BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL...

53
1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani memandang keadilan sebagai suatu kebajikan individual (individual virtue). Apabila terjadi tindakan yang dianggap tidak adil (unfair prejudice) dalam tata pergaulan masyarakat, maka hukum sangat berperan untuk membalikan keadaan, sehingga keadilan yang telah hilang (the lost justice) kembali dapat ditemukan oleh pihak yang telah diperlukan tidak adil (dizalimi, dieksploitasi), atau terjadi keadilan korektif menurut Aristoteles. 1 Keadilan yang mesti dikembalikan oleh hukum menurut istilah John Rawls adalah “reasonably expected to be everyone’s advantage”. 2 Berdasarkan teori keadilan dalam pemberian bagi hasil Pajak Hotel dan Restoran yaitu keadilan sebagai suatu yang didambakan dalam hukum terutama ketika berkaitan dengan hak dan kewajiban dalam hubungan bernegara. Mengingat dinyatakan dalam Dasar Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila, pada Sila Kedua menyebutkan “Kemanusiaan yang adil dan beradab” serta Sila 1 B. Arief Sidharta, Meuwissen, 2007, Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum, dan Filsafat Hukum, Refika Aditama, Bandung, h. 93. 2 John Rawls, 1971, A Theory of Justice, Harvard University Press, Cambridge. Massachusetts, h. 60.

Transcript of BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL...

Page 1: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

1

[Type here]

BAB II

KERANGKA TEORITIK

KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR

1.1. Kerangka Teoritik

1.1.1. Teori Keadilan

Para filosof Yunani memandang keadilan sebagai suatu kebajikan

individual (individual virtue). Apabila terjadi tindakan yang dianggap tidak adil

(unfair prejudice) dalam tata pergaulan masyarakat, maka hukum sangat berperan

untuk membalikan keadaan, sehingga keadilan yang telah hilang (the lost justice)

kembali dapat ditemukan oleh pihak yang telah diperlukan tidak adil (dizalimi,

dieksploitasi), atau terjadi keadilan korektif menurut Aristoteles.1 Keadilan yang

mesti dikembalikan oleh hukum menurut istilah John Rawls adalah “reasonably

expected to be everyone’s advantage”. 2

Berdasarkan teori keadilan dalam pemberian bagi hasil Pajak Hotel dan

Restoran yaitu keadilan sebagai suatu yang didambakan dalam hukum terutama

ketika berkaitan dengan hak dan kewajiban dalam hubungan bernegara.

Mengingat dinyatakan dalam Dasar Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila,

pada Sila Kedua menyebutkan “Kemanusiaan yang adil dan beradab” serta Sila

1B. Arief Sidharta, Meuwissen, 2007, Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum,

Teori Hukum, dan Filsafat Hukum, Refika Aditama, Bandung, h. 93. 2John Rawls, 1971, A Theory of Justice, Harvard University Press, Cambridge.

Massachusetts, h. 60.

Page 2: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

2

[Type here]

Kelima menyebutkan “Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia”. Beberapa teori mengenai

keadilan diharapkan dapat terwujud bagi daerah penerima maupun dirasakan juga oleh daerah

yang memberikan bagi hasil pajak di kabupaten/kota oleh Provinsi Bali.

Pembicaraan tentang keadilan telah dimulai sejak Aristoteles sampai dengan saat ini.

Bahkan para ahli mempunyai pandangan yang berbeda tentang esensi keadilan. Teori yang

mengkaji dan menganalisis tentang keadilan dari sejak Aristoteles sampai saat ini, disebut dengan

teori keadilan. Teori keadilan dalam bahasa Inggris disebut dengan theory of justice, sedangkan

dalam bahasa Belandanya disebut dengan theorie van rechtvaardigheid terdiri dari dua kata, yaitu:

Teori dan Keadilan.3

Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan seperti diikuti, L.J. Van Apeldorn

yaitu:

Keadilan distributif dan keadilan commutatief. Keadilan distributif yaitu keadilan yang

memberikan kepada setiap orang jatah menurut jasanya. Sedangkan keadilan commutatief

adalah keadilan yang memberikan pada setiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat

jasa-jasa perseorangan.4

Demikian juga Thomas Aquinas membedakan keadilan atas dua kelompok yaitu keadilan

umum (justitia generalis) dan keadilan khusus. Keadilan umum adalah keadilan menurut kehendak

undang-undang yang harus dijalankan untuk kepentingan umum. Sedangkan keadilan khusus

adalah keadilan atas dasar kesamaan atau proporsionalitas. Keadilan khusus ini dibedakan

menjadi:

1). Keadilan distributif (justitia distributiva):

2). Keadilan komutatif (justitia commutativa):

3). Keadilan vindikatif (justitia vindicativa)

3 H. Salim, 2014, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Desertasi dan Tesis, Raja Grafindo Perkasa,

Jakarta, h.25. 4 L.J. Van Apeldorn, 1982, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, h.13.

Page 3: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

3

[Type here]

Keadilan distributif adalah keadilan yang secara proporsional ditetapkan dalam lapangan

hukum publik secara umum. Sebagai contoh, negara hanya akan mengangkat seorang menjadi

hakim apabila orang itu memiliki kecakapan untuk menjadi hakim. Keadilan komutatif adalah

keadilan dengan mempersamakan antara prestasi dan kontraprestasi. Sedangkan keadilan

vindikatif adalah keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman atau ganti kerugian dalam tindak

pidana. Seorang dianggap adil apabila ia dipidana badan sesuai dengan besarnya hukuman yang

telah ditentukan atas tindakan pidana yang dilakukannya.5

Pada abad modern salah seorang yang dianggap memiliki peran penting dalam

mengembangkan konsep keadilan adalah John Borden Rawls. Rawls6 berpendapat bahwa keadilan

hanya dapat ditegakkan apabila negara melaksanakan asas keadilan, berupa setiap orang

hendaknya memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kebebasan dasar (basic liberties) dan

perbedaan sosial dan ekonomi hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga memberikan manfaat

yang besar bagi mereka yang berkedudukan paling tidak beruntung, dan bertalian dengan jabatan

serta kedudukan yang terbuka bagi semua orang berdasarkan persamaan kesempatan yang layak.

Pandangan mengenai keadilan, teori keadilan Rawls dibagi dalam beberapa bagian antara

lain: pertama, sebuah telaah yang mencoba mengelaborasi secara singkat konsep keadilan Rawls

yang disebut fairness. Diskusi keadilan ini diawali dengan kritiknya terhadap utilitarisme dan

intuisionisme. Kritik atas kedua paham tersebut membawanya kepada keyakinan bahwa konsep

keadilan yang ditawarkannya merupakan konsep yang memadai karena bertumpu pada konsep

person moral. Kedua, sasaran pokok dari seluruh proyek Rawls adalah membangun sebuah teori

keadilan yang diharapkan mampu menjamin distribusi yang adil antara hak dan kewajiban dalam

5 Darji Darmnodiharjo dan Shidarta, 2006, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

h.156-157. 6 Wibowo, Teori Keadilan John Rawls, website http://www.file://localhost/D:/Filsafat Manusia, diakses

tanggal 29 Oktober 2014.

Page 4: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

4

[Type here]

suatu masyarakat yang teratur. Konsep keadilan seperti itu bisa dicapai atau dirumuskan apabila

ada kondisi awal yang menjamin berlangsungnya suatu proses yang fair. Fokusnya pada kondisi

hipotetis demi suatu prosedur yang fair, yang oleh Rawls disebut “posisi asali”. Posisi ini secara

khusus ditandai oleh prinsip kebebasan, rasionalitas, dan kesamaan hak. Serta bagian ketiga, yaitu

prinsip kebebasan yang sama bagi semua orang dan prinsip diferen yang merupakan prinsip-

prinsip pertama keadilan.7 Selanjutnya sumbangan pokok Rawl sehubungan relasi mendasar antara

prinsip-prinsip konstitusional dan prinsip-prinsip moral serta semangat solidaritas sosial sebagai

basis kerja sama sosial.8

Hans Kelsen dalam bukunya General Theory of Law and State, mengemukakan pemikiran

tentang konsep keadilan, Hans Kelsen menganut aliran positifisme yang mengakui kebenaran dari

hukum alam. Oleh karena itu pemikirannya terhadap konsep keadilan menimbulkan dualisme

antara hukum positif dan hukum alam. Hal ini dapat disimak dalam pendapat Hans Kelsen,9

sebagai berikut:

Dualisme antara hukum positif dan hukum alam menjadikan karakteristik dari hukum alam

mirip dengan dualisme metafisika tentang dunia realitas dan dunia ide model Plato. Inti dari

filsafat Plato ini adalah doktrinnya tentang dunia ide. Yang mengandung karakteristik

mendalam. Dunia dibagi menjadi dua bidang yang berbeda: yang pertama adalah dunia kasat

mata yang dapat ditangkap melalui indera yang disebut realitas; yang kedua dunia ide yang

tidak tampak

Dua hal lagi konsep keadilan yang dikemukakan oleh Hans Kelsen: pertama tentang keadilan

dan perdamaian. Keadilan yang bersumber dari cita-cita irasional. Keadilan dirasionalkan melalui

pengetahuan yang dapat berwujud suatu kepentingan-kepentingan yang pada akhirnya

menimbulkan suatu konflik kepentingan. Penyelesaian atas konflik kepentingan tersebut dapat

7 Andre Ata Ujan, 2001, Keadilan dan Demokrasi, telaah Filsafat Politik John Rawl, Kanisius, Yogyakarta,

h. 25. 8 Ibid, h. 145. 9 Hans Kelsen, 2011, General Theory of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul Muttaqien, Bandung, Nusa

Media, h. 14.

Page 5: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

5

[Type here]

dicapai melalui suatu tatanan yang memuaskan salah satu kepentingan dengan mengorbankan

kepentingan yang lain atau dengan berusaha mencapai suatu kompromi menuju suatu perdamaian

bagi semua kepentingan.10

Kedua, konsep keadilan dan legalitas. Untuk menegakkan diatas dasar suatu yang kokoh dari

suatu tananan sosial tertentu, menurut Hans Kelsen pengertian “Keadilan” bermaknakan legalitas.

Suatu peraturan umum adalah “adil” jika ia benar-benar diterapkan, sementara itu suatu peraturan

umum adalah “tidak adil” jika diterapkan pada suatu kasus dan tidak diterapkan pada kasus lain

yang serupa.11

Berdasarkan pemaparan beberapa teori keadilan diatas, sehubungan dengan disertasi

Kepastian Hukum Pembagian Hasil Pajak Hotel dan Restoran dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah (Suatu Studi Di Provinsi Bali), penulis cenderung lebih dekat teori keadilan

yang diungkapkan John Rawls sebagai cerminan keadilan dalam pembagian hasil Pajak Hotel dan

Restoran di Provinsi Bali, dalam memberikan analisasi dan jawaban atas rumusan masalah ketiga.

1.1.2. Teori Kewenangan

Teori Kewenangan dipilih dalam penelitian ini sehubungan dengan hak, wewenang, dan

kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan

kepentingan masyarakat, sebagai konsekuensi otonomi daerah. Termasuk diantaranya dalam

pembagian hasil Pajak Hotel dan Restoran daerah kabupaten/kota oleh Provinsi Bali. Bagaimana

kewenangan pembagian hasil Pajak Hotel dan Restoran kabupaten/kota oleh pemerintah daerah.

Di Indonesia dasar kewenangan menurut asas legalitas adalah merupakan prinsip negara

hukum, sehingga semua tindakannya ditentukan dalam undang-undang. Asas legalitas merupakan

prinsip negara hukum yang sering dirumuskan Hetbeginsel van wetmatigheid van bestuur yakni

10 Ibid, h.16. 11 Ibid

Page 6: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

6

[Type here]

prinsip keabsahan pemerintahan. HD Stout dengan mengutip pendapat Verhey, mengemukakan

Hetbeginsel van wetmatigheid van bestuur mengandung 3 (tiga) aspek, yaitu: (1) aspek negatif

(het negatieve aspect), (2) aspek formal-positif (het formeel-positieve aspect), (3) aspek materiil

positif (het materieel-positieve aspect). Pertama, aspek negatif menentukan tindakan pemerintah

tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Tindakan pemerintahan tidak sah jika

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Kedua, aspek formil positif

menentukan bahwa pemerintah hanya memiliki kewenangan tertentu sepanjang diberikan atau

berdasarkan undang-undang. Ketiga, aspek materiil positif menentukan undang-undang memuat

aturan umum yang mengikat tindakan pemerintahan. Hal ini berarti kewenangan itu harus

memiliki dasar perundang-undangan dan juga bahwa kewenangan itu isinya ditentukan normanya

oleh undang-undang.12

Henc van Maarseveen menggunakan dua istilah menjelaskan konsep kewenangan, yakni

ketika menganalisis UUD sebagai document van atribute, digunakan istilah kekuasaan (power)

sedangkan dalam menganalisis “pendelegasian” digunakan istilah wewenang (authority). Ia juga

mengemukakan ada dua konsep kekuasaan, yaitu kekuasaan yang tidak terkait dengan hukum

disebut blotemacht atau dalam Bahasa Inggris neck power. Di sisi lain kekuasaan yang berdasarkan

pada hukum disebut wewenang.13

Secara teoritis kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan diperoleh

melalui 3 (tiga) cara yaitu, Atribusi (Attributie), Delegasi (Delegatie), dan Mandat (Mandaat), hal

12 HD. Stout mengutip pendapat Verhey, dalam Ridwan HR, 2011, Hukum Administrasi Negara, Cet.7,

Grafindo Persada, Jakarta, h.90-92. 13 Suwoto, 1990, Kekuasaan dan Tanggungjawab Presiden RI Suatu Penelitian segi-segi Teoritik dan Yuridis

Pertanggungjawaban Kekuasaan, Disertasi Fakultas Pascasarjana Unair, h.30., di dalam Lukman Hakim, 2012,

Filosofi Kewenangan Organ Lembaga Daerah, Setara Press, Malang, h.74.

