembuh spontan kalau perlu dapat dilakukan
kauterisasi, tampon nasal anterior dan posterior atau ligasi pembuluh darah.
Perdarahan dari sisi anterior biasanya karena laserasi arteri ethmoid anterior
cabang arteri opthalmikus. Perdarahan dari sisi posterior berasal dari arteri
ethmoid posterior atau arteri sphenopalatina cabang nasal lateral, kalau perlu
ligasi arteri maksila interna. 12,20.
Pemberian antibiotik untuk profilaksis perlu diberikan pada pasien dengan
kelemahan kronis dan dengan hematom septal atau dorsal. Jika terjadi kebocoran
cairan serebrospinal disebabkan fraktur lempeng kribiformis atau dinding
posterior sinus frontal, biasanya akan menutup spontan dengan observasi 4-6
minggu.12.
Komplikasi Lambat
Obstruksi jalan nafas, perubahan bentuk sekunder, perlekatan, fibrosis
(pembentukan jaringan ikat) atau kontraktur (pemendekan jaringan otot nasal) ,
hidung pelana, dan perforasi septal merupakan komplikasi lambat dari fraktur
nasal. Komplikasi ini sebaiknya dapat dicegah lebih awal, disproporsi nasofasial
dapat terjadi dengan terbentuknya hidung yang panjang khususnya pada masa
pubertas. Selain itu dapat terjadi obstruksi duktus nasolakrimalis yang
menyebabkan epifora, hal ini dapat didiagnosa secara radiologis dengan
memasukkan kontras melalui pungtum inferior. Bagian duktus di atas sumbatan
akan tampak melebar. Setelah diketahui lokasi sumbatan, maka dapat dibuat
saluran baru yang menghubungkan sakus lakrimalis dengan meatus inferior
dengan memakai pipa polietilen, tindakan ini disebut rinotomi dakriosis.12,20.
Kondisi Emergensi : 3,12. 6,8,
20
Keadaan emergensi dan penanganan yang harus dilakukan pada fraktur nasal,
meliputi : (1) terjadinya perdarahan hebat dapat dilakukan kauteterisasi, tampon
atau ligasi pembuluh darah, (2) terjadinya hematoma septal yang hebat dapat
dilakukan incisi dan drainase cepat oleh karena dapat menimbulkan destruksi
jaringan dalam 48 jam, (3) terjadinya kebocoran cairan serebrospinalis perlu
konsultasi dengan bedah saraf, dan (4) adanya gangguan penglihatan perlu
konsultasi segera dengan bagian mata.
RINGKASAN
Gejala dan tanda fraktur nasal adalah perubahan bentuk, perdarahan,
pembengkakan, nyeri, pergerakan palsu, dan obstruksi nasal.
Deteksi awal dan drainase hematom septal diperlukan untuk mencegah
perubahan bentuk hidung pelana.
Adanya pergeseran (deviasi) bagian piramid nasal harus dicurigai
terjadinya fraktur septal nasal.
Sebagian besar fraktur nasal dapat diterapi dengan reposisi tertutup,
kecuali fraktur nasal yang kompleks dengan pergeseran (deviasi) bagian
nasal lebih dari setengah lebar nasal, akan membutuhkan reposisi terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
21
1. Thamrin M. Trauma Hidung. In: Efiaty AS, Nurbaiti I, editors. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan THT. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2000.p.163-6.
2. Michael F Zide. Nasal and Nasoorbital Ethmoid Fractures. In: Dina K Rubin,
Delois Patterson, Darlene BC, editors. Principles of Oral and Maxillofacial
Surgery. Philadelphia: Lippincott; 1992.p.547-57.
3. Weller MD, Drake AB. A Review of Nasal Trauma. Bri Med J. London 2006;
8 (1): 21-8.
4. Bowerman JE, Fordyce G, Levant B. Nasal Injuries. In: Rowe NL, Williams
JL, editors. Maxillofacial Injuries. New York: Churchill Livingstone;
1985.p.383-79.
5. Gregory Staffel. Nasal Fracture. Current Therapy in Otolaringology – Head
and Neck Surgery. 6th ed. Saints Louis: Mosby Company 1998.p.133-4.
