BAB II KERANGKA KONSEPTUAL TEORI KONFLIK … II.pdfterjadinya disintegrasi dalam masyarakat Kampung...

12
BAB II KERANGKA KONSEPTUAL TEORI KONFLIK STRUKTURAL DAN TEORI KEKUASAAN 1.1 Pendahuluan Untuk dapat melihat dengan jelas alur tulisan ini, maka penulis mencoba untuk menyampaikan gagasan-gagasan dari ahli terhubung dengan, apa itu konflik?, Bagaimana suatu situasi dapat dikatakan konflik?, sebab dengan batasan berdasarkan uraian kajian Teori dirasa dapat membantu untuk memahami apa yang dimaksud oleh penulis dalam tulisan ini. Sebab seperti yang tercantum dalam latar belakang masalah bahwa inti dari karya tulis ini adalah membahas tentang Konflik gereja yang membuahkan perpecahan gereja yang berkonflik tersebut, juga mengakibatkan terjadinya disintegrasi dalam masyarakat Kampung Sawang, sebab konflik tersebut berlatar belakang kepentingan segelintir orang dalam gereja yang cenderung menggunakan kekuasaan yang ada pada mereka. Pemilihan teori dalam uraian pada BAB II ini didasarkan pada masalah yang ditemui di lokasi penelitian, dipakai guna menganalisa lebih jauh bagaimana sebenarnya konflik yang terjadi ini, apa yang menyebabkan konflik ini bisa terjadi, termasuk dalam jenis konflik yang seperti apa, dan dampak konflik yang dirasakan oleh masyarakat, serta apa resolusi konflik yang cocok diterapkan dalam kasus konflik yang seperti terjadi di dalam Gereja GMIST Sawang ini. Seperti juga telah dicantumkan pada bagian analisa data yang ada dalam BAB I dikatakan bahwa dalam menganalisa data semua berdasar pada data yang diperoleh di lapangan dan bukan pada ide-ide yang ditetapkan sebelumnya dengan demikian, hasil``

Transcript of BAB II KERANGKA KONSEPTUAL TEORI KONFLIK … II.pdfterjadinya disintegrasi dalam masyarakat Kampung...

Page 1: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL TEORI KONFLIK … II.pdfterjadinya disintegrasi dalam masyarakat Kampung Sawang, sebab konflik tersebut ... serta apa resolusi konflik yang cocok diterapkan

BAB II

KERANGKA KONSEPTUAL TEORI KONFLIK STRUKTURAL DAN

TEORI KEKUASAAN

1.1 Pendahuluan

Untuk dapat melihat dengan jelas alur tulisan ini, maka penulis mencoba untuk

menyampaikan gagasan-gagasan dari ahli terhubung dengan, apa itu konflik?,

Bagaimana suatu situasi dapat dikatakan konflik?, sebab dengan batasan berdasarkan

uraian kajian Teori dirasa dapat membantu untuk memahami apa yang dimaksud oleh

penulis dalam tulisan ini. Sebab seperti yang tercantum dalam latar belakang masalah

bahwa inti dari karya tulis ini adalah membahas tentang Konflik gereja yang

membuahkan perpecahan gereja yang berkonflik tersebut, juga mengakibatkan

terjadinya disintegrasi dalam masyarakat Kampung Sawang, sebab konflik tersebut

berlatar belakang kepentingan segelintir orang dalam gereja yang cenderung

menggunakan kekuasaan yang ada pada mereka.

Pemilihan teori dalam uraian pada BAB II ini didasarkan pada masalah yang

ditemui di lokasi penelitian, dipakai guna menganalisa lebih jauh bagaimana sebenarnya

konflik yang terjadi ini, apa yang menyebabkan konflik ini bisa terjadi, termasuk dalam

jenis konflik yang seperti apa, dan dampak konflik yang dirasakan oleh masyarakat,

serta apa resolusi konflik yang cocok diterapkan dalam kasus konflik yang seperti

terjadi di dalam Gereja GMIST Sawang ini.

