BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Pengertian Anak Usia...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Pengertian Anak Usia...
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
2.1.1 Pengertian Anak Usia Dini
Pengertian tentang istilah anak usia dini atau ada pula yang mengatakan dini
usia sangat bervariasi, namun pada intinya anak usia dini merupakan anak yang
berusia sebelum memasuki lembaga pendidikan formal, yakni Sekolah Dasar atau
madrasah Ibtidaiyah. Biasanya mereka tinggal lebih banyak memperoleh layanan
pendidikan dari orang tua di lingkungan keluarga atau mengikuti layanan pendidikan
yang diselenggarakan oleh masyarakat dan pemerintah.
Wynn (1970:126-127) memberi batasan anak usia dini dimulai dari periode
kelahiran sampai dengan usia sekolah dasar, yaitu antara nol sampai enam (0-6 tahun)
atau tujuh tahun. Pengertian ini dimaksudkan bahwa sejak anak lahir sampai dengan
usia tujuh tahun memerlukan program-program pendidikan yang bervariasi agar
anak dapat berkembang optimal.
UU Nomor 20 tahun 2003 memberikan batasan anak usia dini mulai dari anak
usia sejak lahir sampai usia enam tahun. Landasan berpikir yang digunakan dalam
memberikan batasan ini adalah berkenaan dengan pemberian layanan pendidikan
yang dikelola secara formal, informal dan non formal.
Pendapat yang sama juga dinyatakan oleh Abdulhak (2003:2) bahwa anak
usia dini merupakan anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Anak pada usia
ini memerlukan upaya sadar untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani melalui penyediaan pengalaman dan stimulasi yang kaya, terpadu,
dan menyeluruh agar dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal.
Sedangkan Slavin (1994:73) mendefinisikan anak usia dini dimulai dari usia 3 tahun
sampai 6 tahun.
Landasan berfikir yang digunakan utuk memberikan batasan ini adalah:
(a) Anak mencapai usia tersebut mengalami perubahan yang sangat cepat disegala
bidang perkembangan;
(b) Anak telah menguasai beberapa keterampilan motorik pada akhir periode usia
tersebut dan dapat menggunakan keterampilan fisik untuk mencapai tujuan;
(c) Secara kognitif, anak mulai mengembangkan pemahaman tentang kelompok,
hubungan antar hal dan menyerap banyak informasi tentang dunia fisik dan
sosial;
(d) Pada akhir usia 6 tahun, anak telah mampu menggunakan kematangan
kecakapannya untuk mengungkapkan keinginan dan kebutuhannya serta berbagi
gagasan dan pengalaman; dan
(e) Secara sosial anak belajar berperilaku dan aturan sederhana, serta semakin
mampu berinteraksi dengan anak dan atau orang lain (Sudarmadji, 2007:90).
Anak usia dini merupakan anak yang berusia lebih dari 3 tahun sampai 6
tahun, pengertian ini secara kategori digunakan untuk membatasi layanan pendidikan
yang diberikan oleh penitipan anak dan usia pendidikan sekolah dasar (Direktorat
PAUD, 2002:2).
Berdasarkan pada variasi pengertian tersebut, pengertian anak usia dini dalam
penelitian ini diartikan sebagai anak yang berusia 3 – 6 tahun. Anak yan telah
mencapai usia ini umumnya telah mengikuti pendidikan anak usia dini yang dikelola
secara formal seperti PAUD, taman kanak-kanak, Bustanul Athfal, Roudatul Athfal
dan kelompok bermain. Demikian pula dalam derajat tertentu anak usia enam tahun
telah mampu menguasai ketrampilan motorik, mampu memahami lingkungan dan
mampu mengembangkan perilaku dalam berinteraksi sosial serta telah terdidik secara
teratur.
2.1.2 Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu
yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan,
pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk
mengajar kebudayaan melewati generasi.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 1 butir 14, pendidikan anak usia dini
didefinisikan sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang menitikberatkan pada peletakkan dasar ke arah pertumbuhan dan
perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir,
daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan
perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-
tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
2.1.3 Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini
Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan
berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Secara khusus tujuan pendidikan anak usia
dini dalam (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 42 – 43) adalah:
1) Agar anak percaya akan adanya Tuhan dan mampu beribadah serta mencintai
sesamanya.
