BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi...

43
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Myofascial Pain Syndrome 2.1.1 Definisi Nyeri merupakan suatu mekanisme perlindungan yang terjadi di dalam tubuh. Tujuannya agar seseorang menjadi lebih peka terhadap rangsangan sehingga dapat mencegah kerusakan yang lebih lanjut. Menurut International Association for study of pain, definisi nyeri adalah rasa yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digunakan untuk menggambarkan kerusakan jaringan (Prajoto, 2006). Myofascial pain syndrome didefinisikan sebagai nyeri muskoloskeletal yang lokasi nyerinya terdapat di otot. Myofascial pain syndrome diklasifikasikan sebagai nyeri yang bisa terjadi secara akut ataupun kronis, regional ataupun umum. Gangguan ini bisa menjadi gangguan primer yang menyebabkan nyeri lokal atau regional, atau gangguan sekunder yang terjadi akibat beberapa kondisi lainnya (Gerwin, 2001). Pada bagian yang mengalami nyeri ditemukan trigger point. Trigger points adalah benjolan/nodul yang hipersensitif yang ditemukan pada sebuah taut band. Terdapat dua jenis trigger point, yaitu: aktif dan pasif. Trigger points aktif berhubungan dengan keluhan nyeri spontan yang mungkin terjadi saat istirahat atau selama bergerak dan menyebabkan nyeri rujukan sama seperti yang dirasakan

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Myofascial Pain Syndrome

2.1.1 Definisi

Nyeri merupakan suatu mekanisme perlindungan yang terjadi di dalam

tubuh. Tujuannya agar seseorang menjadi lebih peka terhadap rangsangan

sehingga dapat mencegah kerusakan yang lebih lanjut. Menurut International

Association for study of pain, definisi nyeri adalah rasa yang tidak menyenangkan

dan pengalaman emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual

atau potensial atau digunakan untuk menggambarkan kerusakan jaringan (Prajoto,

2006).

Myofascial pain syndrome didefinisikan sebagai nyeri muskoloskeletal

yang lokasi nyerinya terdapat di otot. Myofascial pain syndrome diklasifikasikan

sebagai nyeri yang bisa terjadi secara akut ataupun kronis, regional ataupun

umum. Gangguan ini bisa menjadi gangguan primer yang menyebabkan nyeri

lokal atau regional, atau gangguan sekunder yang terjadi akibat beberapa kondisi

lainnya (Gerwin, 2001).

Pada bagian yang mengalami nyeri ditemukan trigger point. Trigger points

adalah benjolan/nodul yang hipersensitif yang ditemukan pada sebuah taut band.

Terdapat dua jenis trigger point, yaitu: aktif dan pasif. Trigger points aktif

berhubungan dengan keluhan nyeri spontan yang mungkin terjadi saat istirahat

atau selama bergerak dan menyebabkan nyeri rujukan sama seperti yang dirasakan

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

8

saat dilakukan palpasi pada trigger point. Sedangkan trigger points pasif tidak

menyebabkan nyeri spontan, namun ditimbulkan oleh tekanan manual pada area

trigger point. Trigger points pasif dapat mengubah pola motor rekruitmen,

menyebabkan keterbatasan gerak, kelemahan otot dan dapat menjadi aktif jika

stimulasi seperti postur yang salah, penggunaan otot yang berlebihan atau

ketidakseimbangan kerja otot (Maruli, 2013).

Taut band merupakan satu bendel bagian dari muscle belly yang mengalami

pengerasan, kaku dan ketika diraba akan terasa berbeda dengan bagian otot yang

lain. Taut band merupakan kontraktur yang terlokalisir pada muscle belly, tanpa

aktivasi dari motor end plate dan kekakuan yang terjadi tidak menyeluruh pada

sebuah otot. Adanya taut band dalam otot, akan mengakibatkan terjadinya

penurunan ekstensibilitas dan fleksibilitas pada otot tersebut. Hal ini diakibatkan

dari adanya perlengketan pada struktur otot yang terjadi pada fascia dan

myofilament dalam sarcomer tautband. Perlengketan ini menyebabkan adanya

penurunan sirkulasi darah sehingga asupan nutrisi dan oksigen pada area taut

band menjadi berkurang. Hal ini akan menyebabkan terjadinya hiperkontraksi sel

otot yang akan mempengaruhi peningkatan metabolisme bersifat yang lokal, serta

teraktivasinya saraf simpatik yang berakibat vasokonstriksi pada pembuluh darah

kapiler (Gerwin, et al., 2004).

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

9

Gambar 2.1 Trigger Point

(Sumber: Gerwin, 2010)

Myofascial pain syndrome sering terjadi pada otot upper trapezius. Nyeri

yang terjadi pada otot upper trapezius merupakan nyeri lokal atau nyeri menjalar.

Nyeri ini disebabkan karena kerja otot yang berlebihan. Aktivitas sehari-hari yang

menggunakan otot trapezius dalam waktu lama menyebabkan otot menjadi

tegang, spasme, tightness dan stiffness. Otot yang tegang dalam waktu lama akan

membuat mikrosirkulasi menurun, sehingga terjadi iskemik dalam jaringan. Pada

serabut otot akan terjadi ikatan tali yang abnormal membentuk taut band dan

mencetuskan adanya nyeri, karena merangsang hipersensitivitas (Makmuriyah dan

Sugijanto, 2013).

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

10

Gambar 2.2 Area Penjalaran trigger point pada upper trapezius. (A) Lokasi

trigger point upper trpaezius dilihat dari samping, (B) Lokasi trigger

point upper trapezius pada sisi kiri dilihat dari belakang

(Sumber: Muscolino, 2009)

2.1.2 Faktor-Faktor Penyebab

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, nyeri pada myofascial pain

syndrome disebabkan oleh adanya trigger point yang terdapat pada otot upper

trapezius. Berikut adalah beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya

myofascial pain syndrome, yaitu (Anggraeni, 2013):

a) Trauma pada otot

Kerja otot yang berlebihan saat bekerja, dapat menyebabkan

terjadinya trauma makro dan mikro pada otot. Trauma makro disebabkan

karena injury langsung pada jaringan otot. Trauma makro yang terjadi

menyebabkan terjadinya proses inflamasi yang berujung pada

pembentukan jaringan-jaringan kolagen baru. Jaringan kolagen ini

cenderung berbentuk tidak beraturan, dan menjadi pemicu munculnya

myofascial trigger point pada otot. Sedangkan trauma mikro disebabkan

karena adanya cedera yang berulang-ulang pada otot (repetitive injury)

akibat kerja yang terus menerus. Beban kerja yang diterima terus menerus

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

11

ini dapat menstimulasi terbentuknya jaringan kolagen baru dan berujung

pada terbentuknya jaringan fibrous. Hal ini lah yang memicu semakin

berkembangnya trigger point pada otot.

b) Postur tubuh

Postur tubuh yang buruk dalam aktivitas sehari-hari dapat

menyebabkan terjadinya myofascial pain syndrome. Aktivitas manusia

saat ini yang cenderung statis dengan postur yang buruk, seperti: forward

head posture dan lateral head posture dapat menyebabkan beban yang

berlebihan pada otot upper trapezius. Hal ini jika berlangsung lama akan

menimbulkan terbentuknya trigger point pada otot.

c) Ergonomi saat bekerja

Ergonomi kerja yang buruk saat bekerja, seperti: bekerja dalam

posisi stastis dalam waktu yang lama dan mengangkat beban yang

melebihi kemampuan otot, dapat menyebabkan kompresi pada otot. Hal

ini jika dilakukan secara terus-menerus akan memicu terjadinya

myofascial pain syndrome.

d) Usia

Faktor usia juga turut mempengaruhi myofascial pain syndrome.

Kasus ini lebih sering terjadi pada usia pertengahan (usia dewasa). Hal ini

kemungkinan disebabkan karena kemampuan otot untuk menahan beban

dan mengatasi trauma akibat beban tersebut mulai menurun. Selain itu,

semakin tua usia seseorang akan menyebabkan degenerasi pada ototnya.

