ANALISIS PENGARUH PRODUKSI PERIKANAN TERHADAP …repository.utu.ac.id/733/1/BAB I_V.pdf · di...
Transcript of ANALISIS PENGARUH PRODUKSI PERIKANAN TERHADAP …repository.utu.ac.id/733/1/BAB I_V.pdf · di...
-
ANALISIS PENGARUH PRODUKSI PERIKANAN
TERHADAP PENDAPATAN NELAYAN
DI PELABUHANPENDARATAN IKAN (PPI)
SAWANG BA’UKECAMATAN SAWANG
KABUPATEN ACEH SELATAN
SKRIPSI
OLEH
MAULIDA DESVIKA
NIM : 10C20101130
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
MEULABOH, ACEH BARAT
2014
-
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas dan strategis, dengan
sumber daya alam yang kaya akan keanekaragaman hayati, baik di darat maupun
di perairan tawar dan laut. Berdasarkan data yang terukur, Indonesia memiliki
95.181 km panjang garis pantai dengan kurang lebih 5,0 juta luas Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE). Indonesia yang terdiri dari 5 pulau besar seperti Sumatera,
Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan Papua, ditambah pula dengan ribuan pulau-pulau
kecil yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Kepulauan Indonesia yang dua
pertiganya adalah laut, di dalamnya terkandung kekayaan keanekaragaman hayati
yang tersebar mulai dari dasar laut sampai daerah permukaan (Nuitja 2010, h. 1).
Sebagai Negara kepulauan terbesar didunia, dengan panjang pantai 81.000
km dan memiliki 17.508 pul au serta dua pertiga dari luar wilayahnya berupa
perairan. Indonesia memiliki potensi perikanan yang besar. Potensi lestari ikannya
paling tidak ada sekitar 6,17 juta ton per tahun, terdiri atas 4,07 juta ton di
perairan nusantaranya yang hanya 38 persennya dimanfaatkan dan 2,1 juta ton
pertahun berada di perairan ZEE. Potensi ini pemanfaatannya juga baru 20 persen
(Mulyadi 2005, h. 25).
Aceh adalah salah satu Provinsi di Indonesia dengan kekuatan otonomi
yang lebih besar di penghujung pulau sumatera. Aceh terletak dibarat laut
Sumatera dengan kawasan seluas 57,365.57 km persegi atau merangkumi 12.26%
pulau Sumatera. Aceh memiliki 119 pulau,73 sungai yang besar dan 2 tasik, Tasik
Laut Tawar di Takengon, Aceh Tengah dan Tasik Aneuk Laot di Kota Sabang.
-
2
Aceh dikelilingi oleh Selat Malaka di sebelah utaranya, Provinsi Sumatra Utara di
timur dan Lautan Hindi di sebelah selatan dan baratnya. Ibu kota Aceh adalah
Banda Aceh yang dahulunya dikenali sebagai Kutaraja. Wilayah pesisir di
Provinsi Aceh mempunyai panjang garis pantai 1.660 km, dengan luas wilayah
perairan laut seluas 295.370 km terdiri dari laut wilayah (perairan teritorial dan
perairan kepulauan) 56.563 km dan zona ekonomi eksklusif (ZEE) 238.807 km.
Akibat tsunami pada 26 desember 2004, dari 1660 km panjang garis pantai, 800
km rusak terkena gelombang tsunami. Sektor perikanan dari segi serapan tenaga
kerja menyerap 257.300 jiwa yang terdiri dari 4 (empat) sektor yaitu : sektor
penangkapan, sektor budidaya, sektor pengolahan dan sektor pemasaran hasil
perikanan. Sektor penangkapan terdiri dari nelayan tidak tetap sebanyak 164.080
jiwa, sektor budidaya sebanyak 56.300 jiwa, sektor pengolahan sebanyak 20.670
jiwa dan sektor pemasaran hasil perikanan melalui penjual ikan (mugee ungkoet)
mencapai 16.250 jiwa.
Masyarakat nelayan di Provinsi Aceh pada umumnya identik dengan
Lembaga Adat Panglima Laot yang memimpin wadah masyarakat nelayan
sekaligus basis masyarakat nelayan lokal untuk membangun kesepakatan bersama
dalam mengatur dan mengawasi pelaksanaan norma dan ketentuan tata cara
pengelolaan sumber daya perikanan yang lebih bertanggung jawab dan
berkelanjutan. Lembaga Hukom Adat Laot dan Panglima Laot sudah ada sejak
Kerajaan Samudera Pasai abad ke 14, dan dikukuhkan kembali dan diorganisir
sesuai dengan perkembangan zaman sejak 22 Mei 2000. Pengembangan
masyarakat nelayan pada umumnya kurang begitu diperhatikan, oleh karena itu
-
3
diperlukan perhatian khusus dari pemerintah untuk menjadikan masyarakat
nelayan itu dinamis.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Aceh telah melakukan penentuan
tempat-tempat pengembangan untuk berbagai sub sektor di sektor perikanan yang
disebut dengan pusat pertumbuhan. Dengan adanya pusat-pusat pertumbuhan ini,
diharapakan dapat memacu tingkat perikanan di Aceh sekaligus dapat menarik
wilayah-wilayah disekitar pusat pertumbuhan itu untuk secara bersama-sama
memberi kontribusi dalam meningkatkan jumlah produksi perikanan di Aceh
(http://regionalinvestment.com diakses tanggal 17 November 2013).
Aceh selatan adalah salah satu kabupaten di Provinsi Aceh. Sebelum
berdiri diri sebagai kabupaten otonom, Aceh Selatan adalah bagian dari kabupaten
aceh barat. Pemisahan Aceh Selatan dari Aceh Barat ditandai dengan disahkannya
Undang-Undang Darurat no. 7 tahun 1956 pada 4 November 1956.
Wilayah kecamatan terpadat penduduknya adalah Kecamatan Labuhan
Haji di ikuti Kecamatan Klut Utara, sementara jumlah penduduk terkecil adalah
kecamatan Sawang. Sebagian penduduk terkonsenransi di sepanjang jalan raya
pesisir dan pinggiran sungai. Kondisi topografi Kabupaten Aceh Selatan sangat
bervariasi, terdiri dataran rendah, bergelombang, berbukit, hingga pegunungan
dengan tingkat kemiringan sangat curam/terjal.
Dari data yang diperoleh, kondisi topografi dengan tingkat kemiringan
sangat curam/terjal mencapai 63,45 %, sedangkan berupa dataran hanya sekitar
34,66 %, dengan kemiringan lahan dominan adalah pada kemiringan 3,40 %
dengan luas 254.138.39 ha dan terkecil 8-15 % seluas 175.04 hektar selebihnya
tersebar pada berbagai tingkat kemiringan. Dilihat dari ketinggian tempat (diatas
http://regionalinvestment.com/
-
4
permukaan laut) ketinggian 0-25 meter memiliki luas terbesar yakni 152.648
hektar (38,11%)dan terkecil adalah ketinggian 25,00 meter seluas 39.720 hektar
(9,92%). (http://acehselatankab.go.id/sejarahdanharijadi.html?m=1 diakses
tanggal 25 November 2013).
Nelayan juga merupakan salah satu kelompok masyarakat yang
mempunyai corak kehidupan yang berbeda dari kelompok masyarakat lain.
Demikian juga kehidupan masyarakat nelayan Aceh Selatan. Masalah yang
mendasar dalam kehidupan nelayan Aceh Selatan adalah kemiskinan. Kemiskinan
ini disebabkan oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Salah satu
faktor eksternal yang sangat penting adalah sistem pemasaran hasil perikanan
yang lebih menguntungkan pedagang perantara. Dengan adanya Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) diharapkan meningkatkan taraf kehidupan nelayan yaitu
perbaikan sistem pemasaran hasil perikanan yang menguntungkan nelayan.
Namun kebenaran argument ini perlu dibuktikan melalui kegiatan penelitian agar
diperoleh jawaban yang akurat (Mulyadi 2005,h. 48).