Page 7: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

7

[Type here]

ini juga sesuai dengan pendapat H.D van Wijk/Willem Konijnenbelt.14 Menurut H.D van

Wijk/Willem Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut:

- Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada

organ pemerintahan.

- Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada

organ pemerintahan lainnya.

- Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh

organ lain atas namanya.

Kewenangan sebagaimana dikemukakan oleh Indroharto yaitu kewenangan dalam arti

yuridis adalah suatu kemampuan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku

untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.15 Indroharto mengemukakan, bahwa wewenang

diperoleh secara atribusi, delegasi, dan mandat, yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut;

wewenang yang diperoleh secara atribusi, yaitu pemberian wewenang pemerintahan yang baru

oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Jadi, disini dilahirkan/diciptakan

suatu wewenang pemerintah yang baru. Pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang

telah ada oleh Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara yang telah memperoleh suatu wewenang

secara atributif kepada Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara lainnya. Jadi, suatu delegasi

didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang. Pada mandat, disitu tidak terjadi suatu pemberian

wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara yang

satu kepada yang lain.16

14 Ridwan HR, 2011, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Rajawali Pers, Jakarta (Selanjutnya disebut

Ridwan HR I), h.102. 15 Indroharto, 1999, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta (Selanjutnya disebut Indroharto I), h.68. 16 Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta (Selanjutnya disebut Indroharto II), h.90.

Page 8: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

8

[Type here]

Pembagian hasil Pajak Hotel dan Restoran daerah kabupaten/kota oleh Provinsi Bali lebih

dekat pada pandangan Verhey, dimana kebijakan pembagian hasil Pajak Hotel dan Restoran yang

dilakukan berdasarkan freies Ermessen tetap tidak boleh bertentangan dengan undang-undang.

1.1.3 Teori Manfaat

Eksistensi hukum bertujuan untuk memberikan keamanan dan ketertiban serta menjamin

adanya kesejahteraan yang diperoleh masyarakat dari Negara sebagai payung bermasyarakat.

Kaidah hukum di samping kepentingan manusia terhadap bahaya yang mengancamnya, juga

mengatur hubungan di antara manusia17. Masyarakat yang berkembang pesat dalam bernegara,

dipengaruhi oleh perkembangan jaman, sehingga kebutuhan harus dipenuhi sesuai jamannya.

Untuk itu perlu hukum yang kontekstual dalam arti dapat mengakomodir praktik-praktik sosial di

masyarakat dengan diatur oleh norma hukum. Ajaran-ajaran hukum yang dapat diterapkan agar

tercipta korelasi antara hukum dan masyarakatnnya, yaitu hukum sosial yang lebih kuat dan lebih

maju daripada ajaran-ajaran yang diciptalan oleh hukum perseorangan.18 Artikulasi hukum ini

akan menciptakan hukum yang sesuai cita-cita masyarakat karenanya muara hukum tidak hanya

keadilan dan kepastian hukum, akan tetapi aspek kemanfaatan juga harus terpenuhi. Penganut

mazhab utilitarianisme memperkenalkan tujuan hukum yang ketiga, disamping keadilan dan

kepastian hukum. Dilanjutkannya, tujuan hukum itu adalah untuk kemanfaatan bagi seluruh orang.

Kemanfaatan merupakan hal yang paling utama didalam sebuah tujuan hukum, mengenai

pembahasan tujuan hukum terlebih dahulu diketahui apakah yang diartikan dengan tujuannya

sendiri dan yang mempunyai tujuan hanyalah manusia akan tetapi hukum bukanlah tujuan

manusia, hukum hanyalah salah satu alat untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat dan

bernegara. Tujuan hukum bisa terlihat dalam fungsinya sebagai fungsi perlindungan kepentingan

17 Sudikno Mertokusumo, 2011, Teori Hukum, Cetakan ke 1, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, h. 11. 18 Alvin S. Johnson, 2006, Sosiologi Hukum, Cetakan ke 3, Asdi Mahastya, h. 204.

Page 9: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

9

[Type here]

manusia, hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai.19 Jika kita lihat defenisi manfaat dalam

kamus besar bahasa Indonesia manfaat secara terminologi bisa diartikan guna atau faedah.20

Dalam hal teori utilitarianisme,21 merupakan aliran yang meletakan kemanfaatan sebagai

tujuan utama hukum adapun ukuran kemanfaatan hukum yaitu kebahagian yang sebesar-besarnya

bagi orang-orang. Penilaian baik buruk, adil atau tidaknya hukum tergantung apakah hukum

mampu memberikan karena utilitarianisme meletakan kemanfaatan sebagai tujuan utama dari

hukum, sehingga diharapkan budaya hukum mempunyai korelasi dalam pembentukan hukum.

Penganut aliran utilistis adalah Jeremy Bentham, John Stuart Mill, dan Rudolf von Jhering.

Jeremy Bentham (1748-1832) salah satu tokoh yang mengemukakan aliran utilitarianisme,

Bentham menerapkan salah satu prinsip aliran utilitarianisme ke dalam lingkungan hidup, yaitu

manusia akan bertindak untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi

penderitaan. Ukuran baik-buruknya suatu perbuatan manusia tergantung pada apakah perbuatan

tersebut mendatangkan kebahagiaan atau tidak. Pembentuk undang-undang hendaknya dapat

melahirkan undang-undang yang dapat mencerminkan keadilan bagi semua individu. Dengan

berpegang pada prinsip tersebut, perundangan itu hendaknya dapat memberikan kebahagian

terbesar bagi sebagain besar masyarakat (the greates happiness for the greatest number).22

Tujuan perundang-undangan menurut Bentham adalah untuk menghasilkan kebahagiaan

bagi masyarakat. Untuk itu perundang-undangan harus berusaha untuk mencapai empat tujuan,

yaitu:23

a) To provide subsistence (untuk memberikan nafkah hidup);

19 Said Sampara dkk, 2011, Pengantar Ilmu Hukum, Total Media, Yogyakarta, h. 40. 20 KBBI, http://kbbi.web.id/manfaat, diakses tanggal 10 Desember 2017. 21 Moh. Erwin, 2011, Filsafat Hukum, Refleksi Kritis terhadap Hukum, Rajawali Press, Jakarta, h. 179.

22 H. Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, 2012, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung, h. 60-

61. 23 Teguh Prasetyo, 2013, Filsafat, Teori, dan Ilmu Hukum, Pemikiran Menuju Masyarakat yang Berkeadilan

dan Bermartabat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 112.

Page 10: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

10

[Type here]

b) To provide abundance (untuk memberikan makanan yang berlimpah);

c) To provide security (untuk memberikan perlindungan);

d) To attain equity (untuk mencapai persamaan).

Menurut Montesquieu, para legislator dalam membentuk hukum harus seperti tabib yang

mendiagnosis penyakit pasiennya kemudian memberikan resep. 24Legislator harus mendiagnosis

di masyarakat kebutuhan atau elemen-elemen apa saja yang dapat di implementasikan saat

diberlakukannya peraturan perundang-undangan. Hal mendasar yang tidak dapat dipisahkan

adalah inherenisasi antara pembuatan peraturan dengan pelaksana peraturan. Sinergitas keduanya

merupakan barometer terciptanya negara yang aman dan tertib sehingga kondusifitas dapat selalu

terjaga.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat merupakan suatu gejala yang umum,

bahwa perubahan-perubahan tersebut dipengaruhi akan gejala sosial.25 Eksistensi masyarakat,

sejatinya dapat mempengaruhi lahirnya produk hukum, karena norma tersebut yang akan dirasakan

secara langsung oleh masyarakat holistik. Kealpaan legilslator dalam memerhatikan norma di

masyarakat saat mengadakan kompromi-kompromi regulasi menghambat pembangunan hukum

dan/atau pembangunan masyarakat. Cita-cita hukum pun tidak terwujudkan dengan baik, karena

objek dari hukum tidak merasakan fungsi dari peraturan perundang-undangan yang dibentuk.

Sejatinya hukum berperan sebagai instrument yang memberikan manfaat kepada masyarakat

holistik

Dengan demikian tujuan hukum, bagi penganut teori utilitas atau teori kemanfaatan adalah

kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi individu yang sebanyak-banyaknya. Adagiumnya dalam

24 Montesquieu, 2013, The Spirit of Laws, Cetakan ke 6, Nusa Media, Bandung, h. 17. 25 Soerjono Soekanto, 2003, Hukum Adat Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 370.

Page 11: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

11

[Type here]

Bahasa Inggris “the greatests happiness the greatest number”. 26 Berdasarkan pandangan Bentham

ini sehingga pembagian hasil Pajak Hotel dan Restoran dianalisa berdasarkan kemanfaatannya

terhadap lebih banyak masyarakat di Provinsi Bali tidak hanya terfokus di wilayah Kabupaten

Badung maupun Denpasar, dan pandangan ini sebagai jawaban atas pertanyaan filosofi perlunya

pembagian hasil dan eksistensinya yang merupakan permasalahan pertama dan kedua disertasi ini.

1.2. Kerangka Konseptual

1.2.1. Konsep Negara Hukum

Sistem pemerintahan negara yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) menentukan negara Indonesia berdasarkan atas hukum

(rechtstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat).27 Undang-Undang Dasar Negara

Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 dalam perubahan keempat pada tahun 2002, konsepsi

Negara hukum atau rechtstaat yang sebelumnya tercantum dalam Penjelasan UUD NRI 1945,

dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) menyebutkan, bahwa “Negara Indonesia adalah

Negara Hukum.” Dalam konsep Negara hukum itu diidealkan bahwa yang harus dijadikan

panglima dalam dinamika kehidupan bernegara adalah ‘hukum’, bukan politik atau ekonomi. Jadi

hukum sebagai sistem bukan orang perorangan yang bertindak hanya sebagai wayang dari skenario

sistem yang mengaturnya. Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan Negara hukum ialah

Negara yang berdiri dan menjunjung tinggi hukum dan menjamin keadilan untuk warga negaranya.

Dengan demikian keadilan merupakan syarat bagi terciptanya kebahagiaan hidup serta disertai

dengan rasa susila kepada setiap manusia agar menjadi warga Negara yang baik, demikian pula

26 I Dewa Gede Atmadja, 2013, Filsafat Hukum Dimensi Tematis dan Historis, Setara Press, Malang

(selanjutnya disebut I Dewa Gede Atmadja II), h. 37. 27 Jimly Ashiddiqie, 2005, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Kontitusi Press, Jakarta, h. 151

Page 12: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

12

[Type here]

peraturan hukum yang sebenarnya hanya ada jika peraturan hukum itu mencerminkan keadilan

bagi pergaulan hidup antar warga negaranya.

Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim,28 negara hukum adalah Negara yang

berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warganya. Keadilan merupakan syarat bagi

tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar dari pada keadilan itu

perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik.

Demikian pula peraturan hukum yang sebenarnya hanya ada jika peraturan hukum itu

mencerminkan keadilan bagi pergaulan hidup antar warga negaranya.

Sunaryanti Hartono lebih memilih memakai istilah rule of law bagi negara hukum agar

supaya tercipta suatu negara yang berkeadilan bagi seluruh rakyat yang bersangkutan, penegakan

the rule of law itu harus diartikan dalam arti yang materi.29 Sudargo Gautama senada dengan

sunaryanti Hartono menyamakan rule of law bagi negara hukum ia mengemukakan: “Bahwa

dalam suatu negara hukum, terdapat pembatasan kekuasaan negara terhadap perseorangan. Negara

tidak maha kuasa, tidak bertindak sewenang-wenang tindakan-tindakan negara terhadap warganya

dibatasi oleh hukum inilah apa yang oleh ahli hukum Inggris dikenal sebagai the rule of law.30

Unsur-unsur negara hukum menurut Freidrich Julius Stahl yang diilhami oleh Immanuel

Kant adalah:

1) Berdasarkan dan menegakkan hak-hak asasi manusia.

