BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB...

24
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan bertujuan untuk mengetahui keaslian karya ilmiah yang telah dibuat. Pada dasarnya suatu penelitian tidak beranjak dari awal, tetapi pada umumnya telah ada acuan yang mendasarinya. Hal ini bertujuan sebagai titik tolak untuk mengadakan suatu penelitian. Oleh karena itu, perlu sekali melakukan peninjauan terhadap penelitian yang sudah ada. Peneliti sudah melakukan peninjauan terhadap penelitian yang relevan dalam bentuk skripsi, yaitu penelitian Ari Wigati (UMP, 2012) yang berjudul “Nasionalisme pada Lirik Soundtrack Film Garuda di Dadaku, Garuda di Dadaku 2, King, Nagabonar, dan Gie”, penelitian Muhammad Imron (UMP, 2013) yang ber judul “Analisis Nilai-nilai Nasionalisme dalam Novel Sebelas Patriot Karya Andrea Hirata (Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra)” serta penelitian Leni Purnama Sari (UMP, 2013) yang berjudul “Nilai Nasionalisme pada Novel Di Tepi Takdir Karya Samsikin AD”. Pada penelitian ini, terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Ari Wigati, Muhammad Imron, dan Leni Purnama Sari. Hal yang sama dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama menjelaskan nilai nasionalisme yang terkandung dalam karya sastra. Akan tetapi, pada penelitian ini lebih memfokuskan objek penelitian yaitu nilai nasionalisme pada tokoh anak dalam novel Mimpi Sang Garuda, King, dan Sebelas Patriot. Jadi apabila penelitian sebelumnya meneliti tentang nilai nasionalisme secara umum dalam karya sastra, pada penelitian ini meneliti tentang nilai nasionalisme pada tokoh anak dalam karya sastra. 8 Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan bertujuan untuk mengetahui keaslian karya ilmiah

yang telah dibuat. Pada dasarnya suatu penelitian tidak beranjak dari awal, tetapi pada

umumnya telah ada acuan yang mendasarinya. Hal ini bertujuan sebagai titik tolak

untuk mengadakan suatu penelitian. Oleh karena itu, perlu sekali melakukan

peninjauan terhadap penelitian yang sudah ada. Peneliti sudah melakukan peninjauan

terhadap penelitian yang relevan dalam bentuk skripsi, yaitu penelitian Ari Wigati

(UMP, 2012) yang berjudul “Nasionalisme pada Lirik Soundtrack Film Garuda di

Dadaku, Garuda di Dadaku 2, King, Nagabonar, dan Gie”, penelitian Muhammad

Imron (UMP, 2013) yang ber judul “Analisis Nilai-nilai Nasionalisme dalam Novel

Sebelas Patriot Karya Andrea Hirata (Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra)” serta

penelitian Leni Purnama Sari (UMP, 2013) yang berjudul “Nilai Nasionalisme pada

Novel Di Tepi Takdir Karya Samsikin AD”.

Pada penelitian ini, terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang

telah dilakukan oleh Ari Wigati, Muhammad Imron, dan Leni Purnama Sari. Hal yang

sama dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama menjelaskan

nilai nasionalisme yang terkandung dalam karya sastra. Akan tetapi, pada penelitian

ini lebih memfokuskan objek penelitian yaitu nilai nasionalisme pada tokoh anak

dalam novel Mimpi Sang Garuda, King, dan Sebelas Patriot. Jadi apabila penelitian

sebelumnya meneliti tentang nilai nasionalisme secara umum dalam karya sastra, pada

penelitian ini meneliti tentang nilai nasionalisme pada tokoh anak dalam karya sastra.

8

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

9

Maka dari objek penelitian tersebut dapat ditemukan adanya perbedaan dari penelitian

ini dengan penelitian sebelumnya.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya selain pada objek

penelitian yaitu pada sumber data dan kajian yang digunakan. Sumber data dari

penelitian ini yaitu novel Mimpi Sang Garuda karya Benny Rhamdani, King karya

Iwok Abqori, dan Sebelas Patriot karya Andrea Hirata. Sedangkan kajian yang

digunakan oleh peneliti yaitu kajian sosiologi sastra. Pada penelitian yang telah

dilakukan oleh Ari Wigati, sumber data yang digunakan yaitu lirik lagu soundtrack

Garuda di Dadaku, Garuda di Dadaku 2, King, Nagabonar, dan Gie dengan kajian

semiotika. Sedangkan penelitian Leni Purnama Sari, sumber data yang digunakan

yaitu novel Di Tepi Takdir karya Samsikin AD dengan kajian struktural dan sosiologi

sastra. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Muhammad Imron terdapat

persamaan pada sumber data dan kajian yang digunakan dengan penelitian ini.

Sumber data yang digunakan yaitu novel Sebelas Patriot dengan kajian sosiologi

sastra. Akan tetapi, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penelitian ini lebih

memfokuskan pada nasionalisme pada tokoh anak. Maka penelitian Muhammad

Imron dengan penelitian ini tetap berbeda. Hasil pada penelitian yang dilakukan oleh

Ari Wigati, Muhammad Imron, dan Leni Purnama Sari yaitu nilai nasionalisme yang

terkandung dalam lirik lagu dan teks novel serta relevansinya dengan kehidupan

nyata. Sedangkan hasil pada penelitian ini yaitu nilai nasionalisme pada tokoh anak

yang terkandung dalam novel Mimpi Sang Garuda karya Benny Rhamdani, King

karya Iwok Abqori, dan Sebelas Patriot karya Andrea Hirata serta relevansinya

dengan kehidupan nyata. Dari hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian ini

berbeda dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

10

Keistimewaan dari penelitian ini yaitu membahas mengenai nilai nasionalisme

yang ada pada tokoh anak melalui novel yang bertema olahraga. Novel bertema

olahraga rupanya mempunyai sisi-sisi yang bernilai nasionalisme. Hal tersebut

tergambar pada perjuangan seorang anak untuk mewujudkan cita-citanya menjadi atlit

olahraga nasional. Perjuangannya tidak hanya meningkatkan rasa nasionalismenya

terhadap tanah air, tetapi juga mampu membangun rasa nasionalisme pada para

saudaranya, sahabatnya, dan juga para pendukungnya. Selain itu, sumber data

penelitian ini yaitu tiga buah novel yang bertema olahraga. Setelah dianalisis satu per

satu, dari ketiga novel tersebut akan ditemukan perbedaan nilai nasionalisme pada

masing-masing novel yang kemudian akan dibandingkan. Dari uraian tersebut dapat

disimpulkan bahwa penelitian dengan judul “Nilai nasionalisme pada Tokoh Anak

dalam Novel Mimpi Sang Garuda Karya Benny Rhamdani, King Karya Iwok Abqari,

dan Sebelas Patriot Karya Andrea Hirata” belum pernah dilakukan dan dapat

dipertanggungjawabkan keasliannya.