Seperti juga telah dicantumkan pada bagian analisa data yang ada dalam BAB I

dikatakan bahwa dalam menganalisa data semua berdasar pada data yang diperoleh di

lapangan dan bukan pada ide-ide yang ditetapkan sebelumnya dengan demikian, hasil``

Page 2: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL TEORI KONFLIK … II.pdfterjadinya disintegrasi dalam masyarakat Kampung Sawang, sebab konflik tersebut ... serta apa resolusi konflik yang cocok diterapkan

analisa data dengan menggunakan teori-teori yang nantinya akan dijabarkan oleh

penulis ini sekiranya dapat menjawab masalah penelitian.

Memang bisa saja teori yang dipilih oleh penulis ini tak dapat menjawab

keseluruhan masalah yang ada di lokasi penelitian yang jika demikian maka akan ada

keluaran pemikiran yang baru yang juga akan dicantumkan oleh penulis sendiri untuk

dijadikan sumbangan bagi pembaca secara umum dan bidang akademik khususnya studi

Agama dan Masyarakat yang akan di uraikan dalam uraian analisa. Agar jika terjadi

gejala-gejala konflik seperti ini, semua dapat ditanggulangi agar tak tercipta disintegrasi

dalam masyarakat yang berkonflik tersebut.

1.2 Teori Konflik Lewis Coser

Lewis Coser, lahir di Berlin sebagai Ludwig Cohen, Coser adalah sosiolog

pertama yang mencoba untuk mempertemukan fungsionalisme struktural dan teori

konflik, karyanya berfokus pada menemukan fungsi konflik sosial. Coser berpendapat -

dengan George Simmel sebab Coser merupakan murid dari George Simmel– yaitu

konflik mungkin berfungsi untuk memperkuat kelompok yang strukturnya longgar atau

lemah. Konflik yang terjadi dalam masyarakat yang berdisintegrasi dengan masyarakat

lain atau konflik antar kelompok, dapat mengembalikan inti integratif. Misalnya,

kekompakan Yahudi Israel mungkin disebabkan konflik lama dengan orang Arab.

Konflik dengan satu kelompok juga dapat berfungsi untuk menghasilkan kohesi dengan

mengarah ke serangkaian aliansi dengan kelompok lain. Konflik antar-kelompok, dapat

membawa beberapa individu yang biasanya terisolasi menjadi berperan aktif.1

1 Di unduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/Lewis_A._Coser., Pada Hari Rabu, 27 Maret

2013, Pukul 11.25 WIB.

Page 3: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL TEORI KONFLIK … II.pdfterjadinya disintegrasi dalam masyarakat Kampung Sawang, sebab konflik tersebut ... serta apa resolusi konflik yang cocok diterapkan

Berdasarkan pemahamannya di atas maka, Lewis Coser mengemukakan konflik

dengan membaginya dalam dua bagian:2

Konflik external adalah konflik yang terjadi antara dua kelompok yang berbeda, di

mana akan memperkuat kelompok yang berkonflik tersebut dengan memberikan

batasan yang jelas dengan kelompok lain.

Konflik Internal adalah suatu konflik yang muncul dalam sebuah kelompok yang

memiliki hubungan yang sangat intim. Konflik ini muncul karena terdapat ketegangan

dan perasaan-perasaann negatif yang merupakan hasil dari keinginan individu untuk

meningkatkan kesejahteraannya, kekuasaan, prestise, dukungan sosial atau

penghargaan-penghargaan lainnya. Karena banyak dari penghargaan-penghargaan itu

bersifat langka, maka tingkat kompetisi pun tak terelakkan.

Berdasarkan pengertian konflik menurut Lewis Coser ini, jelas bahwa ia

membagi konflik dalam dua jenis yaitu konflik external dan internal, di mana external

terkait dengan bagaimana konflik terjadi antara satu, dua, bahkan tiga kelompok yang

berbeda, sedangkan konflik internal lebih kepada konflik yang terjadi di dalam

kelompok itu sendiri, di mana masing-masing individu dalam kelompok itu memiliki

tujuan dan keinginan masing-masing untuk diperjuangkan, sehingga tingkat persaingan

meningkat maka menghasilkan keluaran Konflik.

Lewis Coser Juga Membedakan konflik menjadi dua bentuk sesuai dengan altar

terjadinya konflik, pihak yang terkait dalam konflik, dan substansi konflik, dan lain-

lain:3 Konflik realistik dan konflik nonrealistik. Konflik realistik merupakan konflik

yang digunakan sebagai suatu sarana pencapaian sesuatu yang diinginkan. Dengan

demikian konflik realistik selalu diarahkan pada objek konflik yang sebenarnya. Konflik

dapat berhenti ketika tujuan telah tercapai. Metode manajemen konflik yang dapat

digunakan dalam konflik ini adalah dialog, persuasi, musyawara, voting dan negosiasi.

