BAB II KAJIAN TEORITIK -...
Transcript of BAB II KAJIAN TEORITIK -...
13
BAB II
KAJIAN TEORITIK
2.1 Kelompok Kerja Guru 2.1.1 Pengertian Kelompok Kerja Guru (KKG)
Pemerintah telah melakukan langkah-langkah
strategis dalam rangka meningkatkan mutu profesi-
onalisme guru. Langkah-langkah strategis yang diam-
bil adalah melalui Peningkatan Kualifikasi Akademik
(PKA) Guru Berbasis Kelompok Kerja Guru (KKG)
(Baedhowi, 2010). Surat Keputusan Jenderal Pendidik-
an Dasar dan Menengah Nomor 079/C/K/I/93 menje-
laskan bahwa KKG sebagai salah satu sistem pembi-
naan profesional guru (SSP-Guru) yang dibentuk oleh
pemerintah terutama untuk meningkatkan kemam-
puan profesional dalam melaksanakan dan mengelola
pembelajaran di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
di tingkat gugus atau kecamatan yang terdiri dari
beberapa guru dan beberapa sekolah. Sistem pembi-
naan pofesional guru (SSP-Guru) ini menekankan
bantuan pelayanan profesi berdasarkan kebutuhan
guru di lapangan dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan (Dikdasmen, 1993).
Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
Kalimantan Timur (LPMP) memberikan beberapa
definisi tentang Kelompok Kerja Guru yaitu:
14
1. KKG adalah Suatu forum atau wadah profe-
sional guru (kelas/mata pelajaran) yang berada pada suatu wilayah Kabupaten/Kota/Keca-
matan/sanggar/gugus sekolah, yang prinsip
kerjanya adalah cerminan kegiatan dari, oleh dan untuk guru dari semua sekolah;
2. KKG adalah suatu organisasi non-struktural
yang bersifat mandiri, berasaskan kekeluar-gaan, dan tidak mempunyai hubungan hirarkis
dengan lembaga lain.
Pengertian Kelompok Kerja Guru (KKG) menurut
Direktorat Profesi Pendidik (2010) adalah: “Wadah
kegiatan profesional bagi guru SD/MI/SDLB di tingkat
kecamatan yang terdiri dari sejumlah guru dan
sejumlah sekolah”
Menurut Asep Rahmat (2011):
Kelompok Kerja Guru adalah kumpulan kegiatan
yang dilakukan komunitas guru dalam satu gugus yang memiliki karakteristik bidang tugas yang
relatif sama, biasanya terdiri dari kelompok guru
kelas, guru mata pelajaran, dan atau guru bimbingan dan konseling.
Sedangkan KKG (Kelompok Kerja Guru) menurut
Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia
(2008) “Merupakan wadah atau forum kegiatan profe-
sional bagi para guru Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah di tingkat gugus atau kecamatan yang
terdiri dari beberapa guru dari beberapa sekolah”.
Pengertian lain yang menyangkut fungsi orga-
nisasi bahwa KKG merupakan lembaga/oganisasi di
mana sistem pembinaan profesional guru dilaksa-
15
nakan dan dikelola dengan baik serta dikembangkan
terus pertumbuhannya sehingga berfungsi secara
efektif. KKG sebagai sebuah organisasi yang lebih
menekankan pada pendekatan tujuan. KKG berorien-
tasi kepada peningkatan kualitas pengetahuan,
penguasaan materi, teknik mengajar, interaksi guru
dengan siswa, metode mengajar dan lain-lain yang
berfokus pada kegiatan belajar mengajar (KBM) yang
aktif. Dilihat dari segi manfaatnya, KKG adalah wadah
pembinaan profesional yang dapat dimanfaatkan
untuk melaksanakan berbagai demonstrasi, atraksi
dan simulasi dalam pembelajaran (Julia, 1998).
Sedangkan menurut wahyudin (1995) KKG merupakan
wadah profesional guru yang aktif, kompak dan akrab.
Di dalam wadah ini para guru dapat membahas
permasalahan dari mereka dan untuk mereka.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disim-
pulkan bahwa Kelompok Kerja Guru adalah sebuah
forum/organisasi atau perkumpulan guru-guru
sekolah dasar yang mempunyai kegiatan khusus
memberikan informasi-informasi di bidang pendidikan
dalam rangka meningkatkan kualitas pribadi guru
dalam proses belajar mengajar. Forum ini terdiri dari
kelompok guru kelas, guru mata pelajaran, dan atau
guru bimbingan dan konseling. Tujuannya untuk
menyesuaikan tuntutan perkembangan ilmu pengeta-
huan teknologi dan seni.
16
Sebagaimana diungkapkan oleh Anwar Yasin:
Kita menyadari bahwa tuntutan pembangunan akan sumber daya manusia (SDM) yang bermutu
menuntut juga kemampuan profesional guru yang
semakin tinggi. Oleh karena itu, perlu ada sistem pembinaan yang menjamin adanya dukungan
profesional bagi guru dalam melaksanakan tugas
mengajarnya sehari-hari sehingga mereka senan-tiasa dapat meningkatkan mutu KBM. Sistem
pembinaan profesional yang dimaksud adalah
tidak lain dari pada mekanisme bagaimana mem-bantu guru meningkatkan mutu kemampuan
profesionalnya terutama dalam mengajar dan
membelajarkan murid, atau dengan kata lain,
dalam meningkatkan mutu proses/kegiatan bela-jar-mengajar (KBM) sehingga mutu hasil belajar
muridpun meningkat.
Mencermati berbagai kemajuan itulah pemerin-
tah membentuk beberapa organisasi penjaminan mutu
pendidikan dan lembaga-lembaga pembinaan profesi-
onal guru melalui Proyek PEQIP (Primary Education
Quality Improvment Project) atau yang disebut dengan
Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Sekolah Dasar.
Beberapa wadah profesional pendidikan di Sekolah
Dasar yang dibentuk melalui PEQIP tersebut adalah:
(a) Kelompok Kerja Guru (KKG). Kelompok Kerja Guru
yang beranggotakan semua guru di dalam gugus yang
bersangkutan. KKG ini adalah wadah pembinaan
profesional bagi para guru dalam meningkatkan ke-
mampuan profesional guru khususnya dalam melak-
sanakan dan mengelola pembelajaran di Sekolah
Dasar. Secara operasional Kelompok Kerja Guru dapat
dibagi lebih lanjut menjadi kelompok yang lebih kecil
17
berdasarkan jenjang kelas atau permata pelajaran;
(b) Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS). Kelompok
Kerja Kepala Sekolah yang anggotanya terdiri dari
semua kepala sekolah pada gugus yang bersangkutan
dimaksudkan sebagai wadah pembinaan profesional
bagi kepala sekolah dalam upaya peningkatan kemam-
puan kepala sekolah yang terkait teknik edukatif
maupun manajemen sekolah; (c) Pusat Kegiatan Guru
(PKG). Pusat Kegiatan Guru adalah sebagai tempat
diselenggarakannya Kegiatan Kelompok Kerja Guru
yang juga merupakan bengkel dalam merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran. Pada
dasarnya kegiatan kelompok kerja guru yang dilak-
sanakan pada setiap gugus sesuai dengan program
kerja yang telah disusun. Kelompok-kelompok di atas
diberlakukan melalui SK Dirjen Dikdasmen No. 070/
C/Kep/1/93 tanggal 7 april 1993.
