BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf2) Profit dari operasional, yang diukur dari nilai...

25
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini dilandasi dengan berbagai teori manajemen keuangan, khususnya yang berkaitan dengan judul penelitian ini yaitu pengaruh kepemilikan manajerial dan pertumbuhan perusahaan terhadap nilai perusahaan dengan struktur modal sebagai variabel moderasi pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. 2.1 Nilai Perusahaan Sartono (2011:9) menyatakan nilai perusahaan dapat diukur dengan harga jual seandainya perusahaan tersebut akan dijual. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi, pendanaan (financing), dan manajemen aset. Nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya. Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual saat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari nilai aset perusahaan sesungguhnya. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Adanya peluang investasi dapat memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf2) Profit dari operasional, yang diukur dari nilai...

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Penelitian ini dilandasi dengan berbagai teori manajemen keuangan,

khususnya yang berkaitan dengan judul penelitian ini yaitu pengaruh kepemilikan

manajerial dan pertumbuhan perusahaan terhadap nilai perusahaan dengan

struktur modal sebagai variabel moderasi pada perusahaan manufaktur di Bursa

Efek Indonesia.

2.1 Nilai Perusahaan

Sartono (2011:9) menyatakan nilai perusahaan dapat diukur dengan harga jual

seandainya perusahaan tersebut akan dijual. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi

keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukkan

kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan

perusahaan dipresentasikan oleh harga pasar dari saham yang merupakan

cerminan dari keputusan investasi, pendanaan (financing), dan manajemen aset.

Nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya. Harga pasar dari

saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual saat terjadi transaksi

disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari

nilai aset perusahaan sesungguhnya. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui

indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi.

Adanya peluang investasi dapat memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan

11

perusahaan di masa yang akan datang, sehingga akan meningkatkan harga saham,

dengan meningkatkan harga saham maka nilai perusahaan pun akan meningkat.

Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan

perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham yang tinggi

membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan

membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga

pada prospek perusahaan di masa depan.

Nilai perusahaan ditentukan oleh nilai modal sendiri dan nilai hutang. Nilai

perusahaan berhubungan erat dengan kemampuan perusahaan untuk

meningkatkan kemakmuran pemegang sahamnya. Bagi perusahaan yang menjual

sahamnya ke masyarakat (go public). Indikator nilai perusahaan adalah harga

saham yang diperjualbelikan di bursa efek. Harga saham di pasar modal

dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik oleh faktor internal maupun eksternal

perusahaan. Fluktuasi dari nilai saham perusahaan biasanya ditentukan oleh

perusahaan dari laba perusahaan yang tercermin dalam kinerja keuangan

perusahaan sehingga dikatakan bahwa keadaan perusahaan dapat digambarkan

melalui nilai perusahaan.

Penilaian terhadap nilai intrinsik saham perusahaan saat ini dilakukan oleh

investor untuk dapat memprediksi dan memperhitungkan harga saham tersebut di

masa mendatang, apakah saham yang dibeli akan memberikan keuntungan berupa

keuntungan modal (capital gain) dan dividen yang dibagikan atau akan membuat

investor rugi karena nilai sahamnya akan lebih rendah dibandingkan ketika dibeli.

Hal ini menyebabkan nilai intrinsik perusahaan menjadi ukuran yang sangat

12

penting bagi investor untuk mengambil keputusan membeli suatu saham

perusahaan sebagai pilihan investasinya di pasar modal. Semakin baik nilai

perusahaan, perusahaan akan dipandang baik oleh para calon investor.

Brigham dan Daves (2013) menyatakan bahwa untuk mengetahui nilai

perusahaan pada waktu yang akan datang, digunakan empat indikator utama.

Pengaruh keempat indikator tersebut terhadap nilai perusahaan adalah :

1) Pertumbuhan penjualan (sales growth) memiliki efek positif terhadap nilai

perusahaan bilamana perusahaan menghasilkan keuntungan yang memadai.

Pertumbuhan penjualan dapat memberi efek negatif bilamana

pertumbuhannya membutuhkan modal yang besar dengan biaya modal mahal

atau tinggi.

2) Profit dari operasional, yang diukur dari nilai laba setelah pajak per

penjualan, memberikan efek positif terhadap nilai perusahaan. Semakin tinggi

operational profit, semakin baik nilai perusahaan.

3) Rasio kecukupan modal, yang diukur dari jumlah operational capital yang

dibutuhkan untuk menghasilkan setiap penjualan, memiliki pengaruh positif

terhadap nilai perusahaan. Semakin rendah capital requirements akan

mendorong perusahaan untuk menciptakan penjualan dengan kebutuhan

modal baru yang lebih sedikit.

4) Konsep biaya modal dimaksudkan untuk menentukan besarnya biaya riil dari

penggunaan modal masing-masing sumber dana untuk kemudian menentukan

biaya modal rata-rata atau biasa disebut biaya modal rata-rata

tertimbang/weighted average cost of capital (WACC). Tujuan perusahaan

13

adalah memaksimalkan nilai perusahaan, semakin rendah WACC akan

menyebabkan nilai perusahaan semakin baik.