Hal ini ditandai dengan penurunan jumlah serabut otot, atrofi serabut otot,

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

12

dan berkurangnya masa otot. Dampaknya yaitu pada penurunan kekuatan

dan fleksibilitas otot.

2.1.3 Patofisiologi Myofascial Pain Syndrome Upper Trapezius

Otot upper trapezius adalah otot tipe I atau tonik dan juga merupakan otot

postural yang berfungsi melakukan gerakan elevasi. Kelainan yang terjadi pada

tipe otot ini cenderung tegang dan memendek. Itu sebabnya jika otot upper

trapezius berkontraksi dalam jangka waktu lama, maka jaringan ototnya menjadi

tegang dan akhirnya timbul nyeri. Kerja otot upper trapezius akan bertambah berat

dengan adanya postur yang buruk, mikro dan makro trauma (Makmuriyah dan

Sugijanto, 2013).

Mikro trauma pada otot disebabkan karena overstretching, overshortening,

dan overloading. Ketika otot mengalami overstretching, overshortening, dan

overloading, maka bagian dari serabut otot akan rusak dan diikuti oleh ruptur dari

membran sel otot (sarcolemma). Mikro trauma dihasilkan oleh pergerakan yang

berulang (repetitive movement), gerakan dengan kecepatan tinggi, dan posisi

tubuh yang buruk (Kostopoulos dan Rizopoulos, 2001).

Mikro trauma akan menyebabkan kerusakan pada sarcoplasmic reticulum,

yang menghasilkan pelepasan dari ion Ca2+

. Kehadiran ion Ca2+

akan

menyebabkan interaksi myofilament secara konstan dan mendukung terjadinya

kontraksi otot tanpa adanya potensial aksi secara volunter. Jika kerusakan ini

dapat diperbaiki, abnormalitas ini hanya bersifat sementara. Mekanisme

penyembuhan dari tubuh dengan sirkulasi darah yang cukup, akan mampu

mengeluarkan Ca2+

dari area yang trauma dan otot akan kembali ke dalam posisi

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

13

istirahat (relaksasi). Selain itu, kemungkinan juga terjadi disfungsi lokal pada

endplate yang akan menghasilkan pelepasan ACh secara terus-menerus dan

banyak pada celah sinap. Hal ini akan menyebabkan terjadinya depolarisasi pada

membran postjunctional. Kehadiran dari AChE dalam celah sinap tidak cukup

untuk memecah pelepasan ACh dalam kuantitas yang sangat besar (Kostopoulos

dan Rizopoulos, 2001).

Iritasi dan gangguan yang terjadi pada membran pre sinap akan membuka

saluran voltage-gated Ca2+

lebih sering daripada biasanya. Di waktu yang sama,

jumlah Ca2+

pada area celah sinap juga meningkat akibat kerusakan yang telah

terjadi pada sarcoplasmic reticulum. Ion Ca2+

ini akan memasuki membran pre

sinap, yang akan memfasilitasi synaptic vesicle untuk berikatan pada membran

pre sinap dan menyebarkan ACh melewati celah sinaps. Hal ini akan

menyebabkan terjadinya aktivitas kontraktil secara terus menerus dan maksimal

pada sarcomer. Kontraksi yang terjadi secara terus menerus akan meningkatkan

kebutuhan metabolisme, saat yang sama terjadi vasokontriksi lokal dari pembuluh

darah pada area yang sama. Kontraksi 30% sampai 50% dari maksimal yang

terjadi dapat menyebabkan kegagalan pada sirkulasi. Padahal pembuluh darah

merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal

tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya zat sisa

metabolisme pada area tersebut (Kostopoulos dan Rizopoulos, 2001).

Dalam keadaan normal, keadaan tersebut dapat kembali lagi jika

sarcoplasmic reticulum mampu menyerap kembali kelebihan Ca2+

pada jaringan

otot yang mengalami trauma. Akan tetapi, kerusakan sirkulasi menyebabkan

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

14

berkurangnya sumber energi, sehingga ATP yang masih ada tidak cukup untuk

menggerakkan pompa Ca2+

yang akan mendorong Ca2+

kembali ke dalam

sarcoplasmic reticulum. Kelebihan Ca2+

yang terdapat pada otot menyebabkan

vicious cycle. Hal ini akan menyebabkan perubahan secara histologis dan

terbentuknya trigger point atau aktivasi kembali dari trigger point sebelumnya

yang tersembunyi (Kostopoulos dan Rizopoulos, 2001).

Hipoksia lokal yang berat dan krisis energi pada jaringan akan

menyebabkan pelepasan substansi yang dapat menstimulasi nociceptors pada otot,

dan menyebabkan terjadinya nyeri. Pelepasan bradikinin (pecahan dari plasma

protein), prostaglandins (sintesis dari sel endothelial), dan histamin (dilepaskan

dari sel mast) akan menyebabkan efek yang sensitif (Kostopoulos dan Rizopoulos,

2001).

Lokal tenderness dan nociception, pola nyeri menjalar dapat terbentuk

pada tubuh bagian distal. Selanjutnya, pemendekan yang terjadi pada sarcomere,

akan menyebabkan berkurangnya panjang dari otot. Patofisiologi pemendekan

dari otot, berhubungan dengan muscle guarding akibat adanya nyeri, akan

menyebabkan berkurangnya fleksibilitas otot dan akan berdampak pada

pergerakan sendi (Kostopoulos dan Rizopoulos, 2001).

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

15

Gambar 2.3 Patofisiologi Myofascial Pain Syndrome

(Sumber: Kostopoulos dan Rizopoulos, 2001)

2.1.4 Tanda dan Gejala Myofascial Pain Syndrome pada Otot Upper Trapezius

Tanda dan gejala yang ditemukan pada myofascial pain syndrome otot

upper trapezius yaitu (Hardjono dan Azizah, 2012):

1. Nyeri yang terlokalisir pada otot upper trapezius.

2. Terdapat taut band pada otot dan fascia serta jaringan ikat longgar

(connective tissue).

3. Reffered pain umumnya dengan pola yang dapat di prediksi.

4. Adanya titik tenderness pada suatu tempat sepanjang taut band yang

disebut sebagai trigger point/jump sign.

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

16

5. Tightness pada otot yang terkena sehingga menyebabkan keterbatasan

lingkup gerak sendi.

6. Spasme otot akibat dari adanya rasa nyeri yang timbul dan juga akibat

dari penumpukan zat-zat iritan/zat metabolit.

7. Perubahan otonomik seperti vasokonstriksi pembuluh darah dan

keringat yang berlebihan di sepanjang area reffered pain.

2.2 Kajian Anatomi dan Fisiologis

2.2.1 Anatomi Otot Upper Trapezius

Otot trapezius adalah otot terbesar dan paling superfisial pada daerah

punggung atas. Otot trapezius terdapat di bagian leher, tepatnya di posterolateral

occiput, memanjang ke arah lateral melewati scapula, dan overlapping pada

bagian superior dari otot latissimus dorsi pada tulang belakang. Otot ini

dipersarafi oleh akar saraf C5-T1. Menurut arah serabutnya, otot trapezius dibagi

menjadi tiga bagian, yaitu : upper fiber, middle fiber, dan lower fiber (Cael,

2010).

Otot upper trapezius, memiliki origo pada protuberentia occipital eksternal

dan bagian medial dari ligamentum nuchae. Sedangkan insertionya terletak pada

batas posterior dari 1/3 bagian luar dari clavicula. Fungsi dari otot upper trapezius

adalah untuk elevasi scapula dan menggerakkan leher (ekstensi, lateral fleksi,

kontralateral rotasi) (Cael, 2010).