Landasan hukum tentang tujuan dan misi
utama kehadiran kelompok kerja Guru sebagaimana
amanat Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan
Dasar dan Menengah Nomor 079/C/K/1993 tentang
pedoman pelaksanaan sitem pembinaan profesional
guru melalui pembentukan gugus sekolah di Sekolah
Dasar. Pertama, gugus Sekolah Dasar dapat diman-
faatkan sebagai prasarana pembinaan kemampuan
profesional tenaga kependidikan, sehingga mereka
menjadi betul-betul mampu melaksanakan tugas-
tugasnya sebagai pendidik; Kedua, gugus sekolah
18
dapat dimanfaatkan sebagai wahana penyebaran
informasi dan inovasi dalam bidang pendidikan bagi
tenaga kependidikan, sehingga mereka selalu mengi-
kuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
pendidikan; Ketiga, Gugus Sekolah Dasar dapat
difungsikan sebagai wahana menumbuhkan semangat
kerjasama dan kompetisi di kalangan anggota gugus
sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan;
Keempat, Gugus Sekolah Dasar dapat difungsikan
sebagai wadah penyemaian jiwa persatuan dan
kesatuan serta menumbuhkan rasa percaya diri guru
dalam menyelesaikan tugas; Kelima, Gugus Sekolah
Dasar dijadikan sebagai wadah koordinasi peningkat-
an partisipasi masyarakat.
2.1.2 Tujuan Kelompok Kerja Guru (KKG)
Tujuan KKG yang dikeluarkan oleh Direktorat
Profesi Pendidik Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan
Nasional (Ditjen PMPTK 2008) di antaranya:
1. Memperluas wawasan dan pengetahuan guru dalam berbagai hal, khususnya penguasaan
substansi materi pembelajaran, oenyusunan
silabus, penyusunan bahan-bahan pembela-jaran, strategi pembelajaran, metode pembela-
jaran, memaksimalkan pemakaian sarana/
prasarana belajar, memanfaatkan sumber belajar, dsb.
2. Memberi kesempatan kepada anggota kelom-
pok kerja atau musyawarahkerja untuk ber-
bagi pengalaman serta saling memberikan bantuan dan umpan balik.
3. Meningkatakan pengetahuan dan ketrampilan,
serta mengadopsi pendekatan pembaharuan
19
dalam pembelajaran yang lebih professional
bagi peserta kelompok kerja aatau musya-warah kerja.
4. Menberdayakan dan membantu anggota ke-
lompok kerja dalam melaksanakan tugas-tugas pembelakaran disekolah.
5. Mengubah budaya kerja anggota kelompok
kerja atau musyawarah kerja (meningkatkan
pengetahuan), kompetensi dan kinerja) dan mengembangkan profesionalisme guru melalui
kegiatan-kegiatan pengembangan profesional-
isme di tingkat KKG/MGMP. 6. Meningkatkan mutu proses pendidikan dan
pembelajaran yang tercermin dari peningkatan
hasil belajar peserta didik. 7. Meningkatkan kompetensi guru melalui kegi-
atan-kegiatan di tingkat KKG/MGMP.
Dari hal tersebut jelas bahwa arah dari KKG
adalah mewujudkan profesionalisme guru melalui
kegiatan yang ada di dalamnya melalui pendekatan
tujuan individu dan kelompok. Secara garis besar KKG
merupakan wadah kegiatan guru yang pada dasarnya
bertujuan menanggapi perkembangan iptek yang
menuntut penyesuaian dan pengembangan profesi-
onalitas guru. Secara teknis kegiatan guru dalam
wadah ini adalah berkomunikasi, berkonsultasi, dan
saling berbagi informasi serta pengalaman.
2.1.3 Manfaat Kelompok Kerja Guru ( KKG)
Sopyan (2010) menyatakan bahwa KKG memi-
liki fungsi dan manfaat. Fungsi KKG di antaranya
sebagai berikut:
20
1. Memfasilitasi kegiatan yang dilakukan di pusat
kegiatan guru berdasarkan masalah dan kesulitan yang dihadapi guru;
2. Memberikan bantuan profesional kepada para
guru kelas dan mata pelajaran di sekolah; 3. Meningkatkan pemahaman, keilmuwan, ke-
terampilan serta pengembangan sikap profe-
sional berdasarkan kekelurgaan dan saling
mengisi (sharing); 4. Meningkatkan pengelolaan proses pembelajar-
an yang aktif, kreatif, dan menyenangka
(Pakem).
Sedangkan manfaat KKG di antaranya adalah
sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas dan kemampuan dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar. Kegiatan
yang dilakukan antara lain: (a) Diskusi tentang satuan pelajaran; (b) Diskusi tentang substansi
materi pelajaran; (c) Diskusi pelaksanaan
proses belajar mengajar temasuk evaluasi pengajaran; (d) Melaksanakan observasi akti-
vitas rekan sejawat dikelas; (e) Mengembangka
evaluasi penampilan guru oleh peserta didik; (f) Mengkaji hasil evaluasi penampiln guru oleh
peserta didik sebagi feedback bagi anggota
kelompok; 2. Meningkatkan penguasaan dan pengembang-
an keilmuwan, khususnya bidang study yang
menjadi tanggung jawabnya. Kegiatan yang
dilaksanakan antara lain: (a) Kajian jurnal dan buku baru; (b) Mengikuti jalur pendidikan
formal yang lebih tinggi; (c) Mengikuti seminar-
seminar dan penataran; (d) Menyempaikan pengalaman penataran dan seminar kepada
anggota kelompok; (e) Melaksanakan peneli-
tian; 3. Meningkatkan kemampuan untuk mengkomu-
nikasikan masalah akademis. Kegiatan yang
dilaksanakan antara lain: (a) Menulis artikel; (b) Menyusun laporan penelitian; (c) Menyusun
makalah; (d) Menyusun laporan dan review
21
buk (http://www.pikiran-rakyat.com/Wawan sopyan).
2.1.4 Kewenangan Kelompok Kerja Guru (KKG)
Dalam pelaksanaannya Kelompok Kerja Guru
mempunyai kewenangan dalam penyusunan dan
pelaksanaan berbagai kegiatan. Kewenangan Kelom-
pok Kerja Guru tersebut adalah:
1) Menyusun program pembelajaran, setiap guru
harus mempunyai program pembelajaran
sebelum guru mulai mengajar di kelas, seorang guru harus mampu menyusun program pembe
lajaran sesuai dengan kebutuhan sekolah, dan
sesuai dengan kondisi murid dan keadaan lingkungan setempat agar murid lebih mudah
dalam memahami materi pembelajaran yang
diterimanya. Penyusunan program pembelajar-an disusun secara bersama-sama oleh para
guru, berdasarkan kelas dan berdasarkan
mata pelajaran yang dipegang oleh guru dalam
satu gugus dengan tujuan penyeragaman materi pembelajaran sehingga para guru bisa
bekerja sama pada kegiatan kelompok kerja
guru (KKG) dalam mengatasi berbagai persoal-an yang ditemui dalam pemilihan materi dan
pelaksanaan pembelajaran di kelas.
2) Mengembangkan materi dan metode pembe-lajaran, dalam kegiatan kelompok kerja guru
(KKG), guru diberikan wewenang atau kesem-
patan dalam mengembangkan materi dan metode pembelajaran sesuai dengan kondisi
murid. Dalam pemilihan materi dan metode
pembelajaran, guru tidak harus terikat pada
kurikulum yang disediakan, tapi guru boleh mengembangkan materi pelajaran dan memba-
ginya kepada teman sejawat di SD lain melalui
kegiatan kelompok kerja guru. 3) Menciptakan terobosan baru dalam pembela-
jaran, guru yang profesional harus mampu
22
menciptakan dan mempunyai prakarsa untuk
menemukan terobosan baru dalam pembela-jaran sehingga pembelajaran menjadi menarik
bagi murid. Dalam kegiatan kelompok kerja
guru inilah guru bersama-sama memikirkan terobosan baru tersebut.