2 Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi, Klasik dan Modern (terjemahan), Robert M.Z. Lawang

(Jilid 2; Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1990),196-200. 3 Wirawan, 55

Page 4: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL TEORI KONFLIK … II.pdfterjadinya disintegrasi dalam masyarakat Kampung Sawang, sebab konflik tersebut ... serta apa resolusi konflik yang cocok diterapkan

Konflik nonrealistik merupakan sebuah konflik yang mengarah bukan pada

objek konflik melainkan pada faktor-faktor penentu konflik dan juga tidak berorientasi

pada hasil tertentu. Atau dengan kata lain tidak peduli pada penyelesaian perbedaan

pendapat mengenai isu penyebab konflik. Yang penting adalah bagaimana mengalahkan

lawannya. Metode menejemen konflik yang digunakan dalam konflik jenis ini adalah

agresi, menggunakan kekuasaan, kekuatan dan paksaan.4

Dari dua jenis konflik menurut Lewis Coser di atas dapat ditarik kesimpulan

seperti ini yakni, keduanya memang memiliki tujuan mengapa terjadi konflik, tapi

konflik realistis lebih berfokus pada jalan atau tindakkan apa yang harus digunakan

untuk dapat memperoleh apa yang ingin di capai. Sedangkan konflik nonrealistik lebih

kepada ingin menunjukkan kemampuannya terhadap pihak lawan dengan tidak terlalu

memperhatikan faktor-faktor konflik serta tujuan yang hendak dicapai. Yang

diperhatikan disini adalah jalan untuk dapat mengalahkan pihak lawan.

Setelah mendefinisikan dan membagi konflik dalam dua bagian, Lewis Coser

juga memberikan beberapa penjelasan tentang fungsi konflik yang tak terpisahkan

dengan dampak dari konflik sesuai yang telah didefinisikan olehnya:

1. Konflik dapat menetapkan dan menjaga identitas dan garis batas masyarakat

dan kelompok-kelompok. Yang dimaksud di sini ialah dengan berkonflik

maka masing-masing kelompok dapat benar-benar mengetahui batasan-

batasan apa yang mereka miliki terhadap kelompok lain.

2. Konflik dengan kelompok lain memberikan kontribusi untuk menetapkan dan

menyatakan kembali identitas dari kelompok dan menjaga batas identitas

4 Lewis Coser, The functions of social conflict (New York: Free Press, 1964), 48-50.

Page 5: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL TEORI KONFLIK … II.pdfterjadinya disintegrasi dalam masyarakat Kampung Sawang, sebab konflik tersebut ... serta apa resolusi konflik yang cocok diterapkan

tersebut dari dunia sosial yang menguntungkan dua belah pihak dan

memberikan manfaat kolektif yang lebih besar bagi para anggotanya.

3. Konflik dapat mempererat persatuan kelompok.

Berdasarkan fungsi sekaligus dampak dari konflik di atas, nampak bahwa

keseluruhannya mengarah pada dampak positif konflik di mana konfik dapat

memperjelas identitas kelompok, dengan menyatakan dan menjaga batas identitas dari

kedua kelompok yang berkonflik dan memperkuat integrasi dalam kelompok-kelompok

itu sendiri.

2.3. Teori Konflik George Simmel

George Simmel lahir di pusat kota Berlin pada tanggal 1 Maret 1858. Ia belajar

berbagai bidang studi di Universita Berlin.5 George Simmel membagi konflik dalam

dua jenis sebagaimana telah dikatakan di atas bahwa Coser sependapat dengan George

Simmel tentang teori konflik maka sudah pasti pemikiran mereka tidaklah jauh berbeda.