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

17

Gambar 2.4 Otot Upper Trapezius

(Sumber: McCallum, 2012)

Ketika semua serabut otot trapezius bekerja bersama, scapula akan

terfiksasi pada sangkar thoraks, memberikan bantuan yang kuat selama aktivitas

weight-bearing dan mendorong. Ketika ekstremitas atas tidak terfiksasi, serabut

pada trapezius akan bekerja dengan otot yang lain sesuai fungsinya. Meskipun

serabut otot trapezius memiliki kemampuan untuk bekerja bersama sebagai satu

kesatuan, serabut bawah (lower fiber) sering mengalami kelemahan dan jarang

digunakan. Sedangkan serabut atas (upper fiber) sering mengalami ketegangan

akibat sering digunakan saat bekerja (Cael, 2010).

2.2.2 Fisiologis Otot Rangka

Otot merupakan jaringan yang mampu secara aktif mengembangkan

ketegangan. Karakteristik ini memungkinkan otot skeletal dapat melakukan fungsi

penting dalam mempertahankan postur tubuh tegak, menggerakkan anggota gerak

tubuh, dan meredam terjadinya shock. Ada empat sifat jaringan otot, yaitu:

ekstensibilitas, elastisitas, irritabilitas, dan kemampuan mengembangkan

ketegangan (tension) (Sudaryanto dan Anshar, 2011).

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

18

Pada tubuh manusia terdapat sekitar 434 otot yang membentuk 40% - 45%

dari berat tubuh sebagian besar orang dewasa. Sel otot tersusun oleh banyak

myofibril yang terbuat dari molekul protein yang panjang (myofilament), terdapat

dua jenis myofilament yaitu 1500 myofilament tebal (miosin) dan 300 myofilament

tipis (aktin) yang mana akan membentuk sebuah pola. Miosin dan aktin

membentuk sub unit yang saling menyambung dalam myofibril yang disebut

sebagai sarcomer. Dalam mikroskopis, daerah pinggir sarcomer lebih terang

dengan tengah yang berwarna gelap. Daerah terang disebut I-band karena bersifat

isotropik terhadap cahaya yang dipolarisasikan dan mengandung filamen aktin.

Sedangkan daerah yang gelap disebut A-band karena bersifat anisotropik terhadap

cahaya yang dipolarisasikan dan mengandung filamen myosin. Pada pusat A-band

terdapat H zone yang berisi filamen miosin. Selain itu terdapat Z-line yang

memisahkan antar sarcomer (Guyton dan Hall, 2008).

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

19

Gambar 2.5 Struktur Otot Skeletal

(Sumber: Guyton dan Hall, 2008)

Sel otot diselubungi oleh sebuah membran yang disebut sarcolemma.

Sarcolemma mengandung potensial membran yang dapat menghantarkan impuls

ke otot, sehingga sel otot dapat berkontraksi. Di dalam sarcolemma terdapat

lubang yang disebut transverse tubulus, dan berhubungan dengan sarcoplasmic

reticulum. Sarcoplasmic reticulum berfungsi sebagai tempat penyimpanan ion

kalsium. Diantara sarcoplasmic reticulum dengan cytoplasma sel otot yang

disebut sarcoplasma. Pada sarcoplasma terjadi pemompaan ion kalsium. Hal ini

akan terjadi jika terdapat impuls saraf pada sarcoplasmic reticulum yang dapat

membuka membran, sehingga ion kalsium menuju sarcoplasma dan

mempengaruhi myofibril untuk berkontraksi (Anggraeni, 2013).

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

20

Selama terjadi kontraksi pada otot, filamen aktin yang tipis dari salah satu

ujung sarkomer akan slide satu sama lain. Dalam mikroskopik terlihat, Z-line

bergerak ke arah A-bands untuk mempertahankan ukuran awalnya, sementara I-

bands menjadi sempit dan H-zone menjadi hilang. Proyeksi dari filamen miosin

disebut dengan cross-bridge yang membentuk hubungan fisik dengan filamen

aktin selama kontraksi otot (Sudaryanto dan Anshar, 2011).

Pada saat relaksasi otot, tidak ada impuls saraf yang melalui end plates,

hal ini akan mengakibatkan tidak adanya ion kalsium yang masuk ke dalam

cytoplasma sel karena pintu untuk kalsium masuk menjadi tertutup, kalsium akan

kembali mengalir masuk dalam sarcoplasmic reticulum, aliran ini akan

menjadikan posisi troponin kembali normal sehingga posisi tropomiosin kembali

normal dan memutuskan hubungan antara kepala miosin dengan aktin. Ketika

kepala miosin tak lagi berhubungan dengan aktin maka tak ada pergeseran

molekul yang terjadi dan otot menjadi relaks (Maruli, 2013).

Pada kondisi lain, kontraksi pada otot yang berlangsung dalam waktu lama

mengakibatkan keadaaan yang dikenal sebagai kelelahan otot. Hal ini disebabkan

karena menurunnya jumlah ATP, sehingga tidak adanya ketersediaan energi untuk

menggeser aktin dan miosin. Kontraksi yang terjadi semakin lama akan semakin

lemah, walaupun saraf masih bekerja dengan baik dan potensial aksi masih

menyebar pada serabu-serabut otot (Guyton dan Hall, 2008).

Otot skeletal memiliki dua tipe kontraksi pada otot yaitu: kontraksi

isometrik dan isotonik. Kontraksi otot dikatakan isometrik apabaila tidak terjadi

pemendekan otot saat berkontraksi. Sedangkan, kontraksi dikatakakn isotonik jika

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

21

terjadi pemendekan otot saat kontraksi. Terdapat perbedaan dasar antara kontraksi

isometrik dan isotonik. Pertama, kontraksi isometrik tidak memerlukan sliding

antar myofibril. Kedua, pada kontraksi isotonik beban digerakkan dan

memungkinkan kontraksinya terlihat dari luar (Guyton dan Hall, 2008).

2.2.3 Anatomi Fascia

Kata fascia diambil dari bahasa latin yang berarti “pita” atau “perban”,

fasia merupakan jaringan paling luas yang terdapat didalam tubuh. Fascia

terdapat diseluruh tubuh dan merupakan infrastruktur tubuh. Fascia tidak hanya

memberikan bentuk pada tubuh luar maupun di dalam, tetapi merupakan perantara

dari semua sistem yang ada pada tubuh, seperti pada sistem sirkulasi, sistem saraf,

dan sistem limfatik (Clay dan Pounds, 2008).

Fascia merupakan membran tipis yang bebas (superficial facia) atau

jaringan konektif yang tebal (deep fascia) dan menutupi struktur tubuh,

melindunginya serta mengikatnya dalam kesatuan struktural. Terdapat perbedaan

struktur fascia yang mengelilingi tulang, otot, dan sendi. Fascia juga menyebar

pada kulit, lapisan dari otot, ruang tubuh, dan cavities (Cael, 2010).

Fascia memiliki tiga lapisan, yaitu: superficial fascia, deep fascia, dan

subserous fascia. Superficial fascia terletak langsung di bawah lapisan dermis dari

kulit. Dermis terhubung dengan lapisan subcutaneous oleh serabut yang

memanjang kedalam fascia superfisialis. Kemudian, fascia superficial akan

melekat pada jaringan dibawahnya dan beberapa organ tubuh. Pada fascia

superficialis, terdapat tempat penyimpanan lemak dan air, dan membentuk jalan

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

22

terusan untuk saraf dan pembuluh darah. Fascia yang terdapat di sini terbuat dari

loose conective tissue (Cael, 2010).

Deep fascia dibentuk dari lapisan rumit yang mengelilingi otot dan

struktur internal. Lapisan ini berfungsi untuk membantu pergerakan otot,

menyediakan jalan terusan untuk saraf dan pembuluh darah, menyediakan tempat

tambahan untuk otot, dan sebagai lapisan bantalan otot. Lapisan deep fascia

terbuat dari dense connective tissue. Lapisan ketiga yaitu subserous fascia.

Lapisan ini memisahkan deep fascia dari membran yang membatasi thoracic dan

abdominal cavities pada tubuh. Loose conective tissue pada lapisan ini

memberikan fleksibilitas dan pergerakan pada organ-organ internal. Sama seperti

deep fascia, subserous fascia terbuat dari dense connective tissue (Cael, 2010).