4) Membimbing siswa dalam peningkatan pres-
tasi, dalam kegiatan kelompok kerja guru
(KKG) dibahas juga masalah peningkatan prestasi siswa, misalnya, bagaimana seorang
guru membimbing siswa yang lemah daya
serapnya untuk meningkatkan prestasi belajar 5) Memecahkan masalah yang dihadapi di
sekolah masing-masing. Jika seorang guru
tidak berhasil memecahkan masalah yang ditemui di sekolahnya, guru boleh membawa
masalah tersebut pada kegiatan kelompok
kerja guru untuk dicari solusinya secara bersama dengan guru lainnya yang mengikuti
kegiatan tersebut
2.1.5 Unsur-unsur Kelompok Kerja Guru (KKG)
Dalam melaksanakan kegiatannya KKG memer-
lukan unsur-unsur sebagai berikut:
a. Para Guru
Kegiatan kelompok kerja guru tidak akan terlaksana
jika tidak ada guru yang turut serta di dalamnya. Guru
merupakan sasaran utama dari kegiatan kelompok kerja
guru karena kelompok kerja guru merupakan bengkel bagi
guru-guru untuk memperbaiki segala sesuatu yang ber-
kaitan dengan materi pembelajaran dan pengelolaan kelas.
Tugas dari para guru adalah: (1) Menyusun program
kelompok kerja guru di kelas bersama tutor dan dan
pemandu; (2) Mengikuti dan berperan aktif dalam kegiatan
kelompok kerja guru; (3) Menerima pembaharuan pada
kelompok kerja guru dan menerapkan; (4) Mengimple-
23
mentasikan hasil kelompok kerja guru di sekolah;
(5) Mengadministrasikan kegiatan kelompok kerja guru
b. Kepala Sekolah (Kepala SD Imbas)
Kepala Sekolah adalah sebagai pemantau kegiatan
kelompok kerja guru yang sedang dan akan dilaksanakan.
Kepala sekolah bertanggung jawab melaporkan hambatan
yang ditemukannya kepada pengawas untuk menentukan
pembinaan selanjutnya. Kepala sekolah dapat melakukan
pemantauan ke kelas kelompok kerja guru yang sedang
berlangsung. Hasil pemantauan tersebut dapat digunakan
sebagai bahan untuk perbaikan atau masukan untuk KKG
dan KKKS. Hasil pemecahannya dapat diterapkan untuk
memperbaiki kegiatan pembelajaran di sekolah/kelas.
Kepala sekolah sebagai pemantau sebaiknya dapat menen-
tukan: apa yang sebaiknya langsung diperbaiki di kelas;
apa perlu dibahas dalam pertemuan staf; apa yang perlu
disampaikan kepada pengawas.
Secara khusus tugas kepala sekolah dalam membina
KKG adalah: (1) Menyusun program bersama ketua gugus;
(2) Melengkapi data untuk kepentingan gugus; (3) Memo-
tivasi dan mendampingi kegiatan kelompok kerja guru;
(4) Membina dan melaksanakan pembaharuan; (5) Men-
supervisi penerapan hasil kelompok kerja guru di kelas;
(6) Menandatangani buku pengantar kelompok kerja guru;
(7) Menindaklanjuti hasil temuan tutor.
c. Ketua Gugus (Kepala SD Inti)
Ketua gugus adalah kepala SD Inti yang juga sebagai
ketua Kelompok kerja guru (KKG). Ketua gugus bertugas:
24
(1) Menyusun program gugus bersama kepala SD Imbas;
(2) Menyampaikan informasi/ pembaharuan kepada kepala
SD Imbas; (3) Melengkapi dan mengkoordinir data barang-
barang gugus; (4) Bersama pengurus mempersiapkan
sarana dan prasarana dalam kegiatan gugus; (5) Mengad-
ministrasikan kegiatan gugus; (6) Bersama pengurus
menyusun laporan.
d. Pengawas
Pengawas dapat melakukan pemantauan ke kelas,
sekolah, KKG, KKKS, dan PKG atau ke lembaga lain sesuai
dengan kewenangannya. Hasil pemantauan dapat diguna-
kan sebagai bahan pembinaan di KKG, KKKS atau
keperluan lain yang akhirnya untuk peningkatan mutu
kegiatan belajar mengajar di kelas. Tugas-tugasnya adalah:
(1) Bersama-sama kepala sekolah dan Tutor menyusun
program gugus; (2) Memberikan pembinaan teknis dan
administrasi; (3) Mengiventarisir masalah yang tidak tuntas
di KKKS kemudian dibawa ke KKPS untuk ditindak lanjuti;
(4) Membina tutor dan pemandu dalam melaksanakan
kegiatannya; (5) Melakukan monitoring dan evaluasi
kegiatan gugus; (6) Membuat laporan.
e. Tutor
Tutor bertugas dan bertanggung jawab membimbing
guru-guru kelas atau guru mata pelajaran dalam mening-
katkan mutu kegiatan pembelajaran terutama mata
pelajaran pokok. Tutor dipilih dari guru pemandu yang
berprestasi baik. Tugas-tugasnya adalah: (1) Bersama
kepala sekolah menyusun program kelompok kerja guru;
(2) Program tutorial; (3) Membimbing kegiatan kelompok
25
kerja guru untuk di gugus; (4) Melaksanakan kegiatan
tutorial sesuai dengan jadwal; (5) Pemedomani panduan
tutorial; (6) Menindaklanjuti temuan Tutorial di kelompok
kerja guru; (7) Membimbing dan mempersiapkan siswa
dalam meningkatkan prestasi; (8) Menyusun dan menyam-
paikan laporan.
f. Guru Pemandu
Guru yang bertugas dan bertanggung jawab untuk
membantu guru-guru lain dalam mengatasi masalah
pembelajaran. Guru pemandu diambil dari guru yang
berprestasi dan guru yang telah mengikuti pelatihan sebe-
lumnya. Tugas-tugasnyaadalah: (1) Bersama tutor menyu-
sun program kelompok kerja guru; (2) Memandu guru
mengembangkan materi, metode dan melaksanakan evalu-
asi pada pelaksanaan kelompok kerja guru; (3) Mencipta-
kan terobosan sebagai bahan diskusi kelompok kerja guru;
(4) Berperan sebagai model dalam pembaharuan pengajar-
an/simulasi; (5) Membimbing/mempersiapkan siswa dalam
peningkatan prestasi. (http://askarbatuah.blogspot.com/
2011/02/kelompok-kerja-guru-sebagai-sarana.html)
2.2 Evaluasi Kinerja
2.2.1 Kinerja
Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban
dari berhasil atau tidaknya tujuan organisasi yang
telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering
tidak memperhatikan, kecuali sudah amat buruk atau
segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu sering manajer
26
tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah
merosot sehingga perusahaan/instansi menghadapi
krisis yang serius. Kesan-kesan buruk organisasi yang
mendalam berakibat dan mengabaikan tanda-tanda
peringatan adanya kinerja yang merosot.
Kinerja menurut Mangkunegara (2000: 67)
Kinerja (Prestasi Kerja) adalah “hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Kamus
besar Bahasa Indonesia (2012: 503) menyatakan
bahwa kinerja adalah sesuatu yang dicapai, prestasi
yang diperlihatkan dan kemampuan kerja. Stoner dan
Freeman (dalam Andri, 2003) “kinerja adalah kunci
yang harus berfungsi secara efektif agar organisasi
keseluruhan dapat hasil”. Kemudian Peter Jenergen
(dalam Trimo -2007) mendefinisikan kinerja organisasi
adalah tingkat yang menunjukkan seberapa jauh
pelaksanaan tugas dapat dijalankan secara aktual
sehingga misi organisasi dapat tercapai.