Kinerja keuangan secara fundamental juga dapat mempengaruhi nilai

perusahaan karena dengan melihat kondisi keuangan perusahaan kita dapat

melihat apakah perusahaan tersebut memiliki nilai yang tinggi, yang dapat

tercermin dari harga sahamnya. Penilaian kondisi perusahaan melalui aspek

keuangan dapat dilakukan dengan menganalisis rasio-rasio keuangan perusahaan

dalam suatu periode tertentu. Harmono (2014 : 114) menyatakan indikator yang

dapat digunakan untuk mewakili nilai perusahaan yaitu :

1) Price to Earnings Ratio

Price to Earnings Ratio mengukur tentang bagaimana investor menilai

prospek pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, dan akan

tercermin pada harga saham yang bersedia dibayar oleh investor untuk setiap

rupiah laba yang diperoleh perusahaan. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan

bahwa investor mempunyai harapan yang baik tentang perkembangan

perusahaan di masa yang akan datang, sehingga untuk pendapatan per saham

tertentu, investor bersedia membayar dengan yang yang mahal (Sudana,

2009:27).

2) Earnings per Share Ratio

Informasi Earnings per Share Ratio suatu perusahaan menunjukkan besarnya

laba bersih perusahaan yang siap dibagikan untuk semua pemegang saham

perusahaan. Kinerja dari laba perusahaan dikatakan sangat baik apabila

terjadi kenaikan pada earning per share. Hal tersebut akan meningkatkan

14

penghasilan dari pemegang saham (investor). Earnings per Share suatu

perusahaan bisa dihitung dengan membagi laba bersih setelah bunga dan

pajak dengan jumlah saham yang beredar (Tandelilin, 2010:374).

3) Price to Book Value

Price to Book Value mengukur penilaian pasar keuangan terhadap manajemen

dan organisasi perusahaan sebagai going concern. Nilai buku saham

mencerminkan nilai historis dari aktiva perusahaan. Perusahaan yang dikelola

dengan baik dan beroperasi secara efisien dapat memiliki nilai pasar yang

lebih tinggi daripada nilai buku asetnya (Sudana, 2009:28).

4) Return saham

Return saham merupakan tingkat pengembalian berupa imbalan yang

diperoleh dari hasil jual beli saham. Return saham menjadi salah satu alasan

investor bersedia melakukan investasi di pasar modal.

5) Harga saham

Harga saham adalah harga dari suatu saham yang ditentukan pada saat pasar

saham sedang berlangsung dengan berdasarkan kepada permintaan dan

penawaran pada saham yang dimaksud. Harga saham yang berlaku di pasar

modal biasanya ditentukan oleh para pelaku pasar yang sedang

melangsungkan perdagangan sahamnya.

6) Expected return

Expected return adalah tingkat return yang diantisipasi investor di masa yang

akan datang (Tandelilin, 2010:10). Expected return (return harapan) dari

15

investasi yang dilakukan oleh investor merupakan kompensasi atas biaya

kesempatan dan risiko penurunan daya beli akibat adanya pengaruh inflasi.

7) Abnormal return

Abnormal return adalah selisih antara tingkat keuntungan yang sebenarnya

dengan tingkat keuntungan yang diharapkan. Abnormal return sering

digunakan sebagai dasar pengujian efisiensi pasar. Pasar dikatakan efisien

jika tidak satu pun pelaku pasar yang menikmati abnormal return dalam

jangka waktu yang cukup lama.

2.2 Struktur Modal

Teori struktur modal selalu mengalami perkembangan karena adanya

beberapa pendapat yang berbeda tentang teori struktur modal. Berikut ini akan

dikemukakan beberapa teori tentang struktur modal :

1) Pendekatan tradisional

Pendekatan tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang optimal,

dengan kata lain struktur modal mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan.

Pendekatan ini mengasumsikan bahwa hingga satu leverage tertentu, risiko

perusahaan tidak mengalami perubahan sehingga biaya hutang (kd) maupun biaya

modal sendiri (ke) relatif konstan.

Pendekatan tradisional berpendapat bahwa dalam kondisi pasar modal yang

sempurna dan tidak ada pajak, nilai perusahaan (atau biaya modal perusahaan)

bisa dirubah dengan cara merubah struktur modalmya. Pendekatan ini

mengasumsikan bahwa hingga leverage tertentu, risiko perusahaan tidak

16

mengalami perubahan, namun setelah rasio leverage tertentu, biaya hutang dan

biaya modal sendiri akan meningkat. Peningkatan biaya modal sendiri ini akan

semakin besar dan bahkan akan lebih besar daripada penurunan biaya karena

penggunaan hutang yang lebih besar. Akibatnya biaya modal rata-rata tertimbang

pada awalnya menurun setelah leverage tertentu akan meningkat, oleh karena itu

nilai perusahaan mula-mula meningkat dan akan menurun sebagai akibat

penggunaan hutang yang semakin besar. Menurut pendekatan tradisional, terdapat

struktur modal yang optimal untuk setiap perusahaan.