Pertama, konflik dapat di lihat dalam dinamika kelompok- dalam (in-group)

dengan hubungan kelompok-luar (out-group). Dengan pengertian bahwa solidaritas dan

integrasi kelompok dalam semakin bertambah tinggi jika konflik dengan pihak luar

makin bertambah. Sebab sesungguhnya menurut Simmel ketegangan atau konflik

dengan pihak luar akan meningkatkan dan mempertahankan solidaritas. Kelompok

dalam ini lebih menyalahkan pihak luar atas kesulitan-kesulitan internalnya daripada

membiarkan kesulitan-kesuliatan ini menghasilkan perpecahan atau konflik dalam

kelompok tersebut.6 Dengan demikian George Simmel lebih melihat dampak konflik

5 George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi: Dari Teori Sosiologi Klasik sampai

Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern (terjemahan), (Jakarta: Kreasi Kencana, 2011), 172. 6 Doyle Paul Johnson ,196-197.

Page 6: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL TEORI KONFLIK … II.pdfterjadinya disintegrasi dalam masyarakat Kampung Sawang, sebab konflik tersebut ... serta apa resolusi konflik yang cocok diterapkan

pada sisi positifnya yakni meningkatkan dan mempertahankan solidaritas secara khusus

dalam kelompok itu sendiri (in-group) ketika berkonflik dengan kelompok luar (out-

group).

Kedua, George Simmel juga mengemukakan bahwa konflik internal atau konflik

di dalam diri kelompok tersebut juga sama halnya dengan konflik dengan kelompok

luar yaitu keduanya memiliki dampak konflik yang positif serta negatif. Tak terelakkan

bahwa ketegangan dan perasaan negatif merupakan hasil dari keinginan individu untuk

meningkatkan kesejahteraannya, kekuasaannya, prestise, dukungan sosial atau

penghargaan-penghargaan lainnya. Apapun alasannya konflik internal memang sering

dihindari sebab dianggap jelek dan tidak diinginkan terjadi. Di lain pikah anggota

kelompok tersebut secara terbuka mengakui kepentingan-kepentingan yang saling

bertentangan khususnya untuk hal yang tidak terlalu penting sehingga membangun

sebuah mekanisme untuk penyelesaiannya. Namun ketika tidak menemukan sebuah

kerangka consensus atau tak ada lagi dasar untuk kesatuan kelompok, maka konflik

internal dapat mengakibatkan disintegrasi atau perpecahan kelompok. Tapi antagonistik

dan ketidaksepakatan akan berkurang ketika masalah-masalah pokok dibicarakan

dengan terbuka dan bukan dipendam. Baiknya konflik internal terjadi karena ketika

suatu hubungan begitu erat pastilah akan ada sikap antagonistik dari masing-masing

individu di dalam kelompok tersebut, yang sudah seharusnya dikeluarkan atau

disampaikan dengan terbuka, sehingga tidak menggunung dan menghasilkan konflik

yang lebih besar. Serta dampaknya pun tidak begitu buruk, semua dirundingkan secara

eksplisit.7

7 Ibid., 200-201

Page 7: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL TEORI KONFLIK … II.pdfterjadinya disintegrasi dalam masyarakat Kampung Sawang, sebab konflik tersebut ... serta apa resolusi konflik yang cocok diterapkan

Jadi, berdasarkan uraian pemikiran Simmel di atas, sebuah konflik internal

tercipta memang bisa berdampak negatif yaitu terjadinya disintegrasi atau perpecahan

dalam kelompok tersebut ketika tidak mencapai suatu konsensus terhadap perbedaan

yang menghasilkan sikap antagonistik tersebut. Tapi sisi positifnya adalah tidak

terpendam lebih lama lagi perasaan antagonistik dan permusuhan yang ada sehingga

dampaknya pun tidak akan begitu parah, atau dapat dibicarakan secara terbuka.

Dalam sebuah konflik internal, masuknya pihak ketiga dalam kelompok,

sejumlah peran sosial menjadi mungkin. Sebagai contoh, pihak ketiga dapat memainkan

peran sebagai penengah atau mediator pada perselisihan dalam kelompok, tetapi pihak

ketiga dapat juga memanfaatkan perselisihan antar dua pihak yang lain demi

keuntungannya sendiri atau menjadi sasaran yang dapat diperebutkan dua pihak lain.