2) Agar anak mampu mengelola keterampilan tubuhnya termasuk gerakan
motorik kasar dan motorik halus, serta mampu menerima rangsangan
sensorik.
3) Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan dapat
berkomunikasi secara efektif sehingga dapat bermanfaat untuk berpikir dan
belajar.
4) Anak mampu berpikir logis, kritis, memberikan alasan, memecahkan masalah
dan menemukan hubungan sebab akibat.
5) Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial, peranan
masyarakat dan menghargai keragaman sosial dan budaya serta mampu
mngembangkan konsep diri yang positif dan kontrol diri.
6) Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, berbagai bunyi, serta
menghargai karya kreatif.
Pendapat lain menyebutkan bahwa terdapat dua tujuan diselenggarakannya
pendidikan anak usia dini yaitu:
1) Tujuan utama adalah untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas,
yaitu anak yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat
perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal di dalam
memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan di masa dewasa.
2) Tujuan penyerta adalah untuk membantu menyiapkan anak mencapai
kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
2.1.4 Prinsip-prinsip Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip
sebagai berikut (Forum PAUD, 2007:23) :
1) Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada
kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya
pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik
perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio
emosional.
2) Belajar melalui bermain
Bermain merupakan sarana belajar anak usia dini. Melalui bermain anak
diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan
mengenai benda di sekitarnya.
3) Menggunakan lingkungan yang kondusif
Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan
menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat
mendukung kegiatan belajar melalui bermain.
4) Menggunakan pembelajaran terpadu
Pembelajaran pada anak usia dini harus menggunakan konsep pembelajaran
terpadu yang dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun harus menarik dan dapat
membangkitkan minat anak dan bersifat kontekstual. Hal ini dimaksudkan agar anak
mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran
menjadi mudah dan bermakna bagi anak.
5) Mengembangkan berbagai kecakapan hidup
Mengembangkan keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses
pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk menolong diri sendiri,
mandiri dan bertanggungjawab serta memiliki disiplin diri.
6) Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar
Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar
atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik /guru.
7) Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar
Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap,
dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Agar konsep dapat
dikuasai dengan baik hendaknya guru menyajikan kegiatan–kegiatan yang berulang.
Menurut Wijana (2008:17) fungsi pendidikan anak usia dini yang utama
meliputi :
1) Fungsi adaptasi
Berperan dalam membantu anak melakukan penyesuaian diri dengan berbagai
kondisi lingkungan dan menyesuaikan diri dengan keadaan dalam dirinya sendiri.
2) Fungsi sosialisasi
Berperan dalam mebantu anak agar memiliki keterampilan-keterampilan
social yang berguna dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari dimana ia berada.
3) Fungsi pengembangan
Berperan dalam mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak serta
menumbuh-kembangkan potensi tersebut kearah perkembangan yang optimal
sehingga bemanfaat bagi dirinya dan lingkungan.
4) Fungsi bermain
Berkaitan dengan kesempatan bermain karena hakekat bermain merupakan
hak anak sepanjang rentang kehidupannya.
2.1.5 Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini
Ada tiga hal yang dijadikan landasan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
yang dikutip peneliti dalam website (http://ebekunt.wordpress.com/2010/06/30/
konsep-konsep-dasar-pendidikan-anak-usia-dini-), yaitu :
1) Landasan Yuridis
2) Landasan Filosofis
3) Landasan Keilmuan
1) Landasan Yuridis Pendidikan Anak Usia Dini
Dalam Amandemen UUD 1945 pasal 28 B ayat 2 dinyatakan bahwa ”Setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Dalam UU NO. 23 Tahun 2002 Pasal
9 Ayat 1 tentang Perlindungan Anak dinyatakan bahwa ”Setiap anak berhak
memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan
tingkat kecerdasarnya sesuai dengan minat dan bakatnya”. Dalam UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan bahwa
”Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.
Sedangkan pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan bahwa ”(1)
Pendidikan Anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar, (2)
Pendidkan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidkan formal, non
formal, dan/atau informal, (3) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal: TK,
RA, atau bentuk lain yang sederajat, (4) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat, (5) Pendidikan usia dini jalur
pendidikan informal: pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh
lingkungan, dan (6) Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.”
2) Landasan Filosofis Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya
melalui proses pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik. Standar
manusia yang baik berbeda antar masyarakat, bangsa atau negara, karena perbedaan
pandangan filsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan filsafat yang dianut dari
suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi atau tujuan pendidikan.
Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa
pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu
menjadikan manusia indonesia seutuhnya. Bangsa Indonesia juga sangat menghargai
perbedaan dan mencintai demokrasi yang terkandung dalam semboyan Bhinneka
Tunggal Ika yang maknanya “berbeda tetapi satu.” Dari semboyan tersebut bangsa
Indonesia juga sangat menjunjung tinggi hak-hak individu sebagai mahluk Tuhan
yang tak bisa diabaikan oleh siapapun. Anak sebagai mahluk individu yang berhak
untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Dengan pendidikan yang diberikan diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan
potensi yang dimilkinya, sehingga kelak dapat menjadi anak bangsa yang diharapkan.
Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa
pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu
menjadikan manusia indonesia seutuhnya. Sehubungan dengan pandangan filosofis
tersebut maka kurikulum sebagai alat dalam mencapai tujuan pendidikan,
pengembangannya harus memperhatikan pandangan filosofis bangsa dalam proses
pendidikan yang berlangsung.
3) Landasan Keilmuan Pendidikan Anak Usia Dini
Konsep keilmuan PAUD bersifat isomorfis, artinya kerangka keilmuan PAUD
dibangun dari interdisiplin ilmu yang merupakan gabungan dari beberapa displin
ilmu, diantaranya: psikologi, fisiologi, sosiologi, ilmu pendidikan anak, antropologi,
humaniora, kesehatan, dan gizi serta neuro sains atau ilmu tentang perkembangan
otak manusia (Yuliani Nurani Sujiono, 2009: 10).
Berdasarkan tinjauan secara psikologi dan ilmu pendidikan, masa usia dini
merupakan masa peletak dasar atau fondasi awal bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Apa yang diterima anak pada masa usia dini, apakah itu
makanan, minuman, serta stimulasi dari lingkungannya memberikan kontribusi yang
sangat besar pada pertumbuhan dan perkembangan anak pada masa itu dan
berpengaruh besar pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya.
Pertumbuhan dan perkembangan anak tidak dapat dilepaskan kaitannya
dengan perkembangan struktur otak. Dari segi empiris banyak sekali penelitian yang
menyimpulkan bahwa pendidikan anak usia dini sangat penting, karena pada waktu
manusia dilahirkan, menurut Clark (dalam Yuliani Nurani Sujono, 2009:21)
kelengkapan organisasi otaknya mencapai 100 – 200 milyard sel otak yang siap
dikembangkan dan diaktualisasikan untuk mencapai tingkat perkembangan optimal,
tetapi hasil penelitian menyatakan bahwa hanya 5% potensi otak yang terpakai karena
kurangnya stimulasi yang berfungsi untuk mengoptimalkan fungsi otak.
2.1.6 Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini
Seringkali orang tua menganggap masa awal kanak-kanak sebagai usia
mainan karena anak muda menghabiskan sebagian besar waktunya bermain dengan
mainan. Penyediaan tentang permainan menunjukkan bahwa bermain dengan mainan
mencapai puncaknya pada tahun-tahun awal masa kanak-kanak, kemudian mulai
menurun saat anak mencapai usia sekolah.
Selanjutnya Hurlock (1994:15) tentang pentingnya masa pra sekolah yaitu
pada saat anak berusia antara 2 – 5 tahun dan ia mengemukakan bahwa “Kurun usia
ini merupakan periode keemasan (golden age) dalam proses perkembangan seorang
anak manusia. Dalam proses perkembangan anak membutuhkan orang lain. Orang tua
adalah pihak yang sangat berperan dalam keseluruhan perkembangan anak. Dalam
hal ini Gunarsa (1975:28), mengemukakan “anak membutuhkan orang lain dalam
perkembangannya dan orang lain yang paling utama yang bertanggung jawab adalah
orang tua”. Disini jelas terlihat bahwa yang bertanggung jawab dalam perkembangan
fisik dan psikis anak adalah orang tua.
Menurut Taqiyuddin (2008:204) bahwa manfaat Pendidikan Anak Usia Dini
yaitu :
a) Belajar berkumpul dengan anak-anak yang lain. Anak – anak usia ini tidak
lagi senang bermain dalam kamarnya sendiri, seperti waktu mereka masih
bayi. Mereka ingin berkumpul bersama anak-anak yang lain dan meski
mereka tidak sedang bermain bersama, mereka tetap merasa lain bila sedang
bersama-sama.
b) Belajar bergaul dengan yang lain. Dengan berkumpul bersama anak berarti
belajar bergaul dengan yang lain, dan dari sini akan terpupuk jiwa kesabaran.