2) Untuk dapat melindungi hak asasi dengan baik maka penyelenggaraan negara harus

berdasarkan trias politica.

3) Pemerintah berdasarkan undang-undang.

28 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi HTN-

FHUI, Jakarta, h.153. 29 Swaryati Hartono, 1976, Apakah The Rule of Law, Bandung, Alumni, 1976, h. 35. 30 Sudargo Gautama, 1973, Pengertian tentang Negara Hukum, Bandung, Alumni, h. 8.

Page 13: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

13

[Type here]

4) Apabila pemerintah yang berdasarkan undang-undang masih dirasa melanggar hak asasi

manusia maka harus diadili dengan peradilan administrasi.31

Sementara itu perkembangan negara hukum di Indonesia dapat dibagi menjadi 5 (lima)

tahapan, antara lain:

Tahap pertama, sejak proklamasi kemerdekaan 1945 sampai awal tahun 1950-an. Gagasan

tentang negara hukum (rechtsstaat) dapat dikemukakan dalam sidang-sidang BPUPKI (Badan

Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan dalam naskah Penjelasan UUD

1945, yang menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara berdasarkan atas hukum (rechtsstaat)

dan bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Masa ini dapat dikatakan sebagai

masa pencarian, karena pada awal proklamasi selama lima tahun bangsa Indonesia fokus berjuang

mempertahankan kemerdekaan dari agresi Belanda.32

Tahap kedua, berlangsung sejak 1950 sampai dengan 1965. Pada dasawarsa ini, orientasi

pemikiran negara hukum Indonesia berada dalam dua pusaran perdebatan tentang dasar negara,

yaitu Pancasila berhadapan dengan Islam. Hal ini berkaitan dengan wacana yang berkembang

dalam persidangan Konstituante (1955-1958) yang gagal membahas penetapan satu di antara dua

pilihan tersebut. Akhirnya, Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mencanangkan Dekrit

Presiden yang membubarkan Konstituante dan menyatakan berlakunya kembali UUD 1945 untuk

menggantikan UUDS 1950. Pada masa itu, aliran pemikiran Pancasila memainkan peran sentral.

Pemikir hukum Indonesia terkemuka, Notonagoro (UGM) meletakan fondasi Pancasila sebagai

falsafah negara meresapi tata hukum Indonesia.33

31 Astim Riyanto, 2006, Teori Konstitusi, Yapemdo, Bandung, h. 274. 32 I Dewa Gede Atmadja, 2015, Teori Konstitusi dan Konsep Negara Hukum, Setara Press, Malang

(Selanjutnya disebut I Dewa Gede Atmadja I), h. 149. 33 Ibid, h. 150.

Page 14: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

14

[Type here]

Tahap ketiga, berlangsung selama tiga dekade, yakni masa Orde Baru yang berkuasa

selama 32 tahun. Pada awal orba, terjadi perubahan jalannya negara hukum Indonesia. Saat itu,

hukum diabadikan untuk melayani pembangunan dengan pertumbuhan ekonominya. Dalam

konteks gagasan negara hukum, pada waktu itu, mulai diperkenalkan istilah rule of law. Hal itu

ditandai dengan adanya beberapa penelitian mengenai rule of law, seperti: (i) penelitian Sunaryati

Hartono yang dibukukan dengan judul “ Apa Rule of Law itu?” (1974); (ii) penelitian International

Comission of Jurists (ICJ) yang mengevaluasi 20 tahun rule of law pada masa Orde Baru (1987);

dan (iii) penelitian Todung Mulya Lubis di Universitas Harvard (1990). Penelitian-penelitian

tersebut bukan lagi berorientasi pada fondasi ideologi negara hukum, tetapi diwarnai hal-hal yang

empiris, dari praktek kekuasaan negara seperti perlindungan HAM baik hak asasi politik, hak asasi

ekonomi dan sosial-budaya, maupun hak asasi di bidang pembangunan.34

Tahap keempat, masa reformasi adalah implementasi negara hukum berpaham rule of law.

Disini, rule of law maknanya bukanlah hanya sebagai padanan kata atau terjemahan dari negara

hukum, tetapi sebagai sebuah konsep yang fondasinya dibangun menurut budaya masyarakat Barat

(khususnya negara penganut sistem common law seperti Inggris dan Amerika) yang liberal-

individualistik. Implementasi rule of law dilakukan secara “instrumental” melalui pembaruan

legislasi, penegasan sepration of power dengan check and balances, pengadopsian constitutional

review (judicial review) dan pembentukan lembaga-lembaga negara independen (auxialliray state

agencies). Jimly Asshiddiqie, sebagai pemikir yang berkonstribusi dalam tahapan ini, bahkan

memperluas ranah kajian rule of law dalam ranah lingkungan hidup dengan menerbitkan buku

“Green Constitution” dan dalam ranah ekonomi dalam bukunya berjudul “Konstitusi Ekonomi”.35

34 Ibid, h. 150. 35 Ibid, h. 151.

Page 15: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

15

[Type here]

Tahap kelima, ditandai dengan pemikiran Satjipto Rahardjo dengan gagasan “hukum

progresif” yang bergema sampai sekarang. Pemikirannya yang menonjol yakni karakter berhukum

yang “interaksionis” dengan mengimbangi arus pemikiran “instrumental” yang didominasi

pemikiran reformasi hukum yang dimotori Jimly Asshiddiqie yang fokus pada perombakan

legislasi (peraturan perundang-undangan) dan pembenahan institusi (kelembagaan negara).36

Menyimak tulisan-tulisan Satjipto Rahardjo tentang negara hukum dalam bukunya berjudul

“Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya” (2008) maka dapat dikemukakan ada 7 (tujuh)

kunci pokok pemikirannya sebagai berikut:37

a. Kritik terhadap negara hukum liberal, baik rechtsstaat maupun rule of law yang berwatak

liberal-kapitalistik karena kelahiran rechtsstaat dan rule of law dalam masyarakat Eropa

pada abad ke-18 sejalan dengan berkembangnya nasionalisme, demokrasi dan kapitalisme.

b. Menolak penerapan negara hukum liberal atau transplantasi hukum karena menunjukkan

bukti-bukti kegagalan di negara-negara non-Eropa termasuk Indonesia. Ia menggagas

dibangunnya negara hukum dari bawah (the rule of law from below).

c. Membangun negara hukum bukan hanya fokus pada hukum negara (legislasi dan institusi),

tetapi juga memasukkan hukum rakyat(hukum adat dan hukum kebiasaan) sebagai fondasi

negara hukum. Ini berarti negara hukum (formal-institutional) tidak mencukupi untuk

mencapai tujuan bersama. Hukum rakyat (cultural-interactional) harus dilibatkan secara

bersama-sama. Dengan perkataan lain, pluralisme hukum masuk dalam wacana negara

hukum.

d. Perlu peran aktif negara untuk mewujudkan negara hukum yang membahagiakan

rakyatnya. Negara hukum harus menjadi negara yang baik (benevolence state) yang

36 Ibid, h. 151. 37 Ibid, h. 152.

Page 16: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

16

[Type here]

memiliki kepedulian. Bukan negara yang netral, tetapi negara yang bernurani (a state with

conscience), dalam arti negara dikelola dengan praktek-praktek kebajikan (practical

wisdom) dan moralitas kebajikan (moral virtue) dari penyelenggara negara. Mirip dengan

pendapat Aristoteles.

e. Manusia diutamakan terkait dengan tujuan hukum untuk mengabdi kepada kepentingan

manusia (human dignity), bukan sebaliknya. Nuansa antroposentris ini adalah jantung dari

negara hukum Indonesia. Berbeda negara hukum Kelsenian, yang berfokus pada bentuk

dan struktur logis-rasional negara hukum yang mengedepankan susunan hirarkhis

peraturan perundang-undangan sebagai penentu (dominan). Di balik itu, inti gagasan

negara hukum Satjipto Raharjo adalah suatu bangunan nurani, sehingga segala hal yang

berkaitan dengan negara hukum dilekatkan pada nurani sebagai penentu, bukan peraturan

perundang-undangan.

f. Diperlukan negara hukum substantif, bukan negara hukum formal. Negara hukum formal

mengutamakan sendi-sendi: (a) pembatasan kekuasaan negara; (b) pemerintahan

berdasarkan hukum; dan (c) pemerintahan dipilih secara demokratis. Selain itu, negara

hukum substantif mengutamakan (a) pemenuhan hak-hak asasi; (b) pengutamaan

kemanusiaan dan keadilan (human dignity and justice); dan (c) kesejahteraan warga.

Dengan perkataan lain, negara hukum substantif adalah negara hukum yang

membahagiakan rakyatnya.

g. Tidak menafikan eksistensi hukum tertulis seperti konstitusi, namun konstitusi tertulis itu

seyogyanya dibaca secara bermakna agar bisa memahami nilai moral yang tersirat di balik

konstitusi tertulis. Gagasan ini mengacu pada pandangan Ronald Dworkin (Amerika)

tentang the moral reading of the constitution.

Page 17: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

17

[Type here]

Menyimak spirit pemikiran Satjipto Rahardjo, bahwa jantung dari gagasan negara hukum

yang ditawarkan adalah negara yang bernurani atau negara yang membahagiakan rakyatnya. Jika

dimaknai dalam konteks ke Indonesiaan, maka pemikiran negara hukum Satjipto Rahardjo dapat

ditempatkan pada wujud empirik pemikiran tentang “Negara Hukum Pancasila”.38

Jika mengkaji Negara Indonesia, yang merupakan negara hukum yang berdasarkan

Pancasila. Menurut Sri Soemantri Martosoewignjo, unsur-unsur negara hukum Indonesia yang

berdasarkan Pancasila, yaitu:39

1) Adanya pengakuan terhadap jaminan hak-hak asasi manusia dan warga negara;

2) Adanya pembagian kekuasaan;

3) Bahwa dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, pemerintah harus selalu berdasarkan

atas hukum yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis;

4) Adanya kekuasaan kehakiman yang dalam menjalankan kekuasaannya merdeka, artinya

terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, sedang khusus untuk Mahkamah Agung

harus juga merdeka dari pengaruh-pengaruh lainnya.

Adapun ciri negara hukum yaitu adanya pembagian kekuasaan dan pemencaran kekuasaan

(scheiding en spreiding van machten). Pembagian dan pemencaran itu merupakan upaya

mencegah bertumpuknya kekuasaan pada satu pusat pemerintahan, sehingga beban pekerjaan yang

dijalankan Pemerintah Pusat menjadi lebih ringan. Adanya pemencaran kekuasaan itu juga pada

hakikatnya dalam rangka check and balances penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.40

38 Ibid, h. 154. 39 Astim Riyanto, op.cit, h. 277. 40 I Made Arya Utama, 2007, Hukum Lingkungan, Sistem Hukum Perizinan Berwawasan Lingkungan Untuk

Pembangunan Berkelanjutan, Pustaka Sutra, Bandung, h. 47.

Page 18: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

18

[Type here]

Philipus M Hadjon memberikan ciri negara hukum Pancasila, bukan lagi negara hukum

yang berdasarkan atas Pancasila. Ciri negara hukum Pancasila menurut Philipus M Hadjon adalah

sebagai berikut:41

1) Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan;

2) Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara;

3) Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana terakhir;

4) Keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Menurut Arief Sidharta, Scheltema, merumuskan pandangannya tentang unsur-unsur dan

asas-asas Negara Hukum itu secara baru, yaitu meliputi 5 (lima) hal sebagai berikut:42

1) Pengakuan, penghormatan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia yang berakar dalam

penghormatan atas martabat manusia (human dignity).

2) Berlakunya asas kepastian hukum. Negara Hukum untuk bertujuan menjamin bahwa

kepastian hukum terwujud dalam masyarakat. Hukum bertujuan untuk mewujudkan kepastian

hukum dan prediktabilitas yang tinggi, sehingga dinamika kehidupan bersama dalam

masyarakat bersifat ‘predictable’. Asas-asas yang terkandung dalam atau terkait dengan asas

kepastian hukum itu adalah:

a) Asas legalitas, konstitusionalitas, dan supremasi hukum;

b) Asas undang-undang menetapkan berbagai perangkat peraturan tentang cara pemerintah

dan para pejabatnya melakukan tindakan pemerintahan;

c) Asas non-retroaktif perundang-undangan, sebelum mengikat undang-undang harus lebih

dulu diundangkan dan diumumkan secara layak;

41 Philipus M Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, PT.Bina Ilmu Surabaya, h.90. 42 B. Arief Sidharta, November 2004, Kajian Kefilsafatan tentang Negara Hukum, dalam Jentera (Jurnal

Hukum), “Rule of Law”, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Jakarta, edisi 3 Tahun II, h.124-125.