2) Teori Struktur Modal Modigliani Miller (MM)

Teori ini dibangun oleh Modigliani dan Miller (1958) untuk membuktikan

preposisi I dan II dengan dan tanpa pajak. Preposisi I adalah preposisi nilai dan

pembuktiannya dilakukan dengan menggunakan arbitrage argument. MM

membuktikan bahwa akan ada proses arbitrage jika ada perbedaan nilai pasar

antara suatu perusahaan yang memiliki hutang dengan nilai perusahaan yang tidak

memiliki hutang walaupun kedua perusahaan tersebut berada dalam kelas yang

sama. Proses arbitrage ini akan berhenti ketika nilai saham perusahaan yang tidak

memiliki hutang telah menjadi sama. Preposisi II adalah preposisi penentuan

biaya modal dan berkaitan dengan ukuran ekspektasi return atas ekuitas yang

berhutang jika dalam keadaan keseimbangan.

Preposisi II menyatakan bahwa yang membuat total nilai perusahaan tidak

berubah dengan berubahnya struktur modal. Kenaikan hutang dalam struktur

modal harus diikuti dengan kenaikan biaya ekuitas secara linier proposional,

sehingga overall cost of capital tidak berubah. Preposisi I dan II MM telah

17

membuktikan bahwa nilai ekonomis suatu perusahaan ditentukan sepenuhnya oleh

aliran operating profit yang akan dihasilkan. Nilai perusahaan tidak dipengaruhi

oleh perubahan preposisi hutang di dalam modal perusahaan. Nilai hanya

ditentukan oleh keputusan investasi dan operasi, dan bukan oleh keputusan

struktur modal.

3) Pecking Order Theory

Teori yang dikemukakan oleh Donald Donaldson (1961) ini menyatakan

bahwa secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi dalam

penggunaan dana. Hanafi (2008:313) menyatakan skenario urutan penggunaan

dana dalam Pecking Order Theory adalah sebagai berikut:

a. Perusahaan memilih pendanaan internal. Dana internal tersebut diperoleh dari

laba (keuntungan) yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.

b. Perusahaan menghitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan

kesempatan investasi. Perusahaan berusaha menghindari perubahan dividen

yang tiba-tiba. Dengan kata lain, pembayaran dividen diusahakan konstan

atau, kalau berubah terjadi secara gradual dan tidak berubah dengan

signifikan.

c. Karena kebijakan dividen yang konstan (sticky), digabung dengan fluktuasi

keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bisa diprediksi, akan

menyebabkan aliran kas yang diterima oleh perusahaan akan lebih besar

dibandingkan dengan pengeluaran investasi pada saat-saat tertentu, dan akan

lebih kecil pada saat yang lain. Jika kas tersebut lebih besar, perusahaan akan

membayar hutang atau membeli surat berharga. Jika kas tersebut lebih kecil,

18

perusahaan akan menggunakan kas yang dipunyai atau menjual surat

berharga.

d. Jika pendanaan eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkan surat

berharga yang paling aman terlebih dahulu. Perusahaan akan memulai dengan

hutang, kemudian surat berharga campuran (hybrid) seperti obligasi

konvertibel, dan kemudian barangkali saham sebagai pilihan terakhir.

Teori ini menjelaskan urutan pendanaan perusahaan ketika memiliki

kesempatan investasi. Jika ada kesempatan investasi maka perusahaan akan

mencari dana dimulai dengan dana internal, hutang, dan sebagai pilihan terakhir

adalah dengan menerbitkan saham.

4) Trade Off Theory

Trade off theory merupakan model struktur modal yang mempunyai asumsi

bahwa struktur modal perusahaan merupakan keseimbangan antara keuntungan

penggunaan hutang dengan biaya financial distress (kesulitan keuangan) serta

agency cost (biaya keagenan). Model ini disebut model trade-off karena struktur

modal yang optimal didasarkan pada trade off (pertukaran) antara keuntungan dan

kerugian penggunaan hutang. Hutang menimbulkan beban bunga yang dapat

menghemat pajak. Beban bunga dapat dikurangkan dari pendapatan sehingga laba

sebelum pajak menjadi lebih kecil serta pajak yang dibebankan juga semakin

kecil. Penggunaan hutang yang semakin besar juga akan mengarah pada kesulitan

keuangan atau kebangkrutan. Masalah-masalah yang berhubungan dengan

kebangkrutan kemungkinan besar akan timbul ketika sebuah perusahaan

memasukkan lebih banyak hutang dalam struktur modalnya. Perusahaan yang

19

bangkrut akan memiliki beban akuntansi dan hukum yang sangat tinggi dan juga

mengalami kesulitan untuk mempertahankan para pelanggan, pemasok dan

karyawannya. Biaya kebangkrutan menahan perusahaan menggunakan hutang

pada tingkat yang berlebihan. Trade off theory memprediksi masing-masing

perusahaan menyesuaikan secara perlahan-lahan ke arah debt ratio yang optimal.