Pelabuhan pendaratan ikan pada hakikatnya merupakan pusat
pengembangan ekonomi perikanan yang berfungsi antara lain mengatur cara jual
beli yang menguntungkan bagi kedua belah pihak, yaitu bagi nelayan adalah
jaminan dapat menjual ikan dengan waktu yang tepat dan dengan harga yang
wajar serta menerima pembayaran secara tunai sehingga tingkat pendapatannya
dapat dijamin. Sedangkan bagi bakul atau pengusaha pengolahan ikan adalah
adanya jaminan memperoleh ikan dalam keadaan baik dengan timbangan yang
tepat.
http://acehselatankab.go.id/sejarahdanharijadi.html?m=1
-
5
Berikut ini adalah tabel jumlah nelayan di Sawang Ba’u Kecamatan
Sawang Kabupaten Aceh Selatan .
Tabel 1
Data Jumlah Nelayan yang Berdomisili di Sawang Ba’u Kecamatan Sawang
Kabupaten Aceh Selatan
No. Tahun Jumlah Nelayan Pertumbuhan
(%)
1. 2010 7.564 Jiwa -
2. 2011 7.429 Jiwa -1,78 %
3. 2012 7.391 Jiwa -0.51 %
Sumber : BPS Kab.Aceh Selatan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Selatan (diolah
November 2013)
Berdasarkan tabel diatas maka penulis dapat menjelaskan bahwa Jumlah
Nelayan dari tahun ke tahun terus berfluktuasi pada tahun 2010 berkisar hingga
7.564 jiwa tetapi tidak terjadi petumbuhan nelayan, dan ditahun selanjutnya 2011
jumlah nelayan turun menjadi 7.429 jiwa dan mengalami pertumbuhan sebesar -
1,78 persen, dan pada tahun 2012 jumlah nelayan semakin menurun berkisar
7.391 jiwa dan mengalami petumbuhan sebesar -0,51 persen. Bisa disimpulkan
bahwa mengapa jumlah nelayan di Kabupaten Aceh Selatan dari tahun ke tahun
terjadi penurunan karena kemungkinan besar disebabkan oleh adanya sumber
daya alam yaitu tambang emas yang mempengaruhi para nelayan Kabupaten Aceh
Selatan berkecimpung melakukan pekerjaan sebagai penggali tambang emas yang
dapat memperoleh keuntungan (Profit) yang sangat tinggi. Dan sumber daya alam
tambang emas tersebut menjadi salah satu sumber pendapatan yang sangat tinggi
bagi masyarakat yang ada di Kabupaten Aceh Selatan.
Upaya meningkatkan pendapatan nelayan dilakukan melalui perbaikan
teknologi alat tangkap, mulai dari teknologi produksi hingga pasca produksi dan
pemasaran. Suatu teknologi atau ide baru akan diterima oleh nelayan jika
-
6
memberi keuntungan ekonomi. Bila teknologi tersebut diterapkan sesuai dengan
lingkungan setempat,memiliki kemudahan, penghematan tenaga kerja dan waktu
tidak memerlukan biaya yang besar.
Dapat dipahami, jika ketergantungan nelayan terhadap teknologi
penangkapan itu yang sangat tinggi. Hal tersebut disebabkan selain kondisi
sumber daya perikanan yang bersifat mobile, yaitu berpindah dari satu tempat ke
tempat yang lain , juga untuk menangkapnya nelayan perlu sarana bantu yang
dapat bertahan lama hidup diatas air. Pada umumnya nelayan masih mengalami
keterbatasan teknologi penangkapan. Dengan alat tangkap yang sederhana
wilayah operasipun menjadi terbatas hanya disekitar pantai (Mulyadi 2005, h. 49).
Berikut ini adalah tabel data alat tangkap yang digunakan oleh nelayan
sawang ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan untuk produksi
perikanan dalam waktu 3 tahun :
Tabel 2
Data Jumlah Alat Tangkap Nelayan
di Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan
No
Tahun
Pukat Kantong
Jaring
Ingsang
Pukat
Pantai
Pukat
Cincin
Jaring Rawai
Tetap
Bagan
1. 2010 35 83 764 32 38
2. 2011 41 93 514 32 43
3. 2012 36 105 504 - 35
Sumber : BPS Kab. Aceh Selatan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Selatan (diolah
November 2013).
Berdasarkan tabel 2 diatas maka penulis dapat menjelaskan bahwa pada
tahun 2010 alat tangkap yang digunakan oleh nelayan yang ada di Sawang Ba’u
Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan adalah sebagai berikut pukat
-
7
kantong sebesar 118 unit yang terdiri 35 unit pukat pantai dan 83 unit adalah
pukat cincin. Untuk alat jaring ingsang sebanyak 764 unit, dan rawai tetap
sebanyak 32 unit serta bagan sebanyak 38 unit. Dapat disimpulkan pada tahun
2010-2012 para nelayan lebih banyak menggunakan alat tangkap berupa jarring
ingsang sebagai alat dalam menangkap hasil ikannya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut dengan judul: ” Analisis Pengaruh Produksi Perikanan
Terhadap Pendapatan Nelayan di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Sawang
Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah: Seberapa besar pengaruh Produksi Perikanan terhadap
pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh
Selatan?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun penelitian ini dibuat ialah untuk menganalisis pengaruh Produksi
Perikanan terhadap pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang
Kabupaten Aceh Selatan.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diharapkan dan diperoleh dari hasil penelitian
ini terjadi menjadi 2 (dua) yaitu:
-
8
1.4.1. Manfaat Teoritis
a. Bagi Penulis / Peneliti
Manfaat penelitian bagi penulis adalah penambah wawasan bagi penulis
dan pengetahuan tentang analisis produksi perikanan terhadap pendapatan nelayan
di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan dan sebagai
salah satu sarana untuk mengembangkan kemampuan berfikir secara ilmiah,
sistematis dan metodelogis penulis dalam menyusun berbagai kajian literatur
untuk menjadikan suatu wacana baru kedepan.
b. Bagi Lingkungan Akademik
Manfaat penelitian bagi lingkungan akademik adalah memberikan
wawasan dan pengetahuan untuk pihak akademik baik secara langsung maupun
tidak langsung bagi perpustakaan fakultas ekonomi, serta sebagai bahan acuan
untuk kedepannya dalam melakukan penelitian yang lebih mendalam bagi para
mahasiswa/i, khususnya kalangan fakultas ekonomi.
1.4.2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini khususnya bagi pemerintah pusat atau
bagi pihak lainnya yaitu sebagai informasi dan arahan yang baik, sehingga akan
mendapatkan gambaran yang secara global dari pemerintah pusat dan pihak
lainnya yang berkaitan. Dengan adanya penelitian ini, maka kita dapat mengetahui
seberapa besar analisis pengaruh produksi perikanan terhadap pendapatan nelayan
di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan.
-
9
1.5. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
Bagian pertama pendahuluan yang berisi tentang pokok-pokok
pembahasan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian yang terdiri manfaat teoritis dan manfaat praktis, dan
sistematika pembahasan.
Bagian kedua tinjauan pustaka berisikan tentang studi pustaka terhadap
penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya. Berisi deskripsi teori
mengenai teori-teori yang digunakan sebagai dasar penelitian sesuai dengan
masalah yang diteliti. Mengenai pengertian antara Variabel dalam judul serta
perumusan hipotesis.
Bagian ketiga metode penelitian, mengurai tentang ruang lingkup
penelitian, yang menjelaskan dimana dilakukkan penelitian, tehnik dalam
pengumpulan data, definisi operasional dan pengujian hipotesis.
Bagian Keempat merupakan hasil dan pembahasan yang berisi tentang
statistik deskriptif variabel penelitian, hasil pengujian hipotesis dan pembahasan
hasil penelitian.
Bagian kelima merupakan simpulan dan saran yang berisi tentang
simpulan penelitian dan saran penulis.
-
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pelabuhan perikanan (PP)
2.1.1. Pengertian Pelabuhan Perikanan
Pelabuhan perikanan merupakan wilayah dimana semua aktivitas bisnis
perikanan dilakukan yang menyediakan multi pelayanan terhadap aktivitas
perikanan, menyerap tenaga kerja yang sangat besar, sektor industri dan ekonomi.
Merujuk pada pasal 1 Ayat 1 Keputusan Menteri KP No.16/MEN/2006 tentang
pelabuhan perikanan, bahwa pelabuhan perikanan berfungsi untuk mendukung
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari
praproduksi, produksi, pengelolaan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan
dalam suatu sistem bisnis perikanan.