B. Landasan Teori

1. Nasionalisme

Sebelum membahas mengenai teori nasionalisme, terlebih dahulu dipaparkan

mengenai pengertian nilai. Menurut Moeliono (Ed) (2007: 783) nilai adalah sesuatu

yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya. Sedangkan Darmadi

(2009: 27) merumuskan pengertian nilai adalah sesuatu yang berharga baik menurut

standar logika (benar salah), estetika (bagus buruk), etika (adil/layak-tidak adil),

agama (dosa dan haram-halal) serta menjadi acuan atas sistem keyakinan diri maupun

kehidupan. Kaelan (2010: 87) berpendapat bahwa nilai adalah sifat atau kualitas yang

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

11

melekat pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. Sesuatu mengandung nilai, artinya

ada sifat atau kualitas yang melekat pada sesuatu tersebut. Dengan demikian maka

nilai itu sebenarnya sesuatu kenyataan yang “tersembunyi” di balik kenyataan-

kenyataan lainnya. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat penulis simpulkan

bahwa nilai adalah sesuatu yang berharga yang melekat pada suatu objek dengan dasar

logika, estetika, etika, maupun agama.

Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

berarti negara atau bangsa, ditambah akhiran –isme. Maka nasionalisme mengandung

arti yaitu suatu dikap ingin mendirikan negara bagi bangsanya sesuai dengan paham

atau ideologinya. Selain itu, nasionalisme juga diartikan suatu sikap ingin membela

tanah air atau negara dari penguasaan dan penjajahan bangsa asing. Sedangkan

menurut Lymant Tower Sargen (dalam Suteng, 2006:22) nasionalisme adalah suatu

ungkapan perasaan yang kuat dan merupakan usaha pembelaan daerah atau bangsa

melawan penguasa luar. Identitas yang menjadi ciri khasnya adalah identitas masa

lalu, suatu sejarah, nenek moyang, akar yang menempatkan diri dalam suatu tradisi,

sebagai (suatu proses peleburan, perpaduan) dari suatu daerah, sejarah, bahasa dan

agama.

Menurut Kohn (dalam Taniredja, dkk. 2010: 74), nasionalisme adalah suatu

paham yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi harus diserahkan pada negara

kebangsaan. Sedangkan Santoso (2007: 16) membedakan pengertian nasionalisme

menjadi dua macam, yaitu nasionalisme dalam arti luas dan nasionalisme dalam arti

sempit. Dalam arti luas, nasionalisme adalah paham kebangsaan, yaitu mencintai

bangsa dan negara dengan tetap mengakui keberadaan bangsa dan negara lain. Dalam

arti sempit, nasionalisme diartikan sebagai mengagung-agungkan bangsa dan negara

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

12

sendiri dan merendahkan bangsa lain. Nasionalisme yang dianut oleh bangsa

Indonesia pada hal ini yaitu nasionalisme dalam arti luas. Nasionalisme pada bangsa

Indonesia adalah nasionalisme tanpa mengagungkan bangsa sendiri dan merendahkan

bangsa lain.

Menurut Sukarno (dalam Tasai, dkk. 2002: 1), nasionalisme merupakan suatu

iktikad, suatu keinsyafan rakyat bahwa rakyat itu ada satu golongan, satu bangsa.

Sedangkan menurut Depdikbud (dalam Cipto, dkk. 2002: 115), nasionalisme ialah: a)

faham atau ajaran untuk mencintai bangsa dan negaranya sendiri, b) kesadaran

keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama

mencapai, mempertahankan, dan mengabdikan identitas, kemakmuran, dan kekuatan

bangsa itu, yakni semangat kebangsaan. Kemudian Cipto, dkk. (2002: 115)

menambahkan bahwa nasionalisme berarti menyatakan suatu afinitas kelompok yang

didasarkan atas bahasa, budaya, keturunan bersama, dan terkadang kepada agama dan

wilayah bersama pula, terhadap semua pengakuan lain atas loyalitas seseorang. Maka,

nasionalisme pada suatu bangsa berarti menyatakan suatu kesatuan atas wilayah

bersama. Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam budaya, bahasa, serta agama

membutuhkan nasionalisme sebagai rasa memiliki suatu kesatuan wilayah yaitu

wilayah Indonesia.

Suteng (2006: 21) mengartikan nasionalisme dalam arti yang sederhana, yaitu

sikap mental dan tingkah laku individu atau masyarakat yang menunjukkan adanya

loyalitas atau pengabdian yang tinggi terhadap bangsa dan negaranya. Loyalitas dan

pengabdian tersebut didorong oleh suatu tekad untuk hidup sebagai satu bangsa di

bawah satu negara yang sama, terlepas dari perbedaan etnis, ras, agama, ataupun

golongan. Kemudian Adolf Heuken (dalam Suteng, 2006: 21) menyebut nasionalisme

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

13

sebagai pandangan yang berpusat pada bangsanya. Menurutnya, kata nasionalisme

mempunyai dua arti, yaitu:

a. Dalam arti nasionalistis, sebagai sikap yang keterlaluan, sempit, dan

sombong. Sikap ini tidak menghargaiorang dan bangsa lain seperti

semestinya. Apa yang menguntungkan bangsa sendiri begitu saja dianggap

benar, meskipun hal itu mungkin menginjak-injak hak dan kepentingan

bangsa lain. Dengan demikian, nasionalisme ini justru menceraiberaikan

bangsa satu dengan bangsa lainnya.

b. Nasionalisme dapat juga menunjuk sikap nasional yang positif, yakni

sikap memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan serta harga diri

bangsa sekaligus menghormati bangsa lain. Nasionalisme ini berguna

untuk membina rasa bersatu antarpenduduk negara yang heterogen (karena

perbedaan suku, agama, asal usul). Ini juga berfungsi untuk membina rasa

identitas, kebersamaan dalam negara serta bermanfaat untuk mengisi

kemerdekaan yang sudah diperoleh.