Page 19: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

19

[Type here]

d) Asas peradilan bebas, independent, imparial, dan objektif, rasional, adil dan manusiawi;

e) Asas non-liquet, hakim tidak boleh menolak perkara karena alasan undang-undangnya

tidak ada atau tidak jelas;

f) Hak asasi manusia harus dirumuskan dan dijamin perlindungannya dalam undang-

undang atau Undang-Undang Dasar.

3) Berlakunya Persamaan (Similia Similius atau Equality before the Law). Dalam Negara

Hukum, Pemerintah tidak boleh mengistimewakan orang atau kelompok orang tertentu, atau

mendiskriminasikan orang atau kelompok orang tertentu. Di dalam prinsip ini, terkandung (a)

adanya jaminan persamaan bagi semua orang di hadapan hukum dan pemerintahan, dan (b)

tersedianya mekanisme untuk menuntut perlakuan yang sama bagi semua warga Negara.

4) Asas demokrasi dimana setiap orang mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk turut

serta dalam pemerintahan atau untuk mempengaruhi tindakan-tindakan pemerintahan. Untuk

itu asas demokrasi itu diwujudkan melalui beberapa prinsip, yaitu:

a) Adanya mekanisme pemilihan pejabat-pejabat publik tertentu yang bersifat langsung,

umum, bebas, rahasia, jujur dan adil yang diselenggarakan secara berkala;

b) Pemerintah bertanggungjawab dan dapat dimintai pertanggungjawaban oleh badan

perwakilan rakyat;

c) Semua warga Negara memiliki kemungkinan dan kesempatan yang sama untuk

berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan politik dan mengontrol pemerintah;

d) Semua tindakan pemerintahan terbuka bagi kritik dan kajian rasional oleh semua pihak;

e) Kebebasan berpendapat/berkeyakinan dan menyatakan pendapat;

f) Kebebasan pers dan lalu lintas informasi;

Page 20: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

20

[Type here]

g) Rancangan undang-undang harus dipublikasikan untuk memungkinkan partisipasi rakyat

secara efektif.

5) Pemerintah dan Pejabat mengemban amanat sebagai pelayan masyarakat dalam rangka

mewujudkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan bernegara yang bersangkutan.

Dalam asas ini terkandung hal-hal sebagai berikut:

a) Asas-asas umum pemerintahan yang layak;

b) Syarat-syarat fundamental bagi keberadaan manusia yang bermartabat manusiawi dijamin

dan dirumuskan dalam aturan perundang-undangan, khususnya dalam konstitusi;

c) Pemerintah harus secara rasional menata tiap tindakannya, memiliki tujuan yang jelas dan

berhasil guna (doelmatig). Artinya, pemerintahan itu harus diselenggarakan secara efektif

dan efisien.

Bahwa kaitannya Kepastian Hukum Pembagian Hasil Pajak Hotel dan Restoran Daerah

Kabupaten/Kota dengan Konsep Negara Hukum, berdasarkan unsur negara hukum bahwa

pemerintahan berdasarkan undang-undang. UUD NKRI Tahun 1945 menentukan bahwa

pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya. Pasal 18 ayat (2) UUD NKRI Tahun 1945

menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Kota mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Serta Dalam

Pasal 18A ayat (2) UUD NKRI Tahun 1945, yang menentukan bahwa hubungan keuangan,

pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat

dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-

undang. Mengingat Bagi Hasil Pajak Hotel dan Restoran sebagai konsekuensi asas otonomi daerah

kabupaten/kota di Provinsi Bali, daerah dapat mengatur dan mengurus sendiri pelaksanaannya

Page 21: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

21

[Type here]

tetapi sudah sepatutnya diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-

undang.

Dengan demikian penerapan konsep negara hukum ini dapat menjawab permasalahan

mengenai dasar pertimbangan pembagian hasil Pajak Hotel dan Restoran serta juga permasalahan

terakhir yaitu bagaimana mewujudkan adanya kepastian hukum dalam pembagian hasil Pajak

Hotel dan Restoran.

1.2.2. Konsep Negara Kesejahteraan

Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah (kecuali urusan pemerintah yang

oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat) diarahkan untuk mempercepat

terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran

serta masyarakat. Pasal 18 UUD NRI Tahun 1945 memberikan dasar hukum pembentukan

Pemerintahan Daerah dan penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan

yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah.

Melalui otonomi luas, dalam lingkungan strategis globalisasi, Daerah diharapkan mampu

meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,

keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam sistem Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Demikian halnya digunakannya konsep negara kesejahteraan terkait

pembagian hasil Pajak Hotel dan Restoran daerah kabupaten/kota di Provinsi Bali, sebagai

kewenangan otonom daerah menyangkut pemerataan kesejahteraan masyarakat di Provinsi Bali,

sehubungan manfaat yang dirasakan terhadap hasil Pajak Hotel dan Restoran di daerah penghasil

yang mendistribusikan potensi yang dimiliki kepada daerah lainnya di Provinsi Bali dalam sistem

Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Page 22: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

22

[Type here]

Tugas negara dibagi menjadi tiga kelompok43, Pertama, negara harus memberikan

perlindungan kepada penduduk dalam wilayah tertentu. Kedua, negara mendukung atau langsung

menyediakan berbagai pelayanan kehidupan masyarakat di bidang sosial, ekonomi, dan

kebudayaan. Ketiga, negara menjadi wasit yang tidak memihak antara pihak-pihak yang berkonflik

dalam masyarakat serta menyediakan suatu sistem yudisial yang menjamin keadilan dasar dalam

hubungan kemasyarakatan. Tugas negara menurut faham modern sekarang ini (dalam suatu

Negara Kesejahteraan atau Social Service State), adalah menyelenggarakan kepentingan umum

untuk memberikan kemakmuran dan kesejahteraan yang sebesar-besarnya berdasarkan keadilan

dalam suatu Negara Hukum.44

Esping-Andersen sebagaimana dikutip oleh Darmawan Triwibowo, Negara kesejahteraan

bukanlah satu konsep dengan pendekatan baku. Negara kesejahteraan lebih sering ditengarai dari

atribut-atribut kebijakan pelayanan dan transfer sosial yang disediakan oleh negara (c.q

pemerintah) kepada warganya, seperti pelayanan pendidikan, transfer pendapatan, pengurangan

kemiskinan, sehingga kedua-nya (negara kesejahteraan dan kebijakan sosial) sering diidentikkan.

Hal itu tidaklah tepat karena kebijakan sosial tidak mempunyai hubungan implikasi dengan negara

kesejahteraan. Kebijakan sosial bisa diterapkan tanpa keberadaan negara kesejahteraan, tapi

sebaliknya negara kesejahteraan selalu membutuhkan kebijakan sosial untuk mendukung

keberadaannya.45

Konsep negara kesejahteraan menjadi landasan kedudukan dan fungsi pemerintah

(bestuursfunctie) dalam negara-negara modern. Negara kesejahteraan merupakan antitesis dari

43 Y. Sri Pudyatmoko, 2009, Perizinan, Problem dan Upaya Pembenahan, PT. Gramedia Widiarsana

Indonesia, Jakarta, h.1. 44 Amrah Muslimin, 1985, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok Tentang Administrasi dan Hukum

Administrasi, Alumni, Bandung, h. 110. 45 Darmawan Tri Wiowo, 2006, Mimpi Negara Negara Kesejahteraan, LP3ES, Jakarta, H. 8.

Page 23: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

23

[Type here]

konsep negara hukum formal (klasik), yang didasari oleh pemikiran untuk melakukan pengawasan

yang ketat terhadap penyelenggaraan kekuasaan negara, khususnya eksekutif yang pada masa

monarkhi absolut telah terbukti banyak melakukan penyalahgunaan kekuasaan.46

Paham negara kesejahteraan memperkenalkan konsep mengenai peranan negara yang lebih

luas. Menurut Utrecht, lapangan pekerjaan pemerintah suatu negara hukum modern sangat luas.

Pemerintah suatu negara hukum modern bertugas menjaga keamanan dalam arti seluas-luasnya,

yaitu keamanan sosial di segala lapangan masyarakat. Dalam suatu welfare state, masa ekonomi

liberal telah lampau dan ekonomi liberal itu telah diganti oleh suatu ekonomi yang lebih dipimpin

oleh pusat (centraalgeleide economie). Staatsonthouding telah diganti oleh Staatsbernoeienies,

pemisahan antara negara dan masyarakat ditinggalkan.47

Apabila semula negara hanya dipandang sebagai instrument of power, maka mulai timbul

aliran-aliran yang menganggap negara sebagai agency of service. Maka timbullah konsep welfare

state yang terutama memandang manusia tidak hanya sebagai individu, akan tetapi juga sebagai

anggota atau warga dari kolektiva dimana manusia bukanlah semata-mata merupakan alat

kepentingan kolektiv saja akan tetapi juga untuk tujuan dirinya sendiri. Ciri-ciri yang pokok dari

suatu welfare state ini adalah sebagai berikut:48

1) Pemisahan kekuasaan berdasarkan trias politica dipandang tidak prinsipil lagi.

Pertimbangan-pertimbangan efisiensi kerja lebih penting daripada pertimbangan-

pertimbangan dari sudut politis, sehingga peranan organ-organ eksekutif lebih penting dari

46 W. Riawan Tjandra, 2008, Hukum Administrasi Negara, Universitas Atmajaya, Yogyakarta (Selanjutnya

disebut W.Riawan Tjandra I), h.1. 47 E. Utrecht,1988, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, h.27. 48 Soerjono Soekanto, 1967, Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Kerangka Pembangunan Di Indonesia,

UI-Press, Jakarta, h. 68-69.

Page 24: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

24

[Type here]

sudut politis dan peranan organ-organ eksekutif lebih penting daripada organ-organ

legislatif.

2) Peranan negara tidak terbatas pada menjaga keamanan dan ketertiban saja akan tetapi negara

secara aktif berperanan dalam penyelenggaraan kepentingan rakyat di bidang-bidang sosial,

ekonomi dan budaya, sehingga perencanaan (planning) merupakan alat yang penting dalam

welfare state.

3) Welfare state merupakan negara hukum materiil yang mementingkan keadilan sosial dan

bukan persamaan formil.

4) Sebagai konsekuensi hal-hal tersebut di atas, maka dalam welfare state hak milik tidak lagi

dianggap sebagai hak yang mutlak, akan tetapi dipandang mempunyai fungsi sosial, yang

berarti adanya batas-batas dalam kebebasan penggunaannya.

5) Adanya kecenderungan bahwa peranan hukum publik semakin penting dan semakin

mendesak peranan hukum perdata. Hal ini disebabkan karena semakin luasnya peranan

negara dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya.

Model ini telah menjadi obsesi yang kuat bagi pendiri republik Indonesia, dengan Bung

Hatta sebagai figur sentralnya, UUD 1945 mengandung semangat ke arah model ini. Tujuan pokok

negara kesejahteraan ini antara lain adalah : (i) Mengontrol dan mendayagunakan sumber daya

sosial ekonomi untuk kepentingan publik; (ii) Menjamin distribusi kekayaan secara adil dan

merata; (iii) Mengurangi kemiskinan; (iv) Menyediakan asuransi sosial (pendidikan, kesehatan)

bagi masyarakat miskin; (v) Menyediakan subsidi untuk layanan sosial dasar bagi disadvantage

people, (vi) Memberi proteksi sosial bagi tiap warga negara.49

49 W. Riawan Tjandra I, Op.cit, h. 5-6.

Page 25: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

25

[Type here]

Negara kesejahteraan merupakan negara hukum yang memperhatikan pada upaya

mewujudkan kesejahteraan orang banyak. UUD 1945 baik dalam Pembukaan maupun Batang

Tubuh memuat berbagai ketentuan yang meletakkan kewajiban pada negara atau pemerintah untuk

mewujudkan kesejahteraan bagi orang banyak. Bahkan sila Kelima Pancasila dengan tegas

menyatakan “Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia”. Konsekuensinya, diperlukan

perangkat pemerintahan terdekat yang dapat memahami maupun menyelesaikan persoalan-

persoalan rakyat dengan cepat.50

Berdasarkan uraian diatas menunjukkan bahwa dapat menjawab permasalahan filosofi

dalam penelitian ini yaitu dasar pertimbangan perlunya pembagian hasil Pajak Hotel dan Restoran,

sebagai rumusan permasalahan pertama. Selain itu permasalahan kedua mengenai eksistensi

pembagian hasil Pajak Hotel dan Restoran juga menjadi aspek yang dapat dianalisa menggunakan

konsep negara kesejahteraan.

