BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA...

70
39 BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi ini, penulis menggunakan tiga (3) teori hukum dan satu (1) konsep hukum sebagai pijakan dalam menyelesaikan dua (2) permasalahan yang telah diuraikan pada Bab (1) satu, kemudian sebagai dasar dalam mengkaji masalah pada Bab III dan IV sebagai berikut: 1. Teori Konstitusi 2. Teori Kekuasaan 3. Teori Kewenangan 4. Konsep Negara Hukum 2.1.1 Teori Konstitusi Relevansi teori konstitusi dengan ide pembentukan Mahkamah Konstitusi RDTL, terdapat sub-sub bagian antara lain: 1. Istilah dan konsep konstitusi 2. Tujuan dibentuk konstitusi 3. Hakikat konstitusi 4. Fungsi konstitusi 5. Kedudukan konstitusi 6. Karakter konstitusi 7. Mekanisme perubahan konstitusi Konstitusi merupakan refleksi dari norma dasar Negara sebagai pembentukan hukum-hukum lainnya, dan sebagai aturan dasar yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan oleh lembaga-lembaga negara serta mengatur perlindungan hak asasi manusia, sebagaimana hal ini Negara Republik Demokratik

Transcript of BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA...

Page 1: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

39

BAB II

LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA

BERPIKIR

2.1 Landasan Teoritik

Berhubung dengan penulisan disertasi ini, penulis menggunakan tiga (3)

teori hukum dan satu (1) konsep hukum sebagai pijakan dalam menyelesaikan dua

(2) permasalahan yang telah diuraikan pada Bab (1) satu, kemudian sebagai dasar

dalam mengkaji masalah pada Bab III dan IV sebagai berikut:

1. Teori Konstitusi

2. Teori Kekuasaan

3. Teori Kewenangan

4. Konsep Negara Hukum

2.1.1 Teori Konstitusi

Relevansi teori konstitusi dengan ide pembentukan Mahkamah Konstitusi

RDTL, terdapat sub-sub bagian antara lain:

1. Istilah dan konsep konstitusi

2. Tujuan dibentuk konstitusi

3. Hakikat konstitusi

4. Fungsi konstitusi

5. Kedudukan konstitusi

6. Karakter konstitusi

7. Mekanisme perubahan konstitusi

Konstitusi merupakan refleksi dari norma dasar Negara sebagai

pembentukan hukum-hukum lainnya, dan sebagai aturan dasar yang mengatur

penyelenggaraan pemerintahan oleh lembaga-lembaga negara serta mengatur

perlindungan hak asasi manusia, sebagaimana hal ini Negara Republik Demokratik

Page 2: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

40

Timor-Leste. Kemudian teori konstitusi digunakan dalam menjustifikasi dan

membahas 2 rumusan masalah yang ada, Oleh sebab itu alasan dipilihnya teori

konstitusi, sebagai berikut:

Pertama, K-RDTL Tahun 2002 sebagai norma dasar bagi lembaga negara

terutama legislatif dan eksekutif dalam pembentukan peraturan perundang-

undangan yang dimaksud dalam Pasal 95 dan Pasal 96 K-RDTL Tahun 2002.

Kedua, sebagai aturan yang mengatur bangunan negara atau lembaga- lembaga

negara dalam penyelenggaraan pemerintahan secara umum diatur dalam Pasal 67

K-RDTL, serta kedudukan, kewenangan dan fungsi serta hubungannya antara

lembaga-lembaga tersebut dengan menganut prinsip pemisahan kekuasaan

(pembagian kekuasaan), Pasal 69 K-RDTL Tahun 2002.

Ketiga, mengatur hubungan negara dengan masyarakat yang harus tunduk

pada hukum yang berlaku diamanatkan dalam Pasal 2 ayat (2) K-RDTL Tahun

2002. Keempat, memberikan perlindungan HAM terutama memberikan

perlindungan hak-hak konstitusional warga negara, sebagaimana ditetapkan dalam

Pasal 16 K-RDTL Tahun 2002.

1. Istilah dan Konsep Konstitusi

Istilah konstitusi berasal dari bahasa Perancis, constituer, yang berarti

membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksudkan ialah pembentukan

suatu negara atau menyusun dan mengatakan suatu negara1, dari apa yang

dikatakan dapat dimengerti bahwa konstitusi itu adalah suatu pernyataan untuk

membentuk, menyusun suatu negara. Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan

1 Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Ni'matul Huda, 2005, Teori dan Hukum Konstitusi, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, h. 7

Page 3: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

41

pembentukan adalah proses, cara, perbuatan membentuk.2 Menurut hemat penulis

konstitusi atau pembentukan merupakan proses atau cara dalam perbuatan

membentuk.

Istilah konstitusi oleh Wirjono Prodjodikoro berasal dari kata kerja

“constituer” (Perancis) berarti membentuk, jadi konstitusi berarti pembentukan.3

Hemat peneliti konstitusi berarti pembentukan. Konstitusi dalam pengertian hukum

sering dipersamakan dengan Undang-Undang Dasar atau Grondwet, oleh L.J. van

Apeldoorn telah membedakan secara jelas, yaitu Grondwet (Undang-Undang

Dasar) adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi, sedangkan constitution

(konstitusi) memuat baik peraturan tertulis maupun yang tidak tertulis.4 Jadi secara

umum dapat dikatakan konstitusi dan undang-undang Dasar memiliki tidak

memiliki perbedaan.

Adanya persamaan dan perbedaan antara konstitusi dan undang-undang

dasar sebagaimana dikatakan oleh Oliver Cromwell yang menamakan Undang-

Undang Dasar itu sebagai Instrument of Government artinya bahwa Undang-

Undang Dasar sebagai pegangan untuk memerintah,5 hemat penulis Undang-

undang Dasar merupakan pedoman bagi pemerintah dalam menyelenggarakan

pemerintahan Negara.

Sedangkan James Bryce sebagaimana dikutip oleh CF Strong menyatakan;

konstitusi sebagai kerangka masyarakat politik (Negara). Yang diorganisir dan

2 Departemen Pendidikan Nasional, 2014, KBBI edisi ke IV, PT Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta, h.174 3 Wirjono Prodjodikoro, 1989, Asas-asas Hukum Tata Negara Indonesia, Dian Rakyat,

Jakarta, h. 10 4 Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Ni'matul Huda, op.cit. h. 8 5 Dahlan Dkk, Loc.cit

Page 4: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

42

melalui hukum. Dengan kata lain hukum menetapkan adanya lembaga-lembaga

permanen dengan fungsi yang telah diakui dan hak-hak yang telah ditetapkan. (A

frame of political society, organized through and by law, that is to say on in which

law has established permanent institutions with recognized function and definite

rights.6 Hemat penulis, konstitusi sebagai kerangka yang menetapkan fungsi dan

hak-hak lembaga-lembaga negara dalam menyelenggarakan pemerintahan.

Sesungguhnya tidak ada perbedaan antara konstitusi dan undang-undang dasar

sebab pada dasarnya konstitusi dan UUD sama-sama mengatur fungsi dan hak-hak

dari lembaga-lembaga Negara dalam menyelenggarakan pemerintahan.

Herman Heller membagi definisi konstitusi itu ke dalam tiga definisi

yakni:7

a) Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam suatu masyarakat

sebagai suatu kenyataan (Die politische Verfassung als Gesellschaftliche

Wirklichkeit) dan belum merupakan konstitusi dalam arti hukum (ein

rechtsverfassung) atau dengan perkataan lain konstitusi itu masih

merupakan pengertian sosiologis atau politis dan belum merupakan hukum;

b) Baru setelah orang-orang mencari unsur hukumnya dari konstitusi yang

hidup dalam masyarakat itu untuk dijadikan dalam satu kesatuan kaidah

hukum, maka konstitusi itu disebut Rechtsverfassung (Die Verselbstandgle

Rechtsverfassung). Tugas untuk mencari unsur hukum dalam ilmu

pengetahuan hukum disebut dengan istilah abstraksi;

c) Kemudian orang mulai menuliskan dalam suatu naskah sebagai undang-

undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara. Dengan demikian

menjadi jelaslah bagi kita, bahwa bilamana kita menghubungkan pengertian

konstitusi tersebut dengan pengertian Undang-Undang Dasar, maka

Undang-Undang Dasar itu hanyalah merupakan sebagian dari pengertian

konstitusi itu sendiri. Dengan perkataan lain, konstitusi itu (die geschriebene

verfassung), menurut beberapa para sarjana merupakan sebagian dari

konstitusi dalam pengertian umum.

6 C.F. Strong 2010, Konstitusi-Konstitusi Politk Moderen Cet ke III, Nusa Media, Bandung,

h.14-15 7Astim Riyanto, op cit, h. 20.

Page 5: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

43

Dikaitkan ide pembentukan Mahkamah Konstitusi RDTL. Pertama,

Konstitusi RDTL Tahun 2002 di bentuk dalam sebuah dokumen tertulis, menilik

ke kehidupan social politik masyarakat yang sedang membangun terdapat berbagai

pelanggaran hukum (telah diuraikan di bab I), nilai keadilan, dan kepastian hukum,

demokratis dan persamaan di depan hukum, dan berbagai nilai-nilai lainnya tidak

tercapai sebagaimana diatur dalam pasal 6 K-RDTL Tahun 2002.8

Kedua, mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam bentuk hukum tertulis,

memerlukan penelusuran dan menemukan kandungan nilai yang dijadikan dasar

bagi terbentuknya konstitusi; dikaitkan dengan Negara RDTL, memang nilai- nilai

tersebut telah di tuangkan dalam K-RDTL Tahun 2002, namun untuk mewujudkan

nilai keadilan kepastian, persamaan didepan hukum demokratis, dll, menjadi

kenyataan, memerlukan kerja sama antara pemerintah dan warga negara melalui

mekanisme pembentukan lembaga peradilan baru (Mahkamah Konstitusi) dalam

sistem ketatanegaraan RDTL, agar sistem nilai-nilai tersebut dapat diwujudkan.

Ketiga, penulisan konstitusi tidak terlepas dari adanya kesepakatan dasar

antara warga masyarakat dalam menyusun naskah konstitusi. Terkait ide

pembentukan Mahkamah Konstitusi, apabila Pemerintah RDTL berkeinginan

membentuk lembaga ini, memerlukan kesepakatan bersama seluruh rakyat dan

pemerintah melalui mekanisme revisi konstitusi dan referendum (dibahas pada bab

IV), diatur dalam Pasal 154 dan Pasal 66 K-RDTL Tahun 2002.9

8 Pasal 6 Konstitusi RDTL Tahun 2002, merupakan cita-cita atau tujuan-tujuan hendak

dicapai oleh negara RDTL dalam proses pembangunan Nasional 9 Pasal 66 dan Pasal 154 Konstitusi RDTL Tahun 2002, kedua pasal ini mengatur sistim

revisi Konstitusi RDTL Tahun 2002

Page 6: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

44

Demikian konstitusi mengandung suatu permulaan dari segala macam

peraturan pokok mengenai sendi-sendi pertama untuk menegakkan bangunan besar

bernama negara.10 Hemat penulis, ada dua hal mengenai pembentukan konstitusi

sebenarnya berdasarkan pengalaman ketatanegaraan masing-masing. Pertama,

konstitusi ada sebelum negara terbentuk. Kedua, setelah negara terbentuk,

kemudian baru membentuk konstitusi. Demikan konstitusi dijadikan sebagai norma

dasar penyelenggaraan pemerintahan negara dan penyangga negara. Lebih lanjut

norma dasar atau konstitusi adalah aturan-aturan dasar yang mengatur, tugas,

fungsi, kewenangan dan hubungan lembaga-lembaga penyelenggaraan pemerintah

negara.

Konstitusi merupakan wujud penormaan dari nilai-nilai luhur Negara

RDTL, meminjam pendapat K.C Wheare, 11 menjelaskan: “a constitution is indeed

the resultant of parallelogram of forces political, economic, and social which

operate at the time its adoption” (konstitusi merupakan hasil resultan dari segi

kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang beroperasi pada saat diadopsi). Hemat

penulis, konstitusi merupakan hasil kesepakatan bersama seluruh rakyat, yang

digunakan sebagai pedoman pada saat diselenggarakannya sebuah pemerintahan,

menurut Carl Schmitt, konstitusi merupakan keputusan atau konsensus bersama

tentang sifat dan bentuk suatu kesatuan politik (eine Gesammtentscheidung über

Art und Form einer politischen Einheit), yang disepakati oleh suatu bangsa.12Kedua

10 C.A.J.M Kortman, Constitutionalrecht, Loc.Cit 11 K.C. Wheare, 1969, Modern Constitution, Oxford University Press, London, h. 68

12 A. Hamid S. Attamimi, 1990, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia Dalam

Penyelenggaraan Pemerintah Negara (Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan Presiden Yang

Berfungsi Pengaturan Dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita VI. Disertasi Doktor Universitas

Indonesia, Jakarta, hal. 288, dalam Maria Farida Indrawati Soeprapto, 1998, Ilmu Perundang

Page 7: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

45

pendapat ini, jelas memberikan pemahaman, terbentuknya konstitusi merupakan

hasil kesepakatan bersama masyarakat politik dari suatu bangsa. Kemudian A.A.H

Struycken sebagaimana dikutip oleh Sri Soemantri, menjelaskan bahwa konstitusi

merupakan sebuah dokumen formal yang berisikan empat hal pokok, yakni: 13

a) Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau;

b) Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa;

c) Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk

waktu sekarang maupun untuk masa yang akan datang; dan

d) Suatu keinginan, dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan

bangsa hendak dipimpin.

Relevansinya dengan ide pembentukan Mahkamah Konstitusi RDTL.

Unsur pertama, nilai filosofis yang terkandung dalam pembukaan K-RDTL Tahun

2002, nilai keadilan bagi rakyat RDTL yang memang selama ini diperjuangkan,

sebab keadilan tidak pernah diperoleh jika dalam penyelenggaraan pemerintahan

Negara, para penyelenggara Negara dalam tindakannya acapkali melanggar

peraturan perundang-undangan dan dalam pembentukan peraturan perundang-

undangan yang dibentuk oleh lembaga legislative dan pemerintah atau banyaknya

peraturan perundang-undangan mengalami disharmonisasi secara hierarki hukum.

Unsur kedua, mengenai tingkat perkembangan ketatanegaraan, selama ini

kehidupan ketatanegaraan RDTL mengalami berbagai persoalan terutama sengketa

lembaga Negara dan pelanggaran hak-hak konstitusional warga Negara dan tidak

pernah dapat diselesaikan. Unsur ketiga, pandangan tokoh-tokoh bangsa yang telah

tertuang dalam K-RDTL Tahun 2002, merupakan cerminan dari nilai-nilai luhur

bangsa RDTL, dimana merupakan wujud kesepakatan bersama seluruh rakyat yang

Undangan: Dasar-Dasar Dan Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, h. 28.

13 Sri Soemantri, 2006, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Alumni, Bandung, h.3

Page 8: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

46

dipersatukan dalam sebuah lembaga Assembleia konstuante (Dewan Konstitusi).

Pada dasarnya K-RDTL Tahun 2002 merupakan keputusan badan yang

berwenang, sebagaimana telah dibentuk oleh Assembleia Konstituante (Dewan

Konstitusi) diatur dalam Pasal 167 ayat (1) K-RDTL Tahun 2002 yang menyatakan

bahwa: “Dengan disyahkannya Konstitusi Republik, Dewan Konstituante

menjelma menjadi Parlemen Nasional”. Dewan Konstitusi yang dibentuk pada

masa transisi pemerintahan UNTAET (united nation of transition administration

of East Timor) sesuai Regulasi UNTAET Nomor 2 Tahun 2001, dimana tugasnya

menyusun Konstitusi RDTL Tahun 2002 hingga disahkan pada tanggal 22 Maret

2002, kemudian lembaga ini secara langsung ditransformasikan menjadi lembaga

legislative (parlemen nasional) sesuai pasal yang disebutkan diatas.

Unsur keempat, keinginan rakyat RDTL belum tercapai keadilan,

kemakmuran dan tertib secara hukum sebab penyelenggara acapkali melanggar

ketentuan-ketentuan hukum sebagaimana telah dipaparkan pada Bab I. dari uraian

ini, urgensi dibentuknya Mahkamah Konstitusi guna menyelesaikan persoalan

kenegaraan dan warga Negara, terutama disharmonisasi undang- undang dan hak-

hak warga Negara. Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi sebagai langkah yang

baik bagi Negara RDTL, sebab untuk mewujudkan tuntutan-tuntutan masyarakat

atas nilai- nilai luhur, Mahkamah Konstitusi dapat mewujudkan hal tersebut. Tetapi

untuk membentuk Mahkamah Konstitusi, seyogyanya Pemerintah melakukan

revisi terhadap Pasal 123 ayat (1) huruf (a) K-RDTL Tahun 2002, karena secara

subtansi pasal ini tidak mengatur lembaga Mahkamah Konstitusi atau adanya

norma kosong artinya kalimatnya tidak jelas yang menyatakan “pengadilan-

Page 9: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

47

pengadilan lainnya”.

Berkenan dengan lembaga peradilan telah diatur dalam Pasal 123 K-RDTL

Tahun 200214, tentang kategori-kategori pengadilan RDTL, secara subtansi

Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan tertinggi diatur dalam Pasal 124 K-

RDTL,15 sebagai wadah peradilan tertinggi dalam mewujudkan nilai-nilai luhur

tersebut, kewenangan diberikan kepada Mahkamah Agung, namun dalam

menyelenggarakan kewenangannya Mahkamah Agung diatur dalam Pasal 126 K-

RDTL Tahun 2002, tidak melaksanakan sesuai yang diamanatkan(dijelaskan pada

bab I).