Pelabuhan perikanan di bagi Klas pelabuhan, yaitu Pelabuhan Perikanan
Samudera (PPS), Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan Perikanan
Pantai (PPP) dan Pangkalan pendaratan Ikan (PPI). Sementara itu, pelabuhan
perikanan Aceh yang telah ada saat ini dapat dikelompokkan dalam dua klas
pelabuhan perikanan, yaitu PPP dan PPI. Sebagian besar dari PPI ini secara
faktual merupakan tempat-tempat dilakukan aktivitas pendaratan ikan yang dalam
bahasa masyarakat disebut TPI (Tempat Pendaratan Ikan), dimana masih banyak
diantaranya yang belum memiliki fasilitas maksimal untuk operasionalisasi.
2.1.2. Kebijakan Pengembangan Perikanan Tangkap (PPT)
Dalam upaya pemanfaatan sumber daya ikan dan laut, Dinas Kelautan
Perikanan Aceh melakukan upaya-upaya sebagai berikut:
-
11
a. Mengelola sumber daya ikan secara berkesinambungan dan bertanggung
jawab.
b. Meningkatkan pendapatan nelayan.
c. Meningkatkan fasilitas pelabuhan perikanan, jumlah dan mutunya.
d. Memperkuat armada penangkapan ikan.
e. Mengembangkan bisnis perikanan yang efisien dan kompetitif.
2.1.3. Tugas dan Fungsi Bidang Pengembangan Perikanan Tangkap (PPT)
Pengembangan Perikanan Tangkap (PPT) bertugas melakukan kegiatan di
bidang prasarana tangkap, tata ruang kelautan dan perikanan, pengembangan
sarana, usaha dan pemberdayaan masyarakat perikanan, pengelolaan pesisir,
pulau-pulau kecil dan konservasi taman laut.
Pengembangan Perikanan Tangkap berfungsi sebagai :
1. Pelaksanaan inventaris prasarana tangkap, tata ruang kelautan dan perikanan.
2. Pelaksanaan pengembangan sarana, usaha dan pemberdayaan masyarakat
perikanan.
3. Pelaksanaan dan pengelolaan pesisir, pulau-pulau kecil, konservasi sumber
daya kelautan dan perikanan.
2.1.4. Pangkalan Pendaratan Ikan
Pangkalan pendaratan ikan adalah pelabuhan khusus yang merupakan pusat
pengembangan ekonomi perikanan, baik dilihat dari aspek produksinya maupun
aspek pemasarannya. Dengan demikian maka pangkalan pendaratan ikan
merupakan prasarana ekonomi yang berfungsi sebagai penunjang bagi
perkembangan usaha perikanan laut maupun pelayaran. Pangkalan pendaratan
-
12
ikan merupakan tempat para nelayan mendaratkan ikan hasil tangkapannya dan
menurut statusnya menjadi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Daerah.
Pada umumnya pangkalan pendaratan ikan berfungsi memberikan pelayanan
yang optimal terhadap segenap aktifitas ekonomi perikanan yang di dalam
implementasinya bersifat ganda yaitu:
Pelayanan terhadap kapal perikanan sebagai sarana produksi. Pelayanan ini
berfungsi:
a. Sebagai tempat pemusatan (home bas) armada perikanan.
b. Menjamin kelancaran bongkar muatkan hasil tangkapan.
c. Menyediakan suplai logistic kapal-kapal perikanan berupa es, air tawar dan
BBM.
Pelayanan terhadap nelayan sebagai unsur tenaga dalam faktor produksi,
pelayanan ini meliputi aspek pengolahan, aspek pemasaran, dan aspek pembinaan
masyarakat nelayan (http://dkp.kotabarukab.go.id/contents/profil/?idPage=13-
UPTD-Ppi diakses tanggal 30 Januari 2014).
2.2. Pendapatan Masyarakat
2.2.1. Pengertian Pendapatan Masyarakat
Pendapatan masyarakat adalah pendapatan yang diperoleh tanpa
menghiraukan tersedia atau tidaknya faktor produksi. Dengan adanya pendapatan
tersebut akan digunakan untuk membeli berbagai barang kebutuhannya (Sukirno
2006, h.48).
Pendapatan merupakan penerimaan bersih seseorang, baik berupa uang
kontan maupun tidak. Pendapatan atau disebut juga dengan income dari seseorang
warga masyarakat adalah hasil dari penjualan faktor-faktor produksi yang
http://dkp.kotabarukab.go.id/contents/profil/?idPage=13-UPTD-Ppihttp://dkp.kotabarukab.go.id/contents/profil/?idPage=13-UPTD-Ppi
-
13
dimilikinya pada sektor produksi. Sektor produksi ini membeli faktor-faktor
produksi tersebut untuk digunakan sebagai input proses produksi dengan harga
yang berlaku dipasar faktor produksi.
2.2.2. Jenis-Jenis Pendapatan
Menurut Sadono Sukirno pendapatan terdiri dari berbagai jenis yaitu
(Sukirno 2008, h. 33)
a. Pendapatan nasional Neto (NNI)
Pendapatan Nasional Neto (Net National Income) adalah pendapatan yang
dihitung menurut jumlah balas jasa yang diterima oleh masyarakat sebagai
pemilik faktor produksi. Besarnya NNI dapat diperoleh dari NNP dikurang pajak
tidak langsung. Yang dimaksud pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya
dapat dialihkan kepada pihak lain seperti pajak penjualan, pajak hadiah, dan lain-
lain.
b. Pendapatan Perseorangan (PI)
Pendapatan perseorangan (Personal Income) adalah jumlah pendapatan
yang diterima oleh rumah tangga dan usaha yang bukan perusahaan. Tidak seperti
pendapatan nasional, pendapatan perorangan tidak mengikut sertakan pendapatan
tertahan (etained earnings), yaitu pendapatan yang diperoleh perusahaan namun
tidak dibagikan kepada para pemiliknya. Pendapatan perorangan juga mengurangi
pajak pendapatan perusahaan dan kontribusi pada tunjangan sosial (Mankiew
2006, h.9).
c. Pendapatan yang siap dibelanjakan (DI)
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Dipossable Income) adalah
pendapatan yang siap untuk dimanfaatkan guna membeli barang dan jasa
-
14
konsumsi dan selebihnya menjadi tabungan yang disalurkan menjadi investasi.
Dipossable income ini diperoleh dari personal income (PI) dikurangi dengan
pajak langsung. Pajak langsung (direct tax) adalah pajak yang bebannya tidak
dapat dialihkan kepada pihak lain, artinya harus langsung ditanggung oleh wajib
pajak, contohnya pajak pendapatan.
d. Pendapatan Nasional Riel
Pendapatan Nasional Riel adalah pendapatan nasional yang dihitung atau
di tentukan berdasarkan harga-harga yang tidak berubah atau tetap dari tahun
ketahun.
e. Pendapatan Nasional Menurut Harga yang Berlaku
Pendapatan Nasional menurut harga yang berlaku adalah pendapatan
nasional yang dihitung atau ditentukan berdasarkan harga-harga yang berlaku
pada tahun dimana produksi nasional yang sedang dinilai diproduksikan.
f. Pendapatan Nasional Menurut Harga Tetap
Pendapatan Nasional menurut harga tetap adalah harga yang berlaku pada
suatu tahun tertentu dan seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang
dihasilkan pada tahun-tahun yang lain.
2.2.3. Pendapatan Nelayan
Pendapatan nelayan adalah ditentukan secara bagi hasil dan jarang
diterima sistem upah/gaji tetap yang diterima oleh nelayan. Sistem upah atau gaji
bulanan ternyata hanya di peroleh pada alat penangkapan dengan jermal, hal mana
mungkin disebabkan karena alat adalah bersifat fasif. Dalam sistem bagi hasil,
bagian yang dibagi ialah pendapatan setelah dikurangi ongkos-ongkos eksploitasi
yang dikeluarkan pada waktu beroperasi ditambah dengan ongkos penjualan hasil.
-
15
Jadi, disini termasuk ongkos bahan bakar, oli, es dan garam, biaya makanan para
awak kapal, dan pembayaran retribusi. Biaya lain yang masih termasuk ongkos
eksploitasi seperti biaya reparasi dengan demikian adalah seluruhnya tanggungan
dari pemilik alat dan boat.