Pelajaran terpenting mereka dapatkan dari sikap teman-temannya sendiri,
yakni bila ada seorang anak yang bermain maka yang lain sabar menunggu
giliran.
c) Menghantar anak untuk mandiri. Dengan mengikuti Pendidikan Anak Usia
Dini anak-anak senang bermain dengan teman-temannya tanpa dihantui rasa
takut, cemas atau tekanan emosi termasuk lupa terhadap kehadiran mereka di
sisinya, dengan demikian anak-anak terbiasa bermain sendiri atau bersama
kelompoknya serta dibimbing oleh guru dengan serius dan rasa senang. Hal
ini membuat anak semakin percaya diri akan kemampuannya, serta dapat
beradaptasi dengan orang lain di luar lingkungan keluarga.
d) Mengenal figur selain ibu. Hal ini penting bagi perkembangan anak terutama
dalam menanamkan pondasi yang baik dalam diri anak, kaitannya untuk
menjalin hubungan dengan orang dewasa lainnya. Anak akan mendapatkan
sjumlah pengalaman dari berbagai cara berbicara, berperilaku, bersikap dan
sebagainya.
Adapun pentingnya pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah
sebagai berikut:
a) PAUD memegang peranan penting dan menentukan bagi sejarah
perkembangan anak selanjutnya, sebab merupakan fondasi dasar bagi
kepribadian anak.
b) PAUD sebagai titik sentral strategi pembangunan sumber daya manusia dan
sangat fundamental.
c) Anak yang mendapatkan pembinaan sejak dini akan dapat meningkatkan
kesehatan dan kesejahteraan fisik maupun mental yang akan berdampak pada
peningkatan prestasi belajar, etos kerja, produktivitas, pada akhirnya anak
akan mampu lebih mandiri dan mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
d) Merupakan Masa Golden Age (Usia Keemasan). Dari perkembangan otak
manusia, maka tahap perkembangan otak pada anak usia dini menempati
posisi yang paling vital yakni mencapai 80% perkembangan otak.
e) Cerminan diri untuk melihat keberhasilan anak dimasa mendatang. Anak yang
mendapatkan layanan baik semenjak usia 0-6 tahun memiliki harapan lebih
besar untuk meraih keberhasilan dimasa mendatang. Sebaliknya anak yang
tidak mendapatkan pelayanan pendidikan yang memadai membutuhkan
perjuangan yang cukup berat untuk mengembangkan hidup selanjutnya.
2.2 Hakikat Keterlibatan Masyarakat
2.2.1 Pengertian Keterlibatan Masyarakat
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan komunikasi
menjadi lebih cepat dan mudah. Ditambah lagi sejalan dengan era globalisasi dimana
dunia ini seolah-olah ruang kecil tanpa sekat maka komunikasi dan pertukaran
informasi dapat dilakukan dimanapun dan kapan pun dengan segera. Akibat
berikutnya adalah timbulnya perubahan yang cepat diseluruh aspek kehidupan. Salah
satu perubahan itu adalah perubahan sikap dan perilaku seseorang baik sebagai
individu maupun sebagai anggota masyarakat termasuk sebagai anggota suatu
organisasi di lingkungan pendidikan.
Dalam situasi yang demikian dimana lingkungan serba tidak menentu dan
persaingan semakin ketat maka inovasi dalam suatu organisasi menjadi sangat
penting. Inovasi dalam organisasi pada prakteknya membutuhkan perencanaan
strategis yang tidak hanya ditentukan oleh pimpinan organisasi tetapi harus
melibatkan seluruh jajaran organisasi termasuk didalamnya keterlibatan orang tua
dalam pelaksanaan program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) keterlibatan
masyarakat harus dilakukan supaya komitmen dan tanggung jawab masyarakat dapat
terjaga. Disamping itu, seperti telah dikemukakan di depan bahwa dalam suatu
organisasi banyak sekali kepentingan yang terlibat. Kepentingan ini dapat dibagi
dalam dua kelompok yakni kelompok kepentingan individu dalam organisasi dan
kepentingan organisasi itu sendiri. Dengan keterlibatan diharapkan dapat mencegah
dan menghadapi conflict of interest dimana pihak-pihak yang terkait dilibatkan untuk
mewakili kepentingan departemennya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
organisasi secara keseluruhan (Popalo, 2007:23).