Dikaji lebih dalam sebenarnya Pasal 123 ayat (1) huruf (a) K-RDTL Tahun

2002, menyatakan bahwa: Kategori-kategori pengadilan di Republik Demokratik

Timor-Leste adalah sebagai berikut: (a).“Mahkamah Agung dan pengadilan-

pengadilan lainnya” subtansi pasal ini menunjukkan hierarki sistem peradilan

RDTL. Pertama, secara horizontal dalam sistem peradilan RDTL, kedudukan

Mahkamah Agung (MA) sebagai pengadilan tertinggi, namun kata MA dan

pengadilan-pengadilan lain-lainnya, menunjukkan Mahkamah Agung bukan satu-

satunya pengadilan tertinggi tetapi masih ada pengadilan lain yang berkedudukan

sejajar. Terkait dengan pengadilan-pengadilan lainnya menjadi persoalan hukum

(norma kosong), oleh karena itu perlu adanya revisi (dibahas pada sub

14 Pasal 124 Konstitusi RDTL Tahun 2002, Mahkamah Agung 1. Mahkamah Agung adalah

lembaga yudikatif tertinggi dalam hierarki pengadilan-pengadilan, penjamin keseragaman

penggunaan undang-undang dan memiliki yurisdiksi di seluruh wilayah nasional. 2. Merupakan

wewenang Mahkamah Agung, menyelenggarakan peradilan terhadap materi-materi yang bersifat

yuridis-konstitusional dan electoral. 3. Ketua Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden Republik

diantara para hakim dari Mahkamah Agung untuk satu masa jabatan selama enam tahun. 15 Pasal 124 Konstitusi RDTL Tahun 2002, tentang definisi Mahkamah Agung yang

menjamin keseragaman pengadilan-pengadilan yang ada saat ini

Page 10: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

48

selanjutnya) untuk mendudukkan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi

sejajar dalam sistem peradilan RDTL.

Kedua, kemudian secara vertikal, Mahkamah Agung sebagai pengadilan

tertinggi yang membawahi sistem peradilan RDTL sebagaimana diatur dalam Pasal

124 ayat (1) dan Pasal 123 ayat (1) huruf (b dan c) K-RDTL Tahun 2002. Materi

muatan kedua pasal ini jelas. Pengadilan-pengadilan yang ada sekarang ataupun

yang akan dibentuk secara vertikal tetap berada dibawah Mahkamah Agung. Jika

demikian Mahkamah Konstitusi tidak mungkin berada dibawah Mahkamah Agung

alasannya, Mahkamah Konstitusi merupakan organ utama penafsir konstitusi.

2. Tujuan Dibentuk Konstitusi

Hubungan tujuan dibentuk konstitusi dengan ide pembentukan Mahkamah

K-RDTL Tahun 2002, secara filosofis, Mahkamah Konstitusi hadir untuk

membatasi kekuasan legislative dan eksekutif dalam menyelenggarakan

pemerintahan Negara. Pertama, menjamin kepastian terhadap pembentukan

peraturan perundangan yang bertentangan dengan K-RDTL Tahun 2002, artinya

setiap produk legislasi yang dibentuk oleh lembaga legislatif dan pemerintah,

Mahkamah Konstitusi mempunyai tugas untuk menilai secara formil maupun

materiil, apakah produk legislasi tersebut selaras atau tidak dengan K-RDTL Tahun

2002.

Kedua, menjamin agar para penyelenggara tidak melanggar hak-hak asasi

warga negara, maksudnya, apabila Mahkamah Konstitusi dibentuk, maka setiap

perbuatan atau pelanggaran penyelenggara negara yang bertentangan dengan

konstitusi, terutama hak-hak warga negara yang diatur oleh undang-undang

Page 11: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

49

maupun peraturan-perundangan yang tidak selaras dengan konstitusi, warga negara

melakukan penuntutan atas hak yang diabaikan. Ketiga, menjamin

terselenggaranya pemerintahan yang demokratis. Sebagai lembaga yang

berkewenangan menjaga dan melindungi konstitusi, Mahkamah Konstitusi hadir

untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah dimana

acapkali terjadi benturan kewenangan antara lembaga negara, kemudian memiliki

kapasitas untuk membubarkan dan mengesahkan partai politik yang akan

mengikuti pemilihan umum sesuai syarat yang ditentukan oleh undang-undang.

Terkait dengan konstitusi memiliki tujuan tertentu yaitu untuk mengatur,

menertibkan dan sebagai penyangga penyelenggaraan Negara, seperti dikemukakan

oleh James Bryce, yang dikutip oleh Sri Soemantri, menyatakan terdapat tiga tujuan

(objectives) dari pembentukan suatu konstitusi, yakni:

a) Untuk membangun dan mempertahankan kerangka pemerintah di mana

pekerjaan negara dapat dilaksanakan secara efisien pada tujuan seperti

kerangka pemerintah berada di satu sisi untuk mengasosiasikan masyarakat

dengan pemerintah dan di sisi lain, untuk menjaga ketertiban umum, untuk

menghindari keputusan terburu-buru dan untuk mempertahankan

kelangsungan ditoleransi kebijakan; (“to establish and maintain a frame of

government under which the work of the state can be efficiently carried on,

the aims of such a frame of government being on the one hand to associate

the people with the government and on the other hand, to preserve public

order, to avoid hasty decision and to maintain a tolerable continuity of

policy)

b) Untuk memberikan keamanan karena hak-hak dari perseorangan warga

negara sebagai pribadi, properti, dan pendapat, sehingga ia tidak perlu takut

dari eksekutif tirani mayoritas(“to provide due security for the rights of the

individual citizen as respects person, property, and opinion, so that he shall

have nothing to fear from the executive of from the tyranny of an excited

majority”)

c) Untuk memegang negara bersama-sama, tidak hanya untuk mencegah

gangguan oleh pemberontakan atau pemisahan diri dari bagian bangsa,

tetapi untuk memperkuat kekompakan negara dengan menciptakan mesin

yang baik untuk menghubungkan bagian-bagian terpencil dengan pusat,

dan dengan motif menarik bagi setiap kepentingan dan sentimen, yang

Page 12: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

50

semua bagian penduduk menginginkan untuk tetap bersatu di bawah

pemerintahan.(“to hold the state together, not only to prevent its disruption

by the revolt or secession of a part of the nation, but to strengthen the

cohesiveness of the country by creating good machinery for connecting the

outlying parts with the center, and by appealing to every motive of interest

and sentiment, that can leas all sections of the inhabitants to desire to

remain united under on governments).16

Wujud pertama, dari pandangan James Bryce dihubungkan ide

pembentukan Mahkamah Konstitusi RDTL. Pertama, Konstitusi merupakan

kerangka bagi lembaga-lembaga negara dalam menyelenggarakan tugas, fungsi dan

kewenangannya masing-masing harus sesuai dengan yang telah dirumuskan atau

digariskan, diatur dalam Pasal 67 K-RDTL Tahun 2002, menyatakan bahwa:

“Lembaga-lembaga Kedaulatan Negara terdiri dari Presiden Republik, Parlemen

Nasional, Pemerintah dan Pengadilan”. Selanjutnya mengenai kewenangan

masing-masing lembaga Negara ditegaskan dalam Pasal 74 hingga Pasal 130 K-

RDTL Tahun 2002, Lembaga-lembaga Negara yang menyelenggarakan

pemerintahan acapkali terjadi benturan kewenangan atau timbulnya sengketa

kewenangan antara lembaga Negara yang tidak terselesaikan, maka hadir

Mahkamah Konstitusi bertugas menyelesaikan sengketa lembaga negara yang

terjadi.

Kedua, konstitusi mengatur perlindungan atas hak-hak individual atau Hak

asasi Manusia, pengaturan mengenai hal tersebut ditegaskan dalam K-RDTL

Tahun 2002, tertera jelas pada bagian II, judul I tentang Prinsip- Prinsip Umum dari

Pasal 16 sampai dengan Pasal 28, judul II tentang Hak, Kebebasan dan Jaminan

Pribadi dari Pasal 29 sampai Pasal 49, judul III tentang Hak dan Kewajiban

16 Sri Soemantri, 2006, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Alumni, Bandung,

h.56

Page 13: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

51

Ekonomi, Sosial dan Budaya dari Pasal 50 sampai dengan Pasal 61. Sebagaimana

para penyelenggara seringkali dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara

tidak mematuhi peraturan perundangan dan juga melanggar hak-hak warga Negara

sebagaimana telah dijelaskan pada Bab I, atas dasar inilah urgensi dibentuk

Mahkamah Konstitusi bertugas menjamin hak-hak asasi yang dilanggar oleh

penyelenggara Negara. Ketiga, konstitusi mengatur, membagi dan menciptakan

hubungan antara lembaga Negara, sebagaimana lembaga-lembaga Negara RDTL

dalam menyelenggarakan pemerintahan bersandar pada asas pemisahan kekuasaan,

diatur dalam Pasal 69 K-RDTL Tahun 2002, menyatakan bahwa; “Lembaga-

lembaga kedaulatan negara, dalam hubungan timbal balik dan dalam pelaksanaan

fungsi-fungsinya, tunduk pada prinsip pemisahan kekuasaan dan saling

ketergantungan secara fungsional sesuai dengan Konstitusi”.

Kemudian hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam wujud

check and balance, agar menghindari adanya penumpukan kewenangan dalam satu

lembaga Negara. Diatur dalam Pasal 5 K-RDTL Tahun 2002, tentang

desentralisasi, menyatakan bahwa: (1). Dalam organisasi teritorialnya, Negara

menghormati prinsip desentralisasi pemerintahan umum. (2). Undang-undang

mendefinisikan dan menetapkan ciri-ciri dari berbagai tingkatan teritorial,

demikian juga wewenang administratif badan-badan yang bersangkutan. (3). Oe-

Cusse Ambeno dan Atauro, secara administratif dan ekonomis, mendapatkan

perlakuan khusus.

Pembentukan Pemerintahan Daerah melalui penetapan perundang-

undangan yang tidak sesuai dengan konstitusi tidak melalui mekanisme judicial

Page 14: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

52

review padahal fungsi pengadilan terutama Mahkamah Agung untuk menilai

subtansi suatu peraturan perundang-undangan tidak dilaksanakan sesuai amanat

Pasal 126 K-RDTL Tahun 2002. Selanjutnya dengan ide terbentuknya Mahkamah

Konstitusi, maka kewenangan menguji undang-undang diberikan kepada

Mahkamah Konstitusi sedangkan peraturan daerah dapat diuji oleh MA. Dengan

demikian kehadiran Mahkamah Konstitusi merupakan suatu kebutuhan dalam

struktur ketatanegaraan RDTL, sebab tanpa adanya lembaga penguji undang-

undang sebagaimana Mahkamah Konstitusi, niscaya persoalan kenegaraan tidak

dapat diselesaikan.

3. Hakikat Konstitusi

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya mengenai pengertian dalam

berbagai bahasa, konstitusi pada hakikatnya adalah hukum dasar negara, yang di

Indonesia dikenal dengan nama Undang-Undang Dasar. Terdapat tiga hal yang ada

dalam setiap konstitusi, yaitu bahwa konstitusi atau Undang-Undang Dasar harus:

a) Menjamin hak-hak asasi manusia atau warga negara;

b) Memuat ketatanegaraan suatu negara yang bersifat mendasar; dan

c) Mengatur tugas serta wewenang dalam negara yang juga bersifat

mendasar.17

Selain tiga muatan tersebut, Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi

mempunyai fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian

rupa, sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang.

17 Sri Soemantri 1984 “Konstitusi serta Artinya Untuk Negara” dalam buku yang dihimpun

Padmo Wahjono, Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa Ini,: Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 9

Page 15: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

53

Dengan demikian, diharapkan hak-hak warga negara akan lebih terlindungi.18 Jadi

pada Hakikat dari suatu konstitusi mengandung 2 makna yaitu: Pertama,

pengaturan dan pembatasan kekuasaan lembaga-lembaga negara dan kedua,

menjamin dan melindungi hak-hak warga negara.

Dikaitkan dengan ide pembentukan Mahkamah Konstitusi RDTL. Pertama,

K-RDTL Tahun 2002, telah mengatur pembatasan kekuasaan lembaga-lembaga

negara, namun untuk mempertahankan eksistensi konstitusi sebagai hukum

tertinggi. Ide pembentukan Mahkamah Konstitusi merupakan langkah atau

mekanisme yang tepat dalam melindungi dan menjaga kewibawaan konstitusi serta

membatasi kekuasaan lembaga negara yang ada, sebab Mahkamah Konstitusi hadir

sebagai pengadilan konstitusional yang menyelesaikan persoalan kenegaraan

Kedua, gagasan perlindungan hak-hak warga negara telah ditegaskan dalam K-

RDTL Tahun 2002, namun hal ini seringkali dilanggar oleh penyelenggara negara

melalui penetapan peraturan perundangan (telah dijelaskan pada bab I), oleh karena

itu untuk memberikan jaminan hak-hak warga negara dan kepastian atas suatu

peraturan perundang-undangan, perlu dibentuk Mahkamah Konstitusi yang

bertugas memberikan penilaian atas norma apakah bertentangan dengan K-RDTL

Tahun 2002, atau tidak, sehingga kepastian hukum dapat terjamin.

18 Dahlan Thaib, dkk, Op.Cit. h. 18. Negara itu merupakan sesuatu yang bersifat abstrak,

maka yang memegang serta menjalankan kekuasaan pemerintahan adalah seseorang atau

sekelompok orang. Kekuasaan dalam negara itu dapat disalahgunakan oleh mereka yang memegang

kekuasaan, lihat dalam Sri Soemantri dalam buku yang dihimpun Padmo Wahjono, Lo.Cit. hlm. 9.

Oleh karena itu, persoalan yang dianggap terpenting dalam setiap konstitusi adalah pengaturan

mengenai pengawasan atau pembatasan terhadap kekuasaan pemerintahan.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

54

4. Fungsi Konstitusi

Urgensi fungsi konstitusi dengan ide pembentukan mahkamah konstitusi

RDTL. Terkait dengan fungsi K-RDTL Tahun 2002, sebagai sarana dasar untuk

mengawasi proses-proses penyelenggara pemerintahan atau dapat juga berfungsi

sebagai dokumen nasional dan sebagai hukum tertinggi dalam membentuk sistym

peraturan perundang-undangan. K.C. Wheare memandang fungsi Konstitusi

mendeskripsikan seluruh system pemerintahan suatu Negara.19 Hemat penulis

fungsi konstitusi. Pertama, sebagai dasar atau pedoman penyelenggaraan

pemerintahan Negara secara umum, kedua, konstitusi merupakan hukum tertinggi

sebagai dasar bagi pembentukan hukum-hukum lain, Ketiga; mengatur hubungan

antara yang diperintah dan memerintah, keempat; mengatur hak-hak konstitusional

warga Negara.

Oleh karena itu demi mewujudkan fungsi konstitusi tersebut ide

pembentukan Mahkamah Konstitusi RDTL merupakan sarana pengadilan

konstitusional dalam menyelenggarakan fungsi K-RDTL Tahun 2002.

Sebagaimana Henc Van Maarseven dan Ger van der Tang yang dijelaskan oleh I

Dewa Gede Atmadja dalam bukunya Teori Konstitusi dan Negara Hukum,

kegunaan tipologi konstitusi terkait dengan ilmu konstitusi berkenaan ketiga

peringkat teori konstitusi, yaitu:

a) Peringkat “general theory”, tipologi konstitusi dapat memperkaya dan

memperluas pengetahuan tentang konsep-konsep serta cara

mendeskripsikan dan menjelaskan konstitusi secara komprehensif;

b) Peringkat” comparative theory”, tipologi konstitusi dapat memperbaiki dan

c) Peringkat “national theory”, tipologi konstitusi dapat membantu dalam

menafsirkan konstitusi serta menjadi rujukan dalam menentukan klasifikasi

19 K.C. Wheare, 1973, Modern Constitutions, edisi ke III, Oxford University Press, New

York, h.7

Page 17: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

55

konstitusi dan konsekuensi hukumnya.

d) Akhirnya tipologi digunakan juga untuk membedakan tipe konstitusi,

sehingga melalui konstitusi dapat membantu proses pembentukan

konstitusi baik mengganti atau mengamendemennya.20

Beranjak dari pemikiran diatas, fungsi K-RDTL Tahun 2002,dikaitkan

dengan ide pembentukan Mahkamah Konstitusi. Pertama, sebagai general theory,

konstitusi gunakan sebagai ilmu pengetahuan hukum ketatanegaraan untuk

menemukan konsep-konsep baru yaitu konsep membentuk Mahkamah Konstitusi,

dan mendeskripsikan (sebagai gambaran) dalam konteks ketatanegaraan RDTL,

kemudian lembaga ini berfungsi menjelaskan fungsi konstitusi dalam menguji

produk legislatif.

Kedua, K-RDTL Tahun 2002, sebagai landasan dalam melakukan

perbandingan lembaga penguji undang-undang (Mahkamah Konstitusi) dengan

Negara lain, agar ke depan Mahkamah Konstitusi terbentuk fungsi-fungsi yang di

miliki oleh lembaga ini jelas, sekiranya juga menjadi bahan perbandingan dalam

menentukan dan menetapkan fungsi Mahkamah Konstitusi. Ketiga, sebagai

national theory, apabila Mahkamah Konstitusi RDTL terbentuk maka fungsinya

adalah untuk menafsirkan konstitusi dan menguji undang-undang yang berada

dibawah K-RDTL Tahun 2002,. Keempat; demikian untuk membentuk Mahkamah

Konstitusi, pemerintah perlu melakukan revisi, agar lembaga diletakkan sebagai

salah satu lembaga peradilan.