Menurut Sulistyani (2003: 223), kinerja sese-
orang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha
dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerja-
nya. Maluyu S.P Hasibuan (2001: 34) mengemukakan:
Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja
yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas
tugas yang dibebankan kepadanya yang didasar-kan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguh-
an serta waktu.
27
Sementara itu Gibson (1995:56) memberikan gambar-
an lebih rinci dan komprehensif tentang faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap performance/kinerja,
yaitu:
(a) Variabel individu, meliputi kemampuan, ke-
terampilan, mental fisik, latar belakang keluarga,
tingkat sosial, pengalaman, demografi (umur, asal usul, jenis kelamin); (b) Variabel organisasi, meli-
puti sumber daya, Kepemimpinan, imbalan,
struktur desain pekerjaan; (c) Variabel Psikologis yang meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar
dan motivasi
2.2.2 Pengertian Evaluasi Kinerja
Istilah evaluasi dapat disamakan dengan penak-
siran (appraisal), pemberian angka (rating) dan peni-
laian (assesment). Evaluasi (evaluation) adalah penilai-
an yang sistematik tentang manfaat atau kegunaan
suatu objek. Stufflebeam dan Shinkfield (2003) mende-
finisikan penilaian (assessment) merupakan suatu per-
nyataan berdasarkan sejumlah fakta untuk menjelas-
kan karakteristik seseorang atau sesuatu. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi adalah
penetuan derajat kualitas berdasarkan indikator yang
ditetapkan terhadap penyelenggaraan pekerjaan.
Evaluasi bertujuan agar diketahui pencapaian reali-
sasi, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam
rangka pencapaian misi, agar data dinilai dan dipe-
lajari guna perbaikan pelaksanaan program dan
kegiatan di masa yang akan datang. Dalam melakukan
28
evaluasi di dalamnya ada kegiatan untuk menentukan
nilai suatu program, sehingga ada unsur keputusan
tentang nilai suatu program (value judgement).
Bernardin dan Russell (dalam Trimo, 2007)
memberikan definisi evaluasi kinerja sebagai a way of
measuring the contributions of individuals to their
organization atau terjemahan bebasnya “suatu cara
mengukur kontribusi-kontribusi dari individu anggota
organisasi kepada organisasinya”. Jadi, menurut pan-
dapat tersebut, penilaian kinerja diperlukan untuk
menentukan tingkat kontribusi individu terhadap
organisasi dimana individu tersebut bergabung.
Dengan demikian evaluasi kinerja dapat pula diartikan
sebagai suatu metode dan proses penilaian dan
pelaksanaan tugas seseorang/kelompok/organisasi/
lembaga atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan
atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau
tujuan yang ditetapkan lebih dahulu. Evaluasi kinerja
merupakan proses untuk menentukan baik/ buruk-
nya suatu organisasi dalam melaksanakan program-
program atau kegiatan-kegiatan sedang atau telah
mencapai maksud yang telah ditetapkan.
2.2.3 Tujuan Evaluasi Kinerja
Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memper-
baiki atau meningkatkan kinerja organisasi melalui
peningkatan kinerja dari Sumber Daya Manusia (SDM)
organisasi. Secara lebih spesifik, tujuan dari evaluasi
29
kinerja sebagaimana dikemukakan Sunyoto yang
dikutip oleh Mangkunegara (2000: 67) adalah:
(1) Meningkatkan Saling pengertian antara karya-
wan tentang persyaratan kinerja; (2) Mencatat dan
mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik,
atau sekurang-kurangnya berprestasi sama
dengan prestasi yang terdahulu; (3) Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan
keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan
kepedulian terhadap karier atau pekerjaan yang di embannya sekarang; (4) Mendefinisikan atau me-
rumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga
karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya; (5) Memeriksa rencana pelak-
sanaan dan pengembangan yang sesuai dengan
kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada
hal-hal yang perlu diubah.
Syaiful Helmi (dalam Trimo, 2007) mengemuka-
kan:
Tujuan evaluasi kinerja untuk menjamin penca-
paian sasaran dan tujuan perusahaan serta me-
ngetahui posisi perusahaan dan tingkat pencapai-an sasaran perusahaan, terutama untuk menge-
tahui bila terjadi keterlambatan atau penyim-
pangan supaya segera diperbaiki, sehingga sasar-
an atau tujuan tercapai.
Hasil evaluasi kinerja individu dapat dimanfaat-
kan untuk banyak penggunaan di antaranya: pening-
katan kinerja, pengembangan Sumber Daya Manusia
(SDM), pemberian kompensasi, program peningkatan
produktivitas, program kepegawaian, dan menghindari
perlakuan diskriminasi. Kegiatan penilaian kinerja
30
sendiri dimaksudkan untuk mengukur kinerja masing-
masing tenaga kerja dalam mengembangkan dan
meningkatkan kualitas kerja, sehingga dapat diambil
tindakan yang efektif semisal pembinaan berkelanjut-
an maupun tindakan koreksi atau perbaikan atas
pekerjaan yang dirasa kurang sesuai dengan deskripsi
pekerjaan. Penilaian kinerja terhadap tenaga kerja
biasanya dilakukan oleh pihak manajemen atau
pegawai yang berwenang untuk memberikan penilaian
terhadap tenaga kerja yang bersangkutan dan biasa-
nya merupakan atasan langsung secara hierarkhis
atau juga bisa dari pihak lain yang diberikan wewe-
nang atau ditunjuk langsung untuk memberikan
penilaian. Hasil penilaian kinerja tersebut disampai-
kan kepada pihak manajemen tenaga kerja untuk
mendapatkan kajian dalam rangka keperluan selan-
jutnya, baik yang berhubungan dengan pribadi tenaga
kerja yang bersangkutan maupun yang berhubungan
dengan perusahaan atau organisasi.
Wirawan (2011: 22) menyatakan bahwa tujuan
evaluasi adalah:
(1) Mengukur pengaruh program terhadap masya-rakat; (20 Menilai apakah program telah dilaksa-
nakan sesuai dengan rencana; (3) Mengukur apa-
kah pelaksanaan program sesuai dengan standar;
(4) Evaluasi program dapat mengidentifikasi dan menemukan mana dimensi program yang jalan,
mana yang tidak berjalan; (5) Apakah terjadi
sekelompok masyarakat mendapat keuntungan dan manfaat dari program.
31
2.2.4 Model-model Evaluasi
Dalam melakukan evaluasi program pendidikan
ada banyak model yang bisa digunakan untuk menge-
valuasi suatu program. Menurut Suharsimi Arikunto
(2004: 24) ada beberapa model evaluasi program
antara lain:
1. Goal Oriented Evaluation Model Goal Oriented Evaluation Models ini merupakan
model yang muncul paling awal.yang menjadi objek pengamatan pada model ini adalah
tujuan dari program yang sudah ditetapkan
jauh sebelum program di mulai. Evaluasi ini
dilakukan secara berkesinambungan, terus menerus, mencek sejauh mana tujuan tersebut
sudah terlaksanadi dalam proses pelaksanaan
program. Model ini dikembangka oleh Tyler.
2. Goal free Evaluation Models (evaluasi Lepas
dari Tujuan)
Model evaluasi yang dikembangkan oleh Michael Scriven ini boleh dikatakan berlawan-
an dengan model pertama. Dalam model ini
dalam melaksanakan evaluasi program evalu-
ator tidak perlu memperhatikan apa yang men-jadi tujuan program. Yang perlu diperhatikan
dalam program tersebut adalah bagaiman
kerjanya program, dengan jalan mengidenti-fikasi penampilan-penampilan yang terjadi,
baik hal-hal yang positif (yaitu hal-hal yang
diharapkan), maupun hal-hal negatif (hal-hal yang tidak diharapkan).