1.2.3. Konsep Kepastian Hukum

Rumusan permasalahan ketiga dalam disertasi ini menganalisa urgensi mewujudkan

adanya kepastian hukum dalam Pembagian Hasil Pajak Hotel dan Restoran Daerah, sehingga salah

satu konsep yang digunakan dalam membahasnya adalah tentang konsep kepastian hukum.

Kedudukan wewenang pemerintahan terhadap penyelenggaraan pemerintahan tidak bisa

dilepaskan kaitannya dengan penerapan asas legalitas dalam sebuah konsepsi negara hukum yang

demokratis atau negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum. Asas legalitas merupakan salah

satu prinsip utama yang dijadikan sebagai pijakan dasar dalam setiap penyelenggaraan

pemerintahan di setiap negara yang menganut konsepsi negara hukum.

50 I Made Arya Utama, Loc.cit.

Page 26: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

26

[Type here]

Keberadaan asas legalitas menurut H.D van Wijk/Willem Konijnenbelt pada mulanya

dikenal dalam hal penarikan pajak oleh negara sehingga di Inggris dikenal adanya sebuah

ungkapan yang menyatakan, bahwa tidak ada penarikan pajak tanpa adanya suatu representasi atau

persetujuan dari parlemen (no taxation without representation of parliament). Hal yang sama

dikenal pula di Amerika dengan suatu ungkapan yang menegaskan pentingnya sebuah dasar

penarikan pajak yakni, bahwa pajak tanpa disertai dengan persetujuan adalah sebuah perampokan

(taxation without representation is robbery). Hal tersebut dapat pula diartikan bahwa penarikan

pajak yang dilakukan oleh pemerintah atas nama negara hanya boleh atau dapat dilakukan setelah

adanya suatu dasar untuk menarik atau memungut pajak dalam bentuk undang-undang.51

Dalam perkembangannya lebih lanjut asas legalitas digunakan juga dalam bidang hukum

administrasi (negara) sebagaimana dikemukakan oleh H.D Stout yang menyatakan pemerintah

harus tunduk kepada undang-undang (is dat het bestuur aan de wet is onderwerpen). Dengan kata

lain, bahwa dengan adanya asas legalitas menetapkan semua ketentuan yang mengikat warga

negara haruslah didasarkan pada undang-undang (het legaliteits beginsel houdt in dat alle

(algemene) de burgers bindende bepalingen op de wet moeten berusten). Selain itu, dengan

kehadiran konsepsi negara hukum maka asas legalitas ini dijadikan sebagai pilar dasar dan

merupakan prinsip negara hukum yang sering kali dirumuskan dalam sebuah pernyataan yakni,

pemerintahan harus berdasarkan pada hukum (rechtmatigheid van bestuur, goverment based on

the law).52

Dalam penyelenggaraan pemerintahan asas legalitas menjadi acuan dasar bagi pemerintah

dalam bertindak atau berbuat. Dalam arti, bahwa pemerintahan harus dijalankan berdasarkan

ketentuan undang-undang. Konsep ini kemudian ditetapkan menjadi sebuah asas dalam

51 Aminuddin Ilmar, 2014, Hukum Tata Pemerintahan,Prenadamedia Group, Jakarta, h.93. 52 Ibid, h. 94-95.

Page 27: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

27

[Type here]

penyelenggaraan pemerintahan, yakni asas pemerintahan berdasarkan undang-undang

(wetmatigheid van bestuur). Keberadaan asas ini terkait erat dengan konsepsi negara hukum yang

berkembang dari pemikiran hukum abad ke-19, khususnya yang berkaitan dengan konsepsi negara

hukum klasik atau negara hukum liberal (de liberale rechtsstaatsidee). Pemikiran hukum pada

masa itu sangatlah didominasi dan dikuasai oleh pemikiran hukum legalistik-positivistik, terutama

pengaruh aliran atau ajaran hukum legisme, yang menganggap hukum apa yang tertulis dalam

undang-undang. Oleh karena itu, undang-undang dijadikan sebagai sendi utama dalam konsep

penyelenggaraan pemerintahan negara. Dengan kata lain, penerapan asas legalitas dalam konsep

atau gagasan negara hukum liberal memiliki kedudukan sentral, atau sebagai suatu fundamen dari

sebuah konsepsi negara hukum (als een fundamenten van de rechtsstaat).53

Prinsip dasar dalam sebuah konsepsi negara hukum menetapkan, bahwa setiap tindakan

atau perbuatan yang dilakukan oleh pemerintah (bestuurshandelingen) haruslah berdasarkan pada

peraturan perundang-undangan atau berdasarkan adanya suatu legitimasi atau kewenangan,

sehingga tindakan atau perbuatan pemerintah tersebut dipandang absah adanya. Dalam praktik

bernegara penerapan dari prinsip tersebut sering kali berbeda-beda antara satu negara dan negara

lainnya. Ada negara yang begitu ketat berpegang teguh pada prinsip tersebut, namun ada pula

negara yang tidak begitu ketat dalam menerapkannya. Dalam arti, bahwa untuk hal-hal atau

tindakan-tindakan (perbuatan) pemerintah yang tidak begitu fundamental sifatnya, maka sering

kali penerapan prinsip tersebut dapat diabaikan.54

Negara Hukum untuk bertujuan menjamin bahwa kepastian hukum terwujud dalam

masyarakat. Hukum bertujuan untuk mewujudkan kepastian hukum dan prediktabilitas yang

tinggi. Dimana belum tercerminnya prinsip kepastian hukum dalam pelaksanaan Pembagian Hasil

53 Ibid, h.95 54 Ibid, h.96-96.

Page 28: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

28

[Type here]

Pajak Hotel dan Restoran Kabupten/Kota di Bali. Pelaksanaan Pembagian Hasil Pajak Hotel dan

Restoran belum didasarkan atas undang-undang, khususnya mengenai angka persentase tertentu

bagi hasil sesuai disyaratkan UU Pemerintahan Daerah serta prinsip kepastian hukum yang

diamahkan dalam UUD NKRI 1945.

Kepastian adalah perihal (keadaan) yang pasti, ketentuan atau ketetapan.55 Hukum secara

hakiki harus pasti dan adil. Pasti sebagai pedoman kelakuan dan adil karena pedoman kelakuan itu

harus menunjang suatu tatanan yang dinilai wajar. Hanya karena bersifat adil dan dilaksanakan

dengan pasti hukum dapat menjalankan fungsinya. Menurutnya, kepastian dan keadilan bukanlah

sekedar tuntutan moral, melainkan secara faktual mencirikan hukum. Suatu hukum yang tidak

pasti dan tidak mau adil bukan sekedar hukum yang buruk, melainkan bukan hukum sama sekali.

Kedua sifat itu termasuk paham hukum itu sendiri (den begriff des Rechts).56 Hukum adalah

kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan

peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat

dipaksakan pelaksanaanya dengan suatu sanksi.57Kepastian hukum merupakan ciri yang tidak

dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian

akan kehilangan makna karena tidak lagi dapat dijadikan pedoman perilaku bagi semua orang. Ubi

jus incertum, ibi jus nullum (di mana tiada kepastian hukum, di situ tidak ada hukum).58

Kepastian hukum adalah “sicherkeit des Rechts selbst” (kepastian tentang hukum itu

sendiri). Ada empat hal yang berhubungan dengan makna kepastian hukum. Pertama, bahwa

hukum itu positif, artinya bahwa ia adalah perundang-undangan (gesetzliches Recht). Kedua,

55Cst Kansil, Christine S.t Kansil, Engelien R,palandeng dan Godlieb N mamahit, 2009, Kamus Istilah

Hukum, Jala Permata Aksara, Jakarta, h., 385. 56Shidarta, 2006, Moralitas Profesi Hukum Suatu Tawaran Kerangka Berfikir, PT Revika Aditama, Bandung,

h.79-80. 57Sudikno Mertokusumo dalam H. Salim Hs, 2010, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, PT

Rajagrafindo Persada, Jakarta, h.24. 58Ibid., hal 82.

Page 29: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

29

[Type here]

bahwa hukum itu didasarkan pada fakta (Tatsachen), bukan suatu rumusan tentang penilaian yang

nanti akan dilakukan oleh hakim, seperti “kemauan baik”, ”kesopanan”. Ketiga, bahwa fakta itu

harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, di

samping juga mudah dijalankan. Keempat, hukum positif itu tidak boleh sering diubah-ubah.59

Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah pernyataan yang

menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang

apa yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif.

Undang-Undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu

bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun

dalam hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam

membebani atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan

tersebut menimbulkan kepastian hukum.60

Konsep-konsep kepastian hukum sebagaimana telah dijelaskan digunakan untuk

menganalisa dan memberikan jawaban atas rumusan masalah ketiga yaitu urgensi mewujudkan

adanya kepastian hukum dalam pembagian Hasil Pajak Hotel dan Restoran.

1.2.4. Asas Desentralisasi

Ketentuan Umum Penjelasan UU Pemerintahan Daerah menyebutkan, Pemberian otonomi

yang seluas-seluasnya kepada Daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip negara kesatuan. Dalam

negara kesatuan kedaulatan hanya ada pada pemerintahan negara atau pemerintahan nasional dan

tidak ada kedaulatan pada Daerah. Oleh karena itu, seluas apa pun otonomi yang diberikan kepada

Daerah, tanggung jawab akhir penyelenggaraan Pemerintahan Daerah akan tetap ada ditangan

59Satjipto Rahardjo, 2006, Hukum Dalam Jagat Ketertiban, UKI Press, Jakarta (selanjutnya disebut Satjipto

Rahardjo I), h. 135-136. 60 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta (selanjutnya disebut Peter

Mahmud Marzuki II), h.158.

Page 30: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

30

[Type here]

Pemerintah Pusat. Untuk itu Pemerintahan Daerah pada negara kesatuan merupakan satu kesatuan

dengan Pemerintahan Nasional. Sejalan dengan itu, kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh

Daerah merupakan bagian integral dari kebijakan nasional. Pembedanya adalah terletak pada

bagaimana memanfaatkan kearifan, potensi, inovasi, daya saing, dan kreativitas Daerah untuk

mencapai tujuan nasional tersebut di tingkat lokal yang pada gilirannya akan mendukung

pencapaian tujuan nasional secara keseluruhan.

Demikian halnya dipilihnya konsep hukum otonomi daerah pada penelitian kepastian

hukum pembagian hasil Pajak Hotel dan Restoran pada daerah kabupaten/kota di Provinsi Bali

dalam hal sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai otonomi berwenang

mengatur dan mengurus daerahnya, sepanjang tidak bertentangan dengan tatanan hukum nasional

dan kepentingan umum. Dalam rangka memberikan ruang yang lebih luas kepada Daerah untuk

mengatur dan mengurus kehidupan warganya maka Pemerintah Pusat dalam membentuk

kebijakan harus memperhatikan kearifan lokal dan sebaliknya Daerah ketika membentuk

kebijakan Daerah baik dalam bentuk Perda maupun kebijakan lainnya hendaknya juga

memperhatikan kepentingan nasional. Dengan demikian akan tercipta keseimbangan antara

kepentingan nasional yang sinergis dan tetap memperhatikan kondisi, kekhasan, dan kearifan lokal

dalam penyelenggaraan pemerintahan secara keseluruhan.

Pasal 1 angka 2 UU Pemerintahan Daerah menyebutkan, Pemerintahan daerah adalah

penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat

daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam

sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Page 31: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

31

[Type here]

Kemudian angka 3 melanjutkan, yang merupakan Pemerintah daerah adalah kepala daerah sebagai

unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangan daerah otonom.

Pasal 1 angka 6 UU Pemerintahan Daerah menyebutkan, Otonomi daerah adalah hak,

wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Selanjutnya angka 12 menyebutkan, Daerah otonom, adalah kesatuan masyarakat hukum

yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi

masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Berkaitan dengan pengaturan urusan daerah diatur dalam Pasal 9 UU Pemerintahan

Daerah, menyatakan bahwa:

(1) Urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan

konkuren, dan urusan pemerintahan umum.

(2) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah urusan

pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah pusat.

(3) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah urusan

pemerintahan yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah

kabupaten/kota.

(4) Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke daerah menjadi dasar pelaksanaan

otonomi daerah.

Page 32: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

32

[Type here]

(5) Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan presiden sebagai kepala pemerintahan.

Sehingga berdasarkan UU Pemerintahan Daerah klasifikasi urusan pemerintahan terdiri

dari tiga urusan yakni:61

1) Urusan pemerintahan absolut adalah urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi

kewenangan pemerintah pusat.