Hemat penulis secara umum fungsi konstitusi merupakan cerminan dari

nilai-nilai suatu bangsa yang dituangkan dalam bentuk dokumen resmi, sehingga

20 I Dewa Gede Atmadja, 2015, Teori Konstitusi dan Negara Hukum, SetaraPress, Malang,

h. 28-29

Page 18: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

56

menjadikannya sebagai pedoman atau dasar bagi penyelenggaraan pemerintahan

secara umum, yang harus ditaati oleh setiap penyelenggara negara maupun

masyarakat serta berfungsi sebagai dasar hukum atau norma tertinggi bagi

pembentukan Peraturan perundang-undangan yang lain.

Berdasarkan fungsi konstitusi secara umum terkait dengan ide

pembentukan Mahkamah Konstitusi RDTL. Pertama, nilai ideology yaitu ideologi

Negara hukum yang dianut oleh Negara RDTL, fungsi Mahkamah Konstitusi;

menjaga dan melindungi konstitusi (the protector of constitution), nilai filosofis

konstitusi: nilai keadilan, kepastian hukum, persamaan didepan hukum, nilai

demokratis, fungsi Mahkamah Konstitusi menegakkan nilai-nilai dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara, kemudian nilai social-culture, ini berkaitan dengan

pembentukan peraturan perundang-undangan yang harus sesuai nilai-nilai yang

tertanam dalam masyarakat, namun apabila ada pertentangan, maka fungsi

Mahkamah Konstitusi menguji secara formal maupun materiil, sehingga nilai dari

sebuah undang-undang menyimpang dari culture-social masyarakat.

Kedua, landasan penyelenggaraan pemerintahan secara umum, maka

konstitusi dijadikan sebagai pedoman, pengaturan fungsi, tugas dan wewenang

telah jelas, namun seringkali terjadi sengketa kewenangan, oleh karena itu agar

dapat menyelesaikan persoalan ini, Mahkamah Konstitusi perlu dihadirkan dalam

sistem ketatanegaraan RDTL guna menyelesaikan persoalan tersebut. Ketiga,

fungsi konstitusi terkait dengan pembentukan Mahkamah Konstitusi, sebagai

wujud perlindungan hak-hak warga Negara apabila dilanggar oleh penyelenggara

Negara. Keempat, fungsi konstitusi dikaitkan dengan fungsi Mahkamah Konstitusi

Page 19: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

57

jika dibentuk oleh Pemerintah, sebagai organ utama, tugas utamanya menguji

produk peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh lembaga legislative dan

pemerintah serta peraturan perundang-undangan).

5. Kedudukan konstitusi

Urgensi kedudukan konstitusi dan ide pembentukan Mahkamah Konstitusi

RDTL, Kedudukan K-RDTL Tahun 2002, sebagai norma fundamental dalam

menyelenggarakan pemerintahan secara umum, namun Konstitusi tidak

sepenuhnya di patuhi oleh penyelenggara, akibat adanya berbagai pelanggaran

yang dilakukan, untuk menghindari hal ini, perlu membentuk lembaga Mahkamah

Konstitusi, akan tetapi secara subtansi dalam Pasal 123 ayat (1) huruf (a) K-RDTL

Tahun 2002, tidak mengatur pembentukan lembaga MK. Oleh karena itu

memperkuat kedudukan Konstitusi RDTL dalam norma fundamental, perlu

melakukan revisi terhadap subtansi pasal yang disebutkan, sehingga Mahkamah

Konstitusi dalam melakukan tugas dan fungsinya mengawasi penyelenggara

pemerintahan umum, dan menindak tindakan pelanggaran dan perbuatan

penyelenggara pemerintahan.

Konstitusi menempati kedudukan yang begitu krusial di dalam kehidupan

ketatanegaraan sebuah Negara sebab konstitusi menjadi tolak ukur kehidupan

berbangsa dan bernegara yang penuh dengan fakta sejarah perjuangan para

pahlawannya. Walaupun konstitusi yang terdapat di dunia ini tidak sama satu

dengan lainnya baik dalam hal bentuk, isi, maupun tujuan namun pada umumnya

semuanya memiliki kedudukan formal yang sama, yakni sebagai: Konstitusi

sebagai Hukum Dasar sebab konstitusi berisi ketentuan dan aturan tentang perihal

Page 20: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

58

yang mendasar dalam kehidupan sebuah Negara dan Konstitusi sebagai Hukum

Tertinggi. I.D.G Atmadja dalam buku memberikan penjelasan mengenai

kedudukan konstitusi dapat diidentifikasi, 3 (tiga) kedudukan dari konstitusi suatu

Negara.21

Pertama, dilihat dari posisi “konstitusi” sebagai “hukum dasar” (basic law),

mengandung norma-norma dasar yang mengarahkan bagaimana pemerintah

mendapatkan kewenangan mengorganisasikan penyelenggaraan kekuasaan

Negara. Kedua, dari segi hierarki Peraturan perundang-undangan, “konstitusi”

sebagai “hukum tertinggi” kedudukannya “kuat” artinya produk hukum lainnya

tidak boleh bertentangan dengan konstitusi, dan kalau bertentangan harus

dibatalkan. Pembatalan itu dapat melalui asas Preferensia, yakni asas hukum”lex

superior derogate legi inferior” (peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi

mengesampingkan peraturan hukum yang lebih rendah. Pembatalan pernyataan

produk dapat dilakukan melalui “judicial review” oleh Mahkamah Agung,

pengujian Peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap

undang-undang; atau Mahkamah Konstitusi, pengujian undang- undang terhadap

Undang-Undang Dasar (Konstitusi)

Ketiga, konstitusi sebagai dokumen hukum dan politik menempati

kedudukan “istimewa”, selain subtansi atau materi muatannya memuat norma

hukum dasar, juga berisi piagam kelahiran suatu Negara baru (a birth certificate),

inspirasi merealisasi cita-cita Negara dan cita-cita hukum, karena itu norma

konstitusi juga mengendalikan norma-norma lainnya. Disimpulkan kedudukan

21 I.D.G.Atmadja, 2012, Hukum Konstitusi, Setara Press, Malang, h.38-40

Page 21: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

59

konstitusi sebagai norma tertinggi bagi terselenggaranya kekuasaan Negara,

sebagai dasar pembentukan Peraturan-perundang-undangan dibawah Konstitusi,

serta merupakan dokumen tertulis secara valid. Relevansinya dengan ide

pembentukan Mahkamah Konstitusi RDTL, bertujuan untuk mempertahankan

eksistensi atau kedudukan konstitusi sebagai norma dasar (basic law), dikarenakan

lembaga Mahkamah Konstitusi bertugas menguji produk peraturan-perundang-

undangan yang bertentangan dengan konstitusi melalui mekanisme judicial review,

sehingga peraturan perundangan yang diuji memiliki kekuatan hukum yang

mengikat bagi penyelenggara dan warga Negara.

6. Karakter Konstitusi

Urgensi karakter konstitusi dengan ide pembentukan Mahkamah Konstitusi

RDTL; karakter K-RDTL Tahun 2002, tidak terlepas dari bentuk Negara RDTL

sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Konstitusi RDTL Tahun 2002. Sebab

dengan diketahuinya karakter konstitusi RDTL tahun 2002, ide pembentukan

Mahkamah Konstitusi RDTL dapat terwujud. Demikian untuk mengetahui karakter

K-RDTL Tahun 2002,, secara umum karakter konstitusi dijelaskan oleh I.D.G

Atmadja, menjelaskan 3 model dari karakter konstitusi sebagai berikut: Pertama,

konstitusi bersifat sekuler dan non sekuler; konstitusi yang bersifat sekuler,

mendesain norma Konstittusinya menentukan pemisahan secara tegas antara

kehidupan agama dengan urusan-urusan kenegaraan. Dibalik itu konstitusi yang

bersifat non sekuler, mendesain Konstittusinya tidak dapat dilepaskan dari tradisi

agama masyarakatnya. Kedua, model konstitusi yang legitimasinya di tentukan oleh

organ-organ formal dan membuka akses yang luas bagi partisipasi masyarakat,

Page 22: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

60

model konstitusi yang legitimasinya formal, karakter Konstittusinya legalistic

formal, tidak respons terhadap tuntutan masyarakat, dan mengabaikan rasa keadilan

masyarakat.

Ketiga, model konstitusi Negara serikat dan Negara kesatuan berbeda

dalam karakternya konstitusi Negara serikat pada umumnya, norma Konstittusinya

rinci. Memuat secara rinci apa yang merupakan urusan yang menjadi kewenangan

federal (pusat), para pakar hukum, menamakan “teori residu”( teori sisa). Oleh

karena itu sifat konstitusi serikat adalah rigid. Sedangkan konstitusi negara

kesatuan norma tidak rinci, memuat aturan yang bersifat garis besar saja, memuat

rincian urusan yang merupakan kewenangan pemerintah daerah, urusan pemerintah

selebihnya merupakan kewenangan pemerintah pusat, sifat konstitusi negara

kesatuan pada umumnya flexible atau luwes.22 Hemat penulis, secara umum

terdapat tiga model karakter konstitusi yaitu: konstitusi sekuler dan non sekuler,

konstitusi legitimasi dan konstitusi Negara serikat dan Negara kesatuan

Berdasarkan pandangan diatas, dikaitkan dengan K-RDTL Tahun 2002,,

termasuk dalam konstitusi Negara kesatuan, walaupun tidak sesuai pandangan

diatas, namun secara subtansi mengatur lembaga-lembaga negara, hubungan

lembaga negara, hubungan pemerintah pusat dan daerah, jaminan terhadap hak

asasi manusia serta mekanisme perubahan K-RDTL Tahun 2002,. Dan mengenai

K-RDTL bersifat fleksibel atau rigid, dapat terlihat dari mekanisme perubahan

yang ditetapkan dalam K-RDTL Tahun 2002. Relevansinya dengan ide

pembentukan Mahkamah Konstitusi RDTL, kehadiran lembaga Mahkamah

22 I.D.G.Atmadja, 2012, Hukum Konstitusi, Setara Press, Malang, h. 41-42

Page 23: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

61

Konstitusi. Pertama, mengawasi penyelenggaraan pemerintahan secara umum

(hubungan antara lembaga negara). Kedua; mengawasi pemerintah melalui

mekanisme pengujian undang-undang yang bertentangan dengan K-RDTL Tahun

2002,dan ketiga, menjamin perlindungan hak-hak asasi warga negara.

7. Mekanisme Perubahan Konstitusi

Negara Republik Demokratik Timor-Leste sebagai salah penganut ideologi

negara hukum, agar dapat mempertahankan eksistensi Negara hukum terus ke

depan, memerlukan lembaga peradilan (Mahkamah Konstitusi) yang memiliki

integritas dalam menjaga dan melindungi prinsip negara hukum yang ditegaskan

dalam Pasal 1 ayat (1) K-RDTL Tahun 2002. Kemudian untuk meletakkan lembaga

Mahkamah Konstitusi, Pemerintah perlu melakukan revisi terhadap Pasal 123 ayat

(1) huruf (a) K-RDTL Tahun 2002,, dan memasukkan Mahkamah Konstitusi

sebagai lembaga utama sebagaimana lembaga Negara yang ada dalam Pasal 67 K-

RDTL Tahun 2002.

Terkait dengan ide pembentukan Mahkamah Konstitusi, penulis

memaparkan mekanisme perubahan Konstitusi sesuai pendapat C.F Strong,

mengatakan bahwa prosedur perubahan terhadap konstitusi-konstitusi ada 4 cara

perubahan, yaitu:

1) Perubahan konstitusi ini terjadi melalui tiga macam kemungkinan yaitu:

cara ke satu bahwa yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislative,

akan tetapi menuntut pembatasan-pembatasan tertentu artinya bahwa

sidang pemegang kekuasaan legislates harus dihadiri oleh sekurang-

kurangnya sejumlah anggota tertentu yang disebut Kuorum. Umpamanya

sekurang-kurang 2/3 dari seluruh anggota pemegang kekuasaan legislative

harus hadir. Keputusan untuk mengubah konstitusi adalah sah, apabila

disetujui oleh umpamanya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir. Cara ke dua

Bahwa untuk mengubah konstitusi, lembaga perwakilan rakyatnya harus

dibubarkan dan kemudian diselenggarakan pemilihan umum. Lembaga

Page 24: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

62

perwakilan rakyat yang diperbaharui inilah yang kemudian melaksanakan

wewenang untuk mengubah konstitusi. Cara ke tiga, Cara ini terjadi dan

berlaku dalam system dua kamar. Untuk mengubah konstitusi, ke dua

kamar lembaga perwakilan rakyat harus mengadakan sidang gabungan.

2) Secara garis besar prosedur yang kedua ini berlangsung apabila ada

kehendak untuk mengubah konstitusi, maka lembaga negara yang diberi

wewenang untuk itu mengajukan usul perubahan kepada rakyat dalam suatu

referendum atau Plebisit.

3) Cara ketiga berlaku bagi negara dalam negara yang berbentuk negara

serikat. Oleh karena itu konstitusi dalam negara yang berbentuk negara

serikat ini dianggap sebagai ’perjanjian antara negara-negara bagian, maka

perubahan terhadapnya harus dengan persetujuan sebagian terbesar negara-

negara tersebut.

4) Cara keempat ini dapat dijalankan baik dalam negara serikat maupun dalam

negara kesatuan, apabila kehendak untuk mengubah undang- undang dasar,

maka sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka dibentuk lah suatu

lembaga-lembaga khusus yang tugas dan wenangnya mengubah

konstitusi.23

Dari pendapat Strong, unsur pertama dan kedua sangat berkaitan dengan

kewenangan merevisi K-RDTL Tahun 2002. Pertama, kewenangan melakukan

revisi berada pada Parlemen Nasional diatur dalam Pasal 95 ayat (3) huruf (i)

dan 154 ayat (1), Pasal 155 ayat (1) K-RDTL Tahun 2002. Kedua, lembaga Negara

yang diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan referendum adalah Presiden

RDTL diatur dalam Pasal 66 ayat (2) K-RDTL Tahun 2002. Dengan demikian

kewenangan merevisi konstitusi RDTL tahun 2002 terletak pada Parlemen

Nasional dan Presiden RDTL atas dasar usulan 1/3 anggota parlemen nasional dan

usulan mendasar dari pemerintah serta disahkan oleh 2/3 anggota Parlemen

nasional. Berkenan dengan mekanisme revisi K-RDTL Tahun 2002, sebagaimana

telah diuraikan ada 2 hal: Pertama, melalui Parlemen Nasional, kedua; melalui

penyelenggara referendum oleh Presiden RDTL. Secara Teoritis mengenai

23 C.F. Strong, 2008, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern (Penerjemah Derta Sri W),

Penerbit Nusa Media, h. 181-232

Page 25: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

63

perubahan konstitusi, dalam bahasa Inggris dikenal (2) istilah yaitu;

1) Constitutional amendment, yakni; mengamandamen konstitusi melalui

penambahan Bab, Pasal, dan ayat (addition), perbaikan (revision) serta

pencabutan atau penghapusan Bab pasal, dan ayat (repeal)

2) Constitutional reform, yakni pembaharuan konstitusi atau dikenal sebagai

constitutional review.24

Dari dua istilah diatas, Negara RDTL menganut istilah pertama, yakni

revision atau perbaikan. Hubungannya dengan Pasal 123 ayat (1) huruf (a), K-

RDTL Tahun 2002, yang telah terjadi kekaburan norma merupakan kewenangan

Parlemen Nasional melalui anggota dan fraksi-fraksinya yang berinisiatif

melakukan revisi, yang berlandaskan pada Pasal 154 K-RDTL Tahun 2002. Dan

penyelenggaraan referendum dapat terlaksana jika 2/3 anggota Parlemen Nasional

menyetujui revisi melalui Referendum yang diselenggarakan Presiden RDTL. Jadi

pada hakikatnya revisi dapat terlaksana apabila ada persetujuan dari 2/3 anggota

Parlemen Nasional. Dikaitkan dengan ide pembentukan Mahkamah Konstitusi

dalam sistem ketatanegaraan RDTL, Pemerintah perlu mempertimbangkan revisi

konstitusi, sebab apabila tidak merevisi K-RDTL Tahun 2002, maka Mahkamah

Konstitusi niscaya terbentuk, oleh karena itu Pemerintah (arti luas) harus

bersungguh-sungguh melakukan revisi, kemudian belajar dari persoalan

penyelenggaraan pemerintahan negara yang selama ini menyimpang dari konstitusi

dan juga mengikuti pengalaman Negara- negara yang telah lebih dulu mengadopsi

Mahkamah Konstitusi ke dalam sistem ketatanegaraan.