3. Formatif Summatif Evaluation Model Selain model “evaluasi lepas dari tujuan”
Michael Scriven juga mengembangkan model
lain yaitu model formatif-sumatif. Model ini
menunjuk adanya tahapan dan lingkup objek
yang dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih berjalan( disebut
evaluasi formatif) dan ketika program sudah
selesai atau berahir (disebut evaluasi sumatif).
32
Dalam evaluasi ini, evaluator tidak dapat
melepaskan diri dari tujuan. Tujuan evaluasi formatif memang berbeda dengan tujuan
evaluasi sumatif. Dengan demikian, model ini
menunnjuk tentang “apa, kapan, dan tujuan” evaluasi tersebut dilaksanakan.
4. Countenance Evaluation Model Model ini dikembangkan oleh Stake. Menurut
Stake dalam seiap program yang dievaluasi, evaluator harus mampu mengidentifikasi tiga
hal, yaitu: (1) antaseden - yang diartikan seba-
gai konteks; (2) transaksi - yang diartikan se-bagai proses dan (3) outcomes - yang diartikan
sebagai hasil. Menurut Stake, ketika evaluator
tengah mempertimbangkan program pendidik-an, mereka mau tidak mau harus melakukan
dua perbandingan yaitu: (a) Membandingkan
kondisi hasil evaluasi program tertentu dengan yang terjadi di program lain, dengan objek
sasaran yang sama; (b) Membandingkan kon-
disi hasil pelaksanaan program dengan
standar yang diperuntukkan bagi program yang bersangkutan, didasarakan pada tujuan
yang akan dicapai.
5. CSE-UCLA Evaluation Model Ciri dari model CSE-UCLA adalah adanya lima
tahap yang dilakukan dalam evaluasi, yaitu
perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil dan dampak.
6. CIPP Evaluation Model Model evaluasi ini merupakan model yang paling banyak dikenal dan diterapkan oeh
evaluator. CIPP yang merupakan singkatan
dari huruf awal empat buah kata, yaitu:
Context evaluation : evaluasi terhadap contek Input evaluation : evaluasi terhadap masukan Process evaluation : evaluasi terhadap proses Product evaluation : evaluasi terhadap hasil
Model CIPP hanya berhenti pada mengukur
Output (product).
33
7. Discrepancy Model Kata discrepancy adalah bahasa inggris yang
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia men-
jadi “Kesenjangan”. Model yang dikembangkan
oleh Malcolm Provus ini merupakan model yang menekankan pada pandangan adanya
kesenjangan di dalam pelaksanaan program.
Evaluasi program yang dilakukan oleh evalu-
ator mengukur besarnya kesenjangan yang ada disetiap komponen. Khusus untuk model yang
dikembangkan oleh Malcolm Provus ini, mene-
kankan pada kesenjangan yang sebetulnya merupakan persyaratan umum bagi semua
kegiatan evaluasi, yaitu mengukur adanya
perbedaan antara yang seharusnya dicapai dengan yang sudah riil dicapai.
Menurut model evaluasi kesenjangan ini, eva-
luasi memerlukan enam langkah untuk melaksana-
kannya yaitu (Wirawan: 2011):
1) Menngembangkan suatu desain dan standart-
standart yang menspesifikasi karakteristik-
karakteristik implementasi ideal dari evalualad (objek evaluasi); kebijakan, program atau
proyek.
2) Merencanakan Evaluasi menggunakan model evaluasi diskrepansi. Menetukan informasi
yang diperlukan untuk membandingkan imple-
mentasi yang sesungguhnya dengan standar
yang mendefinisikan kinerja objek evaliasi. 3) Menjaring kinerja objek evaluasi yang meliputi
pelaksanaan program, hasi-hasil kuantitatif
dan kualitatif. 4) Mengidentifikasi ketimpangan-ketimpangan
(discrepancy) antara standar-standar dengan
pelaksanaan dengan hasil-hasil pelaksanaan objek evaluasi yang sesungguhnya dan me-
nentukan rasio ketimpanngan.
5) Menentukan penyebab ketimpangan antara standar dengan kinerja objek evaluasi.
34
6) Menghilangkan ketimpangan dengan membuat
perubahan-perubahan terhadap emplementasi objek evaluasi.
Gambar 2.1 Proses model evaluasi ketimpangan
Berdasarkan dari beberapa model-model evalu-
asi di atas, maka dalam tesis ini menggunakan
Discrepancy Model (model evaluasi kesenjangan) yang
dikembangkan Malcolm Provus, karena peneliti lebih
menekankan pada pandangan adanya kesenjangan di
dalam pelaksanaan program. Evaluasi program yang
dilaksanakan oleh evaluator mengukur besarnya ke-
senjangan yang ada di setiap komponen.
1. mengembangkan desain & standar program
2. Merencanakan evaluasi menggunakan model evaluasi ketimpangan
3. menjaring data mengenai kinerja program
6. menyusun aktifitas untuk Menghilangkan ketimpang-an-ketimpangan
5.menentukan alasan penyebab ketimpangan
4. mengidentifikasi ketimpangan antara kinerja dengan standar
35
2.2.5 Penilaian Kinerja Kelompok Kerja Guru
(KKG)
Mengingat bahwa tujuan dari suatu organisasi
itu adalah untuk mencapai tujuan tertentu yang
sudah ditetapkan sebelumnya, maka informasi tentang
kinerja organisasi merupakan suatu hal yang sangat
penting untuk mengevaluasi apakah proses kerja yang
dilakukan organisasi selama ini sudah sejalan dengan
tujuan yang diharapkan atau belum. Kinerja meru-
pakan sebuah hasil (output) dari suatu proses tertentu
yang dilakukan oleh seluruh komponen organisasi
terhadap sumber-sumber tertentu yang digunakan
(input).
Selanjutnya, kinerja juga merupakan hasil dari
serangkaian proses kegiatan yang dilakukan untuk
mencapai tujuan tertentu organisasi. Bagi suatu
organisasi, kinerja merupakan hasil dari kegiatan
kerjasama di antara anggota atau komponen organi-
sasi dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.
Secara ringkas, kinerja merupakan produk dari
kegiatan administrasi, yaitu kegiatan kerjasama untuk
mencapai tujuan yang pengelolaannya biasa disebut
sebagai manajemen.
Sebagai produk dari kegiatan organisasi dan
manajemen, kinerja organisasi selain dipengaruhi oleh
faktor-faktor input juga sangat dipengaruhi oleh
proses-proses administrasi dan manajemen yang ber-
36
langsung. Sebagus apapun input yang tersedia tidak
akan menghasilkan suatu produk kinerja yang
diharapkan secara memuaskan, apabila dalam proses
administrasi dan manajemennya tidak bisa berjalan
dengan baik. Antara input dan proses mempunyai
keterkaitan yang erat dan sangat menentukan dalam
menghasilkan suatu output kinerja yang sesuai harap-
an. Mengingat bahwa kinerja organisasi sangat dipe-
ngaruhi oleh faktor input dan proses-proses mana-
jemen dalam organisasi, maka upaya peningkatan
kinerja organisasi terkait erat dengan peningkatan
kualitas faktor input dan kualitas proses manajemen
dalam organisasi tersebut.