Anggota ketiga pun dapat secara sengaja mendorong terjadinya konflik antar dua pihak

lain untuk memperoleh superioritas (memecah belah dan menguasai).8

Sering kali pihak-pihak yang terlibat konflik tidak mampu menyelesaikan

konflik yang sudah berlangsung lama dengan menghabiskan sumber-sumber yang

dimiliki dan pengorbanan yang besar. Akan tetapi, kedua belah pihak yang terlibat

konflik tidak mau mengalah untuk menyelamatkan muka. Menyelamatkan muka sering

kali terjadi jika konflik berkaitan dengan harga diri atau citra diri.9

2.4 Teori Kekuasaan Menurut Max Weber

Max Weber adalah seorang ahli hukum yang merupakan profesor di Freiburg,

Heildelberg, dan Munich dan aktif menulis dalam berbagai bidang ilmu seperti sejarah

agraria kuno, kondisi-kondisi populasi pedesaan di Prussia, metodologi ilmu-ilmu sosial

8 http://perilakuorganisasi.com/georg-simmel-masyarakat-sebagai-interaksi.html., Ferry Roen,

27 Agustus 2011. 9 George Simmel, 111.

Page 8: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL TEORI KONFLIK … II.pdfterjadinya disintegrasi dalam masyarakat Kampung Sawang, sebab konflik tersebut ... serta apa resolusi konflik yang cocok diterapkan

dan juga sosiologi agama.10

Untuk itu penulis akan menjabarkan pikirannya tentang

kekuasaan, sebab penulis merasa teori kekuasaan ini juga dapat menjawab penelitian

penulis.

Max Weber berpendapat bahwa setiap individu atau kelompok yang terlibat

dalam sebuah konflik pastilah akan menggunakan kekuasaan sebab kekuasaan dalam

proses konflik sosial bagaikan oksigen bagi proses biologis tubuh kita betapa pun

perbedaan masalah dan perasaan dari mereka. Kekuasaan tersebut digunakan untuk

saling menaklukan (pertarungan curang) ataupun untuk saling bekerjasama (pertarungan

jujur). Demikian juga dalam proses konflik gereja semua oknum yang terlibat pasti

menggunakan kekuasaannya.11

Berbicara tentang kekuasaan penulis rasa penting untuk sedikit mengulas tentang

teori kekuasaan yang dijabarkan oleh Max Weber dalam bukunya yang berjudul

Economy and society, menurutnya konsep kekuasaan adalah secara sosiologis tak

berbentuk. Setiap orang dalam situasi tertentu dimana terdapat peluang dan juga adanya

kualitas tertentu dalam diri seseorang serta kemungkinan kombinasi-kombinasi dari

keadaan-keadaan sekitar, dapat menempatkan seseorang itu dalam satu posisi untuk

memaksakan kehendaknya.12

Weber Menulis:

“Power” (Macht) is the probability that one actor within a social relationship

will be in a position to carry out his own will despite resistance, regardless, of

basis on which this probability rests,13

. Seorang aktor dalam satu hubungan

10

Max Weber, Etika Protestan dan Spirit Kapitalisme (terjemahan), (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2006), v. 11

Ibid., 6 12

Arti dari domination (penguasaan) seringkali digunakan secara umum untuk menggambarkan

kekuasaan (power) yang dimiliki suatu kelompok sosial atas kelompok lain , seperti dominasi generasi tua

terhadap generasi muda. Atau yang digunakan oleh Weber menggambarkan kecenderungan ditaatinya

perintah di dalam organisasi atau masyarakat tertentu. Lihat Max Weber, Economy and Society, ( Edited

by Guenther Roth and Claus Wittich, vol. 1. Berkley-Los Angeles- London: University of California

Press, 1978), 53. Band. dengan pengertian domination menurut Nicholas Abercrombie dkk, Kamus

Sosiologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 163. 13

Ibid.

Page 9: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL TEORI KONFLIK … II.pdfterjadinya disintegrasi dalam masyarakat Kampung Sawang, sebab konflik tersebut ... serta apa resolusi konflik yang cocok diterapkan

sosial akan berada dalam satu posisi untuk melaksanakan keinginannya sendiri

tanpa memperhatikan hal mendasar lainnya dimana kemungkinan adanya

perlawanan.