Struktur modal yang optimal dapat ditemukan dengan menyeimbangkan antara

keuntungan atas penggunaan hutang dengan biaya kebangkrutan dan biaya modal,

yang disebut static-trade off (Nuswandari, 2013).

5) Asymmetric Information Theory

Atmaja (2008:261) mengungkapkan bahwa awal dekade 1960-an, Gordon

Donaldson dari Harvard University mengajukan teori tentang informasi yang tidak

simetris. Asymmetric information adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki

informasi yang lebih banyak dari pihak lain. Manajemen perusahaan akan tahu

lebih banyak tentang perusahaan dibanding investor di pasar modal karena adanya

asymmetric information ini. Sartono (2011) menyatakan bahwa teori asimetrik ini

sangat besar peranannya di dalam manajemen keuangan. Adanya informasi yang

tidak simetrik antara insider dengan investor mengakibatkan kebijakan

perusahaan direspon tidak seperti yang diharapkan. Sebagai contoh, penjualan

saham perusahaan yang dilakukan untuk memperoleh tambahan dana guna

membiayai investasi yang profitabel tidak selalu direspon secara positif oleh

pasar. Pasar justru bereaksi negatif terhadap penjualan saham baru. Pasar

mempunyai dua pandangan :

20

a. Penjualan saham baru sebagai sinyal bahwa perusahaan kesulitan keuangan,

struktur modalnya tidak baik dan ingin diperbaiki atau ingin meningkatkan

debt capacity.

b. Pasar menduga bahwa investor atau pemilik perusahaan ingin keluar dari

bisnis, melakukan diversifikasi di bisnis yang lain. Hal ini dilakukan karena

risikonya yang sudah terlalu tinggi. Dengan kata lain, investor baru mungkin

curiga bahwa investor lama atau pemilik perusahaan ingin berbagi risiko

dengan orang lain.

6) Signaling Theory

Menurut Jama’an (2008) teori persinyalan mengemukakan bagaimana

seharusnya perusahaan memberikan sinyal melalui laporan keuangan. Sinyal ini

berupa informasi yang dapat menggambarkan seluruh kegiatan manajemen dalam

menjalankan fungsinya sebagai pengelola perusahaan untuk mencapai tujuan

perusahaan, yaitu memakmurkan pemilik (pemegang saham).

Manajer dapat menggunakan hutang lebih banyak, sebagai sinyal yang lebih

credible. Jika hutang meningkat, maka kemungkinan bangkrut akan semakin

meningkat. Jika perusahaan mengalami kebangkrutan, maka manajer akan

terhukum misalnya reputasinya akan hancur dan tidak bisa dipercaya menjadi

manajer lagi (Hanafi, 2008:316). Perusahaan yang meningkatkan hutang

dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa

mendatang. Investor diharapkan akan menangkap sinyal tersebut sebagai sinyal

bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik sehingga hutang merupakan

tanda atau sinyal positif.

21

Hanafi (2008:314) menyatakan bahwa konsep signaling dan asymmetric

information berkaitan erat. Teori asimteri mengatakan bahwa pihak-pihak yang

berkaitan dengan perusahaan tidak mempunyai informasi yang sama mengenai

prospek dan risiko perusahaan. Manajer biasanya mempunyai informasi yang

lebih baik dibandingkan dengan pihak luar (investor). Hal inilah yang dikatakan

bahwa terjadi asimetri informasi antara manajer dengan investor. Investor yang

merasa mempunyai informasi yang lebih sedikit, akan berusaha

menginterpretasikan perilaku manajer. Dengan kata lain, perilaku manajer,

termasuk dalam hal menentukan struktur modal, bisa dianggap sebagai sinyal oleh

pihak luar (investor).

2.3 Teori Keagenan

Kodrat dan Herdinata (2009:14) menyatakan teori keagenan pada manajemen

keuangan yang diajukan oleh Jensen dan Meckling menunjukkan adanya

hubungan keagenan atau agency relationship di dalam perusahaan. Hubungan

keagenan muncul ketika satu atau lebih individu (pemilik) menggaji individu lain

(agen atau karyawan) untuk bertindak atas namanya, mendelegasikan kekuasaan

untuk membuat keputusan kepada agen atau karyawannya. Hubungan ini muncul

antara pemegang saham (shareholders) dengan para manajer dan antara pemegang

saham dengan kreditur.