Sebagai pedoman, dalam menilai kinerja organi-
sasi harus dikembalikan pada tujuan atau alasan
dibentuknya suatu organisasi. Misalnya, sebuah orga-
nisasi privat/swasta yang bertujuan untuk mengha-
silkan keuntungan dan barang yang dihasilkan, maka
ukuran kinerjanya adalah seberapa besar organisasi
tersebut mampu memproduksi barang untuk meng-
hasilkan keuntungan bagi organisasi. Demikian
halnya dengan Kelompok Kerja Guru (KKG), seberapa
jauh keberadaannya mampu memberikan pembinaan
profesionalisme berkelanjutan kepada guru sekolah
dasar. Indikator yang masih bertalian dengan sebe-
lumnya adalah seberapa besar efisiensi pemanfaatan
input untuk meraih sebuah keberhasilan dan seberapa
besar efektivitas proses yang dilakukan dalam pelak-
sanaan kegiatan pembinaan profesionalisme guru.
37
Bila dikaji dari tujuan dan misi utama kehadiran
Kelompok Kerja Guru adalah untuk melaksanakan
pembinaan profesionalisme berkelanjutan sebagaima-
na amanat Permen PAN Nomor 16 Tahun 2009 tentang
jabatan fungsional guru. UURI No 14 Tahun 2005
tentang guru dan dosen pasal 20 ayat (b) mengama-
natkan bahwa dalam rangka melaksanakan tugas
keprofesionalannya guru berkewajiban meningkatkan
dan mengembangkan kualifikasi akademik dan
kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka
indikator yang dapat digunakan untuk mengukur
keberhasilan KKG adalah: (1) Terwujudnya peningkat-
an mutu pelayanan pembelajaran yang mendidik,
menyenangkan, dan bermakna bagi siswa; (2) Terjadi-
nya saling tukar pengalaman dan umpan balik antar
guru anggota KKG; (3) Meningkatnya pengetahuan,
keterampilan, sikap dan kinerja anggota KKG dalam
pembelajaran yang lebih profesional ditunjukkan
dengan perubahan prilaku mengajar yang lebih baik
dalam kelas; (4) Meningkatnya mutu pembelajaran di
sekolah melalui hasil-hasil kegiatan KKG; (5) Terman-
faatkannya kegiatan KKG bagi guru, siswa, sekolah,
KKG, dan pemerintah baik pusat, provinsi maupun
kabupaten/kota.
38
Adapun faktor-faktor yang dievaluasi untuk
menentukan kinerja KKG adalah sebagai berikut:
1. Input
Evaluasi dimulai dari proses input yang
mencakup komponen organisasi, program, kegiatan ,
sumber daya manusia, sarana dan prasarana, dan
pembiayaan
2. Proses
Evaluasi dalam kegiatan proses pelaksanaan
KKG mencakup keterlaksanaan kegiatan sesuai
dengan yang telah ditetapkan dalam input. Komponen
yang akan dipantau didalam kegiatan proses adalah
persiapan dan pelaksanaan program kerja yang
didukung oleh komponen-komponen input.
3. Output
Hasil-hasil yang diperoleh dari kegiatan KKG
sesuai dengan program kerja yang direncanakan
meliputi; kebermaknaan pelaksanaan kegiatan dan
sejauh mana kegiatan tersebut dapat membantu
kesulitan yang dihadapi oleh guru.
Untuk mengukur kinerja KKG bahwa Kinerja
KKG itu efektif atau tidak, harus disesuaikan dengan
mengacu pada standar pengelolaan dan pengem-
bangan program dari program tersebut. Adapun
Standar Pengembangan KKG/MGMP (Departemen
39
Pendidikan Nasional Republik Indonesia, 2008)
adalah:
A. Standar Program
1. Penyusunan Program KKG/MGMP dimulai
dari penyusunan Visi, Misi, Tujuan, sampai
kalender kegiatan; 2. Program KKG/MGMP diketuai oleh ketua
KKKS (Kelompok kerja Kepala sekolah)
atau Ketua MKKS (Musuawarah Kerja Kepala Sekolah) dan di syahkan oleh Kepa-
la Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota;
3. Program KKG/MGMP terdiri dari program rutin dan program pengembangan;
4. Program rutin sekurang-kurangnya terdiri
dari: (a) Diskusi Permasalahan pembelajar-
an; (b) Penyusunan silabus, program se-mester, dan rencana program pembelajar-
an; (c) Analisis kurikulum; (d) Penyusunan
instrumen evaluasi pembelajaran; (e) Pem-bahasan materi dan pemantapan mengha-
dapi ujian nasional;
5. Program pengembangan dapat dipilih seku-rang-kurangnya tiga dari kegiatan-kegiatan
berikut: (a) Penelitian; (b) Penulisan karya
ilmiah; (c) Seminar, lokakarya, koloqium paparan hasil penelitian), dan diskusi
panel; (d) Pendidikan dan pelatihan ber-
jenjang; (e) Penerbitan jurnal KKG/MGMP;
(f) Penyusunan website KKG/MGMP; (g) Forum KKG/MGMP; (h) Kompetisi
kinerja guru; (i) Peer Coaching pelatihan
sesame guru menggunakan media (ICT); (j) Lesson study (kerjasama antar guru
umtuk menyelesaikan masalah pembela-
jaran); (k) Professional learning community (komunitas belajar profesional); (l) TIPD
(teachers international professionals deve-lopment) kerja sama MGMP internasional;
(m) Global gateway (kemotraan lintas Negara)
40
B. Standar Organisasi
1 Organisasi KKG dan MGMP terdiri dari: pengurus, anggota, SK pengesahan oleh
dinas pendidikan kabupaten/kota, dan
mempunyai AD/ART 2 Pengurus KKG dan MGMP terdiri dari
Ketua, sekretaris, bendahara, dan bidang
dipilih oleh anggota berdasarkan AD/ART
3 Anggota KKG terdiri dari guru kelas, guru agama, dan guru penjaskes di SD/MI yang
anggotanya berasal dari 8-10 sekolah dan
direkrut berdasarkan prosedur tertentu. untuk daerah terpencil anggotanya berasal
dari 3-5 sekolah
4 Anggota MGMP terdiri dari guru mata pelajaran di SMP/MTs, SMA/MA, SMK/
MAK, SLB/MALB, yang anggotanya berasal
dari 8-10 sekolah dan direkrut berdasarkan prosedur tertentu. Untuk daerah terpencil
anggotanya berasal dari 3-5 sekolah
C. Standart Pengelolaan 1 Pengelolaan keseluruhan program KKG/
MGMP menjadi tanggung jawab Ketua
KKG/MGMP 2 Pelaksanaan masing-masing program dila-
kukan oleh panitia yang dipimpin oleh
seorang penanggung jawab berdasarkan surat keputusan ketau KKG/MGMP
3 Pelaksanaan masing-masing program ber-
pedoman pada kerangka Acuan Kerja (KAK) yang disusun oleh pengurus KKG/MGMP
4 Panitia membuat proposal kegiatan yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembi-
ayaan, dan pelaporan kegiatan 5 Pengurus memantau dan mengevaluasi
kegiatan
D. Standar Sarana dan Prasarana
1. Sarana dan Prasarana yang tersedia di
setiap KKG/MGMP sekurang-kurangnya adalah: (a) Ruang/gedung untuk kegiatan
KKg/MGMP; (b) Komputer; (c) Media Pem-
belajaran; (d) OHP/LCD proyektor; (e) Tele-pon dan faximilie
41
2. Sarana dan Prasarana tambahan yang
tersedia sekurang-kurangnya terdiri dari tiga daftar berikut adalah: (a) Laboratorium
IPA; (b) Labortatorium Bahasa; (c) Labo-
ratorium Micro Teaching; (d) Perpustakaan; (e) Audio visual aids (AVA); (f) Handy cam
dan camera digital; (g) Internet; (h) Devinet
(Digital audio visual network)
E. Standart Sumber Daya Manusia
1. Pendidik yang menjadi Pembina kegiatan
KKG/MGMP harus memiliki kriteria: (a) Memiliki kualifikasi akademik sekurang-
kurangnya S 1; (b) Memiliki pengalaman
mengajar sekurang-kurangnya 10 tahun; (c) Memiliki keahlian yang relevan dengan
materi yang disampaikan
2. Pendidik pada butir 1 dapat terdiri dari:
(a) Instruktur; (b) Guru inti; (c) Peman-du/tutor; (d) Pengawas; (e) Kepala sekolah;
(f) Widyaiswara; (g) Dosen; (h) Pejabat
structural maupun nonstructural dinas pendidikan propinsi dan kabupaten; (i)
Pejabat struktural maupun non-struktural
departemen; (j) Tim pengembang (instruk-tur terpilih)
F. Standar Pembiayaan 1. Pembiayaan kegiatan KKG/MGMP menca-
kup sumber dana, penggunaan, dan per-
tanggung jawaban.