Selain kekuasaan Weber juga mengungkapkan tentang Dominasi (otoritas)

sebagai kemungkinan dimana perintah-perintah tertentu yang spesifik atau khusus

dipatuhi oleh kelompok yang diberi perintah.14

Weber menulis:

“Domination” (Herrschaft) is the probability that a command with a given

specific content will be obeyed by a given group of person. Yakni dominasi

(Herrschaft) adalah kemungkinan dimana satu perintah yang diberikan dengan

satu tujuan yang spesifik, akan diikuti oleh sekelompok orang yang diberi atau

menerima perintah.15

Dengan kata lain dominasi berlangsung ketika adanya satu figur tertentu yang

sungguh-sungguh berhasil memberikan perintah kepada orang lain. Oleh sebab itu suatu

“organisasi yang berkuasa” (Herrschaftsverband) dapat hidup dan berkembang sejauh

mana anggota-anggotanya tunduk kepada dominasi berdasarkan perintah yang

diperlihatkan.16

Terkait dengan kekuasaan dan dominasi, Weber pun menulis tentang

disiplin:

“Dicipline” is the probability that by virtue of habituation a command will

receive prompt and automatic obedience in stereotyped forms, on the part of a

given group o person.17

Yakni kemungkinan dimana satu perintah secara

otomatis segera akan diikuti dengan ketaatan melalui sifat baik dan bentuk-

bentuk yang diikuti kelompok yang diberi perintah.

Dengan demikian tak ada kekuasaan atau dominasi yang bisa lepas dari sikap

disiplin dari pihak yang diperintah. Jadi ketiga hal tersebut di atas yaitu, kekuasaan,

dominasi dan disiplin sangat terkait erat seperti teori yang dijabarkan oleh Max Weber

yang penulis rasa juga terkait erat dengan konflik sebab ketika kekuasaan, dominasi dan

disiplin dilanggar atau disalah gunakan oleh seorang aktor yang memberi perintah

14

Ibid., 212. 15

Ibid., 53 16

Ibid. 17

Ibid.

Page 10: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL TEORI KONFLIK … II.pdfterjadinya disintegrasi dalam masyarakat Kampung Sawang, sebab konflik tersebut ... serta apa resolusi konflik yang cocok diterapkan

dengan menciptakan legitimasi yang salah maka dari sanalah akan muncul perlawanan

yang melahirkan konflik.

Sebab seperti yang diutarakan oleh Morton Deutsch, Konflik merupakan

pergumulan kekuasaan atas berbagai perbedaan: informasi atau keyakinan yang

berbeda; kepentingan, keinginan atau nilai-nilai, kemampuan-kemampuan yang

berbeda dalam memperoleh sumber-sumber yang dibutuhkan.18

Yang berarti bahwa

konflik lahir dari berbagai perbedaan baik informasi, kepentingan, keinginan, nilai serta

kemampuan dalam memperoleh atau mungkin memperebutkan sumber-sumber yang

dibutuhkan yang tentunya pastilah bersifat langkah sehingga harus diperebutkan.

Lebih dalam lagi, konflik lahir sebab individu atau kelompok memiliki

kepentingan yang berbeda dan untuk itulah konflik seringkali merupakan persepsi

mengenai perbedaan kepentingan (Perceived divergence of interest), atau suatu

kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara

simultan. Konflik dapat terjadi pada berbagai macam keadaan dan pada berbagai tingkat

kompleksitas.19

Memahami maksud dari pernyataan ini, nampaklah bahwa setiap

konflik memiliki sebab yang berbeda-beda, tergantung dengan objek terjadinya konflik

tersebut, serta pihak apa yang sedang berkonflik.

Objek konflik pastilah terkait dengan “kepentingan”. Kepentingan yang

dimaksud di sini adalah perasaan orang mengenai apa yang sesungguhnya ia inginkan.

Apa yang sesungguhnya ia inginkan tersebut cenderung bersifat sentral dalam pikiran

dan tindakan orang, yang membentuk inti dari banyak sikap, tujuan dan niat

(intensi)nya. Ada kepentingan yang bersifat universal (seperti kebutuhan akan rasa

aman, isentitas, restu sosial (social approval), kebahagiaan, kejelasan tentang dunianya,

18

Morton Deutsch dalam Hugh F Halverstadt, Conflict: Productive and Destructive “Mengelola

Konflik Gereja”, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,2004), 5. 19

Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin, 10-11.