Berdasarkan dalam hal bagi hasil yang dibagi adalah hasil penjualan ikan
hasil tangkapan. Caranya ialah ikan hasil tangkapan 1 unit penangkapan dijual
oleh pemilik kemudian barulah dilakukan perhitungan bagi hasil. Waktu-waktu
perhitungan bagi hasil juga dilakukan sekali sebulan sehingga para nelayan
penggarap menerima bagiannya sebulan sekali (Mulyadi 2005, h. 90).
2.3. Nelayan
Masyarakat nelayan merupakan kelompok masyarakat yang pekerjaannya
melaut untuk menangkap ikan. Sebagian hasil tangkapan ikan tersebut
dikonsumsikan untuk keperluan rumah tangga atau dijual seluruhnya. Kegiatan
melaut dilakukan setiap hari kecuali pada musim barat, masa terang bulan, atau
malam jumat mereka libur kerja. Kapan waktu keberangkatan dan kepulangan
melaut umumnya ditentukan oleh jenis dan kualitas alat tangkap (Kusnadi 2006,
h. 27).
Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan kegiatan menangkap
ikan, baik secara langsung (seperti penebar dan pemakai jarring) maupun secara
tidak langsung (seperti juru mudi perahu layar, nakhoda kapal ikan bermotor, ahli
mesin kapal, juru masak kapal penangkap ikan), sebagai mata pencaharian
(Mulyadi 2005,h.171).
Merujuk kepada definisi tersebut, rumah tangga yang kegiatan utamanya
bukan menangkap ikan, tetapi menggunakan ikan sebagai bahan proses produksi
-
16
bukan dikategorikan sebagai rumah tangga nelayan. Dengan demikian, para
pedagang ikan sekalipun hidup di tepi pantai juga tidak tergolong kepada kategori
nelayan. Nelayan berbeda dengan pantai tambak. Perbedaan yang mendasar
adalah nelayan memanfaatkan wilayah pesisir sebagai tempat bekerja, sedangkan
petani tambak mengelola daerah rawa, sungai, sawah, dan sejenisnya untuk
mengelola ikan dan produk perikanan lainnya (Elfrindi,2002 dalam Mulyadi 2005,
h.172).
Petani tambak tidak tergantung dengan musim ikan karena petani tambak
yang komersial biasanya mengelola perikanan dengan siklus tertentu, sedangkan
nelayan sangat tergantung dengan cuaca dan musim. Sungguhpun keduanya
menghasilkan ikan, namun ikan dari petani tambak biasanya dibudidayakan
sehingga sangat tergantung pada bibit, makanan, perawatan, dan lainnya.
Sementara itu, nelayan tidak ikut dalam proses budi daya, kecuali secara natural
mereka berupa menangkap ikan yang sudah terbudi daya dengan sendirinya
mengikuti ekosistem kelautan. Gabungan antara nelayan pantai dengan petani
tambak lazim dikenal dengan rumah tangga perikanan (Mulyadi 2005, h.172).
Nelayan bukanlah entitas tunggal mareka terdiri dari beberapa kelompok.
Dilihat dari segi kepemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan menjadi 3
(tiga) kelompok yaitu (Mulyadi 2005, h, 7) :
a. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang
lain.
b. Nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang di
operasikan oleh orang lain.
-
17
c. Nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri,
dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain.
Dilihat dari pemilikan alat-alat produksi, masyarakat nelayan dibagi
kedalam dua kateogri sosial, yaitu nelayan pemilik dan nelayan buruh. Kedua
pihak terikat oleh hubungan kerja sama dalam organisasi penangkapan. Jumlah
nelayan buruh dalam setiap organisasi penagkapan bergantung pada jenis dan
ukuran perahu yang mengoperasikan alat tangkap yang dioperasikian.
Dilihat dari skala usahanya, masyarakat nelayan terbagi menjadi dua
kategori, yaitu nelayan besar dan nelayan kecil atau nelayan tradisonal. Nelayan
yang mengoperasikan alat tangkap payam atau porsen termasuk kategori nelayan
besar, sedangkan nelayan yang mengoperasikan alat tangkap pancing atau jaring
tradisional tergolong nelayan kecil. Nelayan besar memiliki orientasi ekonomis
yang tinggi, sedangkan nelayan kecil lebih banyak bersifat subsistensi.
2.3.2. Nelayan Tradisional Dan Modern
Dalam perkembangannya nelayan telah terikat degan dualisme sesuai
dengan perkembangan iptek selama ini. Gustaf Rasni mendefinisikan sektor
tradisional adalah sektor yang belum tersentuh iptek. Dalam konteks nelayan,
nelayan tradisional di artikan sebagai orang yang bergerak disektor kelautan
dengan menggunakan perahu layar tanpa motor, sedangkan mereka yang
menggunakan mesin atau perahu motor merupakan nelayan modern.
Menurut Asri (2000) mencoba membuat dua kemungkinan jawaban, yakni
nelayan muncul akibat kegiatan warisan yang turun temurun. Alternatif lain
adalah nelayan tumbuh didasarkan pertimbangan ekonomi semata. Artinya,
rumah tangga nelayan bertambah karena adanya tuntunan secara ekonomis dan
-
18
permintaan akan hasil ikan yang meningkat dari tahun ketahun. Asri juga
mengemukakan bahwa pada kalangan nelayan tradisional yang bercirikan
berusaha dengan perahu tanpa motor, sekitar 70% dari total jumlah nelayan
merupakan nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan yang sudah turun
temurun. Artinya nelayan tradisonal muncul sebagai kelanjutan dari usaha orang
tua yang juga memiliki kegiatan utama sebagai nelayan.
Sementara itu, rumah tangga nelayan modern berkembang sedemikian rupa
sebagai reaksi dari permintaan pasar terhadap kebutuhan protein yang berasal dari
sumber daya laut. Dengan kata lain, pertimbangan atau komersialisasi jauh lebih
berperan dibandingkan dengan pertimbangan karena status bagai turun menurun
(Mulyadi 2005.h. 173).
2.4. Produksi
Menurut Rosyidi (2003,h.56) produksi adalah suatu proses yang
menciptakan atau memperbesar nilai suatu barang atau usaha yang menciptakan
dan memperbesar daya guna barang. Fakto-faktor produksi adalah :
a. Tanah (lokasi)
b. Tenaga kerja
c. Modal
d. Kecakapan
Primyastanto dan Isthikharoh (2006, h.17) produksi adalah kegiatan untuk
mengolah bahan baku atau bahan mentah menjadi bahan jadi atau setengah jadi
yang dapat dimanfaatkan atau digunakan oleh konsumen dan mempunyai nilai
lebih.
-
19
Soeharno (2006, h. 4) produksi merupakan kegiatan untuk meningkatkan
manfaat suatu barang. Untuk meningkatkan manfaat tersebut, diperlukan bahan-
bahan yang disebut faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal.
Produksi adalah merupakan segala kegiatan dalam menciptakan dan
menambah kegunaan suatu barang dan jasa selain itu produksi juga dapat
diartikan sebagai kegiatan yang menghasilkan barang maupun jasa atau kegiatan
menambah nilai kegunaan atau manfaat suatu barang (Assauri 2006, h. 107).
2.4.1. Biaya Produksi
Biaya produksi adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk
dapat memnghasilkan output (Rosyidi 2003,h.333).
Biaya produksi dalam usaha nelayan terdiri dari dua kategori, yaitu biaya
yang berupa pengeluaran nyata (actual cost) dan biaya yang merupakan bukan
pengeluaran nyata (inputed cost.) dalam hal ini, pengeluaran-pengeluaran nyata
ada yang kontan dan ada yang tidak kontan. Pengeluaran kontan misalnya, bahan
bakar dan oli, bahan pengawet (es dan garam), pengeluaran untuk makanan dan
konsumsi awak, pengeluaran untuk reparasi, pengeluaran untuk retribusi dan
pajak.
Pengeluaran yang tidak kontan misalnya upah/gaji awak nelayan yang
pekerjaannya umum bersifat bagi hasil dan dibayar sesudah hasil dijual.
Pengeluaran yang tidak nyata ialah penyusutan dari boat/sampan, mesin-mesin
dan alat penangkap karena pengeluaran ini tidak bersifat pasti hanya merupakan
tafsiran (Mulyadi 2005,h.88).