Masalah keagenan antara pemegang saham dengan manajer potensial terjadi

bila manajemen tidak memiliki saham mayoritas perusahaan. Pemegang saham

tentu menginginkan manajer bekerja dengan tujuan memaksimalkan kemakmuran

22

pemegang saham. Sebaliknya, manajer perusahaan bisa saja bertindak tidak untuk

memaksimumkan kemakmuran pemegang saham, tetapi memaksimumkan

kemakmuran pemegang saham sendiri. Terjadilah conflict of interest. Untuk

meyakinkan bahwa manajer bekerja sungguh-sungguh untuk kepentingan

pemegang saham, pemegang saham harus mengeluarkan biaya yang disebut

agency cost yang meliputi antara lain: pengeluaran untuk memonitor kegiatan

manajer, pengeluaran untuk membuat suatu struktur organisasi yang

meminimalkan tindakan-tindakan manajer yang tidak diinginkan, serta

opportunity cost yang timbul akibat kondisi dimana manajer tidak dapat segera

mengambil keputusan tanpa persetujuan pemegang saham.

Pengawasan secara total terhadap kegiatan para manajer akan memecahkan

masalah keagenan, tetapi dibutuhkan biaya yang mahal dan kurang efisien. Solusi

yang lebih baik adalah memberi suatu paket kompensasi berupa gaji tetap

ditambah bonus kepemilikan perusahaan (saham perusahaan) jika kinerja para

manajer tersebut bagus.

Masalah keagenan ini dikemukan pertama kali oleh Fama (1986) yakni

timbul karena pemisahan antara pemilik (ownership) dan pengelola

(manager/agent). Agen dapat melakukan dua fungsi sebagai pengelola, yaitu

sebagai enterpreneur serta sebagai risk bearer/ taker. Agen dapat melakukan

suatu tindakan tidak terpuji (moral hazard), yakni memanfaatkan fasilitas

perusahaan, atau mengambil risiko berlebih demi kepentingan pribadi (atas biaya

pemilik). Pemilik dapat melakukan hal-hal berikut ini untuk mengurangi perilaku

hazard ini oleh manajer : 1) perusahaan menggunakan hutang, dimana dengan

23

adanya hutang akan memaksa manajer menyediakan sejumlah arus kas untuk

pembayaran hutang, 2) melakukan monitoring secara berkelanjutan, namun hal ini

memiliki biaya monitoring, 3) memaksa perusahaan untuk selalu membagikan

dividen tunai serta 5) memberikan hak kepada pengelola untuk memiliki saham

(managerial ownership).

Kodrat dan Herdinata (2009:15) menyatakan bahwa Jensen dan Meclikng

mengidentifikasi ada dua cara untuk mengurangi masalah keagenan yaitu:

1) Investor luar melakukan pengawasan (monitoring)

2) Manajer sendiri melakukan pembatasan-pembatasan atas tindakan-

tindakannya (bonding)

Mekanisme monitoring yang mungkin dilakukan untuk mengurangi masalah

agensi di perusahaan adalah pengawasan oleh dewan komisaris yang independen

dari pihak manajemen, pasar corporate control melewati proses akuisisi, dan

pemegang saham besar seperti institusi keuangan. Sedangkan, mekanisme

bonding dapat dilakukan dengan cara memperkecil jumlah free cash flows (aliran

kas bebas) sehingga peluang manajer untuk memperkaya diri sendiri semakin

terbatas. Upaya mengurangi masalah agensi juga dapat dilakukan dengan cara

meminta manajer meningkatkan kepemilikannya di perusahaan selain dengan

mekanisme monitoring dan bonding.

24

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal

Atmaja (2008:273) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dipertimbangkan

dalam pembuatan keputusan tentang struktur modal adalah:

1) Kelangsungan hidup jangka panjang

Manajer perusahaan besar, khususnya yang menyediakan produk dan jasa

yang penting memiliki tanggung jawab untuk menyediakan jasa yang

berkesinambungan. Oleh karena itu, perusahaan harus menghindari tingkat

penggunaan hutang yang dapat membahayakan kelangsungan hidup jangka

panjang perusahaan.

2) Konservatisme manajemen

Manajer yang bersifat konservatif cenderung menggunakan tingkat hutang

yang konservatif pula (sedikit hutang) daripada berusaha memaksimumkan

nilai perusahaan dengan menggunakan lebih banyak hutang.

3) Pengawasan

Pengawasan hutang yang besar dapat berakibat semakin ketat pengawasan

dari pihak kreditor (misalnya, melalui kontrak perjanjian). Pengawasan ini

dapat mengurangi fleksibilitas manajemen dalam membuat keputusan

perusahaan.

4) Struktur aktiva

Perusahaan yang memiliki aktiva yang dapat digunakan sebagai agunan

hutang cenderung menggunakan hutang yang relatif lebih besar. Misalnya,

perusahaan real estate cenderung menggunakan hutang yang lebih besar

daripada perusahaan yang bergerak pada bidang riset teknologi.

25

5) Risiko bisnis

Perusahaan yang memiliki risiko bisnis tinggi cenderung kurang dapat

menggunakan hutang yang lebih besar (karena kreditor akan meminta biaya

hutang yang tinggi). Tinggi rendahnya risiko bisnis ini dapat dilihat antara

lain dari stabilitas harga dan unit penjualan, stabilitas biaya, tinggi rendahnya

operating leverage, dll.