24 I Dewa Gede Atmadja,2015, Teori Konstitusi dan Konsep Negara Hukum, Setara Press,

Malang, h.61

Page 26: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

64

2.1.2 Teori Kekuasaan

Relevansi teori kekuasaan dengan ide pembentukan Mahkamah Konstitusi

Republik Demokratik Timor-Leste (RDTL), terdapat sub-sub yang berkaitan antara

lain;

1) Istilah dan konsep kekuasaan

2) Fungsi kekuasaan

3) Jenis kekuasaan

4) Hakikat kekuasaan

Selanjutnya dipaparkan sebagai berikut;

1) Istilah dan konsep Kekuasaan

Istilah kekuasaan dalam bahasa Inggris disebut power, macht (dalam bahasa

Belanda) dan pouvoir atau puissance (dalam bahasa Perancis). Dalam Black’s Law

Dictionary, istilah kekuasaan (power) berarti: “The right, ability, authority, or

faculty of doing something. . . . A power is an ability on the part of a person to

produce a change in a given legal relation by doing or not doing a given act”.25

Hak, kemampuan, otoritas, atau fakultas melakukan sesuatu…... Kekuatan adalah

kemampuan seseorang untuk menghasilkan perubahan dalam hubungan hukum

tertentu dengan melakukan atau tidak melakukan tindakan tertentu. Esensinya

bahwa kekuasaan harus sesuai hukum.

Kemudian istilah kekuasaan terbentuk dari kata kuasa dengan imbuhan ke

dan akhiran an. Dalam kamus kata kekuasaan diberi arti “kuasa” (untuk mengurus,

memerintah dan sebagainya), kemampuan, kesanggupan, kekuatan. Adapun kata

25 Henry Campbell Black, 1990, Black’s Law Dictionary, 6th ed., West Publishing Co., St.

Paul Minn., h. 1169.

Page 27: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

65

kuasa sendiri diberi arti; pertama, kemampuan atau kesanggupan (untuk berbuat

sesuatu), kekuatan (selain badan atau benda); kedua, kewenangan atas sesuatu atau

menentukan (memerintah, mewakili, mengurus, dan sebagainya) sesuatu; ketiga,

orang yang diberi kewenangan untuk mengurus (mewakili dan sebagainya),

keempat, mampu, sanggup, kuat; kelima, pengaruh (gengsi, kesaktian dan

sebagainya) yang ada seseorang karena jabatannya.26 Hemat penulis kekuasaan

merupakan kewenangan untuk melakukan sesuatu oleh karena kemampuan yang

dimilikinya.

Kekuasaan dikonsepsikan sebagai kemampuan yang legal, kapasitas atau

kewenangan untuk bertindak, yang khususnya pada proses mendelegasikan

kewenangan. Kekuasaan dalam pemahaman ini merujuk pada kewenangan atau

hak yang oleh sebagian orang harus mendapatkan pihak lain untuk melakukan

segala yang mereka anggap sebagai wewenang. Kekuasan merupakan hak

seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu artinya kekuasaan bukan

diberikan oleh orang lain. Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan dalam arti

bahwa; ada satu pihak yang memerintah dan ada pihak yang diperintah (The ruler

dan ruled).27 Artinya kekuasaan ini tidak berhubungan dengan hukum sebagaimana

dikatakan oleh Henc Van Maarseven sebut sebagai Blote Macht.28 Kemudian

kekuasaan yang berkaitan dengan hukum oleh Max Weber disebut sebagai

26 WJS Poerwadarminta, 1983, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bali Pustaka, Jakarta, h.

528-529 27 Miriam Budiardjo, 2000, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,

h. 37

28 Suwoto Mulyosudarmo. 1990, Kekuasaan Dan Tanggungjawab Presiden Ri Suatu

Penelitian Segi-Segi Teoritik Dan Yuridik Pertanggungjawaban Kekuasaan, Pasca Sarjana

Universitas Airlangga, Surabaya, H.30

Page 28: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

66

wewenang rasional atau legal, yakni wewenang yang berdasarkan suatu sistem

hukum ini dipahami sebagai suatu kaidah-kaidah yang telah diakui serta dipatuhi

oleh masyarakat dan bahkan yang diperkuat oleh Negara. Dalam hukum publik,

wewenang berkaitan dengan kekuasaan.29 Hemat penulis kekuasaan dan wewenang

memiliki makna yang sama. Kekuasaan memiliki makna yang sama dengan

wewenang karena kekuasaan yang dimiliki oleh Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif

adalah kekuasaan formal. Kekuasaan merupakan unsur esensial dari suatu Negara

dalam proses penyelenggaraan pemerintahan di samping unsur-unsur lainnya,

yaitu: (a). hukum (b). kewenangan (wewenang) (c). keadilan (d). kejujuran (e).

Kebijak-lestarian, dan (f) kebijakan.30 Pada intinya kekuasan berdasarkan hukum,

artinya hukumlah yang mengendalikan kekuasaan.

Dengan demikian konsep kekuasan terbagi dalam 2 unsur yakni: Pertama,

konsep kekuasan yang ditentukan dengan kemampuan untuk melakukan dan tidak

melakukan yang tidak sesuai hukum artinya hak yang dipunyai atau diberikan oleh

orang lain dalam melakukan suatu perbuatan yang tidak berdasarkan hukum.

Kedua, konsep kekuasaan yang berdasarkan hukum artinya Kekuasaan merupakan

inti dari penyelenggaraan Negara agar Negara dalam keadaan bergerak (de

staat in beweging) agar Negara itu dapat berkiprah, bekerja, berkapasitas,

berprestasi, dan berkerja melayani warganya. Oleh karena itu Negara harus diberi

kekuasaan. Agar kekuasaan dapat dijalankan maka dibutuhkan penguasa atau organ

Negara itu dikonsepkan sebagai himpunan jabatan-jabatan (een ambten complex)

29 Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Makalah, Universitas Airlangga, Surabaya,

tanpa tahun, h 112 30 Rusadi Kantaprawira, 1998, Hukum dan Kekuasaan, Makalah, (Universitas Islam

Indonesia, Yogyakarta, h. 37-38

Page 29: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

67

yang diisi oleh sejumlah pejabat yang mendukung hak dan kewajiban tertentu

berdasarkan konstruksi subyek kewajiban.

2) Fungsi Kekuasaan

Urgensi fungsi kekuasaan dengan ide pembentukan Mahkamah Konstitusi

RDTL. Penyelenggaraan pemerintahan secara umum merupakan fungsi kekuasaan

oleh lembaga-lembaga negara telah ditegaskan K-RDTL Tahun 2002. Lembaga-

lembaga ini antara lain Presiden, Parlemen Nasional, Pemerintah dan Pengadilan,

walaupun pengaturan fungsi kekuasaan lembaga- lembaga ini telah ditegaskan,

namun selama ini melakukan pelanggaran konstitusional, oleh karena itu untuk

menyelesaikan persoalan ini dan mengawasi fungsi-fungsi lembaga negara,

membutuhkan lembaga yang sungguh-sungguh memiliki kredibilitas hukum yaitu

Mahkamah Konstitusi untuk mengawasi fungsi-fungsi kekuasaan lembaga negara.

Pada prinsipnya, Konstitusi atau Undang-Undang Dasar suatu negara

merupakan pencatatan (registrasi) pembagian kekuasaan di dalam suatu negara.

Fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang lebih

dikenal sebagai Trias Politika. Trias Politika beranggapan bahwa kekuasaan negara

terdiri atas tiga macam kekuasaan: Pertama, kekuasaan legislatif atau kekuasaan

membuat undang-undang (dalam peristilahan baru sering disebut rule making

function); kedua, kekuasaan eksekutif atau kekuasaan melaksanakan undang-

undang (rule application function). Ketiga. kekuasaan yudikatif atau kekuasaan

mengadili atas pelanggaran undang-undang (rule adjudication function).31 Intinya

ada 3 fungsi kekuasaan yaitu: fungsi legislasi, fungsi eksekutif dan fungsi yudikatif.

31 Jimly Asshiddiqie, 2007, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi.

Buana Ilmu, Jakarta, h. 311

Page 30: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

68

Pembagian kekuasaan menurut fungsinya menujukkan perbedaan antara

fungsi Terdapat tiga fungsi kekuasaan yang dikenal secara klasik dalam teori

hukum maupun politik, yaitu fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Baron de

Montesquieu mengidealkan ketiga fungsi kekuasaan negara itu dilembagakan

masing-masing dalam tiga organ negara. Satu organ hanya boleh menjalankan satu

fungsi (functie), dan tidak boleh saling mencampuri urusan masing-masing dalam

arti yang mutlak (separation of power).32 Di sini Montesquieu menginginkan fungsi

kekuasaan ketiga lembaga ini tidaklah saling mencampuri satu sama lain.

Konsep tersebut dewasa ini sudah tidak relevan lagi, mengingat tidak

mungkin lagi mempertahankan bahwa ketiga organisasi tersebut hanya berurusan

secara eksklusif dengan salah satu dari ketiga fungsi kekuasaan tersebut. Hal ini

dapat dilihat bahwa hubungan antar cabang kekuasaan (legislatif, eksekutif dan

yudikatif) itu tidak mungkin tidak saling bersentuhan, dan bahkan ketiganya

bersifat sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain sesuai dengan prinsip

checks and balances. Dikaitkan dengan penyelenggaraan pemerintahan RDTL

bersandar pada asas pemisahan kekuasaan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 69

K-RDTL Tahun 2002,,33 Negara RDTL tidak menggunakan secara murni prinsip

pemisahan kekuasan sebagaimana diungkapkan trias politika, sebab sifat saling

ketergantungan lembaga negara sangatlah penting dalam menyelenggarakan

pemerintahan. Namun sifat ketergantungan inilah yang acapkali disalahgunakan

32 Jimly Asshiddiqie, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi, Konstitusi Press, Jakarta, h. 9 33 Pasal 69 konstitusi RDTL tahun 2002, tentang Prinsip pemisahan kekuasaan Lembaga-

lembaga kedaulatan negara, dalam hubungan timbal balik dan dalam pelaksanaan fungsi-

fungsinya, tunduk pada prinsip pemisahan kekuasaan dan saling ketergantungan secara fungsional

sesuai dengan Konstitusi.

Page 31: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

69

oleh lembaga-lembaga Negara yang pada akhirnya menimbulkan persoalan

kenegaraan, padahal secara tegas K-RDTL Tahun 2002 telah mengatur fungsi

masing-masing lembaga Negara.

Relevansi fungsi kekuasan dengan ide pembentukan Mahkamah Konstitusi

RDTL, termasuk dalam fungsi kekuasaan yudikatif, dimana kekuasaan mengadili

dan menyelesaikan serta memberikan putusan atas pelanggaran-pelanggaran

konstitusional, oleh karena itu untuk menyelesaikan persoalan-persoalan

kenegaraan tersebut, diperlukan lembaga peradilan baru yaitu Mahkamah

Konstitusi.

3) Jenis Kekuasaan

Urgensi jenis kekuasaan dengan ide pembentukan Mahkamah Konstitusi

RDTL, dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara RDTL terdapat 4 lembaga

Negara yang diatur dalam Pasal 67 Konstitusi RDTL Tahun 2002:34Pertama,

Kekuasaan legislative terletak pada parlemen nasional, lembaga ini memiliki fungsi

diatur dalam Pasal 92 Konstitusi RDTL Tahun 2002.35 Kedua, Kekuasaan eksekutif

terletak pada Pemerintah yang diatur dalam Pasal 103 dan Pasal 104 K-RDTL

Tahun 2002,36 Pemerintah memiliki kekuasan menyelenggarakan pemerintahan

yang berada pada perdana menteri dan menterinya. Sedangkan Presiden juga

merupakan bagian dari lembaga eksekutif namun bukan sebagai penyelenggara

34 Pasal 67 konstitusi RDTL tahun 2002 tentang; Badan-badan kedaulatan Lembaga-

lembaga Kedaulatan Negara terdiri dari Presiden Republik, Parlemen Nasional, Pemerintah dan

Pengadilan 35 Pasal 92 konstitusi RDTL tahun 2002 Definisi Parlemen Nasional adalah lembaga

kedaulatan Republik Demokratik Timor-Leste, perwakilan dari seluruh warga negara Timor-Leste

dengan wewenang legislatif, pengawasan dan pengambilan keputusan politik. 36 Pasal 103 Konstitusi RDTL Tahun 2002, menyatakan bahwa Pemerintah adalah badan

kedaulatan Negara yang bertanggungjawab atas pengendalian dan pelaksanaan politik umum

Negara dan merupakan badan tertinggi Pemerintahan Umum

Page 32: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

70

pemerintahan secara umum, hanya merupakan symbol kepala negara yang diatur

dalam Pasal 74 K-RDTL Tahun 2002.37 Ketiga; kekuasaan yudikatif berada di

pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 118 K-RDTL Tahun 2002.38

Demikian dari yang dipaparkan, Negara RDTL memiliki 4 lembaga negara

lembaga Legislative (Parlemen Nasional), lembaga Eksekutif (Presiden dan

Pemerintah) dan Yudikatif (Pengadilan), berkedudukan sederajat dalam struktur

ketatanegaraan RDTL dan dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara

memiliki jenis kekuasaan yang berbeda sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.

Selanjutnya untuk mengetahui jenis kekuasaan yang dimiliki oleh Mahkamah

Konstitusi RDTL.

Secara umum jenis kekuasaan sebagai berikut: (a) kekuasaan Eksekutif,

yaitu yang dikenal dengan kekuasaan pemerintahan dimana mereka secara teknis

menjalankan roda pemerintahan, (b) kekuasaan Legislatif, yaitu sesuatu yang

berwenang membuat, dan mengesahkan perundang-undangan sekaligus

mengawasi roda pemerintahan, (c) kekuasaan Yudikatif, yaitu sesuatu kekuasaan

penyelesaian hukum, yang didukung oleh kekuasaan kepolisian, demi menjamin

law enforcement/ pelaksanaan hukum.39 Intinya jenis kekuasaan ada 3 yaitu

legislative, eksekutif dan yudikatif relevansinya dengan ide pembentukan

Mahkamah Konstitusi RDTL, dari ketiga jenis kekuasaan diatas.

37 Pasal 74 ayat (1) Konstitusi RDTL Tahun 2002, menyatakan bahwa; Presiden Republik

adalah kepala Negara, lambang dan penjamin kemerdekaan nasional dan persatuan Negara, pengatur

jalannya institusi-institusi demokratis 38 Pasal 118 Konstitusi RDTL Tahun 2002 menyatakan; 1. Pengadilan adalah badan

kedaulatan dengan wewenang untuk menjalankan hukum, atas nama rakyat. 2. Dalam menjalankan

fungsi-fungsinya, pengadilan berhak memperoleh bantuan dari aparat pemerintah lainnya. 3.

Putusan pengadilan adalah mutlak untuk dilaksanakan dan berada diatas kebijakan penguasa mana-

pun juga. 39 Imam Hidayat, 2009, Teori-Teori Politik,: Setara Press, Malang, h. 31

Page 33: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

71

Pertama, Mahkamah Konstitusi termasuk dalam kekuasaan yudikatif

maksudnya sebagai salah satu pengadilan khusus selain Mahkamah Agung sebagai

pengadilan tinggi negara. Kedua; dalam menyelenggarakan kekuasaan yudikatif

memiliki kewenangan, tugas dan fungsi yang berbeda sesuai yang ditegaskan

dalam konstitusi. Ketiga; lembaga memiliki kedudukan yang sama dalam struktur

ketatanegaraan. Namun untuk mendudukkan keduanya sejajar secara kelembagaan,

perlunya pemerintah melakukan revisi Pasal 123 ayat (1) huruf (a), Pasal 124 dan

Pasal 126 K-RDTL Tahun 2002. Agar lembaga Mahkamah Konstitusi dalam

menyelenggarakan kekuasaan yudikatif tidak di intervensi oleh lembaga lain

terutama Mahkamah Agung.

4) Hakikat Kekuasaan

Urgensi hakikat konstitusi dengan ide pembentukan Mahkamah Konstitusi

RDTL. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara RDTL yang

menganut sistem negara hukum, sehingga setiap kekuasaan harus dibatasi oleh

hukum. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 ayat (2) K-RDTL

Tahun 2002, maka untuk membatasi kekuasaan dari lembaga negara yang ada atas

tidak yang bertentangan dengan K-RDTL Tahun 2002. ide pembentukan

Mahkamah Konstitusi merupakan wujud dari pembatasan kekuasaan dalam

menjaga konsistensi K-RDTL Tahun 2002.

Sebagaimana S. Mertokusumo, mengatakan, hukum ada karena kekuasaan

yang sah. Kekuasaan yang sah menciptakan hukum. Ketentuan-ketentuan yang

tidak berdasarkan kekuasaan yang sah pada dasarnya bukan hukum. Sebaliknya,

hukum itu sendiri pada hakikatnya kekuasaan. Hukum mengatur, mengusahakan

Page 34: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

72

ketertiban, dan membatasi ruang gerak individu. Tidak mungkin hukum

menjalankan fungsi itu jika tidak merupakan kekuasaan. Intinya, hukum merupakan

kekuasaan untuk mengusahakan ketertiban. Desertasi tidak boleh diartikan bahwa

karena hukum itu merupakan kekuasaan lantas dihalalkan munculnya hukum

kekuasaan, yaitu: hukum bagi mereka yang berkuasa.40 Hemat penulis, kekuasaan

tanpa hukum maka akan menimbulkan ketidak sewenang-wenang oleh penguasa,

oleh karena itu kekuasaan perlu diatur dan dibatasi oleh hukum.

Dikaitkan dengan ide pembentukan Mahkamah Konstitusi RDTL. Pertama,

untuk membatasi kekuasaan lembaga negara-lembaga yang telah jelas di atur dalam

K-RDTL Tahun 2002, namun kekuasaan acapkali dilanggar oleh penyelenggara

Negara, Mahkamah Konstitusi sebagai wadah peradilan konstitusional perlu

dibentuk dalam sistem ketatanegaraan RDTL, sehingga persoalan yang tidak

pernah diselesaikan, ke depan dengan harapan dapat di jamin oleh Mahkamah

Konstitusi.