2. Sumber dana kegiatan KKG/MGMP dapat terdiri dari: (a) Iuran anggota/sekolah;
(b) Dinas Pendidikan Propinsi atau kabu-
paten/Kota; (c) Departemen; (d) Donatur; (e) Unit Produksi; (f) Hasil kerjasama;
(g) Masyarakat; (h) Sponsor yang tidak
mengikat dan sah 3. Dana KKG/MGMP hanyan dapat diguna-
kan untuk membiayai: (a) Program rutin;
(b) Program pengembangan 4. Pertanggungjawaban keuangan KKG/
MGMP mengacu pada sistem pelaporan
42
keuangan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku
G. Standar penjamin Mutu
1. Kegiatan KKG/MGMP perlu disertai dengan sistem penjaminan mutu yang akan
melihat kesesuaian antara standar dengan
pemenuhannya
2. Data untuk penjaminan mutu diperoleh dengan melakukan pemantauan dan
evaluasi
3. Pelaksanaan penjaminan mutu yang meli-puti mekanisme pemantauan dan evaluasi
serta pelaporannya diatur dalam anggran
rumah tangga (ART)
4. Laporan meliputi substansi kegiatan dan
administrasi disampaikan kepada ketua KKG/MGMP. Ketua KKKS/MKKS, dan
kepala Dinas Kabupaten/Kota.
2.3 Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Pachlan pada
tahun 2012 tentang pengembangan model KKG PAB
Kabupaten Semarang dalam Meningkatkan Mutu
Profesionalitas Guru menyebutkan:
Berdasarkan informasi dan data yang terkumpul
diperoleh simpulan bahwa pelaksanaan KKG PAB
Kabupaten Semarang dari hasil evaluasi internal
program kerja KKG pendidikan agama Budha kabupaten Semarang menunjukkan rata-rata ke-
terlaksanaan program yang ditentukan KKG PAB
baru mencapai 52,3%. Mengacu pada indicator kesesuaian standar pengembangan KKG maka ke-
sesuain KKG PAB Kabupaten Semarang dikate-
gorikan sesuai tetapi dengan skor minimal. Dari hasil FGD dengan seluruh anggota KKG PAB juga
menyepakati bahwa pelaksanaan kegiatan dengan
mengacu pada gambaran model pengembangan KKG PAB saat ini masih mengalami kendala dan
43
belum mencapai tujuan berupa peningkatan mutu
profesionalitas guru pendidikan agama Budha.
Mengacu pada Standar Pengembangan KKG yang
dikeluarkan oleh Direktorat Profesi Pendidik Dirjen
Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kepen-didikan Depdiknas tahun 2008 untuk mencapai
adanya jaminan mutu berupa peningkatan kompe-
tensi professional guru pendidikan agama Budha,
maka pengembangan KKG PAB harus disesuaikan dengan Standar pengembangan KKG. Melalui pem-
benahan dan penyesuaian Standar Pengembangan
KKG PAB Kabupaten semarang dengan Standar Pengembangan KKG diharapkan akan tercapai
penjaminan mutu berupa peningkatan kompetensi
dan profesionalitas guru PAB Kabupaten Semarang melalui pelaksanaan program kegiatan
KKG PAB Kabupaten semarang.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kegiat-
an KKG dalam meningkatkan mutu profesionalitas
guru adalah dengan menemukan model pengembang-
an KKG yaitu dengan melakukan penyesuaian Standar
Pengembangan Program KKG dengan Standar
Pengembangan KKG yang dikeluarkan oleh Direktorat
Profesi Pendidik Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan
dan Tenaga Kependidikan Depdiknas tahun 2008.
Diharapkan dapat mencapai adanya jaminan mutu
berupa peningkatan kompetensi dan profesionalitas
guru melalui pelaksanaan program KKG.
Hasil penelitian yang dilakukan Trimo pada
tahun 2006 tentang studi kasus pelaksanaan KKG di
Gugus Inti I Kecamatan Kalibawang Kabupaten
Kendal:
44
Berdasarkan informasi dan data yang terkumpul
diperoleh simpulan bahwa pelaksanaan KKG di Gugu Inti I Kecamatan Kalibawang Kabupaten
Kendal belu dilaksanaka secara efektif. Hal
tersebut terlihat dalam proses pembelajaran KKG yang cenderung pasif dan terpusat pada pemandu.
Penyusunan program KKG sudah mengungkap
dan memenuhi kebutuhan guru, dalam menganti-
sipasi perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga guru-guru mampu menguasai kompetensi profesi-
onal, personal dan kemasyarakatan. Namun
demikian pelaksanaan KKg belum dapat terlak-sana sesuai harapan, karena ada benturan ke-
pentingan dinas sehingga penyelesaian program
tidak tepat waktu. Pemandu/Tutor dalam KKG Gugus Inti I sudah mumpuni dalam penguasaan
meateri tapi dalam penyajiannya kurang mampu
mengelola proses pembelajaran secara efektif. Hal ini ditandai dengan suasana proses pembelajaran
yang kurang menarik, dan berpusat pada guru
pemandu.
Penelitian ini meggambarkan realita pelaksa-
naan Kelompok Kerja Guru (KKG) sebagai wadah
pembinaan profesional guru di lapangan yang
menunjukkan bahwa penyusunan kegiatan sudah
sesuai dengan prosedur dalam arti bahwa program
yang disususn sudah sesuai dengan kebutuhan guru.
Dalam pelaksanaan perlu adanya sinkronisasi dalam
hal sistem pembinaan peningkatan profesional guru
antar stakeholder dalam hal ini Dinas Pendidikan
dengan KKG supaya tidak terjadi benturan kepenting-
an. Dalam penelitian ini juga menggambarkan masih
perlu adanya pemahaman yang lebih jelas dari para
pemandu tentang peran dan fungsinya dalam pem-
binaan profesionalisme guru melalui wadah KKG.
45
Penelitian yang dilakukan oleh M. Siddik
Sulaeman (2013) tentang Pelaksanaan KKG dalam
upaya meningkatkan kemampuan profesional guru
Sekolah dasar: Analisis Kualitatif terhadap Kegiatan
KKG Gugus I Syahdan Hamis Kecamatan Tempuling
Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau.
Tesis ini dilatarbelakangi oleh pemikiran tentang
pentingnya peningkatan kemampuan kompetensi guru
khususnya guru Sekolah Dasar melalui wadah Gugus
Serkolah. Penelitian ini berujuan untuk menggam-
barkan dan menganalisis pelaksanaan KKG sebagai
wadah pembinaan kemampuan profesional guru yang
paling mendasar dan tentunya percepatan dalam
menggulirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sampai
ke Sekolah Dasar bagaimana pun adanya akan cepat
terealisasikan. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan pendekatan "naturalistik fenomeno-
logis" yang diadopsi dari Bogdan dan Biklen (1982).