6) Tingkat pertumbuhan

Faktor lain dianggap tetap, perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang

tinggi pada umumnya lebih tergantung pada modal dari luar perusahaan. Pada

perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah kebutuhan modal baru

relatif kecil sehingga dapat dipenuhi dari laba ditahan. Karena adanya faktor

asymmetric information serta kenyataan bahwa flotation cost berhutang lebih

rendah daripada flotation cost menerbitkan saham biasa, perusahaan dengan

tingkat pertumbuhan tinggi cenderung menggunakan hutang yang lebih besar

daripada perusahaan dengan pertumbuhan rendah.

7) Pajak

Biaya bunga adalah biaya yang dapat mengurangi pembayaran pajak,

sedangkan pembayaran dividen tidak mengurangi pembayaran pajak. Oleh

karena itu, semakin tinggi tingkat pajak perusahaan, semakin besar

keuntungan dari penggunaan pajak, semakin besar daya tarik penggunaan

hutang.

26

8) Cadangan kapasitas peminjaman

Penggunaan hutang akan meningkatkan risiko, sehingga biaya modal akan

meningkat. Perusahaan harus mempertimbangkan suatu tingkat penggunaan

hutang yang masih memberikan kemungkinan menambah hutang di masa

mendatang dengan biaya yang relatif rendah. Ini berarti perusahaan harus

menggunakan hutang lebih sedikit dari yang disarankan oleh model MM.

9) Profitabilitas

Pada umumnya perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat keuntungan

tinggi menggunakan hutang yang relatif kecil. Tingkat keuntungan yang

tinggi memungkinkan perusahaan untuk memperoleh sebagian besar

pendanaan dari laba ditahan.

2.5 Struktur Kepemilikan

Istilah struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa variabel-

variabel yang penting dalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh jumlah

hutang dan equity tetapi juga oleh persentase kepemilikan oleh manajer dan

institusional (Jensen dan Meckling, 1976). Struktur kepemilikan dapat

mempengaruhi keputusan sumber dana apakah melalui hutang atau right issue.

Pendanaan yang diperoleh melalui hutang berarti rasio hutang terhadap ekuitas

akan meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko. Struktur

kepemilikan dapat dijelaskan dari dua sudut pandang yaitu pendekatan keagenan

(agency approach) dan pendekatan ketidakseimbangan informasi (asymmetric

information).

27

Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan sebagai sebuah

instrumen atau alat untuk mengurangi konflik kepentingan antara pemegang

klaim. Pendekatan ketidakseimbangan informasi (asymmetric information)

memandang mekanisme struktur kepemilikan sebagai suatu cara untuk

mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insiders dan outsiders melalui

pengungkapan informasi di pasar modal. Struktur kepemilikan adalah

pendistribusian saham-saham perusahaan ke dalam kelompok-kelompok investor.

Istilah struktur kepemilikan digunakan untuk menunjukkan bahwa variabel-

variabel yang penting dalam struktur modal tidak hanya ditentukan oleh jumlah

hutang dan ekuitas, tetapi ditentukan juga oleh persentase proporsi kepemilikan

manajerial dan institusional.

Manajer dalam kegiatan operasional perusahaan akan mengambil keputusan

untuk kegiatan operasional perusahaan dan nantinya akan dipertanggungjawabkan

kepada direksi dan para pemegang saham perusahaan sebagai pemilik modal.

Pemegang saham sebagai pemilik modal dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

1) Managerial ownership atau internal ownership

Adalah pemegang saham yang merupakan pihak insiders perusahaan yang

ikut aktif dalam kegiatan perusahaan seperti dewan direksi dan manajer.

2) External ownership

Adalah pemegang saham perorangan yang pasif dalam kegiatan operasional

perusahaan diluar pihak insiders perusahaan.

28

3) Institution ownership

Adalah pemegang saham yang berbentuk institusi (perusahaan) yang pasif

dalam kegiatan operasional perusahaan.

Jensen dan Meckling (1976) menyatakan kepemilikan manajerial dan

kepemilikan institusional adalah dua mekanisme corporate governance utama

yang membantu mengendalikan masalah keagenan. Menurut Jensen, kepemilikan

manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan antara pemegang saham

dengan manajer, semakin meningkat kepemilikan manajerial akan semakin baik

kinerja perusahaan.

Manajer yang memiliki saham perusahaan berarti manajer tersebut sekaligus

adalah pemegang saham. Manajer yang memiliki saham perusahaan akan

menyelaraskan kepentingannya dengan kepentingan sebagai pemegang saham.

Sementara dalam perusahaan tanpa kepemilikan manajerial yaitu manajer tidak

ikut sebagai pemegang saham kemungkinan akan mementingkan kepentingannya

sendiri. Kepemilikan manajerial pada level yang lebih tinggi dapat digunakan

untuk mengurangi masalah keagenan. Masalah keagenan akan semakin berkurang

apabila manajemen juga sebagai pemegang saham sehingga pemilik perusahaan

tidak akan terlalu terbebani dengan kewajiban untuk mengatur laba (yang bersifat

moral hazard) karena laba ataupun rugi akan memiliki dampak yang relatif sama

antara manajemen dan pemegang saham. Semakin besar jumlah kepemilikan

manajerial, maka akan semakin kecil konflik kepentingan antara pemegang saham

dan manajer.