Kedua, untuk menciptakan ketertiban hukum, kehadiran lembaga

Mahkamah Konstitusi RDTL untuk menciptakan keadilan dan kepastian hukum

artinya sebagai pengadilan konstitusional dapat menjamin hak-hak warga negara

yang dilanggar oleh penyelenggara negara sehingga dapat mewujudkan rasa

keadilan bagi warga negara. Pembentukan peraturan perundang-undangan yang

acapkali mengalami disharmonisasi, dapat diuji oleh Mahkamah Konstitusi, agar

kepastian hukum dapat terjamin dan tidak menimbulkan multitafsir di masyarakat.

40 S. Mertokusumo, 2003, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, h. 20-

21

Page 35: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

73

2.1.3 Teori Kewenangan

Relevansi ide pembentukan Mahkamah Konstitusi RDTL dengan teori

kewenangan, terdapat sub-sub yang saling terkait yaitu;

1) Istilah dan konsep wewenang dan kewenangan

2) Sifat kewenangan

3) Sumber kewenangan

Selanjutnya penulis akan memaparkan istilah konsep dan sumber

kewenangan sebagai berikut:

1. Istilah, konsep wenang, wewenang dan kewenangan

Secara etimologi wenang, wewenang dan kewenangan dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia mengandung beberapa pengertian, (1) wenang dan wewenang

artinya hak dan kekuasaan untuk bertindak, (2) kewenangan; kekuasaan membuat

keputusan, memerintah, dan melimpahkan tanggungjawab kepada orang lain, (3)

hak; fungsi yang boleh tidak dilakukan.41 Jadi Kewenangan berasal dari kata dasar

wenang dan wewenang diartikan hak dan kekuasaan untuk bertindak Jadi kata

kewenangan berasal dari kata wenang memiliki makna hak dan kekuasaan.

Kewenangan disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari

kekuasaan legislatif (diberi oleh undang-undang) atau dari kekuasaan eksekutif

administratif. Kewenangan yang biasanya terdiri dari beberapa wewenang adalah

kekuasaan terhadap segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu

bidang pemerintahan.42 Menurut hemat penulis, kewenangan yang berdasarkan

41 Departemen Pendidikan Nasional, 2013, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi Ke-

Empat, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.1560 42 Prajudi Atmosudirdjo,Hukum Administrasi Negara, , Ghalia Indonesia, Jakarta h.78

Page 36: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

74

pada hukum.

Ateng syafrudin berpendapat ada perbedaan antara pengertian kewenangan

dan wewenang. Kita harus membedakan antara kewenangan (authority, gezag)

dengan wewenang (competence, bevoegheid). Kewenangan adalah apa yang

disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan

oleh undang-undang, sedangkan wewenang hanya mengenai suatu “onderdeel”

(bagian) tertentu saja dari kewenangan. Di dalam kewenangan terdapat wewenang-

wewenang (rechtsbevoegdheden). Wewenang merupakan lingkup tindakan hukum

publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat

keputusan pemerintah (bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam rangka

pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang

utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.43 Pada hakikatnya

wewenang merupakan bagian dari kewenangan yang dilahirkan oleh undang-

undang.

Kaitannya dengan wewenang itu, H.D Stout mengatakan bahwa,

Bevoegdheid is een begrip uit het bestuurlijke organisatierecht, wat kan wor den

omschrevev als het geheel van regels dat betrekking heft op de verkrijging en

uitoefening van Bestuursrechtelijke bevoegdheden door publickrechtelijke

rechtssubjecten in het bestuursrechtelijke rechtsverkeer (wewenang merupakan

pengertian yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan

sebagai keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan

penggunaan wewenang pemerintah oleh subyek hukum public di dalam

43 Ateng Syafrudin, 2000, Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih

dan Bertanggung Jawab, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Universitas Parahyangan, Bandung, h. 22

Page 37: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

75

hubungan hukum public).44 Sesuai pengertian yang diuraikan perlu penetapan dan

pengaturan melalui aturan hukum atas suatu wewenang yang diberikan ataupun

diperoleh oleh lembaga negara dan instansi pemerintah sebagai penyelenggara

pemerintahan.

Kewenangan mempunyai kedudukan penting dalam kajian hukum tata

negara dan dalam hukum administrasi, begitu pentingnya kedudukan wewenang ini

sehingga F.A.M Stroink dan J.G. Steenbeek menyebutnya sebagai konsep inti

dalam hukum tata negara dan Hukum Administrasi”het begrip bevoegheid is dan

ooken kernbegrip in het staats-en administratief recht (kewenangan yang di

dalamnya terkandung hak dan kewajiban).45 Jadi dalam kewenangan terdapat dua

hal penting yaitu hak dan kewajiban artinya, hak untuk menetapkan dan

memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan suatu keputusan atau putusan,

kemudian kewajiban artinya melaksanakan kewajiban sebagai penyelenggara

pemerintahan melalui pelayanan terhadap masyarakat. Dengan demikian antara

wewenang dan kewenangan berasal dari kata wenang, dikonsepkan kewenangan

diperoleh atau dilahirkan oleh undang- undang.

2) Sifat kewenangan

Urgensi sifat kewenangan dengan ide pembentukan Mahkamah Konstitusi

RDTL. Bercermin dari sifat kewenangan yang dimiliki oleh lembaga Negara RDTL

(dijelaskan pada bab I), mengakibatkan pelanggaran-pelanggaran konstitusional

yang tidak diselesaikan artinya timbulnya kesewenangan-wenangan yang

44 Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,, h

100

45 Ridwan HR, Ibid, h. 101-102

Page 38: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

76

dilakukan oleh penyelenggara negara dalam hal pembentukan keputusan yang

bertentangan dengan K-RDTL Tahun 2002, oleh karena itu ide pembentukan

Mahkamah Konstitusi untuk mengatasi tindakan kesewenangan-wenangan

lembaga-lembaga negara, dalam artian menguji seluruh keputusan yang berupa

pembentukan peraturan perundang-undangan bentukan Parlemen Nasional dan

Pemerintah, dan jaminan konstitusional bagi warga negara atas tindakan

penyelenggara Negara.

Berkenan dengan sifat kewenangan lembaga-lembaga Negara RDTL

melalui pembentukan keputusan dan pelanggaraan konstitusional, perlu memahami

sifat kewenangan pemerintahan sebagaimana Indroharto mengungkapkan sifat

kewenangan pemerintahan; yang bersifat terikat, fakultatif, dan bebas, terutama

dalam kaitannya dalam kewenangan pembuatan dan penerbitan keputusan-

keputusan (besluiten) dan ketetapan-ketetapan (beschikkingan) oleh organ

pemerintahan, sehingga dikenal ada keputusan yang bersifat terikat dan bebas:

Pertama, pada wewenang yang bersifat terikat, yakni terjadi apabila

peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan yang bagaimana

wewenang tersebut dapat digunakan atau peraturan dasarnya sedikit banyak

menentukan tentang isi dan keputusan yang harus diambil. Kedua, wewenang

fakultatif terjadi dalam hal badan atau pejabat tata usaha negara yang bersangkutan

tidak wajib menerapkan wewenangnya atau sedikit banyak masih ada pilihan,

sekalipun pilihan itu hanya dapat dilakukan dalam hal-hal atau keadaan tertentu

sebagaimana ditentukan dalam peraturan dasarnya.

Page 39: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

77

Ketiga, wewenang bebas, ialah: terjadi ketika peraturan dasarnya

memberikan kebebasan kepada badan atau pejabat tata usaha negara untuk

menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan yang akan dikeluarkannya atau

peraturan dasarnya memberi ruang lingkup kebebasan kepada pejabat tata usaha

negara yang bersangkutan.46 Hemat penulis, terdapat tiga sifat wewenang antara

lain wewenang terikat, fakultatif dan wewenang bebas yang digunakan oleh organ

pemerintahan menyelenggarakan pemerintahan.

Berpijak pada ketiga kewenangan, kewenangan bebas terkait dengan

penyelenggaraan negara oleh lembaga-lembaga Negara RDTL seringkali di salah

gunakan padahal asas legalitas (dipaparkan pada sub selanjutnya) yang ditegaskan

dalam Pasal 2 ayat (2) K-RDTL Tahun 2002, maksudnya bahwa setiap tindakan

yang dilakukan oleh penyelenggara negara harus sesuai hukum yang berlaku.

Kemudian untuk memberikan penilaian apakah sifat kewenangan bebas yang

dimiliki oleh penyelenggara Negara RDTL bertentangan atau sesuai koridor hukum

merupakan kewenangan Mahkamah Agung yang diatur dalam Pasal 126 ayat (1)

K-RDTL Tahun 2002, namun hal ini tidak pernah dilakukan, maka persoalan

penilaian atas sifat kewenangan bebas penyelenggara pemerintahan tidak tersentuh

sama sekali.

Selanjutnya mengenai sifat kewenangan bebas, Philipus mandiri Hadjon

mengutip pendapat N. M. Spelt dan Ten Berge, membagi kewenangan bebas dalam

dua kategori yaitu kebebasan kebijaksanaan (beleidsvrijheid) dan kebebasan

penilaian (beoordelingsverijheid) yang selanjutnya disimpulkan bahwa ada dua

46 Ridwan HR, 2011, hukum Administrasi Negara, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,

h.107

Page 40: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

78

jenis kekuasaan bebas yaitu: pertama, kewenangan untuk memutuskan mandiri;

kedua, kewenangan interpretasi terhadap norma-norma tersamar (verge norm).47

Menurut hemat penulis, kewenangan bebas ini merupakan kewenangan yang

dimiliki oleh lembaga yudisial secara mandiri dalam memberikan penilaian atau

interpretasi atas norma-norm kabur, norma konflik dan norma kosong.

Relevansinya dengan ide pembentukan Mahkamah Konstitusi RDTL.

Pertama, kewenangan untuk memutuskan mandiri, maksudnya ide membentuk

mahkamah konstitusi ditempatkan sebagai salah lembaga yudisial yang harus

ditegaskan sesuai konstitusi, sehingga penyelenggaraan kekuasan yudisial dapat

bertindak dan menetapkan suatu putusan yang sifatnya final dan mengikat secara

hukum tanpa ada ikut campur dari lembaga-lembaga negara lain atas berbagai

persoalan kenegaraan. Kedua, kewenangan interpretasi terhadap norma-norma

tersamar (varge norm) artinya pembentukan peraturan perundang-undangan oleh

lembaga legislative dan ekskutif yang selama ini menimbulkan penafsiran yang

berbeda di kalangan masyarkat atau adanya disharmonisasi hukum dan tidak

diuji keabsahan normanya, kehadiran mahkamah konstitusi untuk menguji dan

menginterpretasikan norma perundang-undangan yang tidak sesuai K-RDTL Tahun

2002.

3) Sumber kewenangan

Urgensi sumber kewenangan dengan ide pembentukan Mahkamah

Konstitusi RDTL dikaitkan dengan negara RDTL yang mewarisi tradisi negara

hukum dari Eropa Kontinental, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) K-RDTL

47 Philipus M. Hadjon, Ibid, h. 112

Page 41: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

79

Tahun 2002, menyatakan bahwa: ”Negara tunduk kepada Konstitusi dan Undang-

Undang”. Subtansi pasal ini menegaskan secara tegas, bagi penyelenggara dan

warga negara harus tunduk pada konstitusi dan undang-undang artinya setiap orang

yang melakukan pelanggaran atau perbuatan harus di tindak sesuai hukum yang

berlaku.

Di dalam negara hukum dikenal asas legalitas yang menjadi pilar utamanya

dan merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar dalam setiap

penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum terutama

bagi negara-negara hukum dan sistem kontinental.48 Hemat penulis, asas legalitas

merupakan dasar penyelenggaraan pemerintahan bagi negara- negara yang

mewarisi tradisi negara hukum Rechtsstaat atau Eropa kontinental. Berkenan

dengan asas legalitas merupakan landasan penyelenggaraan pemerintahan umum

oleh lembaga-lembaga negara sesuai kewenangan yang dipertegas dalam K-RDTL

Tahun 2002.

Kemudian untuk mengetahui kewenangan-kewenangan yang dimiliki oleh

masing-masing lembaga tersebut, meminjam pendapat Philipus M. Hadjon yang

mengemukakan bahwa kewenangan diperoleh melalui tiga sumber yaitu; atribusi,

delegasi, mandat. Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian

kekuasaan negara oleh Undang-Undang Dasar, kewenangan delegasi dan Mandat

adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan.49 Intinya kewenangan ada 3

yaitu: atribusi, delegasi dan mandat

48 Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Makalah, Universitas Airlangga, Surabaya,

tanpa tahun, h. 112

49 Philipus M. Hadjon, Ibid, h.112

Page 42: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

80

Bedanya kewenangan delegasi terdapat adanya pemindahan atau pengalihan

kewenangan yang ada, atau dengan kata lain pemindahan kewenangan atribusi

kepada pejabat di bawahnya dengan dibarengi pemindahan tanggung jawab.

Sedangkan pada kewenangan mandat yaitu dalam hal ini tidak ada sama sekali

pengakuan kewenangan atau pengalih tanganan kewenangan, yang ada hanya janji-

janji kerja intern antara penguasa dan pegawai (tidak adanya pemindahan tanggung

jawab atau tanggung jawab tetap pada yang memberi mandat). Setiap kewenangan

dibatasi oleh isi atau materi, wilayah dan waktu. Cacat dalam aspek aspek tersebut

menimbulkan cacat kewenangan (onbevoegdheid) yang menyangkut cacat isi, cacat

wilayah, dan cacat waktu.

Meskipun asas legalitas mengandung kelemahan, ia tetap menjadi prinsip

utama dalam setiap negara hukum. Telah disebutkan bahwa asas legalitas

merupakan dasar dalam setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan.

Dengan kata lain, setiap penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus

memiliki legitimasi, yaitu kewenangan yang diberikan oleh undang-undang.

Substansi asas legalitas adalah wewenang, yakni “Het vermogen tot het verrchten

van bepaalde rechtshandelingen” yaitu kemampuan untuk melakukan tindakan-

tindakan hukum tertentu.50Pada hakekatnya kewenangan untuk menyelenggarakan

pemerintahan harus diatur dalam peraturan perundang- undangan, agar dapat

menghindari tindakan sewenang-wenang dari pejabat Negara terhadap masyarakat.

Lebih lanjut dikatakan Philipus Mandiri Hadjon berpendapat: istilah

wewenang atau kewenangan sering sejajarkan dengan istilah bahasa Belanda yakni

50 Ridwan HR, 2013, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, PT RajaGranfindo

Persada, Jakarta, h. 97-98

Page 43: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

81

bevoegheid. Dalam hukum Indonesia wewenang atau kewenangan digunakan

sebagai konsep hukum publik, sedangkan bevoegheid digunakan sebagai konsep

hukum publik dan privat. Sebagai suatu konsep hukum publik, wewenang atau

kewenangan terdiri dari sekurang-kurangnya 3 komponen yakni pengaruh, dasar

hukum dan konformitas hukum.51 Hemat penulis, kewenangan perlu dipertegas

secara hukum, sebab dalam kewenangan sendiri mengandung hak-hak dan

kewajiban yang dapat atau tidak dilakukan oleh pelaksana kewenangan, hal ini juga

memberikan implikasi terhadap pemberi kewenangan jika disalahgunakan atau

tidak berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dan hak adalah fungsi yang

dimiliki oleh penyelenggara negara boleh atau tidak menetapkan keputusan, dan

kewajiban ialah kewenangan penyelenggara negara harus melaksanakan keputusan

sesuai atau tidak dengan hukum.

Secara teoritik kewenangan dalam undang-undang dapat diperoleh dengan

melalui 3 cara yaitu: atribusi, delegasi dan mandate. Sebagaimana yang

dikemukakan oleh H.D. Van Wiljk dan Willem Konijnenbelt mendefinisikan

sebagai berikut:

1) Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-

undang kepada organ pemerintahan.

2) Delegasi adalah pelimpahan wewenang dari satu organ pemerintahan

kepada organ pemerintahan lainnya

3) Mandate terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya

dijalankan oleh organ lain atas namanya.52

51 Philipus.Mandiri Hadjon, 1998, tentang wewenang, Fakultas Hukum, Universitas

Airlangga, Surabaya, h.1 52 H.D. Van Wijk/Willem Konijnenbelt, op.cit hal 129, dalam Buku Ridwan HR, Op.cit, h.

104-105

Page 44: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

82

Berbeda dengan pendapat Van Wijk, F.A.M. Stroink dan J.G.Steenbeek

menyebutkan bahwa hanya ada dua cara organ pemerintahan memperoleh

wewenang, yaitu atribusi dan delegasi. Atribusi berkenaan dengan penyerahan

wewenang baru, sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang

telah ada (oleh organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada

organ lain, jadi delegasi secara logis selalu didahului oleh atribusi).53 Kewenangan

atribusi merupakan kewenangan asli yang melimpahkan kewenangan delegasi.

Sehubungan dengan kedua pendapat diatas, yang lebih jelas dan mendekati

pengertian kewenangan adalah Van Wijk, F.A.M. Stroink dan J.G.Steenbeek,

karena kewenangan yang baru merupakan kewenangan yang dilahirkan oleh

konstitusi atau undang-undang, sedangkan pelimpahan kewenangan antara organ

satu ke organ lain yang disebut delegasi ini pun bisa saja dilakukan, jika ada

lembaga Negara yang melimpahkan kewenangannya untuk dilaksanakan oleh

organ pemerintah sebagai penerima delegasi sesuai ketentuan telah diatur oleh

Peraturan perundang-undangan.