Berdasarkan pengertian nasionalisme dari berbagai sumber di atas, maka penulis dapat

menyimpulkan bahwa nasionalisme merupakan sikap rela berkorban untuk bangsa,

ikut serta dalam pembangunan nasional dan bangga menjadi bagian dari negara

tersebut.

Pada saat suatu suku bangsa berkeinginan membangun suatu pemerintahan

sendiri bagi bangsanya, pada saat itu pula mulai timbul rasa nasionalisme yaitu

nasionalisme untuk membangun suatu negara. Setelah suatu bangsa memiliki

pemerintahan bagi negaranya, timbul keinginan untuk mengembangkan

kekuasaannya. Pada saat ini suatu bangsa telah mengembangkan nilai

nasionalismenya. Sebagai konsekuensi logis dari usaha ini terjadilah suatu perubahan

keadaan. Menurut Budiyono (2007: 209) ada beberapa bentuk nasionalisme dan

gerakannya yang terjadi di Indonesia:

a. Nasionalisme kemandirian bangsa, di mana semangat bernegara dibangun

untuk mewujudkan kejayaan bangsanya, contoh: Zaman Sriwijaya,

Majapahit, dan Samudra Pasai.

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

14

b. Nasionalisme agama, yaitu sebuah gerakan yang berupaya memperoleh

kemerdekaan melalui semangat keagamaan, contoh: upaya yang

dipelopori oleh Serikat Islam (SI) dalam melawan kolonialisme Belanda.

c. Nasionalisme sekuler, yang berupaya memperoleh kemerdekaan dengan

tidak menyebutkan agama sebagai inspirasi gerakan, walaupun tidak

menentang adanya peran agama dalam kegiatan politik.

d. Nasionalisme anti agama (komunis), sebenarnya ciri nasionalisme ini

lebih mengarah pada internasionalisme, berbeda dengan bentuk gerakan

kedua yang menjadikan agama sebagai spirit gerakannya, nasionalisme

anti agama tidak memberikan peran terhadap agama bahkan agama tidak

berperan dalam gerakan dan harus dijauhi.

Kecintaan terhadap negara dan bangsa tidak hanya ditampilkan jika ada bangsa

lain yang ingin menjajah Indonesia. Akan tetapi, dapat diwujudkan dalam kegiatan

pembangunan di segala bidang. Bentuk pengamalan jiwa nasionalisme dapat

dilakukan dalam kehidupan bernegara, bermasyarakat, berkeluarga, dan sekolah.

Tasai, dkk. (2002: 20) menyebutkan wujud semangat nasionalisme dalam enam hal,

yaitu: a) Cinta tanah air, b) Patriotisme, c) Harapan kemerdekaan, d) Pemujaan

terhadap pahlawan, e) Kebanggaan akan bahasa nasional, f) Unsur kenangan kejayaan

masa lalu. Adapun unsur-unsur yang membentuk nasionalisme (bangsa) Indonesia

menurut Santoso (2007: 16) adalah; a) Kesatuan sejarah, b) Kesatuan nasib, c)

Kesatuan kebudayaan, d) Kesatuan wilayah, e) Kesatuan asas kerokhanian.

Unsur paling penting dalam nasionalisme adalah keyakinan dari suatu

kelompok manusia pada suatu bangsa. Keyakinan tersebut adalah bahwa berhadapan

dengan bangsa lain atau orang/sekelompok orang lain, juga yang ada di daerahnya,

bangsa itu harus bebas merdeka, memegang hak-haknya dan menikmati

kedaulatannya. Inti jiwa nasionalisme adalah mengatur diri dan hidup sendiri,

pemerintah sendiri, swapraja, dan tidak diatur oleh bangasa lain (penjajah) atau

orang/sekelompok orang (diktator/penguasa) yang memerintah hanya demi

kepentingannya sendiri (Suteng, 2006). Santoso (2007: 16) menyebutkan nilai-nilai

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

15

yang terkandung dalam nasionalisme, yaitu: a) menempatkan kepentingan bangsa dan

negara di atas kepentingan pribadi dan golongan, b) sanggup atau rela berkorban

untuk bangsa dan negara, c) mencintai tanah air dan bangsa, d) bangga berbangsa dan

bernegara Indonesia, e) menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan berdasarkan prinsip

Bhineka Tunggal Ika, f) memajukan pergaulan untuk meningkatkan persatuan bangsa

dan negara. Berikut pembahasannya.

a. Menempatkan Kepentingan Bangsa dan Negara di Atas Kepentingan

Pribadi dan Golongan

Sadar berbangsa dan bernegara Indonesia dalam bentuk tingkah laku, sikap

dan kehidupan secara pribadi sesuai dengan kepribadian bangsa selalu mengkaitkan

dirinya dengan pencapaian cita-cita dan tujuan hidup bangsa Indonesia, membina

kesadaran, kesatuan dan persatuan, mencintai budaya bangsa dan selalu

mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan

(Busrizalti, 2013). Menurut Kansil dan Christine (2011: 204) berdasarkan sila

Persatuan Indonesia, manusia Indonesia hendaknya menempatkan persatuan,

kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan

pribadi dan golongan. Kesatuan timbul dari keanekaragaman. Maka akan menjadi

salah apabila mematikan perbedaan yang terdapat antara suku-suku, agama dan

golongan/politik. Persatuan yang dituntut adalah persatuan yang prinsipal dan

menyangkut dasar negara, yaitu Pancasila. Semua golongan harus menempatkan

kepentingan nasional di atas kepentingan golongannya sendiri-sendiri dan kepentingan

nasional, yang tidak boleh disamakan dengan kepentingan suatu kelompok, partai atau

golongan maupun agama, mencakup kepentingan semua kelompok masyarakat yang

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

16

wajar. Selain itu sebagai perwujudan persatuan dan kesatuan ialah menempatkan

kepentingan umum, negara, dan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongan.

Dengan demikian, kita telah mendahulukan dan mengutamakan persatuan dan

kesatuan. Kepentingan bangsa dan negara telah kita tempatkan di atas kepentingan

pribadi atau kelompok.

Menurut Toyibin dan Kosasih (1997: 70-71) sebagai manusia pribadi, setiap

orang mempunyai kehendak, keinginan, ataupun kepentingan, serta pendapat pribadi.