Gambar 2.6 Lapisan dari fascia. (A) Sueprficial fascia, (B) Deep fascia, (C)

Subserous fascia

(Sumber: Cael, 2010)

Fascia terdiri diri dua jenis serat yaitu serat kolagen dan serat elastin.

Serat kolagen merupakan serat panjang, lurus dan tidak bercabang yang

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

23

merupakan serat paling banyak terdapat pada fascia. Kolagen dibentuk dari

protein yang berikatan erat seperti tali dan diikat oleh ikatan hidrogen. Kolagen

sangat kuat dan bisa menahan banyak beban. Sedangkan serat elastin merupakan

serat bercabang, bergelombang dan mengandung protein elastin. Karakteristik

khusus dari serat elastin adalah bahwa serat elastin dapat meregang dan kemudian

kembali lagi ke ukuran aslinya (Premkumar, 2004).

Pada otot, berdasarkan letaknya, fascia dibagi menjadi 3 yaitu epimysium,

perymisium dan endomysium. Epimysium merupakan jaringan myofascial terluas

yang melapisi seluruh otot dan mengikat seluruh fasikel. Perimysium merupakan

jaringan fascia yang membungkus sekelompok serabut otot ke dalam satu fasikel.

Endomysium merupakan jaringan fascia terdalam yang memisahkan antara serat-

serat otot. Ketiga lapisan ini merupakan bagian dari deep fascia yang memisahkan

antara otot dengan otot yang lain (Premkumar, 2004).

Gambar 2.7 Struktur makroskopik otot skeletal

(Sumber: Premkumar, 2004)

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

24

Di dalam jaringan fascia pada otot (myofascial) terdapat suatu bahan yang

disebut substansi dasar (ground substance). Substansi dasar ini memiliki fungsi

sebagai alat trasnportasi zat nutrisi dari tempat makanan dipecah menuju ke

jaringan yang memerlukan zat nutrisi tersebut. Selain itu, substansi dasar ini

berfungsi untuk mengangkut zat-zat metabolisme dan merubah konsistensi gelatin

bebas ke gel foam (busa gel) sehingga apabila terkena trauma baik biokimia

maupun mekanis maka akan mengeras dan kehilangan elasisitas. Akibatnya

myofascial akan mengalami ketegangan untuk mempertahankan jarak antar

serabut jaringan ikat dan menjaga jaringan agar tetap fleksibel (Hardjono dan

Azizah, 2012).

2.3 Muscle Energy Technique

2.3.1 Definisi

Muscle energy technique merupakan teknik osteopatik yang ditujukan

untuk memanipulasi jaringan lunak dengan gerakan langsung serta kontrol gerak

yang dilakukan oleh pasien sendiri pada saat kontraksi isometrik. Tujuannya

adalah untuk meningkatkan fungsi muskuloskeletal dan mengurangi nyeri. Prinsip

dari muscle energy technique yaitu: manipulasi dengan cara halus dengan

kekuatan tahanan minimal sebesar 20-30% dari kekuatan otot, melibatkan kontrol

pernapasan dari pasien, dan dilakukan dengan repetisi yang optimal. Muscle

energy techniques dapat memberikan efek relaksasi pada otot tanpa menimbulkan

nyeri dan kerusakan jaringan melalui tekanan minimal dan lembut, sehingga tidak

menimbulkan iritasi dan tegangan yang kuat pada jaringan (Chaitow, 2006).

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

25

Muscle energy technique merupakan teknik isometrik dan isotonik yang

digunakan untuk penguatan atau meningkatkan tonus otot yang lemah,

melepaskan hipertonus, stretching ketegangan otot dan fascia, meningkatkan

fungsi muskuloskeletal, mobilisasi sendi pada keterbatasan gerak sendi, dan

meningkatkan sirkulasi lokal, dan mengurangi nyeri (Fryer, 2011).

2.3.2 Indikasi dan Kontraindikasi Muscle Energy Technique

Indikasi pemberian muscle energy technique yaitu (Grubb, et al., 2010):

a) Adanya pemendekan, kontraktur, atau spastisitas pada otot.

b) Meningkatkan kekuatan pada otot atau grup otot yang mengalami

kelemahan.

c) Adanya malposition pada unsur tulang.

d) Perbaikan pergerakan sendi yang berhubungan dengan disfungsi artikular.

Kontraindikasi pemberian muscle energy techniques yaitu (Grubb, et al.,

2010):

a) Cedera muskuloskeletal akut.

b) Adanya fraktur tulang yang tidak stabil.

c) Adanya penyatuan dan ketidakstabilan pada sendi.

d) Osteoporosis.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

26

2.3.3 Prinsip Aplikasi Muscle Energy Technique

Terdapat beberapa prinsip pelaksanaan muscle energy technique antara

lain (Chaitow, 2006):

1. Palpasi

Sebelum menerapkan muscle energy technique, fisioterapis

melakukan pemeriksaan pada otot atau sendi yang mengalami tightness,

hipomobile, hipermobile dan spasme dengan palpasi untuk menentukan

target jaringan yang akan dilakukan terapi. Teknik palpasi yang dilakukan

dengan tekanan yang halus. Otot atau sendi harus dalam keadaan yang

relaks saat dilakukan gerak pasif. Tujuannya untuk menentukan besarnya

ketegangan tonus otot atau mobilitas sendi.

2. Menutup Mata

Fisioterapis melakukan pemeriksaan palpasi pada target jaringan

dengan menutup mata, untuk merasakan seberapa besar ketegangan tonus

otot atau mobilitas sendi dengan menggerakkan secara pasif bagian yang

diterapi. Gerakan secara perlahan, halus, dan rasakan endfeel pada sendi.

3. Kontrol Tahanan Gerak

Aplikasikan tahanan gerak pada saat dilakukan kontraksi isometrik

pada otot agonis hanya sebesar 20-30% dari kekuatan otot

pasien/fisioterapis. Tujuannya agar otot tidak mengalami regangan yang

berlebihan dan jaringan disekitar tidak mengalami stress berlebihan yang

dapat menambah kerusakan dan mengiritasi jaringan tersebut.

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

27

4. Waktu Kontraksi

Waktu kontraksi isometrik yang dilakukan yaitu 10 detik. Panjang

waktu kontraksi ini dibutuhkan untuk beban kerja golgi tendon terhadap

pengaruh secara neurologis pada serabut intrafusal muscle spindle yang

menghambat tonus otot dan memberikan kesempatan pada otot untuk

mendapatkan panjang istirahat otot yang baru.

5. Teknik Pulse

Muscle energy technique ditambahkan teknik pulse atau dorongan

pada sendi yang mengalami keterbatasan atau hipomobilitas. Hal ini

bertujuan untuk melepaskan retriksi dan perlengketan pada kapsul ligamen

sendi. Teknik pulse yang diterapkan pada sendi yang hipomobile dengan

dorongan ke anterior secara halus dan perlahan mengikuti gerak sendi dan

pernapasan pasien.

6. Pernapasan

Pernapasan pada muscle energy technique sangat penting, karena

rileksasi yang diberikan lebih besar dan sangat baik untuk meningkatkan

sirkulasi darah. Saat melakukan kontraksi isometrik, pasien diinstruksikan

untuk mengeluarkan napas dengan perlahan dan rileks. Setelah penerapan

muscle energy technique, pasien diinstruksikan untuk menarik dan

menghembuskan napas dengan perlahan dan rileks. Tujuan pernapasan ini

dilakukan untuk memberikan efek rileksasi pada jaringan dan otot agar

ketegangan jaringan dan otot menurun serta memberikan efek yang

nyaman bagi pasien.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

28

7. Regangan atau Stretching

Setelah melakukan isometrik selama 10 detik, fisioterapis

meregangkan otot selama 30 detik dengan perlahan dan halus. Peregangan

ini tidak boleh dilakukan lebih atau kurang dari 30 detik. Regangan yang

kurang dari 30 detik tidak akan memaksimalkan fleksibilitas otot dan

menambah panjang istirahat otot yang baru. Sedangkan regangan yang

lebih dari 30 detik akan menimbulkan stress regangan berlebih pada otot

dan jaringan.