Menurut Davis dan Newstrom (1990:179) keterlibatan didefinisikan sebagai
keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam situasi kelompok yang
mendorong untuk memberikan kontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagai
tanggung jawab dalam mencapai tujuan tersebut. Ada tiga gagasan penting dalam
definisi itu yakni keterlibatan, kontribusi dan tanggung jawab.
Keterlibatan mental dan emosional dimaksudkan sebagai keterlibatan
psikologis dan egonya yang melebihi keterlibatan fisik. Seseorang yang ber-
keterlibatan berarti orang tersebut termotivasi untuk memberikan kontribusi yang
diwujudkan dalam bentuk menyalurkan sumber inisiatif dan kreativitasnya guna
mencapai tujuan organisasi lebih dari itu seseorang yang ber-keterlibatan akan
terdorong untuk menerima tanggung jawab dalam aktivitas kelompok. Pada saat
orang-orang mulai menerima tanggung jawab aktivitas kelompok maka mereka
melihat adanya peluang untuk menemukan hal-hal yang mereka inginkan yakni
merasa bertanggung jawab menyelesaikan pekerjaannya. Situasi yang demikian akan
membawa kepada suatu sistem kerja tim yang berhasil.
Dalam pandangan Brown dan Moberg (1990:180) keterlibatan merupakan
proses dimana dua orang atau lebih saling mempengaruhi dalam membuat keputusan,
yang akan berguna pada waktu mendatang. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam
proses keterlibatan terkandung tiga hal mendasar, yakni pengarahan (direction),
konsultasi (consultation) dan delegasi (delegation).
Sedangkan Kramer dan Specht (1983:103) mendefinisikan keterlibatan adalah
pembagian dan keikutsertaan dalam proses pembuatan keputusan kelompok.
Keterlibatan yang dimaksud berkaitan dengan siapa, apa, kapan, dimana dan
bagaimana. Pendefinisian di atas sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Siagian
(1995:113) bahwa pimpinan organisasi bersedia melibatkan bawahannya dalam
proses pengambilan keputusan bukan hanya yang menyangkut diri sendiri, seperti
pekerjaan, jabatan dan penghasilan tetapi mengenai semua aspek kehidupan dalam
organisasi.
Keterlibatan menurut Schermerhorn (1996:140) diwujudkan dalam bentuk
pegawai bekerja bersama-sama menanggapi dan menaruh perhatian terhadap sasaran
maupun tujuan organisasi. Anthony, seperti dikutip oleh Sutarto (1996:143)
menambahkan apabila para manager dan bawahan sama-sama menanggung
wewenang, pengaruh sinergetik akan timbul, artinya dalam kesatuan ada kekuatan.
2.2.2 Indikator Keterlibatan Masyarakat Dalam Pelaksanaan Program PAUD
Pengertian keterlibatan dalam penelitian ini memiliki makna yang hampir
sama dengan partisipasi. Hal ini berdasarkan pada teori yang dikemukakan oleh Ach.
Wazir Ws., et al. (1999: 29) partisipasi bisa diartikan sebagai keterlibatan seseorang
secara sadar ke dalam interaksi sosial dalam situasi tertentu. Dengan pengertian itu,
seseorang bisa berpartisipasi bila ia menemukan dirinya dengan atau dalam
kelompok, melalui berbagai proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi,
perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggungjawab bersama." Sehingga dalam
penelitian ini kata partisipasi dan keterlibatan digunakan secara bergantian disesuaikan
dengan konteks kalimat yang mengikutinya.
Berdasarkan teori-teori di atas dapatlah disimpulkan peneliti bahwa yang
dimaksud dengan keterlibatan masyarakat terhadap pelaksanaan program PAUD
adalah peran serta masyarakat baik secara mental maupun emosional dengan
indikator (1) Keterlibatan dalam bentuk ekonomi (2) Keterlibatan dalam bentuk
Tenaga (3) Keterlibatan dalam bentuk fikiran / gagasan.