Merujuk dari berbagai pendapat diatas, sumber kewenangan lembaga-

lembaga Negara RDTL (Presiden, Parlemen Nasional, Pemerintah dan Pengadilan)

merupakan kewenangan asli yang dilahirkan oleh Konstitusi RDTL Tahun 2002.

Sebagaimana kewenangan pembentukan Peraturan perundang- undangan terletak

pada lembaga legislative (Parlemen Nasional) dan Pemerintah (eksekutif) diatur

dalam Pasal 95 dan 96 K-RDTL tahun 2002,54 kedua, lembaga ini sama-sama

53 F.A.M Stroink dan J.G.Steenbeek, Op.cit, hal 129, dalam Ridwan HR, Loc.Cit, h. 105

54 Pasal 95 dan 96 konstitusi RDTL tahun 2002, menetapkan kewenangan kedua lembaga

dalam pembentukan peraturan perundang-undangan

Page 45: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

83

memiliki kewenangan atributif (asli), perbedaannya terletak pada kewenangan

pembentukan undang-undang yang sifatnya formal merupakan tanggungjawab

lembaga Legislatif.

Sedangkan kewenangan pembentukan undang-undang yang sifatnya

materiil berada di tangan eksekutif, sebagaimana dikatakan oleh Yohanes Usfunan,

bahwa: undang-undang dalam arti materil adalah setiap keputusan yang

dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang yang daya mengikatnya kepada setiap

orang, inilah yang dimaksud dengan peraturan peraturan perundang-undangan,

dalam arti formal undang-undang adalah keputusan tertulis sebagai hasil kerja

sama antara pemegang kekuasaan eksekutif dan legislative yang mengikat secara

umum.55 Hemat penulis, ada dua hal dari pendapat diatas; undang-undang materiil

yang dibentuk oleh pemerintah dan undang-undang dalam arti formal merupakan

hasil kerja sama lembaga Eksekutif dan Legislatif.

Peraturan perundang-undangan yang sifatnya materiil merupakan

kewenangan pemerintah, sedangkan kedua: undang-undang sifatnya formal

merupakan kerja sama antara lembaga Legislative dan Eksekutif melalui proses

pembentukan hingga mencapai persetujuan atau kesepakatan secara bersama di

sidang paripurna sebagaimana diatur dalam Pasal 98 K-RDTL Tahun 2002.

Selanjutnya persyaratan Yuridis ”Juridiche Gelding” sangat penting dalam

pembuatan peraturan perundang-undangan. Dalam kaitan ini Bagir Manan mencatat

55 Yohanes Usfunan, 2004, Perancangan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik

Menciptakan Pemerintahan Yang Bersih dan Demokratis dalam pidato Pengukuhan Jabatan Guru

Besar Tetap dalam Bidang Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Udayana, Denpasar Tanggal 1

Mei 2004, h.10

Page 46: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

84

beberapa hal penting yaitu:56

Pertama, Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan

perundang-undangan, setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh

badan atau pejabat yang berwenang. Kalau tidak peraturan perundang-undangan itu

batal demi hukum” van rechtwegeneting”. Dianggap tidak pernah ada dan segala

akibatnya batal secara hukum.

Kedua, Keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan

perundang-undangan dengan materi yang diatur, terutama kalau

diperintahkan oleh perundang-undangan tingkat lebih tinggi atau

sederajat.

Ketiga, Keharusan mengikuti cara tertentu. Apabila tata cara tersebut tidak

ikuti, peraturan perundang-undangan mungkin batal demi hukum,

misalnya keharusan peraturan Daerah ditetapkan oleh kepala daerah

dengan persetujuan DPRD

Keempat, keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi tingkatannya.

Pembuatan peraturan perundang-undangan harus memenuhi syarat yang di

kemukakan oleh Bagir Manan, hal tersebut juga tidak terlepas dari hierarki norma

hukum yang dimiliki oleh suatu Negara. Sebagaimana dikatakan oleh Yohanes

Usfunan bahwa: dalam kaitannya dengan syarat keempat, teori penjenjangan norma

hukum “Hans Kelsen” menentukan norma yang berlaku tingkatannya lebih rendah

memiliki daya mengikat (daya laku) apabila bersumber dan berdasarkan norma

yang lebih tinggi, demikian juga ketiga persyaratan lainnya sangat penting dalam

pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik.57Intinya pembentukan

peraturan perundang-undangan harus berpijak pada norma yang berada diatas dan

seterusnya.

56 Ibid, h.17

57 Ibid, h. 17

Page 47: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

85

Syarat keempat yang dikemukakan oleh Yohanes Usfunan, dikaitkan

dengan Negara RDTL, pembentukan peraturan perundang-undangan berada pada

lembaga legislative (Parlemen Nasional) dan eksekutif (Pemerintah), tetapi yang

menjadi persoalan, belum adanya undang-undang mengenai hierarki norma,

sehingga acapkali pembentukan peraturan perundang-undangan menimbulkan

tumpang tindih kewenangan antara kedua lembaga tersebut, adanya konflik,

kekaburan dan kekosongan norma hukum pada saat pembentukan peraturan

perundang-undangan, baik yang di keluarkan oleh legislative maupun eksekutif.

Relevansi dengan penulisan ini, dalam Pasal 123 ayat (1) huruf (a) K-RDTL

Tahun 2002, telah terjadi kekosongan norma. Padahal fungsi peraturan perundang-

undangan sebagaimana dikatakan Yohanes Usfunan dalam Orasi Ilmiah

pengangkatan Guru Besar tetap tahun 2004, bahwa: dalam peraturan perundang-

undangan berfungsi mengatur hak dan kewajiban, mengatur penyelesaian

perselisihan, menetapkan nilai-nilai yang dianggap oleh pemerintah dan

masyarakat, mengatur tentang siapa dan hal-hal yang dipandang perlu

diatur.58Pandangan ini jelas mengisyaratkan jika suatu peraturan perundang-

undangan (Pasal 123 ayat (1) huruf (a) K-RDTL Tahun 2002) tidak mengatur

pembentukan Mahkamah konstitusi, maka hal ini perlu dikaji dan diatur dalam

Konstitusi RDTL Tahun 2002 dan/atau membentuk undang-undang yang mengatur

tentang Mahkamah Konstitusi.

58 Yohanes Usfunan, 2004, Perancangan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik

Menciptakan Pemerintahan Yang Bersih dan Demokratis dalam pidato Pengukuhan Jabatan Guru

Besar Tetap dalam Bidang Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Udayana, Denpasar Tanggal 1

Mei 2004, h.10

Page 48: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

86

Kemudian dalam menciptakan suatu lingkungan yang mendukung proses

pembangunan, maka tugas undang-undang yang paling penting adalah memberi

arahan atau petunjuk untuk merubah perilaku masyarakat.59 Intinya undang-

undang dibuat untuk menciptakan tata tertib bagi masyarakat oleh Van Apeldoorn,

mencatat tujuan hukum untuk menciptakan perdamaian, keadilan dan

kesejahteraan,60 dijabarkan oleh Yohanes Usfunan; pertama yang harus

diwujudkan yaitu menciptakan perdamaian dalam masyarakat. Dengan kata lain

masyarakat yang damai adalah masyarakat yang dalam keadaan tertib hukum

sebagai kriteria dalam tingkah laku. Akan tetapi tertib hukum yang dimaksud bukan

merupakan tertib hukum paksaan. Sebab jika terjadi hal itu berarti tertib hukum tadi

bertentangan dengan cita hukum. Tujuan pencapaian hukum untuk keadilan dan

kesejahteraan sangat bergantung kepada tertib hukum dalam masyarakat dalam

melakukan tindakan harus berdasarkan peraturan perundang- undangan.

Terkait dengan penulisan ini, adanya kekosongan norma dalam Pasal 123

ayat (1) huruf (a) K-RDTL Tahun 2002. Pertama, merupakan kewenangan

Parlemen Nasional untuk melakukan revisi terhadap pasal diatas sebagaimana

ditegaskan dalam Pasal 95 K-RDTL Tahun 2002, maksudnya kewenangan asli atau

atribusi yang dimiliki oleh Parlemen Nasional untuk membentuk Mahkamah

Konstitusi melalui cara revisi Konstitusi, yang diatur dalam Pasal 154 dan 155 K-

RDTL Tahun 2002.

Kedua, sebagai lembaga negara Parlemen Nasional memiliki kewenangan

untuk menetapkan undang-undang mengenai pembentukan Mahkamah Konstitusi

59 Ibid, h 18

60 Ibid, h.23-24

Page 49: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

87

sebagai lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan RDTL dan mempertegas

kewenangannya secara jelas, agar dalam menyelenggarakan kewenangan judicial

review61 terhadap suatu norma hukum mengalami disharmonisasi (kekaburan,

konflik dan kekosongan norma) sesuai konstitusi.

Kemudian mengenai kewenangan judicial review yang berada pada

Mahkamah Konstitusi, sebagaimana Hans Kelsen menyatakan bahwa pelaksanaan

konstitusional tentang legislasi dapat secara efektif dijamin hanya jika suatu organ

selain badan legislatif diberikan tugas untuk menguji apakah suatu produk hukum

itu konstitusional atau tidak, dan tidak memberlakukannya jika menurut organ ini

produk hukum tersebut tidak konstitusional. Untuk itu dapat diadakan organ khusus

seperti pengadilan khusus yang disebut Mahkamah Konstitusi (constitutional

court), atau kontrol terhadap konstitusionalitas undang- undang (judicial review)

diberikan kepada pengadilan biasa, khususnya Mahkamah Agung. Organ khusus

yang mengontrol tersebut dapat menghapuskan secara keseluruhan undang-undang

yang tidak konstitusional sehingga tidak dapat diaplikasikan oleh organ lain.

Sedangkan jika sebuah pengadilan biasa memiliki kompetensi menguji

konstitusionalitas undang-undang, mungkin hanya dalam bentuk menolak untuk

menerapkannya dalam kasus konkret ketika menyatakan bahwa undang-undang

61 Mauro Cappelletti, 1989, the Judicial Process in Comparative Perspective, Clarendon

Press, Oxford, h 120. Kewenangan judicial review adalah Proses penerjemahan tersebut terkait

dengan pertanyaan question Juris yang juga harus dijalankan oleh para hakim dalam sebuah lembaga

kehakiman, hakim tidak hanya memeriksa fakta-fakta (judex factie), tetapi juga mencari,

menemukan dan menginterpretasikan hukumnya (judex Juris). Artinya, penekanan pada proses

interpretasinya ini (proses review) mengakibatkan judicial review menjadi isu yang punya kaitan

erat dengan struktur ketatanegaraan suatu negara bahkan hingga ke proses politik pada suatu negara.

Konsep ini memiliki hubungan erat dengan struktur tata-negara suatu negara yang menempatkan

dan menentukan lembaga mana sebagai pelaksana kekuasaan tersebut. menurut Mauro Capelletti,

secara substantif mengartikan judicial review sebagai sebuah proses penerjemahan nilai-nilai yang

ditentukan oleh konstitusi melalui sebuah metode tertentu untuk menjadi suatu keputusan tertentu

Page 50: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

88

tersebut tidak konstitusional sedangkan organ lain tetap diwajibkan

menerapkannya.62 Menurut hemat penulis, esensinya kehadiran lembaga penguji-

undang-undang secara khusus untuk menilai norma perundang-undangan yang

dibentuk oleh lembaga legislatif dan eksekutif apakah bertentangan atau tidak

dengan norma yang lebih tinggi (konstitusi).

Dengan demikian ide pembentukan Mahkamah Konstitusi RDTL adalah

kewenangan untuk melakukan pengujian terhadap undang-undang yang

bertentangan dengan K-RDTL Tahun 2002, memutus sengketa lembaga Negara,

pembubaran partai politik, impeachment kepada pejabat Negara dan melindungi

hak asasi manusia, yang bertujuan untuk menegakan hukum konstitusi yang

menjadi dasar sebuah Negara hukum sebab Konstitusi berfungsi untuk mengatur

penyelenggaraan Negara yang dilakukan oleh organ-organ Negara. Agar organ-

organ Negara ini dapat berjalan dengan baik, maka organ-organ Negara tersebut

harus diberikan dan dibatasi kewenangannya sesuai dengan fungsinya. Dengan

adanya pengaturan dan pembatasan kewenangan inilah diharapkan bahwa organ-

organ Negara tersebut dapat menyelenggarakan tugas dan fungsinya dengan baik

dan agar tidak terjadi kewenangan yang saling tumpang tindih diantara organ-organ

Negara tersebut.

2.2 Kerangka Konseptual

Berhubungan dengan penulisan ini, penulis menguraikan konsep-konsep

yang sesuai dengan judul penelitian Disertai dan kerangka berpikir sebagai berikut:

1. Konsep negara hukum

62 Hans Kelsen, 1961, General Theory of Law and State, Russell & Russell, New York:, h

157

Page 51: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

89

2. Konsep Ide.

3. Konsep Mahkamah Konstitusi.

4. Konsep Sistem Ketatanegaraan.

5. Kerangka Berpikir.

2.2.1 Konsep Negara Hukum

Relevansi konsep Negara hukum dan ide pembentukan Mahkamah

Konstitusi RDTL terdapat sub-sub yang berkaitan sebagai berikut; Istilah Negara

hukum dan Konsep Negara hukum. Terkait konsep Negara hukum digunakan

sebagai landasan untuk memecahkan permasalahan pada bab IV dan mengkaji,

menjelaskan konsep Negara hukum yang digunakan Negara RDTL.

1) Istilah Negara hukum

Istilah Negara hukum sebenarnya merupakan terjemahan dari bahasa

Inggris; rule of law63 atau Rechtsstaat dalam istilah bahasa Jerman, atau Etat de

Droit dalam bahasa Perancis yang secara umum mengandung pengertian identik,

yaitu: kedaulatan atau supremasi hukum atas orang dan pemerintah terikat oleh

hukum.64 Hemat penulis sebenarnya istilah Negara hukum pada dasarnya sama,

63 Brian A. Garner, 2009, Black Law Dictionary, ninth edition, West. a Thomson business,

Amerika Serikat, h. 1448, rule of law (1Sc) 1. A substantive legal principle <under the rule of law

known as respond superior, the employer is answerable for all wrongs committed by an employee

in the course of the employment>. 2. The supremacy of regular as opposed to arbitrary power

<citizens must respect the rule of law>. - Also termed supremacy of law. 3. The doctrine that every

person is subject to the ordinary law within the jurisdiction <all persons within the United States

are within the American rule of law>. 4. The doctrine that general constitutional principles are the

result of judicial decisions determining the rights of private individuals in the courts <under the

rule of law, Supreme Court case law makes up the bulk of what we call "constitutional law">. 5.

Loosely, a legal ruling; a ruling on a point of law <the ratio decidendi of a case is any rule of law

reached by the judge as a necessary step in the decision>. [cases: courts c=>s7.] Statute is held not

to extend to bishops, even though they have spiritual promotion, because deans are the highest

persons named, and bishops are of a higher order. Cf. Ejusdem generis; expressio unius est exclusio

alterius; noscitur a sociis

64 IDG Palguna, Op.cit., h.23

Page 52: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

90

namun dari sejarah kelahirannya berbeda, sebab konsep Negara hukum Rechtsstaat

diwakili oleh Negara yang berada di Eropa kontinental dan konsep rule of law

mewakili Negara-negara Anglo Saxon. Sedangkan Etat de Droit yang berkembang

di Perancis merupakan terjemahan literal dari Rechstsstaat yang mengandung dua

pengertian luas.65 Demikian antara konsep rechstsaat dan Etat Droit sebenarnya

memiliki makna yang sama yaitu Negara hukum.

Menelusuri konsep Negara hukum dimulai dari Negara Yunani kuno telah

ada gagasan, cita, atau ide Negara hukum, selain terkait dengan konsep

‘rechtsstaat’dan ‘the rule of law’, juga berkaitan dengan konsep ‘nomocracy’ yang

berasal dari perkataan ‘nomos’ dan ‘cratos’. Perkataan nomokrasi itu dapat

dibandingkan dengan ‘demos’ dan ‘cratos’ atau ‘kratien’ dalam demokrasi.

‘Nomos’ berarti norma, sedangkan ‘cratos’ adalah kekuasaan.66 Rechtsstaat dan the

rule of law merupakan warisan masa lalu yang dikembangkan terus menurus oleh

para ahli hukum, sehingga menemukan dua konsep tersebut dan digunakan oleh

berbagai Negara dalam menyelenggarakan pemerintahan.

Selanjutnya Istilah nomokrasi itu berkaitan erat dengan ide kedaulatan

hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi. Dalam buku Plato berjudul

65 Michael Rosenfeld, 2005, Constitutional Adjudication in Europa and Unites States,

Paradoxes and Contras dalam IDG Palguna, Ibid, h 85-86, Etat de Droit memiliki persamaan makna

dengan Rechtsstaat yang mengadung pengertian luas yaitu; (1) the state exclusively in a legal

manner, i.e. it operates of law. Since it is sovereign, the states founds and delimits the national legal

system, namely all of the rule it dictates to itself and these that derived from them. As the source of

law, the state is competent to define its own competences. (2) the state is subjected to law, the

objective pursued is that of framing and limiting that state by means of laws. Political power is

framed by law, by means of the following guarantees; separation of power, which implies in

particular the independence of judiciary from political agencies; proclamation of right and liberties;

and judicial review of legislation and administrative acts 66 Plato, The Laws, Penguin Classics, edisi tahun 1986. Diterjemahkan dan diberi kata

pengantar oleh Trevor J. Saunders. PDF

Page 53: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

91

“Nomoi” yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul

“The Laws”67, jelas tergambar ide nomokrasi itu sesungguhnya telah ada sejak

lama yang dikembangkan dari zaman Yunani Kuno. Dengan demikian istilah

negara hukum sebenarnya telah berkembang dari zaman yunani kuno yaitu

nomokrasi artinya negara berdasarkan hukum, istilah negara hukum secara umum

memiliki 2 makna yakni negara hukum (Rechtsstaat) dan Rule Of law.