Hal tersebut tidak boleh dilaksanakan sekehendak hati karena tidak selamanya segala

keinginan itu akan membawa kondisi hidup yang baik. Oleh sebab itulah segala

keinginan, kehendak, kepentingan serta pendapat pribadi itu perlu dan harus selalu

ditempatkan dalam kerangka terciptanya hidup bersama yang baik. Dengan demikian

maka akan tercipta hidup yang seimbang, selaras, dan serasi. Hal tersebut perlu

dipertahankan karena merupakan dasar yang kokoh dalam mewujudkan persatuan dan

kesatuan bangsa.

Menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi

adalah kewajiban setiap warga negara. Nilai nasionalisme yang pertama ini memang

sewajarnya dilakukan oleh orang dewasa yang telah mempunyai banyak pengetahuan

dan memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara. Contohnya adalah seorang

warga yang menunda untuk berlibur bersama keluarganya untuk lebih mendahulukan

mengikuti pemungutan suara dalam rangka pemilihan kepala desa. Hal ini berarti

warga tersebut lebih mengutamakan kepentingan bersama dibandingkan dengan

kepentingan pribadinya. Pada diri anak-anak hal yang demikian masih jarang

ditemukan. Hal tersebut dikarenakan seorang anak mempunyai pengetahuan

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

17

kebangsaan yang masih sederhana dan belum mengetahui akan hak dan kewajiban

sebagai warga negara. Akan tetapi, hal tersebut dengan konteks yang lebih ringan

dapat kita temukan pada pergaulan anak-anak dengan teman-temannya. Sebagai

contoh, seorang anak lebih memilih untuk datang berlatih sepak bola dibandingkan

pergi bersama ayahnya. Meskipun sederhana, tetapi hal ini sudah menjadi dasar anak-

anak untuk dapat membedakan mana yang kepentingan bersama dan mana yang

kepentingan pribadi. Maka kelak ketika dewasa nanti, mereka mampu membedakan

antara hal-hal yang harus didahulukan dengan hal-hal yang dapat ditunda.

b. Sanggup atau Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara

Menurut Busrizalti (2013: 168) rela berkorban untuk bangsa yaitu rela

mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, dan harta benda untuk kepentingan umum.

Seseorang yang rela berkorban pada saatnya ia akan siap mengorbankan jiwa dan raga

bagi kepentingan bangsa. Rela berkorban untuk negara adalah rela berkorban tanpa

pamrih yang diberikan oleh seorang warga negara terhadap tanah airnya. Pengorbanan

tersebut dilakukan dengan penuh kesadaran, keikhlasan, dan tanggung jawab untuk

mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan negara Republik Indonesia.

Kesanggupan untuk rela berkorban pada bangsa dan negara biasanya dilandasi oleh

rasa cinta pada tanah airnya.

Perjuangan bangsa kita menghasilkan kemerdekaan melalui sejarah yang

panjang dan penuh dengan pengorbanan serta penderitaan sejak generasi terdahulu

sampai dengan generasi tahun 1945. Keyakinan akan berkenaan dasar dan tujuan itu

telah menggerakkan bangsa Indonesia untuk merebut kemerdekaan nasionalnya.

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

18

Mewarisi keyakinan akan kebenaran Pancasila dan UUD 1945 merupakan kewajiban

generasi penerusnya di dalam mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Indonesia.

Oleh karena itu, generasi penerus bangsa Indonesia sewajarnya juga sanggup dan rela

berkorban dalam mengisi kemerdekaan itu demi kepentingan negara dan bangsanya.

Sejarah di masa lampau merupakan unsur yang penting dalam perkembangan jiwa

bangsa Indonesia. Hal tersebut merupakan harapan bangsa Indonesia, agar kita dapat

tetap menumbuhkan semangat itu. Salah satu faktor penting yang wajib

dikembangkan adalah kesanggupan dan kerelaan setiap warga untuk berkorban demi

kemajuan bangsa dan negara (Kansil dan Christine, 2011).

Sanggup dan rela berkorban demi bangsa dan negara berarti sanggup

melakukan apa pun demi bangsanya, tentunya disesuaikan dengan kemampuan

masing-masing warganya. Contohnya, para pahlawan olahraga sanggup dan rela

berkorban untuk bangsanya dengan berlatih keras dan bertanding di ajang kejuaraan

baik nasional maupun internasional. Contoh lainnya yaitu para guru muda yang

sanggup dan rela berkorban untuk menjadi pengajar di daerah terpencil di Indonesia.

Begitu pula dengan anak-anak, mereka sanggup dan rela berkorban demi bangsanya

sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Contohnya, seorang anak di daerah

terpencil harus melewati jalan yang susah dan menyeberang sungai tanpa jembatan.

Demi menjadi generasi yang lebih baik dari pendahulunya ia bersemangat dan

sanggup setiap hari berjalan ke sekolahnya melewati jalanan yang susah untuk dilalui.

Contoh lain yang dilakukan oleh anak-anak yaitu pengorbanannya untuk berlatih keras

demi mewujudkan cita-citanya. Anak-anak sebagai generasi muda mereka bercita-cita

menjadi orang-orang hebat yang dapat membanggakan bangsanya, misalnya menjadi

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

19

olahragawan yang bisa mengharumkan nama bangsa. Bukti kerelaan mereka

berkorban untuk bangsanya yaitu dengan berlatih keras agar bisa menjadi atlit

kebanggaan Indonesia.

c. Mencintai Tanah Air dan Bangsa

Mencintai tanah air dan bangsa menurut Busrizalti (2013: 166) yaitu mengenal

dan mencintai wilayah nasionalnya. Mencintai tanah air merupakan sikap positif yang

dapat membangun sebuah bangsa. Seseorang yang mencintai tanah airnya akan selalu

waspada dan siap membela tanah airnya terhadap segala bentuk ancaman, tantangan,

hambatan, dan gangguan yang dapat membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan

negara oleh siapa pun dan dari mana pun. Apabila seseorang mau menanamkan dan

menumbuhkan kecintaannya terhadap tanah air maka akan lebih mengenal dan

memahami wilayah nusantaranya dengan baik serta mau memelihara, melestarikan,

dan mencintai lingkungannya. Maka, sikap mencintai tanah air haruslah ditanamkan

pada diri masing-masing individu sebagai bagian dari sebuah negara.