Pendekatan seperti ini secara operasional me-
nempatkan peneliti sebagai instrumen utama untuk
mendatangi secara langsung sumber data. Data di-
kumpulkan dengan melalui observasi, wawancara dan
dokumentasi. Data dipaparkan dalam bentuk kata-
kata dan dianalisis melalui analisis induktif dengan
mengungkapkan makna dari keadaan yang diamati.
Penelitian ini berupaya untuk menggambarkan apa
adanya mengenai pelaksanaan KKG dalam upaya
meningkatkan kemampuan profesional guru Sekolah
46
Dasar. Kegiatan KKG ini diawali dengan adanya
komitmen "ingin maju bersama" dari seluruh sekolah
yang ada dalam Gugus Sekolah Dasar dengan
semboyan "dari guru, untuk guru, dan untuk siswa.
Komitmen tersebut pada prinsipnya tidak ber-
tentangan, dan bahkan sejalan dengan tujuan pendi-
dikan nasional yang tertuang dalam UU Nomor: 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Kepmendiknas Nomor: 0487/U/1982 tentang Sekolah
Dasar, serta Keputusan Dirjen Dikdasmen Nomor:
079/C/Kep/I/1993 tentang Sistem Pembinaan Profe-
sional. Hasil penelitian ini akan mengungkapkan
tentang: (1) Program pelaksanaan kegiatan KKG dalam
meningkatkan kemampuan profesional guru di Gugus
I Syahdan Hamis Kecamatan Tempuling yang selama
ini dilakukan; (2) Dukungan sarana dan prasarana
terhadap peningkatan kemampuan profesional guru di
PKG Gugus I Syahdan Hamis Kecamatan Tempuling;
(3) Upaya pembina KKG dalam meningkatkan kemam-
puan profesional guru di Gugus I Syahdan Hamis
Kecamatan Tempuling; (4) Faktor-faktor yang meng-
hambat dan yang memberikan dukungan terhadap
pelaksanaan kegiatan KKG di Gugus I Syahdan Hamis
Kecamatan Tempuling (http://repository.upi.edu/id/
eprint/936).
Penelitian ini menggambarkan tentang penting-
nya kegiatan KKG sebagai wadah pembinaan kemam-
puan profesional guru yang paling mendasar dan
tentunya percepatan dalam menggulirkan ilmu
47
pengetahuan dan teknologi sampai ke Sekolah Dasar
apabila kegiatan KKG diawali dengan adanya komit-
men "ingin maju bersama" dari seluruh sekolah yang
ada dalam Gugus Sekolah Dasar dengan semboyan
"dari guru, untuk guru, dan untuk Siswa. Komitmen
tersebut pada prinsipnya tidak bertentangan, dan
bahkan sejalan dengan tujuan pendidikan nasional
yang tertuang dalam UU Nomor: 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Kepmendiknas Nomor: 0487/U/1982 tentang Sekolah
Dasar, serta Keputusan Dirjen Dikdasmen Nomor:
079/C/Kep/I/1993 tentang Sistem Pembinaan Profesi-
onal.
Penelitian yang dilakukan oleh Fitrianti
Wulandari pada tahun 2008 tentang pembinaan
profesional melalui KKG di Gugus Ki Hajar Dewantara
UPTD Pendidikan Dasar Tegowanu Grobogan
menyebutkan:
1. Organisasi KKg Gugus Ki Hajar Dewantara
Kecamatan tegowanu Grobogan Kegiatan peng-organisasian yang dilakukan adalah penyusun-
an struktur organisasi, penentuan personil,
penjelasan tugas pokok dan funsi masing-
masing pengurus.
2. Kerja organisasi di Gugus Ki Hajar Dewantara
Kecamatan tegowanu Grobogan. Pada dasar-
nya kerja KKG di pengaruhi oleh tiga tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Ketiga hal tersbut menjadikan kerja KKG lebih
hidup dan memberikan menfaat bagi anggota secara keseluruhan. Anggota dihadapkan pada
pola piker yang tersetruktur dan terencana,
48
sehingga akan meningkatkan kualitas bagi
mereka.
3. Pengambilan keputusan Program pembinaan
professional guru di Gugus Ki Hajar Dewantara Kecamatan tegowanu Grobogan. Ada beberapa
factor dalam pengambilan keputusan: (a) meli-
hat jauh ke depan, (b) dapat memehami masa-
lah, (c) bertanggung jaawab atas apa yang terjadi, (d) ikut partisipasi, (e) menambah input
pengetahuan (f) menekankan arah perubahan
dan inovasi, (g) supervisi terhadap keputusan
pembelajaran.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kegiat-
an KKG dengan struktur orgenisasi yang jelas, penge-
lolaan organisasi KKG yang terstruktur dengan baik
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evalu-
asi, serta pengambilan keputusan mengenai program
pembinaan program professional yang tepat bagi guru
akan memberikan dampak positif dalam membimbing
dan meningkatkan kualitas pola piker yang terstruktur
dan terencana pada anggotanya, sehingga akan
mempengaruhi juga pada peningkatan kualitasnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Mijahammudin
(2009) “Peran kelompok Kerja Guru (KKG) dalam
Meningkatkan Profesional Guru Sains Sekolah Dasar
Kecamatan Seberang Ulu Palembang” mengungkapkan
bahwa:
Peran KKG sebagai salah satu wadah dalam pem-
binaan professional guru dilaksanakan dalam satu kali seminggu yang mayoritas pesrta hadir sesuai
dengan jadwal kegiatan yang telah ditentukan
sebelumnya. Dalam melaksanakan perannya KKG berperan aktif dalam menanggapi dan memecah-
49
kan persoalan-persoalan yang dihapai oleh gur
yang ada di bawah gugus 3 dan peserta cukup berpartisipasi dan aktif dalam mengikuti kegiatan
dalam memecahkan berbagai persoalan pembela-
jaran yang mereka hadapi. Selain itu aspek peran KKG dalam meningkatkan profesionalisme guru
sains yang ada di gugus 3 dan menjadi focus
utama dalam kegiatan KKG ini adalah aspek yang
berkaitan langsung dengan peningkatan mutu pembelajaran seperti aspek penguasaan kuriku-
lum, penguasaan materi, penguasaan alat peraga,
penggunaan metode dan teknik evaluasi. Sedang-kan aspek yang menyangkut pembinaan kepriba-
dian guru seperti disiplin dalam arti luas dan
komitmen terhadap tugas tidak terlalu menjadi focus utama dalam kegiatan KKG.
http://pps.uny.ac,id/index.php?pilih=pustaka&mod=yes&aksi=lihat&id=39
Peran KKG sebagai wadah pembinaan profe-
sional guru telah dilaksanakan, terutama dalam
menanggapi dan memecahkan persoalan-persoalan
yang dihadapi oleh guru dalam kegiatan pembelajaran,
aspek peningkatan mutu pembelajaran, penguasaan
kurikulum, penguasaan materi, penggunaan alat
peraga, penggunaan metode dan teknik evaluasi.
Faktor pembinaan yang menyangkut kepribadian
maupun sosial yang menyangkut kedisiplinan dan
komitmen terhadap tugas perlu dirumuskan dalam
program kegiatan KKG.
Dari kajian penelitian mengenai peran Kelompok
Kegiatan Guru sebagai wadah pembinaan profesio-
nalisme guru seperti yang disampaikan di atas, me-
nunjukkan bahwa peran KKG sebagai wadah pem-
50
binaan professional guru keefektifannya masih sangat
variatif