2) Konsep Negara hukum

Urgensi konsep negara hukum dengan ide pembentukan Mahkamah

Konstitusi RDTL. Negara RDTL sebagai negara yang menganut negara hukum

diatur dalam Pasal 1 ayat (1) konstitusi RDTL tahun 2002, walaupun telah ada

penegasan tersebut. Perlu dikaji dalam mengenai konsep negara hukum yang dianut

negara RDTL, agar ide pembentukan Mahkamah Konstitusi dapat terealisasi dalam

struktur ketatanegaraan RDTL, penulis memaparkan, perkembangan negara hukum

melalui pemikiran-pemikiran sarjana hukum yang ada saat ini.

Penggunaan konsep Negara hukum sebagai landasan untuk mengkaji ide

pembentukan Mahkamah Konstitusi dalam sistem ketatanegaraan RDTL, sebab

konsep Negara hukum menjadi pedoman dalam menyelenggarakan pemerintahan

dan dari konsep ini juga telah melahirkan peradilan konstitusional, dimana lembaga

ini menjamin terselenggara pemerintahan berdasarkan hukum.

Perumusan yuridis tentang gagasan konstitusionalisme dicapai pada abad

ke-19 dan akhir abad ke-20, yang ditandai dengan pemberian istilah Rechtsstaat

(diberikan oleh ahli-ahli hukum Eropa Kontinental) atau Rule of Law (diberikan

67 Plato, The Laws, Penguin Classics, edisi tahun 1986. Diterjemahkan dan diberi kata

pengantar oleh Trevor J. Saunders. PDF

Page 54: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

92

oleh ahli Anglo-Saxon).68. Frederich Julius Stahl dari kalangan ahli Eropa Barat

Kontinental memberikan ciri-ciri Rechtsstaat sebagai berikut: (a) hak asasi

manusia; (b) pemisahan atau pembagian kekuasaan; (c)pemerintahan berdasarkan

peraturan-peraturan (Wetmatigheid van bestuur); dan (d) peradilan administrasi

dalam perselisihan.69

Sementara itu, A.V. Dicey, seorang ahli dari kalangan Anglo-Saxon

memberikan ciri Rule of Law sebagai berikut: (a) supremasi hukum dalam arti tidak

boleh ada kesewenang-wenangan sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika

melanggar hukum; (b) Kedudukan yang sama di depan hukum bagi rakyat biasa

maupun bagi pejabat; dan (c) terjaminnya hak asasi manusia oleh undang- undang

dan keputusan-keputusan pengadilan.70

Berdasarkan uraian kedua pendapat tersebut, terdapat perbedaan antara

kedua konsep tersebut; perbendaan konsep negara hukum Rechtsstaat dan konsep

rule of law. Pertama, perbedaan, konsep Rechtsstaat, meletakan pengadilan

administrasi bagi tindakan yang dilakukan oleh penguasa, sedangkan konsep rule of

law; tidak mengatur pengadilan administrasi bagi tindakan penguasa. Kedua,

persamaan kedua konsep ini terletak pada asas legalitas penyelenggaraan

pemerintahan Negara artinya menjunjung tinggi supremasi hukum dan adanya

perlindungan terhadap hak asasi manusia.

68 Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum bagi Rakyat di Indonesia, Surabaya:

Bina Ilmu, h. 71-74. 69 Oemar Seno Adji, 1966, “Prasarana” Seminar Ketatanegaraan UUD 1945, Jakarta:

Seruling Mas, h. 24.

70 E.C.S. Wade & G. Gogfrey, Constitutional Law: An Out Line of the law and practice of

The Citizen and the Including Central and Local Government, the Citizen and The State and

Administratif Law, 7 th, Edition Longmans, London, 1965, hal 50-51., dalam buku Teori dan Hukum

Konstitusi,2008, Anwar.C. In Trans Publishing, h.16

Page 55: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

93

Demikian dari perbedaan dan persamaan kedua konsep Negara hukum,

kaitannya ide pembentukan Mahkamah Konstitusi Republik Demokratik Timor-

Leste, Negara RDTL menempatkan hukum sebagai pilar utama dalam

menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) K-

RDTL Tahun 2002,71 artinya hukumlah yang memegang kekuasaan tertinggi,

sehingga penyelenggaraan pemerintahan Negara dan rakyatnya harus tunduk pada

hukum yang berlaku.

Penulis, menggunakan konsep Negara hukum dari Brukens yang di jelaskan

oleh Yohanes Usfunan karena lebih mendekati prinsip-prinsip Negara hukum yang

dianut oleh Negara RDTL serta dilengkapi Oemar Seno Adji. Suatu Negara

dikatakan sebagai Negara hukum (Rechtsstaat) menurut Burkens dan Yohanes

Usfunan sebagai berikut:

1) Asas legalitas. Setiap tindakan pemerintahan didasarkan atas peraturan

perundang-undangan (wettelijke gronslag). Dengan landasan ini, undang-

undang dalam arti formil dan UUD sendiri merupakan tumpuan dasar

tindak pemerintahan. Dalam hubungan ini, pembentukan undang-undang

merupakan bagian penting dari Negara hukum

2) Pembagian kekuasaan. Syarat ini mengandung bahwa kekuasaan Negara

tidak boleh hanya bertumpu pada satu tangan.

3) Hak-hak dasar (grondrechten) merupakan sasaran perlindungan dari

pemerintah terhadap rakyat dan sekaligus membatasi kekuasaan

pembentukan undang-undang

4) Pengawasan pengadilan bagi rakyat tersedia saluran melalui pengadilan

yang bebas untuk menguji keabsahan tindak pemerintahan

(“rechtmatigeheidstoetsing”),72

71 Pasal 1 ayat 1 konstitusi RDTL tahun 2002, menyatakan bahwa; Republik Demokratik

Timor-Leste adalah suatu Negara hukum yang demokratik, berdaulat, merdeka dan bersatu,

berdasarkan keinginan Rakyat dan penghormatan terhadap martabat manusia 72 Yohanes Usfunan, 2015, Hukum, HAM dan Pemerintahan, Udayana Universitas Pres,

h.242-243

Page 56: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

94

Keempat unsur ini sangat relevan dengan prinsip Negara hukum yang

dianut oleh Negara RDTL, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yohanes Usfunan

bahwa: Unsur pertama, mensyaratkan setiap tindakan harus berdasarkan hukum.

Dalam hal ini peraturan per-undang-undangan yang berlaku membatasi kekuasaan

penguasa dalam menjalankan fungsinya. Unsur kedua, pembagian kekuasaan

Negara bertujuan membatasi kekuasaan penguasa agar dapat menghindari tindakan

sewenang-wenang. Melalui pembagian kekuasaan kepada badan eksekutif.

Legislative dan yudisial hal tersebut akan menghindari penumpukan kekuasaan

yang dapat menimbulkan absolutisme.73 Dari pandangan ini jelas bahwa

penyelenggaraan pemerintahan Negara harus berdasarkan koridor hukum, sehingga

dapat menghindari tindakan sewenang dari penguasa dengan cara adanya

pengaturan kewenangan bagi lembaga-lembaga Negara.

Unsur ketiga, menunjukkan secara jelas pentingnya perlindungan hak-hak

asasi manusia. Sesuai prinsip Negara hukum. Perlindungan hak-asasi manusia

merupakan suatu tuntutan yang harus dipenuhi penguasa. Perlindungan hak asasi

manusia tidak sekedar sebagai suatu pengakuan dalam konstitusi melainkan lebih

dari, dituntut adanya pelaksanaannya. Unsur keempat, tentang peradilan

administrasi dimaksudkan sebagai salah satu upaya untuk melindungi warga

Negara yang terlibat sengketa dengan pemerintah. Unsur tersebut mensyaratkan.

Agar seseorang yang merasa dirugikan oleh Negara karena hak-haknya dilanggar

dapat menuntut hak-hak tersebut melalui lembaga peradilan semacam ini.74 Jadi

sebagai sebuah Negara hukum, wajib memberikan perlindungan dan jaminan bagi

73 Yohanes Usfunan Loc.cit 74 Yohanes Usfunan, Op.Cit, h.111-112

Page 57: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

95

warga negaranya melalui system peradilan yang independen.

Karakter ke-empat unsur tersebut berhubungan langsung dengan ide

pembentukan Mahkamah Konstitusi RDTL. Pertama, pembentukan peraturan

perundangan-undangan oleh lembaga legislative maupun pemerintah belum

memenuhi prinsip-prinsip dasar pembentukan peraturan perundang-undangan baik,

sebab peraturan perundang-undangan yang dibentuk memungkinkan mengalami

disharmonisasi norma. Kedua, pembagian kekuasan antara lembaga Negara tidak

sesuai prinsip-prinsip yang digariskan dalam K-RDTL Tahun 2002, sehingga

menimbulkan sengketa lembaga Negara yang tidak diselesaikan melalui

pengadilan.

Ketiga, pelanggaran demi pelanggaran yang dilakukan penyelenggara

Negara terhadap warga Negara acapkali diabaikan oleh Negara, padahal sebagai

Negara yang menganut prinsip Negara hukum, warga Negara patut diberikan

perlindungan. Keempat, pengawasan pengadilan yang dinilai tidak imparsial dan

independen dalam menangani berbagai perkara baik yang dilakukan oleh

penyelenggara Negara ataupun warga Negara. Oleh karena itu ide pembentukan

Mahkamah Konstitusi merupakan mekanisme yang tepat guna mengatasi

persoalan-persoalan yang ada, tujuannya agar setiap produk legislasi dapat diuji

secara formil maupun materiil sebelum diundangkan dan sengketa lembaga Negara

serta pelanggaraan hak-hak asasi warga negara yang memang menjadi persoalan

tersendiri dapat diselesaikan melalui peradilan konstitusional

Berdasarkan pemaparan diatas, demi mencapai ke-empat unsur Negara

hukum, Negara Republik Demokratik Timor-Leste dapat membentuk Mahkamah

Page 58: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

96

Konstitusi sebagai wadah peradilan konstitusional seperti dijelaskan oleh Oemar

Seno Adji bahwa; dalam Negara hukum pengakuan dan jaminan hak asasi manusia

harus dijunjung tinggi karena hak asasi manusia sebagai basic requirement.75

Hemat penulis, pengadilan mempunyai fungsi untuk mengawasi setiap tindak-

tanduk pemerintah yang telah menyalahgunakan kekuasaannya, harus tidak sesuai

hukum yang berlaku.

Dengan demikian ide pembentukan Mahkamah Konstitusi RDTL untuk

mewujudkan Negara hukum seperti yang dipaparkan, seyogyanya dalam

menyelenggarakan pemerintahan Negara RDTL terutama melakukan pengujian

peraturan perundang-undangan, sengketa lembaga Negara dan perlindungan hak

asasi manusia, membutuhkan pengadilan yang memiliki integritas dalam

melakukan pengawasan secara efektif dan efisien bagi penyelenggara Negara dan

warganya. Maka perlunya pemerintah membentuk Mahkamah Konstitusi sebagai

salah satu cara untuk menyelesaikan persoalan yang ada, sebab Mahkamah

Konstitusi merupakan suatu lembaga peradilan yang dinilai memiliki kewenangan

dalam menjaga dan melindungi prinsip-prinsip Negara hukum.

Demikian konsep Negara hukum yang telah diuraikan telah disederhanakan

dalam tulisan: “An Elementary Approach to the Rule of Law”, dengan pendekatan

elementery terhadap negara hukum yaitu;

1. Kategori elemen prosedural

a) Pemerintahan dengan hukum (rule by law)

b) Tindakan negara harus tunduk pada hukum

c) Legalitas formal (hukum harus jelas dan pasti muatannya, mudah

diakses dan bisa diprediksi pokok perkaranya, serta diterapkan pada

semua orang).

75 Loc.cit. h.113

Page 59: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

97

d) Demokrasi (persetujuan menentukan atau mempengaruhi muatan dan

tindakan hukum)76

2. Kategori kedua: Elemen-elemen substantif

a) Subordinasi semua hukum dan interpretasinya terhadap prinsip-prinsip

fundamental dari keadilan

b) Perlindungan hak asasi dan kebebasan perorangan

c) Pemajuan hak asasi sosial

d) Perlindungan hak kelompok Subordinasi semua hukum dan

interpretasinya terhadap prinsip-prinsip fundamental dari keadilan77

3. Kategori ketiga: Mekanisme kontrol (lembaga-lembaga pengawal negara

hukum)

a) Lembaga peradilan yang independen (terkadang diperluas menjadi trias

politica)

b) Lembaga-lembaga lain yang memiliki tanggung jawab dalam menjaga

dan melindungi elemen-elemen negara hukum.78

Dari ketiga elemen Negara hukum yang telah diuraikan tersebut, dikaitkan

dengan ide pembentukan Mahkamah Konstitusi RDTL. Pertama, inti elemen

prosuedural adalah dalam penyelenggaran pemerintahan Negara, segala tindakan

penyelenggara harus berdasarkan hukum, hal inilah yang tidak termanifestasi

dalam bingkai ketatanegaraan RDTL, sebagaimana telah diuraikan pada bab I, oleh

sebab itu, agar hukum dapat di tegakkan sesuai prinsip supermasi hukum dan nilai

keadilan, perlunya pemerintah dan seluruh elemen kenegaraan yang

menyelenggarakan pemerintahan sesuai hukum, namun apabila dalam tindakannya

tidak sesuai koridor hukum harus ditindak sesuai perbuatannya.

Selanjutnya untuk menindak perbuatan atau pelanggaran yang dilakukan

penyelenggara negara kepada warga negaranya dalam bentuk pembentukan norma

76 Tulisan ini merupakan terjemahan dari versi Bahasa Inggris yang berjudul: ‘An

Elementary Approach to the Rule of Law’, yang telah dimuat dalam Hague Journal on the Rule of

Law 2:48-73, 2010. Tulisan ini adalah versi modifikasi dari versi yang sudah dimuat dalam: Safitri,

M.A., A. Marwan & Y. Arizona (eds.) (2011), Satjipto Rahardjo dan Hukum Progresif: Urgensi dan

Kritik. Jakarta: Epistema Institute & HuM dalam Kajian sosio-legal/ Penulis: Sulistyowati Irianto

dkk. Ed.1. Denpasar: Pustaka Larasan; Jakarta: Universitas Indonesia, Universitas Leiden, Univer-

sitas Groningen, 2012 h.55 77 Ibid, h, 64 78 Ibid, h, 60

Page 60: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

98

suatu undang-undang ataupun tindakan nyata, maka warga negara berhak untuk

melakukan tuntutan kepada negara dengan prosudur hukum yang jelas melalui

pembentukan dan penegakan hukum. Kedua, elemen subtantif, hakekatnya terletak

pada nilai keadilan, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, pembentukan dan

penegakan hukum seyogyanya dalam penyelenggaraan negara RDTL terutama

lembaga legislatif dan lembaga eksekutif seharusnya mementingkan kehidupan

warga negara, dengan memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi dan

memajukan hak sosialnya.

Ketiga, adanya lembaga pengawal negara hukum, dengan berbagai

persaolan ketatanegaraan RDTL yang tidak pernah diselesaikan oleh lembaga

peradilan yang ada saat ini, maka urgensi dibentuk Mahkamah Konstitusi

merupakan sebuah lembaga peradilan yang diharapkan memiliki tanggungjawab

dalam melindugi dan mengawal prinsip-prinsip atau elemen negara hukum demi

mewujudkan prinsip fundamental dari keadilan. Dengan demikian ketiga katogri

elemen negara hukum merupakan acuan bagi negara untuk membentuk dan

meletakan Mahkamahk Konstitusi dalam sistem ketatanegaraan RDTL, sebagai

salah satu lembaga negara yang mengawal dan melindungi elemen-elemen Negara

hukum.

2.2.2 Konsep Ide

Sebelum memaparkan lebih jauh mengenai pengertian ide. Penulis terlebih

dahulu menjelaskan beberapa pengertian Kata ide dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia mendefinisikan 2 (dua) arti yaitu: (1). Rancangan yang tersusun dalam

pemikiran; gagasan; cita-cita. (2). Ide atau perasan yang benar-benar menyelimuti

Page 61: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

99

pikiran.79Konsep ide dijabarkan dalam KBBI lebih jelas ialah: Pertama, kemudian

pada halaman lain KBBI kata gagasan artinya hasil pemikiran ide atau dasar

gagasan tentu sesuatu sebagai pokok atau tumpuan untuk pemikiran

selanjutnya.80Konsep ide merupakan pokok atau inti dari pemikiran yang telah

tersusun sedemikian rupa, terencana, melalui proses dan menemukan hasil

semaksimal mungkin. Sedangkan dalam kamus ilmiah popular mengartikan ide

adalah rancangan pikiran, prakarsa, gagasan, cita-cita, proses mental pada sisi

pengetahuan.81 Definisi dari kamus ilmiah populer disimpulkan bahwa: hasil

berpikir dalam membentuk suatu rancangan dasar sesuai dengan pengetahuan yang

dimiliki oleh seseorang melalui mekanisme tertentu atau metode.