Jiwa persatuan tidak dapat bergelora dan bersemangat jika seorang warga

negara tidak mempunyai rasa cinta tanah air. Selain itu, jiwa untuk berbakti dan

berkorban pun tidak dapat berkobar. Rasa cinta kepada tanah air itulah yang menjadi

dasar bagi semua kegiatan para warga negara untuk membela kepentingan nusa dan

bangsa. Dari rasa cinta tanah air itulah setiap warga negara memiliki kesediaan untuk

mempertahankan kehormatan bangsa dan negara. Rasa cinta tanah air itu menjadi

dorongan bagi bangsa Indonesia untuk bekerja keras dan untuk turut melaksanakan

pembangunan (Kansil dan Christine, 2011).

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

20

Rasa cinta tanah air dan bangsa seorang warga dapat terlihat ketika ia

mencintai segala sesuatu yang berkaitan dengan tanah air dan bangsanya. Misalnya

saja, mengenai hal-hal kebangsaan seperti lagu kebangsaan, lambang negara, bendera

pusaka, dan lain-lain. Selain itu wujud cinta tanah air juga terlihat ketika seseorang

merasa memiliki dan mau melestarikan apa yang dimilikinya, hal ini berkaitan dengan

kekayaan bangsa Indonesia. Misalnya, ia merasa memiliki kekayaan alam Indonesia

berarti ia juga seharusnya turut melestarikan kekayaan alam tersebut. Jadi rasa cinta

tanah air dan bangsa berawal dari rasa memiliki bangsa Indonesia, kemudian ia ikut

melestarikan dan membangun bangsanya itu. Sedangkan rasa cinta tanah air yang

dapat dilakukan oleh anak-anak yaitu masih dalam lingkup yang sederhana. Hal ini

dikarenakan faktor pengetahuannya yang belum luas dan mendalam mengenai

bangsanya. Sebagai contoh ketika di sekolah mereka mengenal lagu-lagu daerah di

Indonesia, kemudian mereka mau menghafakannya. Dengan demikian berarti mereka

mempunyai rasa cinta terhadap tanah air dan bangsanya.

d. Bangga Berbangsa dan Bernegara Indonesia

Menurut Kansil dan Christine (2011: 153) kebanggaan berbangsa dan bertanah

air Indonesia didorong oleh adanya beberapa alasan, yaitu; 1) sebagai bangsa yang

benar, 2) mempunyai aneka budaya, 3) identitas bangsa Indonesia, 4) semangat

berkorban untuk negara dan bangsa Indonesia, 5) berhasilnya perjuangan

kemerdekaan kita. Bangsa kita terkenal akan keragaman budaya. Di negara kita

terdapat banyak suku, adat, bahasa, dan seni daerah. Sejak dahulu di negara kita juga

terdapat banyak agama dan terdiri atas berbagai keturunan. Kekayaan negara yang

berlimpah tersebut, harusnya sebagai warga negara kita mempunyai rasa bangga

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

21

dengan apa yang kita miliki. Selain itu, dalam rangka mengisi kemerdekaan, generasi-

generasi muda kita mampu membuat perubahan melalui kecerdasan mereka, melalui

bakat dan kreatifitas mereka. Sebagai sesama pemilik bangsa Indonesia kita turut

bangga dengan apa yang telah diraih oleh mereka yang mampu mengharumkan nama

bangsa.

Rasa bangga pada bangsanya dapat dirasakan oleh setiap warga negara, begitu

pun anak-anak. Baik dewasa maupun anak-anak tidak ada bedanya. Dengan melalui

media massa, baik cetak maupun elektronik yang sekarang tersebar luas, setiap warga

dapat mengetahui perkembangan bangsanya dengan cepat. Bagi seorang anak-anak

rasa bangga terhadap bangsanya dapat terlihat ketika mereka mengenal kekayaan

alam, kekayaan budaya, adat dan bahasa yang ada di Indonesia. Selain itu, yang biasa

mereka banggakan adalah pahlawan-pahlawan Indonesia baik pahlawan yang ikut

berperang maupun pahlawan yang mengisi kemerdekaan. Contohnya, anak-anak

bangga dengan prestasi pemain sepak bola Indonesia yang sedang meningkat, atau

prestasi pemain bulutangkis yang dapat mengalahkan lawan dari negara lain. Mereka

akan mulai menghafal nama-nama pemain olahraga tersebut dan mulai

mengidolakannya. Meskipun hal tersebut sangat sederhana, tetapi sebagai bukti bahwa

anak-anak mempunyai rasa bangga dengan apa yang dimiliki oleh bangsanya. Contoh

tersebut sesuai dengan pendapat Sapriya, dkk. (2008: 152) bahwa konsekuensi

seseorang yang merasa bangga sebagai bangsa Indonesia akan selalu berupaya

menjunjung tinggi nama baik bangsa dan negara, di mana pun kita berada. Mereka

juga akan selalu berupaya meningkatkan citra dan nama baik Indonesia melalui

perbuatan-perbuatan nyata di masyarakat.

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

22

e. Menjunjung Tinggi Persatuan dan Kesatuan Berdasarkan Prinsip Bhineka

Tunggal Ika

Makna semboyan Bhineka Tunggal Ika adalah walaupun Indonesia terdiri atas

bermacam-macam suku bangsa, bahasa, adat-istiadat, dan agama, tetapi merupakan

satu kesatuan. Bahkan, pulau-pulaunya pun berbeda-beda, tetapi masih pula

merupakan satu kesatuan (Kansil dan Christine, 2011). Semangat dan jiwa persatuan

harus senantiasa dipelihara, dibina serta diamalkan. Hendaknya sikap itu tampak

dalam perilaku kehidupan seluruh rakyat Indonesia dalam pergaulan bermasyarakat

sehari-hari. Setiap warga harus menyadari bahwa kemajuan bangsa harus dibina

melalui persatuan.

Contoh yang sangat sederhana dalam upaya meningkatkan persatuan ialah

integrasi keluarga yang menjadi dasar integrasi nasional. Keluarga merupakan

golongan terkecil dalam masyarakat. Integrasi keluarga dapat terwujud apabila setiap

anggota keluarga memiliki kesadaran untuk mewujudkan cita-cita bersama untuk

terselenggaranya keutuhan dalam keluarga. Selanjutnya kelompok kecil itu bergabung

dengan kelompok lain yang telah terintegrasi. Kemudian gabungan kelompok itu

meluas lagi sehingga tercipta integrasi nasional.