29

2.6 Pertumbuhan Perusahaan

Pertumbuhan perusahaan merupakan rasio pertumbuhan yang mencerminkan

kemampuan perusahaan dalam mempertahankan posisi ekonominya ditengah

pertumbuhan perekonomian dan sektor usahanya. Pertumbuhan aset dihitung

sebagai persentase perubahan aset pada saat tertentu terhadap tahun sebelumnya.

Tingkat pertumbuhan suatu perusahaan akan menunjukkan sampai seberapa

jauh perusahaan akan menggunakan hutang sebagai sumber pembiayaannya.

Dalam hubungannya dengan struktur modal, perusahaan dengan tingkat

pertumbuhan yang tinggi sebaiknya menggunakan ekuitas sebagai sumber

pembiayaannya agar tidak terjadi biaya keagenan (agency cost) antara pemegang

saham dengan manajemen perusahaan, sebaliknya perusahaan dengan tingkat

pertumbuhan yang rendah sebaiknya menggunakan hutang sebagai sumber

pembiayaan karena penggunaan hutang akan mengharuskan perusahaan tersebut

membayar bunga secara teratur.

Aset merupakan aktiva yang digunakan untuk aktivitas operasional

perusahaan. Hasil operasional yang dihasilkan oleh perusahaan diharapkan akan

semakin besar apabila aset yang dimiliki perusahaan meningkat. Peningkatan aset

yang diikuti peningkatan hasil operasi akan semakin menambah kepercayaan

pihak luar terhadap perusahaan. Kepercayaan pihak luar (kreditor) yang besar

terhadap perusahaan, maka akan meningkatkan proporsi hutang daripada modal

sendiri dalam struktur modal perusahaan. Hal ini didasarkan pada jaminan aset

yang dimiliki perusahaan sehingga kreditor sangat yakin bahwa dana yang

ditanamkan ke dalam perusahaan dapat dijamin oleh aset perusahaan tersebut.

30

Setiap perusahaan akan berusaha mencapai pertumbuhan yang tinggi setiap

tahunnya, karena pertumbuhan perusahaan memberikan gambaran perkembangan

perusahaan yang terjadi.

Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan potensial yang tinggi memiliki

kecenderungan untuk menghasilkan arus kas yang tinggi di masa yang akan

datang dan kapitalisasi pasar yang tinggi sehingga memungkinkan perusahaan

untuk memiliki biaya modal rendah.

Ghahroudi et al. (2010) menyatakan bahwa kinerja aset biasanya digunakan

untuk membandingkan kinerja satu perusahaan dari waktu ke waktu. Perusahaan

yang memiliki kinerja aset yang baik adalah salah satu kriteria untuk menentukan

apakah suatu perusahaan dianggap sebagai investasi yang baik. Analis

menggunakan metrik seperti siklus konversi kas, pengembalian rasio aset dan

rasio perputaran aset untuk membandingkan dan menilai kinerja aset tahunan

perusahaan (pertumbuhan aset). Peningkatan kinerja aset menunjukkan bahwa

perusahaan memperoleh pengembalian yang lebih tinggi dengan menggunakan

jumlah aset yang sama atau memperoleh pengembalian dalam jumlah yang sama

dengan menggunakan aset yang lebih sedikit.

31

2.7 Hubungan Kepemilikan Manajerial dengan Nilai Perusahaan

Teori keagenan (agency theory) memunculkan argumentasi terhadap adanya

konflik antara pemegang saham dengan manajer. Konflik tersebut muncul sebagai

akibat perbedaan kepentingan antara kedua pihak. Perbedaan kepentingan antara

pemegang saham dan manajemen ini akan menimbulkan masalah keagenan yang

sering disebut dengan agency problem. Kepemilikan manajerial kemudian

digunakan sebagai mekanisme kontrol yang tepat untuk mengurangi masalah

keagenan.

Kepemilikan manajerial merupakan kepemilikan saham dimana pemegang

sahamnya berasal dari pihak manajemen perusahaan. Kepemilikan manajerial

dapat mengurangi masalah keagenan karena manajer akan merasakan langsung

akibat dari keputusan yang diambilnya sehingga manajerial tidak melakukan

tindakan yang hanya menguntungkan manajer. Dengan demikian, kepemilikan

manajerial merupakan insentif bagi para manajer dalam perusahaan untuk

meningkatkan kinerja perusahaan sehingga akan meminimumkan biaya keagenan.