6. Corry J. Kucik, Timothy Clenney, James Phelan. Management of Acute Nasal
Fractures. Am Fam Physic 2004; 70 (7): 1315-20.
7. James K Pitcock, Robert M Bumsted. Nasal Fractures. In: Raymond J
Fonseca, Robert V Walker, editors. Oral and Maxillofacial Trauma.
Philadelphia: WB Saunders; 1991.p.600-15.
8. Brian Rubinstein, Bradley Strong. Management of Nasal Fractures. Arch Fam
Med 2000; 9: 738-42.
9. Bartkiw TP, Pynn BR, Brown DH. Diagnosis and Management of Nasal
Fractures. Int J Trauma Nurs 1995; 1: 11-8.
10. Franke Gordon. A Practical Guide to the Management of Nasal Fractures.
Patient Care, Mississauga 2003; 14 (10): 47-9.
11. Oluwasanmi AF, Pinto AL. Management of Nasal Trauma – Widespread
misuse of Radiographs. Bri J Clin Gov 2000; 5: 83-5.
12. Manuel A Lopez, James HL, Benjamin Hartley. Septal Hematoma and
Abscess after Nasal Trauma. Clin Ped 2000; 39: 609-10
13. Marshall AH, Johnston MN, Jones NS. Principles of Septal Correction.
J Laryngol & Otolog 2004; 118: 129-34.
22
14. Jair Cortez Montovani, Lígia Maria Pirani de Campos, Marina Ayabe Gomes,
et. al. Etiology and Incidence Facial Fractures in Children and Adults. Braz J
Otorhinolaringol 2006; 72: 235-41.
15. Alex M Greenberg. Management of Facial Fractures. New York State Dent J
1998; 64: 42-7.
16. Gerd JR, Carsten CB, Milo F, Jorg Schipper. Technique and Timing for
Clossed Reduction of Isolated Nasal Fracture, A Retrospective study. Ear,
Nose And Throat J. New York 2002; 81 (1): 49-54.
17. Moosa Zargar , Ali Khaji, Mojgan Karbakhsh, Mohammad Zarei.
Epidemiology study of facial injuries during a 13 month of trauma registry in
Tehran. Indian J Med Sci 2004; 58: 109-13
18. Rohrich Rod J, Adams William P. Nasal Fracture Management, Minimizing
Secondary Nasal Deformities. Plas & Recons Surg 2000; 106: 266-73.
19. Royal United Hospital Bath. Manipulation of Nasal Fracture Under
Anaesthesia. Bath, England: 2006.
20. Green KMJ, Board T, Mason JDT. Alar Haematoma. J Laryngol & Otol 1999;
113: 1104-5.
21. Murphy J, Marshall AH, Jones NS. Restoration of the Impacted Nasal
Pyramid using Kirschner Wire. J Laringol & Otol 2004; 118: 543-5.
22. Takafumi Chin, Yoshinori Sakata, Shunsuke Amenomori, et. Al. The Use of a
Biologically Absorbable Bone Pin Fixation for Nasal Fractures. J Nip Med Sci
2005; 72: 179-81.
23. Illum P, Kristensen S, Jorgensen K, Brahe Pedersen. Role of fixation in the
treatment of nasal fractures. Clin Otolaryngol 1983; 8: 191–5.
23
REFERAT
FRAKTUR - NASAL
Disusun oleh :
Octavianus Wasisto
Pembimbing :
M. Sjaifuddin Noer, dr. SpB. SpBP.
Program Pendidikan Dokter Spesialis - I ( PPDS-I )Program Studi Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga - RSUD dr SoetomoSurabaya
24
2007
25
Lembar Pengesahan Referat Program Pendidikan Dokter Spesialis - I ( PPDS-I )
Program Studi Ilmu BedahFakultas Kedokteran Universitas Airlangga - RSUD dr Soetomo
Surabaya
Judul :
FRAKTUR – NASAL
oleh :
Octavianus Wasisto
Telah disetujui oleh Pembimbing :
M. Sjaifuddin Noer, dr. SpB. SpBP.
26