1) Keterlibatan dalam hal ekonomi
Bentuk keterlibatan masyarakat berikutnya terlihat dari partisipasi masyarakat
dalam hal ekonomi. Keterlibatan masyarakat dalam bentuk pemberian dana/ekonomi
ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan bentuk lainnya karena disebabkan
wujud uang lebih bersifat fleksibel, sehingga dapat digunakan pada bermacam-
macam keperluan seperti pembelian Alat Permainan Edukatif (APE), pembelian
buku-buku, media pembelajaran dan berbagai hal yang dapat menunjang pelaksanaan
program PAUD tersebut.
2) Keterlibatan dalam hal Tenaga
Pada sebagian masyarakat yang mau ikut terlibat dalam suatu pelaksanaan
program di Desa termasuk program pendidikan anak usia dini, mereka cenderung
untuk terlibat dan berpartisipasi dalam bentuk menyumbang tenaga dibandingkan
dengan bentuk-bentuk lainnya. Keterlibatan masyarakat dalam hal sumbangan tenaga
dapat juga diartikan bahwa bentuk partisipasi masyarakat berkaitan dengan
kemampuannya untuk berkontribusi. Hal ini dapat dipahami dengan jelas oleh karena
pola hidup masyarakat desa masih kental dengan sistem kegotong royongan, dimana
apabila ada sesuatu kegiatan yang melibatkan sekelompok warga tertentu, maka
dengan spontan warga masyarakat lainnya akan ikut membantu, apalagi bila kegiatan
tersebut adalah kegiatan pembangunan infrastruktur yang manfaatnya langsung
dirasakan oleh masyarakat. Jadi yang dimaksud keterlibatan masyarakat dalam
bentuk tenaga adalah partisipasi yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk
pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan program Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD).
3) Keterlibatan dalam hal fikiran / gagasan
Keterlibatan masyarakat berikutnya dalam bentuk partisipasi fikiran / gagasan
dimana lebih merupakan partisipasi berupa sumbangan ide, pendapat atau buah
pikiran konstruktif, baik untuk menyusun program PAUD maupun untuk
memperlancar pelaksanaan program PAUD tersebut dan juga untuk mewujudkannya
dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan
yang diikutinya.
Beberapa aspek penting dalam keterlibatan masyarakat dalam proses
pendidikan anak usia dini yaitu:
1. Terlibatnya masyarakat, serta ikut serta dalam menentukan arah, strategi dan kebijakan pendidikan anak usia dini.
2. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang konsisten dengan arah, strategi dan rencana yang telah ditentukan dalam pendidikan anak usia dini.
3. Adanya perumusan dan pelaksanaan program-program partisipasi dalam pendidikan anak usia dini berencana, yang secara langsung memberikan dan menyangkut pendidikan anak usia dini.
2.3 Keterlibatan Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Program PAUD
Pendidikan merupakan proses transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keterampilan dan aspek perilaku-perilaku lainnya kepada generasi ke generasi.
Dengan pengertian tersebut, sebenarnya upaya diatas sudah dilakukan sepenuhnya
oleh kekuatan-kekuatan masyarakat. Hampir segala sesuatu yang dipelajari adalah
hasil dari hubungan individu dengan orang lain, baik dirumah, sekolah, tempat
bermain, pekerjaan dan lainnya. Dengan kata lain dimanapun kita berada kita pasti
akan belajar dan mendapatkan ilmu pengetahuan.
Pendidikan anak usia dini merupakan tanggungjawab bersama antara
pemerintah, orangtua, dan masyarakat. Tanpa dukungan masyarakat, pendidikan
anak usia dini tidak akan berhasil dengan maksimal. Bagi suatu masyarakat, hakikat
pendidikan diharapkan mampu berfungsi menunjang kelangsungan kemajuan
hidupnya, agar masyarakat itu dapat melanjutkan eksistensinya, maka diteruskan
nilai-nilai, pengetahuan, keterampilan dan bentuk tata perilaku lainnya bagi generasi
muda. Tiap masyarakat selalu berupaya meneruskan kebudayaannya dengan proses
adaptasi tertentu sesuai coraknya masing-masing periode zamannya kepada generasi
muda melalui pendidikan atau secara khusus melalui interaksi sosial.
Aktifitas pendidikan terutama pendidikan anak usia dini sebenarnya sudah
dimulai sejak anak dilahirkan kedunia yaitu keluarga. Didalam keluargalah anak
pertama menerima pendidikan dan pendidikan yang diperoleh dalam keluarga ini
merupakan pendidikan utama atau terpenting terhadap perkembangan pribadi anak.