8. Waktu pengulangan

Pengulangan yang dilakukan sebanyak 5 kali, sesuai dengan tujuan

yang ingin dicapai. Waktu pengulangan ini efektif bagi rileksasi jaringan

dan otot.

Gambar 2.8 Muscle Energy Technique untuk Myofascial Pain Syndrome otot

Upper Trapezius

(Sumber: Chaitow, 2006)

2.3.4 Jenis-Jenis Muscle Energy Technique

Terdapat dua jenis tipe muscle energy technique, yaitu Post isometric

relaxation (PIR) dan reciprocal inhibition (RI) yang akan dijelaskan sebagai

berikut (Chaitow, 2006):

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

29

1. Isometrik Muscle Energy Technique

Isometrik muscle energy technique biasanya disebut post isometric

relaxation (PIR). Post isometric relaxation mengacu pada pengurangan

tonus otot agonist setelah kontraksi isometrik. Hal ini terjadi karena

pengaruh reseptor stretch yang disebut golgi tendon organ pada otot

agonis. Reseptor ini bereaksi terhadap overstretching otot oleh inhibisi

otot yang selanjutnya berkontraksi. Hal ini secara natural melindungi

reaksi terhadap regangan berlebih, mencegah ruptur dan memiliki

pengaruh pemanjangan karena relaksasi yang terjadi tiba-tiba pada seluruh

otot dibawah pengaruh stretching.

Dalam teknik ini, kekuatan kontraksi otot terhadap perlawanan yang

sama memicu reaksi golgi tendon organ. Impuls saraf afferent dari golgi

tendon organ masuk ke bagian dorsal spinal cord dan bertemu dengan

inhibitor motor neuron. Hal ini menghentikan impuls motor neuron

efferent dan oleh karena itu terjadi pencegahan kontraksi lebih lanjut,

tonus otot menurun, yang menghasilkan relaksasi dan pemanjangan otot

agonist.

Gambar 2.9 Post Isometric Relaxation

(Sumber: Chaitow, 2006)

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

30

2. Isotonik Muscle Energy Technique

Isotonik muscle energy technique menggunakan teknik reciprocal

innervations/inhibition. Reciprocal inhibition mengacu pada inhibisi otot

antagonist ketika kontraksi isometrik yang terjadi dalam otot agonis. Hal

ini terjadi karena reseptor strecth dalam serabut otot agonis muscle

spindle. Muscle spindle bekerja untuk mempertahankan panjang otot

secara tetap dengan memberikan umpan balik pada perubahan kontraksi,

dalam hal ini arah muscle spindle memainkan bagian dalam proprioceptif.

Dalam respon untuk peregangan, muscle spindle menghentikan impuls

saraf yang meningkatkan kontraksi, hingga mencegah over stretching.

Muscle spindle menghentikan impuls yang membangkitkan serabut

saraf afferent atau otot agonis, bertemu dengan excitatory motor neuron

otot agonis (dalam spinal cord) dan pada waktu yang sama menghalangi

motor neuron otot agonis mencegah kontraksinya. Hal ini menghasilkan

relaksasi antagonis sehingga disebut reciprocal inhibition. Saat agonis

berhenti berkontraksi melawan tahanan, muscle spindle berhenti

membebaskan dan otot relaksasi, hal ini memiliki efek yang sama seperti

post isometric relaxation.

Gambar 2.10 Reciprocal Inhibition

(Sumber: Chaitow, 2006)

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

31

2.3.5 Efek Pemberian Muscle Energy Technique

1. Pada sirkulasi darah

Jaringan yang mengalami ketegangan, pemendekan dan kekakuan

akan mengakibatkan sirkulasi darah tidak lancar dan menyebabkan

iskemik yang akan membentuk trigger point atau spasme pada otot.

Iskemik pada jaringan menyebabkan penumpukan zat iritan, penumpukan

sisa metabolisme dan oksigen terhambat untuk masuk ke dalam jaringan.

Penerapan muscle energy technique dengan kontraksi dan tahanan

minimal, akan menimbulkan efek relaksasi pada jaringan. Relaksasi yang

terjadi, akan meningkatkan sirkulasi darah pada jaringan tersebut sehingga

metabolisme pada jaringan meningkat dan zat-zat iritan dapat dikeluarkan

dari jaringan (Chaitow, 2006).

2. Pada Vena dan Limpatik

Penerapan muscle energy technique dapat membantu aliran limpatik

dan membersihkan jalan keluar cairan jaringan sehingga memperbesar

hipoalgesia dan merubah tekanan intramuscular dan tonus pasif jaringan

(Fryer, 2011).

3. Pada fascia

Stress mekanik yang terjadi pada tubuh akan mempengaruhi fascia

sehingga menyebabkan ketegangan fascia. Ketegangan pada fascia akan

menimbulkan efek penumpukan sisa metabolisme dan terjadi iskemik

sehingga muncul jaringan fibrous. Fibrous atau abnormal crosslink yang

terjadi pada fascia akan menyebabkan timbulnya trigger point pada otot

Page 26: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

32

atau titik nyeri yang menyebar dan terjadi perlengketan fascia dengan otot.

Pemberian muscle energy technique dapat melepaskan perlengketan yang

terjadi pada fascia dengan melepaskan jaringan fibrous. Selain itu terjadi

peningkatan sirkulasi darah dan peningkatkan metabolisme sehingga nyeri

berkurang (Chaitow, 2006).

4. Pada otot

Otot yang kontraksi berlebihan akan mengakibatkan hipertonus. Hal

ini akan merubah fisiologi otot oleh mekanisme refleks. Ketika otot

berkontraksi, panjang dan tonusnya berubah yang mempengaruhi fungsi

biomekanikal, biokimia, dan immunologi. Muscle energy technique

memanjangkan otot yang terjadi pemendekan, mengurangi kontraktur,

mengurangi hipertonus otot dan secara fisiologis memperkuat kelompok

otot yang mengalami kelemahan. Muscle energy technique dapat

digunakan untuk membantu meningkatkan kekuatan otot yang mengalami

kelemahan dengan cara pasien mengkontraksikan otot yang mengalami

kelemahan melawan tahanan fisioterapis secara kontraksi isometrik

dengan halus dan lembut (Chaitow, 2006).

Peningkatan metabolisme pada otot akan mengurangi ketegangan

otot, memanjangkan otot melalui pengaruh rileksasi muscle energy

technique, pengaruh rileksasi jaringan lunak otot diperoleh dengan

mereduksi ketegangan jaringan kontraktil otot sehingga stress pada

jaringan otot berkurang dan meningkatkan kekuatan otot. Selain itu, dapat

menyeimbangkan kontraksi antara otot agonis dan antagonis pada otot

Page 27: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

33

postural yang mengalami ketidakseimbangan dimana satu sisi mengalami

kelemahan dan sisi lain mengalami pemendekan otot akibat kesalahan

postur (Grubb, et al., 2010).

Teknik isometrik muscle energy technique menggunakan resisten

dengan gaya minimal, dimana hanya beberapa serabut otot yang aktif

sedangkan serabut lain terinhibisi. Selama rileksasi otot yang memendek,

diregangkan secara ringan dengan menghindari stretch reflex sehingga

menimbulkan efek analgesia dan otot menjadi lebih rileks. Gaya yang

digunakan sebesar 20-30%, akan menimbulkan recruitment pada serabut

otot phasic daripada serabut otot tonik sehingga tercapai pengaruh

stretching otot.

5. Pada sendi

Kekakuan sendi dapat menyebabkan pemendekan otot dan

sebaliknya, pemendekan otot dapat juga menyebabkan kekakuan sendi.