Pendapat di atas selaras dengan pendapat Cahyaningsih (2013: 133) bahwa

Bhineka Tunggal Ika dijadikan semboyan yang lahir melalui perenungan panjang oleh

pendiri negara. Semboyan itu mengandung pengertian bahwa walaupun berbeda-beda

tetapi tetap satu. Semboyan tersebut mengandung makna bahwa negara Indonesia

adalah negara yang luas. Indonesia mempunyai ribuan pulau yang terdiri atas suku

bangsa, agama, istiadat, dan bahasa yang berbeda-beda. Oleh karena itu, para

pemimpin bangsa sudah memiliki semangat dan komitmen untuk hidup dalam

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

23

toleransi, kebersamaan, kerukunan, dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa

melalui Bhineka Tunggal Ika.

Menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan haruslah dilakukan oleh seluruh

warga Indonesia tanpa terkecuali, begitu pula bagi anak-anak. Akan tetapi, tindakan

yang dilakukan oleh anak-anak jelas sangat berbeda dengan orang dewasa. Hal

tersebut dikarenakan anak-anak mempunyai wilayah pergaulan yang masih kecil. Dia

baru mengenal teman-teman sepergaulannya. Jadi yang dapat anak-anak lakukan

untuk menjunjung persatuan dan kesatuan disesuaikan dengan lingkup pergaulannya,

yaitu mereka tidak membeda-bedakan dalam memilih teman. Mereka mau menerima

teman-teman mereka baik yang berbeda keyakinan, kebiasaan, dan kemampuan

finansial. Dengan demikian mereka ikut menjunjung persatuan dan kesatuan bangsa

Indonesia.

f. Memajukan Pergaulan untuk Meningkatkan Persatuan Bangsa dan Negara

Perasaan cinta tanah air dapat dibina, sifat rela berkorban untuk bangsa dan

tanah air dapat dikembangkan. Dengan demikian persatuan dan kesatuan bangsa akan

tumbuh dengan subur serta dapat mengatasi kebhinekaan (kemajemukan) bangsa

Indonesia untuk kepentingan bersama. Dalam rangka mewujudkan persatuan bangsa

dan negara, kita perlu menyadari dan mengetahui tentang bangsa kita sendiri. Bangsa

kita dengan keberanekaragaman budaya, suku, dan agama perlu usaha keras untuk

meningkatkan persatuan dan kesatuan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Dwiyono,

dkk. (2007: 108) bahwa negara yang masyarakatnya tidak mempunyai jiwa dan

semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme yang kuat akan dengan mudah

dipermainkan oleh negara-negara maju. Oleh karenanya jiwa dan semangat persatuan,

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

24

kesatuan, dan nasionalisme harus terus ditingkatkan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Perwujudan persatuan dan kesatuan dalam keluarga akan memperlihatkan pengaruh di

lingkungan tempat tinggal, berupa keikutsertaan setiap keluarga dalam kegiatan

masyarakat, seperti kerja bakti, gotong royong, dan siskamling. Suasana kekeluargaan

yang penuh keakraban, ramah tamah, sopan santun, serta saling menghormati

merupakan modal dasar perwujudan persatuan dan kesatuan dalam masyarakat,

bangsa, dan negara kita yang sedang membangun.

Memajukan pergaulan merupakan usaha meningkatkan persatuan bangsa dan

negara. Seperti yang telah dicontohkan di atas, dari sebuah keluarga dapat berlatih

meningkatkan persatuan dengan mengikuti kegiatan masyarakat di desanya, kemudian

bisa juga mengikuti kegiatan-kegiatan lainnya yang lebih besar cakupannya. Dengan

demikian seseorang akan belajar menerima perbedaan dan sekaligus berlatih

meningkatkan persatuan. Memajukan pergaulan demi meningkatkan persatuan bangsa

dan negara juga dapat dilakukan sejak kecil. Contohnya, yaitu seorang anak yang

pandai di sekolahnya, kemudian diberi kesempatan untuk mengikuti perlombaan di

tingkat kecamatan maupun kabupaten. Pada awalnya anak tersebut hanya mengenal

teman sepermainannya saja, tetapi berkat diberi kesempatan untuk mengikuti

perlombaan akhirnya dia mengenal teman-teman yang berasal dari daerah lain. Maka

secara tidak langsung dia telah belajar menerima perbedaan dan meningkatkan

persatuan bangsa dan negara.

2. Sosiologi Sastra

Hakikat sosiologi sastra menurut Ratna (2003: v) sosiologi sastra berasal dari

kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari akar kata sosio (Yunani) (socius

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

25

berarti bersama-sama, bersatu kawan, teman). Perkembangan berikutnya mengalami

perubahan makna, sosio atau socius berarti masyarakat, logi/logos berarti ilmu. Jadi

sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul pertumbuhan masyarakat, ilmu pengetahuan

yang mempelajari keseluruhan jaringan hubungan antar manusia dalam masyarakat,

sifatnya umum rasional dan empiris. Sastra berasal dari akar kata sas (Sansekerta)

berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan instruksi. Akhiran tra berarti

alat atau sarana. Jadi sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau

buku pengajaran yang baik.

Menurut Dick Hartoko dan B. Rahmanto (dalam Noor, 2007: 89) sosiologi

sastra adalah cabang ilmu sastra yang mempelajari sastra dalam hubungannya dengan

keyataan sosial. Kenyataan sosial mencakup pengertian konteks pengarang dan

pembaca (produksi dan resepsi) dan sosiologi karya sastra (aspek-aspek sosial dalam

karya sastra). Pembicaraan tentang konteks sosial pengarang dan pembaca disebut

sosiologi komunikasi sastra. Sedangkan pembicaraan sosiologi karya sastra disebut

penafsiran teks sastra secara sosiologis. Dari pendapat di atas, maka peneliti dapat

menyimpulkan bahwa sosiologi sastra merupakan salah satu cabang penelitian sastra

yang mengkaji karya sastra yang berkaitan dengan gejala yang terjadi di masyarakat.

Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif.

Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin

kehidupan masyarakat. Kehidupan sosial akan menjadi pemicu lahirnya karya sastra.

Penelitian sosiologi sastra lebih bnyak memperbincangkan hubungan antara

pengarang dan kehidupan sosialnya. Baik aspek bentuk maupun isi karya sastra akan

terbentuk oleh suasana lingkungan dan kekuatan sosial pada periode tertentu. Hal

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

26

penting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (mirror). Dalam kaitan ini, sastra

dianggap sebagai tiruan (mimesis) masyarakat (Endraswara, 2003: 77-78).