-
20
2.4.2. Fungsi Produksi
Menurut Primyastanto dan Istikharoh (2006, h.17) fungsi produksi adalah
hubungan fisik antara variabel yang jelas (Y) dan yang menjelaskan (X). Variabel
yang dijelaskan biasanya berupa keluaran (produksi) atau outputnya dan variabel
yang menjelaskan yaitu merupakan masukan (faktor produksi atau inputnya).
Fungsi produksi dianggab penting dikarenakan oleh beberapa hal antara lain:
a. Dengan fungsi produksi maka dapat mengetahui hubungan antara input dan
output secara langsung. Dimana hubungan tersebut lebih mudah dimengerti.
b. Dengan fungsi produksi maka dapat diketahui hubungan antar variabel yang
dijelaskan.
2.4.3.Produksi Perikanan
Menurut Mulyadi (2005, h.25) perikanan harus dihasilkan dari suatu
proses produksi yang berwawasan lingkungan. Proses produksi yang berwawasan
lingkungan yaitu dengan persyaratan :
1. Proses produksi (penangkapan atau budidaya) ikan tidak membahayakan
kelestarian ikan itu sendiri.
2. Proses produksi tidak mengakibatkan terancamnya kehidupan flora dan fauna
laut yang dilindungi seperti penyu, terumbu karang, dll.
3. Proses produksi tidak termaksud tatanan, fungsi dan proses ekologis.
4. Proses produksi tidak membahayakan pelaku produksi dan kesehatan serta jiwa
konsumen.
-
21
2.5. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan dari penelitian ini, yaitu mengenai pengaruh produksi
perikanan terhadap pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang
Kabupaten Aceh Selatan. Diduga produksi perikanan berpengaruh positif terhadap
peningkatan pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang
Kabupaten Aceh Selatan.
-
III. METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel
Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah nelayan Kabupaten
Aceh Selatan yang berjumlah 7132 orang. Namun yang menjadi sampel dalam
penelitian ini adalah nelayan di Kecamatan Sawang yang berjumlah 102 orang yang
terdiri dari 34nelayan boat TS 300, 34 nelayan boat Pukat dan 34 nelayan boat
Karang pada tahun 2014 dengan mewawancarai langsung para nelayan yang ada di
Pangkalan Pendaratan Ikan Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan.
3.2. Data Penelitian
3.2.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data
primer. Data sekunder yaitu data yang diperoleh berupa yang sudah diolah maupun
yang belum diolah. Dalam penelitian ini data-data sekunder yang digunakan yaitu
antara lain literature yang relavan atau sesuai dengan judul penelitian ini seperti,
buku-buku, makalah, waktu dan periode petunjuk teknis dan lain-lain yang memiliki
relavansi dengan masalah yang diteliti. Sedangkan data primer yaitu data yang
diperoleh dari sejumlah keterangan atau fakta-fakta yang diperoleh secara langsung
dari penelitian tersebut.
Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini diperoleh dari Dinas Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Aceh Selatan, PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang,
Badan Pusat Statistik serta dari wawancara dengan nelayan. Penulis juga
-
23
menggunakan buku-buku ekonomi dan buku perikanan yang diperoleh dari
perpustakaan Fakultas Ekonomi Universitas Teuku Umar dan Perpustakaan daerah di
Meulaboh.
3.2.2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik kuantitatif antara lain:
a) Studi Pustaka (Library Research)
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang diperlukan yaitu
dengan cara membaca buku-buku dan literatur lainnyan yang diperlukan.
b) Penelitian Lapangan (field research)
Pada metode ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data secara langsung
yaitu penulis mendatangi instansi-instansi yang relavan, misalnyaDinas Kelautan dan
Perikanan (DKP) Kabupaten Aceh Selatan dan Badan Pusat Statistik (BPS)
Kabupaten Aceh Selatan.
3.3. Model Analisis Data
Untuk menganalisis hubungan antara variabel dalam penelitian ini
menggunakan teknik analisis regresi linier sederhana, analisis korelasi, dan uji t.
a. Analisis Regresi Linier Sederhana
Analisis ini untuk melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh variabel bebas (X)
terhadap variabel terikat (Y), dengan rumusan masalah sebagai berikut (Supranto
2001, h. 179):
Y= bX
-
24
Dimana :
Y = Variabel terikat (Pendapatan Nelayan)
b = Koefisien Regresi
x = Variabel Bebas (Produksi Perikanan)
b. Koefisien Determinasi ( r )
Model ini untuk mengukur tingkat hubungan antara variabel bebas (X) dengan
variabel terikat (Y).
c. Koefisien Determinasi (r²)
Model koefisien determinasi ini sering juga disebut dengan koefisien penentu
digunakan untuk melihat besarnya pengaruh nilai variabel X dengan variabel Y.
d. Uji t
Uji t merupakan uji yang digunakan melihat signifikan dari pengaruh yang
ditimbulkan oleh variabel bebas ( Produksi Perikanan) terhadap variabel terikat
(Pendapatan).
3.4. Definisi Operasional Variabel
Agar tidak menimbulkan pengertian ganda tentang variabel-variabel utama
pada penelitian ini, maka akan dijelaskan masing-masing variabel sebagai berikut :
a. Pendapatan (Y) adalah pendapatan yang diperoleh nelayan dari seluruh hasil
penjualan ikan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan.
b. Produksi perikanan (X) adalah banyaknya jumlah ikan yang ditangkap dan dijual
oleh nelayan di PPI Sawang Ba’u Kabupaten Aceh Selatan.
-
25
3.5. Pengujian Hipotesis
Berdasarkan pengujian hipotesis dalam penelitian ini maka diperoleh apabila:
a. H0 ; β = 0, artinya tidak terdapat pengaruh secara signifikan antara variabel X
(Produksi Perikanan) terhadap variabel Y (Pendapatan Nelayan) di PPI Sawang
Ba’u Kecamatan SawangKabupaten Aceh Selatan.
b. H1 ; β ≠ 0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan terhadap variabel X
(Produksi Perikanan) terhadap variabel Y (Pendapatan Nelayan) di PPI Sawang
Ba’u Kecamatan sawang Kabupaten Aceh Selatan.
Kriteria pengujian hipotesis yang dugunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Apabila th ˃ tt, maka H0 ditolak dan H1 diterima, artinya terdapat pengaruh yang
signifikan antara Produksi Perikanan terhadap Pendapatan Nelayan PPI Sawang
Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan.
b. Apabila th˂ tt, maka H0 diterima dan H1 ditolak, artinya tidak terdapat pengaruh
yang signifikan antara Produk Perikanan terhadap Pendapatan Nelayan di PPI
Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan.
-
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Bagian ini penulis akan menjelaskan tentang analisis pengaruh produksi
perikanan terhadap pendapatan nelayan di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Sawang
Ba’u Kecamatan sawang Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 2014 dengan
mendatangi nelayan secara langsung dalam bentuk kuisioner.
4.1.1. Perkembangan Produksi Perikanan
Potensi sumber daya kelautan dan perikanan terdiri dari :
a. Perikanan tangkap yaitu penangkapan ikan dilaut dan perairan umum seperti
sungai, danau, waduk, rawa-rawa dan genangan air lainnya.
b. Perikanan budidaya seperti : budidaya ikan air payau di tambak, budidaya ikan air
tawar di kolam, budidaya ikan di sawah (mina padi) dan budidaya ikan dengan
sistem keramba jaring apung baik di laut maupun di perairan tawar.
c. Budidaya perairan laut lainnya seperti rumput laut.
Potensi perairan tawar baik kolam, sawah dan perairan umum juga hampir
tersebar di seluruh Aceh terutama di pedalaman untuk jenis komoditi ikan mas,
gurami, nila, tawes lele, betutu, dan lain-lain.
Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Selatan Produksi
ikan tangkap di Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan sejak 4 tahun
terakhirmenunjukkan peningkatan dan menjadi kecamatan produksi ikan terbanyak di
-
27
bandingkan Kecamatan lain yang ada di Aceh Selatansebagaimana dapat dilihat pada
tabel dibawah ini
Tabel 1
Produksi Perikanan
di Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan
No. Tahun Jumlah Produksi (ton)
1 2010 2.867,08
2 2011 3.042,36
3 2012 3.042,36
4 2013 3.403,40 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Selatan
Berdasarkan pada tabel 1 diatas penulis dapat menjelaskan bahwa produksi
perikanan di Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan pada tahun 2010
berjumlah2.867,08 ton pertahun meningkat di tahun 2011 dan 2012 menjadi 3.042,36
ton pertahun, dan masih menunjukan peningkatan hingga tahun 2013 mencapai
3.403,40ton. Berdasarkan uraian dan tabel diatas terlihat bahwa Kecamatan Sawang
Kabupaten Aceh Selatan berpotensi dalam produksi perikanan di bandingkan
kecamatan lain.