2) Urusan pemerintahan konkuren adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara pemerintah

pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota.

3) Urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

presiden sebagai kepala pemerintahan, pelaksanaannya dilimpahkan kepada gubernur dan

bupati/walikota di wilayahnya masing-masing, misalnya urusan menjaga 4 pilar negara.

Untuk melaksanakan urusan pemerintah umum, gubernur, bupati/walikota dibantu oleh

perangkat pemerintah pusat dan dibentuk forum koordinasi pimpinan daerah dan forum

koordinasi kecamatan. Pendanaan dibebankan kepada APBN.

Secara epistimologi, otonomi berarti pemerintahan sendiri yang merupakan kesatuan dari

dua kata yaitu auto yang berarti sendiri dan nomes berarti pemerintahan. Dalam bahasa Yunani,

otonomi berasal dari autos yang berarti sendiri dan nemein yang berarti kekuatan mengatur sendiri.

Dengan demikian secara maknawi (begrif) otonomi mengandung makna kemandirian dan

kebebasan daerah dalam menentukan langkah-langkah sendiri.62

Definisi otonomi daerah bukanlah definisi yang tunggal, karena banyak sarjana yang

memberikan definisi tersendiri:

61 Sirajuddin dkk, 2016, Hukum Administrasi Pemerintahan Daerah, Setara Press, Malang, h. 85. 62 Hendra Karianga, 2013, Politik Hukum Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah, Prenadamedia Group,

Jakarta, h.76., dikutip dari Widarta, 2001, Cara Mudah Memahami Otonomi Daerah, Lapera Pustaka Utama,

Yogyakarta, h.2.

Page 33: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

33

[Type here]

- Menurut C.W. Van Der Pot, memahami konsep otonomi daerah sebagai menjalankan

rumah tangga sendiri (eigen houshounding). Selain itu, otonomi juga diartikan sebagai

suatu hak rakyat untuk mengatur pemerintahan di daerah dengan caranya sendiri sesuai

dengan hukum, adat dan tata kramanya. Otonomi yang demikian disebut sebagai otonomi

yang mendasar dan indigenous.63

- Ni’matul Huda, mengatakan bahwa otonomi adalah tatanan yang bersangkutan dengan

cara-cara membagi wewenang, tugas dan tanggung jawab mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan antara pusat dan daerah. Ini berarti bahwa konsep otonomi daerah yang

diartikannya merupakan pembagian wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan

rumah tangga daerahnya sendiri dengan tetap memperhatikan aturan yang telah diatur oleh

pemerintah pusat.64

- Syarif Saleh, mengartikan otonomi sebagai hak mengatur dan memerintah daerah sendiri,

atas inisiatif dan kemauan sendiri di mana hak tersebut diperoleh dari pemerintah pusat.

Adapun menurut Wayong, bahwa otonomi daerah itu merupakan suatu kebebasan untuk

memelihara dan memajukan kepentingan daerah, dengan keuangan sendiri, menentukan

hukum sendiri dan berpemeritahan sendiri.65

Otonomi dapat ditentukan berdasarkan teritorial (otonomi teritorial) ataupun berdasarkan

fungsi pemerintahan tertentu (otonomi fungsional) sehingga keduanya lazim disebut desentralisasi

teritorial dan desentralisasi fungsional. Berdasarkan desentralisasi teritorial negara sebagai satu

kesatuan teritorial dibagi dalam satuan-satuan pemerintahan teritorial yang lebih rendah yang

63 Yusnani Hasyimzoem, dkk., 2017, Hukum Pemerintahan Daerah, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 15. 64 Ibid. 65 Ibid.

Page 34: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

34

[Type here]

dinamakan daerah otonom. Daerah otonom dibentuk sebagai subsistem dari negara kesatuan

(decentralized unitary state).66

Desentralisasi juga dikaitkan dengan kewenangan pemerintah daerah dalam pembentukan

peraturan daerah sebagaimana pengertian desentralisasi yang dikemukakan Hans Kelsen sebagai

berikut:

The decentralization refers only to certain subject matters of special local interest; and the

scope of municipal authority is restricted to the stage of individual norms. But sometimes

the elected administrative body, the municipal council, is competent to issue general

norms, so-called autonomous statutes; but these statutes have to stay within the framework

of central statutes, issued by the legislative organ of the state.

Sehingga dimaksudkan bahwa desentralisasi hanya menunjuk pada perihal subyek tertentu

dari kepentingan khusus daerah; dan lingkup kewenangan daerah dibatasi oleh kuatnya norma

individu, namun terkadang dewan perwakilan rakyat terpilih berkompetensi untuk mengeluarkan

norma umum, yang disebut peraturan daerah; namun peraturan ini harus tetap berada di dalam

kerangka kerja peraturan pusat yang dikeluarkan oleh badan legislative negara.67 Asas otonomi

daerah akan memberikan penjelasan mengenai dasar pertimbangan dilakukannya pembagian hasil

Pajak Hotel dan Restoran serta juga menyangkut keberadaan atau eksistensi pembagian hasil Pajak

Hotel dan Restoran khususnya di kabupaten/kota di Provinsi Bali.

1.2.5. Konsep Perimbangan Keuangan

Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dapat diartikan

sebagai suatu system yang mengatur bagaimana caranya sejumlah dana dibagi di antara berbagai

tingkat pemerintah, serta bagaimana cara mencari sumber-sumber pembiyaan daerah untuk

menunjang kegiatan-kegiatan sektor publiknya. Hubungan keuangan ini merupakan salah satu isu

disamping isu lainnya seperti pembagian kewenangan, pengawasan, dan sebagainya yang cukup

66 I Gede Pantja Astawa, 2009, Problematika Hukum Otonomi Daerah di Indonesia, Alumni, Bandung, h.54. 67 Hans Kelsen, 1973, General Theory of Law and State, Russel and Russel, New York, h. 314.

Page 35: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

35

[Type here]

mengemuka dalam negara kesatuan, termasuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang

menganut sistem desentralisasi. Hubungan keuangan demikian itu tidak lain merupakan

konsekuensi dari adanya urusan pemerintahan yang diserahkan dan/atau ditugaskan oleh

pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah.68

Dalam sistem perundang-undangan Indonesia, hubungan keuangan antara pusat dan daerah

“diatur dan dilaksanakan secara adil” ini dimaknai sebagai “permbangan keuangan antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah”. Berdasarkan Pasal 1 angka 30 UU Pemerintahan

Daerah, pengertian hubungan keuangan antara pemerintahan pusat dan daerah adalah “suatu

sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan

bertanggungjawab”.69

Konsep Hukum Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan pemerintah daerah

berkaitan dengan pembagian hasil Pajak Hotel dan Restoran daerah kabupaten/kota di Provinsi

Bali dalam hal pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah yang dimaksudkan untuk

mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar-Daerah melalui penerapan formula yang

mempertimbangkan kebutuhan dan potensi Daerah. Dengan demikian dapat menjawab

permasalahan bagaimana ekstistensi pembagian hasil Pajak Hotel dan Restoran oleh

kabupaten/kota di Provinsi Bali.

Pasal 1 angka 3 UU Perimbangan Keuangan menyebutkan, Perimbangan keuangan antara

Pemerintah dan pemerintah daerah adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil,

proporsional, demokratis, transparan, dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan

desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah serta besaran

pendanaan penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan.

68 Sirajuddin dkk, op.cit, h. 102. 69 Sirajuddin dkk, op.cit, h. 103.

Page 36: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

36

[Type here]

Pemerintah daerah membutuhkan pemerintah dan pemerintahan daerah yang kuat dan yang

mampu menjaga hubungan keuangan yang sejalan dengan perkembangan dan kebutuhan

masyarakat. Esensi dasar otonomi daerah untuk mendekatkan fungsi pemerintahan dan pelayanan

publik kepada masyarakat daerah harus dianggap sebagai salah satu cara mencapai tujuan

bernegara. Hal ini dapat dilakukan pemerintah dan pemerintahan daerah dengan tiga tindakan yang

dapat dilakukan bersamaan yaitu:

1. Desentralisasi, yaitu penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada

daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi, seperti disebutkan dalam Pasal 1 angka 8

UU Pemerintahan Daerah.

Desentralisasi dipahami sebagai “as the transfer of power to different sub national

levels government by the central government”. Kebijakan desentralisasi terkait dengan

besarnya jumlah kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah lokal dan kaitannya

dengan pemerintah daerah lainnya. Spesifikanya berdasarkan kepentingan nasional

tujuan utama dari desentralisasi adalah: a) untuk mempertahankan dan memperkuat

integrasi bangsa; b) sebagai sarana untuk training bagi calon-calon pemimpin nasional;

dan c) untuk mempercepat pencapaian kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Sedangkan sisi kepentingan daerah, tujuan utama dari desentralisasi meliputi antara

lain: a) untuk mewujudkan demokratisasi di tingkat lokal (political equality, local

accountability, dan local responsiveness; b) untuk meningkatkan pelayanan publik; c)

untuk menciptakan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan

pembangunan daerah.70

70 Nurliah A. Wahyudin, 2009, Hubungan antar Pemerintah dalam Meningkatkan Ivenstasi Daerah dalam

buku Pemerintahan Daerah di Indonesia, MIPI, Jakarta, h.315.

Page 37: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

37

[Type here]

Livack dalam membedakan konsep desentralisasi, menyatakan menjadi tiga bentuk,

yaitu:

a) Desentralisasi politik, melimpahkan kepada daerah kewenangan yang lebih besar

menyangkut berbagai aspek pengambilan keputusan, termasuk penetapan standard

an berbagai peraturan.

b) Desentralisasi administrasi, merupakan redistribusi kewenangan, tanggung jawab

dan sumber daya di antara berbagai tingkat pemerintahan. Kapasitas yang memadai

disertai kelembagaan yang cukup baik di setiap tingkat merupakan syarat agar hal

ini bisa efektif.

c) Desentralisasi fiskal, hak untuk menerima transfer dari pemerintahan yang lebih

tinggi, dan menentukan belanja rutin maupun investasi.71

Pembagian ketiga desentralisasi pada hakikatnya tidak mengubah hakikat dari

desentralisasi yakni kesejahteraan rakyat sehingga ketiganya tidak bisa dilihat secara

berdiri sendiri tetapi merupakan tiga bentuk desentralisasi yang berkaitan satu dengan

yang lainnya. Konsep desentralisasi fiscal tidak bisa dilepaskan dari konsepsi

desentralisasi sehingga apabila desentralisasi merupakan disribusi kewenangan dari

pemerintah pusat ke pemerintah daerah, maka desentralisasi fiscal pun demikian

adanya tetapi khusus untuk anggaran.

The Liang Gie mengemukan alasan mengapa diperlukannya sistem desentralisasi dari

beberapa sudut pandang, yaitu:72

71 Hendra Karianga, op.cit., h. 123.

72 The Liang Gi, 1979, Teori-Teori Keadilan, Subur, Yogyakarta, h.27.

Page 38: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

38

[Type here]

1) Dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan desentralisasi dimaksudkan untuk

mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak yang pada akhirnya dapat menimbulkan

tirani.

2) Dalam bidang politik, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai tindakan

pendemokrasian untuk menarik rakyat ikut serta dalam pemerintahan dan melatih diri dalam

mempergunakan hak-hak demokrasi.

3) Dari sudut teknik organisasi pemerintahan, alasan mengadakan desentralisasi adalah

semata-mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap lebih

utama untuk diurus oleh pemerintah pusat.

2. Dekonsentrasi, adalah pelimpahan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi

kewenangan Pemerintah Pusat kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat,

kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali

kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan umum, seperti disebutkan dalam

Pasal 1 angka 9 UU Pemerintahan Daerah.

Ada dua konsep dekonsentrasi yaitu:73

1) Konsep statis, suatu keadaan dalam organisasi negara proses pengambilan

kebijakan berada di puncak hirarki organisasi, tetapi proses pelaksanaan kebijakan

terbesar di luar puncak hirarki organisasi atau tersebar di seluruh pelosok wilayah

negara.

2) Konsep dinamis, suatu proses penyebaran kekuasaan (wewenang) untuk

mengimplementasikan kebijakan di luar puncak organisasi atau di seluruh pelosok

wilayah negara.