Selain itu, adanya nyeri dan spasme pada otot dapat menyebabkan

kekakuan sendi atau hipomobilitas sendi. Muscle energy technique dapat

mengoreksi mobilitas sendi yang mengalami kekakuan dengan cara

merilekskan otot yang mengalami pemendekan, spasme, dan ketegangan

sehingga tercapai lingkup gerak sendi yang baru. Selain itu, teknik pulse

dapat digunakan untuk melepaskan perlengketan pada kapsul sendi

(Chaitow, 2006).

Page 28: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

34

2.4 Positional Release Technique

2.4.1 Definisi

Positional release technique merupakan salah satu teknik pada jaringan

lunak yang ditujukan untuk nyeri otot dan spasme. Tujuan pemberian terapi ini

adalah mengembalikan tonus otot dan meningkatkan sirkulasi jaringan.

Pendekatan yang digunakan adalah melibatkan identifikasi dari trigger point yang

aktif, diikuti dengan memberikan tekanan sampai respon dari nosiseptif

diproduksi. Area otot yang akan diterapi diposisikan dengan nyaman untuk

mengurangi ketegangan pada otot yang diterapi sehingga mengurangi nyeri pada

trigger point (Carvalho, et al., 2014).

Positional release technique adalah sebuah metode yang menjadikan

tender point dan posisi yang nyaman sebagai evaluasi dan dasar melakukan

pengobatan yang berkaitan dengan disfungsi. Metode intervensi dari positional

release technique adalah indirect (bagian tubuh bergerak menjauhi tahanan

barrier) dan passive (terapis yang melakukan seluruh gerakan tanpa pertolongan

dari pasien). Keseluruhan bidang gerak digunakan untuk mencapai posisi yang

paling nyaman. Sesudah tender point yang paling keras ditemukan, gunakan

teknik palpasi sebagai pedoman untuk membantu menemukan posisi yang

nyaman. Posisi nyaman ini akan menghasilkan relaksasi yang optimal dari

jaringan yang mengalami kerusakan (Speicher dan Draper, 2006).

Konsep dasar untuk lebih memahami positional release technique adalah

menggerakan tubuh ke dalam posisi yang nyaman dan menjauhi tahanan barrier.

Contohnya jika seorang pasien mempunyai hipertonus pada otot biceps caput

Page 29: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

35

longum, pasien akan merasakan ketegangan dalam posisi ekstensi pada sikunya.

Namun saat pasien memposisikan siku dalam keadaan fleksi, pasien akan merasa

lebih nyaman. Hal ini dikarenakan terjadinya pemendekan pada otot biceps yang

menyebabkan tegangan pada otot biceps menurun. Oleh karena itu di dalam

positional release technique, nyeri hebat dan posisi keterbatasan harus

dihindarkan dan tujuannya adalah untuk menemukan posisi yang nyaman

(D’ambrogio dan Roth, 1997).

Salah satu teori mengatakan bahwa posisi yang nyaman, akan

menyebabkan penurunan dari aktivitas propioceptif yang tidak tepat. Hasil dari

intervensi menggunakan positional release technique adalah menurunnya

ketegangan pada otot, ketegangan fascia, dan hipomobilitas pada sendi.

Perubahan ini secara signifikan akan meningkatkan fungsional gerakan sendi dan

menurunkan nyeri (D’ambrogio dan Roth, 1997).

2.4.2 Indikasi dan Kontraindikasi

Semua gangguan yang terjadi pada otot dan sendi yang menimbulkan

tender point (titik nyeri) adalah indikasi dari positional release technique.

Sedangkan kontraindikasi pada positional release technique adalah adanya

malignancy, aneurysm, dan rhematoid atritis akut. Sedangkan kontraindikasi yang

bersifat regional adalah adanya luka terbuka, jahitan pada luka, penyembuhan

pasca fraktur, hematoma, hipersensitif pada kulit, dan infeksi lokal atau sistemik

(Speicher dan Draper, 2006).

Page 30: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

36

2.4.3 Teknik Aplikasi Positional Release Technique

Terdapat sembilan hal penting yang harus diingat saat memberikan

positional release technique, yaitu (D’ambrogio dan Roth, 1997):

1. Amati tubuh, golongkan tingkat kerasnya tender point, dan laporkan hasil

yang ditemukan

2. Ikuti aturan umum. Pertama, sangat penting bagi fisioterapis mengobati

tender point yang paling keras tanpa menghiraukan dimana lokasi nyeri

tersebut. Hal yang harus diingat adalah tender point menghasilkan

disfungsi pada pasien. Karena tujuan dari terapi adalah pada disfungsinya.

Nyeri dihasilkan dari disfungsi yang terjadi. Ketika tender point di terapi

dan pergerakan dapat diperbaiki, nyeri akan berkurang. Kedua, sangat

penting untung memeberikan terapi dari proksimal menuju distal. Jika

terdapat dua tender point yang sama, terapi bagian proksimal sebelum

distal. Hal ini sering menghilangkan tender point bagian distal. Pada area

yang memiliki sensitifitas yang tinggi, lakukan terapi pada area dengan

tender point yang paling keras. Dengan mengiikuti aturan sederhana

tersebut, efisensi dan efektifitas dari terapi akan meningkat.

3. Lakukan palpasi pada tender point, dan temukan posisi yang nyaman.

Sangat penting untuk memposisikan pasien dalam posisi yang nyaman,

Fisioterapis secara terus menerus memantau tender point. Hal ini bertujuan

untuk memantau penurunan dari tegangan dan tenderness. Timbal balik

yang dinginkan adalah menemukan posisi nyaman yang tepat.

Page 31: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

37

4. Perbaiki kontak pada tender point saat posisi nyaman sudah tercapai.

Tender point akan di amati terus saat dilakukan terapi. Perhatian akan

diberikan pada perubahan yang terjadi pada area tender point, seperti:

denyutan, pelepasan panas, getaran, istirahat dan pelepasan pada tubuh

pasien yang merupakan indikasi berakhirnya terapi. Sesudah terapi selesai,

dilakukan evaluasi pada titik yang sama untuk mengetahui perubahan yang

terjadi pada titik yang diterapi.

5. Pertahankan posisi nyaman sampai pelepasan dapat dirasakan. Posisi yang

nyaman memegang peranan yang penting untuk menyelesaikan pelepasan

di dalam tubuh. Jika pasien menghilangkan posisi nyaman segera setelah

terapi, hasilnya akan dirasakan dalam waktu yang singkat, dan tender

point akan muncul lagi dan memerlukan terapi yang lebih lanjut. Hal

penting yang harus diingat ketika memberikan terapi, posisi nyaman

biasanya bertahan lama dan akan mempunyai efek yang sangat besar

dalam tubuh. Untuk terapi lokal biasanya diberikan penekanan selama 90

detik.

6. Kembalikan ke posisi normal dengan pelan. Sangat penting untuk

menyebutkan bahwa setelah tender point berhasil diterapi, tubuh pasien

harus dikembalikan ke dalam posisi netral dengan pelan. 15º pertama

adalah jarak yang sangat penting. Jika pasien dikeluarkan dari posisi

nyaman dengan cepat, ballistic proprioceptor akan bertautan kembali dan

spasme otot untuk proteksi akan kembali. Selain itu, hal tersebut juga

Page 32: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

38

dapat menimbulkan cedera kembali dan pembentukan kembali inflamasi

dan spasme.

7. Lakukan pemeriksaan kembali pada tender point setelah terapi. Setelah

berhasil melakukan terapi pada tender point, sangat penting bagi

fisioterapis dan pasien mencatat perubahan yang terjadi. Selain itu lakukan

pemeriksaan fisik lainnya untuk melihat fungsional pasien.

8. Berikan edukasi kepada pasien terkait kemungkinan reaksi dan akitivitas

yang tidak baik setelah pemberian terapi. Memberikan edukasi kepada

pasien terkait efek dari terapi dan aktivitas yang harus dihindari setelah

latihan dapat membantu meningkatkan efektifitas dari terapi dan

mengurangi rasa yang tidak nyaman. Selain itu, seteleah melakukan terapi

perlu diberikan waktu istirahat selama 24-48 jam.