Dengan demikian ide merupakan gagasan awal yang direncanakan secara

bertahap dengan menggunakan dasar pengetahuan yang benar, maka akan

mencapai hasil yang diinginkan, dikaitkan ide dalam ranah hukum sebagaimana

dikatakan oleh Rousseau telah memperlihatkan bagiamana ide hukum (cita hukum)

memperoleh bentuknya yang khas dalam perundang-undangan, artinya kebebasan

tampil dalam undang-undang yang berlaku sama bagi setiap orang, jadi dalam suatu

bentuk abstrak dan umum.82Pembentukan undang-undang merupakan naskah yang

perlu disusun dengan cermat dan sistematis, dan terbuka bagi warga Negara,

tujuannya diberlakukan undang-undang agar setiap warga masyarakat menaatinya.

79 Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2013,

PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 516

80 KBBI, Ibid, h.405 81 Pius A. Partanto & M.Dahlan Al Barry, 2001, Kamus Ilmiah Populer, Arkola, Surabaya,

h. 243

82Meuwissen, 2013, Tentang Pengembanan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum dan

Filsafat Hukum,(diterjemahkan oleh Arif Sidharta), Cet Ke IV, Refika Aditama, Bandung, h.11

Page 62: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

100

Kemudian sifat khas (hakikat) dari ide hukum atau cita hukum (rechtside)

adalah tugas penting filsafat hukum. Dalil bahwa semua Kultur (hukum, seni, ilmu,

agama) adalah perwujudan dari suatu ide (atau asas) berasal dari Neo-Kantianisme.

Dalam bidang hukum dalil itu terutama dipertahankan oleh Radbruch. Ia

menjabarkan ide-hukum dalam tiga aspek yakni kepastian hukum, kegunaan dan

keadilan.83Dengan demikian ide hukum merupakan kandungan dari nilai-nilai

abstrak (kepastian, kegunaan, dan keadilan hukum), maka tugas filsafat hukum

untuk mencari, mengkonstruksikannya dalam kenyataan. Dikaitkan dengan ide

pembentukan Mahkamah Konstitusi RDTL, ide dari nilai-nilai yang terkandung

dalam K-RDTL Tahun 2002 untuk dikonstruksikan menjadi kenyataan, maka

perlunya ide membentuk Mahkamah Konstitusi dalam struktur ketatanegaraan

sebagai perwujudan nilai-nilai tersebut.

2.2.3 Konsep Mahkamah Konstitusi

Kamus besar Bahasa Indonesia mendefinisikan mahkamah adalah badan

atau tempat memutuskan hukum atas suatu perkara atau pelanggaran; pengadilan;84

sedangkan dalam kamus Oxford Dictionary, memberikan pendefinisian tentang

pengadilan (Court) menjadi 2 yaitu:

a) Noun (Law) the place where legal trials the place and where crimes, atc.

Are judged: the civil/criminal court;

b) (The court)[Sing] the people in a court especially those who make the

decisions, such as the judge and jure:85

83 Ibid, h. 20-21 84 KBBI, Ibid, h.856 85 International Student Editon, 2004, Oxford Advanced Learner’s Dictionary, Oxford

Univertsity Press, h.303

Page 63: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

101

Kemudian dalam kamus black law Dictionary, membagi pengadilan dalam

5 pengertian yaitu:

Court, n. 1. A governmental body consisting of one or more judged who sit to

adjudicate disputes and administer justice a question of law for the court to

decide “A court …… is a permanently organized body, with independent

judicial powers defined by law, meeting at a time and place fixed by law for

the judicial public administration of justice”, 2.The judge or judges who sit on

such a governmental body the court asked the parties to approach the bench.

3. A legislative assembly in Massachusetts, in the legislature. 4. The locale for

a legal proceeding an out-of-court statement. 5. The building where the judge

or judges convence to adjudicate disputes and administer justice the lawyers

agreed to meet at the court at 8.00 a.am also termed (in sense 5) courthouse.86

Berkaitan dengan uraian diatas, sebagaimana diungkapkan oleh I Dewa

Gede Atmadja, mengatakan, bahwa: Definisi leksikal paling mudah ditemukan

dalam “kamus” biasanya dengan urutan alphabets (abjad), tetapi kelemahan

definisi leksikal itu, arti yang diberikan lebih dari satu hingga kurang menjamin

kepastian makna, dan menimbulkan multi tafsir, multi pemahaman.87 Pada

dasarnya suatu definisi belum dikatakan benar karena mengandung banyak makna

dan multi interpretasi.

Oleh karena itu perlunya didukung oleh pendapat para ahli, agar dapat

dijamin kepastian maknanya lebih jelas, menurut pendapatnya Djokosoetono

bahwa: ada empat (4) tahap dan sekaligus empat macam rechtspraak yang dikenal

dalam sejarah, yaitu sebagai berikut:

a) Rechtspraak naar ongeschreven recht (hukum adat), yaitu pengadilan yang

didasarkan atas ketentuan hukum yang tidak tertulis, seperti pengadilan

adat.

b) Rechtspraak naar precedenten, yaiut pengadilan yang didasarkan atas

prinsip precedent atau putusan-putusan hakim yang terdahulu, seperti yang

86 Bryan A.Garden, 1999, Black’s Law Dictionary, , Seventh Edition, west Group , ST Paul,

Min, h. 356

87 I Dewa Gede Atmadja, 2012, Hukum Konstitusi: Problamatika Konstitusi Indonesia

Sesudah Perubahan UUD1945, Setara Press, Malang, h. 24

Page 64: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

102

dipraktikkan di Inggris.

c) Rechtspraak naar rechtsboeken, yaitu pengadilan yang didasarkan atas

kitab-kitab hukum, seperti dalam praktik pengadilan agama (Islam) yang

menggunakan compendium atau kitab-kitab ulama ahlussunnah wal-

jama’ah atau kitab-kitab ulama syi’ah.

d) Rechtspraak naar wetboeken, yaitu pengadilan yang didasarkan atas

ketentuan undang-undang ataupun kitab undang-undang. Pengadilan

demikian ini merupakan penjelmaan dari paham hukum positif atau modern

wetgeving yang mengutamakan peraturan perundang-undangan yang

bersifat tertulis (geschreven wetgeving).88

Penjelasan diatas, unsur ke-empat terkait ide pembentukan Mahkamah

Konstitusi RDTL, perlunya diatur dan ditetapkan dalam K-RDTL Tahun 2002,

dalam penyelenggaraan kewenangannya ke depan sesuai yang diamanatkan, oleh

Jimly Asshiddiqie bahwa; pengadilan adalah lembaga kehakiman yang menjamin

tegaknya keadilan melalui penerapan undang-undang dan kitab undang-undang

(wet en wetboeken) dimaksud.89 Simpulannya bahwa; fungsi pengadilan untuk

menegakkan keadilan hukum.

Relevansinya dengan ide pembentukan Mahkamah Konstitusi RDTL

merupakan sebuah pengadilan yang berfungsi menguji norma undang-undang yang

bertentangan dengan Undang-undang Dasar (konstitusi), sebagaimana dalam

konteks ketatanegaraan RDTL Mahkamah Konstitusi dikontruksikan: Pertama,

sebagai pengawal konstitusi yang berfungsi menegakkan keadilan konstitusional di

tengah kehidupan masyarakat, maksudnya eksistensi dan kewibawaan konstitusi

akan selalu terjaga dengan kehadiran Mahkamah Konstitusi yang bertugas menguji

seluruh peraturan perundang-undangan dan menjamin hak-hak warga negara yang

88 Djokosoetono, 1982. Hukum Tata Negara, Kuliah diHimpun oleh Hakim Alrasid pada

tahun 1959,: Ghalia Indonesia, Jakarta, h 117., dalam Jimly Asshiddiqie, 2012, Pengantar Ilmu

Hukum Tata Negara, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h.313

89 Jimly Asshiddiqie, 2012, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, PT RajaGrafindo

Persada, Jakarta, h.313

Page 65: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

103

dilanggar oleh penyelenggara negara, sehingga dapat mewujudkan nilai keadilan.

Kedua, Mahkamah Konstitusi bertugas mendorong dan menjamin agar

konstitusi dihormati dan dilaksanakan oleh semua komponen Negara secara

konsisten dan bertanggungjawab. Ketiga, di tengah kelemahan system konstitusi

yang ada, artinya penyelenggaraan pemerintahan negara oleh para penyelenggara

tidak mematuhi prinsip Konstitusi RDTL Tahun 2002, oleh karena itu kehadiran

Mahkamah Konstitusi berperan sebagai penafsir agar spirit konstitusi selalu hidup

dan mewarnai keberlangsungan bernegara dan bermasyarakat,

Dengan demikian Secara filosofis ide pembentukan Mahkamah Konstitusi

RDTL sebagai penyeimbang bagi terselenggaranya pemerintahan negara sesuai

hukum dan menegakkan prinsip-prinsip Negara hukum yang terkandung dalam

Konstitusi RDTL Tahun 2002.

2.2.4 Konsep Sistem Ketatanegaraan

Sebelum melangkah lebih jauh menjelaskan sistem ketatanegaraan, perlu

diuraikan istilah sistem berasal dari bahasa Yunani ”systema” yang mempunyai

pengertian demikian:

a) Suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian (whole

compounded of serval parts)90

b) Hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau komponen secara

teratur (”an organized, functioning relationship among units or

components”)91

90 Shrode, William A dan Voich,Jr., 1974, Organization and Management Basic Systim

Concepts, Irwan Book Co, h 1 91 Richard D. Irwin, 1979,Awad, System Analysis and Design, Homewood, Illinois, h. 4,

Page 66: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

104

Demikian sistem merupakan suatu keseluruhan yang tersusun dan saling

berhubungan satu sama lain. Selanjutnya dalam kamus Besar Bahasa Indonesia

menguraikan bahwa: sistem merupakan perangkat unsure yang secara teratur saling

berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas.92Jadi sistem merupakan unsur-unsur

yang saling terkait yang dapat membentuk suatu himpunan.

Sedangkan ketatanegaraan, kata dasarnya: Tata negara adalah seperangkat

prinsip dasar yang mencakup peraturan susunan pemerintah, bentuk negara, dsb

yang menjadi dasar pengaturan negara kemudian dalam kamus ilmiah popular

mendefinisikan tata negara adalah seperangkat sistem dalam pelaksanaan

pemerintahan negara93 dan ketatanegaraan adalah ihwal Tata Negara (politik

dsbnya).94Jadi ketatanegaraan merupakan suatu sistem penataan dan

penyelenggaraan pemerintahan Negara. Secara epistemology menurut J.H.A.

logmen sebagaimana dikutip A. Ahsin Thohari, mendefinisikan sistem

ketatanegaraan sebagai perangkat unsur ketatanegaraan yang secara teratur saling

berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas yang mencakup beberapa hal, yaitu:

1) Pembentukan jabatan-jabatan dan susunannya;

2) Penunjukan para pejabat;

3) Kewajiban-kewajiban, tugas-tugas yang terikat pada jabatan;

4) Wibawa, wewenang hukum, yang terikat pada jabatan;

5) Lingkungan daerah dan personel, atas nama tugas dan wewenang jabatan itu

meliputinya;

6) Hubungan wewenang dari jabatan-jabatan antara satu sama lain;

7) Peralihan jabatan;

8) Hubungan antara jabatan dan pejabat.95

92 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia 2013,

PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.1320

93 Pius A. Partanto dan M. Dahlan Barry,2001, Kamus Ilmiah Populer, Arkola, Surabaya,

h. 748

94 Pius A. Partanto Loc.Cit

95 A. Ashin Thohari, Komisi yudisial dan Reformasi Peradilan; Elsam, Jakarta, h.36-37

Page 67: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

105

Dari pendapat Logmen disederhanakan oleh penulis bahwa: pembentukan

lembaga-lembaga negara dan mengisi jabatan-jabatannya, serta saling

berhubungan satu sama lain sesuai aturan yang berlaku, menurut hemat penulis,

Sistem ketatanegaraan adalah penataan kelembagaan negara yang diatur dalam

sebuah undang-undang dasar (konstitusi), dimana sebagai dasar penyelenggaraan

pemerintahan oleh organ-organ atau lembaga-lembaga dan institusi kenegaraan

berdasarkan norma hukum yang berlaku.

Kaitannya dengan sistem ketatanegaraan, maka para pakar hukum Tata

Negara membagi sistem ketatanegaraan dalam dua sudut pandang: pertama sistem

ketatanegaraan menurut sifatnya; dan kedua, sistem ketatanegaraan menurut

pembagian kekuasaan. Secara umum suatu sistem ketatanegaraan berdasarkan

pembagian kekuasaan, membagi kekuasaan pemerintahan ke dalam “Trichotmy

System” yang terdiri dari eksekutif, legislative, dan yudisial, yang biasa disebut

dengan trias politik.96Dengan demikian sistem ketatanegaraan merupakan

pembagian kekuasaan lembaga-lembaga Negara dalam menyelenggarakan

pemerintahan negara sesuai dengan fungsi, tugas dan kewenangannya diatur oleh

undang-undang dasar (konstitusi) suatu Negara, dan setiap penyelenggara Negara

harus tunduk atasnya. Hubungannya dengan ide pembentukan Mahkamah

Konstitusi RDTL, apabila dibentuk dan diletakkan dalam sistem ketatanegaraan

RDTL, maka fungsinya mengawasi penyelenggaraan negara oleh lembaga-

lembaga Negara RDTL yang memang acapkali melanggar ketentuan-ketentuan

yang diamanatkan dalam Konstitusi RDTL Tahun 2002.

96Titik Tutik Triwulan, 2010, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca

Amandamen UUD 1945, Kencana Pernada Media Group, Jakarta, h.8-9

Page 68: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

106

2.3 Kerangka berpikir

Dipicu dari pemikiran filosofis, yuridis, dan sosiologis-politis, ide

pembentukan Mahkamah Konstitusi RDTL dalam sistem ketatanegaraan RDTL,

penulis merumuskan dua (2) masalah yaitu:

1) Apakah landasan filosofis ide pembentukan Mahkamah Konstitusi di

Negara RDTL?

2) Bagaimana model kedudukan dan kewenangan Mahkamah Konstitusi

dalam Sistem ketatanegaraan RDTL prespektif ius constituendum?

Berkenaan dengan dua (2) masalah tersebut, penulis menggunakan tiga (3)

teori dan satu (1) konsep sebagai acuan dalam pembahasan bab iii dan iv. Ide

pembentukan Mahkamah konstitusi RDTL, sebenarnya ide ini mencerminkan

nilai-nilai yang termuat dalam konstitusi RDTL Tahun 2002 yaitu: nilai demokrasi,

keadilan, dan menjunjung tinggi harkat martabat manusia dan perlindungan HAM,

terkait dengan nilai-nilai ini, pembentukan Mahkamah Konstitusi merupakan suatu

urgensi dalam sistem ketatanegaraan RDTL, sebab kehadiran Mahkamah

Konstitusi diharapkan memiliki tanggungjawab untuk menyeimbangkan sistem

peradilan yang selama ini belum tidak terselenggara sesuai prinsip kekuasan

peradilan yang independen dan imparsial dalam menyelenggarakan fungsi dan

tugas semestinya.

Kemudian alasan paling mendasar adalah kewenangan yang dimiliki

Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam Pasal 126 Konstitusi RDTL Tahun

2002, begitu luas, maka dengan pembentukan Mahkamah Konstitusi dalam sistem

ketatanegaraan Republik Demokratik Timor-Leste sebagian kewenangan

Page 69: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

107

Mahkamah Agung (MA) dapat diserahkan dan diselenggarakan oleh Mahkamah

Konstitusi (MK).

Berkaitan dengan ide pembentukan MK RDTL, sesungguhnya tidak diatur

dalam konstitusi, walaupun dalam Pasal 123 ayat (1) huruf (a) K-RDTL Tahun

2002, menyatakan pembentukan pengadilan-pengadilan lain, namun tetap saja

terjadi norma kabur. Supaya terlaksananya pembentukan lembaga ini, pemerintah

(arti luas) perlu melakukan revisi Pasal 123 atau hanya pada Pasal 123 ayat (1) huruf

(a) K-RDTL Tahun 2002 atau hanya menetapkan Mahkamah Konstitusi melalui

undang-undang. Aplikasi dari penggunaan teori-teori dan konsep digambarkan pada

bagan sebagai berikut:

Page 70: BAB II LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA … · LANDASAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL DAN KERANGKA BERPIKIR 2.1 Landasan Teoritik Berhubung dengan penulisan disertasi

108

BAGAN PENELITIAN

IDE PEMBENTUKAN

MAHKAMAH KONSTITUSI

NEGARA REPUBLIK

DEMOKRATIK TIMOR LESTE

IDE DASAR Filosofis-yuridis

PENGALAMAN KETATANEGARAAN

Sosiologis-politik

INTERNAL RDTL:

Yang digali dari bahan-

bahan konstitusi

dan perundan g- undangan dari aspek

filosofis dan teoritik

EXTERNAL RDTL:

Yang digali dari bahan-

bahan konstitusi

dan perundan g- undangan negara lain dari aspek

filosofis

INTERNAL

RDTL : Yang

digali dari

praktek

Ketatanegaraa n

internal RDTL,

hal-hal apa yang

menjadi

kenyataan dalam menyelesaika n

persoalan ketatanegaraa n

EXTERNAL RDTL: Yang digali dari praktek

Ketatanegaraa n diluar RDTL,

misalnya bagaimana Indonesia

menyelesaika n sengketa antar

lembaga negara

PEMECAHAN MASALAH 1 & 2

KESIMPULAN DAN saran