73 Sirajuddin dkk, op.cit, h. 55.

Page 39: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

39

[Type here]

Penyelenggaraan asas dekonsentrasi menciptakan Field adminstration dan/atau local

state government. Hubungan antara aparatur pemerintah yang melaksanakan kebijakan

dan pembentuk kebijakannya dalam dekonsentrasi adalah intra organisasi. Dalam segi

pemerintahan daerah dikenal dua model field administration. Kedua model tersebut

adalah fragmented field admnistration dan integrated field aministration. Model

pertama yang berbasis fungsi, membenarkan batas-batas wilayah kerja (yurisdiksi) dari

perangkat departemen dilapangan (instansi vertikal) secara berbeda menurut

perimbangan fungsi dan organisasi departemen induknya. Model kedua yang berbasis

wilayah, mengharuskan terdapatnya keseragaman batas-batas wilayah kerja

(yurisdiksi) dari berbagai instansi vertikal atas dasar daerah (wilayah) administrasi

dibawah wakil pemerintah.74

Menurut Irawan Soejito terdapat dua pandangan mengenai hubungan desentralisasi dan

dekonsentrasi. Pertama, pandangan menganggap dekonsentrasi sebagai salah satu

bentuk desentralisasi. Kedua, pandangan yang menganggap dekonsentrasi adalah

sekedar pelunakan sentralisasi menuju arah desentralisasi.75

Secara politis, eksistensi dekonsentrasi akan dapat mengurangi keluhan-keluhan daerah

dan protes-protes daerah terhadap kebijakan pemerintah pusat dengan menjauhkannya

dari ibukota, sehingga dampaknya dapat dialokasikan pada daerah-daerah tertentu saja.

Aparat-aparat dekonsentrasi juga sering digunakan untuk mengontrol daerah-daerah.

Melalui kewenangan administrative terhadap anggaran daerah, persetujuan-persetujuan

74 Bhenyamin Hoessein, 2009, Hubungan Pusat dan Daerah dalam Konsteks Pemerintahan Umum dalam

Bukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, MIPI, Jakarta, h.218. 75 Josep Mario Monteiro, 2014, Hukum Pemerintahan Daerah, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, h. 14.

Page 40: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

40

[Type here]

terhadap peraturan daerah, aparat dekonsentrasi dapat mengendalikan pemerintah

daerah, terutama manakala terjadi konflik antara pemerintah pusat dan daerah.76

3. Tugas pembantuan, yaitu penugasan dari Pemerintah Pusat kepada daerah otonom

untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan

Pemerintah Pusat atau dari Pemerintah Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota

untuk melaksanakan sebagian Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah

provinsi. Seperti disebutkan Pasal 1 angka 11 UU Pemerintahan Daerah.

Menurut Koesoemahatmadja, tugas pembantuan (medebewind atau zelfbestuur)

sebagai pemberian kemungkinan kepada pemerintah/ pemerintah daerah yang

tingkatnya lebih atas untuk minta bantuan kepada pemerintah/ pemerintah daerah yang

tingkatannya lebih rendah agar menyelenggarakan tugas atau urusan rumah tangga

(daerah yang tingkatannya lebih atas tersebut).77

Tugas pembantuan merupakan asas yang diwariskan oleh Hukum Tata Negara Hindia

Belanda. Dalam Hukum Tata Negara Hindia Belanda tugas pembantuan disebut medebewind yang

pengaturannya tertuang dalam UU Desentralisasi 1903 atau secara lengkap Wethoutdende

Decentralisatie van het Bestuur in Nederlandsch Indie (S.1903/329).78 Menurut Ateng Syafrudin,

dasar pertimbangan pelaksanaan asas tugas pembantuan antara lain:79

1) Keterbatasan kemampuan pemerintah dana tau pemerintah daerah;

2) Sifat sesuatu yang sulit dilaksanakan dengan baik tanpa mengikutsertakan pemerintah

daerah;

76 Ibid, h. 17-18. 77 Ni’matul Huda, 2014, Desentralisasi Asimetris dalam NKRI, Nusa Media, Bandung, h. 39-40. 78 Sirajuddin dkk, op.cit., h. 79 Ateng Syafrudin, 1985, Pasang Surut Otonomi Daerah, Bina Cipta, Badung, h. 42

Page 41: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

41

[Type here]

3) Perkembangan dan kebutuhan masyarakat, sehingga sesuatu urusan pemerintahan akan lebih

berdaya guna dan berhasil guna apabila ditugaskan kepada pemerintah daerah.

Tujuan diberikannya tugas pembantuan menurut Ateng Syafrudin dibedakan atas 2 aspek

adalah:80

1) Untuk lebih meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pembangunan serta

pelayanan umum kepada masyarakat.

2) Untuk memperlancar pelaksanaan tugas dan penyelesaian permasalahan serta membantu

mengembangkan pembangunan daerah sesuai dengan potensi dan karakteristiknya.

Tugas pembantuan diadakan berdasarkan berbagai pertimbangan. Pertama, agar suatu urusan

dapat terselenggara secara efisien dan efektif. Pusat tidak perlu membentuk aparat sendiri di daerah

dan melaksanakan sendiri dari pusat. Pelaksanaan sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah daerah.

Kedua, dalam pelaksanaan dimungkinkan penyesuaian-penyesuaian menurut keadaan masing-

masing daerah. Tidak diperlukan keseragaman secara nasional. Daerah bebas menentukan cara-

cara melaksanakannya. Sebaliknya, suatu urusan yang memerlukan keseragaman dalam

penyelenggaraannya tidak dapat dilaksanakan dengan tugas pembantuan. Urusan semacam ini

harus dilaksanakan langsung dari pemerintah pusat. Kebebasan melaksanakan ini menunjukkan

ada unsur otonomi dalam tugas pembantuan. Karena itu ada yang memasukkan tugas pembantuan

merupakan bagian dari otonomi. Walaupun tidak mengenai substansi tetapi ada kemandirian

(kebebasan) mengatur dan mengurus tata cara pelaksanaanya, sehingga tidak ada perbedaan yang

mendasar antara rumah tangga otonomi dengan rumah tangga urusan tugas pembantuan. Tugas

pembantuan dapat pula digunakan sebagai cara persiapan sebelum suatu urusan pemerintahan

80 Ibid.

Page 42: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

42

[Type here]

diserahkan menjadi urusan rumah tangga daerah. Disamping itu, tugas pembantuan berfungsi

membantu daerah otonom dengan menyediakan dana fasilitas yang diperlukan.81

Pokok-pokok yang menjadi muatan dalam UU Perimbangan Keuangan sebagaimana

disebutkan pada akhir penjelasan umum sebagai berikut:82

a. Penegasan prinsip-prinsip dasar perimbangan keuangan pemerintah dan pemerintahan

daerah sesuai asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan;

b. Penambahan jenis dana bagi hasil dari sector pertambangan panas bumi, pajak penghasilan

(PPh) Pasal 25/29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21;

c. Pengelompokan dana reboisasi yang semula termasuk dalam komponen dana alokasi khusus

menjadi dana bagi hasil;

d. Penyempurnaan prinsip pengalokasian dana alokasi umum;

e. Penyempurnaan prinsip pengalokasian dana alokasi khusus;

f. Penambahan pengaturan hibah dan dana darurat;

g. Penyempurnaan persyaratan dan mekanisme pinjaman daerah;

h. Pengaturan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan;

i. Penegasan pengaturan system informasi keuangan daerah; dan

j. Prinsip akuntabilitas dan responsibilitas dalam undang-undang ini dipertegas dengan

pemberian sanksi.

UU Perimbangan Keuangan merupakan undang-undang organik yang juga merupakan

undang-undang sectoral dalam mengatur hubungan keuangan antara pusat dan daerah. Di samping

itu ada beberapa undang-undang lainnya yang secara umum dan pokok-pokok saja dalam

81 Bhenyamin Hoessein, 2011, Perubahan Model, Pola, dan Bentuk Pemerintahan Daerah dari Era Orde

Baru ke Era Reformasi, DIA FISIP UI, Jakarta, h.169. 82 Sirajuddin dkk, op.cit., h. 106.

Page 43: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

43

[Type here]

mengatur hubungan keuangan antara pusat dan daerah, seperti Undang-Undang Nomor 17 Tahun

2003 tentang Keuangan Negara dan UU Pemerintahan Daerah. Pasal 22 ayat (1) UU Keuangan

Negara yang berbunyi: “Pemerintah Pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada

Pemerintah Daerah berdasarkan undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah”.83

2.2.6. Konsep Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

Keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan yang sasaran utamanya untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat dalam negara yang bersangkutan biasanya ditentukan oleh bagaimana

melakukan atau melaksanakan azas-azas yang terkandung dalam pemerintahan secara cepat dan

tepat. Pelaksanaan azas pemerintahan yang tidak cepat dan tepat itu pasti kita yakini bahwa tugas-

tugas penyelenggaraan pemerintahan akan mengalami hambatan dan bahkan memungkinkan

kegagalan.84

Dalam lingkup hukum administrasi terdapat asas-asas umum pemerintahan yang baik yang

apabila diterapkan dalam segala aspek kegiatan pemerintahan, apa yang menjadi krisis di negara

ini tidak akan terjadi. Asas-asas umum pemerintahan yang baik ini sebenarnya berasal dari negeri

Belanda. Di Indonesia sendiri, asas-asas umum pemerintahan yang baik diperkenalkan oleh

Kuntjoro Purbopranoto, asas-asas umum pemerintahan yang baik ini dikategorikan dalam 13 (tiga

belas) asas, yaitu:85

1) Azas kepastian hukum (principle of legal security);

2) Azas keseimbangan (principle of proportionality);

3) Azas kesamaan (principle of equality);

4) Azas bertindak cermat (principle of carefulness);

83 Sirajuddin dkk, op.cit., h. 107. 84 Makmur, 2013, Kriminologi Administrasi dalam Pemerintahan, PT.Refika Aditama, Bandung, h.30. 85 Kuntjoro Purbopranoto, 1978, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi

Negara, Cetakan Kedua, Alumni, Bandung, h. 29-30.

Page 44: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

44

[Type here]

5) Azas motivasi untuk setiap keputusan pangreh (principle of motivation);

6) Azas jangan mencampuradukkan kewenangan (principle of non misuse of competence);

7) Azas permainan layak (principle of fair play);

8) Azas keadilan atau kewajaran (principle of reasonableness or prohibition of

arbitrariness);

9) Azas menanggapi penghargaan yang wajar (principle of meeting raised expectation);

10) Azas meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal (principle of undoing

consequences of an annulled decision);

11) Azas perlindungan atas pandangan hidup (cara hidup) pribadi (principle of protecting

the personal way of life);

12) Azas kebijaksanaan (sopientia);

13) Azas penyelenggaraan kepentingan umum (principle of public service).

Sedangkan pada Pasal 58 UU Pemerintahan Daerah serta penjelasannya, menyebutkan

dalam menyelenggarakan Pemerintahan Daerah berpedoman pada asas penyelenggaraan

pemerintahan negara yang terdiri atas:

1) Kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan

ketentuan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam kebijakan penyelenggara

negara.

2) Tertib penyelenggara negara, yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian,

dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.

3) Kepentingan umum, yaitu yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang

aspiratif, akomodatif, dan selektif.

Page 45: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

45

[Type here]

4) Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk

memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang

penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi

pribadi, golongan, dan rahasia negara.

5) Proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan

kewajiban penyelenggara negara.

6) Profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik

dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7) Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari

kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat

atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

8) Efisiensi, yaitu asas yang berorientasi pada minimalisasi penggunaan sumber daya

dalam penyelenggaraan negara untuk mencapai hasil kerja yang terbaik.

9) Efektivitas, yaitu asas yang berorientasi pada tujuan yang tepat guna dan berdaya guna.

10) Keadilan, yaitu bahwa setiap tindakan dalam penyelenggaraan negara harus

mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.

Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik muncul dan dimuat dalam suatu undang-

undang, yaitu Undang-Undang No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1999, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851). Dalam Pasal 3 UU No 28

Tahun 1999 disebutkan beberapa asas umum penyelenggaraan negara, yaitu sebagai berikut:

Page 46: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

46

[Type here]

1) Asas Kepastian Hukum, yaitu asas dalam negera hukum yang mengutamakan landasan

peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan

penyelenggara negara.

2) Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian,

dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.

3) Asas Kepentingan Umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara

yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

4) Asas Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hal masyarakat untuk

memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan

negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan

rahasia negara.

5) Asas Proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan

kewajiban penyelenggara negara.