Selanjutnya Endraswara (2003: 80-81) menjelaskan sosiologi sastra dapat

meneliti sekurang-kurangnya melalui tiga persektif. Pertama, perspektif teks sastra,

artinya peneliti menganalisis sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan

sebaliknya. Teks biasanya dipotong-potong, diklasifikasikan, dan dijelaskan makna

sosiologisnya. Kedua, perspektif biografis, yaitu peneliti menganalisis pengarang.

Ketiga, perspektif reseptif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat

terhadap teks satra. Dari ketiga perspektif tersebut tujuan penelitian sosiologi sastra

adalah untuk mendapat gambaran yang lengkap, utuh, dan menyeluruh tentang

hubungan timbal balik antara ketiga unsur tersebut. Hal ini sangat penting, artinya

bagi peningkatan pemahaman dan penghargaan kita terhadap sastra itu sendiri.

Sedangkan menurut Ratna (2003: 11) tujuan sosiologi sastra adalah meningkatkan

pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, bahwa rekaan tidak

berlawanan dengan kenyataan. Karya sastra jelas dikonstruksikan secara majinatif,

tetapi kerangka imajinatifnya tidak bisa dipahami di luar kerangka empirisnya. Karya

sastra bukanlah gejala individual, tetapi juga gejala sosial.

Sastra selalu hidup dan dihidupi oleh masyarakat sebagai produk budaya.

Menurut Damono (dalam Kurniawan, 2012: 6) relasi sosiologi dengan sastra dapat

dirinci menjadi lima. Pertama, relasi sosiologi dengan sastra dimediasi oleh

pengarang. Kenyataannya, penulis karya sastra merupakan pengarang sebagai individu

yang hidup dalam konteks masyarakat. Kedua, hubungan sosiologi dengan sastra

dimediasi oleh fakta sastra. Dunia sebagai peristiwa dalam sastra memiliki relasi

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

27

dengan kondisi sosial masyarakat yang diacu. Ketiga, hubungan sosiologi sastra

dengan sastra dimediasi oleh pembaca. Pembaca adalah pemberi makna terhadap

eksistensi karya sastra. Keempat, hubungan sosiologi dengan sastra dimediasi oleh

kenyataan. Pada kenyataannya, sastra sebagai cermin masyarakat. Kelima, hubungan

sosiologi dengan sastra dimediasi oleh bahasa sebagai media sastra. Bahasa sebagai

media hubungan antara sosiologi dengan sastra didasarkan pada kenyataan bahasa

hidup dan menjadi media komunikasi utama dalam relasi antarindividu di masyarakat.

3. Sastra Anak

Seorang anak sudah bisa tertarik untuk mendengarkan cerita dan dongeng

dengan kemampuan menyimaknya. Anak sudah bisa bercerita tentang pengalaman

sehari-harinya melalui kemampuan bicaranya. Anak sudah bisa memahami cerita-

cerita dari buku sastra melalui kemampuan membacanya. Anak sudah bisa mengarang

dan membuat cerita melalui kemampuan menulisnya. Meskipun kemampuannya

masih sederhana, tetapi pada usia inilah anak-anak sudah dapat memahami dan

menyukai sastra.

Menurut Hunt (dalam Nurgiyantoro, 2013: 8) sastra anak dapat didefinisikan

dengan bertolak pada kebutuhan anak. Sastra anak merupakan buku bacaan yang

dibaca oleh, yang secara khusus cocok untuk, dan yang secara khusus pula

memuaskan sekelompok anggota yang kini disebut sebagai anak-anak. Sastra anak

tidak harus berkisah tentang anak, tentang dunia anak, tentang berbagai peristiwa yang

mesti melibatkan anak. Sastra anak dapat berkisah tentang apa saja yang menyangkut

kehhidupan, baik kehiduan manusia, binatang, tumbuhan, maupun kehidupan yang

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

28

lain termasuk makhluk dari dunia lain. Namun, apapun isi kandungan cerita yang

dikisahkan mestilah berangkat dari sudut pandang anak dalam memandang dan

memperlakukan sesuatu, dan sesuatu itu haruslah berada dalam jangkauan

pemahaman emosional dan pikiran anak.

Menurut Resmini (2012: 1) secara konseptual, sastra anak-anak tidak jauh

berbeda dengan sastra orang dewasa (adult literacy). Keduanya sama berada pada

wilayah sastra yang meliputi kehidupan dengan segala perasaan, pikiran dan wawasan

kehidupan. Perbedaannya hanyalah dalam hal fokus pemberian gambaran kehidupan

yang bermakna bagi anak yang diurai dalam karya tersebut. Sastra (dalam sastra

anak-anak) adalah bentuk kreasi imajinatif dengan paparan bahasa tertentu yang

menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman dan pengalaman tertentu,

dan mengandung nilai estetika tertentu. Sastra anak dapat dibuat oleh orang dewasa

ataupun anak-anak.

Menurut Lukens (dalam Kurniawan, 2009: 22) sastra anak adalah sebuah karya

yang menawarkan dua hal utama, yaitu kesenangan dan pemahaman. Pemahaman itu

datang dari eksplorasi terhadap berbagai bentuk kehidupan, rahasia kehidupan,

penemuan dan pengungkapan berbagai karakter manusia, dan lain-lain. Informasi

inilah yang kemudian memperkaya pengetahuan dan pemahaman pembaca (anak-

anak). Dalam sastra anak, informasi-informasi tersebut di hadirkan dengan ringan dan

menghibur, sehingga anak akan mudah mendapatkan informasi melalui hiburan yang

ia baca atau ia dengar. Dari pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa sastra anak adalah karya sastra hasil imajinatif yang disesuaikan dengan

perkembangan anak dan bercerita tentang dunia anak.

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

29

Seperti sastra dewasa (adult literature), sastra anak juga dikreasikan

berdasarkan pengalaman hidup. Menurut Saxby (dalam Nurgiyantoro, 2013:6), sastra

anak merupakan citraan dan atau metafora kehidupan yang dikisahkan baik dalam hal

isi (emosi, perasaan, pikiran, saraf sensori, dan pengalaman moral) maupun bentuk

(kebahasaan dan cara-cara pengekspresian) yang dapat dijangkau dan dipahami oleh

anak sesuai tingkat perkembangan jiwanya. Maka sastra dapat dijadikan sebagai salah

satu media untuk mendidik dan mencerdaskan anak, karena anak dan cerita seperti

menjadi dunia yang tak terpisahkan. Menurut Kurniawan (2009: 6) dalam

perkembangannya, anak selalu menyukai cerita (karya sastra). Cerita anak dapat

mengembangkan kemampuan imajinasi, intelektual, emosional, dan belajar

mengidentifikasi dirinya.