Page 11: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL TEORI KONFLIK … II.pdfterjadinya disintegrasi dalam masyarakat Kampung Sawang, sebab konflik tersebut ... serta apa resolusi konflik yang cocok diterapkan

dan beberapa harkat manusia yang bersifat fisik). Namun, beberapa kepentingan lain

bersifat spesifik bagi pelaku-pelaku tertentu (contohnya keinginan bangsa Palestina

untuk memiliki tanah air). Beberapa kepentingan bersifat penting (memiliki prioritas

yang lebih tinggi) dari pada yang lain, dan tingkat prioritas tersebut berbeda pada

masing-masing orang. Beberapa kepentingan mendasari kepentingan lainnya; sebagai

contoh, kepentingan Amerika atas keamanan mendasari kepentingannya untuk

mempertahankan kekuatan aliansi Barat.20

Konflik yang didefinisikan sebagai perbedaan persepsi mengenai kepentingan

terjadi ketika tidak terlihat adanya alternatif yang dapat memuaskan aspirasi kedua

belah pihak. Konflik dapat terjadi hanya karena salah satu pihak memiliki aspirasi tinggi

atau karena alternatif yang bersifat integratif dinilai sulit didapat. Ketika konflik

semacam ini terjadi maka ia akan semakin dalam bila aspirasi sendiri atau aspirasi pihak

lain bersifat kaku dan menetap.21

Dalam suatu hubungan ada yang disebut antagonism. Secara sosiologis

antagonisme merupakan suatu unsur yang tidak pernah tidak ada dalam kerja sama.

Sebuah pertentangan karena antagonisme seperti ini berlangsung dengan harapan bahwa

antagonisme akan berhenti apabila mencapai taraf tertentu, karena kesadaran bahwa hal

itu tidak memiliki manfaat atau karena telah jenuh berkelahi. Sebab konflik atau

pertentangan yang terjadi antara kedua pihak karena mengejar tujuan yang sama.22

Konflik biasanya terjadi juga ketika orang cenderung mengidentifikasi diri

dengan para anggota kelompok lain yang dekat dengannya atau yang memiliki

kesamaan dalam beberapa hal dengan kelompoknya sendiri. Bila kelompok tersebut

20

Ibid, 21-22 21

Ibid, 26-27 22

Soerjono Soekanto, George Simmel: Beberapa Teori Sosiologis (Jakarta: CV Rajawali, 1986),

22-23.

Page 12: BAB II KERANGKA KONSEPTUAL TEORI KONFLIK … II.pdfterjadinya disintegrasi dalam masyarakat Kampung Sawang, sebab konflik tersebut ... serta apa resolusi konflik yang cocok diterapkan

berprestasi yang lebih baik, maka dari sanalah tercipta konflik akibat dari peningkatan

aspirasi diri sendiri. Hal seperti ini juga dapat terjadi pada individu, di mana fenomena

seperti tersebut ini disebut sebagai invidious comparison (perbandingan yang

menyakitkan hati). Hal ini akan menstimulasi peningkatan aspirasi untuk alasan yang

dianggap realistis (karena rasanya masuk akal ketika orang tersebut dapat melakukan

hal itu maka ia pun dapat melakukannya) maupun bersifat idealistis (karena orang

tersebut berpikir hasil kerjanya harus sebaik hasil kerja orang yang menjadi

perbandingannya).23

Aktor yang terlibat konflik dalam gereja biasanya adalah pihak yang

kepentingan-kepentingannya-tujuan, kebutuhan, keinginan, tanggung jawab dan/atau

komitmen-nya – bertabrakkan dengan tujuan, kebutuhan, keinginan, tanggung jawab

dan/atau komitmen dari sekurang-kurangnya satu pihak lain. Mereka terkait konflik

karena ada yang mereka pertaruhkan dalam perbedaan-perbedaan yang bertabrakkan.

Jika ingin agar konflik selesai maka perbedaan inilah yang harus diselesaikan dan hal

tersebut hanya sanggup diselesaikan oleh mereka sendiri.24

Pelaku konflik karena tanggung jawab institutional mereka disebut sebagai para

pelaku struktural sedangkan yang bertikai karena status yang mereka miliki disebut

sebagai pelaku budaya. Baik staf yang digaji, ketua komisi dan anggota majelis yang

bekerja secara sukarela termasuk dalam para pelaku struktural ketika mereka terkait

dalam konflik gereja.25

Dengan demikian, para aktor konflik struktural ini pastilah akan

menggunakan kekuasaan guna pencapaian keinginan.

23

Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin, 32-33. 24

Morton Deutsch, 69. 25

Ibid, 70.