9. Lakukan terapi sekali dalam satu minggu, dan berikan tubuh adaptasi

untuk terapi.

Untuk memberikan terapi positional release technique pada kasus

myofascial pain syndrome upper trapezius, prosedur pelaksanaannya adalah

sebagai berikut (Speicher dan Draper, 2006):

1. Palpasi pada daerah otot upper trapezius untuk mencari tender point

yang menghasilkan titik nyeri paling hebat. Posisi pasien harus

nyaman dan relaks.

2. Setelah titik nyeri ditemukan, tangan fisioterapis harus tetap berada

pada titik tersebut, dan berikan penekanan pada area tersebut.

Page 33: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

39

3. Selanjutnya posisikan pasien ke dalam posisi nyaman. Posisikan

lengan pasien secara pasif ke arah abduksi 90º, dengan diikuti lateral

fleksi cervical ke arah yang diterapi. Posisi pasien saat melakukan

terapi bisa dalam posisi duduk ataupun berdiri.

4. Pertahanakan posisi tersebut selama 90 detik, dan setelah itu

kembalikan ke posisi normal secara pelan.

Gambar 2.11 Positional Release Technique untuk Myofascial Pain Syndrome

Upper Trapezius

(Sumber: Chaitow, 2002)

2.4.4 Efek Pemberian Positional Release Technique

Pemberian positional release technique memberikan beberapa efek pada

tubuh, yaitu: mengembalikan tonus otot, mengembalikan ketegangan pada fascia,

menurunkan hipomobilitas pada sendi, meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan

nyeri, dan meningkatkan kekuatan (D’ambrogio dan Roth, 1997).

1. Normalisasi tonus otot

Klinis telah menemukan, pemberian terapi positional release

technique kira-kira selama 90 detik untuk pasien ortopedi umum dan 3

menit untuk pasien neurologis. Positional release technique dapat

memberikan pengaruh pada aktivitas proprioceptif yang mengalami

Page 34: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

40

gangguan, sehingga membantu mengembalikan tonus dan mengatur ulang

hubungan panjang-tegangan pada otot. Hasilnya adalah pemanjangan dari

serabut otot ke keadaan normalnya.

2. Normalisasi tegangan fascial

Fase pemberian positional release technique dimulai setelah 90

detik. Selama fase ini, positional release technique memulai untuk

mengikat pola tegangan fascial dengan trauma, inflamasi, dan

perlengketan patologis. Proses ini disebut aksi unwinding di dalam

jaringan myofascial. Respon pelepasan yang signifikan dapat di palpasi

selama fase ini.

3. Menurunkan hipomobilitas pada sendi

Ketika otot mengalami hipertonus atau ketegangan, hasilnya adalah

hipomobilitas atau penurunan lingkup gerak pada sendi. Dengan

menggunakan positional release technique, otot dan fascial yang

mengalami ketegangan akan mengalami relaksasi. Hal ini akan

mengembalikan fungsional otot, sehingga pergerakan sendi kembali

normal.

4. Meningkatkan sirkulasi dan mengurangi bengkak

Tekanan yang diberikan saat pemberian positional release technique,

dapat mengurangi struktur yang menghambat pembuluh darah dan

limfatik. Hasilnya adalah peningkatan sirkulasi pada jaringan, sehingga

dapat membantu proses penyembuhan jaringan yang rusak. Peningkatan

pembuangan limfatik akan membantu proses penyerapan cairan pada

Page 35: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

41

jaringan. Hal ini akan mengurangi bengkak yang berkaitan dengan

inflamasi.

5. Menurunkan Nyeri

Pasien yang memiliki nyeri, dihubungkan dengan mekanisme muscle

guarding, tegangan pada fascial, dan keterbatasan gerak pada sendi.

Positional release technique memberikan efek untuk mengurangi spasme

pada otot dan mengembalikan pergerakan serta fleksibilitas jaringan.

Pasien mungkin saja memiliki beberapa rasa tidak nyaman akibat sisa-sisa

inflamasi, tetapi nyeri yang dirasakan sudah berkurang.

6. Meningkatkan kekuatan

Dengan menormalkan kembali proprioceptif dan keseimbangan

neural pada jaringan otot dan menghilangkan hambatan yang

mengakibatkan nyeri, positonal release technique dapat membantu

mengembalikan tonus otot dalam keadaan normal dan fungsi dari otot. Hal

ini dapat mengoptimalkan efisiensi biomekanik dari otot dan

meningkatkan kemampuan reaksi untuk melakukan latihan.

2.5 Infrared

2.5.1 Definisi

Sinar infrared adalah pancaran gelombang elektromagnetik dengan

panjang gelombang 7700-4 Juta Ao. Sinar infrared dapat menghasilkan panas

lokal yang bersifat superfisial dan direkomendasikan untuk kondisi yang subakut

untuk mengurangi nyeri dan inflamasi. Pemanasan supefisial akan berpengaruh

Page 36: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

42

pada suhu jaringan di bawahnya yang mengalami cedera, dan penignkatan suhu

pada jaringan superfisial akan menghasilkan efek analgesia. Efek panas yang

ditimbulkan menyebabkan terjadinya vasodilatasi pada pembuluh darah, dan

meningkatkan sirkulasi pada jaringan (Prentice, 2002).

2.5.2 Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi dari modalitas infrared adalah sebagai berikut (Prentice, 2002):

1) Kondisi peradangan setelah fase akut, seperti kuntusio, muscle strain,

muscle sprain, trauma sinovitis.

2) Arthritis seperti rhematoid arthritis, osteoarthritis, myalgia, neuralgia,

neuritis.

3) Gangguan sirkulasi darah.

4) Penyakit kulit.

5) Persiapan exercise dan massage.

Sedangkan, kontraindikasi dari modalitas infrared adalah sebagai

berikut (Prentice, 2002):

1) Daerah dengan insufiensi pada darah.

2) Gangguan sensibilitas kulit.

3) Adanya kecenderungan terjadinya pendarahan.

2.5.3 Teknik Aplikasi

Posisikan pasien 50 cm dari lampu infrared. Lepaskan bahan-bahan logam

atau pakaian pada bagian yang akan di terapi. Posisikan lampu infrared tegak

lurus dengan daerah yang diterapi. Durasi waktu saat pelakasanaan terapi adalah

Page 37: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

43

10-15 menit. Selama proses terapi, perlu dilakukan kontrol untuk memeriksa rasa

hangat pada kulit (Prentice, 2002).

2.5.4 Efek Pemberian

Pemberian modalitas infrared, dapat memberikan efek fisiologis dan efek

terapeutik pada tubuh, yaitu (Prentice, 2002):

1. Efek fisiologis

a) Meningkatkan proses metabolisme

Suatu reaksi kimia akan dapat dipercepat dengan adanya panas atau

kenaikan temperatur pada jaringan. Proses metabolisme yang terjadi pada

lapisan superficial kulit akan meningkat sehingga sirkulasi oksigen dan

nutrisi ke jaringan menjadi lebih baik, dan pengeluaran zat sisa

metabolisme juga lancar.

b) Vasodilatasi pembuluh darah

Efek panas yang dihasilkan oleh sinar infrared akan menyebabkan

dilatasi pembuluh darah kapiler dan artiole. Kulit akan mengadakan reaksi

dan berwarna kemerah-merahan yang disebut erythema. Untuk ini

mekanisme vasomotor mengadakan reaksi dengan jalan pelebaran

pembuluh darah sehingga jumlah panas diratakan keseluruh jaringan lewat

sirkulasi darah. Dengan sirkulasi darah yang meningkat, maka pemberian

nutrisi dan oksigen kepada jaringan akan ditingkatkan, sehingga

pemeliharaan jaringan menjadi lebih baik dan perlawanan terhadap radang

juga baik.