Pada didalam kehidupan keluarga memberi corak pola kepribadian anak yang hidup
di dalam keluarga. Alam keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama sejak
timbulnya adapt kemanusiaan hingga sekarang, hidup keluarga itu selalu
mempengaruhi bertumbuhnya budi pekerti dari tiap-tiap manusia (Dewantara dalam
Suwarno, 1972 : 72).
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri pula ternyata masyarakat dunia secara
global telah ikut mempengaruhi iklim Pendidikan Anak Usia Dini. Pengaruh
modernisasi di berbagai sektor kehidupan telah melahirkan karakter pendidikan yang
hampir sama di seluruh dunia, memiliki mempunyai ciri khas tertentu di tiap- tiap
Negara. Dalam masyarakat yang sudah maju, proses pendidikan untuk anak usia dini
sebagian dilaksanakan dalam lembaga pendidikan yang disebut lembaga PAUD dan
pendidikan dalam lembaga tersebut merupakan suatu kegiatan yang lebih teratur dan
terprogram dengan baik.
Bentuk aktualisasi dan pernyataan penyadaran diri masyarakat secara kolektif
dapat berupa keterlibatannya dalam proses pengambilan keputusan yang berhubungan
dengan kebutuhan pelaksanaan program PAUD dalam komunitas yang
melingkupinya. Bentuk – bentuk keterlibatan masyarakat bisa teraktualisasikan dalam
bentuk musyawarah dan juga terbentuknya institusi lokal oleh masyarakat itu sendiri.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan dan partisipasi
masyarakat dalam kegiatan pembangunan disegala bidang adalah untuk :
1. Memiliki tanggung jawab bersama di dalam rangka mensukseskan programprogram
pendidikan anak usia dini melalui dukungan sepenuhnya terhadap cita-cita
pendidikan anak usia dini, sehingga tercipta masyarakat yang kreatif dan aktif.
2. Menambah wawasan pengetahuan dan keterampilan masyarakat tentang kegiatan
pendidikan anak usia dini sehingga memiliki kemampuan yang lebih baik untuk
menghadapi hari esok.
3. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk berpartisipasi
dalam mensukseskan setiap program-program pendidikan anak usia dini yang
bersifat partisipatif untuk mencapai kesejahteraan sosial yang lebih baik.
Peran serta keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program pendidikan
bagi anak usia dini diantaranya adalah memfasilitasi lembaga PAUD yang telah ada
agar orang tua dapat mengoptimalkan tumbuh kembang anak dengan mengikutkan
anak mereka dalam kegiatan belajar dan bermain yang diselenggarakan oleh lembaga
PAUD tersebut. Selama ini pemahaman orangtua tentang perkembangan anak masih
sangat tradisional, kurang mau berubah, masih sangat konkret dalam berpikir,
motivasi yang rendah karena kebutuhan yang masih sangat mendasar, serta masih
sangat dipengaruhi oleh budaya setempat yang sempit.
Rendahnya tingkat kesadaran orang tua agar anak usia dini dapat mengikuti
pendidikan prasekolah dipengaruhi oleh beberapa hal antara lainkarena masih terbatas
dan tidak meratanya lembaga layanan PAUD yang ada di masyarakat terutama di
pedesaan. Pada umumnya orang tua memandang pendidikan belum perlu diberikan
kepada anak usia dini. Hal ini sangat wajar mengingat bahwa pemahaman orang tua
terhadap pentingnya PAUD masih sangat rendah serta pada umumnya mereka
berpandangan bahwa pendidikan identik dengan sekolah, sehingga bagi anak usia dini
pendidikan dipandang belum perlu. Keterlibatan masyarakat hendaknya
didayagunakan karena dapat membantu pelaksanaan pendidikan anak usia dini, baik
dalam bentuk pembinaan moral, bakat, pengajaran, maupun budaya. Dengan
demikian masyarakat akan ikut menaruh kepentingan dan bertanggungjawab terhadap
kelangsungan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini disatuan-satuan pendidikan
baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karenanya masyarakat itu sendiri
juga perlu meningkatkan keterlibatannya secara aktif dalam pelaksanaan, pembinaan,
dan pelembagaan program Anak Usia Dini. Karena program PAUD ini menjadi
sangat penting dilaksanakan sebab kualitas generasi mendatang sangat bergantung
kepada kualitas anak-anak usia dini pada masa sekarang.