Menurut Resmini (2012: 2-3) pengalaman bersastra akan diperoleh anak dari

manfaat yang dikandung sebuah karya sastra lewat unsur intrinsik di dalamnya. Unsur

intrinsik tersebut yakni; 1) memberi kesenangan, kegembiraan, dan kenikmatan bagi

anak-anak, 2) mengembangkan imajinasi anak dan membantu mereka

mempertimbangkan dan memikirkan alam, kehidupan, pengalaman atau gagasan

dengan berbagai cara, 3) memberikan pengalaman baru yang seolah dirasakan dan

dialaminya sendiri, 4) mengembangkan wawasan kehidupan anak menjadi perilaku

kemanusiaan, 5) menyajikan dan memperkenalkan anak terhadap pengalaman

universal dan 6) meneruskan warisan sastra. Selain nilai instrinsik tersebut, sastra

anak juga bernilai ekstrinsik yang bermanfaat untuk perkembangan anak terutama

dalam hal 1) perkembangan bahasa, 2) perkembangan kognitif, 3) perkembangan

kepribadian, dan 4) perkembangan sosial. Sastra yang terwujud untuk anak-anak

selain ditujukan untuk mengembangkan imajinasi, fantasi dan daya kognisi yang akan

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

30

mengarahkan anak pada pemunculan daya kreativitas juga bertujuan mengarahkan

anak pada pemahaman yang baik tentang alam dan lingkungan. Selain itu juga

bertujuan untuk pengenalan pada perasaan dan pikiran tentang diri sendiri maupun

orang lain.

Sastra anak berhubungan dengan perkembangan seorang anak. Pengertian anak

di sini adalah pengertian anak yang didasarkan pada perkembangan manusia. Pada

hakikatnya anak adalah suatu fase atau masa dari usia seseorang. Huck (dalam

Nurgiyantoro, 2013: 11) menyatakan bahwa orang yang dapat dikategorikan sebagai

anak adalah seseorang yang berusia 1 hingga kurang lebih 12 tahun. Selanjutnya

Kurniawan (2009: 40) menjelaskan bahwa pada usia 2 sampai 12 tahun anak sudah

berkenalan dengan sastra, karena pada usia ini, anak sudah memiliki kemampuan

untuk menguasai ketrampilan berbahasa (menyimak, berbicara, membaca, dan

menulis) yang merupakan bekal atau media untuk memahami sastra.

Hubungan perkembangan anak dengan sastra adalah harus dipahami bahwa

sastra merupakan dunia yang diceritakan dengan kata-kata yang informasinya melekat

pada satuan-satuan gramatikal. Pengenalannya pada karya sastra, maka kemampuan

bahasa anak, baik dalam kemampuan bahasa dan kosakatanya, akan berkembang

pesat. Di sisi lain, bahasa dalam sastra tentu berbeda dengan bahasa keseharian,

bedanya adalah bahasa dalam sastra itu bersifat emostis-estetis, yaitu

mengekspresikan keindahan (Kurniawan, 2009: 50). Ada aksentuasi halus dan indah

yang terdapat dalam bahasa sastra anak. Hal ini berimplikasi pada aspek emosional

pembacanya, sehingga dengan disadari atau tidak, anak belajar dan terpengaruh oleh

bahasa sastra tersebut. Sastra anak mengenal apa yang disebut genre seperti halnya

sastra dewasa. Lukens (dalam Nurgiyantoro, 2013: 15-29) mengelompokkan genre

sastra anak ke dalam enam macam, yaitu:

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian yang Relevanrepository.ump.ac.id/6839/3/Erlita Budi Antari_BAB II.pdf · Nasionalisme menurut Budiyono (2007: 208) berasal dari kata nation yang

31

a. Realisme, merupakan sastra yang bercerita bahwa apa yang dikisahkan itu

kemungkinan saja ada dan bisa terjadi walau tidak harus bahwa ia

memang benar-benar ada dan terjadi. Genre realisme terbagi atas cerita

realisme, realisme binatang, realisme historis, realisme olahraga.

b. Fiksi formula, memiliki pola-pola tertentu yang membedakannya dengan

jenis yang lain, terdiri atas cerita misterius dan detektif,cerita romantis,

dan novel serial.

c. Fantasi, merupakan cerita yang menawarkan sesuatu yang sulit diterima,

terdiri atas cerita fantasi, cerita fantasi tinggi, dan fiksi sain.

d. Sastra tradisional, merupakan sastra yang berasal dari cerita yang telah

mentradisi, tidak diketahui penciptanya, dikisahkan turun temurun secara

lisan. Terdiri atas dongeng rakyat, mitos, legenda, dan epos.

e. Puisi, merupakan sastra yang didalamnya terdapat pendayagunaan

berbagai unsur bahasa yang mencapai efek keindahan.

f. Nonfiksi, terdiri atas buku informasi dan biografi.

Sastra anak diyakini memiliki kontribusi yang besar bagi perkembangan

kepribadian anak dalam proses menuju tahap dewasa sebagai manusia yang

mempunyai jati diri yang jelas. Menurut Nurgiyantoro (2013: 35), sastra diyakini

mampu digunakan sebagai salah satu sarana untuk menanam, memupuk,

mengembangkan, dan bahkan melestarikan nilai-nilai yang diyakini baik dan berharga

oleh keluarga, masyarakat, dan bangsa. Hal tersebut dikarenakan dalam karya sastra

terdapat nilai-nilai positif yang terkandung di dalamnya. Begitu juga pada sastra anak

yang mengandung nilai-nilai positif yang dikemas dengan bahasa yang menarik.

Kontribusi sastra anak bagi anak yang sedang dalam taraf pertumbuhan dan

perkembangan yang melibatkan berbagai aspek kedirian yang secara garis besar

adalah sebagai berikut:

a. Nilai Personal, meliputi: perkembangan emosional, perkembangan

intelektual, perkembangan imajinasi, perkembangan rasa sosial,

pertumbuhan rasa etis dan religius.

b. Nilai Pendidikan, meliputi: eksplorasi dan penemuan, perkembangan

bahasa, pengembangan nilai keindahan, penanaman wawasan

multikultural, penanaman kebiasaan membaca.

Nilai Nasionalisme pada Tokoh..., Erlita Budi Antari, FKIP UMP, 2014