6) Asas Profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik

dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7) Asas Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari

kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat

atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Asas-asas yang tercantum dalam UU N0 28 Tahun 1999 tersebut pada awalnya ditujukan

untuk para penyelenggara negara secara keseluruhan, berbeda dengan asas-asas yang sejak semula

hanya ditujukan pada pemerintah dalam arti sempit, sesuai dengan istilah ‘bestuur’ pada algemeen

beginselen van behoorlijk bestuur, bukan regering atau overheid, yang mengandung arti

Page 47: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

47

[Type here]

pemerintah dalam arti luas. Seiring dengan perjalanan waktu, asas-asas dalam UU No 28 Tahun

1999, tersebut diakui dan diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan proses peradilan

di Pengadilan Tata Usaha Negara, yakni setelah adanya UU No.9 Tahun 2004 tentang Perubahan

atas UU No.5 Tahun 1986 tentang PTUN. Berdasarkan Pasal 53 ayat (2) point a disebutkan;

“Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan asas-asas umum

pemerintahan yang baik”, dan dalam penjelasannya disebutkan; “Yang dimaksud dengan asas-asas

umum pemerintahan yang baik adalah meliputi atas kepastian hukum, tertib penyelenggaraan

negara, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas, dan akuntabilitas, sebagaimana dimaksud

dalam UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi,

Kolusi dan Nepotisme”. Disamping itu dalam UU Pemerintahan Daerah, asas-asas umum

pemerintahan yang baik tersebut dijadikan asas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah,

sebagaimana tercantum dalam Pasl 20 ayat (1) yang berbunyi; “Penyelenggaraan pemerintah

berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas: asas kepentingan umum,

asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas profesionalitas, asas akuntabilitas, asas efisiensi, dan

asas efektifitas”. Berdasarkan rumusan pasal ini tampak bahwa di dalamnya terdapat dua asas

tambahan, yaitu asas efisiensi dan asas efektivitas. Hanya saja kedua asas tambahan ini tidak

terdapat penjelasannya dalam undang-undang tersebut, sehingga tidak atau belum diketahui apa

yang dimaksudkannya.86

2.2.7 Konsep Freies Ermessen

Keberadaan kebijakan tidak dapat dilepaskan dengan kewenangan bebas (vrije

bevoegdheid) dari pemerintah yang sering disebut dengan istilah freies Ermessen. Secara bahasa

freies Ermessen berasal dari kata frei artinya bebas, lepas, tidak terikat, dan merdeka. Freies

86 Ridwan HR, 2016, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi, PT. RajaGrafindo Persada, Depok

(Selanjutnya disebut Ridwan HR II), h. 241-243.

Page 48: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

48

[Type here]

artinya orang yang bebas, tidak terikat, dan merdeka. Sedangkan Ermessen berarti

mempertimbangkan, menilai, menduga, dan memperkirakan. Freies Ermessen berarti orang yang

memiliki kebebasan untuk menilai, menduga, dan mempertimbangkan sesuatu. Istilah itu

kemudian secara khas digunakan dalam bidang pemerintahan, sehingga freiess Ermessen

(dikresionare power) diartikan sebagai salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi

pejabat atau badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat

sepenuhnya pada undang-undang. Definisi lain yang hampir senada diberikan oleh Nana Saputra,

yakni suatu kebebasan yang diberikan kepada alat administrasi, yaitu kebebasan yang pada asasnya

memperkenankan alat administrasi negara mengutamakan keefektifan tercapainya suatu tujuan

(doelmatigheid) daripada berpegang teguh kepada ketentuan hukum, atau kewenangan yang sah

untuk turut campur dalam kegiatan sosal guna melaksanakan tugas-tugas menyelenggarakan

kepentingan hukum. Bachsan Mustafa menyebutkan bahwa, freies Ermessen diberikan kepada

pemerintah mengingat fungsi pemerintah atau administrasi negara yaitu menyelenggarakan

kesejahteraan umum yang berbeda dengan fungsi kehakiman untuk menyelesaikan sengketa antar

penduduk. Keputusan pemerintah lebih mengutamakan pencapaian tujuan atau sasarannya

(doelmatigheid) daripada sesuai dengan hukum yang berlaku (rechtmatigheid).87

Meskipun pemberian freies Ermessen kepada pemerintah atau administrasi negara

merupakan konsekuensi logis dari konsepsi welfare state, akan tetapi dalam kerangka negara

hukum, freies Ermessen ini tidak dapat digunakan tanpa batas. Atas dasar itu, Sjachran Basah

mengemukakan unsur-unsur freies Ermessen dalam suatu negara hukum yaitu sebagai berikut:88

a. Ditujukan untuk menjalankan tugas-tugas servis publik;

b. Merupakan sikap tindak yang aktif dari administasi negara;

87 Ibid., h. 169-170. 88 Ibid., h. 170.

Page 49: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

49

[Type here]

c. Sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum;

d. Sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri;

e. Sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang

timbul secara tiba-tiba;

f. Sikap tindak itu dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha

Esa maupun secara hukum.

Dalam perspektif negara hukum kesejahteraan, tindakan yang dilakukan oleh pejabat

administrasi negara berdasarkan asas kebebasan bertindak (diskresi atau freies ermessen) tidak

terikat kepada undang-undang. Akan tetapi, tentu saja pejabat administrasi negara yang

bersangkutan tidak boleh melakukan tindakan tanpa pertimbangan-pertimbangan atau dasar

pemikiran tertentu. Dalam perspektif negara hukum, segenap tindakan pejabat administrasi harus

selalu ada batasan dan alasannya. Jika suatu tindakan pemerintahan tidak dapat dinilai berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan hukum, tidak berarti perbuatan tersebut tidak perlu

dipertanggungjawabkan. Tindakan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum harus

dipertanggungjawabkan secara moral dan akal sehat yang ukuran-ukurannya adalah kepatutan

(moral) dan kelayakan (akal sehat). Dalam hubungan itu, Hans J.Wolf, seperti dikutip oleh Markus

Lukman, mengemukakan bahwa freies ermessen tidak boleh diartikan secara berlebihan seakan-

akan badan atau pejabat administrasi negara boleh bertindak dengan sewenang-wenang atau tanpa

dasar dan dengan dasar-dasar yang tidak jelas ataupun dengan pertimbangan subjektif-

individual.89

Pemberian kewenangan untuk bertindak atas inisiatif sendiri kepada pemerintah (pejabat

administrasi negara) tentu saja harus didasarkan pada beberapa alasan tertentu. Hal ini berarti

89 Hotma P.Sibuea, 2010, Asas Negara Hukum Peraturan Kebijakan, Asas-asas Umum Pemerintahan yang

Baik, Erlangga, Jakarta, h. 73.

Page 50: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

50

[Type here]

bahwa diskresi tidak dapat dilakukan secara sewenang-wenang. Melainkan terikat kepada

persyaratan kondisional, tanpa kehadiran persyaratan kondisional tindakan diskresi tersebut pada

dasarnya tidak boleh dilakukan.

Menurut Ridwan H.R., ada tiga alasan atau keadaan kondisional yang menjadikan

pemerintah dapat melakukan tindakan diskresi atau tindakan atas inisiatif sendiri, yaitu sebagai

berikut:90

1) Belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelesaian in

concreto terhadap suatu masalah, padahal masalah tersebut menuntut penyelesaian yang

segera.

2) Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar tindakan aparat pemerintah telah

memberikan kebebasan sepenuhnya.

3) Adanya delegasi perundang-undangan, yaitu pemberian kekuasaan untuk mengatur sendiri

kepada pemerintah yang sebenarnya kekuasaan ini dimiliki oleh aparat yang lebih tinggi

tingkatannya.

Dalam kondisi yang pertama diatas, diskresi mengandung arti sebagai suatu tindakan

pemerintah yang dilakukan atas inisiatif sendiri akibat terjadi kekosongan hukum (undang-

undang) in concreto. Dalam kondisi tersebut, kekosongan hukum tersebut harus diisi pemerintah

dengan menetapkan sendiri hukum yang berlaku terhadap kasus yang bersangkutan karena belum

ada undang-undang yang dapat dijadikan pedoman bagi pemerintah. Namun jika terjadi masalah

baru yang belum ada pengaturannya, pemerintah dapat berpedoman pada asas-asas hukumyang

hidup dalam kesadaran hukum bangsa Indonesia.91

90 Ibid., h. 73. 91 Ibid., h. 74.

Page 51: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

51

[Type here]

Dalam hal kondisi kedua diatas, diskresi merupakan tindakan yang dilakukan oleh

pemerintah atas inisiatif sendiri untuk menjalankan suatu undang-undang karena undang-undang

itu sendiri tidak mengatur cara untuk menjalankannya secara khusus. Contohnya, suatu undang-

undang yang tidak menentapkan syarat-syarat untuk memperoleh izin usaha tertentu, jika

pemerintah tidak mengambil tindakan untuk menjalankan undang-undang dengan sendirinya

undang-undang itu tidak dapat dijalankan. Pemerintah harus bertindak atas inisiatif sendiri untuk

menjalankan perintah undang-undang tersebut, yaitu dengan menetapkan sendiri syarat-syarat

untuk memperoleh izin usaha tersebut. Jika tidak ada patokan yang diberikan oleh undang-undang,

syarat-syarat tersebut dengan sendirinya ditetapkan atas dasar penilaian pemerintah atau pejabat

administrasi negara yang bersangkutan.92

Dalam kondisi ketiga di atas, dikresi merupakan tindakan pemerintahan yang dilakukan

atas inisiatif sendiri karena aparat pemerintah diberi kekuasaan untuk mengatur sendiri suatu hal

tertentu, meskipun kewenangan untuk mengatur hal tersebut sebenarnya dimiliki oleh aparat yang

lebih tinggi tingkatannya. Dalam kondisi ini kekuasaan yang lebih tinggi menyerahkan

kewenangannya kepada pejabat administrasi negara untuk menjalankan kewenangan tersebut. Jika

terjadi penyerahan kewenangan kepada pejabat administasi negara, pemerintah bertindak seolah-

oleh pembentuk undang-undang.93

Dalam lapangan hukum administrasi negara dikenal dua macam diskresi sebagai bentuk

kebebasan bertindak atas inisiatif sendiri, yaitu: (a) diskresi bebas; dan (b) diskresi terikat.

Atmosudirjo menyebutkan berdasarkan kriteria (tolok ukur) ruang kebebasan yang diberikan oleh

92 Ibid., h. 75. 93 Ibid., h. 75.

Page 52: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

52

[Type here]

undang-undang kepada pemerintah atau pejabat administrasi negara dalam melakukan tindakan

atas inisiatif sendiri untuk menyelesaikan suatu masalah faktual.94

Menurut Atmosudirjo, dalam diskresi terikat, ruang pertimbangan yang diberikan kepada

pemerintah dibatasi oleh undang-undang sehingga ruang pertimbangan tersebut bersifat terbatas.

Dalam diskresi bebas, ruang pertimbangan tersebut tidak dibatasi secara khusus oleh undang-

undang. Undang-undang hanya menetapkan batas-batas umum sehingga pejabat administrasi

negara bebas mengambil keputusan apa saja asalkan tidak melampaui atau melanggar batas-batas

tersebut. Diskresi bebas juga dikenal dengan istilah wewenang bebas. Dalam diskresi atau

wewenang bebas, undang-undang memberikan ruang kebebasan (keleluasaan) yang cukup besar

kepada pejabat administrasi negara mengenai cara-cara melaksanakan kewenangan diskresinya.

Keleluasaan itu terjadi karena undang-undang tidak menentukan kriteria yang harus diperhatikan

oleh pejabat administrasi negara dalam menjalankan kewenangan diskresi tersebut.95

94 Ibid., h. 79. 95 Ibid., h. 80.

Page 53: BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA …...1 [Type here] BAB II KERANGKA TEORITIK KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 1.1. Kerangka Teoritik 1.1.1. Teori Keadilan Para filosof Yunani

53

[Type here]

2.1. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian ini, dengan memperhatikan Latar Belakang sampai

kerangka berpikir dibawah sebagai berikut :

1. Pertimbangan

perlunya

Pembagian Hasil

Pajak Hotel dan

Restoran Daerah

Kabupaten/Kota

di Provinsi Bali

Problematika Filosofis:

Kepastian, Keadilan Kemanfaatan

Problematika

Sosiologis: Fakta

Problematika

Yuridis: Rechtvacum

Hasil dan Pembahasan

Latar Belakang Masalah

Metode Penelitian

Kerangka Teoritik Teori

Rumusan Masalah

Teori Kehadilan,

Kewenangan, dan Manfaat,

Konsep negara hukum, Negara Kesejahtraan,

Kepastiam hukum, Asas

Otonomi Daerah,

Perimbangan Keuangan, Tata Kelola

Pemerintahan yang Baik, dan

Freies Ermessen

Penelitian Hukum

Normatif, pendekatan:

Undang-Undang, Konsep,

Sejarah & Kefilsafatan

Kesimpulan dan Saran

2. Eksistensi

Pembagian Hasil

Pajak Hotel dan

Restoran Daerah

Kabupaten/Kota

di Provinsi Bali

3. Bagaimana

mewujudkan

adanya kepastian

hukum dalam

Pembagian Hasil

Pajak Hotel dan

Restoran Daerah