Manajer yang diberikan kesempatan untuk memiliki saham perusahaan

diharapkan akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan

bertindak sesuai dengan keinginan pemilik perusahaan, yang pada akhirnya dapat

meningkatkan nilai perusahaan

Penelitian untuk mengetahui hubungan kepemilikan manajerial terhadap nilai

perusahaan telah dilakukan oleh Jensen dan Meckling (1976), mengemukakan

bahwa semakin besar kepemilikan saham oleh manajemen maka manajemen

cenderung akan mengoptimalkan penggunaan sumber daya perusahaan. Penelitian

32

yang dilakukan oleh Sulong et al. (2013) menemukan hasil bahwa struktur

kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai

perusahaan.

Penelitian mengenai pengaruh struktur kepemilikan terhadap nilai perusahaan

dilakukan oleh Rizqia et al. (2013) yang menemukan bahwa kepemilikan

manajerial memiliki pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini

mendukung peran kepemilikan saham manajemen untuk menyelaraskan

kepentingan antara manajemen dan pemegang saham (Jensen dan Meckling,

1976). Penelitian Wahyudi dan Hartini (2006) menunjukkan struktur kepemilikan

manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan baik

secara langsung maupun melalui keputusan pendanaan. Penelitian Wardani dan

Sri (2011) menunjukkan hasil bahwa kepemilikan manajerial pengaruhnya tidak

signifikan terhadap nilai perusahaan.

2.8 Hubungan Pertumbuhan Perusahaan dengan Nilai Perusahaan

Pertumbuhan perusahaan dapat mempengaruhi nilai perusahaan karena dari

sudut pandang investor hal tersebut merupakan sinyal positif dan perkembangan

yang baik bagi sebuah perusahaan. Menurut Frensidy dan Setyawan (2007)

pertumbuhan perusahaan menunjukkan apakah suatu perusahaan akan

berkembang ataukah tidak pada industrinya. Idealnya semua perusahaan harus

terus tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu. Semakin tinggi pertumbuhan

suatu perusahaan maka kemampuannya dalam produksi, penjualan, maupun laba

juga akan meningkat. Pertumbuhan suatu perusahaan akan memiliki dampak yang

33

menguntungkan karena investor mengharapkan rate of return dari investasi yang

dilakukan.

Perusahaan yang terus tumbuh umumnya akan memiliki prospek yang baik,

hal ini tentu akan direspon positif oleh para investor sehingga akan berpengaruh

pada peningkatan harga saham. Hal ini berarti pertumbuhan perusahaan

menunjukkan pengaruh yang positif terhadap nilai perusahaaan, dimana semakin

baik pertumbuhan perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Penelitian sebelumnya yang meneliti mengenai hubungan pertumbuhan

perusahaan dengan nilai perusahaan yaitu Sofyaningsih dan Pancawati (2011)

yang menemukan pertumbuhan perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai

perusahaan, sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sriwardany (2006).

Sedangkan Kesuma (2009) membuktikan bahwa pertumbuhan perusahaan tidak

berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

2.9 Hubungan Struktur Modal dengan Nilai Perusahaan

Struktur modal merupakan salah satu bentuk keputusan keuangan. Keputusan

tersebut ditetapkan oleh manajemen perusahaan dimaksudkan untuk

meningkatkan nilai perusahaan. Teori mengenai struktur modal telah banyak

berkembang terutama kaitannya terhadap nilai perusahaan, MM awalnya

berpendapat bahwa penggunaan hutang tidak akan meningkatkan nilai perusahaan

karena adanya kemungkinan proses arbitrase yang akan membuat nilai perusahaan

yang tidak menggunakan hutang maupun menggunakan hutang, akhirnya sama.

Pendapat ini berubah ketika MM mempertimbangkan adanya pajak. Pajak

34

penghasilan perusahaan akan menyebabkan penggunaan hutang dapat

meningkatkan nilai perusahaan, karena biaya bunga hutang adalah biaya yang

mengurangi pembayaran pajak

Berdasarkan teori persinyalan penggunaan hutang memberikan sinyal positif

pada pasar. Peningkatan hutang diartikan oleh pihak luar tentang kemampuan

perusahaan untuk membayar kewajiban di masa datang, sehingga akan berdampak

pada peningkatan harga saham yang merupakan cerminan dari nilai perusahaan.

Penggunaan hutang yang terlampau besar juga tidak dapat dibenarkan karena pada

tingkat tertentu penambahan hutang akan menurunkan nilai perusahaan, seperti

apa yang disebutkan dalam teori trade off bahwa penggunaan hutang yang

terlampau besar akan menimbulkan biaya kebangkrutan yang tinggi pula. Untuk

menjelaskan hubungan antara struktur modal dengan nilai perusahaan mengacu

pada beberapa penelitian yaitu Wardani dan Sri (2011) yang menemukan

hubungan yang tidak signifikan antara kebijakan hutang terhadap nilai

perusahaan, sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sofyaningsih dan

Pancawati (2011). Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Rizqia et al. (2013) yang

menemukan pengaruh positif dan signifikan antara financial leverage dengan nilai

perusahaan. Sulong et al. (2013) juga menemukan bahwa terdapat pengaruh yang

positif dan signifikan antara leverage dengan firm performance.