4.1.2. Perkembangan Jumlah Nelayan di Kecamatan Sawang
Jumlah nelayan di Kecamatan Sawang terdiri atas dua jenis yaitu nelayan
tetap dan nelayan sambilan, artinya Nelayan di Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh
Selatan ada yang sepenuhnya mengandalkan dari hasil menangkap ikan atau yang
biasa disebut nelayan tetap dan ada juga yang disebut nelayan sambilan artinya
sebagian dari pendapatan nelayan sambilan ini tidak berasal dari hasil menangkap
ikan melainkan dari pekerjaan utamanya, jumlah nelayan di Kecamatan Aceh Selatan
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
-
28
Tabel 2
Jumlah Nelayan di Kecamatan Sawang
Kabupaten Aceh Selatan
No
Tahun
Nelayan Tetap
(orang)
Nelayan Sambilan
(orang)
Jumlah
(orang)
1. 2009 634 435 1069
2. 2010 697 451 1148
3. 2011 732 481 1213
4. 2012 963 403 1366
5. 2013 1482 60 1542
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Selatan
Berdasarkan tabel 2 diatas penulis dapat menjelaskan bahwa jumlah nelayan
di Kecamatan Sawang pada tahun 2009 hingga 2013 mengalami peningkatan dari
1069-1542 orang.
4.1.3. Gambaran Umum Hasil Penelitian
Aceh Selatan Adalah salah Kabupaten yang terdapat dalam Propinsi Aceh.
Pembentukan Kabupaten Aceh Selatan ditandai dengan disahkannya Undang-Undang
Darurat Nomor 7 Tahun 1956 pada 4 November 1956. Pemekaran yang terjadi pada
10 April 2002 sesuai dengan UU RI No.4 tahun 2002. Membuat kabupaten Aceh
Selatan yang terletak dipesisir pulau Sumatera yang bernaung dibawah provinsi Aceh
terbagi menjadi 3 kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Aceh
Singkil dan Kabupaten Aceh Selatan.
Kabupaten Aceh Selatan memiliki luas wilayah 4.005,10 km2dengan jumlah
penduduk sebanyak 193.545 jiwa, terdiri dari 16 Kecamatan, 43 Mukim, dan 247
Desa/ Kelurahan, sebahagian besar penduduknya bermata pencaharian di sektor
-
29
pertanian (80 %) disamping usaha-usaha lainnya (20 %). Kabupaten Aceh Selatan
dengan beribukota Tapak Tuan, secara geografis terletak pada posisi 02o22 ‘ 36 ” -
04o - 06 ‘ Lintang Utara ( LU ) dan 90
o35 ‘ 40
o - 96
o 35 ‘ 340 ” Bujur Timur ( BT )
dengan batasan wilayah sebagai berikut :
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Barat daya
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Singkil
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara
Kecamatan merupakan daerah sentra penunjang sebuah kabupaten.
Kecamatan dalam Kabupaten Aceh Selatan terbentang mulai dari Kecamatan
Labuhan Haji yang berbatasan dengan kabupaten Aceh Barat Daya hingga kecamatan
Trumon Timur yang berbatasan dengan Kotamadya Subulussalam.
Tabel 3
Jumlah produksi perikanan dan pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan
Sawang Kabupaten Aceh Selatan
Sumber : Data Primer April 2014
Berdasarkan tabel 3 di atas maka penulis dapat menjelaskan bahwa jumlah
produksi perikanan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan
pada jenis bot TS 300 dengan jumlah responden 34 jiwa memiliki tingkat produksi
sebesar 23.200 kg, hasil pendapatan perminggunya sebesar Rp. 47.715.000,- dengan
harga Rp. 612.000,-. Selanjutnya pada jenis bot pukat dengan jumlah responden 34
No Jenis Bot Jumlah
Responden
Produksi
(Kg)
Pendapatan Perminggu
(Rp)
Harga
(Rp)
1 TS 300 34 23.200 47.715.000 612.000
2 Pukat 34 192.300 80.619.667 612.000
3 Karang 34 18.800 86.267.918 1.190.000
-
30
jiwa memiliki tingkat produksi sebesar 192.300 kg, hasil pendapatan perminggunya
sebesar Rp. 80.619.667,- dengan harga Rp. 612.000,-. Kemudian pada jenis bot
karang dengan jumlah responden 34 jiwa memiliki tingkat produksi sebesar 18.800
kg, hasil pendapatan perminggunya sebesar Rp. 86.267.918,- dengan harga Rp.
1.190.000,-.
4.2. Hasil Pengujian Hipotesis
Bagian ini penulis akan membahas tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh
produksi perikanan tangkap terhadap pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u
Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan yang akan dianalisis dengan
menggunakan model analisis regresi linear sederhana yang diolah dengan program
SPSS 20. Dari hasil penelitian diperoleh hasil akhir sebagai berikut :
Tabel 4
Analisis Statistis
No Jenis Bot Variabel Mean Root Mean Square N
1 TS 300 Pendapatan.Nelayan 1403382,353 1607453,457 34
Produksi.Perikanan 682,3529 760.80453 34
2 Pukat Pendapatan.Nelayan 2348666,676 2470179,629 34
Produksi.Perikanan 5538,3529 5803,92873 34
3 Karang Pendapatan.Nelayan 2449056,412 2739614,108 34
Produksi.Perikanan 552,9412 613,69182 34
Sumber : Hasil Regresi April 2014
Berdasarkan tabel 4 rata-rata pendapatan nelayan jenis bot TS 300
Rp 1.403.382,35 dengan root mean square Rp 160.7453,46sedangkan rata-rata
produksi perikanan 682,35Kg dengan root mean square 760,80Kg. Rata-rata
pendapatan nelayan jenis bot pukat adalah Rp 2.348.666,68 dengan root mean square
Rp 247.017,96 sedangkan rata-rata produksi perikanan 5.538,35 Kg dengan root
mean square5803,93 Kg. Rata-rata pendapatan nelayan jenis bot karang adalah
-
31
Rp 2.449.056,41 dengan root mean square Rp 2.739.614,10 sedangkan produksi
perikanan 552,94Kg dengan standar deviasi 613,69 Kg, dengan N menyatakan
jumlah observasi yang berjumlah 34 sampel dari setiap jenis bot.
4.2.1.Uji Regresi Linear Sederhana
4.2.1.1.Uji Regresi Linear Sederhana Jenis Bot TS 300
Tabel 5
Uji Regresi Linear Sederhana
Sumber : Hasil Regresi April 2014
Berdasarkan hasil penelitian ini maka diperoleh persamaan regresi linear
sederhana akhir estimasi sebagai berikut :
Y = bX
Y = 2107,393X
Persamaan regresi linear sederhana diatas di jelaskan bahwa nilai koefisien
variabel produksi perikanan bernilai positif adalah 2107,393. Hal ini menyatakan
bahwa setiap penambahan 1 Kg produksi ikan jenis bot TS 300 akan mengakibatkan
pendapatannelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan
meningkat sebesar Rp 2107,393.
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std.
Error
Beta
1 Produksi.Perikanan.TS 2107.393 26.377 .997 79.895 ,000
-
32
4.2.1.2.Uji Regresi Linear Sederhana Jenis Bot Pukat
Tabel 6
Uji Regresi Linear Sederhana
Sumber : Hasil Regresi April 2014
Berdasarkan hasil penelitian ini maka diperoleh persamaan regresi linear
sederhana akhir estimasi sebagai berikut :
Y = bX
Y = 421.138X
Persamaan regresi linear sederhana diatas di jelaskan bahwa dari persamaan
tersebut dapat dilihat bahwa nilai koefisien variabel produksi perikanan bernilai
positif adalah 421.138. Hal ini menyatakan bahwa setiap penambahan 1 Kg produksi
ikan jenis bot pukat akan mengakibatkan pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u
Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh Selatan meningkat sebesar Rp 421.138.