Page 38: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

44

c) Pigmentasi

Penyinaran yang berulang-ulang dengan sinar infrared dapat

menimbulkan pigmentasi pada tempat yang disinari. Hal tersebut

disebabkan oleh karena adanya perubahan sel-sel darah merah di tempat

tersebut.

d) Pengaruh terhadap jaringan otot

Kenaikan temperatur pada jaringan mempengaruhi terjadinya

relaksasi otot, pemanasan juga akan membantu proses pembuangan zat-zat

metabolisme.

e) Distruksi Jaringan

Penyinaran yang berlebihan dapat menimbulkan kenaikan

temperatur jaringan yang cukup tinggi dan berlangsung dalam waktu yang

lama sehingga menyebabkan kerusakan pada jaringan.

f) Meningkatkan temperatur tubuh

Peningkatan temperatur jaringan superfisial akan diteruskan ke

seluruh tubuh, maka disamping terjadi pemerataan panas juga akan terjadi

penurunan tekanan darah sistemik. Hal ini karena adanya panas yang akan

merangsang pusat pengatur panas tubuh untuk meratakan panas yang

terjadi dengan jalan dilatasi yang bersifat general.

g) Mengaktifkan kerja kelenjar keringat

Pengaruh rangsangan panas yang dibawa ujung-ujung saraf sensoris

dapat mengaktifkan kerja kelenjar keringat.

Page 39: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

45

2. Efek terapeutik

a) Mengurangi rasa nyeri

Panas ringan memberikan efek sedatif pada superficial sensoris

nerve ending, Sedangkan panas kuat dapat menghasilkan counter iritation

yang akan menimbulkan pengurangan nyeri. Deangan sirkulasi darah yang

lancar maka zat ”P” yang merupakan salah satu penyebab nyeri akan ikut

terbuang.

b) Relaksasi otot

Relaksasi otot akan dicapai jika rasa nyeri berkurang dan jaringan

otot dalam keadaan hangat.

c) Meningkatkan sirkulasi darah

Kenaikan temperatur yang terjadi, akan menimbulkan vasodilatasi

pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan

sirkulasi darah pada jaringan yang diterapi.

d) Membuang zat-zat sisa hasil metabolisme

Penyinaran di daerah yang luas akan mengaktifkan glandula

gudoifera diseluruh badan, sehingga dengan demikian akan meningkatkan

pembuangan sisa-sisa hasil metabolisme melalui keringat.

Page 40: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

46

2.6 Kombinasi Muscle Energy Technique dan Infrared dengan Positional

Release Technique dan Infrared terhadap Penurunan Nyeri Myofascial

Pain Syndrome Otot Upper Trapezius

Infrared adalah salah satu modalitas fisioterapi yang dapat di aplikasikan

pada kasus myofascial pain syndrome dan dapat dikombinasikan dengan muscle

energy technique atau positional release technique. Pemberian infrared dilakukan

sebelum pemberian muscle energy technique dan positional release technique.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa infrared menghasilkan efek

panas pada jaringan superfisial. Panas yang terjadi akan menstimulasi nerve

cutaneous receptor yang impulsnya akan diteruskan ke hipothalamus anterior,

sehingga akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi pada pembuluh darah. Selain

itu, panas lokal yang terjadi akan memberikan efek relaksasi pada otot. Hal ini

karena efek panas mampu dengan serempak mengurangi rangsangan threshold

dari muscle spindle dan mengurangi kecepatan gamma efferent, sehingga akan

terjadi penurunan tonus pada otot (Prentice, 2002).

Setelah pemberian modalitas infrared, dilakukan intervensi muscle energy

technique dan positional release technique. Ke dua terapi ini memiliki

mekanismenya masing-masing untuk menurunkan tingkat nyeri pada kasus

myofascial pain syndrome. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, muscle

energy technique memiliki mekanisme yang disebut post isometric relaxation

(PIR). Kontraksi yang terjadi pada post isometric relaxation ini akan memicu

reaksi pada golgi tendon organ pada otot. Impuls saraf afferent dari golgi tendon

masuk ke bagian dorsal spinal cord dan bertemu dengan inhibitor motor neuron.

Page 41: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

47

Hal ini menyebabkan terputusnya impuls motor neuron efferent dan menyebabkan

relaksasi pada otot (Chaitow, 2006). Sedangkan pemberian positional release

technique akan mempengaruhi aktivitas proprioceptif yang salah. Penekanan yang

diberikan pada trigger point dalam posisi yang nyaman akan menstimulasi muscle

spindle. Impuls yang diterima muscle spindle akan diteruskan ke susunan saraf

pusat, sehingga akan terjadi pengaturan ulang dari gamma motor neuron. Hal ini

akan menyebabkan penurunan tonus otot dan terjadilah relaksasi otot

(D’ambrogio dan Roth, 1997). Relaksasi otot yang dihasilkan oleh ke dua terapi

ini dan efek vasodilatasi pembuluh darah yang dihasilkan oleh infrared akan

menyebabkan peningkatan sirkulasi darah ke otot semakin bertambah dan cepat.

Peningkatan sirkulasi yang lebih cepat menyebabkan substansi P yang

menimbulkan nyeri dapat dikeluarkan dan nyeri akibat myofascial pain syndrome

akan berkurang.

Selain itu, pemberian kombinasi intervensi ini akan menghasilkan

mekanisme penggabungan atau penjumlahan potensial aksi postsinaps yang

disebut temporal dan spatial summation. Temporal summation adalah stimulasi

bebarapa impuls yang diberikan oleh satu neuron dalam kurun waktu tertentu.

Sedangkan spatial summation adalah stimulasi beberapa impuls yang diberikan

oleh beberapa neuron dalam waktu yang sama. Penggabungan dari temporal dan

spatial summation ini akan menyebabkan excitatory post synaptic potentials

(EPSPs) yang lebih besar (Spruston, 2009).

Page 42: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

48

Gambar 2.12 Temporal dan Spatial Summation

(Sumber: Spruston, 2009)

Pemberian infrared selama 10-15 menit dapat memberikan efek temporal

summation. Sedangkan pemberian muscle energy technique dan positional release

technique dapat memberikan efek spatial summation. Dengan memberikan

kombinasi intervensi muscle energy technique dan infrared ataupun positional

release technique dan infrared pada kasus myofascial pain syndrome otot upper

trapezius, akan menghasilkan EPSPs yang lebih besar sehingga terjadi relaksasi

pada otot secara maksimal. Jika relaksasi maksimal tercapai, maka sirkulasi darah

meningkat dan substansi yang menimbulkan nyeri dapat dikeluarkan dari jaringan.

2.7 Pengukuran Nyeri

Nyeri pada kasus myofascial pain syndrome dapat diukur melalui metode

pengukuran nyeri Visual Analogue Scale (VAS). Visual analogue scale (VAS)

merupakan alat ukur nyeri yang digunakan untuk memeriksa intensitas nyeri dan

Page 43: BAB II KAJIAN PUSTAKA - Universitas Udayana · merupakan sumber dari oksigen dan sumber energi untuk serabut otot. Akibat hal tersebut, area trauma menjadi kaku, iskemik, dan meningkatnya

49

digambarkan dengan garis lurus sepanjang 10 cm dengan setiap ujungnya ditandai

dengan level intensitas nyeri. Ujung kiri diberi tanda “no pain” dan ujung kanan

diberi tanda “bad pain” (Prentice, 2002).

Pengukuran nyeri dilakukan dengan cara pasien diminta untuk menandai

sepanjang garis, sesuai dengan level intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien.

Kemudian jaraknya diukur dari batas kiri sampai pada tanda yang diberi oleh

pasien (ukuran mm), dan itulah nilai yang menunjukkan level intensitas nyeri

yang dirasakan. Nilai tersebut dicatat sebagai acuan untuk melihat kemajuan dari

terapi yang dilakukan.

Gambar 2.13 Visual Analogue Scale

(Sumber: Warden, et al., 2003)