4.2.1.3.Uji Regresi Linear Sederhana Jenis Bot Karang
Tabel 7
Uji Regresi Linear Sederhana
Sumber : Hasil Regresi April 2014
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std.
Error
Beta
1 Produksi.Perikanan 421.138 10.706 .990 39.336 ,000
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std.
Error
Beta
1 Produksi 4429.139 97.139 .992 45.596 ,000
-
33
Berdasarkan hasil penelitian ini maka diperoleh persamaan regresi linear
sederhana akhir estimasi sebagai berikut :
Y = bX
Y = 4429.139X
Persamaan regresi linear sederhana diatas di jelaskan bahwa nilai koefisien
variabel produksi perikanan bernilai positif adalah4429.139. Hal ini menyatakan
bahwa setiap penambahan 1 Kg produksi ikan jenis bot karang akan mengakibatkan
pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh
Selatan meningkat sebesarRp 4429.139.
4.2.2. Analisis Koefisien Korelasi dan Determinasi
Kriteria interprestasi untuk menetukan keeratan hubungan atau korelasi antar
variabel tersebut, berikut ini diberikan nilai-nilai koefisien korelasi sebagai patokan
(Hasan 2002, h. 234):
1. 0,9 sampai mendekati 1 menunjukan adanya derajat hubungan yang sangat kuat
dan positif
2. 0,7 sampai dengan 0,8 menunjukan derajat hubungan yang kuat dan positif
3. 0,5 sampai dengan 0,6 menunjukan derajat hubungan korelasi sedang.
4. 0,3 sampai dengan 0,4 menunjukan adanya derajat korelasi yang rendah.
5. 0,1 sampai dengan 0,2 yang atrinya hubungan derajat korelasi yang sangat rendah
6. 0,0 tidak ada korelasi
-
34
Analisis koefisen korelasi dan determinasi digunakan untuk melihat keeratan
hubungan keterkaitan antara variabel bebas (X) dengan variabel tak bebas (Y).
berikut penjelasannya.
a. Analisis Koefisien Korelasi dan Determinasi jenis bot TS 300
Tabel 8
Koefisien korelasi dan determinasi
Pendapatan.Nelayan.TS Produksi.Perikanan.TS
Std.Cross-
product
Pendapatan.Nelayan.TS 1,000 ,997
Produksi.Perikanan.TS ,997 1,000
Model
a. Koefisien Korelasi ,997
b. Koefisien Determinasi ,995
c. Koefisien Determinasi
Adjusted ,995
Sumber : Hasil Regresi April 2014
Berdasarkan tabel 8 diatas peneliti menjelaskan bahwa koefisien korelasi variabel
bebas (produksi perikanan) diperoleh R = 0,997 secara positif menjelaskan terdapat
hubungan yang kuat antara produksi perikanan tangkap (X) jenis bot TS 300 terhadap
pendapatan nelayan (Y) dengan keeratan 99,7 persen, dari hasil R tersebut apabila
produksi perikanan tangkap mengalami peningkatan maka pendapatan nelayan juga
akan meningkat, keeratan pengingkatan tersebut sangat kuat, sehingga pengaruh yang
ditimbulkan juga sangat kuat.
Pada penelitian ini menggunakan satu variabel bebas sehingga yang digunakan
untuk menjelaskan adalah koefisien determinasi. Hal ini berarti 0,995(99,5 persen)
pendapatan nelayan dipengaruhi oleh variabel produksi perikanan tangkap, sedangkan
sisanya sebesar 0,5 persen dipengaruhi oleh variabel lain
-
35
b. Analisis Koefisien Korelasi dan Determinasi jenis bot Pukat
Tabel 9
Koefisien korelasi dan determinasi
Pendapatan.Nelayan.P Produksi.Perikanan.P
Std.Cross-
product
Pendapatan.Nelayan.P 1,000 ,990
Produksi.Perikanan.P ,990 1,000
Model
a. Koefisien Korelasi ,990
b. Koefisien Determinasi ,979
c. Koefisien Determinasi
Adjusted ,978
Sumber : Hasil Regresi April 2014
Berdasarkan tabel 9 diatas peneliti menjelaskan bahwa koefisien korelasi
variabel bebas (produksi perikanan) diperoleh R = 0,990 secara positif menjelaskan
terdapat hubungan yang kuat antara produksi perikanan tangkap (X) jenis bot pukat
terhadap pendapatan nelayan (Y) dengan keeratan 99 persen, dari hasil R tersebut
apabila produksi perikanan tangkap mengalami peningkatan maka pendapatan
nelayan juga akan meningkat, keeratan pengingkatan tersebut sangat kuat, sehingga
pengaruh yang ditimbulkan juga sangat kuat.
Pada penelitian ini menggunakan satu variabel bebas sehingga yang digunakan
untuk menjelaskan adalah koefisien determinasi. Hal ini berarti 0,979 (97,9 persen)
pendapatan nelayan dipengaruhi oleh variabel produksi perikanan tangkap, sedangkan
sisanya sebesar 2,1 persen dipengaruhi oleh variabel lain.
-
36
c. Analisis Koefisien Korelasi dan Determinasi jenis bot Karang
Tabel 10
Koefisien korelasi dan determinasi
Pendapatan.Nelayan.K Produksi.Perikanan.K
Std. Cross-
product
Pendapatan.Nelayan.K 1,000 ,992
Produksi.Perikanan.K ,992 1,000
Model
a. Koefisien Korelasi ,992
b. Koefisien Determinasi ,984
c. Koefisien Determinasi
Adjusted ,984
Sumber : Hasil Regresi April 2014
Berdasarkan tabel 10 diatas peneliti menjelaskan bahwa koefisien korelasi
variabel bebas (produksi perikanan) diperoleh R = 0,992secara positif menjelaskan
terdapat hubungan yang kuat antara produksi perikanan tangkap (X) jenis bot karang
terhadap pendapatan nelayan (Y) dengan keeratan 99,2 persen, dari hasil R tersebut
apabila produksi perikanan tangkap mengalami peningkatan maka pendapatan
nelayan juga akan meningkat, keeratan pengingkatan tersebut sangat kuat, sehingga
pengaruh yang ditimbulkan juga sangat kuat.
Pada penelitian ini menggunakan satu variabel bebas sehingga yang digunakan
untuk menjelaskan adalah koefisien determinasi. Hal ini berarti 0,984 ( 98,4persen)
pendapatan nelayan dipengaruhi oleh variabel produksi perikanan tangkap, sedangkan
sisanya sebesar 1,6 persen dipengaruhi oleh variabel lain.
-
37
4.3. Uji t (Uji parsial/individual)
Uji t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh antar variabel
bebas produksi perikanan (X) terhadap pendapatan nelayan (Y) secara individual
dengan tingkat kepercayaan (level of confidence 95 %) yaitu :
a. Produksi perikanan tangkap (X) jenis bot TS 300
Variabel produksi perikanan tangkap tangkap (X) jenis bot TS 300 nilai thitung>
ttabel(79,895 > 2,042) maka Ho ditolak H1 diterima, sehingga secara individual
variabel produksi perikanan tangkap jenis bot TS 300 berpengaruh secara nyata
terhadap pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten
Aceh Selatan.
b. Produksi perikanan tangkap (X) jenis bot pukat
Variabel produksi perikanan tangkap tangkap (X) jenis bot pukat nilai thitung> ttabel
(39,336 > 2,042) maka Ho ditolak H1 diterima, sehingga secara individual variabel
produksi perikanan tangkap jenis pukat berpengaruh secara nyata terhadap
pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh
Selatan.
c. Produksi perikanan tangkap (X) jenis bot Karang
Variabel produksi perikanan tangkap tangkap (X) jenis bot Karang nilai thitung>
ttabel (45,596 >2,042) maka Ho ditolak H1 diterima, sehingga secara individual
variabel produksi perikanan tangkap jenis bot karang berpengaruh secara nyata
terhadap pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten
Aceh Selatan.
-
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan dari hasil pengujian dan analisis yang dilakukan dalam
penelitian ini, yaitu di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Sawang Ba’u Kecamatan
Sawang Kabupaten Aceh Selatan dapat disimpulkan produksi perikanan
berpengaruh terhadap pendapatan nelayan di PPI Sawang Ba’u Kecamatan Sawang
Kabupaten Aceh Selatan. Hal ini berdasarkan pada tingkat kepercayaan (confidence
interval 95%) yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Bot TS 300
Rata-rata pendapatan nelayan jenis bot TS 300 Rp 1.403.382,35 dengan
standar deviasi Rp 795.640,32, sedangkan rata-rata produksi perikanan 682,36 Kg
dengan standar deviasi 341,54 Kg, dengan jumlah observasi 34 sampel.
Uji regresi linear sederhana dengan persamaaan Y = 2107,393Xnilai
koefisien regresi variabel produksi perikanan (X) nilai koefisien regresi bernilai
positif adalah 2107,393. Hal ini menyatakan bahwa setiap penambahan 1 Kg
produksi ikan jenis bot TS 300 akan mengakibatkan pendapatan nelayan di
Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh
Selatanmeningkat sebesar Rp 2107,393.
Koefisien korelasi variabel bebas (produksi perikanan) diperoleh R =
0,997secara positif menjelaskan terdapat hubungan yang kuat antara produksi
perikanan (X) jenis bot TS 300 terhadap pendapatan nelayan (Y) dengan keeratan
99,7 persen.untuk koefisien determinasi diperoleh hasil 99,5 persen pendapatan
-
39
nelayan dipengaruhi oleh variabel produksi perikanan tangkap, sedangkan sisanya
sebesar 0,5 persen dipengaruhi oleh variabel lain.
Berdasarkan pengujian secara individual variabel produksi perikanan tangkap
dengan jenis bot TS 300 berpengaruh secara nyata terhadap pendapatan nelayan di
Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Sawang Ba’uKecamatan Sawang Kabupaten Aceh
Selatan.
b. Bot Pukat
Pendapatan nelayan jenis bot pukat adalah Rp 2.371.166,68 dengan
standar deviasi Rp 718.022,93, sedangkan rata-rata produksi perikanan
5.655,88Kg dengan standar deviasi 1.494,27Kg., dengan jumlah observasi 34
sampel.
Uji regresi linear sederhana dengan persamaaan Y = 421.138Xnilai
koefisien regresi variabel produksi perikanan (X) nilai koefisien regresi bernilai
positif adalah 421.138. Hal ini menyatakan bahwa setiap penambahan 1 Kg
produksi ikan jenis bot TS 300 akan mengakibatkan pendapatan nelayan di
Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh
Selatan meningkat sebesar Rp 421.138.
Koefisien korelasi variabel bebas (produksi perikanan) diperoleh R =
0,990 secara positif menjelaskan terdapat hubungan yang kuat antara produksi
perikanan (X) jenis bot pukat terhadap pendapatan nelayan (Y) dengan keeratan
99,0 persen.untuk koefisien determinasi diperoleh hasil 97,9persen pendapatan
nelayan dipengaruhi oleh variabel produksi perikanan tangkap, sedangkan sisanya
sebesarn 2,1 persen dipengaruhi oleh variabel lain.
-
40
Berdasarkan pengujian secara individual variabel produksi perikanan tangkap
dengan jenis bot pukat berpengaruh secara nyata terhadap pendapatan di
Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh
Selatan.
c. Bot Karang
. Rata-rata pendapatan nelayan jenis bot karang adalah Rp 2.537.291,71
dengan standar deviasi Rp 1328205,66, sedangkan produksi perikanan 552,94Kg
dengan standar deviasi 270,22Kg, dengan N menyatakan jumlah observasi yang
berjumlah 34 sampel.
Uji regresi linear sederhana dengan persamaaan Y = 4429.139Xnilai
koefisien regresi variabel produksi perikanan (X) nilai koefisien regresi bernilai
positif adalah 4429.139. Hal ini menyatakan bahwa setiap penambahan 1 Kg
produksi ikan jenis bot TS 300 akan mengakibatkan pendapatan nelayan di
Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh
Selatan meningkat sebesar Rp 4429.139.
Koefisien korelasi variabel bebas (produksi perikanan) diperoleh R =
0,992 secara positif menjelaskan terdapat hubungan yang kuat antara produksi
perikanan tangkap (X) jenis bot karang terhadap pendapatan nelayan (Y) dengan
keeratan 99,2 persen.untuk koefisien determinasi diperoleh hasil 98,4persen
pendapatan nelayan dipengaruhi oleh variabel produksi perikanan tangkap,
sedangkan sisanya sebesar 1,6persen dipengaruhi oleh variabel lain.
Berdasarkan pengujian secara individual variabel produksi perikanan dengan
jenis bot karang berpengaruh secara nyata terhadap pendapatan nelayan di
-
41
Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Sawang Ba’u Kecamatan Sawang Kabupaten Aceh
Selatan.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka penulis akan mengajukan
saran untuk :
a. Kepada Pemerintah Kabupaten Selatan khususnya Dinas Kelautan dan
Perikanan untuk memperhatikan kondisi perekonomian nelayan Aceh Selatan
dengan memberikan penyuluhan dan bantuan modal usaha.
b. Kepada pemerintah Kabupaten Aceh Selatan dalam mengambil keputusan
agar dapat mengambil kebijakan yang tepat dalam mengatasi masalah
peningkatan pendapatan nelayan di Kabupaten Aceh Selatan.
c. Kepada peneliti selanjutnya agar dapat menambahkan beberapa variabel yang
lebih berpengaruh terhadap pendapatan atau menggunakan variabel lain agar
terlihat lebih besar pengaruhnya dari hasil penelitian sebelumnya.
d. Kepada peneliti selanjutnya agar dapat menggunakan metode lain dalam
menganalisisnya, sehingga dapat membandingkan dengan penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini.
-
DAFTAR PUSTAKA
BPS. Kab. Aceh Selatan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Selatan. Data
diolah Nov 2013.
Kab. Aceh Selatan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Aceh Selatan. Data diolah
Nov 2013.
Assauri, Sofyan. 2006. Manajemen Produksi dan Operasi. Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Jakarta.
Kusnadi.2006. Filosofi Perbedayaan Masyarakat Pesisir. Humaniora, Bandung.
Mulyadi, 2005. Ekonomi Kelautan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Nuitja, I Njoman Sumerta. 2010. Manajemen Sumber Daya Perikanan. Edisi ke-1.
PT. Penerbit IPB Press. Bogor.
Nurbayan. 2012. Analisis Pengaruh Produksi Perikanan Terhadap Pendapatan
Nelayan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Kecamatan Johan Pahlawan
Kabupaten Aceh Barat. Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Teuku
Umar.
Nicholson. Walter. 2001. Teori Ekonomi Mikro: Prinsip Dasar Pengembangannya.
PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Primiyastanto, Mimit dan Istikharoh, Nunik. 2006. Potensi dan Peluang Bisnis,
Usaha Unggulan Ikan Gurami dan Nila. Bahtera Press. Fakultas
Perikanan Unibraw, Malang.
Rosyidi, Suherman. 2003. Pengantar Teori Ekonomi:Pendekatan Kepada Teori
Ekonomi Mikro dan Makro. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Soeharno. 2006. Teori Mikro Ekonomi. Andi . Yogyakarta.
Sukirno, Sadono. 2006. Teori Pengantar Ekonomi Mikro. Edisi-1. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Sukirno, Sadono. 2010. Teori Pengantar Makro Ekonomi. Edisi-3. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.
Supranto.2001.Statistik Teori Aplikasi. Edisi ke-6. Erlangga. Jakarta.
Sugiarto, et al. 2007. Ekonomi Mikro. Edisi-4. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
-
43
http://acehselatankab.go.id/sejarahharijadi.html?m=1diakses tanggal 25 November
2013.
http://dkp.kotabarukab.go.id/contents/profil/?idPage=13-UPTD-Ppidiakses tanggal
30 Januari 2014.
http://regionalinvestment.comdiakses tanggal 17 November 2013.
http://acehselatankab.go.id/sejarahharijadi.html?m=1http://dkp.kotabarukab.go.id/contents/profil/?idPage=13-UPTD-Ppihttp://regionalinvestment.com/
-Unlicensed-Cover(B)-Unlicensed-BAB I-Unlicensed-BAB II-Unlicensed-BAB III-Unlicensed-bab IV print 28-Unlicensed-bab V-Unlicensed-DAFTAR PUSTAKA 1